pengaruh penerapan corporate governance, firm

advertisement
PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE, FIRM AGE,
FIRM SIZE, GROWTH ASSET, DAN BUSINESS RISK TARHADAP
STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN
(Studi Kasus Pada Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI
Periode 2009 – 2013)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh :
IQLIMA OKTAVIANI
1111081000015
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2015 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama
: Iqlima Oktaviani
2. Jenis Kelamin
: Perempuan
3. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 8 Oktober 1992
4. Agama
: Islam
5. Alamat
: Jalan Belly Gg. Mekar 3 No.21 RT 06/09,
Kel. Cijantung, Kec. Pasar Rebo,
Kotamadya Jakarta Timur.
6. Email
: [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. TK Mekarsari Jakarta Timur
Tahun 1998-1999
2. SD Negeri Cijantung 07 Pagi Jakarta
Tahun 1999-2005
3. SMP Negeri 91 Jakarta Timur
Tahun 2005-2008
4. SMA Negeri 99 Jakarta Timur
Tahun 2008-2011
5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011-Sekarang
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Mading (Majalah Dinding) SMPN 91 Jakarta (2005-2007)
2. Bendahara Rohis SMPN 91 Jakarta (2006-2007)
3. Bendahara LC (Language Club) SMAN 99 Jakarta (2009-2010)
4. Ketua Keputrian Risma (Rohis) SMAN 99 Jakarta (2009-2010)
5. Bendahara LDK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Divisi Pengembangan
Ekonomi (2013-2014)
vi
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the effect of the implementation
of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, and Business Risk
to Capital Structure of the Company. The sample in this research are 8 companies
that listed in the Indonesian Institute of Corporate Governance and is listed on
the Indonesia Stock Exchange 2009-2013 period. The analysis technique used in
this research is multiple linear regression analysis.
The result of this research shows that simultaneous whole variables in this
research had a significant influence on the Capital Structure with significance
level of 5%. Partially the result that the implementation of corporate governance
variables, firm age and firm size has a partial effect on Capital Structure. As for
the variable growth asset and business risk does not have a partial effect on
Capital Structure. The most dominant variable influence on the capital structure
partially is variable firm size. Adjusted R-squared coefficient shows that the
implementation of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset,
and Business Risk able to explain the variable capital structure of 81.2% and the
remaining 18.8% is explained by other variables outside of research, such as tax,
corporate stability, profitability, market conditions, asset structure and operating
leverage.
Keywords: Implementation of Corporate Governance, Firm Age, Firm Size,
Growth Assets, Business Risk and Capital Structure
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan
Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth Asset, dan Business Risk
terhadap Struktur Modal Perusahaan. Sampel dalam penelitian ini adalah 8
perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute of Corporate Governance
dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan keseluruhan
variabel di dalam penelitian ini memiliki pengaruh signifikan terhadap Struktur
Modal dengan tingkat signifikasi 5%. Secara parsial diperoleh hasil bahwa
variabel penerapan corporate governance, firm age dan firm size memiliki
pengaruh secara parsial terhadap Struktur Modal. Sedangkan untuk variabel
growth asset dan business risk tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap
Struktur Modal. Pengaruh variabel yang paling dominan terhadap Struktur Modal
secara parsial adalah variabel firm size. Untuk hasil koefisien Adjusted R2
menunjukkan bahwa penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size,
Growth Asset, dan Business Risk mampu menjelaskan variabel Struktur Modal
sebesar 81,2% dan sisanya sebesar 18,8 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain
diluar penelitian, seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi pasar,
struktur aktiva, dan leverage operasi.
Kata Kunci: Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth
Asset, Business Risk dan Struktur Modal
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan tugas
skripsi yang berjudul, “Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Age, Size,
Growth, dan Risk Tarhadap Struktur Modal Perusahaan (Studi Kasus Pada
Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode 2009 –2013)”.
Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Tugas skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai
syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, banyak kendala yang
dihadapi penulis. Namun berkat ridho, rahmat dan hidayah-Nya yang begitu
melimpah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
bersyukur atas segala kemudahan dan kelancaran yang selalu dianugerahkan Allah
S.W.T. dan tidak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtua yang saya cintai, Bapak Khayan dan Ibu Yeni Nurnaeni.
Terima kasih selalu memberikan cinta, kasih sayang, serta menjaga dan
mendidik penulis dengan ikhlas dan sabar. Do’a dan dukungan yang
diberikan sangat berarti dan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT selalu menjaga kalian.
2. Suami yang saya cintai, Alam Pamungkas. Terima kasih atas do’a, cinta,
kasih sayang, saran, dukungan, canda dan tawa yang selalu diberikan kepada
penulis.
3. Adik yang saya sayangi, Hannifa. Dan sepupu saya yang lucu Sabrina.
Terima kasih atas dukungan, canda dan tawa yang selalu diberikan kepada
penulis.
4. Bapak Dr. Indo Yama Nasaruddin, SE., MAB selaku dosen Pembimbing I
yang bersedia menyediakan waktunya untuk membimbing penulis selama
penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk masukan dan motivasi yang telah
bapak berikan selama ini.
ix
5. Bapak Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA selaku dosen Pembimbing II yang
bersedia menyediakan waktunya untuk membimbing penulis selama
penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk masukan dan motivasi yang telah
bapak berikan selama ini.
6. Bapak Dr. Arief Mufraini, LC., M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si sebagai Ketua Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.
9. Seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat serta teman seperjuangan tersayang, Arini, Elis, Dwi, Ela,
Supiyah yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan hiburan
kepada penulis. Semoga persahabatan kita akan terus berlanjut sampai tua
nanti.
11. Teman-teman Manajemen A, Manajemen Keuangan, Manajemen 2011, dan
KKN CARE yang telah memberikan bantuan dan dukungan.
12. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan karena
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, Oktober 2015
(Iqlima Oktaviani)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ...........................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .............................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI............................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .......................
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi
ABSTRACT..................................................................................................... vii
ABSTRAK...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ............................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ............................................................................ 16
1. Struktur Modal....................................................................... 17
2. Penerapan Corporate Goverance ........................................... 29
3. Firm Age................................................................................ 34
4. Firm Size ............................................................................... 35
5. Growth Asset ......................................................................... 37
xi
6. Business Risk ......................................................................... 38
B. Penelitian Terdahulu .................................................................... 41
C. Kerangka Pemikiran .................................................................... 44
D. Hipotesis ..................................................................................... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 47
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................... 47
C. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 49
D. Metode Analisis Data .................................................................. 51
1. Uji Statistik Deskriptif ........................................................... 51
2. Uji Asumsi Klasik .................................................................. 51
a. Uji Normalitas ................................................................. 51
b. Uji Multikolinieritas ......................................................... 52
c. Uji Heteroskedastisitas ..................................................... 54
d. Uji Autokorelasi ............................................................... 55
3. Pengujian Hipotesis ............................................................... 57
a. Uji t (Uji Signifikansi Parsial) .......................................... 57
b. Uji F (Uji Signifikansi Simultan) ...................................... 58
c. Uji R2 (Koefisien Determinasi)......................................... 59
4. Uji Regresi Linier Berganda................................................... 60
E. Operasional Variabel Penelitian................................................... 61
1. Variabel Dependen ................................................................ 61
2. Variabel Independen .............................................................. 62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian.............................................. 65
1. Deskripsi Objek Penelitian ..................................................... 65
2. Profil Perusahaan yang Menjadi Objek Penelitian .................. 66
B. Analisis Uji Statistik Deskriptif ................................................... 74
C. Analisis Uji Asumsi Klasik .......................................................... 87
1. Uji Normalitas ....................................................................... 87
2. Uji Multikolinieritas............................................................... 90
xii
3. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 91
4. Uji Autokorelasi .................................................................... 93
D. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 94
1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm
Size, Growth Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal
Secara Parsial......................................................................... 94
2. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm
Size, Growth Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal
Secara Simultan ..................................................................... 96
3. Uji R2 (Koefisien Determinasi) ................................................ 97
E. Analisis Regresi Linier Berganda................................................. 98
F. Pembahasan ................................................................................. 100
1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Struktur
Modal .................................................................................... 100
2. Pengaruh Age Terhadap Struktur Modal ................................ 101
3. Pengaruh Size Terhadap Struktur Modal................................. 103
4. Pengaruh Growth Terhadap Struktur Modal ........................... 104
5. Pengaruh Risk Terhadap Struktur Modal ................................ 105
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 107
B. Keterbatasan ................................................................................ 109
C. Saran ........................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 111
LAMPIRAN ................................................................................................... 114
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 1.1
Keterangan
Halaman
Debt to Equity Ratio Perusahaan yang Tercatat di IICG dan
Terdaftar di BEI Periode 2009-2013 .........................................
6
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu ................................................................. 41
Tabel 3.1
Proses Pengambilan Sampel...................................................... 49
Tabel 3.2
Sampel Penelitian ..................................................................... 49
Tabel 3.3
Analisis Durbin-Watson ............................................................ 56
Tabel 4.1
Deskripsi Rata-rata DER ........................................................... 75
Tabel 4.2
Deskripsi Rata-rata CGPI.......................................................... 78
Tabel 4.3
Deskripsi Rata-rata Age ............................................................ 80
Tabel 4.4
Deskripsi Rata-rata Size ............................................................ 82
Tabel 4.5
Deskripsi Rata-rata Growth ....................................................... 84
Tabel 4.6
Deskripsi Rata-rata Risk ............................................................ 86
Tabel 4.7
Hasil One-sample Kolmogorov-Smirnov ................................... 89
Tabel 4.8
Hasil Uji Multikolinieritas ....................................................... 90
Tabel 4.9
Hasil Uji Glejser ....................................................................... 93
Tabel 4.10
Hasil Uji Autokorelasi ............................................................. 94
Tabel 4.11
Hasil Uji t (Parsial) ................................................................... 95
Tabel 4.12
Hasil Uji F (Simultan) ............................................................... 97
Tabel 4.13
Hasil Uji R2 (Koefisien Determinasi) ........................................ 98
Tabel 4.14
Hasil Uji Regresi Linier Berganda ............................................ 99
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir .................................................................... 45
Gambar 4.1
Grafik Normal Probability Plot................................................. 88
Gambar 4.2
Grafik Scatterplot ..................................................................... 92
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
Lampiran 1
Daftar Nama Perusahaan Objek Penelitian ................................ 111
Lampiran 2
Hasil Perhitungan Data Mentah................................................. 112
Lampiran 3
Hasil Pengolahan Data dengan Aplikasi SPSS .......................... 115
Lampiran 4
Tabel Durbin-Watson................................................................ 120
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan dunia usaha kini dapat kita rasakan semakin pesat dan
persaingan yang semakin ketat, sehingga mengharuskan perekonomian
Indonesia untuk lebih giat lagi dalam melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini
dilakukan untuk mengimbangi persaingan global yang terjadi saat ini yang
dipengaruhi dari dalam maupun dari luar negeri. Kondisi yang demikian, dapat
dirasakan oleh berbagai pihak, khususnya oleh banyak perusahaan dimana para
pengusaha diharuskan untuk berupaya keras agar dapat bertahan diantara para
pesaing dan menjaga agar usahanya tersebut tidak mengalami kemunduran atau
kerugian yang dapat mengakibatkan terganggunya kegiatan operasional
perusahaan.
Kelangsungan hidup suatu perusahaan merupakan salah satu aspek
yang penting untuk diketahui dan diharapkan terus meningkat. Karena pada
dasarnya tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran para
pemiliknya dan terus meningkatkan nilai perusahaan. Untuk mencapai tujuan
tersebut dibutuhkan modal dan kemampuan manajemen yang baik dalam
mengelola keuangan perusahaan khusunya dalam hal modal agar dapat diolah
seefisien mungkin.
Untuk menjalankan kegiatan perusahaan, pemilik perusahaan akan
menunjuk manajer untuk mengelola perusahaan, kemudian manajer tersebut
yang nantinya akan mengambil keputusan. Salah satu keputusan penting yang
1
nantinya akan dihadapi manajer dalam kaitannya dengan kelangsungan
kegiatan operasi perusahaan adalah keputusan mengenai permodalan atau
pemilihan struktur modal. Tujuan dari pemilihan struktur modal ini yaitu untuk
mengoptimalkan nilai perusahaan, memaksimumkan kesejahteraan baik
pemilik perusahaan maupun investor, dan meminimalkan biaya modal yang
dikeluarkan.
Manajemen keuangan menurut James C. van Horne adalah segala
aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolahan
aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. Sedangkan menurut Brigham
mengatakan manajemen keuangan adalah seni (art) dan ilmu (science), untuk
me-menage uang, yang meliputi proses, dan instrument yang terlibat dengan
masalah transfer uang di antara individu, bisnis, dan pemerintah (Kasmir,
2010:5-7).
Manajemen keuangan yaitu berkaitan dengan perolehan asset,
pendanaan, dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum
dalam semua tindakan (Horne dan Marchowicz, 2012:2).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, manajemen keuangan adalah aktivitas
yang berkaitan erat dalam mengelola keuangan yang meliputi proses perolehan,
pengelolaan dan pengalokasian dana yang tersedia secara efektif dan efisien,
serta harus mampu memilih dana yang ada untuk selanjutnya akan dibagikan
kepada para pemegang saham atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
Peranan manajemen keuangan sangat penting di dalam sebuah
perusahaan yaitu untuk mengatasi permasalahan keuangan yang terjadi yang
tentunya dapat mempengaruhi manajemen lainnya, sehingga manajemen
2
keuangan harus mengetahui dan memahami posisi serta keadaan keuangan
perusahaan.
Manajemen keuangan dalam suatu perusahaan diwakili atau dipimpin
oleh manajer keuangan. Pencapaian tujuan perusahaan lebih banyak
dibebankan kepada manajer keuangan dalam rangka mencari dan mengelola
dana yang ada. Ketiadaan atau keterbatasan dana merupakan tugas menejer
keuangan untuk segera memenuhinya. Demikian pula dengan pengelolaan dana
yang dimiliki haruslah dilakukan secara tepat (Kasmir, 2010:5)
Dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, maka diperlukan
adanya modal yang cukup guna mendanai seluruh aktivitas perusahaan yang
merupakan salah satu dari tugas manajer keuangan. Modal bagi perusahaan
merupakan salah satu unsur financial terpenting, karena tanpa adanya modal,
suatu perusahaan tidak akan mampu berjalan dengan baik. Setiap perusahaan
pasti memiliki struktur modal yang belum tentu serupa dengan perusahaan lain.
Masalah sumber pendanaan merupakan hal penting bagi perusahaan,
dan dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan mengenai pemilihan sumber
modal perusahaan dalam memperolehnya, yaitu yang pertama, bersumber dari
internal yaitu berupa laba ditahan (dividend) dan cadangan kas perusahaan
yang dapat digunakan, yang kedua, bersumber dari eksternal dengan
mengeluarkan saham untuk dijual kepada investor, hal ini akan membuat
perusahaan dihadapkan dengan masalah mengenai besarnya biaya modal
pengeluaran saham tersebut; dan ada pula dengan melakukan pinjaman, dimana
biaya yang dikeluarkan memang lebih sedikit akan tetapi dengan melakukan
3
pinjaman tersebut maka perusahaan akan menghadapi adanya risiko kewajiban
dan pembayaran bunga yang mungkin terus meningkat.
Struktur modal adalah paduan sumber dana jangka panjang yang
digunakan oleh perusahaan (Keown, et.al., 2000:542). Sedangkan menurut
Brigham dan Houston (2001:5), struktur modal adalah bauran dari hutang,
saham preferen, dan saham biasa yang direncanakan perusahaan untuk
menambah modal.
Menurut Rodoni dan Ali (2010:137), mengatakan bahwa struktur modal
adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan,
dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau panduan sumber
yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama,
yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Menurut Andi Setiawan (2010:4), struktur modal adalah kombinasi dari
penggunaan sumber dana yang digunakan oleh perusahaan baik itu berupa
hutang maupun modal sendiri untuk membiayai aktivitas perusahaan dalam
rangka meningkatkan nilai perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan sumber
pendanaan perusahaan jangka panjang untuk membiayai seluruh aktivitas
perusahaan yang berasal dari hutang maupun modal sendiri.
Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah
struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur
modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai
perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik (Husnan dan
Pudjiastuti, 2002:293)
4
Dalam suatu perusahaan diperlukannya pengelolaan struktur modal
yang optimal, karena jika suatu perusahaan memiliki struktur modal yang
optimal, perusahaan akan lebih memanfaatkan struktur modal yang ada
seefektif mungkin untuk dapat memperoleh keuntungan yang maksimum.
Struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan
biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan, (Horne
dan Wachowicz, 1998:478). Sedangkan menurut Brigham dan Houston
(2001:45), menyatakan bahwa struktur modal yang optimal adalah kombinasi
dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan.
Jika pemenuhan dana perusahaan bersumber dari hutang yang tinggi,
maka semakin tinggi rasio hutang, dan semakin tinggi pula risiko perusahaan
sehingga suku bunga semakin tinggi. Apabila perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutupi beban bunga,
maka pemegang saham harus dapat menutupi kekurangan tersebut, dan jika
perusahaan tidak sanggup maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan, hal
ini tentunya tidak termasuk dalam struktur modal yang optimal.
Struktur modal dapat diukur dari rasio perbandingan antara total hutang
terhadap ekuitas yang biasa diukur melalui rasio debt to equity ratio (DER).
DER dapat menunjukkan tingkat resiko suatu perusahaan dimana semakin
tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin tinggi resikonya karena
pendanaan dari unsur hutang lebih besar daripada modal sendiri (equity)
mengingat dalam perhitungan hutang dibagi dengan modal sendirinya, artinya
jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal sendirinya berarti rasio DER
diatas satu, sehingga penggunaan dana yang digunakan untuk aktivitas
5
operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur hutang
(Nugroho, 2006:6)
Di Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang, dimana
terdapat banyak perusahaan yang menunjukkan fenomena yang cukup menarik
yaitu terdapat perusahaan khususnya yang tercatat di The Indonesian Institute
for Corporate Governance (IICG) serta terdaftar pula pada Bursa Efek Jakarta
(BEI) memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi daripada modal yang dimiliki
perusahaan, ini berarti sumber pendanaan perusahaan dalam jangka panjang
sangat bergantung pada pinjaman/hutang. Hal ini merupakan kondisi yang
tidak baik karena tingkat risiko perusahaan yang tinggi dapat membahayakan
kelangsungan hidup perusahaan apabila suatu saat terjadi kondisi ekonomi
yang menurun atau terjadinya krisis ekonomi yang melanda negeri.
Tabel 1.1
Debt to Equity Ratio
Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI Periode
2009-2013
No.
Perusahaan
Emiten 2009
2010
2011
2012
2013
1 PT Aneka Tambang Tbk
ANTM
0,21
0,28
0,41
0,54
0,71
2 PT Bank Mandiri Tbk
BMRI 10,24
9,81
7,81
7,31
7,26
3 PT Bank Negara Indonesia Tbk
BBNI
10,88
6,50
6,92
6,66
7,11
4 PT Bukit asam Tbk
PTBA
0,40
0,36
0,41
0,50
0,55
5 PT Garuda Indonesia Tbk
GIAA
3,60
2,95
1,39
1,26
1,64
6 PT Jasa Marga Tbk
JSMR
1,17
1,37
1,32
1,53
1,61
7 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM
1,22
0,98
0,69
0,66
0,83
8 PT Timah Tbk
0,42
0,40
0,43
0,34
0,61
3,52
2,83
2,42
2,35
2,54
Rata-rata
TINS
Sumber: IICG dan IDX
6
Dari tabel 1.1 di atas menunjukan nilai rata-rata Debt to Equity Ratio
(DER) pertahun pada periode 2009-2013 dari 8 perusahaan yang termasuk
dalam IICG dan terdaftar pada BEI, dimana perusahaan ini merupakan
perusahaan yang selalu ikut serta dalam riset mengenai tingkat penerapan
corporate governance. Untuk nilai rata-rata DER pada tahun 2009 adalah 3,52
; DER untuk tahun 2010 adalah 2,83 ; kemudian untuk DER tahun 2011
sebesar 2,42 ; selanjutnya untuk DER tahun 2012 sebesar 2,35 ; dan untuk
tahun 2013 adalah sebesar 2,54. Sehingga dapat kita lihat penggunaan dana
yang berasal dari pinjaman atau hutang mengalami fluktuatif, seperti di periode
2009-2012 mengalami penurunan, kemudian mengalami kenaikkan di periode
2012-2013.
Jika dilihat Debt to Equity Ratio (DER) dari masing-masing perusahaan
maka ditemukan terdapat beberapa perusahaan yang memiliki DER diatas nilai
satu dan dibawah nilai satu. Ada beberapa perusahaan yang memiliki nilai
DER kurang dari satu selama periode 2009-2013 yaitu, PT. Aneka Tambang
Tbk, PT. Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. Sedangkan pada perusahaan
yang memiliki nilai DER lebih dari satu pada periode 2009-2013 yaitu, PT
Bank Mandiri Tbk, PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT Garuda Indonesia
Tbk, dan PT. Jasa Marga Tbk. Namun terdapat pula nilai DER perusahaan
yang tidak stabil atau fluktuatif selama periode 2009-2013 ada yang bernilai
kurang dari satu dan ada pula yang nilainya lebih dari satu yaitu, PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Berdasarkan tabel di atas selama periode 2009 sampai dengan 2013
terdapat sekitar 50% perusahaan yang tercatat di IICG dan terdaftar pada BEI
7
memiliki nilai DER lebih dari satu. Hal ini berarti pada perusahaan tersebut
memiliki proporsi hutang yang lebih besar dari modal sendiri, sehingga
perusahaan tersebut memilih untuk melakukan pinjaman atau berhutang untuk
memenuhi kebutuhan modalnya. Sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan
memiliki risiko bisnis yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang
memiliki nilai DER kurang dari satu.
Jika DER bernilai lebih dari satu maka perusahaan memiliki jumlah
hutang yang lebih besar dari pada modal sendiri, maka hal ini tidak sesuai
dengan teori struktur modal yang optimal dimana seharusnya jumlah hutang
perusahaan tidak melebihi dari jumlah modal sendiri. Jika hal ini terjadi maka
risiko yang akan ditanggung oleh investor pada perusahaan tersebut akan
menjadi lebih besar. Untuk itu kebanyakan para investor lebih tertarik
menanamkan modalnya ke dalam bentuk investasi pada perusahaan yang
memiliki DER yang besaranya kurang dari satu karena untuk menghindari
risiko yang lebih besar.
Dari fenomena yang terjadi pada perusahaan yang tercatat di IICG yang
memiliki tingginya nilai hutang dalam kondisi keuangannya, mengharuskan
perusahaan untuk mampu memilih proporsi sumber pendanaan perusahaan
yang sebaiknya lebih mengurangi hutang sehingga risiko bisnis perusahaan
semakin kecil. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk dijadikan objek
penelitian.
Dalam penentuan keputusan struktur modal perusahaan banyak
dipengaruhi oleh beberapa variabel. Good corporate governance telah menjadi
isu yang hangat dibicarakan serta menjadi pemicu berkembangnya penelitian
8
manajemen mengenai kualitas pelaksanaannya oleh perusahaan besar dan
perusahaan yang telah terdaftar atau go public. Secara umum, good corporate
governance dianggap memiliki implikasi signifikan bagi prospek pertumbuhan
ekonomi, karena tata kelola perusahaan yang baik mampu mengurangi risiko
bagi investor dan merupakan mekanisme kunci untuk melindungi kepentingan
pemegang saham selaku pemilik perusahaan (Kajananthan, 2012).
Tidak jarang dijumpai adanya konflik yang terjadi antara pemegang
saham dan manajer. Munculnya konflik yang terjadi terkadang disebabkan oleh
adanya pertentangan kepentingan yang terjadi antara manajer, pemegang
saham, dan kreditor. Hal ini dikenal dengan masalah keagenan. Untuk
mengurangi konflik yang terjadi tersebut, diperlukan suatu mekanisme
corporate governance atau tata kelola perusahaan di perusahaan tersebut.
Dengan adanya corporate governance atau tata kelola perusahaan yang
dijalankan dengan baik di suatu perusahaan maka diharapkan dapat
memperoleh kepercayaan yang lebih dari pemegang saham kepada manajer,
terutama dalam pemilihan struktur modal perusahaan.
Hasil studi empiris yang dilakukan oleh Pornsit Jiraporn dkk. (2012),
yang berjudul “Capital Structure and Corporate Governance Quality:
Evidence from The Institutional Shareholder Service (ISS)”, dengan objek
penelitian yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Amerika Serikat yaitu, pada variabel Kualitas Corporate Governance
terdapat hubungan signifikan negatif terhadap Struktur Modal. Hasil yang
hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajendran Kajanantan
(2012), dengan sampel penelitian Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
9
Bursa Efek Srilanka, menunjukkan bahwa terdapat Variabel Board Committee
dan Board Composition berpengaruh signifikan terhadap Struktur Modal. Dari
kedua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
variabel Corporate Governance dengan Struktur Modal.
Struktur modal pada umumnya dipengaruhi oleh firm age (usia
perusahaan), seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafi’i (2013) dengan
sampel penelitian perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012, menunjukkan bahwa variabel firm
age memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal.
Firm size (ukuran perusahaan) merupakan varibel yang berpengaruh
juga terhadap struktur modal seperti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
Imam Syafi’i (2013) dengan studi empiris yaitu pada perusahaan sektor
makanan-minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012,
menunjukkan bahwa variabel firm size (ukuran perusahaan) memiliki pengaruh
yang positif terhadap struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa firm size
juga berpengaruh terhadap struktur modal. Namun berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Husnul Khotimah (2013), yang menyatakan
bahwa firm size tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asih Suko Nugroho (2006)
dengan studi empiris yaitu pada perusahaan properti yang Go Public di Bursa
Efek Jakarta periode 1994-2004, menunjukkan bahwa variabel growth asset
(pertumbuhan aktiva perusahaan) memiliki pengaruh signifikan positif
terhadap struktur modal. Akan tetapi berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Andi Setiawan (2010) yang berjudul “Analisis Pengaruh Profit,
10
Growth, dan Asset Structure Terhadap Struktur Modal: (Studi Empiris Pada
Perusahaan LQ45 Periode 2006-2008)”, dengan hasil penelitian bahwa untuk
variabel growth asset tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal,
manurutnya hal ini terjadi dikarenakan perusahaan yang penjualannya relatif
stabil dapat dengan aman mengambil lebih banyak hutang dan menanggung
beban tetap yang lebih tinggi daripada perusahaan yang penjualnnya tidak
stabil.
Business risk (risiko bisnis) merupakan variabel yang mempengaruhi
struktur modal seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahril dan
Isnurhadi (2013) dengan sampel penelitian yaitu perusahaan pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2002-2011, menunjukkan
adanya pengaruh positif terhadap struktur modal.
Dikarenakan terdapat perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan
mengenai struktur modal maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai struktur modal. Selain itu dilihat dari fenomena yang terjadi di
Indonesia yaitu pendanaan perusahaan yang sebagian besar diperoleh dari
hutang termasuk juga pada perusahaan yang tercatat di The Indonesian Institute
for Corporate Governance (IICG) sebagian besar perusahaan memiliki tingkat
hutang yang tinggi. Untuk sampel dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang
tercatat di IICG dikarenakan IICG merupakan lembaga riset Indonesia yang
khusus meneliti mengenai penerapan corporate governance dan juga terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikarenakan untuk memperoleh data keuangan
perusahaan yang akan menjadi bahan penelitian ini.
11
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada
rentang waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu periode
2009-2013 yang dilakukan pada objek penelitian perusahaan yang tercatat di
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan terdaftar dalam
Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana secara kontinyu perusahaan tersebut
masuk dalam daftar IICG selama periode penelitian. Data yang digunakan
yaitu data sekunder berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan, yang
dapat dilihat dengan mengakses website www.idx.co.id, www.sahamok.com,
dan www.finance.yahoo.co.id.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan membahas mengenai
pengaruh corporate governance dan karakteristik perusahaan terhadap struktur
modal yang dipilih perusahaan. Adapun judul dari penelitian tersebut adalah:
“Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth
Asset, dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Perusahaan”. (Studi Kasus
Pada Perusahaan yang Tercatat Di IICG dan Terdaftar Di BEI Periode 20092013).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan
masalah yang diambil dalam penulisan ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh antara penerapan corporate governance secara
parsial terhadap struktur modal.
2. Apakah terdapat pengaruh antara firm age secara parsial terhadap struktur
modal.
12
3. Apakah terdapat pengaruh antara firm size secara parsial terhadap struktur
modal.
4. Apakah terdapat pengaruh antara growth asset secara parsial terhadap
struktur modal.
5. Apakah terdapat pengaruh antara business risk secara parsial terhadap
struktur modal.
6. Apakah terdapat pengaruh antara penerapan corporate governance, firm
age, firm size, growth asset, dan business risk secara simultan terhadap
struktur modal.
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh antara penerapan corporate governance
secara parsial terhadap struktur modal.
2. Untuk mengetahui pengaruh antara firm age secara parsial terhadap
struktur modal.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara firm size secara parsial terhadap
struktur modal.
4. Untuk mengetahui pengaruh antara growth asset secara parsial terhadap
struktur modal.
5. Untuk mengetahui pengaruh antara business risk secara parsial terhadap
struktur modal.
13
6. Untuk mengetahui pengaruh antara penerapan corporate governance, firm
age, firm size, growth asset, dan business risk secara simultan terhadap
struktur modal.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini mempunyai dua manfaat
yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini memberi bukti empiris tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal seperti penerapan corporate governance
dalam bentuk variabel indeks penerapan corporate governance (CGPI),
usia perusahaan (firm age), pertumbuhaan aktiva perusahaan (growth
asset), ukuran perusahaan (firm size) dan risiko bisnis (business risk).
Selain itu hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan serta dapat memberikan kontribusi dalam penelitian lain
tentang struktur modal.
2. Bagi Perusahaan
Perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai
masukan mengenai variabel mana yang penting dalam pengambilan
keputusan mengenai struktur modal perusahaan.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah kepustakaan di bidang ilmu
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
yang terdiri dari penerapan corporate governance dalam bentuk variabel
14
indeks penerapan corporate governance (CGPI), usia perusahaan (firm
age), pertumbuhaan aktiva perusahaan (growth asset), ukuran perusahaan
(firm size) dan risiko bisnis (business risk).
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Manajemen keuangan memiliki arti penting di semua jenis bisnis,
termasuk perbankan dan institusi-institusi keuangan lainnya, sekaligus juga
perusahaan-perusahaan industri dan ritel. Manajemen keuangan juga penting
pula artinya di dalam operasi-operasi pemerintahan, mulai dari sekolah sampai
rumah sakit hingga departeman jalan raya (Brigham dan Houston, 2009:7).
Manajemen Keuangan (financial management) yaitu berkaitan dengan
perolehan aset, pendanaan, dan manajemen aset dengan disadari beberapa
tujuan umum (Horne dan Warchowicz, 2012:2).
Menurut James C. van Horne manajemen keuangan adalah segala
aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolahan
aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. Sedangkan menurut Brigham
mengatakan manajemen keuangan adalah seni (art) dan ilmu (science), untuk
me-menage uang, yang meliputi proses, dan instrument yang terlibat dengan
masalah transfer uang di antara individu, bisnis, dan pemerintah (Kasmir,
2010:5-7).
Manajemen keuangan yaitu menyangkut kegiatan perencanaan, analisis,
dan pengendalian kegiatan keuangan (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:4).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, manajemen keuangan adalah aktivitas
yang berkaitan erat dalam mengelola keuangan yang meliputi proses perolehan,
pengelolaan dan pengalokasian dana yang tersedia secara efektif dan efisien,
16
serta harus mampu memilih dana yang ada untuk selanjutnya akan dibagikan
kepada para pemegang saham atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
1. Struktur Modal
Struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan permanen
jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh hutang, ekuitas saham
preferen, dan saham biasa (Horne dan Wachowicz, 1998:474).
Keown, et.al. (2000:542), mengatakan bahwa struktur modal
adalah paduan sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh
perusahaan. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001:5), struktur
modal adalah bauran dari utang, saham preferen, dan saham biasa yang
direncanakan perusahaan untuk menambah modal.
Menurut Rodoni dan Ali (2010:137-138), mengatakan bahwa
struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan
belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi
atau panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri
dari dua sumber utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar
perusahaan.
Struktur modal adalah kombinasi atau perimbangan antara utang
dan modal sendiri (saham preferen dan saham biasa) yang digunakan
perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal (Ambarwati,
2010:1).
Kodrat dan Christian (2009:107), mengatakan bahwa struktur
modal perusahaan adalah kombinasi dari saham-saham yang berbeda
17
(saham biasa dan saham preferen) atau bauran seluruh sumber pendanaan
jangka panjang (ekuitas dan utang) yang digunakan perusahaan.
Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa struktur modal merupakan sumber pendanaan
perusahaan jangka panjang untuk membiayai seluruh aktivitas perusahaan
yang berasal dari hutang maupun modal sendiri.
Sebuah perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
pastinya memerlukan sumber daya keuangan atau biasa disebut dengan
modal. Modal perusahaan ada yang berupa modal asing dan modal sendiri.
Modal asing merupakan modal yang didapat bukan dari pemilik
perusahaan. Modal asing, yaitu terdiri dari hutang jangka pendek, hutang
jangka menengah, dan hutang jangka panjang. Modal sendiri merupakan
modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal sendiri, yaitu terdiri
dari modal saham, cadangan, dan laba ditahan.
Modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal internal dan
eksternal. Modal internal yaitu modal yang bersumber dari dalam
perusahaan seperti, laba ditahan dan cadangan, sedangkan modal eksternal
yaitu modal yang bersumber dari luar perusahaan seperti, saham dan
pinjaman/hutang. Sebuah perusahaan yang sedang berkembang biasanya
memerlukan modal yang dapat berasal dari utang maupun ekuitas.
Menurut Keown et.al. (2000:542), tujuan manajemen struktur
modal adalah memadukan sumber dana permanen yang digunakan
perusahaan dengan cara yang akan memaksimumkan harga saham
perusahaan. Sebaliknya, tujuan ini bisa dipandang sebagai pencarian
18
terhadap paduan dana yang akan meminimumkan campuran biaya modal
perusahaan. Sehingga paduan sumber dana yang tepat ini disebut sebagai
struktur modal optimal.
Struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan
biaya modal perusahaan sehingga memaksimalkan nilai perusahaan
(Horne dan Wachowicz, 1998:478).
Menurut Brigham dan Houston (2001:45), struktur modal yang
optimal adalah kombinasi dari utang dan ekuitas yang memaksimumkan
harga saham perusahaan.
Struktur modal yang optimal bagi perusahaan akan menghasilkan
kondisi keuangan perusahaan yang sehat, sehingga kedepannya dapat
memperoleh laba perusahaan yang lebih besar.
Brigham dan Houston (2001:39-41), menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan adalah
stabilitas
penjualan,
struktur
aktiva,
leverage
operasi,
tingkat
pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, sikap
pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi
internal perusahaan, dan fleksibilitas keuangan.
Terdapat teori-teori mengenai struktur modal, yaitu sebagai
berikut:
a. Teori struktur modal tradisional
1) Pendekatan Laba Operasi Bersih
Satu pendekatan terhadap penilaian laba perusahaan dikenal
seagai pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income,
19
NOI). Pendekatan laba operasi bersih terhadap struktur modal
yaitu, teori struktur modal dimana rata-rata tertimbang biaya modal
dan nilai toal perusahaan bersifat konstan walaupun pengungkit
keuangan berubah. Melalui pendekatan ini, laba operasi bersih
didiskonto pada tingkat kapitalisasi total perusahaan untuk
memperoleh nilai total pasar perusahaan. Nilai pasar pinjaman
kemudian dikurangi dari nilai total pasar untuk memperoleh nilai
pasar biasa. Penggunaan pendekatan ini mengakibatkan tingkat
kapitalisasi total serta biaya pinjaman tetap sama walupun
digunakan
pengungkit
keuangan.
sejauh
ini,
pembahasan
laaoperasi bersih hanya dilakukan dalam batasan definisi. Namun,
pembahasan memiliki kekurangan dalam menjelaskan perilaku
penting yang dimiliki laba operasi bersih (Horne dan Wachowicz,
98:475-476).
2) Pendekatan Tradisional
Mereka yang menganut pendekatan tradisional berpendapat
bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai
perusahaan (atau biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan
cara merubah struktur modalnya. Pendapat ini dominan sampai
dengan awal tahun 1950an (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:296).
Pendekatan tradisional terhadap struktur dan penilaian
modal mengasumsikan adanya struktur modal optimal dan
manajemen dapat meningkatkan nilai total perusahaan melalui
penggunaan pengungkit keuangan (Horne dan Wachowicz,
20
1998:477). Dengan kata lain, struktur modal memiliki pengaruh
terhadap nilai perusahaan.
b. Teori struktur modal modern
1) The Modigliani-Miller Model
Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun
1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton
Miller, mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel
keuangan
yang
Berdasarkan
paling
serangkaian
berpengaruh
asumsi
yang
yang
pernah
sangat
ditulis.
membatasi,
Modigliani-Miller membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan
tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan perkataan lain,
hasil-hasil Modigliani-Miller menyatakan bahwa tidak menjadi
masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi
struktur modal tidak relevan. Tapi studi Modigliani-Miller
didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain
(Brigham dan Houston, 2001:30-31):
(a) Tidak ada biaya broker (pialang).
(b) Tidak ada pajak.
(c) Tidak ada biaya kebangkrutan.
(d) Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang
sama dengan perseroan.
(e) Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti
manajemen mengenai peluang investasi perusahaan di masa
mendatang.
21
(f) EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang.
Rodoni dan Ali (2010:138-139), menjelaskan tentang teori
Modigliani-Miller, yaitu struktur modal yang menggunakan dana
dari utang tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap nilai
perusahaan. Namun bila mulai dipertimbangkan faktor pajak,
penggunaan utang akan selalu lebih menguntungkan dan dapat
meningkatkan nilai perusahaan, dengan asumsi bahwa yang
dipergunakan dalam model ini adalah: Pertama, tidak ada biaya
kebangkrutan. Kedua, tidak ada biaya transaksi. Ketiga, bunga
pinjaman dan simpanan besarnya sama bagi perorangan ataupun
perusahaan.
Teori Modigliani-Miller terbagi menjadi 2 kondisi, yaitu
(Brigham dan Houston, 2001):
(a) Tanpa pajak
Dengan mengasumsikan bahwa tidak ada pajak perusahaan
maupun pajak serta dengan mendasarkan asumsi yang telah
disebutkan
sebelumnya,
Modigliani-Miller
menggunakan
preposisi sebagai berikut:
(1) Preposisi I Modigliani dan Miller menjelaskan bahwa tidak
ada pengaruh financial leverage terhadap nilai perusahaan.
Menurut teori Modigliani-Miller I, perubahan struktur
modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan atau dengan
kata lain tidak ada struktur modal yang optimal bagi
perusahaan.
22
(2) Preposisi Modigliani-Miller II yang menyatakan bahwa
nilai pengharapan (expected value) tingkat pengembalian
hasil terhadap modal/Return on Equity (ROE) bertambah
seiring
dengan
meningkatnya
rasio
utang
terhadap
modal/debt to equty (DER). Kenaikan ekspektasi ROE ini
didorong oleh adanya peningkatan risiko keuangan yang
akan ditanggung investor perusahaan akibat bertambahnya
utang (DER), sehingga apabila financial leverage naik
maka biaya modal/ekuitas secara linier juga naik, karena
pemegang saham dihadapkan pada risiko yang semakin
besar.
(b) Dengan pajak perusahaan
(1) Preposisi I menyatakan bahwa nilai perusahaan yang
memiliki utang akan lebih besar daripada nilai perusahaan
tanpa utang. Nilai perusahaan akan memiliki utang tersebut
sama dengan nilai perusahaan tanpa utang ditambah dengan
penghematan pajak. Teori Modigliani-Miller Preposisi I ini
mengalami perubahan dengan dimasukkannya unsur pajak
oleh
Miller.
Modigliani-Miller
mengakui
bahwa
peningkatan jumlah utang berpengaruh positif terhadap
nilai perusahaan.
(2) Preposisi II menyatakan bahwa biaya ekuitas pada
perusahaan yang memiliki utang sama dengan biaya ekuitas
perusahaan tanpa utang ditambah dengan premi risiko.
23
Jadi teori Modigliani-Miller dengan pajak perusahaan
menyatakan bahwa nilai perusahaan akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya penggunaan utang. Biaya bunga utang dapat
mengurangi pajak sehingga makin besar porsi pendapatan
perusahaan yang menjadi bagian investor.
2) Pecking Order Theory
Teori ini ditemukan oleh Gordon Donaldson pada tahun
1961, kemudian selanjutnya diperluas oleh Myers. Dalam
artikelnya Myers dengan ringkas mengikhtisarkan teori pecking
order yaitu (Husnan dan Pudjiastuti, 2002:311):
(a) Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal.
(b) Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian
dividen dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan
berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran
dividen yang terlalu besar.
(c) Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba
yang diperoleh mangakibatkan dana internal kadang-kadang
berlebih ataupun kurang untuk investasi.
(d) Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu.
Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi,
kemudian obligasi yang dapat dikonversikan menjadi modal
sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru.
24
Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang,
karena ada dua jenis modal sendiriyang preferensinya berbeda.
Yaitu laba ditahan (dipilih lebih dahulu) dan penerbitan saham
baru (dipilih paling akhir). Rasio hutang setiap perusahaan akan
dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi (Husnan dan
Pudjiastuti:2002).
3) Agency Cost Theory
Jensen dan Meckling (1976) adalah orang pertama yang
memasukkan unsur manusia dalam model yang terpadu tentang
perilaku perusahaan. Paper mengenai teori keagenan pada
manajemen keuangan menunjukkan hubungan keagenan atau
agencu relationship, muncul ketika satu atau lebih individu
(majikan) menguji individu lain (agen atau karyawan) untuk
bertindak atas namanya,
mendelegasikan kekuasaan untuk
membuat keputusan kepada agen atau karyawannya. Dalam
konteks manajemen keuangan hubungan ini muncul antara: (1)
pemegang saham (shareholders) dengan para manjer, dan (2)
shareholders dengan kreditor (bondholder atau pemegang obligasi)
(Sukardi dan Christian, 2009:14).
4) Trade Of Theory
Model ini dikembangkan oleh Baxter (1967), Kraus and
Litzenberger (1973) dan Karo (2002), yang mencoba menguji
pendapat Modigliani-Miller dengan menghubungkan asumsiasumsi Modigliani-Miller dengan biaya kebangkrutan yang mana
25
hal itu dapat meningkat sebanding dengan leverage yang
digunakan yaitu (Ambarwati, 2010:49-50):
(a) Pada tingkat leverage rendah, manfaat penghematan pajak
akibat penggunaan hutang dapat melebihi biaya kebangkrutan
perusahaan.
(b) Pada tingkat leverage tinggi, biaya kebangkrutan justru bisa
melebihi manfaat penghematan pajak akibat penggunaan utang
tersebut.
(c) Semakin besar penggunaan hutang, maka semakin besar pula
keuntungan akibat hutang tersebut namun PV biaya financial
distress dan agency juga besar bahkan lebih besar.
Teori yang dikenal dengan Trade off model, mengatakan
bahwa bila perusahaan mnggunakan leverage maka perusahaan
akan memperoleh kauntungan berupa penghematan pajak (tax
shield). Namun disisi lain harus pula diperhitungkan biaya yang
akan ditimbulkan dari penggunaan leverage tersebut, seperti biaya
kebangkrutan dan biaya keagenan (Keown, et.al., 2005 dalam
Rodoni dan Ali, 2010:139).
Jadi disebut model trade off karena struktur modal optimum
terjadi jika terdapat keseimbangan antara biaya financial distress
dan agency problem dan manfaat atas penggunaan leverage atau
hutang (Ambarwati, 2010:50).
26
5) Teori Pengisyaratan
Symmetric information yaitu situasi di mana investor dan
manajer memiliki informasi yang sama mengenai prospek
perusahaan. Akan tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai
yang lebih baik daripada investor luar. Hal ini disebut asymmetric
information dan ini sangat berpegaruh terhadap keputusan struktur
modal yang optimal. Asymmetric information merupakan situasi di
mana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik)
mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki oleh investor,
(Brigham dan Houston, 2001:35).
Hampir serupa dengan yang dijelaskan oleh Sukardi dan
Christian (2009:16), mengenai asymmetric information adalah
kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak
daripada pihak lain. Misalnya, pihak manajemen perusahaan
memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak
investor di pasar modal. Tingkat asymmetric information ini
bervariasi dari sangat tinggi ke sangat rendah. Asymmetric
information memberikan efek yang nyata pada keputusan
keuangan maupun pasar financial.
Dalam teori asymmetric information diterangkan bahwa
dalam pasar selalu ditemukan informasi yang tidak sama bagi
pihak-pihak yang berbeda, sehingga dapat dikatakan informasi
yang didapat tidak sempurna. Penambahan hutang baru, misalnya
memberikan informasi bahwa perusahaan dapat dipercaya oleh
27
pihak peminjam, sedangkan penerbitan saham baru dapat dianggap
bahwa
perusahaan
sedang
dalam
kesulitan
dalam
hal
pendanaannya. Beberapa pengujian membuktikan bahwa harga
saham berpengaruh positif terhadap penambahan hutang dan
berpengaruh negatif terhadap penerbitan saham baru (Rodoni dan
Ali, 2010:139).
Perlu diingat bahwa tujuan manajemen keuangan adalah
memaksimumkan motivasi untuk menyampaikan informasi yang
baik mengenai perusahaannya ke publik secepat mungkin,
misalnya melalui jumpa pers. Namun, pihak di luar perusahaan
tidak tahu kebenaran dari informasi yang disampaikan tersebut.
Jika manajer dapat memberikan sinyal yang meyakinkan, maka
publik akan terkesan dan hal ini akan terefleksi pada harga
sekuritas.pembayaran dividen merupakan contoh klasik mengenai
penyampaian informasi malalui pengisyaratan (signaling), (Sukardi
dan Christian, 2009:17).
Isyarat (signal) adalah suatu tindakan yang diambil
manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor
tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan,
(Brigham dan Houston, 2001:36).
Jika manajemen mengumumkan kenaikan yang nyata pada
jumlah dividen per lembar saham yang dibagikan, investor akan
menangkap ini sabagai sinyal bahwa kondisi keuangan perusahaan
(prospek penghasilan) saat ini dan di masa mendatang relatif baik.
28
Sebaliknya, jika investor mengharapkan suatu pembagian dividen
namun manajemen memutuskan tidak membagi dividen, manajer
sedang mengirimkan sinyal negatif. Jadi, dapat disimpulkan karena
adanya kondisi asymmertic information, pemberian sinyal kepada
investor atau publik melalui keputusan-keputusan manajemen
menjadi sangat penting (Sukardi dan Christian, 2009:17-18).
Struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan Debt to Equity
Ratio (DER) dikarenakan DER mencerminkan besarnya proporsi antara
total hutang dan total modal sendiri. Semakin tinggi nilai DER
menunjukkan komposisi total hutang semakin besar dibanding dengan
total modal sendiri.
DER =
2. Penerapan Corporate Governance
Istilah “Corporate Governance” pertama dikenalkan oleh Cadburry
Committee tahun 1992 dalam laporan yang dikenal Cadbury Report.
Laporan ini sebagai titik balik yang menentukan bagi praktik corporate
governance di seluruh dunia. Menurut Cadbury Committee (1992),
Corporate governance adalah suatu sistem yang diberfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Sedarmayanti, 2007:53).
Tata kelola perusahaan (corporate governance) adalah sistem yang
mengatur bagaimana perusahaan dikelola dan dikendalikan, sistem
tersebut mengarahkan bagaimana hubungan antara para pemegang saham
perusahaan, dewan direksi, serta para manajemen senior. Hubungan29
hubungan ini memberikan kerangka kerja untuk menetapkan tujuan
perusahaan dan pengawasan kerja (Horne dan Wachowicz, 2012:9).
Menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance
(2009:11) Corporate Governance tersebut dapat didefinisikan sebagai
serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu
perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan
para pemangku kepentingan (stakeholders). Selanjutnya Good Corporate
Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang
digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan
nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang,
dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholder
lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Menurut Bursa Efek Indonesia (2011:4), Tata Kelola Perusahaan
atau Good Corporate Governance (selanjutnya disebut sebagai GCG)
merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan
perusahaan secara profesional berlandaskan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independen serta kewajaran dan kesetaraan.
Tujuan utama dilaksanakannya GCG adalah untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan
bagi
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan
(stakeholders) lainnya dalam jangka panjang.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan
30
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Tujuan utama dari diterapkannya corporate
governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) (Sedarmayanti, 2007:52).
OECD
(Organization
for
Economic
Cooperation
and
Development) menyatakan bahwa, corporate governance merupakan
struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer
menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuantujuan tersebut dan mengawasi kinerjanya (Sedarmayanti, 2007:53).
Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Minik Negara
(BUMN) Nomor : KEP-117/M-MBU/2012 tetang penerapan praktik good
corporate governance pada BUMN, maka ditetapkan bahwa: corporate
governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
persahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholders
lainnya,
nerlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika, sedangkan
stakeholders adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan
BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu pemegang saham atau
pemilik modal, komisaris atau dewan pengawas, direksi dan karyawan
serta pemerintah, kreditur, dan pihak berkepentingan lainnya.
Berdasarkan
pengertian
tersebut,
maka
dapat
disimpukan
Corporate governance adalah sistem, proses, dan seperangkat peraturan
31
yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkempetingan
terutama dalam arti sempit, hubungan antara pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi.
Corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan ini dan
mencegah terjadinya kesalahan signifikansi dalam strategi korporasi dan
untuk memastikan kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki
(Ambarwati, 2007:54).
Menurut SK Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
tetang penerapan praktik Good Corporate Governance diutarakan bahwa
prinsip Good Corporate governance meliputi:
a. Transparasi, yaitu keterbukaan dalam melaksakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil
dan relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian, yaitusuatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. Akuntabilitas,
yaitu
pertanggungjawaban
kejelasan
organ
fungsi,
sehingga
pelaksanaan
pengelolaan
dan
perusahaan
terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban,
yaitu
kesesuaian
di
dalam
pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
32
e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Riana (2014:30) keputusan perusahaan dalam hal struktur
modal dapat dipengaruhi oleh baik buruknya kualitas corporate
governance perusahaan tersebut. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya,
terdapat hasil yang berbeda-beda mengenai arah dari hubungan kausalitas
antara kualitas corporate governance dan struktur modal tersebut, apakah
negatif ataukah positif. Selain itu secara teoritis logis, pengaruh kualitas
corporate governance terhadap struktur modal dapat memiliki arah yang
positif maupun negatif.
Pada penelitian ini, penerapan corporate governance diukur
dengan corporate governance perception index (CGPI) dikarenakan CGPI
menunjukkan banyak aspek penilaian yang dilakukan. Aspek penilaian
mulai dikembangkan seperti analisa kuantitatif dalam menelaah kondisi
penerapan corporate governance di perusahaan dengan menggunakan
Self-assessment berupa pengisian kuesioner. Sejak tahun 2003, CGPI
menggunakan dua tahapan yang harus dijalani dalam menghasilkan index
persepsi corporate governance, yaitu tahapan kuantitatif (Self-assessment)
dan tahapan kualitatif dengan menggunakan panel ahli yang bertugas
menilai penerapan corporate governance berupa wawancara (interview)
dengan eksekutif perusahaan. Secara khusus pelaksanaan CGPI ini mulai
memperkenalkan
pendekatan
tematik
dalam
mengkaji
penerapan
corporate governance sebagai sebuah proses pembelajaran mencapai
33
sebuah tahap keberlanjutan yang kemudian dituangkan dalam sebuah buku
dengan judul Komitmen Menegakkan Good Corporate Governance.
Corporate
governance
mendapatkan
tempat
khusus
untuk
meyakinkan bahwa manajer bertindak untuk kepentingan pemegang
saham. Oleh karena itu, corporate governance dirancang untuk
mengurangi konflik agensi. Karena biaya agensi (agency cost), manajer
bisa saja mengambil pilihan hutang yang meningkatkan keuntungan
mereka pribadi daripada memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Tingkat penyimpangan manajer dari tingkat leverage yang optimal
bergantung pada kekuatan corporate governance perusahaan (Riana,
2014:33).
3. Firm Age
Menurut Daljono (2000) dalam Syafi’i (2013:10-11) firm age atau
usia perusahaan adalah seberapa lama perusahaan mampu bertahan,
bersaing,
dan
mengambil
kesempatan
bisnis
yang
ada
dalam
perekonomian. Usia perusahaan menunjukkan informasi yang dapat
diperoleh para investor. Semakin lama suatu perusahaan beroperasi atau
semakin tua usia perusahaan, maka perusahaan tersebut kemungkinan
besar akan menyediakan informasi tentang perusahaan yang lebih banyak
dan lebih luas daripada perusahaan yang baru berdiri. Perusahaan yang
lebih tua memiliki lebih banyak pengalaman di bidangnya dan lebih
banyak
mengenal
lingkungan,
sehingga
kemungkinan
mengalami
kegagalan lebih kecil. Perusahaan yang belum lama berdiri akan lebih sulit
34
untuk berkembang dibandingkan perusahaan yang telah lama berdiri
(Berlinger dan Robbins, 1986).
Menurut Syafi’i (2013:11) secara konsep teoritis bahwa usia
perusahaan (age) memiliki pengaruh yang positif terhadap struktur modal
perusahaan, sebab dengan usia dan pengalaman yang semakin panjang
akan memungkinkan bagi perusahaan untuk bisa memperoleh akses atas
sumber dana pinjaman yang lebih luas pula.
Demikian halnya dalam kemampuan akses untuk memperoleh
sumber pendanaan bagi perusahaan yang memiliki usia lebih lama akan
relatif lebih mudah dan lebih dipercaya daripada perusahaan yang baru
berdiri. Usia perusahaan dapat diukur dengan persamaan:
AGE = Ln (Tahun penelitian – Tahun berdiri perusahaan)
4. Firm Size
Menurut Brigham dan Houtson (2001:117) firm size atau ukuran
perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang
bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian. Dalam hal ini penjualan
lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh
jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil
daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita
kerugian.
Menurut Sebayang dan Putra (2013:5) ukuran perusahaan sering
dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu
35
perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang
lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini
akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk
memperoleh pinjaman atau dana eksternal.
Menurut Khotimah (2013:40) besar kecilnya ukuran perusahaan
akan berpengaruh pada struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan
bahwa pada perusahaan besar dapat membiayai investasinya dengan
mudah lewat pasar modal karena mempunyai tingkat pertumbuhan
penjualan yang tinggi dan kecilnya informasi asimetri yang terjadi.
Investor dapat memperoleh lebih banyak informasi dari perusahaan besar
jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Jadi, dengan diperolehnya
dana lewat pasar modal menjadikan proporsi utang menjadi semakin kecil
dalam struktur modalnya.Untuk itu perusahaan kecil mungkin menyukai
hutang jangka pendek karena biayanya yang lebih murah dan perusahaan
besar lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan untuk
menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula.
Dalam kajian teoritis serta beberapa penelitian sebelumnya
diperoleh bahwa firm size ini berpengaruh positif terhadap struktur modal
perusahaan, karena bagi perusahan berukuran besar akan semakin kecil
risiko kebangkrutannya, sehingga lebih mudah untuk mengakses perolehan
dana pinjaman. Selain tiu bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar
akan cenderung memiliki collateralized assets yang lebih besar pula
(Syafi’i, 2013:10)
36
Menurut Riyanto (2011:313) firm size atau ukuran perusahaan
adalah besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dilihat dari besarnya
nilai equity, nilai penjualan, atau nilai total aktiva. Dalam penelitian ini
sebagai rasio skala perusahaan digunakan natural log in dari total aktiva
perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini, penghitungan ukuran
perusahaan menggunakan total aktiva karena lebih stabil dibandingkan
dengan total penjualan. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut:
SIZE = Log (Total Asset)
5. Growth Asset
Menurut Westone dan Brigham (1994), suatu perusahaan yang
berada dalam industri yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi
harus menyediakan modal yang cukup untuk membelanjai perusahaan.
Perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung lebih banyak menggunakan
hutang dari pada perusahaan yang tumbuh secara lambat (Nugroho,
2006:29).
Rodoni dan Herni Ali (2010:147) mengatakan bahwa pertumbuhan
secara tidak langsung berpengaruh pada pendanaan ekuitas yang
signifikan, walaupun pada keadaan dimana biaya kebangkrutan rendah.
Jadi perusahaan dengan pertumbuhan tinggi akan memiliki debt ratio
(rasio hutang) yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
pertumbuhannya rendah. Pertumbuhan pada intinya adalah fitur dari dunia
nyata, sebagai hasilnya pendanaan dengan hutang tidak optimal.
37
Menurut
Khotimah
(2013:38)
pada
perusahaan
dengan
pertumbuhan aktiva yang tinggi akan lebih cenderung melakukan
pendanaan eksternal. Dan pada saat yang sama pula, perusahaan tersebut
akan lebih cenderung mengurangi keinginan untuk melakukan pendanaan
eksternal. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bisa positif atau
negatif antara pertumbuhan aktiva dengan struktur modal suatu
perusahaan.
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi,
sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal yang
rendah. Pertumbuhan aset perusahaan dalam penelitian ini dapat dihitung
dengan rumus:
GROWTH = TAt – TA t-1 / TA t-1
6. Business Risk
Menurut Ambarwati (2010:3) risiko bisnis dalam artian stand
alone risk adalah suatu fungsi dari ketidakpastian yang inheren didalam
proyeksi pengembalian atas modal yang diinvestasikan (return on invested
capital–ROIC) didalam sebuah perusahaan.
Brigham dan Houston (2001:14) mendefinisikan business risk
(risiko bisnis) yaitu sebagai ketidakpastian yang melekat dalam proyeksi
pengembalian aktiva (ROE) masa depan jika tidak menggunakan hutang,
38
merupakan satu-satunya determinan terpenting dari struktur modal
perusahaan.
Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor yaitu (Ambarwati,
2010:3):
a. Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk, maka
semakin rendah risiko bisnisnya, ceteris paribus.
b. Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produknya dijual di pasar
yang sangat tidak stabil akan terkena risiko bisnis lebih tinggi
dibandingkan dengan produk yang harganya stabil.
c. Variabilitas biaya input. Prusahaan yang menggunakan biaya input
sangat tidak pasti akan terkena risiko bisnis yang lebih tinggi.
d. Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perbahan pada
biaya input. Semakin besar kemampuan perusahaan melakukan
penyesuaian harga output
untuk mencerminkan kondisi biaya,
semakin rendah risiko bisnisnya.
e. Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu
yang tepat dan efektif dalam hal biaya. Semakin cepat produknya
semakin usang semakin tinggi risiko bisnis perusahaan.
f. Eksposur risiko asing. Semakin banyak laba operasi luar negeri maka
semakin tinggi risiko bisnisnya.
g. Komposisi biaya tetap: leverage operasi. Jika persahaan lebih banyak
menggunakan biaya tetap maka lebih tinggi terkena risiko bisnis
karena tidak bisa menurunkan biaya jika pernintaan produk menurun.
39
Menurut Brown dan Reilly (2009:57) dalam Seftianne dan
Handayani (2011:45), perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi
cenderung
menghindari
pendanaan
dengan
menggunakan
hutang
dibandingkan dengan perusahaan dengan risiko bisnis lebih rendah. Dunia
investasi mengenal risiko bisnis sebagai bagian dari risk premium yang
diartikan sebagai ketidakpastian aliran pendapatan yang disebabkan oleh
sifat alami dari bisnis itu sendiri seperti produk, pelanggan dan cara
penghasilan produknya. Perusahaan dengan cash flow yang sangat
fluktuatif akan menyadari bahwa peggunaan hutang yang penuh risiko
akan kurang menguntungkan dibanding dengan ekuitas, sehingga
perusahaan dipaksa menggunakan ekuitas untuk memenuhi pendanaan
perusahaan guna menghindari financial distress (Setiawan, 2006). Oleh
karena itu risiko bisnis mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.
Dalam penelitian ini business risk menggunakan rumus yang
dinyatakan sebagai berikut:
ROIC =
NOPAT
Modal
Di sini NOPAT (Net Operating Profit After Tax) adalah laba
operasional bersih setelah pajak, sedangkan modal adalah jumlah dari
hutang dan ekuitas biasa perusahaan. Jika sebuah perusahaan memiliki
hutang, maka pembayaran bunganya akan nol, modalnya akan sama
dengan ekuitas dan nilai ROIC-nya akan sama dengan pengembalian atas
ekuitas (ROE) (Ambarwati, 2010:4).
40
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis pengaruh
corporate governance terhadap struktur modal, di antaranya yaitu:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
1
2
Peneliti dan
Tahun
Vito Janitra
Kurniawan dan
Shiddiq Nur
Rahardjo
(2014)
Judul
Metode
Penelitian
Penelitian
Pengaruh
Regresi
antara Tata
Berganda
Kelola
Perusahaan
(Corporate
Governance)
Dengan
Struktur Modal
Perusahaan.
(Perusahaan
Manufaktur
yang Listing di
BEI Periode
2010-2012)
Husnul
Khotimah
(2013)
Analisis
Regresi
Pengaruh
Berganda
Profitabilitas,
Growth of
Asset, Struktur
Aktiva,
Ukuran
Perusahaan,
dan Likuiditas
Terhadap
Struktur Modal
(Studi Kasus
Pada
Perusahaan
Asuransi yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Tahun 20072010)
Hasil Penelitian
Variabel Ukuran
Dewan Komisaris dan
Kepemilikan
Konstitusional tidak
berpengaruh terhadap
Struktur Modal.
Variabel Kepemilikan
Manjerial dan Ukuran
Komite audit
berpengaruh signifikan
terhadap Struktur
Modal.
Variabel profitabilitas,
growth of asset, dan
likuiditas berpengaruh
terhadap struktur
modal.
Variabel ukuran
perusahaan dan struktur
aktiva tidak
berpengaruh terhadap
struktur modal.
41
No.
Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
3
Minda
Mauliana
Sebayang dan
Pasca Dwi
Putra (2013)
Pengaruh
Regresi
Karakteristik
Berganda
Perusahaan
Terhadap
Struktur Modal
(Studi Empiris
Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di BEI Periode
2006-2007)
Variabel Pertumbuhan
Perusahaan, Risiko
Bisnis, Ukuran
Perusahaan dan
Struktur Aktiva tidak
berpengaruh signifikan
terhadap Struktur
Modal.
Variabel Profitabilitas
berpengaruh signifikan
terhadap Struktur
Modal.
4
Muhammad
Syahril
Ferdiansya dan
Isnurhadi
(2013)
Faktor-Faktor
Regresi
yang
Berganda
Mempengaruhi
Struktur Modal
Pada
Perusahaan
Pertambangan
yang Terdaftar
di BEI Periode
2002-2011
Variabel Profitabilitas
tidak berpengaruh
terhadap Struktur
Modal.
Arus Kas Bebas, Risiko
Bisnis, dan Likuiditas
berpengaruh dan
signifikan terhadap
struktur modal.
5
Imam Syafi’i
(2013)
Karakteristik
Perusahaan
dan Struktur
Modal Pada
Perusahaan
Sektor
MakananMinuman.
(Perusahaan
yang Listing di
BEI Periode
2008-2012)
Variabel Size, Age, dan
Volatilitas Pendapatan
berpengaruh positif
terhadap terhadap
Kebijakan Struktur
Modal.
Variabel Profitabilitas
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
Kebijakan Struktur
Modal.
Regresi
Linier
Berganda
42
No.
Peneliti dan
Tahun
Judul
Penelitian
Metode
Penelitian
Regresi
Linier
Hasil Penelitian
6
Pornsit
Jiraporn
dkk.(2012)
Capital
Structure and
Corporate
Governance
Quality:
Evidence from
The
Institutional
Shareholder
Service (ISS)
7
Rajendran
Kajanantan
(2012)
Effect of
Regresi
Corporate
Berganda
Governance on
Capital
Structure:
Case of The
Srilankan
Listed
Companies
Variabel Board
Committee dan Board
Composition
berpengaruh dan
signifikan terhadap
Struktur Modal.
Variabel Ledership
Style, Board Size, dan
Board Meeting tidak
memiliki pengaruh
terhadap Struktur
Modal.
8
Andi Setiawan
(2010)
Analisis
Pengaruh
Profit, Growth,
dan Asset
Structure
Terhadap
Struktur
Modal.
(Perusahaan
LQ45 Periode
2006-2008)
Variabel Profit memliki
pengaruh signifikan
terhadap Struktur
Modal.
Variabel Asset
Structure memiliki
pengaruh terhadap
Struktur Modal.
Variabel Growth tidak
berpengaruh terhadap
Struktur Modal.
Regresi
Berganda
Variabel Kualitas
Corporate Governance
memiliki hubungan
negatif dan signifikan
tarhadap Stuktur
Modal.
43
No.
9
Peneliti dan
Tahun
Asih Suko
Nugroho
(2006)
Judul
Penelitian
Metode
Penelitian
Analisis
Regresi
Faktor-Faktor
Berganda
yang
Mempengaruhi
Struktur Modal
Perusahaan
Properti yang
Go Public Di
BEJ Untuk
Periode 19942004
Hasil Penelitian
Variabel Operating
Leverage berperngaruh
signifikan negatif
terhadap Struktur
Modal.
Variabel Likuiditas
berpengaruh signifikan
positif terhadap
Struktur Modal.
Variabel Struktur
Aktifa tidak
berpengaruh terhadap
variabel Struktur
Modal.
Variabel Growth
berpengaruh signifikan
positif terhadap
Struktur Modal.
Variabel Price Earning
Ratio berpengaruh
signifikan positif
terhadap Struktur
Modal.
Variabel Profitabilitas
berpengaruh signifikan
negatif terhadap
Struktur Modal.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran menjelaskan tentang permasalahan yang akan
diteliti serta hubungan logis antar variabel-variabel dalam penelitian. Kerangka
utama dalam penelitian ini adalah penerapan corporate governance, firm age,
firm size, growth asset dan business risk sebagai variabel independen dan
struktur modal sebagai variabel dependen.
44
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Perusahaan Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI (2009-2013)
Variabel Independen:
X1: Penerapan Corporate Governance (CGPI)
X2: Firm Age (AGE)
X3: Firm Size (SIZE)
X4: Growth Asset (GROWTH)
X5: Business Risk (RISK)
Variabel Dependen:
Y: Struktur Modal (DER)
Uji Statistik Deskriptif
Uji Asumsi Klasik:
a. Uji Normalitas
b. Uji Multikolinieritas
c. Uji Heteroskedastisitas
d. Uji Autokorelasi
Uji Hipotesis:
a. Uji t (Parsial)
b. Uji F (Simutan)
c. Uji R2 (Koefisien Determinasi)
Analisis Regresi Linier Berganda
Interpretasi Hasil Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
45
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang di
rumuskan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Corporate Governance (CGPI) memiliki pengaruh signifikan
secara parsial terhadap Struktur Modal (DER).
2. Firm Age (AGE) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap
Struktur Modal (DER).
3. Firm Size (SIZE) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap
Struktur Modal (DER).
4. Growth Asset (GROWTH) memiliki pengaruh signifikan secara parsial
terhadap Struktur Modal (DER).
5. Business Risk (RISK) memiliki pengaruh signifikan secara parsial terhadap
Struktur Modal (DER).
6. Penerapan Corporate Governance (CGPI), Firm Age (AGE), Firm Size
(SIZE), Growth Asset (GROWTH) dan Business Risk (RISK) memiliki
pengaruh signifikan secara simultan terhadap Struktur Modal (DER).
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh penerapan corporate
governance (CGPI), firm age (usia perusahaan), firm size (ukuran perusahaan),
growth asset (pertumbuhaan aktiva perusahaan), dan business risk (risiko
bisnis) terhadap struktur modal. Dengan studi kasus pada perusahaan yang
tercatat di The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2009-2013. Data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa laporan hasil riset
yang diadakan oleh IICG yang penulis peroleh dari pihak IICG dan laporan
keuangan perusahaan yang dipublikasikan oleh BEI melalui situs resminya
www.idx.co.id.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah keseluruhan individu atau objek tertentu atau ukuran
yang diperoleh dari semua individu atau objek tertentu (Lind et.al., 2007:7).
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di The
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI), pada periode 2010-2014. Populasi tersebut dipilih
karena perusahaan yang tercatat tersebut merupakan perusahaan yang telah
mengikuti riset mengenai corporate governance serta perusahaan tersebut telah
terdaftar di BEI sehingga data keuangan perusahaan tersebut telah
47
dipublikasikan sehingga penulis dapat memperoleh data yang dibutuhkan untuk
penelitian.
Sampel adalah bagian dari suatu populasi tertentu yang menjadi
perhatian (Lind et.al., 2007:7). Dalam penelitian ini menggunakan metode
penarikan sampel dengan cara purposive sampling. Purposive sampling adalah
penarikan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut
didasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian. Penentuan kriteria sampel
diperlukan untuk menghindari adanya kesalahan dalam penentuan sampel
penelitian yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap hasil analisis. Adapun
kriteria penarikan sampel yang digunakan peneliti yaitu sebagai berikut:
1. Perusahaan telah tercatat di The Indonesian Institute for Corporate
Governance selama periode penelitian 2009-2013.
2. Perusahaan telah tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode
penelitian 2009-2013.
3. Perusahaan memiliki kelengkapan data laporan keuangan selama
periode penelitian 2009-2013.
Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, maka jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu berjumlah 8 perusahaan. Keterangan
dalam proses pengambilan sampel penelitian dapat dijelaskan pada tabel 3.1
berikut ini:
48
Tabel 3.1
Proses Pengambilan Sampel
Keterangan
Jumlah Perusahaan
Perusahaan yang tercatat di IICG selama
11
periode penelitian 2009-2013
Perusahaan yang terdaftar di BEI selama
periode penelitian 2009-2013
Perusahaan yang memenuhi kriteria sampel
penelitian
9
8
Perusahaan yang termasuk dalam sampel penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2
Sampel Penelitian
No.
Nama Perusahaan
Kode
1
PT Aneka Tambang Tbk.
ANTM
2
PT Bank Mandiri Tbk.
BMRI
3
PT Bank Negara Indonesia Tbk.
BBNI
4
PT Bukit Asam Tbk.
PTBA
5
PT Garuda Indonesia Tbk.
GIAA
6
PT Jasa Marga Tbk.
JSMR
7
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
TLKM
8
PT Timah Tbk.
TINS
C. Metode Pengumpulan Data
Data merupakan sesuatu yang mewakilkan objek dan peristiwa yang
memiliki arti serta sangat penting bagi pemakai. Dalam penelitian ini jenis data
yang digunakan yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang
49
dinyatakan dalam bentuk angka. Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu:
1. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung dari
sumbernya karena data ini biasanya telah dikumpulkan oleh suatu lembaga
pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat. Pengumpulan data
untuk penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi. Teknik
dokumentasi merupakan teknik yang dilakukan dengan mengumpulkan
data-data tentang perusahaan yang menjadi sampel penelitian melalui
fasilitas internet dengan mengakses situs-situs resmi perusahaan serta
informasi dari media massa lainnya. Data sekunder laporan keuangan
masing-masing
perusahaan
dapat
diakses
melalui
website
www.finance.yahoo.co.id dan www.idx.co.id. Sedangkan untuk data
sekunder indeks penerapan corporate governance diperoleh dari lembaga
IICG dengan menghubunginya secara langsung untuk memperoleh data
yang dimaksud.
2. Riset Kepustakaan (Library)
Penelitian ini juga menggunakan metode pengumpulan data dari
kepustakaan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan bahan kepustakaan
terutama teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini yang bisa bersumber
dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang terkait.
50
D. Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Uji Statistik Deskriptif
Menurut Ghozali (2011:19) statistik deskriptif memberikan
gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan
skewness (kemencengan distribusi).
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2011:160) uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau
residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan
F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu:
1) Analisis grafik merupakan salah satu cara termudah untuk melihat
normalitas residual yaitu dengan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan
ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal.
Jika
distribusi
data
residual
normal,
maka
garis
yang
51
menggambarkan data sesungguhnya akan
mengikuti garis
diagonalnya.
2) Analisis statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas
residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov
(K-S). Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dilakukan dengan membuat
hipotesis sebagai berikut:
Ho : Data residual berdistribusi normal
Ha : Data residual tidak berdistribusi normal
Apabila nilai asymptotic significant value lebih kecil dari nilai
signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho ditolak atau data
tidak berdistribusi normal, sedangkan apabila nilai asymptotic
significant value lebih besar dari nilai signifikasi yang ditentukan
(α = 0,05) maka Ho diterima atau data berdistribusi normal.
b. Uji Multikolonieritas
Menurut Ghozali (2011:105) uji multikolonieritas bertujuan
untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai
korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi
adalah sebagai berikut:
52
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika
antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi
(umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel
independen
tidak
berarti
bebas
dari
multikolonieritas.
Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi
dua atau lebih variabel independen.
3) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan
lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan
oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana
setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan
diregres
terhadap
vatiabel
independen
lainnya.
Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF =
1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance ≤ 0,10 atau sama
dengan nilai VIF ≥ 10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat
kolonieritas yang masih dapat ditolerir. Sebagai misal nilai
tolerance = 0,10 sama dengan tingkat kolonieritas 0,95. Walaupun
53
multikolonieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF,
tetapi kita masih tetap tidak mengetahui variabel-variabel
independen mana sajakah yang saling berkorelasi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitasdan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2011:139).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dan salah satu caranya yaitu dengan melihat Grafik
Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y
sesungguhnya) yang telah di-studentized.
Dengan dasar analisis yaitu:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian
menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas.
54
2) Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas
dan
di
bawah
0
pada
sumbu
Y,
maka
tidak
terjadi
heteroskedastisitas.
Menurut Ghozali (2011:142) analisis dengan grafik plot
memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah
pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah
pengamatan semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh
sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin
keakuratan hasil. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk
menguji heteroskedastisitas adalah dengan Uji Glejser. Uji Glejser
dilakukan dengan cara meregresikan antara nilai absolut residual
terhadap variabel independen. Jika nilai signifikansi antara nilai
absolut residual terhadap variabel independen lebih dari nilai
sigifikansi yang digunakan maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi,
maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual
(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi (Ghozali, 2011:110).
55
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada
atau tidaknya autokorelasi yaitu:
1) Uji Durbin-Watson (DW)
Menurut Ghozali (2011:111) uji Durbin Watson hanya
digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan
adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada
variabel lag diantara variabel independen. Pengambilan keputusan
pada uji Durbin Watson diperlihatkan pada tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3
Analisis Durbin-Watson
Hipotesis Nol
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada autokorelasi, positif
atau negatif
Sumber: Ghozali (2011:111)
Keputusan
Tolak
No decision
Tolak
No decision
Tidak ditolak
Jika
0 < d < dl
dl ≤ d ≤ du
4-dl < d < 4
4-du ≤ d ≤ 4-dl
du < d < 4-du
Untuk mendeteksi autokorelasi dapat juga menggunakan uji
statistik non-parametrik Run Test. Menurut Ghozali (2011:120) Run
Test digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat
korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan
korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random.
Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara
random atau tidak (sistematis). Dengan hipotesisnya yaitu:
Ho : residual (res_1) random (acak)
Ha : residual (res_1) tidak random
56
Apabila nilai asymptotic significant value lebih kecil dari
nilai signifikasi yang ditentukan (α = 0,05) maka Ho ditolak atau
data residual tidak random, sedangkan apabila nilai asymptotic
significant value lebih besar dari nilai signifikasi yang ditentukan (α
= 0,05) maka Ho diterima atau data residual acak (random).
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji t (Uji Signifikansi Parsial)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas/ independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:98).
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh
pengaruh penerapan corporate governance, age, size, growth, dan
risk secara individual dalam menerangkan variasi struktur modal.
Penelitian ini juga dilakukan untuk mecari pengaruh paling
besar di antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap variabel
dependen dapat dilihat dari tabel Coefficients, pada kolom
Standardized Coefficients dengan nilai tertinggi.
Uji t dapat dilakukan dengan mengamati nilai signifikansi t.
Apabila tingkat signifikansi dari t hitung < tingkat signifikansi yang
ditentukan (α = 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang
hendak diuji adalah sebagai berikut:
57
1) Ho : b1 = 0; penerapan corporate governance tidak memiliki
pengaruh secara parsial terhadap struktur modal.
Ha : b1 ≠ 0; penerapan corporate governance memiliki pengaruh
secara parsial terhadap struktur modal.
2) Ho : b2 = 0; age tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap
struktur modal.
Ha : b2 ≠ 0; age memiliki pengaruh secara parsial terhadap
struktur modal.
3) Ho : b3 = 0; growth tidak memiliki pengaruh secara parsial
terhadap struktur modal.
Ha : b3 ≠ 0; growth memiliki pengaruh secara parsial terhadap
struktur modal.
4) Ho : b4 = 0; size tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap
struktur modal.
Ha : b4 ≠ 0; size memiliki pengaruh secara parsial terhadap
struktur modal.
5) Ho : b4 = 0; risk tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap
struktur modal.
Ha : b4 ≠ 0; risk memiliki pengaruh secara parsial terhadap
struktur modal.
b. Uji F (Uji Signifikansi Simultan)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
58
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen/terikat (Ghozali, 2011:98).
Uji statistik F ini dilakukan untuk menunjukkan apakah
penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk secara
simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap struktur
modal. Uji F dapat dilakukan dengan mengamati nilai signifikansi
F. Apabila tingkat signifikansi dari F hitung < tingkat signifikansi
yang ditentukan (α = 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) yang
hendak diuji adalah sebagai berikut:
Ho : b1, b2, b3, b4, b5 = 0;
penerapan
corporate
governance,
age, growth, size dan risk tidak
memiliki pengaruh secara simultan
terhadap struktur modal.
Ha : b1, b2, b3, b4, b5 ≠ 0;
penerapan
corporate
governance,
age, growth, size dan risk memiliki
pengaruh secara simultan terhadap
struktur modal.
c. Uji R2 (Koefisien Determinasi)
Menurut Ghozali (2011:97) koefisien determinasi (R2) pada
intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan
variasi
variabel
dependen.
Nilai
koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
59
variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi
adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan
ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka
R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh
karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai
Adjusted R2. Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,
2011:97).
4. Uji Regresi Linier Berganda
Uji regresi linier berganda yaitu untuk mengetahui pengaruh dari
variabel independen (X1, X2, X3, X4, dan X5) terhadap variabel dependen
(Y). Dalam penelitian ini, analisis regresi linier berganda digunakan untuk
mengetahui seberapa kuat pengaruh penerapan corporate governance, age,
size, growth, dan risk terhadap struktur modal. Bentuk persamaannya
adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
60
Keterangan:
Y
= Variabel dependen (Struktur Modal)
a
= Konstanta
b1-b5
= Koefisien regresi
X1
= Variabel Independen 1 (CGPI)
X2
= Variabel Independen 2 (Age)
X3
= Variabel Independen 3 (Size)
X4
= Variabel Independen 4 (Growth)
X5
= Variabel Independen 5 (Risk)
e
= Faktor Error
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
struktur modal (DER). Struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan
Debt to Equity Ratio (DER) dikarenakan DER mencerminkan besarnya
proporsi antara total hutang dan total modal sendiri. Semakin tinggi nilai
DER menunjukkan komposisi total hutang semakin besar dibanding
dengan total modal sendiri. Rumus yang dipakai dalam penelitian ini
yaitu:
DER =
61
2. Variabel independen (bebas)
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penerapan corporate governance (CGPI), firm age (age), firm size (size),
growth asset (growth), dan business risk (risk).
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu:
a. Penerapan Corporate Governance (CGPI)
Variabel penerapan corporate governance ini diperoleh
langsung bersumber dari The Indonesia Institute for Corporate
Governance (IICG) yaitu lembaga yang rutin melakukan riset
mengenai penerapan Corporate Governance dengan hasilnya berupa
angka-angka indeks dari sejumlah perusahaan yang bersedia
mengikuti riset dari IICG tersebut, dengan data yang didapat yaitu
CGPI (Corporate Governance Perception Index). IICG memiliki buku
laporan hasil riset dan pemeringkatan dari setiap tahunnya mengenai
perusahaan yang bersedia mengikuti riset tersebut dengan sejumlah
aspek yang menjadi penilaian yang dilakukan oleh IICG.
b. Firm Age (AGE)
Secara konsep teoritis bahwa firm age atau memiliki pengaruh
yang positif terhadap struktur modal perusahaan, sebab dengan usia
dan pengalaman yang semakin panjang akan memungkin bagi
perusahaan untuk bisa memperoleh akses atas sumber dana pinjaman
yang lebih luas pula. Usia perusahaan dapat diukur dengan persamaan:
AGE = Ln (Tahun penelitian – Tahun berdiri perusahaan)
62
c. Firm Size (SIZE)
Firm size atau ukuran perusahaan merupakan proksi dari
probabilitas kebangkrutan perusahaan. Dalam kajian teoritis serta
beberapa penelitian sebelumnya diperoleh bahwa size ini berpengaruh
positif terhadap struktur modal perusahaan, karena bagi perusahan
berukuran besar akan semakin kecil risiko kebangkrutannya, sehingga
lebih mudah untuk mengakses perolehan dana pinjaman. Selain tiu
bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar akan cenderung memiliki
collateralized assets
yang
lebih
besar
pula.
Adapun rumus
perhitungannya adalah sebagai berikut:
SIZE = Log (Total Asset)
d. Growth Asset (GROWTH)
Tingkat
pertumbuhan perusahaan dapat
diukur
dengan
beberapa variabel seperti Price/Earning Ratio, Price/Cash flow Ratio,
Market/Book Ratio, dan Tobin’s q. Tingkat pertumbuhan suatu
perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa jauh perusahaan akan
menggunakan utang sebagai sumber pendanaannya dalam upaya
peningkatan produktivitas usahanya.
Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi
cenderung membutuhkan sumber dana ekstern yang lebih besar,
biasanya dalam bentuk penerbitan surat utang. Hal ini disebabkan
karena penerbitan surat utang biayanya relativ lebih rendah daripada
63
emisi saham baru dengan biaya yang jauh lebih besar. Pertumbuhan
perusahaan dalam penelitian ini dapat dihitung dengan rumus:
GROWTH = TAt – TA t-1 / TA t-1
e. Business Risk (RISK)
Jika suatu perusahaan memiliki risiko bisnis yang kecil apabila
perusahaan menghadapi permintaan produk yang stabil, harga-harga
input dan produknya yang relatif konstan, harga produknya dapat
segera disesuaikan dengan kenaikan biaya, dan sebagian besar
biayanya bersifat variabel sehingga apabila permintaan menurun maka
biaya operasional juga menurun. Business risk pada penelitian ini
menggunakan rumus sebagai berikut:
ROIC =
NOPAT
Modal
64
BAB IV
ANALISIS DAN PEBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan dan analisis
data yang berhubungan anatara variabel dependen dengan variabel
independen.
Variabel
independen
meliputi
penerapan
corporate
governance dalam bentuk GCPI (Good Corporate Perspective Index), age,
size, growth, dan risk. Sedangkan untuk variabel dependennya yaitu
struktur modal yang diukur dengan DER. Dalam bab ini juga akan dibahas
mengenai pengumpulan data analisis deskriptif, pengujian hipotesis, dan
pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan
menggunakan aplikasi program SPSS 22.0. Analisis regresi linier
berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu
variabel independen/ bebas (X) yang dalam penelitian ini yaitu penerapan
corporate governance dalam bentuk GCPI (Good Corporate Perspective
Index), age, size, growth, dan risk, terhadap variabel dependen/ terikat (Y)
yaitu struktur modal yang diukur dengan DER.
Objek penelitian ini menggunakan sampel perusahaan dari The
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan termasuk juga
ke dalam perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia). IICG
berdiri pada tanggal 2 Juni 2000 atas prakarsa Masyarakat Transparansi
65
Indonesia (MTI), praktisi dan profesional, serta tokoh masyarakat yang
memiliki visi dan kepedulian terhadap masa depan Indonesia yang lebih
baik. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan
perusahaan periode 2009-2013. Data ini diperoleh dari IICG dan melalui
situs resmi BEI yaitu www.idx.co.id.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaanperusahaan yang masuk dalam daftar IICG selama periode penelitian
2009-2013, dan perusahaan tersebut juga termasuk dalam daftar BEI, yaitu
terdapat 11 perusahaan. Dari keseluruhan populasi, dilakukan teknik
pengambilan sampel purposive sampling dengan menyeleksi perusahaan
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Dan
berdasarkan teknik pengambilan sampel maka diperoleh 8 perusahaan
yang layak dijadikan sampel dalam penelitian ini.
2. Profil Perusahaan yang Menjadi Objek Penelitian
a. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)
PT Aneka Tambang Tbk didirikan dengan nama "Perusahaan
Negara (PN) Aneka Tambang" tanggal 05 Juli 1968 dan mulai
beroperasi secara komersial pada tanggal 5 Juli 1968. Kantor pusat
ANTM berlokasi di Gedung Aneka Tambang, Jl. Letjen T.B.
Simatupang No. 1, Lingkar Selatan, Tanjung Barat, Jakarta, Indonesia.
Pemegang saham pengendali Aneka Tambang (Persero) Tbk
adalah Pemerintah Republik Indonesia, dengan memiliki 1 Saham
Preferen (Saham Seri A Dwiwarna) dan 65% di saham Seri B.
66
Pada tanggal 27 Nopember 1997, ANTM memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran
Umum Perdana Saham ANTM (IPO) kepada masyarakat sebanyak
430.769.000 saham (Seri B) dengan nilai nominal Rp500,- per saham
dan Harga Penawaran Perdana sebesar Rp1.400,- per saham. Sahamsaham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tanggal 27 Nopember 1997.
b. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)
PT Bank Mandiri Tbk didirikan 02 Oktober 1998 dan mulai
beroperasi pada tanggal 1 Agustus 1999. Kantor pusat Bank Mandiri
berkedudukan di Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 36 – 38 Jakarta Selatan.
Saat ini, Bank Mandiri mempunyai 12 kantor wilayah domestik, 74
kantor area, dan 1.080 kantor cabang pembantu, 897 kantor mandiri
mitra usaha, 261 kantor kas dan 6 cabang luar negeri yang berlokasi di
Cayman Islands, Singapura, Hong Kong, Dili Timor Leste, Dili Timor
Plaza dan Shanghai (Republik Rakyat Cina).
Bank Mandiri didirikan melalui penggabungan usaha PT Bank
Bumi Daya (Persero) (“BBD”), PT Bank Dagang Negara (Persero)
(“BDN”), PT Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero) (“Bank Exim”)
dan PT Bank Pembangunan Indonesia (Persero) (“Bapindo”).
Pemegang saham pengendali Bank Mandiri adalah Negara Republik
Indonesia, dengan persentase kepemilikan sebesar 60%.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan BMRI adalah melakukan usaha di bidang perbankan.
67
Pada tanggal 23 Juni 2003, BMRI memperoleh pernyataan
efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan Penawaran Umum
Perdana
Saham
BMRI
(IPO)
kepada
masyarakat
sebanyak
4.000.000.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp500,- per saham
dengan harga penawaran Rp675,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 14 Juli 2003.
c. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)
PT Bank Negara Indonesia Tbk didirikan 05 Juli 1946 di
Indonesia sebagai Bank Sentral. Pada tahun 1968, BNI ditetapkan
menjadi “Bank Negara Indonesia 1946”, dan statusnya menjadi Bank
Umum Milik Negara. Kantor pusat BNI berlokasi di Jl. Jend.
Sudirman Kav. 1, Jakarta.
Saat ini Bank BNI memiliki 168 kantor cabang, 912 cabang
pembantu domestik serta 644 outlet lainnya. Selain itu, jaringan BNI
juga meliputi 4 kantor cabang luar negeri yaitu Singapura, Hong Kong,
Tokyo dan London serta 1 kantor perwakilan di New York.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan Bank BNI adalah melakukan usaha di bidang perbankan
(termasuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah). Selain itu,
Bank BNI juga menjalankan kegiatan usaha melalui anak usahanya,
antara lain PT BNI Life Insuranse (Asuransi Jiwa) (kepemilikan 60%),
PT BNI Multifinance (pembiayaan) (kepemilikan 99,98%), PT BNI
Securities (Sekuritas) (kepemilikan 75%), BNI Remittance Ltd. (jasa
68
keuangan) (kepemilikan 100%) dan PT Bank BNI Syariah (perbankan)
(kepemilikan 99,90%).
Pada tanggal 28 Oktober 1996, BBNI memperoleh pernyataan
efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana
Saham BBNI (IPO) Seri B kepada masyarakat sebanyak 1.085.032.000
dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga penawaran
Rp850,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tanggal 25 November 1996.
d. PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk atau disingkat menjadi
Bukit Asam Tbk didirikan tanggal 02 Maret 1981. Kantor pusat PTBA
terletak di Menara Kadin Indonesia Lt. 9 & 15. Jln. H.R. Rasuna Said
X-5, Kav. 2-3, Jakarta 12950.
Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Bukit
Asam (Persero) Tbk adalah Negara Republik Indonesia, dengan
persentase kepemilikan sebesar 65,017%. Pada tahun 1993, Bukit
Asam (Persero) Tbk ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia untuk
mengembangkan Satuan Kerja Pengusahaan Briket.
Pada tanggal 03 Desember 2002, PTBA memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran
Umum Perdana Saham PTBA (IPO) kepada masyarakat sebanyak
346.500.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan harga
penawaran Rp575,- per saham disertai Waran Seri I sebanyak
69
173.250.000. Saham dan Waran Seri I tersebut dicatatkan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 23 Desember 2002.
e. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)
PT Garuda Indonesia Tbk didirikan tanggal 31 Maret 1950 dan
mulai beroperasi komersial pada tahun 1950. Kantor pusat Garuda
beralamat di Jl. Kebon Sirih No. 44, Jakarta.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan GIAA terutama adalah sebagai berikut:
ï‚·
Angkutan udara niaga berjadwal untuk penumpang, barang dan
pos dalam negeri dan luar negeri;
ï‚·
Angkutan udara niaga tidak berjadwal untuk penumpang,
barang dan pos dalam negeri dan luar negeri;
ï‚·
Reparasi dan pemeliharaan pesawat udara, baik untuk
keperluan sendiri maupun untuk pihak ketiga;
ï‚·
Jasa penunjang operasional angkutan udara niaga, meliputi
catering dan ground handling baik untuk keperluan sendiri
maupun untuk pihak ketiga;
ï‚·
Jasa layanan sistem informasi yang berkaitan dengan industri
penerbangan, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk
pihak ketiga;
ï‚·
Jasa layanan konsultasi yang berkaitan dengan industri
penerbangan;
70
ï‚·
Jasa layanan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan
industri penerbangan, baik untuk keperluan sendiri maupun
untuk pihak ketiga;
ï‚·
Jasa layanan kesehatan personil penerbangan, baik untuk
keperluan sendiri maupun pihak ketiga.
f. PT Jasa Marga Tbk (JSMR)
PT Jasa Marga Tbk didirikan tanggal 01 Maret 1978 dan
memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1978. Kantor pusat
JSMR beralamat di Plaza Tol Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta
13550.
Pemegang saham mayoritas Jasa Marga adalah Negara
Republik Indonesia, dengan persentase kepemilikan sebesar 70,00%.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan JSMR adalah turut serta melaksanakan dan menunjang
kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan nasional pada umumnya, khususnya pembangunan
dibidang pengusahaan jalan tol dengan sarana penunjangnya dengan
menerapkan prinsip-prinsip perusahaan terbatas. Saat ini, Jasa Marga
mengoperasikan 26 ruas jalan tol yang dikelola oleh 9 Kantor Cabang.
Selain itu, Jasa Marga juga menjalankan usaha lain melalui
cabang (pengelolaan rest area di jalan tol dan SPBU; penyelenggara
pelatihan dan pengembangan SDM) dan anak usaha (melalui PT Jasa
Layanan
Pemeliharaan
menjalankan
usaha
jasa
konstruksi,
71
perdagangan dan persewaan kendaraan; dan PT Jasamarga Properti
menjalankan usaha pembangunan, penjualan dan jasa properti).
Pada tanggal 01 Nopember 2007, JSMR memperoleh
pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran
Umum Perdana Saham JSMR (IPO) kepada masyarakat sebanyak
2.040.000.000 saham Seri B dengan nilai nominal Rp500,- per saham
dengan harga penawaran Rp1.700,- per saham. Saham-saham tersebut
dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 12
Nopember 2007.
g. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk / (Telkom) pada mulanya
merupakan bagian dari “Post en Telegraafdienst”, yang didirikan pada
tahun 1884. Pada tahun 1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
25 tahun 1991, status Telkom diubah menjadi perseroan terbatas milik
negara (“Persero”). Kantor pusat Telkom berlokasi di Jalan Japati No.
1, Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan Telkom adalah menyelenggarakan jaringan dan jasa
telekomunikasi,
informatika,
serta
optimalisasi
sumber
daya
perusahaan, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, TLKM
menjalankan kegiatan yang meliputi: (a) Usaha Utama: Merencanakan,
membangun,
menyediakan,
mengembangkan,
mengoperasikan,
memasarkan atau menjual, menyewakan, dan memelihara jaringan
72
telekomunikasi dan informatika (b) Usaha Penunjang: 1).Menyediakan
jasa transaksi pembayaran dan pengiriman uang melalui jaringan
telekomunikasi dan informatika. 2).Menjalankan kegiatan dan usaha
lain dalam rangka optimalisasi sumber daya yang dimiliki Perusahaan,
yang antara lain meliputi pemanfaatan aktiva tetap dan aktiva
bergerak, fasilitas sistem informasi, fasilitas pendidikan dan pelatihan,
dan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan.
Jumlah saham TLKM sesaat sebelum penawaran umum
perdana (Initial Public Offering atau IPO) adalah 8.400.000.000, yang
terdiri dari 8.399.999.999 saham Seri B dan 1 saham Seri A Dwiwarna
yang seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pada
tanggal 14 November 1995, Pemerintah menjual saham Telkom yang
terdiri dari 933.333.000 saham baru Seri B dan 233.334.000 saham
Seri B milik Pemerintah kepada masyarakat melalui IPO di Bursa Efek
Indonesia (“BEI”) (dahulu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya), dan penawaran dan pencatatan di Bursa Efek New York
(“NYSE”) dan Bursa Efek London (“LSE”) atas 700.000.000 saham
Seri B milik Pemerintah dalam bentuk American Depositary Shares
(“ADS”). Terdapat 35.000.000 ADS dan masing-masing ADS
mewakili 20 saham Seri B pada saat itu.
h. PT Timah Tbk (TINS)
PT Timah Tbk didirikan pada tanggal 02 Agustus 1976. TINS
berdomisili di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung dan kantor
pusat terletak di Jl. Medan Merdeka Timur No.15 Jakarta 10110 serta
73
memiliki wilayah operasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
Provinsi Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara serta Cilegon,
Banten. Pemegang saham utama / pengendali TINS adalah Pemerintah
Republik Indonesia.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup
kegiatan
TINS
meliputi
bidang
pertambangan,
perindustrian,
perdagangan, pengangkutan, dan jasa. Kegiatan utama TINS adalah
sebagai
perusahaan
induk
yang
melakukan
kegiatan
operasi
penambangan timah dan melakukan jasa pemasaran kepada kelompok
usaha.
Pada tanggal 27 September 1995, TINS
memperoleh
persetujuan dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum
Perdana Saham TINS sebanyak 176.155.000 saham Seri B dan Global
Depositary Receipts (GDR) milik Perusahaan. Terhitung mulai tanggal
12 Oktober 2006, Perusahaan melakukan penghentian pencatatan atas
GDR milik Perusahaan di Bursa Saham London. Penghentian
pencatatan tersebut dilakukan mengingat jumlah GDR yang beredar
semakin kecil dan tidak likuid.
B. Analisis Uji Statistik Deskriptif
Pada bagian ini akan dideskripsikan dari data masing-masing variabel
yang menampilkan karakteristik dari sampel yang digunakan dalam penelitian
ini. Karakteristik sampel tersebut meliputi: nilai rata-rata sampel, nilai
maksimum, dan nilai minimum untuk masing-masing variabel. Deskripsi
74
dalam penelitian ini meliputi 6 variabel, yaitu struktur modal (DER),
penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size (SIZE),
growth asset (GROWTH) dan business risk (RISK). Adapun perhitungan data
variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Struktur Modal (DER)
Debt Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur struktur modal yang digunakan perusahaan, karena struktur
modal tersebut merupakan kombinasi dari hutang dan ekuitas yang
digunakan untuk mendanai proyek perusahaan. DER terdiri dari total
asset/total equity, dimana jika nilai DER bernilai lebih dari satu maka
perusahaan memiliki jumlah hutang yang lebih besar dari pada modal
sendiri.
Tabel 4.1
Deskripsi Rata-rata DER
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
0,21
0,28
0,41
0,54
0,71
2
BMRI
10,24
9,81
7,81
7,31
7,26
3
BBNI
10,88
6,50
6,92
6,66
7,11
4
PTBA
0,40
0,36
0,41
0,50
0,55
5
GIAA
3,60
2,95
1,39
1,26
1,64
6
JSMR
1,17
1,37
1,32
1,53
1,61
7
TLKM
1,22
0,98
0,69
0,66
0,83
8
TINS
0,42
0,40
0,43
0,34
0,61
Rata-rata
3,52
2,83
2,42
2,35
2,54
Maksimum
10,88
9,81
7,81
7,31
7,26
Minimum
Sumber: Data diolah
0,21
0,28
0,41
0,34
0,55
75
Berdasarkan data hasil DER dari masing-masing perusahaan pada
tabel 4.1, diketahui rata-rata tingkat DER pada tahun 2009 sebesar 3,52.
Untuk tingkat DER maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank
Negara Indonesia Tbk sebesar 10,88 sedangkan untuk tingkat DER
minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar
0,21. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat DER adalah 2,83. Untuk tingkat
DER maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk
sebesar 9,81 sedangkan untuk tingkat DER minimum pada tahun 2010
dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 0,28. Pada tahun 2011 ratarata tingkat DER adalah 2,42. Untuk tingkat DER maksimum pada tahun
2011 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 7,81 sedangkan untuk
tingkat DER minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Aneka Tambang
Tbk sebesar 0,41. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat DER adalah 2,35.
Untuk tingkat DER maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank
Mandiri Tbk sebesar 7,31 sedangkan untuk tingkat DER minimum pada
tahun 2012 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 0,34. Pada tahun 2013
rata-rata tingkat DER adalah 2,54. Untuk tingkat DER maksimum pada
tahun 2013 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 7,26 sedangkan
untuk tingkat DER minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bukit
Asam Tbk sebesar 0,55.
Tingkat
DER
perusahaan
pada
tahun
2009-2013
banyak
perusahaan yang memiliki nilai diatas satu, ini berarti menandakan banyak
perusahaan yang lebih memilih modal dengan berhutang dibandingkan
dengan modal sendiri, hal ini dikarenakan hutang akan menurunkan
76
tingkat pembayaran pajak pada perusahaan tersebut sehingga lebih banyak
menghasilkan keuntungan dengan berkurangnya pajak yang dibayarkan
perusahaan.
2. Penerapan Corporate Governance (CGPI)
Corporate Governance Perception Index (CGPI) yaitu program
riset dan pemeringkatan penerapan good corporate governance (GCG)
pada perusahaan-perusahaan di Indonesia melalui perancangan riset yang
mendorong
perusahaan
meningkatkan
kualitas
penerapan
konsep
corporate governance dengan melaksanakan evaluasi dan benchmarking
sebagai
upaya
perbaikan
yang
berkesinambungan
(continuous
improvement). CGPI telah diselenggarakan oleh IICG bekerjasama dengan
Majalah SWA sebagai program rutin tahunan sejak tahun 2001 sebagai
bentuk penghargaan terhadap inisiatif dan hasil upaya perusahaan dalam
mewujudkan bisnis yang beretika dan bermartabat. Kepesertaan CGPI
bersifat sukarela dan melibatkan peran aktif perusahaan bersama seluruh
stakeholders dalam memenuhi tahapan pelaksanaan program CGPI, dan
hal tersebut menunjukkan komitmen bersama dalam memasyarakatkan
GCG, karena program CGPI berupaya mendorong dan menuntut
perusahaan peserta untuk melakukan perbaikan atau peningkatan praktik
GCG di lingkungannya (IICG, 2014:3).
77
Tabel 4.2
Deskripsi Rata-rata CGPI
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
85,99
86,15
86,55
88,71
88,92
2
BMRI
91,67
91,81
91,91
91,88
92,36
3
BBNI
84,58
85,35
85,75
86,07
87,19
4
PTBA
84,11
84,33
82,55
83,80
84,09
5
GIAA
85,26
85,82
85,84
85,93
85,40
6
JSMR
82,65
83,41
83,65
84,52
85,16
7
TLKM
89,04
89,10
89,57
90,58
90,66
8
TINS
73,19
70,73
75,68
77,81
80,10
Rata-Rata
84,56
84,59
85,19
86,16
86,74
Maksimum
91,67
91,81
91,91
91,88
92,36
73,19
70,73
75,68
77,81
80,10
Minimun
Sumber: CGPI
Berdasarkan data hasil CGPI dari masing-masing perusahaan pada
tabel 4.2, diketahui rata-rata tingkat CGPI pada tahun 2009 sebesar 84,56.
Untuk tingkat CGPI maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank
Mandiri Tbk sebesar 91,67 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada
tahun 2009 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 73,19. Pada tahun 2010
rata-rata tingkat CGPI adalah 84,59. Untuk tingkat CGPI maksimum pada
tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 91,81 sedangkan
untuk tingkat CGPI minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Timah
Tbk sebesar 70,73. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat CGPI adalah 85,19.
Untuk tingkat CGPI maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Bank
Mandiri Tbk sebesar 91,91 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada
tahun 2011 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 75,68. Pada tahun 2012
rata-rata tingkat CGPI adalah 86,16. Untuk tingkat CGPI maksimum pada
78
tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 91,88 sedangkan
untuk tingkat CGPI minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Timah
Tbk sebesar 77,81. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat CGPI adalah 86,74.
Untuk tingkat CGPI maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Bank
Mandiri Tbk sebesar 92,36 sedangkan untuk tingkat CGPI minimum pada
tahun 2013 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 80,10.
Tahun 2009-2013 dapat dilihat telah terjadi peningkatan rata-rata
tingkat CGPI, hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran perusahaan
megenai penerapan corporate governance semakin meningkat. Dengan
semakin meningkatnya kesadaran perusahaan dalam penerapan corporate
governance ini diharapkan akan semakin tinggi pula tingkat kepercayaan
masyarakat dan investor untuk melakukan bisnis dengan perusahaan
tersebut.
3. Firm Age (AGE)
Firm age atau age merupakan usia perusahaan dimana perusahaan
tersebut telah berapa lama mampu bertahan, bersaing, dan mengambil
kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomia. Semakin lama
perusahaan beroperasi maka kemungkinan besar perusahaan tersebut akan
menyediakan banyak informasi mengenai perusahaan yang lebih banyak
dan lebih luas dibandingkan perusahaan yang baru berdiri. Perusahaan
dengan usia yang lebih lama biasanya lebih dipercaya daripada perusahaan
yang baru berdiri. Age ini didapat dengan perhitungan dari Ln (Tahun
Penelitian-Tahun berdiri Perusahaan). Semakin besar nilai age
maka
79
semakin lama perusahaan tersebut
berdiri dan semakin banyak
pengalaman dalam melakukan bisnis.
Tabel 4.3
Deskripsi Rata-rata Age
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
3,71
3,74
3,76
3,78
3,81
2
BMRI
2,40
2,48
2,56
2,64
2,71
3
BBNI
4,14
4,16
4,17
4,19
4,20
4
PTBA
3,33
3,37
3,40
3,43
3,47
5
GIAA
4,11
4,13
4,14
4,16
4,17
6
JSMR
3,43
3,47
3,50
3,53
3,56
7
TLKM
5,03
5,04
5,04
5,05
5,06
8
TINS
3,50
3,53
3,56
3,58
3,61
Rata-rata
3,71
3,74
3,77
3,80
3,82
Maksimum
5,03
5,04
5,04
5,05
5,06
Minimum
2,40
Sumber: Data diolah
2,48
2,56
2,64
2,71
Berdasarkan hasil perhitungan age masing-masing perusahaan
pada tabel 4.3, dapat diketahui rata-rata tingkat age pada tahun 2009
sebasar 3,71. Untuk tingkat age maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,03 sedangkan untuk tingkat
age minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk
sebesar 2,40. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat age sebesar 3,74. Untuk
tingkat age maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk sebesar 5,04 sedangkan untuk tingkat age minimum pada
tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 2,48. Pada tahun
2011 rata-rata tingkat age adalah 3,77. Untuk tingkat age maksimum pada
tahun 2011 dimiliki oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,04
80
sedangkan untuk tingkat age minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT
Bank Mandiri Tbk sebesar 2,56. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat age
sebesar 3,80. Untuk tingkat age maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 5,05 sedangkan untuk tingkat
age minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk
sebesar 2,64. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat age adalah 3,82. Untuk
tingkat age maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk sebesar 5,06 sedangkan untuk tingkat age minimum pada
tahun 2013 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 2,71.
Rata-rata tingkat age yang dimiliki perusahaan semakin meningkat
sehingga hal ini mampu menunjukkan seberapa lama perusahaan tersebut
telah berdiri, dan semakin lama perusahaan tersebut berdiri maka akan
semakin banyak pula pengalaman perusahaan tersebut yang telah
dilaluinya. Namun ada yang menarik disini karena terdapat perusahaan
yang paling rendah tingkat age-nya yaitu PT Bank Mandiri Tbk, hal ini
dikarenakan perusahaan perbankan ini merupakan gabungan dari beberapa
perusahaan (merger) yang dibentuk dari beberapa bank yang telah
mengalami kegagalan di masa krisis di tahun 1998. Sehingga karena masih
terbilang baru perusahaan ini sangat bekerja keras tetap berusaha untuk
dapat meyakinkan dan menarik para investor.
4. Firm Size (SIZE)
Firm size atau size atau ukuran perusahaan merupakan proksi dari
probabilitas kebangkrutan peusahaan. Variabel size ini dapat diukur
81
dangan cara Log (total asset). Semakin besar nilai size bagi perusahaan
maka dapat dilihat akan semakin kecil risiko kebangkrutannya sehingga
akan lebih mudah untuk mengakses perolehan dana pinjaman.
Tabel 4.4
Deskripsi Rata-rata Size
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
13,00
13,09
13,18
13,29
13,34
2
BMRI
14,60
14,65
14,74
14,80
14,87
3
BBNI
14,36
14,40
14,48
14,52
14,59
4
PTBA
12,91
12,94
13,06
13,10
13,07
5
GIAA
13,17
13,14
13,26
13,44
13,51
6
JSMR
13,21
13,28
13,33
13,39
13,45
7
TLKM
13,99
14,00
14,01
14,05
14,11
8
TINS
12,69
12,77
12,82
12,79
12,90
Rata-rata
13,49
13,53
13,61
13,67
13,73
Maksimum
14,60
14,65
14,74
14,80
14,87
Minimum
12,69
Sumber: Data diolah
12,77
12,82
12,79
12,90
Berdasarkan hasil perhitungan size dari masing-masing perusahaan
pada tabel 4.4, dapat diketahui rata-rata tingkat size pada tahun 2009 yaitu
sebesar 13,49. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2009 dimiliki
oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,60 sedangkan untuk tingkat size
minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,69.
Pada tahun 2010 rata-rata tingkat size sebesar 13,53. Untuk tingkat size
maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar
14,65 sedangkan untuk tingkat size minimum pada tahun 2010 dimiliki
oleh PT Timah Tbk sebesar 12,77. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat size
sebesar 13,61. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2011 dimiliki
82
oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,74 sedangkan untuk tingkat size
minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,82.
Pada tahun 2012 rata-rata tingkat size sebesar 13,67. Untuk tingkat size
maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk sebesar
14,80 sedangkan untuk tingkat size minimum pada tahun 2012 dimiliki
oleh PT Timah Tbk sebesar 12,79. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat size
adalah 13,73. Untuk tingkat size maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh
PT Bank Mandiri Tbk sebesar 14,87 sedangkan untuk tingkat size
minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Timah Tbk sebesar 12,90.
Dilihat dari tahun 2009-2013 terdapat perusahaan yang memiliki
tingkat size yang dibawah rata-rata, hal ini menunjukkan perusahaan
tersebut sedang mengalami penurunan asset dan mengalami peningkatan
risiko kebangkrutan. Terdapat pula perusahaan dengan tingkat size yang
tinggi seperti bank, perusahaan ini dapat mengakses pasar modal dan
memiliki kemudahan untuk mengakses dana, karena mempunyai
pengendalian dan tingkat daya saing yang tinggi dibandingkan perusahaan
dengan tingkat size yang rendah.
5. Growth Asset (GROWTH)
Growth asset (growth) atau pertumbuhan perusahaan merupakan
kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. Tingkat growth dapat
diukur dengan total asset pada tahun t dikurangi dengan total asset pada
tahun t-1 dibagi dengan total asset pada tahun t-1.
83
Tabel 4.5
Deskripsi Rata-rata Growth
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
-0,03
0,24
0,24
0,30
0,11
2
BMRI
0,10
0,14
0,23
0,15
0,15
3
BBNI
0,13
0,09
0,20
0,11
0,16
4
PTBA
0,32
0,08
0,32
0,11
-0,08
5
GIAA
-0,03
-0,08
0,32
0,21
0,17
6
JSMR
0,10
0,17
0,13
0,18
0,15
7
TLKM
0,10
0,02
0,03
0,08
0,15
8
TINS
-0,16
0,21
0,12
-0,07
0,29
Rata-rata
0,07
0,11
0,20
0,13
0,14
Maksimum
0,32
0,24
0,32
0,30
0,29
Minimum
Sumber: Data diolah
-0,16
-0,08
0,03
-0,07
-0,08
Berdasarkan hasil perhitungan growth dari
masing-masing
perusahaan pada tabel 4.5, dapat diketahui rata-rata tingkat growth pada
tahun 2009 sebesar 0,07. Untuk tingkat growth maksimum pada tahun
2009 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,32 sedangkan untuk
tingkat growth minimum pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Timah Tbk
sebesar -0,16. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat growth sebesar 0,11.
Untuk tingkat growth maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Aneka
Tambang Tbk sebesar 0,24 sedangkan untuk tingkat growth minimum
pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Garuda Indonesia Tbk sebesar -0,08.
Pada tahun 2011 rata-rata tingkat growth adalah 0,20. Untuk tingkat
growth maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT
Bukit Asam Tbk dan PT Garuda Indonesia Tbk sebesar 0,32 sedangkan
untuk tingkat growth minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT
84
Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 0,03. Pada tahun 2012 rata-rata
tingkat growth sebesar 0,13. Untuk tingkat growth maksimum pada tahun
2012 dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 0,30 sedangkan untuk
tingkat growth minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh PT Timah Tbk
sebesar -0,07. Pada tahun 2013 rata-rata tingkat growth adalah 0,14. Untuk
tingkat growth maksimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Timah Tbk
sebesar 0,29 sedangkan untuk tingkat growth minimum pada tahun 2013
dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar -0,08.
Tahun 2009-2011 terdapat beberapa perusahaan yang mempunyai
tingkat pertumbuhan tinggi, perusahaan tersebut cenderung menggunakan
sumber dana dari luar. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi dan cepat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal
daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah dan lambat.
Hal ini dikarenakan suatu perusahaan yang berada dalam usahanya
tersebut seperti pada perusahaan tambang, mempunyai laju pertumbuhan
yang tinggi sehingga harus menyediakan modal yang cukup untuk
membelanjai kebutuhan perusahaan.
6. Business Risk (RISK)
Businees Risk (Risk) atau risiko bisnis merupakan risiko dari suatu
perusahaan yang tidak mampu untuk menutupi biaya operasionalnya yang
dipengaruhi oleh pendapatan dan biaya dari suatu perusahaan. Tingkat risk
dapat diukur dengan perhitungan NOPAT/modal, dimana NOPAT ini
85
yaitu laba bersih setelah dikurangi pajak dan bunga, sedangkan modal
disini yaitu equity ditambah liability.
Tabel 4.6
Deskripsi Rata-rata Risk
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
0,06
0,14
0,13
0,15
0,02
2
BMRI
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
3
BBNI
0,01
0,02
0,02
0,02
0,02
4
PTBA
0,34
0,23
0,27
0,23
0,16
5
GIAA
0,07
0,04
0,04
0,04
0,00
6
JSMR
0,06
0,07
0,06
0,06
0,04
7
TLKM
0,12
0,12
0,15
0,16
0,16
8
TINS
0,06
0,16
0,14
0,07
0,07
Rata-Rata
0,09
0,10
0,10
0,10
0,06
Maksimum
0,34
0,23
0,27
0,23
0,16
Minimum
0,01
0,02
0,02
0,02
0,00
Sumber: Data diolah
Berdasarkan hasil perhitungan risk dari masing-masing perusahaan
pada tabel 4.6, dapat diketahui rata-rata tingkat risk pada tahun 2009 yaitu
sebesar 0,09. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2009 dimiliki oleh
PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,34 sedangkan untuk tingkat risk minimum
pada tahun 2009 dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar
0,01. Pada tahun 2010 rata-rata tingkat risk sebesar 0,10. Untuk tingkat
risk maksimum pada tahun 2010 dimiliki oleh PT Bukit Asam Tbk sebesar
0,23 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2010 dimiliki oleh
2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Negara Indonesia
Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2011 rata-rata tingkat risk sebesar 0,10.
Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2011 dimiliki oleh PT Bukit
86
Asam Tbk sebesar 0,27 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun
2011 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank
Negara Indonesia Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat risk
sebesar 0,10. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh
PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,23 sedangkan untuk tingkat risk minimum
pada tahun 2012 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk
dan PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2013 ratarata tingkat risk adalah 0,06. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun
2013 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bukit Asam Tbk dan PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 0,16 sedangkan untuk tingkat risk
minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Garuda Indonesia Tbk sebesar
0,00.
Tingkat risk pada perusahaan dari tahun 2009-2013 terdapat
perusahaan
yang
memiliki
tingkat
risk
cukup
tinggi,
hal
ini
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko tingkat
pengembalian yang tinggi atas modal yang diinvestasikan ke perusahaan
tersebut.
C. Analisis Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik
87
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2011:160).
Salah satu cara melihat normalitas variabel dapat dilakukan dengan
menggunakan grafik normal probability plot.
Gambar 4.1
Grafik Normal Probability Plot
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Uji normalitas dengan menggunakan grafik normal probability plot
data berdistribusi normal jika titik-titik yang ada mendekati garis diagonal.
Berdasarkan gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal (mengikuti
wilayah garis linear). Hal ini menunjukkan bahwa data pada penelitian ini
berdistribusi secara normal dan model regresi tersebut layak dipakai untuk
88
memprediksi variabel depanden yaitu DER berdasarkan masukan variabel
independen yaitu CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk.
Namun uji normalitas dengan menggunakan grafik normal
probability plot pada penelitian ini dapat menimbulkan kerancuan dalam
mengambil kesimpulan jika tidak hati-hati secara visual kelihatan normal
sehingga dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi pula dengan uji
statistik,
sehingga
uji
yang
digunakan
adalah
uji
One-sample
Korlmogorov-Smirnov (K-S). Jika hasil uji One-sample KorlmogorovSmirnov (K-S) data residual terdistribusi normal maka ditandai dengan
nilai signifikansi di atas 0,05.
Tabel 4.7
Hasil One-sample Korlmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
40
a,b
Normal Parameters
Most Extreme Differences
Mean
,0000000
Std. Deviation
1,32617325
Absolute
,136
Positive
,136
Negative
-,129
Test Statistic
,136
Asymp. Sig. (2-tailed)
,061c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai KorlmogorovSmirnov adalah 0,136 dan nilai signifikan adalah 0,061. Nilai signifikan
yang melebihi dari angka 0,05 menunjukkan bahwa Ho diterima, artinya
89
data residual terdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel-variabel independen (Gozali, 2011:105)
Untuk melakukan pengujian ada tidaknya masalah multikolinieritas
di dalam model regresi dalam uji multikolinieritas ini dapat dideteksi
dengan melihat nilai tollerance dan nilai VIF (variance inflation factor
tolerance). Jika terdapat masalah multikolinieritas maka ditunjukkan
dengan nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF (variance inflation factor) > 10.
Tabel 4.8
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model
1
Ln_CGPI
Ln_AGE
Tolerance
,474
,948
VIF
2,112
1,055
SIZE
,379
2,642
GROWTH
,891
1,123
RISK
,681
a. Dependent Variable: DER
1,469
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat kita ketahui bahwa seluruh
variabel independen (CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk) memiliki nilai
tollerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Untuk variabel CGPI memiliki nilai
tollerance sebesar 0,474, kemudian variabel Age sebesar 0,948, untuk
90
variabel Size sebesar 0,379, untuk variabel Growth sebasar 0,891, dan Risk
sebesar 0,681. Sedangkan untuk hasil dari VIF (variance inflation factor)
juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak terdapat VIF karena nilai VIF
< 10. Nilai VIF untuk variabel CGPI adalah sebesar 2,112, kemudian
untuk variabel Age sebesar 1,055, variabel Size sebesar 2,642, untuk
variabel Growth sebesar 1,123 dan variabel Risk sebesar 1,469. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas.
3. Heteroskedastisitas
Uji Hetesoskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas (Gozali, 2011:139)
Diagnosis adanya hetesoskedastisitas dalam uji regresi dapat
diidentifikasi dari grafik pola sactterplot.
91
Gambar 4.2
Grafik Scatterplot
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Berdasarkan gambar 4.2 di atas, terlihat titik-titik menyebar secara
acak, tidak membentuk sebuah pola yang jelas, serta tersebar baik diatas
maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
Akan tetapi analisis dengan menggunakan grafik scatterplot
memiliki kelemahan karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil
ploting, sehingga diperlukan uji statistik yang dapat lebih menjamin
keakuratan hasil. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk
menguji heteroskedastisitas adalah dengan Uji Glejser. Jika variabel
independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen,
maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Dan sebaliknya jika variabel
independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
92
dependen maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Jika nilai
probabilitas signifikansi di atas 0,05 maka tidak ada heteroskedastisitas.
Tabel 4.9
Hasil Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
1
(Constant)
,169
12,595
Ln_CGPI
Ln_AGE
-1,356
,023
3,461
,767
SIZE
GROWTH
,514
-1,670
RISK
,275
a. Dependent Variable: ABSUT
Standardized
Coefficients
Beta
t
Sig.
,013
,989
-,090
,005
-,392
,030
,698
,976
,334
1,287
,397
-,218
1,539
-1,298
,133
,203
2,126
,025
,129
,898
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa seluruh variabel
independen (CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk) tidak ada yang signifikan
terhadap variabel dependen yaitu ABSUT karena nilai signifikansi seluruh
variabel di atas 0,05. Untuk nilai signifikansi pada variabel CGPI sebesar
0,698, untuk nilai signifikansi variabel Age adalah 0,976, untuk variabel
Size adalah 0,133, untuk variabel Growth sebesar 0,203, dan untuk nilai
signifikansi variabel Risk yaitu 0,898. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas dan model regresi layak untuk digunakan.
4. Uji Autokolerasi
Uji autokolerasi bertujuan menguji apakah dalam sebuah model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahaan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Gozali, 2011: 110).
93
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari adanya
masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, pengujian dilakukan
dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Run Test, dimana data
residual yang acak (random) ditandai dengan nilai signifikansi di atas
0,05.
Tabel 4.10
Hasil Uji Autokorelasi
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea
Cases < Test Value
Cases >= Test Value
Total Cases
Number of Runs
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
-,26708
20
20
40
15
-1,762
,078
a. Median
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
adalah 0,078 yang berarti nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa Ho diterima dan artinya data residual acak (random).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi.
D. Pengujian Hipotesis
1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth
Asset dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Parsial
Uji signifikansi secara parsial (uji t) bertujuan untuk mengetahui
pengaruh secara parsial atau masing-masing dari variabel independen yang
94
terdiri dari penerapan corporate governance, age, size, growth, dan risk
dalam menerangkan variasi variabel dependen yaitu DER.
Tabel 4.11
Hasil Uji t (Parsial)
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B
9,284
Std. Error
20,443
Beta
T
,454
Sig.
,653
Ln_CGPI
-12,703
5,617
-,228
-2,262
,030
Ln_AGE
SIZE
-4,995
4,201
1,245
,542
-,286
,875
-4,012
7,747
,000
,000
GROWTH -,570
RISK
-6,901
2,089
3,450
-,020
-,168
-,273
-2,000
,786
,054
Model
1
(Constant)
a. Dependent Variable: DER
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Dari hasil output SPSS di atas didapat kesimpulan sebagai berikut:
Variabel penerapan corporate governance dengan nilai signifikansi
sebesar 0,030 lebih kecil dari nilai α 0,05 (0,030 < 0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti variabel
penerapan corporate governance berpengaruh signifikan terhadap DER
secara parsial.
Variabel age dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil
dari nilai α 0,05 (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak
dan Ha diterima, yang berarti variabel penerapan age berpengaruh
signifikan terhadap DER secara parsial.
Variabel size dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil
dari nilai α 0,05 (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak
dan Ha diterima, yang berarti variabel size berpengaruh signifikan terhadap
DER secara parsial.
95
Variabel growth dengan nilai signifikansi sebesar 0,786 lebih besar
dari nilai α 0,05 (0,786 > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0
diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel growth tidak berpengaruh
signifikan terhadap DER secara parsial.
Variabel risk dengan nilai signifikansi sebesar 0,054 pada α 0,05
berarti H0 diterima dan Ha ditolak (0,054 > 0,05), namun dengan α 0,1
variabel risk berpengaruh signifikan terhadap DER secara parsial karena
lebih besar dari nilai α 0,05 (0,054 < 0,1).
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.13 dapat diketahui pula bahwa
variabel
size
merupakan
variabel
yang
paling
dominan
dalam
mempengaruhi DER pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari nilai
Standardized Coefficients yang dimiliki oleh variabel size paling besar
yaitu sebesar 0,875 dibandingkan dengan nilai dari keempat variabel
lainnya.
2. Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Firm Age, Firm Size, Growth
Asset dan Business Risk Terhadap Struktur Modal Secara Simultan.
Uji signifikansi secara simultan (uji F) digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen yang terdiri dari penerapan corporate
governance, age, size, growth, dan risk terhadap DER secara simultan atau
keseluruhan.
96
Tabel 4.12
Hasil Uji F (Simultan)
Model
1
Regression
Residual
ANOVAa
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
349,402
5
69,880
34,639
,000b
68,591
34
2,017
Total
417,992
39
a. Dependent Variable: DER
b. Predictors: (Constant), RISK, Ln_AGE, Ln_CGPI, GROWTH, SIZE
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel penerapan
corporate governance, age, size, growth, dan risk secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DER. Hal ini dapat dilihat
dari nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,000. Kondisi ini berarti bahwa nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dan karena 0,000 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan corporate governance, age, size, growth,
dan risk berpengaruh secara simultan terhadap DER.
3. Uji R2 (Koefisien Determinasi)
Uji R2 (Koefisien Determinasi) bertujuan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai R-Square yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas.
Jadi jika nilai R2 mendekati angka 1 berarti variabel-variabel
independennya menjelaskan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variabel dependen.
Namun terdapat kelemahan mendasar dalam penggunaan koefisien
determinasi R2 yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang
97
dimasukkan ke dalam model. Oleh karena itu banyak peneliti
menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R-Square.
Tabel 4.13
Hasil Uji R (Koefisien Determinasi)
2
Model Summaryb
Model
1
R
,914
a
R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
,836
,812
1,42034
1,205
a. Predictors: (Constant), RISK, Ln_AGE, Ln_CGPI, GROWTH, SIZE
b. Dependent Variable: DER
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Berdasarkan tabel 4.14 dapat diketahui bahwa nilai koefisien
Adjusted R-Square sebesar 0,812. Hal ini menunjukkan bahwa besar
persentase variasi DER yang dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima
variabel bebas yaitu penerapan corporate governance, age, size, growth,
dan risk sebesar 81,2 % sedangkan sisanya sebesar 18,8 % dijelaskan oleh
variabel-variabel lain diluar penelitian, seperti pajak, stabilitas perusahaan,
profitabilitas, kondisi pasar, struktur aktiva, dan leverage operasi.
E. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengukur kekuatan
hubungan antara dua variabel atau lebih, selain itu juga untuk menunjukkan
arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
Persamaan regresi dapat dilihat dari tabel hasil uji coefficients berdasarkan
hasil output SPSS versi 22.0 antara variabel independen (CGPI, AGE, SIZE,
GROWTH, dan RISK) terhadap variabel dependen yaitu DER.
98
Tabel 4.14
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
B
Std. Error
Model
1
T
Sig.
,454
,653
-,228
-2,262
,030
1,245
,542
-,286
,875
-4,012
7,747
,000
,000
2,089
-,020
-,273
,786
3,450
-,168
-2,000
,054
(Constant)
9,284
20,443
Ln_CGPI
-12,703
5,617
Ln_AGE
SIZE
-4,995
4,201
GROWTH
-,570
RISK
-6,901
a. Dependent Variable: DER
Standardized
Coefficients
Beta
Sumber: Data diolah hasil SPSS
Dari tabel 4.11 di atas dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk
mengetahui pengaruh penerapan corporate governance, age, size, growth, dan
risk terhadap DER adalah sebagai berikut:
DER= 9,284 - 12,703 GCPI - 4,995 AGE + 4,201 SIZE +
Koefisien-koefisien persamaan regresi linier berganda di atas dapat
diartikan yaitu koefisien regresi untuk konstanta sebesar 9,284 menunjukkan
bahwa jika variabel CGPI, AGE, SIZE, GROWTH, dan RISK bernilai nol atau
konstan maka akan menaikkan DER sebesar 9,284 kali. Apabila koefisien
regresi CGPI meningkat sebesar 1 kali dengan asumsi variabel independen
yang lainnya tetap maka akan menurunkan DER sebesar 12,703 kali. Apabila
koefisien regresi AGE meningkat sebesar 1 kali dengan asumsi variabel
independen yang lainnya tetap maka akan menurunkan DER sebesar 4,995
kali. Apabila koefisien regresi SIZE meningkat sebesar 1 kali dengan asumsi
variabel independen yang lainnya tetap maka akan menaikkan DER sebesar
4,201 kali.
99
F. Pembahasan
1. Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Struktur Modal
Pada hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa
variabel penerapan corporate governance yang diukur dengan GCPI
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal yang diukur
dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis pertama
(H1)
yang
menyatakan
bahwa
penerapan
corporate
governance
berpengaruh terhadap struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji
hipotesis yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang lebih kecil dari
nilai α 0,05 yaitu 0,030 < 0,05.
Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan
signifikan secara statistik. Artinya dalam perusahaan, struktur modal
dipengaruhi oleh penerapan corporate governance. Nilai yang negatif
menunjukkan bahwa semakin tinggi penerapan corporate governance
perusahaan, maka semakin rendah tingkat DER yang dimiliki perusahaan
tersebut yang artinya hutang yang dimiliki perusahaan semakin rendah.
Pada perusahaan yang termasuk dalam penelitian ini umumnya
telah memiliki tingkat kesadaran dalam menerapkan corporate governance
yang semakin baik. Hal ini disebabkan perusahaan menginginkan
transparansi dalam perusahaan tersebut di semua bagian perusahaan baik
internal maupun eksternal.
Semakin tinggi DER berarti semakin besar hutang yang dimiliki
perusahaan. Perusahaan yang dibangun dengan pondasi hutang yang
terlalu besar akan menyebabkan semakin tingginya risiko gagal bayar pada
100
perusahaan. Penerapan corporate governance dalam penelitian ini terbukti
dapat menurunkan risiko ini. Hal ini dikarenakan adanya penerapan
corporate governance pada perusahaan dapat bekerja secara maksimal.
Dengan adanya kinerja yang baik maka perusahaan dapat lebih mandiri
dengan mendanai aktivitas perusahaannya dengan modal sendiri. Semakin
baik penerapan corporate governance maka akan semakin meningkat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Penerapan corporate
governance akan meningkatkan kinerja perusahaan secara positif karena
proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik
sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dan dapat
meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang sehat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pornsit Jirapon dkk. (2012) yang menyatakan bahwa kualitas corporate
governance memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap
struktur modal.
2. Pengaruh Age terhadap Struktur Modal
Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa
variabel age memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal
yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menerima
hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa age berpengaruh terhadap
struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang
menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih kecil dari nilai α 0,05
yaitu 0,000 < 0,05.
101
Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan
signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal
dipengaruhi oleh age. Nilai yang negatif menunjukkan bahwa semakin
tinggi age perusahaan, maka semakin rendah tingkat DER yang dimiliki
perusahaan tersebut yang artinya hutang yang dimiliki perusahaan semakin
rendah.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
pada
perusahaan
ini
ada
kecenderungan ketika memiliki usia yang lebih panjang perusahaan akan
lebih menghindari sumber dana pinjaman. Dengan usia perusahaan yang
panjang artinya perusahaan telah memiliki berbagai pengalaman usaha
dalam mengatasi krisis maupun gejolak dalam menjalankan usahanya.
Berbekal pengetahuan dan pengalaman dari perusahaan ini maka
memberikan dampak positif terhadap perusahaan untuk mengantisipasi
terjadinya kebangkrutan. Walaupun sebenarnya pada perusahaan ini
peluang untuk memanfaatkan sumber dana eksternal juga masih terbuka
karena sebenarnya memperoleh tingkat kepercayaan dari kreditor kepada
perusahaan yang memiliki pengalaman usaha yang lama, tetapi demi
keamanan dan mengeliminasi tingkat risiko usahanya, maka lebih banyak
perusahaan yang memanfaatkan sumber dana internal tersebut, sehingga
akan mengurangi struktur modalnya.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Imam Syafi’I (2013) yang menyatakan bahwa age berpengaruh positif dan
signifikan terhadap struktur modal. Hal ini bisa dikarenakan sampel
perusahaan dan periode penelitian yang dilakukan berbeda.
102
3. Pengaruh Size terhadap Struktur Modal
Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa
variabel size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal
yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menerima
hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa sizge berpengaruh terhadap
struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang
menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih kecil dari nilai α 0,05
yaitu (0,000 < 0,05).
Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah positif dan
signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal
dipengaruhi oleh size. Nilai yang positif menunjukkan bahwa semakin
tinggi size perusahaan, semakin tinggi pula tingkat DER yang dimiliki
perusahaan tersebut yang artinya hutang yang dimiliki perusahaan semakin
tinggi.
Hasil yang positif pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada
perusahaan yang berukuran besar tentunya memiliki jumlah asset yang
lebih besar pula, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai jaminan.
Demikian pula dari sisi kreditor/calon kreditor akan memberikan tingkat
keamanan yang lebih tinggi atas dana yang dipinjamkan kepada
perusahaan. Dampaknya bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar ini
akan lebih mudah untuk mengakses sumber dana pinjamannya guna
meningkatkan nilai investasinya (pada modal kerja maupun pada aktiva
tetapnya), sehingga akan meningkatkan struktur modalnya, sebagai upaya
103
meningkatkan
produktifitas
usahanya,
sehingga
akan
mampu
meningkatkan profitabilitasnya di masa-masa mendatang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Imam Syafi’I (2013) yang menyatakan bahwa size berpengaruh positif dan
signifikan terhadap struktur modal. Namun penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Minda Maulinda Sebayang dan
Pasca Dwi Putra (2013) yang menyatakan bahwa ukuran prusahaan
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap struktur modal. Dan
juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Husnul
Khotimah (2013) yang menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap struktur modal.
4. Pengaruh Growth terhadap Struktur Modal
Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa
variabel growth tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur
modal yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menolak
hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa growth berpengaruh
terhadap struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang
menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih besar dari nilai α 0,05
yaitu (0,786 > 0,05).
Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan tidak
signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal tidak
dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tingkat growth.
104
Hasil yang negatif pada penelitian ini berarti suatu perusahaan
dengan laju pertumbuhan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk
menghasilkan arus kas yang tinggi, sehingga memungkinkan perusahaan
untuk menggunakan hutang yang rendah. Akan tetapi pada penelitian ini
growth tidak berpengaruh signifikan karena pada tahun 2009 masih
mengalami tekanan akibat krisis tahun 2008, sehingga menyebabkan
memperlambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, hal ini juga
disebabkan akibat penurunan ekspor serta suku bunga perbankan yang
masih tinggi sehingga terjadi penurunan investasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Andi Setiawan (2010) yang menyatakan bahwa variabel growth tidak
berpengaruh terhadap struktur modal. Namun berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Asih Suko Nugroho (2006) yang
menyatakan bahwa variabel growth berpengaruh positif dan signifikan
terhadap struktur modal. Dan juga berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Husnul Khotimah (2013) yang menyatakan bahwa variabel
growth berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal.
5. Pengaruh Risk terhadap Struktur Modal
Hasil pengujian regresi linier berganda menunjukkan bahwa
variabel risk tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur
modal yang diukur dengan DER. Dengan demikian penelitian ini menolak
hipotesis kelima (H5) yang menyatakan bahwa risk berpengaruh terhadap
struktur modal. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yang
105
menunjukkan bahwa nilai signifikasi yang lebih besar dari nilai α 0,05
yaitu (0,054 > 0,05).
Hasil yang diperoleh untuk hipotesis ini adalah negatif dan tidak
signifikan secara statistik. Artinya, dalam perusahaan struktur modal tidak
dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tingkat risk.
Hasil yang negatif ini mengindikasikan bahwa pada perusahaan
dalam penelitian ini banyak yang menyadari jika perusahaannya dengan
tingkat risiko bisnis yang tinggi maka mereka akan lebih memilih sedikit
dalam penggunaan hutang karena hal ini untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kebangkrutan. Akan tetapi pada penelitian ini risk tidak
berpengaruh signifikan karena pada tahun 2009 masih mengalami tekanan
akibat krisis tahun 2008, sehingga menyebabkan memperlambatnya
pertumbuhan ekonomi di tahun 2009, hal ini juga disebabkan akibat
penurunan ekspor serta suku bunga perbankan yang masih tinggi sehingga
terjadi penurunan investasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Minda Maulinda Sebayang dan Pasca Dwi Putra (2013) yang menyatakan
bahwa risiko bisnis tidak signifikan terhadap struktur modal. Namun
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Syahril
Ferdiansyah dan Isnurhadi (2013) yang menyatakan bahwa risiko bisnis
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
106
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda secara simultan (uji F)
ditemukan bahwa terdapat pengaruh pada variabel independen yang
meliputi penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm
size (SIZE), growth asset (GROWTH), dan business risk (RISK), terhadap
variabel dependen yaitu struktur modal perusahaan (DER). Hal ini
dibuktikan dari hasil nilai signifikan pada perhitungan uji F sebesar 0,000,
dimana nilai signifikan ini lebih kecil dari 0,05.
2. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda secara parsial (uji t) diketahui
pengaruh antara masing-masing variabel independen yang meliputi
penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size
(SIZE), growth asset (GROWTH), dan business risk (RISK), terhadap
variabel dependen yaitu struktur modal perusahaan (DER) adalah sebagai
berikut:
a. Variabel penerapan corporate governance (CGPI) berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal perusahaan (DER)
b. Variabel firm age (AGE) berpengaruh signifikan terhadap struktur
modal perusahaan (DER)
107
c. Variabel firm size (SIZE) berpengaruh signifikan terhadap struktur
modal perusahaan (DER)
d. Variabel growth asset (GROWTH) tidak berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal perusahaan (DER)
e. Variabel business risk (RISK) tidak berpengaruh signifikan terhadap
struktur modal perusahaan (DER)
Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dikarenakan
adanya perbedaan objek penelitian dan wilayah penelitian yang terdapat
pada penelitian sebelumnya, serta adanya perbedaan waktu penelitian.
Objek penelitian terdahulu sebagian berada di luar Indonesia dan sebagian
besar lainnya berada di Indonesia dengan sektor objek penelitian yang
berbeda.
3. Variabel yang paling dominan secara parsial terhadap struktur modal
adalah variabel firm size (SIZE). Variabel firm size (SIZE) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap struktur modal.
4. Besar persentase variasi struktur modal perusahaan (DER) yang bisa
dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel bebas yaitu penerapan
corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size (SIZE), growth
asset (GROWTH), dan business risk (RISK), adalah sebesar 81,2 %
sedangkan sisanya sebesar 18,8 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain
diluar penelitian, seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi
pasar, struktur aktiva, dan leverage operasi.
108
B. Keterbatasan
Beberapa keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
penelitian ini hanya memfokuskan pada lima variabel independen yaitu
penerapan corporate governance (CGPI), firm age (AGE), firm size
(SIZE), growth asset (GROWTH), dan business risk (RISK).
2. Tidak semua perusahaan menampilkan informasi yang lengkap yang
berkaitan dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini sehingga
terjadi pengurangan sampel dalam populasi penelitian dan menjadikan
sampel pada penelitian ini masih tergolong sedikit.
C. Saran
Beberapa saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya agar
memperoleh hasil yang lebih baik adalah:
1. Diperlukan adanya perbaikan dalam hal publikasi laporan keuangan
perusahaan, agar informasi lebih transparan. Adanya laporan keuangan
yang valid dapat mendorong tumbuhnya kepercayaan investor terhadap
perusahaan.
2. Peneitian selanjutnya dapat ditambahkan variabel-variabel independen lain
seperti pajak, stabilitas perusahaan, profitabilitas, kondisi pasar, struktur
aktiva, dan leverage operasi.
3. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menggunakan model dan metode yang berbeda.
109
4. Disarankan untuk mencoba mengubah objek penelitian ke sektor
perusahaan yang lain dan menambah tahun penelitian sehingga dapat
menggambarkan dengan jelas kondisi struktur modal perusahaan.
110
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Sri Dwi Ari. 2010. Manajemen Keuangan Lanjutan. Edisi 1.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi 8.
Jakarta: Salemba Empat.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 2009. Dasar-Dasar Manajemen
Keuangan. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.
Bursa Efek Indonesia. 2011. Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of
Corporate Governance) Versi 1.0. Jakarta: PT Bursa Efek Indonesia.
Ferdiansya, Muhammad Syahrial dan Isnurhadi. 2013. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Pertambangan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen dan Bisnis
Sriwijaya, Vol 11 No. 2.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Horne, James C. Van dan John M. Warchowicz, Jr. 1998. Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan. Edisi 9. Jakarta: Salemba Empat.
Horne, James C. Van dan John M. Warchowicz, Jr. 2012. Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan. Edisi 13. Jakarta: Salemba Empat.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Edisi 3. Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Jiraporn, Pornsit, Jang-Chul Kim, Young Sang Kim, dan Pattanaporn
Kitsabunnarat. 2012. Capital Structure and Corporate Governance
Quality: Evidence from the Institutional Shareholders Services (ISS).
International Review of Economics and Finance, Vol. 22, Issue 1, Hlmn
208-221.
Kajananthan, Rajendran. 2012. Effect of Corporate Governance on Capital
Structure: Case of The Srilankan Listed Maufacturing Companies. Journal
of Arts, Science and Commerce, Vol. 3, Issue 4, hlmn 63-71.
Kasmir. 2010. Pengantar Manajemen Keuangan. Edisi 1. Jakarta: Kencana.
Keown, Arthur J., David F. Scott Jr., John D. Martin, dan J. William Petty. 2000.
Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Empat.
111
Khotimah, Husnul. 2013. Analisis Pengaruh Profitabilitas, Growth of Asset,
Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, dan Likuiditas Taerhadap Struktur
Modal (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2007-2010). Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kodrat, David Sukardi dan Christian Herdinata. 2009. Manajemen Keuangan
based on Empirical Research. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kurniawan, Vito Janitra dan Shiddiq Nur Rahardjo. 2014. Pengaruh Antara Tata
Kelola Perusahaan (Corporate Governance) dengan Struktur Modal
Perusahaan. Journal of Accounting, Vol. 3, No.3, halmn 1-9.
Lind, Douglas A., William G. Marchal, dan Samuel A. Wathen. 2007. TeknikTeknik Statistika Dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok
Data Global. Edisi 13. Jakarta: Salemba Empat.
Noviana, Nur Lailiyah. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Struktur Modal pada Bank Persero. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nugroho, Asih Suko. 2006. Analissi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur
Modal Perusahaan Properti yang Go-Public di Bursa Efek Jakarta Untuk
Periode Tahun 1994-2004. Tesis, Program Pascasarjana Magister
Manajemen Universitas Diponegoro.
Paranandhi, Cendikia dan Haryanto. 2013. Pegaruh Penerapan Good Corporate
Governance Terhadap Risiko Kredit Perusahaan Non Keuangan.
Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 2, hlmn 1-10.
Riana, Norma Fetri. 2014. Analisis Pengaruh Kualitas Corporate Governance
Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris pada Perusahaan Nonkeuangan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007, 2008, dan 2010).
Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Semarang.
Riyanto, Bambang. 2011. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4.
Yogyakarta: PT BPFE.
Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. 2010. Manajemen Keuangan. Edisi 1. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Sebayang, Minda Mauliana dan Pasca Dwi Putra. 2013. Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2007).
Jurnal Bina Akuntansi IBBI, Vol. 19 No. 2.
112
Sedarmayanti. 2007. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dan Good
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik). Bagian 3.
Bandung: Mandar Maju.
Seftianne dan Ratih Handayani. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Struktur Modal Pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi, Vol. 13, No. 1, hlmn. 39-56.
Setiawan, Andi. 2010. Analisis Pengaruh Profit, Growth, dan Asset Structure
Terhadap Struktur Modal (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ45 Periode
2006-2008). Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor: KEP117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktik Good Corporate
Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Syafi’i, Imam. 2013. Karakteristik Perusahaan dan Struktur Modal Pada
Perusahaan Sektor Makanan dan Minuman. Jurnal Manajemen, Vol. 11,
No.3, halm 1-30.
Tumewu, Riana Christel. 2014. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governace
Terhadap Leverage dan Profitabilitas Pada Perusahaan Perbankan yang
Terdaftar di BEI Periode 2009-2013. Jurnal Akuntansi, hlmn. 51-59.
113
LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Nama Perusahaan Objek Penelitian
Daftar Perusahaan Objek Penelitian
No.
Nama Perusahaan
Kode
1
PT Aneka Tambang Tbk.
ANTM
2
PT Bank Mandiri Tbk.
BMRI
3
PT Bank Negara Indonesia Tbk.
BBNI
4
PT Bukit Asam Tbk.
PTBA
5
PT Garuda Indonesia Tbk.
GIAA
6
PT Jasa Marga Tbk.
JSMR
7
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
TLKM
8
PT Timah Tbk.
TINS
114
Lampiran 2: Hasil Perhitungan Data Mentah
Data DER Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI
Periode 2009-2013
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
0,21
0,28
0,41
0,54
0,71
2
BMRI
10,24
9,81
7,81
7,31
7,26
3
BBNI
10,88
6,50
6,92
6,66
7,11
4
PTBA
0,40
0,36
0,41
0,50
0,55
5
GIAA
3,60
2,95
1,39
1,26
1,64
6
JSMR
1,17
1,37
1,32
1,53
1,61
7
TLKM
1,22
0,98
0,69
0,66
0,83
8
TINS
0,42
0,40
0,43
0,34
0,61
Rata-rata
3,52
2,83
2,42
2,35
2,54
Maksimum
10,88
9,81
7,81
7,31
7,26
Minimum
0,21
0,28
0,41
0,34
0,55
Data CGPI Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI
Periode 2009-2013
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
85,99
86,15
86,55
88,71
88,92
2
BMRI
91,67
91,81
91,91
91,88
92,36
3
BBNI
84,58
85,35
85,75
86,07
87,19
4
PTBA
84,11
84,33
82,55
83,80
84,09
5
GIAA
85,26
85,82
85,84
85,93
85,40
6
JSMR
82,65
83,41
83,65
84,52
85,16
7
TLKM
89,04
89,10
89,57
90,58
90,66
8
TINS
73,19
70,73
75,68
77,81
80,10
Rata-Rata
84,56
84,59
85,19
86,16
86,74
Maksimum
91,67
91,81
91,91
91,88
92,36
Minimun
73,19
70,73
75,68
77,81
80,10
115
Data Age Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI
Periode 2009-2013
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
3,71
3,74
3,76
3,78
3,81
2
BMRI
2,40
2,48
2,56
2,64
2,71
3
BBNI
4,14
4,16
4,17
4,19
4,20
4
PTBA
3,33
3,37
3,40
3,43
3,47
5
GIAA
4,11
4,13
4,14
4,16
4,17
6
JSMR
3,43
3,47
3,50
3,53
3,56
7
TLKM
5,03
5,04
5,04
5,05
5,06
8
TINS
3,50
3,53
3,56
3,58
3,61
Rata-rata
3,71
3,74
3,77
3,80
3,82
Maksimum
5,03
5,04
5,04
5,05
5,06
Minimum
2,40
2,48
2,56
2,64
2,71
Data Size Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI
Periode 2009-2013
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
13,00
13,09
13,18
13,29
13,34
2
BMRI
14,60
14,65
14,74
14,80
14,87
3
BBNI
14,36
14,40
14,48
14,52
14,59
4
PTBA
12,91
12,94
13,06
13,10
13,07
5
GIAA
13,17
13,14
13,26
13,44
13,51
6
JSMR
13,21
13,28
13,33
13,39
13,45
7
TLKM
13,99
14,00
14,01
14,05
14,11
8
TINS
12,69
12,77
12,82
12,79
12,90
Rata-rata
13,49
13,53
13,61
13,67
13,73
Maksimum
14,60
14,65
14,74
14,80
14,87
Minimum
12,69
12,77
12,82
12,79
12,90
116
Data Growth Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI
Periode 2009-2013
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
-0,03
0,24
0,24
0,30
0,11
2
BMRI
0,10
0,14
0,23
0,15
0,15
3
BBNI
0,13
0,09
0,20
0,11
0,16
4
PTBA
0,32
0,08
0,32
0,11
-0,08
5
GIAA
-0,03
-0,08
0,32
0,21
0,17
6
JSMR
0,10
0,17
0,13
0,18
0,15
7
TLKM
0,10
0,02
0,03
0,08
0,15
8
TINS
-0,16
0,21
0,12
-0,07
0,29
Rata-rata
0,07
0,11
0,20
0,13
0,14
Maksimum
0,32
0,24
0,32
0,30
0,29
Minimum
-0,16
-0,08
0,03
-0,07
-0,08
Data Risk Perusahaan yang Tercatat di IICG dan Terdaftar di BEI
Periode 2009-2013
No.
Emiten
2009
2010
2011
2012
2013
1
ANTM
0,06
0,14
0,13
0,15
0,02
2
BMRI
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
3
BBNI
0,01
0,02
0,02
0,02
0,02
4
PTBA
0,34
0,23
0,27
0,23
0,16
5
GIAA
0,07
0,04
0,04
0,04
0,00
6
JSMR
0,06
0,07
0,06
0,06
0,04
7
TLKM
0,12
0,12
0,15
0,16
0,16
8
TINS
0,06
0,16
0,14
0,07
0,07
Rata-Rata
0,09
0,10
0,10
0,10
0,06
Maksimum
0,34
0,23
0,27
0,23
0,16
Minimum
0,01
0,02
0,02
0,02
0,00
117
Lampiran 3: Hasil Pengolahan Data dengan Aplikasi SPSS
Regression
a
Variables Entered/Removed
Variables
Model
Variables Entered
1
RISK, Ln_age,
Removed
Method
Ln_cgpi,
. Enter
b
GROWTH, SIZE
a. Dependent Variable: DER
b. All requested variables entered.
b
Model Summary
Model
R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
a
1
Adjusted R
,914
,836
,812
Durbin-Watson
1,42034
1,205
a. Predictors: (Constant), RISK, Ln_age, Ln_cgpi, GROWTH, SIZE
b. Dependent Variable: DER
a
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
Regression
Residual
Total
df
Mean Square
349,402
5
69,880
68,591
34
2,017
417,992
39
F
34,639
Sig.
b
,000
a. Dependent Variable: DER
b. Predictors: (Constant), RISK, Ln_age, Ln_cgpi, GROWTH, SIZE
118
a
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
1
9,284
20,443
Ln_cgpi
-12,703
5,617
Ln_age
-4,995
SIZE
GROWTH
(Constant)
RISK
Std. Error
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
,454
,653
-,228
-2,262
,030
,474
2,112
1,245
-,286
-4,012
,000
,948
1,055
4,201
,542
,875
7,747
,000
,379
2,642
-,570
2,089
-,020
-,273
,786
,891
1,123
-6,901
3,450
-,168
-2,000
,054
,681
1,469
a. Dependent Variable: DER
a
Coefficient Correlations
Model
1
Correlations
Covariances
RISK
Ln_age
Ln_cgpi
GROWTH
SIZE
RISK
1,000
-,108
-,176
-,263
,477
Ln_age
-,108
1,000
-,078
,170
,074
Ln_cgpi
-,176
-,078
1,000
-,079
-,696
GROWTH
-,263
,170
-,079
1,000
-,089
SIZE
,477
,074
-,696
-,089
1,000
RISK
11,904
-,463
-3,413
-1,894
,893
Ln_age
-,463
1,549
-,544
,442
,050
Ln_cgpi
-3,413
-,544
31,549
-,926
-2,121
GROWTH
-1,894
,442
-,926
4,362
-,101
,893
,050
-2,121
-,101
,294
SIZE
a. Dependent Variable: DER
119
120
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
40
a,b
Normal Parameters
Mean
Std. Deviation
Most Extreme Differences
Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)
,0000000
1,32617325
Absolute
,136
Positive
,136
Negative
-,129
,136
c
,061
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
121
NPar Tests
Runs Test
Unstandardized
Residual
a
Test Value
-,26708
Cases < Test Value
20
Cases >= Test Value
20
Total Cases
40
Number of Runs
15
Z
-1,762
Asymp. Sig. (2-tailed)
,078
a. Median
Hasil Uji Glejser
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B
Std. Error
Beta
,169
12,595
Ln_CGPI
-1,356
3,461
Ln_AGE
SIZE
,023
,514
GROWTH
RISK
-1,670
,275
Model
1 (Constant)
t
Sig.
,013
,989
-,090
-,392
,698
,767
,334
,005
,397
,030
1,539
,976
,133
1,287
2,126
-,218
,025
-1,298
,129
,203
,898
a. Dependent Variable: ABSUT
122
Lampiran 4: Tabel Durbin-Watson
123
Download