BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori ini, akan dibahas mengenai model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) serta hasil belajar. Konsep dasar teori model pembelajarana Team Game Tournament (TGT) akan dibahas mengenai teori yang dikemukakan, para ahli dari berbagai yang mendukung penelitian, kelemahan dan kelebihan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) teori tersebut, dan implementasi pembelajaran IPA dengan pokok bahasan sumber daya alam dan lingkungan. 2.1.1 Teori Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Djamarah, (2002:13) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Winkel dan Darsono (2000: 4) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Menurut Sardiman, (2004:21) belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Pendapat para ahli diatas tentang pengertian belajar dapat di simpulkan bahwa, belajar merupakan proses usaha seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar. Belajar juga memperoleh pengetahuan atau, mengingat, menguasai pengalaman, serta mendapatkan informasi atau menemukan hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 2.1.1.2 Pengertian Hasil Belajar Menurut Arikunto (1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati,dan dapat diukur”. Djamarah (2000: 45), mengatakan tentang hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya. Nasution (1995:25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengrtian, dan penghargaan diri pada individu tersebut. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut: a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa. b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. c. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya. d. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengerndalikan dirinya terutaman adalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Hasil belajar adalam kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. 1.1.1.3 Pentingnya Hasil Belajar Untuk mengetahui perkembangan sampai dimana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, maka harus di lakukan evaluasi. Untuk menentukan kemajuan yang harus di capai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah di tentukan sehingga dapat di ketahui seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar siswa. Menurut Surakhmad dan Jemmars, (1980:25) mengemukakan, bahwa keberhasilan dalam belajar yang dilakukan oleh siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Keberhasilan dalam belajar menurut Winkel (1989:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni adalah prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka. Berdasarkan pernyataan para ahli di atas tentang hasil belajar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. 1.1.1.4 Pengukuran Hasil Belajar Sudjana (2005) juga mengatakan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Supratiknya (2012: 1), penilaian hasil belajar adalah kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan pengajaran telah dicapai atau dikuasai oleh murid dalam bentuk hasil belajar yang bisa mereka tunjukan setelah menjalani kegiatan belajar mengajar (sudjana, 2010). Ada tiga istilah yang merunjuk pada aktivitasaktivitas utama dalam kegiatan penilaian kelas, yaitu: asesmen, pengukuran, dan evaluasi. Prosedur teknik ini yang dimaksud bisa berupa pengukuran, pengukuran yang dimaksud adalah tehnik tes dan tehnik nontes. 1.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Joice dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program multi media, dan bantuan belajar melalui program computer. Syaiful (2005) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. 2.1.2.1 Model Pembelajaran TGT Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur dan Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams Games Tournament (TGT) telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA. 2.1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Team Game Tournament Menurut Johnson dan Ohnson yang dikutip oleh Carolyn (TT), metode Team Game Tournament (TGT) ini meliputi tiga tahap, yaitu: 1) Tahap mengajar (teaching) Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran yang akan digunakan dalam kompetisi. Materi pelajaran yang diajarkan hanya secara garis besarnya saja dari suatu materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat memotivasi siswa dalam belajar, membangun suatu pengetahuan awal mengenai materi tersebut, dan memberikan petunjuk pelaksanaan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) termasuk pembentukan kelompok. Tahap ini dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. 2) Tahap belajar dalam kelompok (team study) Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari materi pelajaran secara tuntas dan saling membantu dalam mempelajari materi tersebut. Jika ada kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum bertanya pada guru. Setiap anggota kelompok dalam berdiskusi hendaknya dengan suara perlahan, sehingga kelompok yang lain tidak terganggu. 3) Tahap Kompetisi (tournament) Dalam tahap ini setiap kelompok mewakilkan anggotanya untuk maju ke meja kompetisi, di atas meja tersebut telah tersedia kartu. Kemudian siswa mengambil sebuah kartu dan membacanya keras-keras. Kelompok yang mengambil pertanyaan tersebut harus menjawab, jika jawaban salah maka kelompok lawan dapat mengajukan jawabannya. Setiap jawaban kelompok yang benar diberikan poin atau skor, dan skor-skor tersebut dijumlah sebagai skor kelompok. 2.1.2.3 Komponen-komponen Pembelajaran TGT Menurut Slavin (1995: 84-86), komponen-komponen dalam TGT yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Presentasi Kelas Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran yang diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa yang disampaikan oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam mengikuti game dan turnamen. 2. Kerja Kelompok Kelompok terdiri empat sampai lima orang yang heterogen misalnya berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika memungkinkan suku, ras atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan kelompok adalah untuk menyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok belajar dan semua anggota mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan turnamen dengan sebaik-baiknya. Diharapkan tiap anggota kelompok melakukan hal yag terbaik bagi kelompoknya dan adanya usaha kelompok melakukan untuk membantu anggota kelompoknya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik dan menumbuhkan pentingnya kerjasama diantara siswa serta meningkatkan rasa percaya diri. 3. Game (permainan) Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetes pengetahuan siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan kelompok. Game dimainkan dengan meja yang berisi tiga murid yang diwakili tiga kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor. Aturannya membolehkan pemain untuk menantang jawaban yang lain. 4. Tournament (kompetisi) Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru membuat presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikan tugas-tugasnya. Untuk turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan kemampuan serupa yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan sistem penilaian kemampuan perorangan dalam STAD. Kompetisi ini juga memungkinkan bagi siswa dari semua level di penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai kelompok mereka menjadi terbaik. Alur penempatan peserta turnamen menurut Slavin (1995: 86) dapat dilihat pada Diagram dibawah ini. Gambar 2.1. Alur Penempatan Peserta Turnament. Sumber: Slavin (1995:168) 5. Penghargaan Kelompok (Rekognisi Tim) Setelah mengikuti game dan turnamen, setiap kelompok akan memperoleh poin. Rata-rata poin kelompok yang diperoleh dari game dan turnament akan digunakan sebagai penentu penghargaan kelompok. Jenis penghargaan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Penghargaan kelompok dapat berupa hadiah, sertifikat, dan sebagainya. Berikut contoh perhitungan poin game dan turnamen dengan empat pemain menurut Slavin (1995: 90). Tabel 2.1. Perhitungan Poin Game dan Turnament untuk Empat Pemain. Permaina Tanpa Seri Seri Seri Seri nilai Seri nilai Seri Seri n Seri Nilai Nilai Nilai tertinggi terendah 4- nilai Tertingg Tenggah Rendah 3- 3- Maca terting macam Macam m gi i dan terend ah Skor 60 poin 50 poin 60 poin 60 poin 50 poin 60 poin Tertinggi Skor 40 poin 50 poin 40 poin 40 poin 50 poin 30 poin Menenga 40 50 poin poin 40 50 poin poin 40 30 poin poin 40 30 poin poin h Terbatas Skor 30 poin 30 poin 40 poin 30 poin 50 poin 30 poin Menenga h Terendah Skor 20 poin Terendah 20 poin 20 poin 30 poin 20 poin 30 poin Menurut Slavin (1995: 90), penghargaan diberikan jika telah melewati kriteria sebagai berikut: Tabel 2.2 Contoh Kriteria Penentuan Penghargaan Kelompok Skor Kelompok Kriteria Penghargaan 40 Tim Baik (Goal Team) 45 Tim Sangat Baik (Great Team) 50 Tim Super (Super Team) Berdasarkan teori-teori mengenai pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) di atas, penulis menggunakan teori pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) yang dikemukakan oleh Slavin sebagai acuan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) di SD Negeri Tawag 01 Kelas IV. 2.2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran TGT. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran Team Game Tournament (TGT) antara lain: 1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas 2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu 3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam 4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa 5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain 6) Motivasi belajar lebih tinggi 7) Hasil belajar lebih baik 8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi Sedangkan kelemahan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) adalah: 1. Bagi Guru Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh. a. Bagi Siswa Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain. 2.1.3 Pengertian IPA Menurut Webster (1981) menyatakan natural science knowlegge concerned with the physical world and its phenomena” , yang artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya. Sedangkan didalam Purnell’s; Concise Dictionary of Science (1983) tercantum definisi “ Science the broad field of human knowledge, acquired by systematic observation and experiment, and explained by means of rules, laws, principles, theories, and hypotheses”, artinya Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan exsperimen yang sitematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesa-hipotesa. Pendapat ahli diatas tentang IPA dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan. 2.1.3.1 Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. Asy (2006: 22) menyatakan bahwa ketrampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variabel, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data. Poedjiati (2005:78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru. Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah. Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: 1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya. 2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 6) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. 2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan Sebelumnya telah banyak penelitian dengan topik yang relevan dengan penelitian ini. Berikut akan dilakukan pengkajian terhadap beberapa penelitian yang relevan dengan metode pembelajaran yang digunakan peneliti pada penelitian ini. Pebrian Dheni Purnasari, (2012) melakukan penelitian dengan judul “ Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika melalu Cooperative Learning Tipe Team Game Tournament (TGT) Pokok Bahasan Pemecahan pada Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo Tahun Ajaran 2011/2012. Nilai rata-rata pada pra siklus 63,33 dengan persentase ketuntasan sebesar 58 % sedangkan pada siklus I nilai rata-rata hasil tes Matematika meningkat menjadi 87,27 dengan persentase ketuntasan 91,67% dan pada Siklus II nilai rata-rata tes Matematika adalah 91,25 dengan persentase ketuntasan mencapai 100%. Nuril Milati (2009) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V MI Ar-Rahmah Jabung Malang pada sub pokok bangun datar trapesium”. Berdasarkan hasil tes individual pada sebelum penelitian, siklus I, dan siklus II terjadi peningkatan yang signifikan, mulai dari tingkat keberhasilan sebelum diadakannya penelitian sebesar 32.43%, setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT tingkat keberhasilan yang dicapai siswa pada siklus I meningkat menjadi 80%, kemudian pada siklus II meningkat lagi menjadi 97.14%. Hal ini menunjukkan 97.14% siswa berhasil mempelajari bangun datar trapesium pada mata pelajaran matematika dan terjadi peningkatan prestasi belajar siswa. Dari beberapa penelitian di atas diketahui bahwa metode Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun demikian, berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini mata pelajaran yang digunakan adalah IPA tentang sumber daya alam dan lingkungan. Penelitian ini dilakukan secara penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa kelas IV SD Negeri Tawang 01. 2.3 Kerangka Berfikir Keaktifan belajar IPA siswa sangat penting untuk ditingkatkan karena keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Siswa kelas IV SD Negeri Tawang 01 Tahun ajaran 2012/2013 Semester II, memiliki keaktifan belajar IPA yang masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya respon siswa saat guru memberikan pertanyaan atau instruksi, siswa takut untuk bertanya atau berpendapat, kurangnya interaksi siswa dengan siswa lain berkaitan dengan pembelajaran IPA, serta kurang diikutsertakannya siswa dalam membuat kesimpulan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru sehingga siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) menekankan pada interaksi siswa dan kerjasama kelompok. Salah satu model pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT), di mana dalam proses pembelajarannya menggunakan game untuk membuat siswa senang mempelajari IPA. Dalam model pembelajaran Team Game Tournament (TGT), siswa lebih banyak belajar pada teman sebaya. Siswa dapat saling mengungkapkan ide, atau pendapat bersama temannya, melakukan diskusi dan mengerjakan tugas bersama, sehingga diharapkan dengan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negri Tawang 01. 2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV pada pokok bahasan sumber daya alam dan lingkungan di SD Negeri Tawang 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.