Peningkatan Hasil Belajar IPA Tentang Sumber Daya Alam dengan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori ini, akan dibahas mengenai model pembelajaran Team
Game Tournament (TGT) serta hasil belajar. Konsep dasar teori model
pembelajarana Team Game Tournament (TGT) akan dibahas mengenai teori yang
dikemukakan, para ahli dari berbagai yang mendukung penelitian, kelemahan dan
kelebihan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) teori tersebut, dan
implementasi pembelajaran IPA dengan pokok bahasan sumber daya alam dan
lingkungan.
2.1.1 Teori Belajar
2.1.1.1 Pengertian Belajar
Djamarah, (2002:13) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Winkel dan Darsono (2000: 4) belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Menurut Sardiman, (2004:21) belajar akan membawa suatu perubahan
pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan
penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan,
sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri.
Pendapat para ahli diatas tentang pengertian belajar dapat di simpulkan
bahwa, belajar merupakan proses usaha seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku secara sadar. Belajar juga memperoleh pengetahuan atau,
mengingat,
menguasai
pengalaman,
serta
mendapatkan
informasi
atau
menemukan hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
2.1.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Arikunto (1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil
akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan
yang dapat diaamati,dan dapat diukur”.
Djamarah (2000: 45), mengatakan tentang hasil adalah prestasi dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun
kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan
sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan
pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh,
kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.
Nasution (1995:25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan
pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan
pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengrtian, dan
penghargaan diri pada individu tersebut. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui
proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri
sebagai berikut:
a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri
siswa.
b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.
c. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama
diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek
lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan
pengetahuan yang lainya.
d. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengerndalikan
dirinya terutaman adalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai
dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
Hasil belajar adalam kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil
dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu
perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan
mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan,
pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar.
1.1.1.3 Pentingnya Hasil Belajar
Untuk mengetahui perkembangan sampai dimana hasil yang telah dicapai
oleh seseorang dalam belajar, maka harus di lakukan evaluasi. Untuk menentukan
kemajuan yang harus di capai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu
pada tujuan yang telah di tentukan sehingga dapat di ketahui seberapa besar
pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar siswa.
Menurut Surakhmad dan Jemmars, (1980:25) mengemukakan, bahwa
keberhasilan dalam belajar yang dilakukan oleh siswa bagi kebanyakan orang
berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh
suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Keberhasilan dalam belajar
menurut Winkel (1989:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni
adalah prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka.
Berdasarkan pernyataan para ahli di atas tentang hasil belajar, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa keberhasilan belajar adalah prestasi belajar yang
dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu
perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang.
1.1.1.4 Pengukuran Hasil Belajar
Sudjana (2005) juga mengatakan bahwa penilaian hasil belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan
kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil
belajar siswa. Supratiknya (2012: 1), penilaian hasil belajar adalah kegiatan untuk
melihat sejauh mana tujuan pengajaran telah dicapai atau dikuasai oleh murid
dalam bentuk hasil belajar yang bisa mereka tunjukan setelah menjalani kegiatan
belajar mengajar (sudjana, 2010). Ada tiga istilah yang merunjuk pada aktivitasaktivitas utama dalam kegiatan penilaian kelas, yaitu: asesmen, pengukuran, dan
evaluasi. Prosedur teknik ini yang dimaksud bisa berupa pengukuran, pengukuran
yang dimaksud adalah tehnik tes dan tehnik nontes.
1.1.2 Pengertian Model Pembelajaran
Joice dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran
merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar,
buku-buku pelajaran, program multi media, dan bantuan belajar melalui program
computer.
Syaiful (2005) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
2.1.2.1 Model Pembelajaran TGT
Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh
Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama
dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok
kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan
bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams
games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali
satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan
turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili
timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang
lalu.
Nur dan Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams Games Tournament
(TGT) telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok
digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam
dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika,
dan fakta-fakta serta konsep IPA.
2.1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Team Game Tournament
Menurut Johnson dan Ohnson yang dikutip oleh Carolyn (TT), metode
Team Game Tournament (TGT) ini meliputi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap mengajar (teaching)
Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran yang akan digunakan
dalam kompetisi. Materi pelajaran yang diajarkan hanya secara garis besarnya
saja dari suatu materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat memotivasi
siswa dalam belajar, membangun suatu pengetahuan awal mengenai materi
tersebut, dan memberikan petunjuk pelaksanaan model pembelajaran Team
Game Tournament (TGT) termasuk pembentukan kelompok. Tahap ini dapat
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan.
2) Tahap belajar dalam kelompok (team study)
Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari
materi pelajaran secara tuntas dan saling membantu dalam mempelajari materi
tersebut. Jika ada kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum
bertanya pada guru. Setiap anggota kelompok dalam berdiskusi hendaknya
dengan suara perlahan, sehingga kelompok yang lain tidak terganggu.
3) Tahap Kompetisi (tournament)
Dalam tahap ini setiap kelompok mewakilkan anggotanya untuk maju ke
meja kompetisi, di atas meja tersebut telah tersedia kartu. Kemudian siswa
mengambil sebuah kartu dan membacanya keras-keras. Kelompok yang
mengambil pertanyaan tersebut harus menjawab, jika jawaban salah maka
kelompok lawan dapat mengajukan jawabannya. Setiap jawaban kelompok
yang benar diberikan poin atau skor, dan skor-skor tersebut dijumlah sebagai
skor kelompok.
2.1.2.3 Komponen-komponen Pembelajaran TGT
Menurut Slavin (1995: 84-86), komponen-komponen dalam TGT yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Presentasi Kelas
Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran yang
diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru dalam hal ini
berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa yang disampaikan
oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam mengikuti game dan
turnamen.
2. Kerja Kelompok
Kelompok terdiri empat sampai lima orang yang heterogen misalnya
berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika memungkinkan suku,
ras atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan kelompok adalah untuk
menyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok belajar dan semua
anggota mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan turnamen dengan
sebaik-baiknya. Diharapkan tiap anggota kelompok melakukan hal yag terbaik
bagi kelompoknya dan adanya usaha kelompok melakukan untuk membantu
anggota kelompoknya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik
dan menumbuhkan pentingnya kerjasama diantara siswa serta meningkatkan
rasa percaya diri.
3. Game (permainan)
Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk
mengetes pengetahuan siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan
kelompok. Game dimainkan dengan meja yang berisi tiga murid yang diwakili
tiga kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha
untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor. Aturannya membolehkan
pemain untuk menantang jawaban yang lain.
4. Tournament (kompetisi)
Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru membuat
presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikan tugas-tugasnya. Untuk
turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan kemampuan serupa
yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan sistem penilaian
kemampuan perorangan dalam STAD. Kompetisi ini juga memungkinkan bagi
siswa dari semua level di penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai
kelompok mereka menjadi terbaik. Alur penempatan peserta turnamen menurut
Slavin (1995: 86) dapat dilihat pada Diagram dibawah ini.
Gambar 2.1. Alur Penempatan Peserta Turnament.
Sumber: Slavin (1995:168)
5. Penghargaan Kelompok (Rekognisi Tim)
Setelah mengikuti game dan turnamen, setiap kelompok akan memperoleh
poin. Rata-rata poin kelompok yang diperoleh dari game dan turnament akan
digunakan sebagai penentu penghargaan kelompok. Jenis penghargaan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Penghargaan kelompok dapat berupa
hadiah, sertifikat, dan sebagainya.
Berikut contoh perhitungan poin game dan turnamen dengan empat
pemain menurut Slavin (1995: 90).
Tabel 2.1. Perhitungan Poin Game dan Turnament untuk Empat Pemain.
Permaina
Tanpa
Seri
Seri
Seri
Seri nilai
Seri nilai
Seri
Seri
n
Seri
Nilai
Nilai
Nilai
tertinggi
terendah
4-
nilai
Tertingg
Tenggah
Rendah
3-
3-
Maca
terting
macam
Macam
m
gi
i
dan
terend
ah
Skor
60 poin
50 poin
60 poin
60 poin
50 poin
60 poin
Tertinggi
Skor
40 poin
50 poin
40 poin
40 poin
50 poin
30 poin
Menenga
40
50
poin
poin
40
50
poin
poin
40
30
poin
poin
40
30
poin
poin
h
Terbatas
Skor
30 poin
30 poin
40 poin
30 poin
50 poin
30 poin
Menenga
h
Terendah
Skor
20 poin
Terendah
20 poin
20 poin
30 poin
20 poin
30 poin
Menurut Slavin (1995: 90), penghargaan diberikan jika telah melewati kriteria
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Contoh Kriteria Penentuan Penghargaan Kelompok
Skor Kelompok
Kriteria Penghargaan
40
Tim Baik (Goal Team)
45
Tim Sangat Baik (Great Team)
50
Tim Super (Super Team)
Berdasarkan teori-teori mengenai pembelajaran kooperatif tipe Team
Game Tournament (TGT) di atas, penulis menggunakan teori pembelajaran
kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) yang dikemukakan oleh Slavin
sebagai acuan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Team Game
Tournament (TGT) di SD Negeri Tawag 01 Kelas IV.
2.2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran TGT.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran
kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang
merupakan kelebihan dari pembelajaran Team Game Tournament (TGT) antara
lain:
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6) Motivasi belajar lebih tinggi
7) Hasil belajar lebih baik
8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT)
adalah:
1. Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak
sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok
waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga
melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru
mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
a. Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan
sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi
kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang
mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu
menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
2.1.3 Pengertian IPA
Menurut Webster (1981) menyatakan natural science knowlegge concerned
with the physical world and its phenomena” , yang artinya Ilmu Pengetahuan
Alam adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya.
Sedangkan didalam Purnell’s; Concise Dictionary of Science (1983)
tercantum definisi “ Science the broad field of human knowledge, acquired by
systematic observation and experiment, and explained by means of rules, laws,
principles, theories, and hypotheses”, artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah
pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan
exsperimen yang sitematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan,
hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesa-hipotesa.
Pendapat ahli diatas tentang IPA dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan
pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan
langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil
eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di
sempurnakan.
2.1.3.1 Pembelajaran IPA di SD
Ilmu
Pengetahuan
Alam
(IPA)
didefinisikan
sebagai
kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum
KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat
empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam
tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal
ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk
menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai
proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan
proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Asy (2006: 22) menyatakan bahwa ketrampilan proses yang perlu dilatih
dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar misalnya mengamati,
mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang
dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan
melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variabel,
menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis
data.
Poedjiati (2005:78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam
pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan
membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan
proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan
terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan
menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA
yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.
Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat
mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran
merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah
melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang
diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki
pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara
induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu
memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga
perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat
menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual,
keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan,
berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa
yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD
telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia.
Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan
pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA,
standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan
formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006) secara terperinci adalah:
1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya.
2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan.
6) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Sebelumnya telah banyak penelitian dengan topik yang relevan dengan
penelitian ini. Berikut akan dilakukan pengkajian terhadap beberapa penelitian
yang relevan dengan metode pembelajaran yang digunakan peneliti pada
penelitian ini.
Pebrian Dheni Purnasari, (2012) melakukan penelitian dengan judul “
Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika melalu Cooperative Learning
Tipe Team Game Tournament (TGT) Pokok Bahasan Pemecahan pada Siswa
Kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo
Tahun Ajaran 2011/2012. Nilai rata-rata pada pra siklus 63,33 dengan persentase
ketuntasan sebesar 58 % sedangkan pada siklus I nilai rata-rata hasil tes
Matematika meningkat menjadi 87,27 dengan persentase ketuntasan 91,67% dan
pada Siklus II nilai rata-rata tes Matematika adalah 91,25 dengan persentase
ketuntasan mencapai 100%.
Nuril Milati (2009) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika pada siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang pada sub pokok
bangun datar trapesium”. Berdasarkan hasil tes individual pada sebelum
penelitian, siklus I, dan siklus II terjadi peningkatan yang signifikan, mulai dari
tingkat keberhasilan sebelum diadakannya penelitian sebesar 32.43%, setelah
dilakukan tindakan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT
tingkat keberhasilan yang dicapai siswa pada siklus I meningkat menjadi 80%,
kemudian pada siklus II meningkat lagi menjadi 97.14%. Hal ini menunjukkan
97.14% siswa berhasil mempelajari bangun datar trapesium pada mata pelajaran
matematika dan terjadi peningkatan prestasi belajar siswa.
Dari beberapa penelitian di atas diketahui bahwa metode Team Game
Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun demikian,
berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini mata pelajaran yang
digunakan adalah IPA tentang sumber daya alam dan lingkungan. Penelitian ini
dilakukan secara penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa kelas IV SD Negeri
Tawang 01.
2.3 Kerangka Berfikir
Keaktifan belajar IPA siswa sangat penting untuk ditingkatkan karena
keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang
dilaksanakan. Siswa kelas IV SD Negeri Tawang 01 Tahun ajaran 2012/2013
Semester II, memiliki keaktifan belajar IPA yang masih rendah. Hal ini terlihat
dari kurangnya respon siswa saat guru memberikan pertanyaan atau instruksi,
siswa takut untuk bertanya atau berpendapat, kurangnya interaksi siswa dengan
siswa lain berkaitan dengan pembelajaran IPA, serta kurang diikutsertakannya
siswa dalam membuat kesimpulan.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran masih didominasi
oleh guru sehingga siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan usaha
perbaikan yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Berbagai penelitian
telah menunjukkan bahwa model pembelajaran Team Game Tournament (TGT)
menekankan pada interaksi siswa dan kerjasama kelompok. Salah satu model
pembelajaran
Teams-Games-Tournament
(TGT),
di
mana
dalam
proses
pembelajarannya menggunakan game untuk membuat siswa senang mempelajari
IPA.
Dalam model pembelajaran Team Game Tournament (TGT), siswa lebih
banyak belajar pada teman sebaya. Siswa dapat saling mengungkapkan ide, atau
pendapat bersama temannya, melakukan diskusi dan mengerjakan tugas bersama,
sehingga diharapkan dengan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT)
dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negri Tawang 01.
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
Teams-Games-Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa
kelas IV pada pokok bahasan sumber daya alam dan lingkungan di SD Negeri
Tawang 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
Download