PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE, FIRM AGE, FIRM SIZE, GROWTH ASSET, DAN BUSINESS RISK TARHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode 2009 – 2013) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Disusun Oleh : IQLIMA OKTAVIANI 1111081000015 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2015 M ii iii iv v DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama : Iqlima Oktaviani 2. Jenis Kelamin : Perempuan 3. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Oktober 1992 4. Agama : Islam 5. Alamat : Jalan Belly Gg. Mekar 3 No.21 RT 06/09, Kel. Cijantung, Kec. Pasar Rebo, Kotamadya Jakarta Timur. 6. Email : [email protected] II. PENDIDIKAN 1. TK Mekarsari Jakarta Timur Tahun 1998-1999 2. SD Negeri Cijantung 07 Pagi Jakarta Tahun 1999-2005 3. SMP Negeri 91 Jakarta Timur Tahun 2005-2008 4. SMA Negeri 99 Jakarta Timur Tahun 2008-2011 5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011-Sekarang III. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Anggota Mading (Majalah Dinding) SMPN 91 Jakarta (2005-2007) 2. Bendahara Rohis SMPN 91 Jakarta (2006-2007) 3. Bendahara LC (Language Club) SMAN 99 Jakarta (2009-2010) 4. Ketua Keputrian Risma (Rohis) SMAN 99 Jakarta (2009-2010) 5. Bendahara LDK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Divisi Pengembangan Ekonomi (2013-2014) vi ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the effect of the implementation of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, and Business Risk to Capital Structure of the Company. The sample in this research are 8 companies that listed in the Indonesian Institute of Corporate Governance and is listed on the Indonesia Stock Exchange 2009-2013 period. The analysis technique used in this research is multiple linear regression analysis. The result of this research shows that simultaneous whole variables in this research had a significant influence on the Capital Structure with significance level of 5%. Partially the result that the implementation of corporate governance variables, firm age and firm size has a partial effect on Capital Structure. As for the variable growth asset and business risk does not have a partial effect on Capital Structure. The most dominant variable influence on the capital structure partially is variable firm size. Adjusted R-squared coefficient shows that the implementation of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, and Business Risk able to explain the variable capital structure of 81.2% and the remaining 18.8% is explained by other variables outside of research, such as tax, corporate stability, profitability, market conditions, asset structure and operating leverage. Keywords: Implementation of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Assets, Business Risk and Capital Structure vii ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk terhadap Struktur Modal Perusahaan. Sampel dalam penelitian ini adalah 8 perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute of Corporate Governance dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan keseluruhan variabel di dalam penelitian ini memiliki pengaruh signifikan terhadap Struktur Modal dengan tingkat signifikasi 5%. Secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel penerapan corporate governance, firm age dan firm size memiliki pengaruh secara parsial terhadap Struktur Modal. Sedangkan untuk variabel growth asset dan business risk tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap Struktur Modal. Pengaruh variabel yang paling dominan terhadap Struktur Modal secara parsial adalah variabel firm size. Untuk hasil koefisien Adjusted R2 menunjukkan bahwa penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk mampu menjelaskan variabel Struktur Modal sebesar 81,2% dan sisanya sebesar 18,8 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian, seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi pasar, struktur aktiva, dan leverage operasi. Kata Kunci: Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, Business Risk dan Struktur Modal viii KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul, “Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Age, Size, Growth, dan Risk Tarhadap Struktur Modal Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode 2009 –2013)”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman kebaikan. Tugas skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, banyak kendala yang dihadapi penulis. Namun berkat ridho, rahmat dan hidayah-Nya yang begitu melimpah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis bersyukur atas segala kemudahan dan kelancaran yang selalu dianugerahkan Allah S.W.T. dan tidak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua orangtua yang saya cintai, Bapak Khayan dan Ibu Yeni Nurnaeni. Terima kasih selalu memberikan cinta, kasih sayang, serta menjaga dan mendidik penulis dengan ikhlas dan sabar. Do’a dan dukungan yang diberikan sangat berarti dan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu menjaga kalian. 2. Suami yang saya cintai, Alam Pamungkas. Terima kasih atas do’a, cinta, kasih sayang, saran, dukungan, canda dan tawa yang selalu diberikan kepada penulis. 3. Adik yang saya sayangi, Hannifa. Dan sepupu saya yang lucu Sabrina. Terima kasih atas dukungan, canda dan tawa yang selalu diberikan kepada penulis. 4. Bapak Dr. Indo Yama Nasaruddin, SE., MAB selaku dosen Pembimbing I yang bersedia menyediakan waktunya untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk masukan dan motivasi yang telah bapak berikan selama ini. ix 5. Bapak Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA selaku dosen Pembimbing II yang bersedia menyediakan waktunya untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk masukan dan motivasi yang telah bapak berikan selama ini. 6. Bapak Dr. Arief Mufraini, LC., M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si sebagai Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Seluruh dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. 9. Seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 10. Sahabat-sahabat serta teman seperjuangan tersayang, Arini, Elis, Dwi, Ela, Supiyah yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan hiburan kepada penulis. Semoga persahabatan kita akan terus berlanjut sampai tua nanti. 11. Teman-teman Manajemen A, Manajemen Keuangan, Manajemen 2011, dan KKN CARE yang telah memberikan bantuan dan dukungan. 12. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Jakarta, Oktober 2015 (Iqlima Oktaviani) x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .............................. iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI............................................... iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ....................... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi ABSTRACT..................................................................................................... vii ABSTRAK...................................................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ............................................................ 1 B. Perumusan Masalah ..................................................................... 12 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 13 D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ............................................................................ 16 1. Struktur Modal....................................................................... 17 2. Penerapan Corporate Goverance ........................................... 29 3. Firm Age................................................................................ 34 4. Firm Size ............................................................................... 35 5. Growth Asset ......................................................................... 37 xi 6. Business Risk ......................................................................... 38 B. Penelitian Terdahulu .................................................................... 41 C. Kerangka Pemikiran .................................................................... 44 D. Hipotesis ..................................................................................... 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 47 B. Metode Penentuan Sampel ........................................................... 47 C. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 49 D. Metode Analisis Data .................................................................. 51 1. Uji Statistik Deskriptif ........................................................... 51 2. Uji Asumsi Klasik .................................................................. 51 a. Uji Normalitas ................................................................. 51 b. Uji Multikolinieritas ......................................................... 52 c. Uji Heteroskedastisitas ..................................................... 54 d. Uji Autokorelasi ............................................................... 55 3. Pengujian Hipotesis ............................................................... 57 a. Uji t (Uji Signifikansi Parsial) .......................................... 57 b. Uji F (Uji Signifikansi Simultan) ...................................... 58 c. Uji R2 (Koefisien Determinasi)......................................... 59 4. Uji Regresi Linier Berganda................................................... 60 E. Operasional Variabel Penelitian................................................... 61 1. Variabel Dependen ................................................................ 61 2. Variabel Independen .............................................................. 62 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian.............................................. 65 1. Deskripsi Objek Penelitian ..................................................... 65 2. Profil Perusahaan yang Menjadi Objek Penelitian .................. 66 B. Analisis Uji Statistik Deskriptif ................................................... 74 C. Analisis Uji Asumsi Klasik .......................................................... 87 1. Uji Normalitas ....................................................................... 87 2. Uji Multikolinieritas............................................................... 90 xii 3. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 91 4. Uji Autokorelasi .................................................................... 93 D. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 94 1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Parsial......................................................................... 94 2. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Simultan ..................................................................... 96 3. Uji R2 (Koefisien Determinasi) ................................................ 97 E. Analisis Regresi Linier Berganda................................................. 98 F. Pembahasan ................................................................................. 100 1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Struktur Modal .................................................................................... 100 2. Pengaruh Age Terhadap Struktur Modal ................................ 101 3. Pengaruh Size Terhadap Struktur Modal................................. 103 4. Pengaruh Growth Terhadap Struktur Modal ........................... 104 5. Pengaruh Risk Terhadap Struktur Modal ................................ 105 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 107 B. Keterbatasan ................................................................................ 109 C. Saran ........................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 111 LAMPIRAN ................................................................................................... 114 xiii DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1.1 Keterangan Halaman Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 ......................................... 6 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................. 41 Tabel 3.1 Proses Pengambilan Sampel...................................................... 49 Tabel 3.2 Sampel Penelitian ..................................................................... 49 Tabel 3.3 Analisis Durbin-Watson ............................................................ 56 Tabel 4.1 Deskripsi Rata-rata DER ........................................................... 75 Tabel 4.2 Deskripsi Rata-rata CGPI.......................................................... 78 Tabel 4.3 Deskripsi Rata-rata Age ............................................................ 80 Tabel 4.4 Deskripsi Rata-rata Size ............................................................ 82 Tabel 4.5 Deskripsi Rata-rata Growth ....................................................... 84 Tabel 4.6 Deskripsi Rata-rata Risk ............................................................ 86 Tabel 4.7 Hasil One-sample Kolmogorov-Smirnov ................................... 89 Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas ....................................................... 90 Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser ....................................................................... 93 Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi ............................................................. 94 Tabel 4.11 Hasil Uji t (Parsial) ................................................................... 95 Tabel 4.12 Hasil Uji F (Simultan) ............................................................... 97 Tabel 4.13 Hasil Uji R2 (Koefisien Determinasi) ........................................ 98 Tabel 4.14 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ............................................ 99 xiv DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................... 45 Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot................................................. 88 Gambar 4.2 Grafik Scatterplot ..................................................................... 92 xv DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman Lampiran 1 Daftar Nama Perusahaan Objek Penelitian ................................ 111 Lampiran 2 Hasil Perhitungan Data Mentah................................................. 112 Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data dengan Aplikasi SPSS .......................... 115 Lampiran 4 Tabel Durbin-Watson................................................................ 120 xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia usaha kini dapat kita rasakan semakin pesat dan persaingan yang semakin ketat, sehingga mengharuskan perekonomian Indonesia untuk lebih giat lagi dalam melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi persaingan global yang terjadi saat ini yang dipengaruhi dari dalam maupun dari luar negeri. Kondisi yang demikian, dapat dirasakan oleh berbagai pihak, khususnya oleh banyak perusahaan dimana para pengusaha diharuskan untuk berupaya keras agar dapat bertahan diantara para pesaing dan menjaga agar usahanya tersebut tidak mengalami kemunduran atau kerugian yang dapat mengakibatkan terganggunya kegiatan operasional perusahaan. Kelangsungan hidup suatu perusahaan merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui dan diharapkan terus meningkat. Karena pada dasarnya tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran para pemiliknya dan terus meningkatkan nilai perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan modal dan kemampuan manajemen yang baik dalam mengelola keuangan perusahaan khusunya dalam hal modal agar dapat diolah seefisien mungkin. Untuk menjalankan kegiatan perusahaan, pemilik perusahaan akan menunjuk manajer untuk mengelola perusahaan, kemudian manajer tersebut yang nantinya akan mengambil keputusan. Salah satu keputusan penting yang 1 nantinya akan dihadapi manajer dalam kaitannya dengan kelangsungan kegiatan operasi perusahaan adalah keputusan mengenai permodalan atau pemilihan struktur modal. Tujuan dari pemilihan struktur modal ini yaitu untuk mengoptimalkan nilai perusahaan, memaksimumkan kesejahteraan baik pemilik perusahaan maupun investor, dan meminimalkan biaya modal yang dikeluarkan. Manajemen keuangan menurut James C. van Horne adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolahan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. Sedangkan menurut Brigham mengatakan manajemen keuangan adalah seni (art) dan ilmu (science), untuk me-menage uang, yang meliputi proses, dan instrument yang terlibat dengan masalah transfer uang di antara individu, bisnis, dan pemerintah (Kasmir, 2010:5-7). Manajemen keuangan yaitu berkaitan dengan perolehan asset, pendanaan, dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum dalam semua tindakan (Horne dan Marchowicz, 2012:2). Jadi dapat disimpulkan bahwa, manajemen keuangan adalah aktivitas yang berkaitan erat dalam mengelola keuangan yang meliputi proses perolehan, pengelolaan dan pengalokasian dana yang tersedia secara efektif dan efisien, serta harus mampu memilih dana yang ada untuk selanjutnya akan dibagikan kepada para pemegang saham atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. Peranan manajemen keuangan sangat penting di dalam sebuah perusahaan yaitu untuk mengatasi permasalahan keuangan yang terjadi yang tentunya dapat mempengaruhi manajemen lainnya, sehingga manajemen 2 keuangan harus mengetahui dan memahami posisi serta keadaan keuangan perusahaan. Manajemen keuangan dalam suatu perusahaan diwakili atau dipimpin oleh manajer keuangan. Pencapaian tujuan perusahaan lebih banyak dibebankan kepada manajer keuangan dalam rangka mencari dan mengelola dana yang ada. Ketiadaan atau keterbatasan dana merupakan tugas menejer keuangan untuk segera memenuhinya. Demikian pula dengan pengelolaan dana yang dimiliki haruslah dilakukan secara tepat (Kasmir, 2010:5) Dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, maka diperlukan adanya modal yang cukup guna mendanai seluruh aktivitas perusahaan yang merupakan salah satu dari tugas manajer keuangan. Modal bagi perusahaan merupakan salah satu unsur financial terpenting, karena tanpa adanya modal, suatu perusahaan tidak akan mampu berjalan dengan baik. Setiap perusahaan pasti memiliki struktur modal yang belum tentu serupa dengan perusahaan lain. Masalah sumber pendanaan merupakan hal penting bagi perusahaan, dan dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan mengenai pemilihan sumber modal perusahaan dalam memperolehnya, yaitu yang pertama, bersumber dari internal yaitu berupa laba ditahan (dividend) dan cadangan kas perusahaan yang dapat digunakan, yang kedua, bersumber dari eksternal dengan mengeluarkan saham untuk dijual kepada investor, hal ini akan membuat perusahaan dihadapkan dengan masalah mengenai besarnya biaya modal pengeluaran saham tersebut; dan ada pula dengan melakukan pinjaman, dimana biaya yang dikeluarkan memang lebih sedikit akan tetapi dengan melakukan 3 pinjaman tersebut maka perusahaan akan menghadapi adanya risiko kewajiban dan pembayaran bunga yang mungkin terus meningkat. Struktur modal adalah paduan sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan (Keown, et.al., 2000:542). Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001:5), struktur modal adalah bauran dari hutang, saham preferen, dan saham biasa yang direncanakan perusahaan untuk menambah modal. Menurut Rodoni dan Ali (2010:137), mengatakan bahwa struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Menurut Andi Setiawan (2010:4), struktur modal adalah kombinasi dari penggunaan sumber dana yang digunakan oleh perusahaan baik itu berupa hutang maupun modal sendiri untuk membiayai aktivitas perusahaan dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan sumber pendanaan perusahaan jangka panjang untuk membiayai seluruh aktivitas perusahaan yang berasal dari hutang maupun modal sendiri. Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:293) 4 Dalam suatu perusahaan diperlukannya pengelolaan struktur modal yang optimal, karena jika suatu perusahaan memiliki struktur modal yang optimal, perusahaan akan lebih memanfaatkan struktur modal yang ada seefektif mungkin untuk dapat memperoleh keuntungan yang maksimum. Struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan, (Horne dan Wachowicz, 1998:478). Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001:45), menyatakan bahwa struktur modal yang optimal adalah kombinasi dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Jika pemenuhan dana perusahaan bersumber dari hutang yang tinggi, maka semakin tinggi rasio hutang, dan semakin tinggi pula risiko perusahaan sehingga suku bunga semakin tinggi. Apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutupi beban bunga, maka pemegang saham harus dapat menutupi kekurangan tersebut, dan jika perusahaan tidak sanggup maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan, hal ini tentunya tidak termasuk dalam struktur modal yang optimal. Struktur modal dapat diukur dari rasio perbandingan antara total hutang terhadap ekuitas yang biasa diukur melalui rasio debt to equity ratio (DER). DER dapat menunjukkan tingkat resiko suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin tinggi resikonya karena pendanaan dari unsur hutang lebih besar daripada modal sendiri (equity) mengingat dalam perhitungan hutang dibagi dengan modal sendirinya, artinya jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal sendirinya berarti rasio DER diatas satu, sehingga penggunaan dana yang digunakan untuk aktivitas 5 operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur hutang (Nugroho, 2006:6) Di Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang, dimana terdapat banyak perusahaan yang menunjukkan fenomena yang cukup menarik yaitu terdapat perusahaan khususnya yang tercatat di The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) serta terdaftar pula pada Bursa Efek Jakarta (BEI) memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi daripada modal yang dimiliki perusahaan, ini berarti sumber pendanaan perusahaan dalam jangka panjang sangat bergantung pada pinjaman/hutang. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik karena tingkat risiko perusahaan yang tinggi dapat membahayakan kelangsungan hidup perusahaan apabila suatu saat terjadi kondisi ekonomi yang menurun atau terjadinya krisis ekonomi yang melanda negeri. Tabel 1.1 Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 No. Perusahaan Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 PT Aneka Tambang Tbk ANTM 0,21 0,28 0,41 0,54 0,71 2 PT Bank Mandiri Tbk BMRI 10,24 9,81 7,81 7,31 7,26 3 PT Bank Negara Indonesia Tbk BBNI 10,88 6,50 6,92 6,66 7,11 4 PT Bukit asam Tbk PTBA 0,40 0,36 0,41 0,50 0,55 5 PT Garuda Indonesia Tbk GIAA 3,60 2,95 1,39 1,26 1,64 6 PT Jasa Marga Tbk JSMR 1,17 1,37 1,32 1,53 1,61 7 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 1,22 0,98 0,69 0,66 0,83 8 PT Timah Tbk 0,42 0,40 0,43 0,34 0,61 3,52 2,83 2,42 2,35 2,54 Rata-rata TINS Sumber: IICG dan IDX 6 Dari tabel 1.1 di atas menunjukan nilai rata-rata Debt to Equity Ratio (DER) pertahun pada periode 2009-2013 dari 8 perusahaan yang termasuk dalam IICG dan terdaftar pada BEI, dimana perusahaan ini merupakan perusahaan yang selalu ikut serta dalam riset mengenai tingkat penerapan corporate governance. Untuk nilai rata-rata DER pada tahun 2009 adalah 3,52 ; DER untuk tahun 2010 adalah 2,83 ; kemudian untuk DER tahun 2011 sebesar 2,42 ; selanjutnya untuk DER tahun 2012 sebesar 2,35 ; dan untuk tahun 2013 adalah sebesar 2,54. Sehingga dapat kita lihat penggunaan dana yang berasal dari pinjaman atau hutang mengalami fluktuatif, seperti di periode 2009-2012 mengalami penurunan, kemudian mengalami kenaikkan di periode 2012-2013. Jika dilihat Debt to Equity Ratio (DER) dari masing-masing perusahaan maka ditemukan terdapat beberapa perusahaan yang memiliki DER diatas nilai satu dan dibawah nilai satu. Ada beberapa perusahaan yang memiliki nilai DER kurang dari satu selama periode 2009-2013 yaitu, PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. Sedangkan pada perusahaan yang memiliki nilai DER lebih dari satu pada periode 2009-2013 yaitu, PT Bank Mandiri Tbk, PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT Garuda Indonesia Tbk, dan PT. Jasa Marga Tbk. Namun terdapat pula nilai DER perusahaan yang tidak stabil atau fluktuatif selama periode 2009-2013 ada yang bernilai kurang dari satu dan ada pula yang nilainya lebih dari satu yaitu, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Berdasarkan tabel di atas selama periode 2009 sampai dengan 2013 terdapat sekitar 50% perusahaan yang tercatat di IICG dan terdaftar pada BEI 7 memiliki nilai DER lebih dari satu. Hal ini berarti pada perusahaan tersebut memiliki proporsi hutang yang lebih besar dari modal sendiri, sehingga perusahaan tersebut memilih untuk melakukan pinjaman atau berhutang untuk memenuhi kebutuhan modalnya. Sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan memiliki risiko bisnis yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang memiliki nilai DER kurang dari satu. Jika DER bernilai lebih dari satu maka perusahaan memiliki jumlah hutang yang lebih besar dari pada modal sendiri, maka hal ini tidak sesuai dengan teori struktur modal yang optimal dimana seharusnya jumlah hutang perusahaan tidak melebihi dari jumlah modal sendiri. Jika hal ini terjadi maka risiko yang akan ditanggung oleh investor pada perusahaan tersebut akan menjadi lebih besar. Untuk itu kebanyakan para investor lebih tertarik menanamkan modalnya ke dalam bentuk investasi pada perusahaan yang memiliki DER yang besaranya kurang dari satu karena untuk menghindari risiko yang lebih besar. Dari fenomena yang terjadi pada perusahaan yang tercatat di IICG yang memiliki tingginya nilai hutang dalam kondisi keuangannya, mengharuskan perusahaan untuk mampu memilih proporsi sumber pendanaan perusahaan yang sebaiknya lebih mengurangi hutang sehingga risiko bisnis perusahaan semakin kecil. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk dijadikan objek penelitian. Dalam penentuan keputusan struktur modal perusahaan banyak dipengaruhi oleh beberapa variabel. Good corporate governance telah menjadi isu yang hangat dibicarakan serta menjadi pemicu berkembangnya penelitian 8 manajemen mengenai kualitas pelaksanaannya oleh perusahaan besar dan perusahaan yang telah terdaftar atau go public. Secara umum, good corporate governance dianggap memiliki implikasi signifikan bagi prospek pertumbuhan ekonomi, karena tata kelola perusahaan yang baik mampu mengurangi risiko bagi investor dan merupakan mekanisme kunci untuk melindungi kepentingan pemegang saham selaku pemilik perusahaan (Kajananthan, 2012). Tidak jarang dijumpai adanya konflik yang terjadi antara pemegang saham dan manajer. Munculnya konflik yang terjadi terkadang disebabkan oleh adanya pertentangan kepentingan yang terjadi antara manajer, pemegang saham, dan kreditor. Hal ini dikenal dengan masalah keagenan. Untuk mengurangi konflik yang terjadi tersebut, diperlukan suatu mekanisme corporate governance atau tata kelola perusahaan di perusahaan tersebut. Dengan adanya corporate governance atau tata kelola perusahaan yang dijalankan dengan baik di suatu perusahaan maka diharapkan dapat memperoleh kepercayaan yang lebih dari pemegang saham kepada manajer, terutama dalam pemilihan struktur modal perusahaan. Hasil studi empiris yang dilakukan oleh Pornsit Jiraporn dkk. (2012), yang berjudul “Capital Structure and Corporate Governance Quality: Evidence from The Institutional Shareholder Service (ISS)”, dengan objek penelitian yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Amerika Serikat yaitu, pada variabel Kualitas Corporate Governance terdapat hubungan signifikan negatif terhadap Struktur Modal. Hasil yang hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajendran Kajanantan (2012), dengan sampel penelitian Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di 9 Bursa Efek Srilanka, menunjukkan bahwa terdapat Variabel Board Committee dan Board Composition berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. Dari kedua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara variabel Corporate Governance dengan Struktur Modal. Struktur modal pada umumnya dipengaruhi oleh firm age (usia perusahaan), seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafi’i (2013) dengan sampel penelitian perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012, menunjukkan bahwa variabel firm age memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal. Firm size (ukuran perusahaan) merupakan varibel yang berpengaruh juga terhadap struktur modal seperti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Imam Syafi’i (2013) dengan studi empiris yaitu pada perusahaan sektor makanan-minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012, menunjukkan bahwa variabel firm size (ukuran perusahaan) memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa firm size juga berpengaruh terhadap struktur modal. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Husnul Khotimah (2013), yang menyatakan bahwa firm size tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asih Suko Nugroho (2006) dengan studi empiris yaitu pada perusahaan properti yang Go Public di Bursa Efek Jakarta periode 1994-2004, menunjukkan bahwa variabel growth asset (pertumbuhan aktiva perusahaan) memiliki pengaruh signifikan positif terhadap struktur modal. Akan tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Setiawan (2010) yang berjudul “Analisis Pengaruh Profit, 10 Growth, dan Asset Structure Terhadap Struktur Modal: (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ45 Periode 2006-2008)”, dengan hasil penelitian bahwa untuk variabel growth asset tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal, manurutnya hal ini terjadi dikarenakan perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat dengan aman mengambil lebih banyak hutang dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi daripada perusahaan yang penjualnnya tidak stabil. Business risk (risiko bisnis) merupakan variabel yang mempengaruhi struktur modal seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahril dan Isnurhadi (2013) dengan sampel penelitian yaitu perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2002-2011, menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap struktur modal. Dikarenakan terdapat perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai struktur modal maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai struktur modal. Selain itu dilihat dari fenomena yang terjadi di Indonesia yaitu pendanaan perusahaan yang sebagian besar diperoleh dari hutang termasuk juga pada perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) sebagian besar perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi. Untuk sampel dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang tercatat di IICG dikarenakan IICG merupakan lembaga riset Indonesia yang khusus meneliti mengenai penerapan corporate governance dan juga terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikarenakan untuk memperoleh data keuangan perusahaan yang akan menjadi bahan penelitian ini. 11 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada rentang waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu periode 2009-2013 yang dilakukan pada objek penelitian perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana secara kontinyu perusahaan tersebut masuk dalam daftar IICG selama periode penelitian. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan, yang dapat dilihat dengan mengakses website www.idx.co.id, www.sahamok.com, dan www.finance.yahoo.co.id. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan membahas mengenai pengaruh corporate governance dan karakteristik perusahaan terhadap struktur modal yang dipilih perusahaan. Adapun judul dari penelitian tersebut adalah: “Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Perusahaan”. (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode 20092013).” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan masalah yang diambil dalam penulisan ini adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh antara penerapan corporate governance secara parsial terhadap struktur modal. 2. Apakah terdapat pengaruh antara firm age secara parsial terhadap struktur modal. 12 3. Apakah terdapat pengaruh antara firm size secara parsial terhadap struktur modal. 4. Apakah terdapat pengaruh antara growth asset secara parsial terhadap struktur modal. 5. Apakah terdapat pengaruh antara business risk secara parsial terhadap struktur modal. 6. Apakah terdapat pengaruh antara penerapan corporate governance, firm age, firm size, growth asset, dan business risk secara simultan terhadap struktur modal. C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh antara penerapan corporate governance secara parsial terhadap struktur modal. 2. Untuk mengetahui pengaruh antara firm age secara parsial terhadap struktur modal. 3. Untuk mengetahui pengaruh antara firm size secara parsial terhadap struktur modal. 4. Untuk mengetahui pengaruh antara growth asset secara parsial terhadap struktur modal. 5. Untuk mengetahui pengaruh antara business risk secara parsial terhadap struktur modal. 13 6. Untuk mengetahui pengaruh antara penerapan corporate governance, firm age, firm size, growth asset, dan business risk secara simultan terhadap struktur modal. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari dilakukannya penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memberi bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal seperti penerapan corporate governance dalam bentuk variabel indeks penerapan corporate governance (CGPI), usia perusahaan (firm age), pertumbuhaan aktiva perusahaan (growth asset), ukuran perusahaan (firm size) dan risiko bisnis (business risk). Selain itu hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan serta dapat memberikan kontribusi dalam penelitian lain tentang struktur modal. 2. Bagi Perusahaan Perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai masukan mengenai variabel mana yang penting dalam pengambilan keputusan mengenai struktur modal perusahaan. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan menambah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal yang terdiri dari penerapan corporate governance dalam bentuk variabel 14 indeks penerapan corporate governance (CGPI), usia perusahaan (firm age), pertumbuhaan aktiva perusahaan (growth asset), ukuran perusahaan (firm size) dan risiko bisnis (business risk). 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Manajemen keuangan memiliki arti penting di semua jenis bisnis, termasuk perbankan dan institusi-institusi keuangan lainnya, sekaligus juga perusahaan-perusahaan industri dan ritel. Manajemen keuangan juga penting pula artinya di dalam operasi-operasi pemerintahan, mulai dari sekolah sampai rumah sakit hingga departeman jalan raya (Brigham dan Houston, 2009:7). Manajemen Keuangan (financial management) yaitu berkaitan dengan perolehan aset, pendanaan, dan manajemen aset dengan disadari beberapa tujuan umum (Horne dan Warchowicz, 2012:2). Menurut James C. van Horne manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolahan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. Sedangkan menurut Brigham mengatakan manajemen keuangan adalah seni (art) dan ilmu (science), untuk me-menage uang, yang meliputi proses, dan instrument yang terlibat dengan masalah transfer uang di antara individu, bisnis, dan pemerintah (Kasmir, 2010:5-7). Manajemen keuangan yaitu menyangkut kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:4). Jadi dapat disimpulkan bahwa, manajemen keuangan adalah aktivitas yang berkaitan erat dalam mengelola keuangan yang meliputi proses perolehan, pengelolaan dan pengalokasian dana yang tersedia secara efektif dan efisien, 16 serta harus mampu memilih dana yang ada untuk selanjutnya akan dibagikan kepada para pemegang saham atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. 1. Struktur Modal Struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham preferen, dan saham biasa (Horne dan Wachowicz, 1998:474). Keown, et.al. (2000:542), mengatakan bahwa struktur modal adalah paduan sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001:5), struktur modal adalah bauran dari utang, saham preferen, dan saham biasa yang direncanakan perusahaan untuk menambah modal. Menurut Rodoni dan Ali (2010:137-138), mengatakan bahwa struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Struktur modal adalah kombinasi atau perimbangan antara utang dan modal sendiri (saham preferen dan saham biasa) yang digunakan perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal (Ambarwati, 2010:1). Kodrat dan Christian (2009:107), mengatakan bahwa struktur modal perusahaan adalah kombinasi dari saham-saham yang berbeda 17 (saham biasa dan saham preferen) atau bauran seluruh sumber pendanaan jangka panjang (ekuitas dan utang) yang digunakan perusahaan. Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan sumber pendanaan perusahaan jangka panjang untuk membiayai seluruh aktivitas perusahaan yang berasal dari hutang maupun modal sendiri. Sebuah perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pastinya memerlukan sumber daya keuangan atau biasa disebut dengan modal. Modal perusahaan ada yang berupa modal asing dan modal sendiri. Modal asing merupakan modal yang didapat bukan dari pemilik perusahaan. Modal asing, yaitu terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka menengah, dan hutang jangka panjang. Modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal sendiri, yaitu terdiri dari modal saham, cadangan, dan laba ditahan. Modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal internal dan eksternal. Modal internal yaitu modal yang bersumber dari dalam perusahaan seperti, laba ditahan dan cadangan, sedangkan modal eksternal yaitu modal yang bersumber dari luar perusahaan seperti, saham dan pinjaman/hutang. Sebuah perusahaan yang sedang berkembang biasanya memerlukan modal yang dapat berasal dari utang maupun ekuitas. Menurut Keown et.al. (2000:542), tujuan manajemen struktur modal adalah memadukan sumber dana permanen yang digunakan perusahaan dengan cara yang akan memaksimumkan harga saham perusahaan. Sebaliknya, tujuan ini bisa dipandang sebagai pencarian 18 terhadap paduan dana yang akan meminimumkan campuran biaya modal perusahaan. Sehingga paduan sumber dana yang tepat ini disebut sebagai struktur modal optimal. Struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan (Horne dan Wachowicz, 1998:478). Menurut Brigham dan Houston (2001:45), struktur modal yang optimal adalah kombinasi dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Struktur modal yang optimal bagi perusahaan akan menghasilkan kondisi keuangan perusahaan yang sehat, sehingga kedepannya dapat memperoleh laba perusahaan yang lebih besar. Brigham dan Houston (2001:39-41), menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan adalah stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan, dan fleksibilitas keuangan. Terdapat teori-teori mengenai struktur modal, yaitu sebagai berikut: a. Teori struktur modal tradisional 1) Pendekatan Laba Operasi Bersih Satu pendekatan terhadap penilaian laba perusahaan dikenal seagai pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income, 19 NOI). Pendekatan laba operasi bersih terhadap struktur modal yaitu, teori struktur modal dimana rata-rata tertimbang biaya modal dan nilai toal perusahaan bersifat konstan walaupun pengungkit keuangan berubah. Melalui pendekatan ini, laba operasi bersih didiskonto pada tingkat kapitalisasi total perusahaan untuk memperoleh nilai total pasar perusahaan. Nilai pasar pinjaman kemudian dikurangi dari nilai total pasar untuk memperoleh nilai pasar biasa. Penggunaan pendekatan ini mengakibatkan tingkat kapitalisasi total serta biaya pinjaman tetap sama walupun digunakan pengungkit keuangan. sejauh ini, pembahasan laaoperasi bersih hanya dilakukan dalam batasan definisi. Namun, pembahasan memiliki kekurangan dalam menjelaskan perilaku penting yang dimiliki laba operasi bersih (Horne dan Wachowicz, 98:475-476). 2) Pendekatan Tradisional Mereka yang menganut pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan (atau biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalnya. Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950an (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:296). Pendekatan tradisional terhadap struktur dan penilaian modal mengasumsikan adanya struktur modal optimal dan manajemen dapat meningkatkan nilai total perusahaan melalui penggunaan pengungkit keuangan (Horne dan Wachowicz, 20 1998:477). Dengan kata lain, struktur modal memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. b. Teori struktur modal modern 1) The Modigliani-Miller Model Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller, mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang Berdasarkan paling serangkaian berpengaruh asumsi yang yang pernah sangat ditulis. membatasi, Modigliani-Miller membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan perkataan lain, hasil-hasil Modigliani-Miller menyatakan bahwa tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal tidak relevan. Tapi studi Modigliani-Miller didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain (Brigham dan Houston, 2001:30-31): (a) Tidak ada biaya broker (pialang). (b) Tidak ada pajak. (c) Tidak ada biaya kebangkrutan. (d) Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan. (e) Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang. 21 (f) EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang. Rodoni dan Ali (2010:138-139), menjelaskan tentang teori Modigliani-Miller, yaitu struktur modal yang menggunakan dana dari utang tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap nilai perusahaan. Namun bila mulai dipertimbangkan faktor pajak, penggunaan utang akan selalu lebih menguntungkan dan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan asumsi bahwa yang dipergunakan dalam model ini adalah: Pertama, tidak ada biaya kebangkrutan. Kedua, tidak ada biaya transaksi. Ketiga, bunga pinjaman dan simpanan besarnya sama bagi perorangan ataupun perusahaan. Teori Modigliani-Miller terbagi menjadi 2 kondisi, yaitu (Brigham dan Houston, 2001): (a) Tanpa pajak Dengan mengasumsikan bahwa tidak ada pajak perusahaan maupun pajak serta dengan mendasarkan asumsi yang telah disebutkan sebelumnya, Modigliani-Miller menggunakan preposisi sebagai berikut: (1) Preposisi I Modigliani dan Miller menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh financial leverage terhadap nilai perusahaan. Menurut teori Modigliani-Miller I, perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan atau dengan kata lain tidak ada struktur modal yang optimal bagi perusahaan. 22 (2) Preposisi Modigliani-Miller II yang menyatakan bahwa nilai pengharapan (expected value) tingkat pengembalian hasil terhadap modal/Return on Equity (ROE) bertambah seiring dengan meningkatnya rasio utang terhadap modal/debt to equty (DER). Kenaikan ekspektasi ROE ini didorong oleh adanya peningkatan risiko keuangan yang akan ditanggung investor perusahaan akibat bertambahnya utang (DER), sehingga apabila financial leverage naik maka biaya modal/ekuitas secara linier juga naik, karena pemegang saham dihadapkan pada risiko yang semakin besar. (b) Dengan pajak perusahaan (1) Preposisi I menyatakan bahwa nilai perusahaan yang memiliki utang akan lebih besar daripada nilai perusahaan tanpa utang. Nilai perusahaan akan memiliki utang tersebut sama dengan nilai perusahaan tanpa utang ditambah dengan penghematan pajak. Teori Modigliani-Miller Preposisi I ini mengalami perubahan dengan dimasukkannya unsur pajak oleh Miller. Modigliani-Miller mengakui bahwa peningkatan jumlah utang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. (2) Preposisi II menyatakan bahwa biaya ekuitas pada perusahaan yang memiliki utang sama dengan biaya ekuitas perusahaan tanpa utang ditambah dengan premi risiko. 23 Jadi teori Modigliani-Miller dengan pajak perusahaan menyatakan bahwa nilai perusahaan akan meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan utang. Biaya bunga utang dapat mengurangi pajak sehingga makin besar porsi pendapatan perusahaan yang menjadi bagian investor. 2) Pecking Order Theory Teori ini ditemukan oleh Gordon Donaldson pada tahun 1961, kemudian selanjutnya diperluas oleh Myers. Dalam artikelnya Myers dengan ringkas mengikhtisarkan teori pecking order yaitu (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:311): (a) Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal. (b) Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar. (c) Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mangakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih ataupun kurang untuk investasi. (d) Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi yang dapat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru. 24 Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang, karena ada dua jenis modal sendiriyang preferensinya berbeda. Yaitu laba ditahan (dipilih lebih dahulu) dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir). Rasio hutang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi (Husnan dan Pudjiastuti:2002). 3) Agency Cost Theory Jensen dan Meckling (1976) adalah orang pertama yang memasukkan unsur manusia dalam model yang terpadu tentang perilaku perusahaan. Paper mengenai teori keagenan pada manajemen keuangan menunjukkan hubungan keagenan atau agencu relationship, muncul ketika satu atau lebih individu (majikan) menguji individu lain (agen atau karyawan) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agen atau karyawannya. Dalam konteks manajemen keuangan hubungan ini muncul antara: (1) pemegang saham (shareholders) dengan para manjer, dan (2) shareholders dengan kreditor (bondholder atau pemegang obligasi) (Sukardi dan Christian, 2009:14). 4) Trade Of Theory Model ini dikembangkan oleh Baxter (1967), Kraus and Litzenberger (1973) dan Karo (2002), yang mencoba menguji pendapat Modigliani-Miller dengan menghubungkan asumsiasumsi Modigliani-Miller dengan biaya kebangkrutan yang mana 25 hal itu dapat meningkat sebanding dengan leverage yang digunakan yaitu (Ambarwati, 2010:49-50): (a) Pada tingkat leverage rendah, manfaat penghematan pajak akibat penggunaan hutang dapat melebihi biaya kebangkrutan perusahaan. (b) Pada tingkat leverage tinggi, biaya kebangkrutan justru bisa melebihi manfaat penghematan pajak akibat penggunaan utang tersebut. (c) Semakin besar penggunaan hutang, maka semakin besar pula keuntungan akibat hutang tersebut namun PV biaya financial distress dan agency juga besar bahkan lebih besar. Teori yang dikenal dengan Trade off model, mengatakan bahwa bila perusahaan mnggunakan leverage maka perusahaan akan memperoleh kauntungan berupa penghematan pajak (tax shield). Namun disisi lain harus pula diperhitungkan biaya yang akan ditimbulkan dari penggunaan leverage tersebut, seperti biaya kebangkrutan dan biaya keagenan (Keown, et.al., 2005 dalam Rodoni dan Ali, 2010:139). Jadi disebut model trade off karena struktur modal optimum terjadi jika terdapat keseimbangan antara biaya financial distress dan agency problem dan manfaat atas penggunaan leverage atau hutang (Ambarwati, 2010:50). 26 5) Teori Pengisyaratan Symmetric information yaitu situasi di mana investor dan manajer memiliki informasi yang sama mengenai prospek perusahaan. Akan tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai yang lebih baik daripada investor luar. Hal ini disebut asymmetric information dan ini sangat berpegaruh terhadap keputusan struktur modal yang optimal. Asymmetric information merupakan situasi di mana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki oleh investor, (Brigham dan Houston, 2001:35). Hampir serupa dengan yang dijelaskan oleh Sukardi dan Christian (2009:16), mengenai asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak investor di pasar modal. Tingkat asymmetric information ini bervariasi dari sangat tinggi ke sangat rendah. Asymmetric information memberikan efek yang nyata pada keputusan keuangan maupun pasar financial. Dalam teori asymmetric information diterangkan bahwa dalam pasar selalu ditemukan informasi yang tidak sama bagi pihak-pihak yang berbeda, sehingga dapat dikatakan informasi yang didapat tidak sempurna. Penambahan hutang baru, misalnya memberikan informasi bahwa perusahaan dapat dipercaya oleh 27 pihak peminjam, sedangkan penerbitan saham baru dapat dianggap bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan dalam hal pendanaannya. Beberapa pengujian membuktikan bahwa harga saham berpengaruh positif terhadap penambahan hutang dan berpengaruh negatif terhadap penerbitan saham baru (Rodoni dan Ali, 2010:139). Perlu diingat bahwa tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan motivasi untuk menyampaikan informasi yang baik mengenai perusahaannya ke publik secepat mungkin, misalnya melalui jumpa pers. Namun, pihak di luar perusahaan tidak tahu kebenaran dari informasi yang disampaikan tersebut. Jika manajer dapat memberikan sinyal yang meyakinkan, maka publik akan terkesan dan hal ini akan terefleksi pada harga sekuritas.pembayaran dividen merupakan contoh klasik mengenai penyampaian informasi malalui pengisyaratan (signaling), (Sukardi dan Christian, 2009:17). Isyarat (signal) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan, (Brigham dan Houston, 2001:36). Jika manajemen mengumumkan kenaikan yang nyata pada jumlah dividen per lembar saham yang dibagikan, investor akan menangkap ini sabagai sinyal bahwa kondisi keuangan perusahaan (prospek penghasilan) saat ini dan di masa mendatang relatif baik. 28 Sebaliknya, jika investor mengharapkan suatu pembagian dividen namun manajemen memutuskan tidak membagi dividen, manajer sedang mengirimkan sinyal negatif. Jadi, dapat disimpulkan karena adanya kondisi asymmertic information, pemberian sinyal kepada investor atau publik melalui keputusan-keputusan manajemen menjadi sangat penting (Sukardi dan Christian, 2009:17-18). Struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) dikarenakan DER mencerminkan besarnya proporsi antara total hutang dan total modal sendiri. Semakin tinggi nilai DER menunjukkan komposisi total hutang semakin besar dibanding dengan total modal sendiri. DER = 2. Penerapan Corporate Governance Istilah “Corporate Governance” pertama dikenalkan oleh Cadburry Committee tahun 1992 dalam laporan yang dikenal Cadbury Report. Laporan ini sebagai titik balik yang menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia. Menurut Cadbury Committee (1992), Corporate governance adalah suatu sistem yang diberfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Sedarmayanti, 2007:53). Tata kelola perusahaan (corporate governance) adalah sistem yang mengatur bagaimana perusahaan dikelola dan dikendalikan, sistem tersebut mengarahkan bagaimana hubungan antara para pemegang saham perusahaan, dewan direksi, serta para manajemen senior. Hubungan29 hubungan ini memberikan kerangka kerja untuk menetapkan tujuan perusahaan dan pengawasan kerja (Horne dan Wachowicz, 2012:9). Menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance (2009:11) Corporate Governance tersebut dapat didefinisikan sebagai serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Selanjutnya Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Menurut Bursa Efek Indonesia (2011:4), Tata Kelola Perusahaan atau Good Corporate Governance (selanjutnya disebut sebagai GCG) merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan perusahaan secara profesional berlandaskan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independen serta kewajaran dan kesetaraan. Tujuan utama dilaksanakannya GCG adalah untuk mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya dalam jangka panjang. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan 30 internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan utama dari diterapkannya corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) (Sedarmayanti, 2007:52). OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) menyatakan bahwa, corporate governance merupakan struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuantujuan tersebut dan mengawasi kinerjanya (Sedarmayanti, 2007:53). Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Minik Negara (BUMN) Nomor : KEP-117/M-MBU/2012 tetang penerapan praktik good corporate governance pada BUMN, maka ditetapkan bahwa: corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas persahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, nerlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika, sedangkan stakeholders adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu pemegang saham atau pemilik modal, komisaris atau dewan pengawas, direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur, dan pihak berkepentingan lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpukan Corporate governance adalah sistem, proses, dan seperangkat peraturan 31 yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkempetingan terutama dalam arti sempit, hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan signifikansi dalam strategi korporasi dan untuk memastikan kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki (Ambarwati, 2007:54). Menurut SK Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tetang penerapan praktik Good Corporate Governance diutarakan bahwa prinsip Good Corporate governance meliputi: a. Transparasi, yaitu keterbukaan dalam melaksakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. b. Kemandirian, yaitusuatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. c. Akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban kejelasan organ fungsi, sehingga pelaksanaan pengelolaan dan perusahaan terlaksana secara efektif. d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 32 e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Riana (2014:30) keputusan perusahaan dalam hal struktur modal dapat dipengaruhi oleh baik buruknya kualitas corporate governance perusahaan tersebut. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat hasil yang berbeda-beda mengenai arah dari hubungan kausalitas antara kualitas corporate governance dan struktur modal tersebut, apakah negatif ataukah positif. Selain itu secara teoritis logis, pengaruh kualitas corporate governance terhadap struktur modal dapat memiliki arah yang positif maupun negatif. Pada penelitian ini, penerapan corporate governance diukur dengan corporate governance perception index (CGPI) dikarenakan CGPI menunjukkan banyak aspek penilaian yang dilakukan. Aspek penilaian mulai dikembangkan seperti analisa kuantitatif dalam menelaah kondisi penerapan corporate governance di perusahaan dengan menggunakan Self-assessment berupa pengisian kuesioner. Sejak tahun 2003, CGPI menggunakan dua tahapan yang harus dijalani dalam menghasilkan index persepsi corporate governance, yaitu tahapan kuantitatif (Self-assessment) dan tahapan kualitatif dengan menggunakan panel ahli yang bertugas menilai penerapan corporate governance berupa wawancara (interview) dengan eksekutif perusahaan. Secara khusus pelaksanaan CGPI ini mulai memperkenalkan pendekatan tematik dalam mengkaji penerapan corporate governance sebagai sebuah proses pembelajaran mencapai 33 sebuah tahap keberlanjutan yang kemudian dituangkan dalam sebuah buku dengan judul Komitmen Menegakkan Good Corporate Governance. Corporate governance mendapatkan tempat khusus untuk meyakinkan bahwa manajer bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu, corporate governance dirancang untuk mengurangi konflik agensi. Karena biaya agensi (agency cost), manajer bisa saja mengambil pilihan hutang yang meningkatkan keuntungan mereka pribadi daripada memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Tingkat penyimpangan manajer dari tingkat leverage yang optimal bergantung pada kekuatan corporate governance perusahaan (Riana, 2014:33). 3. Firm Age Menurut Daljono (2000) dalam Syafi’i (2013:10-11) firm age atau usia perusahaan adalah seberapa lama perusahaan mampu bertahan, bersaing, dan mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Usia perusahaan menunjukkan informasi yang dapat diperoleh para investor. Semakin lama suatu perusahaan beroperasi atau semakin tua usia perusahaan, maka perusahaan tersebut kemungkinan besar akan menyediakan informasi tentang perusahaan yang lebih banyak dan lebih luas daripada perusahaan yang baru berdiri. Perusahaan yang lebih tua memiliki lebih banyak pengalaman di bidangnya dan lebih banyak mengenal lingkungan, sehingga kemungkinan mengalami kegagalan lebih kecil. Perusahaan yang belum lama berdiri akan lebih sulit 34 untuk berkembang dibandingkan perusahaan yang telah lama berdiri (Berlinger dan Robbins, 1986). Menurut Syafi’i (2013:11) secara konsep teoritis bahwa usia perusahaan (age) memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal perusahaan, sebab dengan usia dan pengalaman yang semakin panjang akan memungkinkan bagi perusahaan untuk bisa memperoleh akses atas sumber dana pinjaman yang lebih luas pula. Demikian halnya dalam kemampuan akses untuk memperoleh sumber pendanaan bagi perusahaan yang memiliki usia lebih lama akan relatif lebih mudah dan lebih dipercaya daripada perusahaan yang baru berdiri. Usia perusahaan dapat diukur dengan persamaan: AGE = Ln (Tahun penelitian – Tahun berdiri perusahaan) 4. Firm Size Menurut Brigham dan Houtson (2001:117) firm size atau ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian. Menurut Sebayang dan Putra (2013:5) ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu 35 perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Menurut Khotimah (2013:40) besar kecilnya ukuran perusahaan akan berpengaruh pada struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa pada perusahaan besar dapat membiayai investasinya dengan mudah lewat pasar modal karena mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi dan kecilnya informasi asimetri yang terjadi. Investor dapat memperoleh lebih banyak informasi dari perusahaan besar jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Jadi, dengan diperolehnya dana lewat pasar modal menjadikan proporsi utang menjadi semakin kecil dalam struktur modalnya.Untuk itu perusahaan kecil mungkin menyukai hutang jangka pendek karena biayanya yang lebih murah dan perusahaan besar lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan untuk menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula. Dalam kajian teoritis serta beberapa penelitian sebelumnya diperoleh bahwa firm size ini berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan, karena bagi perusahan berukuran besar akan semakin kecil risiko kebangkrutannya, sehingga lebih mudah untuk mengakses perolehan dana pinjaman. Selain tiu bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar akan cenderung memiliki collateralized assets yang lebih besar pula (Syafi’i, 2013:10) 36 Menurut Riyanto (2011:313) firm size atau ukuran perusahaan adalah besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan, atau nilai total aktiva. Dalam penelitian ini sebagai rasio skala perusahaan digunakan natural log in dari total aktiva perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini, penghitungan ukuran perusahaan menggunakan total aktiva karena lebih stabil dibandingkan dengan total penjualan. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: SIZE = Log (Total Asset) 5. Growth Asset Menurut Westone dan Brigham (1994), suatu perusahaan yang berada dalam industri yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi harus menyediakan modal yang cukup untuk membelanjai perusahaan. Perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang dari pada perusahaan yang tumbuh secara lambat (Nugroho, 2006:29). Rodoni dan Herni Ali (2010:147) mengatakan bahwa pertumbuhan secara tidak langsung berpengaruh pada pendanaan ekuitas yang signifikan, walaupun pada keadaan dimana biaya kebangkrutan rendah. Jadi perusahaan dengan pertumbuhan tinggi akan memiliki debt ratio (rasio hutang) yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang pertumbuhannya rendah. Pertumbuhan pada intinya adalah fitur dari dunia nyata, sebagai hasilnya pendanaan dengan hutang tidak optimal. 37 Menurut Khotimah (2013:38) pada perusahaan dengan pertumbuhan aktiva yang tinggi akan lebih cenderung melakukan pendanaan eksternal. Dan pada saat yang sama pula, perusahaan tersebut akan lebih cenderung mengurangi keinginan untuk melakukan pendanaan eksternal. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bisa positif atau negatif antara pertumbuhan aktiva dengan struktur modal suatu perusahaan. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi, sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal yang rendah. Pertumbuhan aset perusahaan dalam penelitian ini dapat dihitung dengan rumus: GROWTH = TAt – TA t-1 / TA t-1 6. Business Risk Menurut Ambarwati (2010:3) risiko bisnis dalam artian stand alone risk adalah suatu fungsi dari ketidakpastian yang inheren didalam proyeksi pengembalian atas modal yang diinvestasikan (return on invested capital–ROIC) didalam sebuah perusahaan. Brigham dan Houston (2001:14) mendefinisikan business risk (risiko bisnis) yaitu sebagai ketidakpastian yang melekat dalam proyeksi pengembalian aktiva (ROE) masa depan jika tidak menggunakan hutang, 38 merupakan satu-satunya determinan terpenting dari struktur modal perusahaan. Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor yaitu (Ambarwati, 2010:3): a. Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk, maka semakin rendah risiko bisnisnya, ceteris paribus. b. Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produknya dijual di pasar yang sangat tidak stabil akan terkena risiko bisnis lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang harganya stabil. c. Variabilitas biaya input. Prusahaan yang menggunakan biaya input sangat tidak pasti akan terkena risiko bisnis yang lebih tinggi. d. Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perbahan pada biaya input. Semakin besar kemampuan perusahaan melakukan penyesuaian harga output untuk mencerminkan kondisi biaya, semakin rendah risiko bisnisnya. e. Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat dan efektif dalam hal biaya. Semakin cepat produknya semakin usang semakin tinggi risiko bisnis perusahaan. f. Eksposur risiko asing. Semakin banyak laba operasi luar negeri maka semakin tinggi risiko bisnisnya. g. Komposisi biaya tetap: leverage operasi. Jika persahaan lebih banyak menggunakan biaya tetap maka lebih tinggi terkena risiko bisnis karena tidak bisa menurunkan biaya jika pernintaan produk menurun. 39 Menurut Brown dan Reilly (2009:57) dalam Seftianne dan Handayani (2011:45), perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi cenderung menghindari pendanaan dengan menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan dengan risiko bisnis lebih rendah. Dunia investasi mengenal risiko bisnis sebagai bagian dari risk premium yang diartikan sebagai ketidakpastian aliran pendapatan yang disebabkan oleh sifat alami dari bisnis itu sendiri seperti produk, pelanggan dan cara penghasilan produknya. Perusahaan dengan cash flow yang sangat fluktuatif akan menyadari bahwa peggunaan hutang yang penuh risiko akan kurang menguntungkan dibanding dengan ekuitas, sehingga perusahaan dipaksa menggunakan ekuitas untuk memenuhi pendanaan perusahaan guna menghindari financial distress (Setiawan, 2006). Oleh karena itu risiko bisnis mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Dalam penelitian ini business risk menggunakan rumus yang dinyatakan sebagai berikut: ROIC = NOPAT Modal Di sini NOPAT (Net Operating Profit After Tax) adalah laba operasional bersih setelah pajak, sedangkan modal adalah jumlah dari hutang dan ekuitas biasa perusahaan. Jika sebuah perusahaan memiliki hutang, maka pembayaran bunganya akan nol, modalnya akan sama dengan ekuitas dan nilai ROIC-nya akan sama dengan pengembalian atas ekuitas (ROE) (Ambarwati, 2010:4). 40 B. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis pengaruh corporate governance terhadap struktur modal, di antaranya yaitu: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1 2 Peneliti dan Tahun Vito Janitra Kurniawan dan Shiddiq Nur Rahardjo (2014) Judul Metode Penelitian Penelitian Pengaruh Regresi antara Tata Berganda Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Dengan Struktur Modal Perusahaan. (Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI Periode 2010-2012) Husnul Khotimah (2013) Analisis Regresi Pengaruh Berganda Profitabilitas, Growth of Asset, Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, dan Likuiditas Terhadap Struktur Modal (Studi Kasus Pada Perusahaan Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 20072010) Hasil Penelitian Variabel Ukuran Dewan Komisaris dan Kepemilikan Konstitusional tidak berpengaruh terhadap Struktur Modal. Variabel Kepemilikan Manjerial dan Ukuran Komite audit berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. Variabel profitabilitas, growth of asset, dan likuiditas berpengaruh terhadap struktur modal. Variabel ukuran perusahaan dan struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal. 41 No. Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 3 Minda Mauliana Sebayang dan Pasca Dwi Putra (2013) Pengaruh Regresi Karakteristik Berganda Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2006-2007) Variabel Pertumbuhan Perusahaan, Risiko Bisnis, Ukuran Perusahaan dan Struktur Aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. Variabel Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. 4 Muhammad Syahril Ferdiansya dan Isnurhadi (2013) Faktor-Faktor Regresi yang Berganda Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2002-2011 Variabel Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap Struktur Modal. Arus Kas Bebas, Risiko Bisnis, dan Likuiditas berpengaruh dan signifikan terhadap struktur modal. 5 Imam Syafi’i (2013) Karakteristik Perusahaan dan Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor MakananMinuman. (Perusahaan yang Listing di BEI Periode 2008-2012) Variabel Size, Age, dan Volatilitas Pendapatan berpengaruh positif terhadap terhadap Kebijakan Struktur Modal. Variabel Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap Kebijakan Struktur Modal. Regresi Linier Berganda 42 No. Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Regresi Linier Hasil Penelitian 6 Pornsit Jiraporn dkk.(2012) Capital Structure and Corporate Governance Quality: Evidence from The Institutional Shareholder Service (ISS) 7 Rajendran Kajanantan (2012) Effect of Regresi Corporate Berganda Governance on Capital Structure: Case of The Srilankan Listed Companies Variabel Board Committee dan Board Composition berpengaruh dan signifikan terhadap Struktur Modal. Variabel Ledership Style, Board Size, dan Board Meeting tidak memiliki pengaruh terhadap Struktur Modal. 8 Andi Setiawan (2010) Analisis Pengaruh Profit, Growth, dan Asset Structure Terhadap Struktur Modal. (Perusahaan LQ45 Periode 2006-2008) Variabel Profit memliki pengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. Variabel Asset Structure memiliki pengaruh terhadap Struktur Modal. Variabel Growth tidak berpengaruh terhadap Struktur Modal. Regresi Berganda Variabel Kualitas Corporate Governance memiliki hubungan negatif dan signifikan tarhadap Stuktur Modal. 43 No. 9 Peneliti dan Tahun Asih Suko Nugroho (2006) Judul Penelitian Metode Penelitian Analisis Regresi Faktor-Faktor Berganda yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Properti yang Go Public Di BEJ Untuk Periode 19942004 Hasil Penelitian Variabel Operating Leverage berperngaruh signifikan negatif terhadap Struktur Modal. Variabel Likuiditas berpengaruh signifikan positif terhadap Struktur Modal. Variabel Struktur Aktifa tidak berpengaruh terhadap variabel Struktur Modal. Variabel Growth berpengaruh signifikan positif terhadap Struktur Modal. Variabel Price Earning Ratio berpengaruh signifikan positif terhadap Struktur Modal. Variabel Profitabilitas berpengaruh signifikan negatif terhadap Struktur Modal. C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran menjelaskan tentang permasalahan yang akan diteliti serta hubungan logis antar variabel-variabel dalam penelitian. Kerangka utama dalam penelitian ini adalah penerapan corporate governance, firm age, firm size, growth asset dan business risk sebagai variabel independen dan struktur modal sebagai variabel dependen. 44 Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Perusahaan Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI (2009-2013) Variabel Independen: X1: Penerapan Corporate Governance (CGPI) X2: Firm Age (AGE) X3: Firm Size (SIZE) X4: Growth Asset (GROWTH) X5: Business Risk (RISK) Variabel Dependen: Y: Struktur Modal (DER) Uji Statistik Deskriptif Uji Asumsi Klasik: a. Uji Normalitas b. Uji Multikolinieritas c. Uji Heteroskedastisitas d. Uji Autokorelasi Uji Hipotesis: a. Uji t (Parsial) b. Uji F (Simutan) c. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Analisis Regresi Linier Berganda Interpretasi Hasil Pembahasan Kesimpulan dan Saran 45 D. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang di rumuskan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Penerapan Corporate Governance (CGPI) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap Struktur Modal (DER). 2. Firm Age (AGE) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap Struktur Modal (DER). 3. Firm Size (SIZE) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap Struktur Modal (DER). 4. Growth Asset (GROWTH) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap Struktur Modal (DER). 5. Business Risk (RISK) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap Struktur Modal (DER). 6. Penerapan Corporate Governance (CGPI), Firm Age (AGE), Firm Size (SIZE), Growth Asset (GROWTH) dan Business Risk (RISK) memiliki pengaruh signifikan secara simultan terhadap Struktur Modal (DER). 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh penerapan corporate governance (CGPI), firm age (usia perusahaan), firm size (ukuran perusahaan), growth asset (pertumbuhaan aktiva perusahaan), dan business risk (risiko bisnis) terhadap struktur modal. Dengan studi kasus pada perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2009-2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa laporan hasil riset yang diadakan oleh IICG yang penulis peroleh dari pihak IICG dan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan oleh BEI melalui situs resminya www.idx.co.id. B. Metode Penentuan Sampel Populasi adalah keseluruhan individu atau objek tertentu atau ukuran yang diperoleh dari semua individu atau objek tertentu (Lind et.al., 2007:7). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada periode 2010-2014. Populasi tersebut dipilih karena perusahaan yang tercatat tersebut merupakan perusahaan yang telah mengikuti riset mengenai corporate governance serta perusahaan tersebut telah terdaftar di BEI sehingga data keuangan perusahaan tersebut telah 47 dipublikasikan sehingga penulis dapat memperoleh data yang dibutuhkan untuk penelitian. Sampel adalah bagian dari suatu populasi tertentu yang menjadi perhatian (Lind et.al., 2007:7). Dalam penelitian ini menggunakan metode penarikan sampel dengan cara purposive sampling. Purposive sampling adalah penarikan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut didasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian. Penentuan kriteria sampel diperlukan untuk menghindari adanya kesalahan dalam penentuan sampel penelitian yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap hasil analisis. Adapun kriteria penarikan sampel yang digunakan peneliti yaitu sebagai berikut: 1. Perusahaan telah tercatat di The Indonesian Institute for Corporate Governance selama periode penelitian 2009-2013. 2. Perusahaan telah tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2009-2013. 3. Perusahaan memiliki kelengkapan data laporan keuangan selama periode penelitian 2009-2013. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berjumlah 8 perusahaan. Keterangan dalam proses pengambilan sampel penelitian dapat dijelaskan pada tabel 3.1 berikut ini: 48 Tabel 3.1 Proses Pengambilan Sampel Keterangan Jumlah Perusahaan Perusahaan yang tercatat di IICG selama 11 periode penelitian 2009-2013 Perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode penelitian 2009-2013 Perusahaan yang memenuhi kriteria sampel penelitian 9 8 Perusahaan yang termasuk dalam sampel penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini: Tabel 3.2 Sampel Penelitian No. Nama Perusahaan Kode 1 PT Aneka Tambang Tbk. ANTM 2 PT Bank Mandiri Tbk. BMRI 3 PT Bank Negara Indonesia Tbk. BBNI 4 PT Bukit Asam Tbk. PTBA 5 PT Garuda Indonesia Tbk. GIAA 6 PT Jasa Marga Tbk. JSMR 7 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM 8 PT Timah Tbk. TINS C. Metode Pengumpulan Data Data merupakan sesuatu yang mewakilkan objek dan peristiwa yang memiliki arti serta sangat penting bagi pemakai. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang 49 dinyatakan dalam bentuk angka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data sekunder Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung dari sumbernya karena data ini biasanya telah dikumpulkan oleh suatu lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi merupakan teknik yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data tentang perusahaan yang menjadi sampel penelitian melalui fasilitas internet dengan mengakses situs-situs resmi perusahaan serta informasi dari media massa lainnya. Data sekunder laporan keuangan masing-masing perusahaan dapat diakses melalui website www.finance.yahoo.co.id dan www.idx.co.id. Sedangkan untuk data sekunder indeks penerapan corporate governance diperoleh dari lembaga IICG dengan menghubunginya secara langsung untuk memperoleh data yang dimaksud. 2. Riset Kepustakaan (Library) Penelitian ini juga menggunakan metode pengumpulan data dari kepustakaan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan bahan kepustakaan terutama teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini yang bisa bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang terkait. 50 D. Metode Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Uji Statistik Deskriptif Menurut Ghozali (2011:19) statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Menurut Ghozali (2011:160) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu: 1) Analisis grafik merupakan salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang 51 menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. 2) Analisis statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dilakukan dengan membuat hipotesis sebagai berikut: Ho : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal Apabila nilai asymptotic significant value lebih kecil dari nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho ditolak atau data tidak berdistribusi normal, sedangkan apabila nilai asymptotic significant value lebih besar dari nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho diterima atau data berdistribusi normal. b. Uji Multikolonieritas Menurut Ghozali (2011:105) uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: 52 1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen. 3) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap vatiabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolonieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai misal nilai tolerance = 0,10 sama dengan tingkat kolonieritas 0,95. Walaupun 53 multikolonieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF, tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel-variabel independen mana sajakah yang saling berkorelasi. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitasdan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139). Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dan salah satu caranya yaitu dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dengan dasar analisis yaitu: 1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas. 54 2) Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2011:142) analisis dengan grafik plot memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan hasil. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji heteroskedastisitas adalah dengan Uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika nilai signifikansi antara nilai absolut residual terhadap variabel independen lebih dari nilai sigifikansi yang digunakan maka tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2011:110). 55 Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi yaitu: 1) Uji Durbin-Watson (DW) Menurut Ghozali (2011:111) uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen. Pengambilan keputusan pada uji Durbin Watson diperlihatkan pada tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3 Analisis Durbin-Watson Hipotesis Nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada korelasi negatif Tidak ada korelasi negatif Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif Sumber: Ghozali (2011:111) Keputusan Tolak No decision Tolak No decision Tidak ditolak Jika 0 < d < dl dl ≤ d ≤ du 4-dl < d < 4 4-du ≤ d ≤ 4-dl du < d < 4-du Untuk mendeteksi autokorelasi dapat juga menggunakan uji statistik non-parametrik Run Test. Menurut Ghozali (2011:120) Run Test digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (sistematis). Dengan hipotesisnya yaitu: Ho : residual (res_1) random (acak) Ha : residual (res_1) tidak random 56 Apabila nilai asymptotic significant value lebih kecil dari nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho ditolak atau data residual tidak random, sedangkan apabila nilai asymptotic significant value lebih besar dari nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho diterima atau data residual acak (random). 3. Pengujian Hipotesis a. Uji t (Uji Signifikansi Parsial) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/ independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:98). Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk secara individual dalam menerangkan variasi struktur modal. Penelitian ini juga dilakukan untuk mecari pengaruh paling besar di antara variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen dapat dilihat dari tabel Coefficients, pada kolom Standardized Coefficients dengan nilai tertinggi. Uji t dapat dilakukan dengan mengamati nilai signifikansi t. Apabila tingkat signifikansi dari t hitung < tingkat signifikansi yang ditentukan (α = 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang hendak diuji adalah sebagai berikut: 57 1) Ho : b1 = 0; penerapan corporate governance tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. Ha : b1 ≠ 0; penerapan corporate governance memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. 2) Ho : b2 = 0; age tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. Ha : b2 ≠ 0; age memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. 3) Ho : b3 = 0; growth tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. Ha : b3 ≠ 0; growth memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. 4) Ho : b4 = 0; size tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. Ha : b4 ≠ 0; size memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. 5) Ho : b4 = 0; risk tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. Ha : b4 ≠ 0; risk memiliki pengaruh secara parsial terhadap struktur modal. b. Uji F (Uji Signifikansi Simultan) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model 58 mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2011:98). Uji statistik F ini dilakukan untuk menunjukkan apakah penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap struktur modal. Uji F dapat dilakukan dengan mengamati nilai signifikansi F. Apabila tingkat signifikansi dari F hitung < tingkat signifikansi yang ditentukan (α = 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang hendak diuji adalah sebagai berikut: Ho : b1, b2, b3, b4, b5 = 0; penerapan corporate governance, age, growth, size dan risk tidak memiliki pengaruh secara simultan terhadap struktur modal. Ha : b1, b2, b3, b4, b5 ≠ 0; penerapan corporate governance, age, growth, size dan risk memiliki pengaruh secara simultan terhadap struktur modal. c. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Menurut Ghozali (2011:97) koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan 59 variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2. Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2011:97). 4. Uji Regresi Linier Berganda Uji regresi linier berganda yaitu untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen (X1, X2, X3, X4, dan X5) terhadap variabel dependen (Y). Dalam penelitian ini, analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk terhadap struktur modal. Bentuk persamaannya adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e 60 Keterangan: Y = Variabel dependen (Struktur Modal) a = Konstanta b1-b5 = Koefisien regresi X1 = Variabel Independen 1 (CGPI) X2 = Variabel Independen 2 (Age) X3 = Variabel Independen 3 (Size) X4 = Variabel Independen 4 (Growth) X5 = Variabel Independen 5 (Risk) e = Faktor Error E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur modal (DER). Struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) dikarenakan DER mencerminkan besarnya proporsi antara total hutang dan total modal sendiri. Semakin tinggi nilai DER menunjukkan komposisi total hutang semakin besar dibanding dengan total modal sendiri. Rumus yang dipakai dalam penelitian ini yaitu: DER = 61 2. Variabel independen (bebas) Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan corporate governance (CGPI), firm age (age), firm size (size), growth asset (growth), dan business risk (risk). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu: a. Penerapan Corporate Governance (CGPI) Variabel penerapan corporate governance ini diperoleh langsung bersumber dari The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) yaitu lembaga yang rutin melakukan riset mengenai penerapan Corporate Governance dengan hasilnya berupa angka-angka indeks dari sejumlah perusahaan yang bersedia mengikuti riset dari IICG tersebut, dengan data yang didapat yaitu CGPI (Corporate Governance Perception Index). IICG memiliki buku laporan hasil riset dan pemeringkatan dari setiap tahunnya mengenai perusahaan yang bersedia mengikuti riset tersebut dengan sejumlah aspek yang menjadi penilaian yang dilakukan oleh IICG. b. Firm Age (AGE) Secara konsep teoritis bahwa firm age atau memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal perusahaan, sebab dengan usia dan pengalaman yang semakin panjang akan memungkin bagi perusahaan untuk bisa memperoleh akses atas sumber dana pinjaman yang lebih luas pula. Usia perusahaan dapat diukur dengan persamaan: AGE = Ln (Tahun penelitian – Tahun berdiri perusahaan) 62 c. Firm Size (SIZE) Firm size atau ukuran perusahaan merupakan proksi dari probabilitas kebangkrutan perusahaan. Dalam kajian teoritis serta beberapa penelitian sebelumnya diperoleh bahwa size ini berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan, karena bagi perusahan berukuran besar akan semakin kecil risiko kebangkrutannya, sehingga lebih mudah untuk mengakses perolehan dana pinjaman. Selain tiu bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar akan cenderung memiliki collateralized assets yang lebih besar pula. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: SIZE = Log (Total Asset) d. Growth Asset (GROWTH) Tingkat pertumbuhan perusahaan dapat diukur dengan beberapa variabel seperti Price/Earning Ratio, Price/Cash flow Ratio, Market/Book Ratio, dan Tobin’s q. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa jauh perusahaan akan menggunakan utang sebagai sumber pendanaannya dalam upaya peningkatan produktivitas usahanya. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan sumber dana ekstern yang lebih besar, biasanya dalam bentuk penerbitan surat utang. Hal ini disebabkan karena penerbitan surat utang biayanya relativ lebih rendah daripada 63 emisi saham baru dengan biaya yang jauh lebih besar. Pertumbuhan perusahaan dalam penelitian ini dapat dihitung dengan rumus: GROWTH = TAt – TA t-1 / TA t-1 e. Business Risk (RISK) Jika suatu perusahaan memiliki risiko bisnis yang kecil apabila perusahaan menghadapi permintaan produk yang stabil, harga-harga input dan produknya yang relatif konstan, harga produknya dapat segera disesuaikan dengan kenaikan biaya, dan sebagian besar biayanya bersifat variabel sehingga apabila permintaan menurun maka biaya operasional juga menurun. Business risk pada penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut: ROIC = NOPAT Modal 64 BAB IV ANALISIS DAN PEBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Deskripsi Objek Penelitian Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan dan analisis data yang berhubungan anatara variabel dependen dengan variabel independen. Variabel independen meliputi penerapan corporate governance dalam bentuk GCPI (Good Corporate Perspective Index), age, size, growth, dan risk. Sedangkan untuk variabel dependennya yaitu struktur modal yang diukur dengan DER. Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai pengumpulan data analisis deskriptif, pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan aplikasi program SPSS 22.0. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel independen/ bebas (X) yang dalam penelitian ini yaitu penerapan corporate governance dalam bentuk GCPI (Good Corporate Perspective Index), age, size, growth, dan risk, terhadap variabel dependen/ terikat (Y) yaitu struktur modal yang diukur dengan DER. Objek penelitian ini menggunakan sampel perusahaan dari The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan termasuk juga ke dalam perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia). IICG berdiri pada tanggal 2 Juni 2000 atas prakarsa Masyarakat Transparansi 65 Indonesia (MTI), praktisi dan profesional, serta tokoh masyarakat yang memiliki visi dan kepedulian terhadap masa depan Indonesia yang lebih baik. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan periode 2009-2013. Data ini diperoleh dari IICG dan melalui situs resmi BEI yaitu www.idx.co.id. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaanperusahaan yang masuk dalam daftar IICG selama periode penelitian 2009-2013, dan perusahaan tersebut juga termasuk dalam daftar BEI, yaitu terdapat 11 perusahaan. Dari keseluruhan populasi, dilakukan teknik pengambilan sampel purposive sampling dengan menyeleksi perusahaan yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Dan berdasarkan teknik pengambilan sampel maka diperoleh 8 perusahaan yang layak dijadikan sampel dalam penelitian ini. 2. Profil Perusahaan yang Menjadi Objek Penelitian a. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) PT Aneka Tambang Tbk didirikan dengan nama "Perusahaan Negara (PN) Aneka Tambang" tanggal 05 Juli 1968 dan mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 5 Juli 1968. Kantor pusat ANTM berlokasi di Gedung Aneka Tambang, Jl. Letjen T.B. Simatupang No. 1, Lingkar Selatan, Tanjung Barat, Jakarta, Indonesia. Pemegang saham pengendali Aneka Tambang (Persero) Tbk adalah Pemerintah Republik Indonesia, dengan memiliki 1 Saham Preferen (Saham Seri A Dwiwarna) dan 65% di saham Seri B. 66 Pada tanggal 27 Nopember 1997, ANTM memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham ANTM (IPO) kepada masyarakat sebanyak 430.769.000 saham (Seri B) dengan nilai nominal Rp500,- per saham dan Harga Penawaran Perdana sebesar Rp1.400,- per saham. Sahamsaham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 27 Nopember 1997. b. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) PT Bank Mandiri Tbk didirikan 02 Oktober 1998 dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Agustus 1999. Kantor pusat Bank Mandiri berkedudukan di Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 36 – 38 Jakarta Selatan. Saat ini, Bank Mandiri mempunyai 12 kantor wilayah domestik, 74 kantor area, dan 1.080 kantor cabang pembantu, 897 kantor mandiri mitra usaha, 261 kantor kas dan 6 cabang luar negeri yang berlokasi di Cayman Islands, Singapura, Hong Kong, Dili Timor Leste, Dili Timor Plaza dan Shanghai (Republik Rakyat Cina). Bank Mandiri didirikan melalui penggabungan usaha PT Bank Bumi Daya (Persero) (“BBD”), PT Bank Dagang Negara (Persero) (“BDN”), PT Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero) (“Bank Exim”) dan PT Bank Pembangunan Indonesia (Persero) (“Bapindo”). Pemegang saham pengendali Bank Mandiri adalah Negara Republik Indonesia, dengan persentase kepemilikan sebesar 60%. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan BMRI adalah melakukan usaha di bidang perbankan. 67 Pada tanggal 23 Juni 2003, BMRI memperoleh pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham BMRI (IPO) kepada masyarakat sebanyak 4.000.000.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp675,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 14 Juli 2003. c. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) PT Bank Negara Indonesia Tbk didirikan 05 Juli 1946 di Indonesia sebagai Bank Sentral. Pada tahun 1968, BNI ditetapkan menjadi “Bank Negara Indonesia 1946”, dan statusnya menjadi Bank Umum Milik Negara. Kantor pusat BNI berlokasi di Jl. Jend. Sudirman Kav. 1, Jakarta. Saat ini Bank BNI memiliki 168 kantor cabang, 912 cabang pembantu domestik serta 644 outlet lainnya. Selain itu, jaringan BNI juga meliputi 4 kantor cabang luar negeri yaitu Singapura, Hong Kong, Tokyo dan London serta 1 kantor perwakilan di New York. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Bank BNI adalah melakukan usaha di bidang perbankan (termasuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah). Selain itu, Bank BNI juga menjalankan kegiatan usaha melalui anak usahanya, antara lain PT BNI Life Insuranse (Asuransi Jiwa) (kepemilikan 60%), PT BNI Multifinance (pembiayaan) (kepemilikan 99,98%), PT BNI Securities (Sekuritas) (kepemilikan 75%), BNI Remittance Ltd. (jasa 68 keuangan) (kepemilikan 100%) dan PT Bank BNI Syariah (perbankan) (kepemilikan 99,90%). Pada tanggal 28 Oktober 1996, BBNI memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham BBNI (IPO) Seri B kepada masyarakat sebanyak 1.085.032.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp850,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 25 November 1996. d. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk atau disingkat menjadi Bukit Asam Tbk didirikan tanggal 02 Maret 1981. Kantor pusat PTBA terletak di Menara Kadin Indonesia Lt. 9 & 15. Jln. H.R. Rasuna Said X-5, Kav. 2-3, Jakarta 12950. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Bukit Asam (Persero) Tbk adalah Negara Republik Indonesia, dengan persentase kepemilikan sebesar 65,017%. Pada tahun 1993, Bukit Asam (Persero) Tbk ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan Satuan Kerja Pengusahaan Briket. Pada tanggal 03 Desember 2002, PTBA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham PTBA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 346.500.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp575,- per saham disertai Waran Seri I sebanyak 69 173.250.000. Saham dan Waran Seri I tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 23 Desember 2002. e. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) PT Garuda Indonesia Tbk didirikan tanggal 31 Maret 1950 dan mulai beroperasi komersial pada tahun 1950. Kantor pusat Garuda beralamat di Jl. Kebon Sirih No. 44, Jakarta. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan GIAA terutama adalah sebagai berikut: ï‚· Angkutan udara niaga berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam negeri dan luar negeri; ï‚· Angkutan udara niaga tidak berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam negeri dan luar negeri; ï‚· Reparasi dan pemeliharaan pesawat udara, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga; ï‚· Jasa penunjang operasional angkutan udara niaga, meliputi catering dan ground handling baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga; ï‚· Jasa layanan sistem informasi yang berkaitan dengan industri penerbangan, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga; ï‚· Jasa layanan konsultasi yang berkaitan dengan industri penerbangan; 70 ï‚· Jasa layanan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan industri penerbangan, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga; ï‚· Jasa layanan kesehatan personil penerbangan, baik untuk keperluan sendiri maupun pihak ketiga. f. PT Jasa Marga Tbk (JSMR) PT Jasa Marga Tbk didirikan tanggal 01 Maret 1978 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1978. Kantor pusat JSMR beralamat di Plaza Tol Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta 13550. Pemegang saham mayoritas Jasa Marga adalah Negara Republik Indonesia, dengan persentase kepemilikan sebesar 70,00%. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan JSMR adalah turut serta melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya pembangunan dibidang pengusahaan jalan tol dengan sarana penunjangnya dengan menerapkan prinsip-prinsip perusahaan terbatas. Saat ini, Jasa Marga mengoperasikan 26 ruas jalan tol yang dikelola oleh 9 Kantor Cabang. Selain itu, Jasa Marga juga menjalankan usaha lain melalui cabang (pengelolaan rest area di jalan tol dan SPBU; penyelenggara pelatihan dan pengembangan SDM) dan anak usaha (melalui PT Jasa Layanan Pemeliharaan menjalankan usaha jasa konstruksi, 71 perdagangan dan persewaan kendaraan; dan PT Jasamarga Properti menjalankan usaha pembangunan, penjualan dan jasa properti). Pada tanggal 01 Nopember 2007, JSMR memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham JSMR (IPO) kepada masyarakat sebanyak 2.040.000.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran Rp1.700,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 12 Nopember 2007. g. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk / (Telkom) pada mulanya merupakan bagian dari “Post en Telegraafdienst”, yang didirikan pada tahun 1884. Pada tahun 1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1991, status Telkom diubah menjadi perseroan terbatas milik negara (“Persero”). Kantor pusat Telkom berlokasi di Jalan Japati No. 1, Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Telkom adalah menyelenggarakan jaringan dan jasa telekomunikasi, informatika, serta optimalisasi sumber daya perusahaan, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, TLKM menjalankan kegiatan yang meliputi: (a) Usaha Utama: Merencanakan, membangun, menyediakan, mengembangkan, mengoperasikan, memasarkan atau menjual, menyewakan, dan memelihara jaringan 72 telekomunikasi dan informatika (b) Usaha Penunjang: 1).Menyediakan jasa transaksi pembayaran dan pengiriman uang melalui jaringan telekomunikasi dan informatika. 2).Menjalankan kegiatan dan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya yang dimiliki Perusahaan, yang antara lain meliputi pemanfaatan aktiva tetap dan aktiva bergerak, fasilitas sistem informasi, fasilitas pendidikan dan pelatihan, dan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan. Jumlah saham TLKM sesaat sebelum penawaran umum perdana (Initial Public Offering atau IPO) adalah 8.400.000.000, yang terdiri dari 8.399.999.999 saham Seri B dan 1 saham Seri A Dwiwarna yang seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 14 November 1995, Pemerintah menjual saham Telkom yang terdiri dari 933.333.000 saham baru Seri B dan 233.334.000 saham Seri B milik Pemerintah kepada masyarakat melalui IPO di Bursa Efek Indonesia (“BEI”) (dahulu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya), dan penawaran dan pencatatan di Bursa Efek New York (“NYSE”) dan Bursa Efek London (“LSE”) atas 700.000.000 saham Seri B milik Pemerintah dalam bentuk American Depositary Shares (“ADS”). Terdapat 35.000.000 ADS dan masing-masing ADS mewakili 20 saham Seri B pada saat itu. h. PT Timah Tbk (TINS) PT Timah Tbk didirikan pada tanggal 02 Agustus 1976. TINS berdomisili di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung dan kantor pusat terletak di Jl. Medan Merdeka Timur No.15 Jakarta 10110 serta 73 memiliki wilayah operasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara serta Cilegon, Banten. Pemegang saham utama / pengendali TINS adalah Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan TINS meliputi bidang pertambangan, perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan jasa. Kegiatan utama TINS adalah sebagai perusahaan induk yang melakukan kegiatan operasi penambangan timah dan melakukan jasa pemasaran kepada kelompok usaha. Pada tanggal 27 September 1995, TINS memperoleh persetujuan dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham TINS sebanyak 176.155.000 saham Seri B dan Global Depositary Receipts (GDR) milik Perusahaan. Terhitung mulai tanggal 12 Oktober 2006, Perusahaan melakukan penghentian pencatatan atas GDR milik Perusahaan di Bursa Saham London. Penghentian pencatatan tersebut dilakukan mengingat jumlah GDR yang beredar semakin kecil dan tidak likuid. B. Analisis Uji Statistik Deskriptif Pada bagian ini akan dideskripsikan dari data masing-masing variabel yang menampilkan karakteristik dari sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Karakteristik sampel tersebut meliputi: nilai rata-rata sampel, nilai maksimum, dan nilai minimum untuk masing-masing variabel. Deskripsi 74 dalam penelitian ini meliputi 6 variabel, yaitu struktur modal (DER), penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size (SIZE), growth asset (GROWTH) dan business risk (RISK). Adapun perhitungan data variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Struktur Modal (DER) Debt Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur struktur modal yang digunakan perusahaan, karena struktur modal tersebut merupakan kombinasi dari hutang dan ekuitas yang digunakan untuk mendanai proyek perusahaan. DER terdiri dari total asset/total equity, dimana jika nilai DER bernilai lebih dari satu maka perusahaan memiliki jumlah hutang yang lebih besar dari pada modal sendiri. Tabel 4.1 Deskripsi Rata-rata DER No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 0,21 0,28 0,41 0,54 0,71 2 BMRI 10,24 9,81 7,81 7,31 7,26 3 BBNI 10,88 6,50 6,92 6,66 7,11 4 PTBA 0,40 0,36 0,41 0,50 0,55 5 GIAA 3,60 2,95 1,39 1,26 1,64 6 JSMR 1,17 1,37 1,32 1,53 1,61 7 TLKM 1,22 0,98 0,69 0,66 0,83 8 TINS 0,42 0,40 0,43 0,34 0,61 Rata-rata 3,52 2,83 2,42 2,35 2,54 Maksimum 10,88 9,81 7,81 7,31 7,26 Minimum Sumber: Data diolah 0,21 0,28 0,41 0,34 0,55 75 Berdasarkan data hasil DER dari masing-masing perusahaan pada tabel 4.1, diketahui rata-rata tingkat DER pada tahun 2009 sebesar 3,52. Untuk tingkat DER maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 10,88 sedangkan untuk tingkat DER minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 0,21. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat DER adalah 2,83. Untuk tingkat DER maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 9,81 sedangkan untuk tingkat DER minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 0,28. Pada tahun 2011 ratarata tingkat DER adalah 2,42. Untuk tingkat DER maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 7,81 sedangkan untuk tingkat DER minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 0,41. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat DER adalah 2,35. Untuk tingkat DER maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 7,31 sedangkan untuk tingkat DER minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 0,34. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat DER adalah 2,54. Untuk tingkat DER maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 7,26 sedangkan untuk tingkat DER minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,55. Tingkat DER perusahaan pada tahun 2009-2013 banyak perusahaan yang memiliki nilai diatas satu, ini berarti menandakan banyak perusahaan yang lebih memilih modal dengan berhutang dibandingkan dengan modal sendiri, hal ini dikarenakan hutang akan menurunkan 76 tingkat pembayaran pajak pada perusahaan tersebut sehingga lebih banyak menghasilkan keuntungan dengan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan. 2. Penerapan Corporate Governance (CGPI) Corporate Governance Perception Index (CGPI) yaitu program riset dan pemeringkatan penerapan good corporate governance (GCG) pada perusahaan-perusahaan di Indonesia melalui perancangan riset yang mendorong perusahaan meningkatkan kualitas penerapan konsep corporate governance dengan melaksanakan evaluasi dan benchmarking sebagai upaya perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement). CGPI telah diselenggarakan oleh IICG bekerjasama dengan Majalah SWA sebagai program rutin tahunan sejak tahun 2001 sebagai bentuk penghargaan terhadap inisiatif dan hasil upaya perusahaan dalam mewujudkan bisnis yang beretika dan bermartabat. Kepesertaan CGPI bersifat sukarela dan melibatkan peran aktif perusahaan bersama seluruh stakeholders dalam memenuhi tahapan pelaksanaan program CGPI, dan hal tersebut menunjukkan komitmen bersama dalam memasyarakatkan GCG, karena program CGPI berupaya mendorong dan menuntut perusahaan peserta untuk melakukan perbaikan atau peningkatan praktik GCG di lingkungannya (IICG, 2014:3). 77 Tabel 4.2 Deskripsi Rata-rata CGPI No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 85,99 86,15 86,55 88,71 88,92 2 BMRI 91,67 91,81 91,91 91,88 92,36 3 BBNI 84,58 85,35 85,75 86,07 87,19 4 PTBA 84,11 84,33 82,55 83,80 84,09 5 GIAA 85,26 85,82 85,84 85,93 85,40 6 JSMR 82,65 83,41 83,65 84,52 85,16 7 TLKM 89,04 89,10 89,57 90,58 90,66 8 TINS 73,19 70,73 75,68 77,81 80,10 Rata-Rata 84,56 84,59 85,19 86,16 86,74 Maksimum 91,67 91,81 91,91 91,88 92,36 73,19 70,73 75,68 77,81 80,10 Minimun Sumber: CGPI Berdasarkan data hasil CGPI dari masing-masing perusahaan pada tabel 4.2, diketahui rata-rata tingkat CGPI pada tahun 2009 sebesar 84,56. Untuk tingkat CGPI maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 91,67 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 73,19. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat CGPI adalah 84,59. Untuk tingkat CGPI maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 91,81 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 70,73. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat CGPI adalah 85,19. Untuk tingkat CGPI maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 91,91 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 75,68. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat CGPI adalah 86,16. Untuk tingkat CGPI maksimum pada 78 tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 91,88 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 77,81. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat CGPI adalah 86,74. Untuk tingkat CGPI maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 92,36 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 80,10. Tahun 2009-2013 dapat dilihat telah terjadi peningkatan rata-rata tingkat CGPI, hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran perusahaan megenai penerapan corporate governance semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya kesadaran perusahaan dalam penerapan corporate governance ini diharapkan akan semakin tinggi pula tingkat kepercayaan masyarakat dan investor untuk melakukan bisnis dengan perusahaan tersebut. 3. Firm Age (AGE) Firm age atau age merupakan usia perusahaan dimana perusahaan tersebut telah berapa lama mampu bertahan, bersaing, dan mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomia. Semakin lama perusahaan beroperasi maka kemungkinan besar perusahaan tersebut akan menyediakan banyak informasi mengenai perusahaan yang lebih banyak dan lebih luas dibandingkan perusahaan yang baru berdiri. Perusahaan dengan usia yang lebih lama biasanya lebih dipercaya daripada perusahaan yang baru berdiri. Age ini didapat dengan perhitungan dari Ln (Tahun Penelitian-Tahun berdiri Perusahaan). Semakin besar nilai age maka 79 semakin lama perusahaan tersebut berdiri dan semakin banyak pengalaman dalam melakukan bisnis. Tabel 4.3 Deskripsi Rata-rata Age No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 3,71 3,74 3,76 3,78 3,81 2 BMRI 2,40 2,48 2,56 2,64 2,71 3 BBNI 4,14 4,16 4,17 4,19 4,20 4 PTBA 3,33 3,37 3,40 3,43 3,47 5 GIAA 4,11 4,13 4,14 4,16 4,17 6 JSMR 3,43 3,47 3,50 3,53 3,56 7 TLKM 5,03 5,04 5,04 5,05 5,06 8 TINS 3,50 3,53 3,56 3,58 3,61 Rata-rata 3,71 3,74 3,77 3,80 3,82 Maksimum 5,03 5,04 5,04 5,05 5,06 Minimum 2,40 Sumber: Data diolah 2,48 2,56 2,64 2,71 Berdasarkan hasil perhitungan age masing-masing perusahaan pada tabel 4.3, dapat diketahui rata-rata tingkat age pada tahun 2009 sebasar 3,71. Untuk tingkat age maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,03 sedangkan untuk tingkat age minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 2,40. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat age sebesar 3,74. Untuk tingkat age maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,04 sedangkan untuk tingkat age minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 2,48. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat age adalah 3,77. Untuk tingkat age maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,04 80 sedangkan untuk tingkat age minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 2,56. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat age sebesar 3,80. Untuk tingkat age maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,05 sedangkan untuk tingkat age minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 2,64. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat age adalah 3,82. Untuk tingkat age maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,06 sedangkan untuk tingkat age minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 2,71. Rata-rata tingkat age yang dimiliki perusahaan semakin meningkat sehingga hal ini mampu menunjukkan seberapa lama perusahaan tersebut telah berdiri, dan semakin lama perusahaan tersebut berdiri maka akan semakin banyak pula pengalaman perusahaan tersebut yang telah dilaluinya. Namun ada yang menarik disini karena terdapat perusahaan yang paling rendah tingkat age-nya yaitu PT Bank Mandiri Tbk, hal ini dikarenakan perusahaan perbankan ini merupakan gabungan dari beberapa perusahaan (merger) yang dibentuk dari beberapa bank yang telah mengalami kegagalan di masa krisis di tahun 1998. Sehingga karena masih terbilang baru perusahaan ini sangat bekerja keras tetap berusaha untuk dapat meyakinkan dan menarik para investor. 4. Firm Size (SIZE) Firm size atau size atau ukuran perusahaan merupakan proksi dari probabilitas kebangkrutan peusahaan. Variabel size ini dapat diukur 81 dangan cara Log (total asset). Semakin besar nilai size bagi perusahaan maka dapat dilihat akan semakin kecil risiko kebangkrutannya sehingga akan lebih mudah untuk mengakses perolehan dana pinjaman. Tabel 4.4 Deskripsi Rata-rata Size No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 13,00 13,09 13,18 13,29 13,34 2 BMRI 14,60 14,65 14,74 14,80 14,87 3 BBNI 14,36 14,40 14,48 14,52 14,59 4 PTBA 12,91 12,94 13,06 13,10 13,07 5 GIAA 13,17 13,14 13,26 13,44 13,51 6 JSMR 13,21 13,28 13,33 13,39 13,45 7 TLKM 13,99 14,00 14,01 14,05 14,11 8 TINS 12,69 12,77 12,82 12,79 12,90 Rata-rata 13,49 13,53 13,61 13,67 13,73 Maksimum 14,60 14,65 14,74 14,80 14,87 Minimum 12,69 Sumber: Data diolah 12,77 12,82 12,79 12,90 Berdasarkan hasil perhitungan size dari masing-masing perusahaan pada tabel 4.4, dapat diketahui rata-rata tingkat size pada tahun 2009 yaitu sebesar 13,49. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,60 sedangkan untuk tingkat size minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,69. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat size sebesar 13,53. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,65 sedangkan untuk tingkat size minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,77. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat size sebesar 13,61. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2011 dimiliki 82 oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,74 sedangkan untuk tingkat size minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,82. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat size sebesar 13,67. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,80 sedangkan untuk tingkat size minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,79. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat size adalah 13,73. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,87 sedangkan untuk tingkat size minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,90. Dilihat dari tahun 2009-2013 terdapat perusahaan yang memiliki tingkat size yang dibawah rata-rata, hal ini menunjukkan perusahaan tersebut sedang mengalami penurunan asset dan mengalami peningkatan risiko kebangkrutan. Terdapat pula perusahaan dengan tingkat size yang tinggi seperti bank, perusahaan ini dapat mengakses pasar modal dan memiliki kemudahan untuk mengakses dana, karena mempunyai pengendalian dan tingkat daya saing yang tinggi dibandingkan perusahaan dengan tingkat size yang rendah. 5. Growth Asset (GROWTH) Growth asset (growth) atau pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. Tingkat growth dapat diukur dengan total asset pada tahun t dikurangi dengan total asset pada tahun t-1 dibagi dengan total asset pada tahun t-1. 83 Tabel 4.5 Deskripsi Rata-rata Growth No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM -0,03 0,24 0,24 0,30 0,11 2 BMRI 0,10 0,14 0,23 0,15 0,15 3 BBNI 0,13 0,09 0,20 0,11 0,16 4 PTBA 0,32 0,08 0,32 0,11 -0,08 5 GIAA -0,03 -0,08 0,32 0,21 0,17 6 JSMR 0,10 0,17 0,13 0,18 0,15 7 TLKM 0,10 0,02 0,03 0,08 0,15 8 TINS -0,16 0,21 0,12 -0,07 0,29 Rata-rata 0,07 0,11 0,20 0,13 0,14 Maksimum 0,32 0,24 0,32 0,30 0,29 Minimum Sumber: Data diolah -0,16 -0,08 0,03 -0,07 -0,08 Berdasarkan hasil perhitungan growth dari masing-masing perusahaan pada tabel 4.5, dapat diketahui rata-rata tingkat growth pada tahun 2009 sebesar 0,07. Untuk tingkat growth maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,32 sedangkan untuk tingkat growth minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar -0,16. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat growth sebesar 0,11. Untuk tingkat growth maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 0,24 sedangkan untuk tingkat growth minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Garuda Indonesia Tbk sebesar -0,08. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat growth adalah 0,20. Untuk tingkat growth maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bukit Asam Tbk dan PT Garuda Indonesia Tbk sebesar 0,32 sedangkan untuk tingkat growth minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT 84 Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 0,03. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat growth sebesar 0,13. Untuk tingkat growth maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 0,30 sedangkan untuk tingkat growth minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar -0,07. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat growth adalah 0,14. Untuk tingkat growth maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 0,29 sedangkan untuk tingkat growth minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar -0,08. Tahun 2009-2011 terdapat beberapa perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, perusahaan tersebut cenderung menggunakan sumber dana dari luar. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan cepat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah dan lambat. Hal ini dikarenakan suatu perusahaan yang berada dalam usahanya tersebut seperti pada perusahaan tambang, mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi sehingga harus menyediakan modal yang cukup untuk membelanjai kebutuhan perusahaan. 6. Business Risk (RISK) Businees Risk (Risk) atau risiko bisnis merupakan risiko dari suatu perusahaan yang tidak mampu untuk menutupi biaya operasionalnya yang dipengaruhi oleh pendapatan dan biaya dari suatu perusahaan. Tingkat risk dapat diukur dengan perhitungan NOPAT/modal, dimana NOPAT ini 85 yaitu laba bersih setelah dikurangi pajak dan bunga, sedangkan modal disini yaitu equity ditambah liability. Tabel 4.6 Deskripsi Rata-rata Risk No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 0,06 0,14 0,13 0,15 0,02 2 BMRI 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 3 BBNI 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 4 PTBA 0,34 0,23 0,27 0,23 0,16 5 GIAA 0,07 0,04 0,04 0,04 0,00 6 JSMR 0,06 0,07 0,06 0,06 0,04 7 TLKM 0,12 0,12 0,15 0,16 0,16 8 TINS 0,06 0,16 0,14 0,07 0,07 Rata-Rata 0,09 0,10 0,10 0,10 0,06 Maksimum 0,34 0,23 0,27 0,23 0,16 Minimum 0,01 0,02 0,02 0,02 0,00 Sumber: Data diolah Berdasarkan hasil perhitungan risk dari masing-masing perusahaan pada tabel 4.6, dapat diketahui rata-rata tingkat risk pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,09. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,34 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 0,01. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat risk sebesar 0,10. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,23 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat risk sebesar 0,10. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Bukit 86 Asam Tbk sebesar 0,27 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat risk sebesar 0,10. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,23 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2013 ratarata tingkat risk adalah 0,06. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bukit Asam Tbk dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 0,16 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Garuda Indonesia Tbk sebesar 0,00. Tingkat risk pada perusahaan dari tahun 2009-2013 terdapat perusahaan yang memiliki tingkat risk cukup tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko tingkat pengembalian yang tinggi atas modal yang diinvestasikan ke perusahaan tersebut. C. Analisis Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik 87 menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2011:160). Salah satu cara melihat normalitas variabel dapat dilakukan dengan menggunakan grafik normal probability plot. Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot Sumber: Data diolah hasil SPSS Uji normalitas dengan menggunakan grafik normal probability plot data berdistribusi normal jika titik-titik yang ada mendekati garis diagonal. Berdasarkan gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal (mengikuti wilayah garis linear). Hal ini menunjukkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi secara normal dan model regresi tersebut layak dipakai untuk 88 memprediksi variabel depanden yaitu DER berdasarkan masukan variabel independen yaitu CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk. Namun uji normalitas dengan menggunakan grafik normal probability plot pada penelitian ini dapat menimbulkan kerancuan dalam mengambil kesimpulan jika tidak hati-hati secara visual kelihatan normal sehingga dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi pula dengan uji statistik, sehingga uji yang digunakan adalah uji One-sample Korlmogorov-Smirnov (K-S). Jika hasil uji One-sample KorlmogorovSmirnov (K-S) data residual terdistribusi normal maka ditandai dengan nilai signifikansi di atas 0,05. Tabel 4.7 Hasil One-sample Korlmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 40 a,b Normal Parameters Most Extreme Differences Mean ,0000000 Std. Deviation 1,32617325 Absolute ,136 Positive ,136 Negative -,129 Test Statistic ,136 Asymp. Sig. (2-tailed) ,061c a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai KorlmogorovSmirnov adalah 0,136 dan nilai signifikan adalah 0,061. Nilai signifikan yang melebihi dari angka 0,05 menunjukkan bahwa Ho diterima, artinya 89 data residual terdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. 2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel-variabel independen (Gozali, 2011:105) Untuk melakukan pengujian ada tidaknya masalah multikolinieritas di dalam model regresi dalam uji multikolinieritas ini dapat dideteksi dengan melihat nilai tollerance dan nilai VIF (variance inflation factor tolerance). Jika terdapat masalah multikolinieritas maka ditunjukkan dengan nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF (variance inflation factor) > 10. Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1 Ln_CGPI Ln_AGE Tolerance ,474 ,948 VIF 2,112 1,055 SIZE ,379 2,642 GROWTH ,891 1,123 RISK ,681 a. Dependent Variable: DER 1,469 Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat kita ketahui bahwa seluruh variabel independen (CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk) memiliki nilai tollerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Untuk variabel CGPI memiliki nilai tollerance sebesar 0,474, kemudian variabel Age sebesar 0,948, untuk 90 variabel Size sebesar 0,379, untuk variabel Growth sebasar 0,891, dan Risk sebesar 0,681. Sedangkan untuk hasil dari VIF (variance inflation factor) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak terdapat VIF karena nilai VIF < 10. Nilai VIF untuk variabel CGPI adalah sebesar 2,112, kemudian untuk variabel Age sebesar 1,055, variabel Size sebesar 2,642, untuk variabel Growth sebesar 1,123 dan variabel Risk sebesar 1,469. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas. 3. Heteroskedastisitas Uji Hetesoskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Gozali, 2011:139) Diagnosis adanya hetesoskedastisitas dalam uji regresi dapat diidentifikasi dari grafik pola sactterplot. 91 Gambar 4.2 Grafik Scatterplot Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan gambar 4.2 di atas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Akan tetapi analisis dengan menggunakan grafik scatterplot memiliki kelemahan karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting, sehingga diperlukan uji statistik yang dapat lebih menjamin keakuratan hasil. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji heteroskedastisitas adalah dengan Uji Glejser. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Dan sebaliknya jika variabel independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel 92 dependen maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Jika nilai probabilitas signifikansi di atas 0,05 maka tidak ada heteroskedastisitas. Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) ,169 12,595 Ln_CGPI Ln_AGE -1,356 ,023 3,461 ,767 SIZE GROWTH ,514 -1,670 RISK ,275 a. Dependent Variable: ABSUT Standardized Coefficients Beta t Sig. ,013 ,989 -,090 ,005 -,392 ,030 ,698 ,976 ,334 1,287 ,397 -,218 1,539 -1,298 ,133 ,203 2,126 ,025 ,129 ,898 Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa seluruh variabel independen (CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk) tidak ada yang signifikan terhadap variabel dependen yaitu ABSUT karena nilai signifikansi seluruh variabel di atas 0,05. Untuk nilai signifikansi pada variabel CGPI sebesar 0,698, untuk nilai signifikansi variabel Age adalah 0,976, untuk variabel Size adalah 0,133, untuk variabel Growth sebesar 0,203, dan untuk nilai signifikansi variabel Risk yaitu 0,898. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dan model regresi layak untuk digunakan. 4. Uji Autokolerasi Uji autokolerasi bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahaan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Gozali, 2011: 110). 93 Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari adanya masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, pengujian dilakukan dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Run Test, dimana data residual yang acak (random) ditandai dengan nilai signifikansi di atas 0,05. Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi Runs Test Unstandardized Residual Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) -,26708 20 20 40 15 -1,762 ,078 a. Median Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi adalah 0,078 yang berarti nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan artinya data residual acak (random). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi. D. Pengujian Hipotesis 1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Parsial Uji signifikansi secara parsial (uji t) bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial atau masing-masing dari variabel independen yang 94 terdiri dari penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk dalam menerangkan variasi variabel dependen yaitu DER. Tabel 4.11 Hasil Uji t (Parsial) Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B 9,284 Std. Error 20,443 Beta T ,454 Sig. ,653 Ln_CGPI -12,703 5,617 -,228 -2,262 ,030 Ln_AGE SIZE -4,995 4,201 1,245 ,542 -,286 ,875 -4,012 7,747 ,000 ,000 GROWTH -,570 RISK -6,901 2,089 3,450 -,020 -,168 -,273 -2,000 ,786 ,054 Model 1 (Constant) a. Dependent Variable: DER Sumber: Data diolah hasil SPSS Dari hasil output SPSS di atas didapat kesimpulan sebagai berikut: Variabel penerapan corporate governance dengan nilai signifikansi sebesar 0,030 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,030 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel penerapan corporate governance berpengaruh signifikan terhadap DER secara parsial. Variabel age dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel penerapan age berpengaruh signifikan terhadap DER secara parsial. Variabel size dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel size berpengaruh signifikan terhadap DER secara parsial. 95 Variabel growth dengan nilai signifikansi sebesar 0,786 lebih besar dari nilai α 0,05 (0,786 > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel growth tidak berpengaruh signifikan terhadap DER secara parsial. Variabel risk dengan nilai signifikansi sebesar 0,054 pada α 0,05 berarti H0 diterima dan Ha ditolak (0,054 > 0,05), namun dengan α 0,1 variabel risk berpengaruh signifikan terhadap DER secara parsial karena lebih besar dari nilai α 0,05 (0,054 < 0,1). Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.13 dapat diketahui pula bahwa variabel size merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi DER pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari nilai Standardized Coefficients yang dimiliki oleh variabel size paling besar yaitu sebesar 0,875 dibandingkan dengan nilai dari keempat variabel lainnya. 2. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Simultan. Uji signifikansi secara simultan (uji F) digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen yang terdiri dari penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk terhadap DER secara simultan atau keseluruhan. 96 Tabel 4.12 Hasil Uji F (Simultan) Model 1 Regression Residual ANOVAa Sum of Squares df Mean Square F Sig. 349,402 5 69,880 34,639 ,000b 68,591 34 2,017 Total 417,992 39 a. Dependent Variable: DER b. Predictors: (Constant), RISK, Ln_AGE, Ln_CGPI, GROWTH, SIZE Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DER. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,000. Kondisi ini berarti bahwa nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dan karena 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk berpengaruh secara simultan terhadap DER. 3. Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji R2 (Koefisien Determinasi) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R-Square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Jadi jika nilai R2 mendekati angka 1 berarti variabel-variabel independennya menjelaskan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Namun terdapat kelemahan mendasar dalam penggunaan koefisien determinasi R2 yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang 97 dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R-Square. Tabel 4.13 Hasil Uji R (Koefisien Determinasi) 2 Model Summaryb Model 1 R ,914 a R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson ,836 ,812 1,42034 1,205 a. Predictors: (Constant), RISK, Ln_AGE, Ln_CGPI, GROWTH, SIZE b. Dependent Variable: DER Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.14 dapat diketahui bahwa nilai koefisien Adjusted R-Square sebesar 0,812. Hal ini menunjukkan bahwa besar persentase variasi DER yang dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel bebas yaitu penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk sebesar 81,2 % sedangkan sisanya sebesar 18,8 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian, seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi pasar, struktur aktiva, dan leverage operasi. E. Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, selain itu juga untuk menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Persamaan regresi dapat dilihat dari tabel hasil uji coefficients berdasarkan hasil output SPSS versi 22.0 antara variabel independen (CGPI, AGE, SIZE, GROWTH, dan RISK) terhadap variabel dependen yaitu DER. 98 Tabel 4.14 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error Model 1 T Sig. ,454 ,653 -,228 -2,262 ,030 1,245 ,542 -,286 ,875 -4,012 7,747 ,000 ,000 2,089 -,020 -,273 ,786 3,450 -,168 -2,000 ,054 (Constant) 9,284 20,443 Ln_CGPI -12,703 5,617 Ln_AGE SIZE -4,995 4,201 GROWTH -,570 RISK -6,901 a. Dependent Variable: DER Standardized Coefficients Beta Sumber: Data diolah hasil SPSS Dari tabel 4.11 di atas dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk mengetahui pengaruh penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk terhadap DER adalah sebagai berikut: DER= 9,284 - 12,703 GCPI - 4,995 AGE + 4,201 SIZE + Koefisien-koefisien persamaan regresi linier berganda di atas dapat diartikan yaitu koefisien regresi untuk konstanta sebesar 9,284 menunjukkan bahwa jika variabel CGPI, AGE, SIZE, GROWTH, dan RISK bernilai nol atau konstan maka akan menaikkan DER sebesar 9,284 kali. Apabila koefisien regresi CGPI meningkat sebesar 1 kali dengan asumsi variabel independen yang lainnya tetap maka akan menurunkan DER sebesar 12,703 kali. Apabila koefisien regresi AGE meningkat sebesar 1 kali dengan asumsi variabel independen yang lainnya tetap maka akan menurunkan DER sebesar 4,995 kali. Apabila koefisien regresi SIZE meningkat sebesar 1 kali dengan asumsi variabel independen yang lainnya tetap maka akan menaikkan DER sebesar 4,201 kali. 99 F. Pembahasan 1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Struktur Modal Pada hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel penerapan corporate governance yang diukur dengan GCPI memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa penerapan corporate governance berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α 0,05 yaitu 0,030 < 0,05. Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan signifikan secara statistik. Artinya dalam perusahaan, struktur modal dipengaruhi oleh penerapan corporate governance. Nilai yang negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi penerapan corporate governance perusahaan, maka semakin rendah tingkat DER yang dimiliki perusahaan tersebut yang artinya hutang yang dimiliki perusahaan semakin rendah. Pada perusahaan yang termasuk dalam penelitian ini umumnya telah memiliki tingkat kesadaran dalam menerapkan corporate governance yang semakin baik. Hal ini disebabkan perusahaan menginginkan transparansi dalam perusahaan tersebut di semua bagian perusahaan baik internal maupun eksternal. Semakin tinggi DER berarti semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang dibangun dengan pondasi hutang yang terlalu besar akan menyebabkan semakin tingginya risiko gagal bayar pada 100 perusahaan. Penerapan corporate governance dalam penelitian ini terbukti dapat menurunkan risiko ini. Hal ini dikarenakan adanya penerapan corporate governance pada perusahaan dapat bekerja secara maksimal. Dengan adanya kinerja yang baik maka perusahaan dapat lebih mandiri dengan mendanai aktivitas perusahaannya dengan modal sendiri. Semakin baik penerapan corporate governance maka akan semakin meningkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Penerapan corporate governance akan meningkatkan kinerja perusahaan secara positif karena proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dan dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang sehat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pornsit Jirapon dkk. (2012) yang menyatakan bahwa kualitas corporate governance memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap struktur modal. 2. Pengaruh Age terhadap Struktur Modal Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel age memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa age berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih kecil dari nilai α 0,05 yaitu 0,000 < 0,05. 101 Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal dipengaruhi oleh age. Nilai yang negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi age perusahaan, maka semakin rendah tingkat DER yang dimiliki perusahaan tersebut yang artinya hutang yang dimiliki perusahaan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada perusahaan ini ada kecenderungan ketika memiliki usia yang lebih panjang perusahaan akan lebih menghindari sumber dana pinjaman. Dengan usia perusahaan yang panjang artinya perusahaan telah memiliki berbagai pengalaman usaha dalam mengatasi krisis maupun gejolak dalam menjalankan usahanya. Berbekal pengetahuan dan pengalaman dari perusahaan ini maka memberikan dampak positif terhadap perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kebangkrutan. Walaupun sebenarnya pada perusahaan ini peluang untuk memanfaatkan sumber dana eksternal juga masih terbuka karena sebenarnya memperoleh tingkat kepercayaan dari kreditor kepada perusahaan yang memiliki pengalaman usaha yang lama, tetapi demi keamanan dan mengeliminasi tingkat risiko usahanya, maka lebih banyak perusahaan yang memanfaatkan sumber dana internal tersebut, sehingga akan mengurangi struktur modalnya. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Imam Syafi’I (2013) yang menyatakan bahwa age berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Hal ini bisa dikarenakan sampel perusahaan dan periode penelitian yang dilakukan berbeda. 102 3. Pengaruh Size terhadap Struktur Modal Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa sizge berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih kecil dari nilai α 0,05 yaitu (0,000 < 0,05). Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah positif dan signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal dipengaruhi oleh size. Nilai yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi size perusahaan, semakin tinggi pula tingkat DER yang dimiliki perusahaan tersebut yang artinya hutang yang dimiliki perusahaan semakin tinggi. Hasil yang positif pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada perusahaan yang berukuran besar tentunya memiliki jumlah asset yang lebih besar pula, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai jaminan. Demikian pula dari sisi kreditor/calon kreditor akan memberikan tingkat keamanan yang lebih tinggi atas dana yang dipinjamkan kepada perusahaan. Dampaknya bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar ini akan lebih mudah untuk mengakses sumber dana pinjamannya guna meningkatkan nilai investasinya (pada modal kerja maupun pada aktiva tetapnya), sehingga akan meningkatkan struktur modalnya, sebagai upaya 103 meningkatkan produktifitas usahanya, sehingga akan mampu meningkatkan profitabilitasnya di masa-masa mendatang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imam Syafi’I (2013) yang menyatakan bahwa size berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Minda Maulinda Sebayang dan Pasca Dwi Putra (2013) yang menyatakan bahwa ukuran prusahaan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap struktur modal. Dan juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Husnul Khotimah (2013) yang menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap struktur modal. 4. Pengaruh Growth terhadap Struktur Modal Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel growth tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menolak hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa growth berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih besar dari nilai α 0,05 yaitu (0,786 > 0,05). Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan tidak signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal tidak dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tingkat growth. 104 Hasil yang negatif pada penelitian ini berarti suatu perusahaan dengan laju pertumbuhan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi, sehingga memungkinkan perusahaan untuk menggunakan hutang yang rendah. Akan tetapi pada penelitian ini growth tidak berpengaruh signifikan karena pada tahun 2009 masih mengalami tekanan akibat krisis tahun 2008, sehingga menyebabkan memperlambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, hal ini juga disebabkan akibat penurunan ekspor serta suku bunga perbankan yang masih tinggi sehingga terjadi penurunan investasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andi Setiawan (2010) yang menyatakan bahwa variabel growth tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asih Suko Nugroho (2006) yang menyatakan bahwa variabel growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Dan juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Husnul Khotimah (2013) yang menyatakan bahwa variabel growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. 5. Pengaruh Risk terhadap Struktur Modal Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel risk tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menolak hipotesis kelima (H5) yang menyatakan bahwa risk berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang 105 menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih besar dari nilai α 0,05 yaitu (0,054 > 0,05). Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan tidak signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal tidak dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tingkat risk. Hasil yang negatif ini mengindikasikan bahwa pada perusahaan dalam penelitian ini banyak yang menyadari jika perusahaannya dengan tingkat risiko bisnis yang tinggi maka mereka akan lebih memilih sedikit dalam penggunaan hutang karena hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Akan tetapi pada penelitian ini risk tidak berpengaruh signifikan karena pada tahun 2009 masih mengalami tekanan akibat krisis tahun 2008, sehingga menyebabkan memperlambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, hal ini juga disebabkan akibat penurunan ekspor serta suku bunga perbankan yang masih tinggi sehingga terjadi penurunan investasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Minda Maulinda Sebayang dan Pasca Dwi Putra (2013) yang menyatakan bahwa risiko bisnis tidak signifikan terhadap struktur modal. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Syahril Ferdiansyah dan Isnurhadi (2013) yang menyatakan bahwa risiko bisnis berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. 106 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda secara simultan (uji F) ditemukan bahwa terdapat pengaruh pada variabel independen yang meliputi penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size (SIZE), growth asset (GROWTH), dan business risk (RISK), terhadap variabel dependen yaitu struktur modal perusahaan (DER). Hal ini dibuktikan dari hasil nilai signifikan pada perhitungan uji F sebesar 0,000, dimana nilai signifikan ini lebih kecil dari 0,05. 2. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda secara parsial (uji t) diketahui pengaruh antara masing-masing variabel independen yang meliputi penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size (SIZE), growth asset (GROWTH), dan business risk (RISK), terhadap variabel dependen yaitu struktur modal perusahaan (DER) adalah sebagai berikut: a. Variabel penerapan corporate governance (CGPI) berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan (DER) b. Variabel firm age (AGE) berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan (DER) 107 c. Variabel firm size (SIZE) berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan (DER) d. Variabel growth asset (GROWTH) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan (DER) e. Variabel business risk (RISK) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan (DER) Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dikarenakan adanya perbedaan objek penelitian dan wilayah penelitian yang terdapat pada penelitian sebelumnya, serta adanya perbedaan waktu penelitian. Objek penelitian terdahulu sebagian berada di luar Indonesia dan sebagian besar lainnya berada di Indonesia dengan sektor objek penelitian yang berbeda. 3. Variabel yang paling dominan secara parsial terhadap struktur modal adalah variabel firm size (SIZE). Variabel firm size (SIZE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. 4. Besar persentase variasi struktur modal perusahaan (DER) yang bisa dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel bebas yaitu penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size (SIZE), growth asset (GROWTH), dan business risk (RISK), adalah sebesar 81,2 % sedangkan sisanya sebesar 18,8 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian, seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi pasar, struktur aktiva, dan leverage operasi. 108 B. Keterbatasan Beberapa keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal penelitian ini hanya memfokuskan pada lima variabel independen yaitu penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size (SIZE), growth asset (GROWTH), dan business risk (RISK). 2. Tidak semua perusahaan menampilkan informasi yang lengkap yang berkaitan dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini sehingga terjadi pengurangan sampel dalam populasi penelitian dan menjadikan sampel pada penelitian ini masih tergolong sedikit. C. Saran Beberapa saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya agar memperoleh hasil yang lebih baik adalah: 1. Diperlukan adanya perbaikan dalam hal publikasi laporan keuangan perusahaan, agar informasi lebih transparan. Adanya laporan keuangan yang valid dapat mendorong tumbuhnya kepercayaan investor terhadap perusahaan. 2. Peneitian selanjutnya dapat ditambahkan variabel-variabel independen lain seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi pasar, struktur aktiva, dan leverage operasi. 3. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan model dan metode yang berbeda. 109 4. Disarankan untuk mencoba mengubah objek penelitian ke sektor perusahaan yang lain dan menambah tahun penelitian sehingga dapat menggambarkan dengan jelas kondisi struktur modal perusahaan. 110 DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, Sri Dwi Ari. 2010. Manajemen Keuangan Lanjutan. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat. Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. Bursa Efek Indonesia. 2011. Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance) Versi 1.0. Jakarta: PT Bursa Efek Indonesia. Ferdiansya, Muhammad Syahrial dan Isnurhadi. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya, Vol 11 No. 2. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Horne, James C. Van dan John M. Warchowicz, Jr. 1998. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Edisi 9. Jakarta: Salemba Empat. Horne, James C. Van dan John M. Warchowicz, Jr. 2012. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Edisi 13. Jakarta: Salemba Empat. Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 3. Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Jiraporn, Pornsit, Jang-Chul Kim, Young Sang Kim, dan Pattanaporn Kitsabunnarat. 2012. Capital Structure and Corporate Governance Quality: Evidence from the Institutional Shareholders Services (ISS). International Review of Economics and Finance, Vol. 22, Issue 1, Hlmn 208-221. Kajananthan, Rajendran. 2012. Effect of Corporate Governance on Capital Structure: Case of The Srilankan Listed Maufacturing Companies. Journal of Arts, Science and Commerce, Vol. 3, Issue 4, hlmn 63-71. Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Edisi 1. Jakarta: Kencana. Keown, Arthur J., David F. Scott Jr., John D. Martin, dan J. William Petty. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Empat. 111 Khotimah, Husnul. 2013. Analisis Pengaruh Profitabilitas, Growth of Asset, Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, dan Likuiditas Taerhadap Struktur Modal (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010). Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kodrat, David Sukardi dan Christian Herdinata. 2009. Manajemen Keuangan based on Empirical Research. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kurniawan, Vito Janitra dan Shiddiq Nur Rahardjo. 2014. Pengaruh Antara Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) dengan Struktur Modal Perusahaan. Journal of Accounting, Vol. 3, No.3, halmn 1-9. Lind, Douglas A., William G. Marchal, dan Samuel A. Wathen. 2007. TeknikTeknik Statistika Dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Edisi 13. Jakarta: Salemba Empat. Noviana, Nur Lailiyah. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Bank Persero. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Nugroho, Asih Suko. 2006. Analissi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Properti yang Go-Public di Bursa Efek Jakarta Untuk Periode Tahun 1994-2004. Tesis, Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Paranandhi, Cendikia dan Haryanto. 2013. Pegaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Risiko Kredit Perusahaan Non Keuangan. Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 2, hlmn 1-10. Riana, Norma Fetri. 2014. Analisis Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris pada Perusahaan Nonkeuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007, 2008, dan 2010). Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Riyanto, Bambang. 2011. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta: PT BPFE. Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. 2010. Manajemen Keuangan. Edisi 1. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sebayang, Minda Mauliana dan Pasca Dwi Putra. 2013. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2007). Jurnal Bina Akuntansi IBBI, Vol. 19 No. 2. 112 Sedarmayanti. 2007. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dan Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik). Bagian 3. Bandung: Mandar Maju. Seftianne dan Ratih Handayani. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 13, No. 1, hlmn. 39-56. Setiawan, Andi. 2010. Analisis Pengaruh Profit, Growth, dan Asset Structure Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ45 Periode 2006-2008). Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor: KEP117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Syafi’i, Imam. 2013. Karakteristik Perusahaan dan Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Makanan dan Minuman. Jurnal Manajemen, Vol. 11, No.3, halm 1-30. Tumewu, Riana Christel. 2014. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governace Terhadap Leverage dan Profitabilitas Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2013. Jurnal Akuntansi, hlmn. 51-59. 113 LAMPIRAN Lampiran 1: Daftar Nama Perusahaan Objek Penelitian Daftar Perusahaan Objek Penelitian No. Nama Perusahaan Kode 1 PT Aneka Tambang Tbk. ANTM 2 PT Bank Mandiri Tbk. BMRI 3 PT Bank Negara Indonesia Tbk. BBNI 4 PT Bukit Asam Tbk. PTBA 5 PT Garuda Indonesia Tbk. GIAA 6 PT Jasa Marga Tbk. JSMR 7 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. TLKM 8 PT Timah Tbk. TINS 114 Lampiran 2: Hasil Perhitungan Data Mentah Data DER Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 0,21 0,28 0,41 0,54 0,71 2 BMRI 10,24 9,81 7,81 7,31 7,26 3 BBNI 10,88 6,50 6,92 6,66 7,11 4 PTBA 0,40 0,36 0,41 0,50 0,55 5 GIAA 3,60 2,95 1,39 1,26 1,64 6 JSMR 1,17 1,37 1,32 1,53 1,61 7 TLKM 1,22 0,98 0,69 0,66 0,83 8 TINS 0,42 0,40 0,43 0,34 0,61 Rata-rata 3,52 2,83 2,42 2,35 2,54 Maksimum 10,88 9,81 7,81 7,31 7,26 Minimum 0,21 0,28 0,41 0,34 0,55 Data CGPI Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 85,99 86,15 86,55 88,71 88,92 2 BMRI 91,67 91,81 91,91 91,88 92,36 3 BBNI 84,58 85,35 85,75 86,07 87,19 4 PTBA 84,11 84,33 82,55 83,80 84,09 5 GIAA 85,26 85,82 85,84 85,93 85,40 6 JSMR 82,65 83,41 83,65 84,52 85,16 7 TLKM 89,04 89,10 89,57 90,58 90,66 8 TINS 73,19 70,73 75,68 77,81 80,10 Rata-Rata 84,56 84,59 85,19 86,16 86,74 Maksimum 91,67 91,81 91,91 91,88 92,36 Minimun 73,19 70,73 75,68 77,81 80,10 115 Data Age Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 3,71 3,74 3,76 3,78 3,81 2 BMRI 2,40 2,48 2,56 2,64 2,71 3 BBNI 4,14 4,16 4,17 4,19 4,20 4 PTBA 3,33 3,37 3,40 3,43 3,47 5 GIAA 4,11 4,13 4,14 4,16 4,17 6 JSMR 3,43 3,47 3,50 3,53 3,56 7 TLKM 5,03 5,04 5,04 5,05 5,06 8 TINS 3,50 3,53 3,56 3,58 3,61 Rata-rata 3,71 3,74 3,77 3,80 3,82 Maksimum 5,03 5,04 5,04 5,05 5,06 Minimum 2,40 2,48 2,56 2,64 2,71 Data Size Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 13,00 13,09 13,18 13,29 13,34 2 BMRI 14,60 14,65 14,74 14,80 14,87 3 BBNI 14,36 14,40 14,48 14,52 14,59 4 PTBA 12,91 12,94 13,06 13,10 13,07 5 GIAA 13,17 13,14 13,26 13,44 13,51 6 JSMR 13,21 13,28 13,33 13,39 13,45 7 TLKM 13,99 14,00 14,01 14,05 14,11 8 TINS 12,69 12,77 12,82 12,79 12,90 Rata-rata 13,49 13,53 13,61 13,67 13,73 Maksimum 14,60 14,65 14,74 14,80 14,87 Minimum 12,69 12,77 12,82 12,79 12,90 116 Data Growth Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM -0,03 0,24 0,24 0,30 0,11 2 BMRI 0,10 0,14 0,23 0,15 0,15 3 BBNI 0,13 0,09 0,20 0,11 0,16 4 PTBA 0,32 0,08 0,32 0,11 -0,08 5 GIAA -0,03 -0,08 0,32 0,21 0,17 6 JSMR 0,10 0,17 0,13 0,18 0,15 7 TLKM 0,10 0,02 0,03 0,08 0,15 8 TINS -0,16 0,21 0,12 -0,07 0,29 Rata-rata 0,07 0,11 0,20 0,13 0,14 Maksimum 0,32 0,24 0,32 0,30 0,29 Minimum -0,16 -0,08 0,03 -0,07 -0,08 Data Risk Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 No. Emiten 2009 2010 2011 2012 2013 1 ANTM 0,06 0,14 0,13 0,15 0,02 2 BMRI 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 3 BBNI 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 4 PTBA 0,34 0,23 0,27 0,23 0,16 5 GIAA 0,07 0,04 0,04 0,04 0,00 6 JSMR 0,06 0,07 0,06 0,06 0,04 7 TLKM 0,12 0,12 0,15 0,16 0,16 8 TINS 0,06 0,16 0,14 0,07 0,07 Rata-Rata 0,09 0,10 0,10 0,10 0,06 Maksimum 0,34 0,23 0,27 0,23 0,16 Minimum 0,01 0,02 0,02 0,02 0,00 117 Lampiran 3: Hasil Pengolahan Data dengan Aplikasi SPSS Regression a Variables Entered/Removed Variables Model Variables Entered 1 RISK, Ln_age, Removed Method Ln_cgpi, . Enter b GROWTH, SIZE a. Dependent Variable: DER b. All requested variables entered. b Model Summary Model R Std. Error of the Square Estimate R Square a 1 Adjusted R ,914 ,836 ,812 Durbin-Watson 1,42034 1,205 a. Predictors: (Constant), RISK, Ln_age, Ln_cgpi, GROWTH, SIZE b. Dependent Variable: DER a ANOVA Model 1 Sum of Squares Regression Residual Total df Mean Square 349,402 5 69,880 68,591 34 2,017 417,992 39 F 34,639 Sig. b ,000 a. Dependent Variable: DER b. Predictors: (Constant), RISK, Ln_age, Ln_cgpi, GROWTH, SIZE 118 a Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B 1 9,284 20,443 Ln_cgpi -12,703 5,617 Ln_age -4,995 SIZE GROWTH (Constant) RISK Std. Error Collinearity Statistics Beta t Sig. Tolerance VIF ,454 ,653 -,228 -2,262 ,030 ,474 2,112 1,245 -,286 -4,012 ,000 ,948 1,055 4,201 ,542 ,875 7,747 ,000 ,379 2,642 -,570 2,089 -,020 -,273 ,786 ,891 1,123 -6,901 3,450 -,168 -2,000 ,054 ,681 1,469 a. Dependent Variable: DER a Coefficient Correlations Model 1 Correlations Covariances RISK Ln_age Ln_cgpi GROWTH SIZE RISK 1,000 -,108 -,176 -,263 ,477 Ln_age -,108 1,000 -,078 ,170 ,074 Ln_cgpi -,176 -,078 1,000 -,079 -,696 GROWTH -,263 ,170 -,079 1,000 -,089 SIZE ,477 ,074 -,696 -,089 1,000 RISK 11,904 -,463 -3,413 -1,894 ,893 Ln_age -,463 1,549 -,544 ,442 ,050 Ln_cgpi -3,413 -,544 31,549 -,926 -2,121 GROWTH -1,894 ,442 -,926 4,362 -,101 ,893 ,050 -2,121 -,101 ,294 SIZE a. Dependent Variable: DER 119 120 NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 40 a,b Normal Parameters Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) ,0000000 1,32617325 Absolute ,136 Positive ,136 Negative -,129 ,136 c ,061 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. 121 NPar Tests Runs Test Unstandardized Residual a Test Value -,26708 Cases < Test Value 20 Cases >= Test Value 20 Total Cases 40 Number of Runs 15 Z -1,762 Asymp. Sig. (2-tailed) ,078 a. Median Hasil Uji Glejser Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta ,169 12,595 Ln_CGPI -1,356 3,461 Ln_AGE SIZE ,023 ,514 GROWTH RISK -1,670 ,275 Model 1 (Constant) t Sig. ,013 ,989 -,090 -,392 ,698 ,767 ,334 ,005 ,397 ,030 1,539 ,976 ,133 1,287 2,126 -,218 ,025 -1,298 ,129 ,203 ,898 a. Dependent Variable: ABSUT 122 Lampiran 4: Tabel Durbin-Watson 123