bab ii kajian pustaka

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Struktur Modal
Struktur modal pada dasarnya berkaitan dengan sumber dana, baik
itu sumber internal maupun sumber eksternal. Sumber dana internal
berasal dari dana yang terkumpul dari laba yang ditahan yang berasal dari
kegiatan perusahaan, sedangkan sumber dana eksternal berasal dari
pemilik yang merupakan komponen modal sendiri dan dana yang berasal
dari para kreditur yang merupakan modal pinjaman atau hutang. Struktur
modal yang digunakan perusahaan merupakan kombinasi antara hutang
dan ekuitas sehingga digambarkan dengan memperbandingkan antara
hutang jangka panjang (long term debt) dengan jumlah modal sendiri
(saham) yang digunakan perusahaan.
Perusahaan akan berusaha mencapai struktur modal optimal agar
operasi perusahaan dapat terus berjalan juga dapat mengembangkan
usahanya. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun struktur
modal. Setiap sumber dana yang digunakan memiliki biaya modal.
Sumber dana internal memiliki biaya modal dalam bentuk dividen
sedangkan sumber dana eksternal memiliki biaya modal dalam bentuk
biaya bunga. Sumber dana tersebut juga pasti akan digunakan untuk
membiayai operasi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus
9
10
menentukan kombinasi hutang dan ekuitas yang memiliki biaya modal
paling rendah dimana biaya modal yang harus dikeluarkan lebih kecil
dari keuntungan yang akan didapat dari hasil operasional perusahaan.
Terdapat beberapa konsep struktur modal yang dikemukakan oleh
para ahli untuk mencapai struktur modal optimal. Dimulai dari
berkembangnya teori struktur modal awal hingga pendekatan pecking
order theory yang banyak digunakan sebagai acuan penelitian saat ini.
a. Teori Struktur Modal Awal
1) Pendekatan Laba Bersih
Menurut pendekatan ini, nilai perusahaan meningkat bila
menggunakan hutang semakin banyak.
2) Pendekatan Laba Operasi Bersih
Pendekatan ini berasumsi bahwa investor memiliki reaksi
yang berbeda terhadap penggunaan hutang perusahaan. Bagi
investor penggunaan hutang yang besar berarti risiko
perusahaan meningkat sehingga cost of equity juga meningkat.
Akibatnya, biaya rata-rata modal tidak mengalami perubahan
sehingga keputusan struktur modal tidaklah penting.
3) Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini diasumsikan adanya struktur modal yang
optimum dan perusahaan dapat meningkatkan nilai totalnya
melalui
penggunaan
pendekatan
tersebut
leverage
mempunyai
yang
batas
bijaksana.
Namun
tertentu,
setelah
11
mencapai batas tertentu maka dengan meningkatnya leverage
justru akan menurunkan nilai total perusahaan (Riyanto, 2001)
b. Trade-off Theory
Dalam model trade-off theory, struktur modal merupakan
asumsi dari hasil trade-off antara keuntungan pajak dengan
menggunakan hutang dan biaya agensi yang akan terjadi.
Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tapi hanya
sampai pada titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang
justru akan menurunkan nilai perusahaan. Dengan model ini, struktur
modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan
keuntungan penggunaan hutang dengan biaya financial distress dan
agency problem (Atmaja, 2008).
c. Pecking Order Theory
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) disebut sebagai Pecking
order theory kerena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan
menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai. Teori ini
mendasarkan diri atas informasi asimetrik, suatu istilah yang
menunjukkan bahwa manajemen mempunyai informasi yang banyak
tentang prospek, risiko, dan nilai perusahaan dari pada pemodal
publik.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi perusahaan dalam
menentukan struktur modal. Faktor-faktor tersebut antara lain (Brigham,
Gapenski, dan Ehrhardt, 1983):
12
a. Pengendalian. Apabila manajemen memiliki tingkat pengendalian
yang tinggi atas perusahaan (memiliki saham di atas 50%) tapi
dalam posisi tidak dapat menerbitkan saham baru, maka hutang
menjadi pilihan untuk mendapatkan sumber dana baru. Di sisi lain,
manajemen
yang
tidak
terlalu
memiliki
pengendalian
atas
perusahaan akan tetap memilih modal sendiri meskipun perusahaan
tidak dalam kondisi baik karena ditakutkan kreditur akan mengambil
alih kendali perusahaan apabila mereka tidak dapat membayar
hutangnya.
b. Risiko bisnis. Perusahaan yang berisiko kecil dapat memakai hutang
lebih
banyak
daripada
perusahaan
berisiko
tinggi.
Intinya,
perusahaan harus meminimalkan risiko total mereka.
c. Struktur aktiva. Aset perusahaan yang digunakan sesuai dengan
aktivitas utama perusahaan cenderung akan menjamin pinjaman
yang diterima, sehingga kreditur semakin terjaga keamanannya.
d. Tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan ditunjukkan dengan
peningkatan penjualan dari periode ke periode. Tingkat pertumbuhan
ini umumnya diukur dengan besarnya ukuran perusahaan (size) dari
penjualan. Dengan semakin meningkatnya size, maka kreditur akan
semakin percaya dengan kinerja perusahaan, sehingga dapat
meningkatkan
dana
untuk
operasional
perusahaan.
Dengan
meningkatnya aktivitas operasional diharapkan penjualan juga
meningkat.
13
e. Profitabilitas.
Tingkat
keuntungan
yang
dicapai
dari
hasil
operasional tercermin dalam return on equity. Meningkatnya ROE
akan meningkatkan laba ditahan, sehingga komponen modal sendiri
semakin meningkat. Dengan meningkatnya modal sendiri, maka
rasio hutang menjadi menurun (dengan asumsi hutang relatif tetap).
Di sisi lain, meningkatnya ROE menunjukkan kinerja perusahaan
semakin baik, hal ini lebih meningkatkan kepercayaan kreditur
terhadap perusahaan; sehingga jumlah hutang ada kecenderungan
meningkat. Dengan meningkatnya hutang (relatif lebih besar
daripada laba ditahan) maka rasio hutang terhadap modal sendiri
meningkat. Dengan demikian rasio profitabilitas dapat berpengaruh
negatif bila mendapat tambahan hutang dan berpengaruh positif bila
terjadi peningkatan laba ditahan dan tambahan hutang.
f. Pajak. Dengan semakin meningkatnya pajak, maka keinginan
pemenuhan dana mengarah pada peningkatan hutang, karena
meningkatnya pajak akan memperkecil cost of debt.
g. Keadaan pasar. Kondisi di pasar modal juga memengaruhi struktur
modal optimal perusahaan. Sebagai contoh, saat keadaan pasar
obligasi buruk, perusahaan dipaksa untuk menerbitkan saham baru
atau menggunakan hutang jangka pendek tanpa menghiraukan
struktur modal yang telah mereka tetapkan. Setelah keadaan
membaik,
perusahaan
mulai
dapat
menjual
mengembalikan struktur modal seperti semula.
obligasi
dan
14
2. Struktur Modal yang Optimum
Modal yang digunakan perusahaan dapat bersumber dari dalam
maupun dari luar. Untuk meminimalisir ketergantungan dari pihak luar,
perusahaan tentu akan lebih memilih modal dari dalam. Akan tetapi, ada
kalanya modal dari dalam tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan ataupun untuk mengembangkan perusahaan. Oleh karena itu
perusahaan juga membutuhkan dana dari pihak luar. Dana dari pihak luar
dapat diperoleh melalui hutang ataupun menerbitkan saham baru. Akan
tetapi menerbitkan saham baru membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Jika menggunakan hutang, perusahaan juga harus memperhitungkan
apakah perusahaan akan mampu untuk membayar hutang tersebut dan
seberapa banyak hutang yang sebaiknya digunakan.
Menurut Riyanto (2001) untuk menjaga keseimbangan struktur
modal maka sebaiknya hutang yang digunakan tidak lebih besar dari
modal yang dimiliki sehingga modal yang dijamin (hutang) tidak lebih
besar dari modal yang menjadi jaminannya, sedangkan Keown dkk
(2000) menyebutkan bahwa untuk menentukan struktur modal optimal
harus memperhatikan kapasitas hutang perusahaan yaitu proporsi
maksimum dari hutang yang dapat dimasukkan dalam struktur modal dan
masih mempertahankan biaya modal terendah.
3. Profitabilitas
Profitabilitas adalah pengembalian atas investasi modal yang
merupakan indikator penting atas kekuatan perusahaan dalam jangka
15
panjang dan berguna untuk analisis likuiditas jangka pendek (Wild,
Subramanyam, dan Halsey, 2005). Brigham and Houston (2006)
mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi
atas investasi akan menggunakan hutang relatif kecil. Tingkat
pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagaian
besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal.
Oleh karena itu perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi memiliki
sumber dana dari dalam yang lebih sehingga tidak perlu menggunakan
hutang banyak. Selain itu, dengan bertambahnya laba ditahan, maka rasio
hutang dengan sendirinya akan lebih kecil.
Untuk mengetahui profitabilitas perusahaan diperlukan pengukuran
laba. Laba didefinisikan sebagai pendapatan dan keuntungan dikurangi
beban dan kerugian selama periode pelaporan. Namun menurut Wild,
Subramanyam, dan Halsey (2005), konsep sederhana tersebut memiliki
banyak kendala dalam pelaksanaannya karena angka tersebut belum tentu
mencerminkan laba sebenarnya. Terdapat beberapa pertimbangan dalam
pengukuran laba :
a. Masalah estimasi
Pengukuran laba bergantung pada estimasi atas hasil di masa depan.
Estimasi-estimasi tersebut memerlukan alokasi pendapatan dan
beban pada periode sekarang dan masa depan.
16
b. Metode akuntansi
Standar akuntansi yang mengatur pengukuran laba merupakan hasil
pengalaman profesional, agenda badan pengatur, peristiwa bisnis,
dan pengaruh sosial lainnya. Standar mencerminkan keseimbangan
antara faktor-faktor tersebut, termasuk kompromi atas berbagai
kepentingan dan pandangan pengukuran laba.
c. Insentif pengungkapan
Idealnya, praktisi berkepentingan atas penyajian laporan keuangan
secara wajar. Namun laporan keuangan dan pengukuran laba
menanggung tekanan kompetisi, keuangan, dan masyarakat. Insentif
ini mendorong perusahaan untuk memilih ukuran laba yang dapat
diterima dibanding yang sesuai berdasarkan lingkungan bisnis.
d. Keragaman pengguna
Laporan keuangan digunakan oleh berbagai pihak. Oleh karena
keragaman pengguna ini mengimplikasikan bahwa analisis harus
menggunakan laba sebagai ukuran awal profitabilitas.
4. Struktur Aktiva
Struktur aktiva merupakan perbandingan antara aktiva tetap
dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan yang dapat menentukan
besarnya alokasi dana untuk masing-masing komponen aktiva. Struktur
aktiva dapat menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan
jaminan (collateral value of assets). Menurut Weston dan Brigham (2005)
struktur aktiva adalah perimbangan atau perbandingan antara aktiva tetap
17
dan total aktiva, sedangkan menurut Syamsudin (2007) struktur aktiva
adalah penentuan berapa besar alokasi dana untuk masing-masing
komponen aktiva, baik dalam aktiva lancar maupun dalam aktiva tetap.
Brigham dan Gapenski (1996) menyatakan bahwa secara umum
perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah
mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan.
Atmaja (2008) juga menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva
yang dapat digunakan sebagai jaminan hutang cenderung menggunakan
hutang yang relatif besar. Akan tetapi, menurut Riyanto (2001) kebanyakan
perusahaan industri dimana sebagian besar daripada modalnya tertanam
dalam aktiva tetap, akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal
sendiri sedangkan hutang sifatnya sebagai pelengkap.
Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat
menggunakan hutang dalam jumlah besar, karena mereka memiliki
jaminan yang besar pula. Apabila aktiva perusahaan cocok digunakan
untuk
dijadikan
agunan
kredit
perusahaan
tersebut
cenderung
menggunakan banyak hutang.
5. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menurut Sawir (2004) adalah determinan dari
struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda.
Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil
umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk
obligasi maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya
18
peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi
penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas
perusahaan
kecil
membutuhkan
mungkin
penentuan
kurang
harga
dapat
sedemikian
dipasarkan
rupa
agar
sehingga
investor
mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara
signifikan.
Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar
dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih
pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial
yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan
kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar
kemungkinan kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai
dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak
standar hutang.
Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return
membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak
laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain
yang memengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti
perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan
rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka
menjadi suatu sistem manajemen.
Ukuran perusahaan dapat ditentukan berdasarkan penjualan, total
aktiva, tenaga kerja, dan lain-lain, yang semuanya berkorelasi tinggi
19
(Machfoedz, 1994). Ukuran perusahaan akan memengaruhi struktur
pendanaan perusahaan. Hal ini menyebabkan kecenderungan perusahaan
memerlukan dana yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang lebih
kecil.
6. Growth Opportunity
Suatu perusahaan yang berada dalam industri yang mempunyai laju
pertumbuhan yang tinggi harus menyediakan modal yang cukup untuk
membelanjai perusahaan. Perusahaan yang bertumbuh pesat cenderung
lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang bertumbuh
secara lambat (Brigham dan Houston, 2006). Growth Opportunity adalah
kesempatan perusahaan untuk bertumbuh. Hal tersebut dapat dilihat dari
Price Earnings Ratio. Price Earnings Ratio (PER) merupakan
perbandingan harga suatu saham (market price) dengan earnings per
share (EPS) dari saham yang bersangkutan. Kegunaan dari PER adalah
melihat bagaimana pasar menghargai kinerja saham suatu perusahaan
terhadap kinerja perusahaan yang tercermin oleh EPS-nya. Semakin
besar PER suatu saham maka menyatakan saham tersebut semakin mahal
terhadap pendapatan bersih per sahamnya. Ang (1997) dalam Nugroho
(2006) menyatakan bahwa peningkatan PER yang dinilai oleh investor
menunjukkan kinerja yang semakin baik, juga berdampak semakin
menarik perhatian calon kreditur. Semakin meningkat perhatian kreditur
terhadap perusahaan, maka sangat dimungkinkan jumlah hutang akan
semakin meningkat. Peningkatan jumlah hutang yang relatif lebih besar
20
dari modal sendiri akan meningkatkan PER. Selain diukur menggunakan
PER growth opportunity juga diukur dengan persentase perubahan aktiva
dan persentase perubahan penjualan.
7. Operating Leverage
Operating leverage atau leverage operasi adalah penggunaan aktiva
atau operasi perusahaan yang disertai dengan biaya tetap. Leverage
operasi yang menguntungkan kalau pendapatan setelah dikurangi biaya
variabel (Contribution to Fixed Cost) lebih besar dari biaya tetapnya.
Oleh sebab itu operating leverage adalah seberapa jauh perubahan
tertentu dari volume penjualan berpengaruh terhadap laba operasi bersih.
Riyanto (2001) menyatakan bahwa dalam suatu perusahaan tingkat
operating leverage pada suatu tingkat hasil akan ditunjukkan oleh
perubahan dalam volume penjualan yang mengakibatkan adanya
perubahan yang tidak proporsional dalam laba atau rugi operasi. Jika halhal lain sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil lebih
mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena interaksi leverage
perusahaan dan keuanganlah yang memengaruhi penurunan penjualan
terhadap laba operasi dan arus khas bersih secara keseluruhan (Brigham
dan Houston, 2006). Untuk mengukur pengaruh perubahan volume
penjualan terhadap profitabilitas maka perlu dihitung tingkat leverage
operasi (Degree Of Operating Leverage, DOL). Menurut Weston dan
Copeland (1997), tingkat leverage operasi didefinisikan sebagai rasio
21
antara rasio persentase perubahan laba bersih sebelum bunga dan pajak
(EBIT) dengan persentase perubahan volume penjualan.
B. Penelitian yang Relevan
Kajian mengenai struktur modal telah banyak dilakukan oleh penelitipeneliti terdahulu. Harjanti dan Tandelilin (2007) menganalisis pengaruh firm
size, tangible assets, growth opportunity, profitability, dan bussiness risk
pada struktur modal perusahaan manufaktur di Indonesia. Firm size terbukti
berpengaruh positif terhadap struktur modal dan profitabilitas berpengaruh
negatif signifikan. Sejalan dengan hasil penelitian Titman dan Wessels (1988)
yang menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi struktur modal,
growth opportunity tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap struktur modal.
Nurrohim (2008) yang meneliti pengaruh profitabilitas, Fixed Asset
Ratio, kontrol kepemilikan, dan struktur aktiva terhadap struktur modal
perusahaan manufaktur menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif
signifikan, konsisten dengan hasil penelitian Harjanti dan Tandelilin (2007),
sedangkan struktur aktiva dan Fixed Asset Ratio tidak berpengaruh terhadap
struktur modal. Hayuningtyas (2008) meneliti pengaruh kepemilikan saham,
ukuran perusahaan dan tingkat pertumbuhan terhadap struktur modal pada
perusahaan food and beverage yang go publik di BEI. Hasilnya, ukuran
perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal. Hal tersebut
berlawanan dengan hasil penelitian Susetyo (2006) yang lebih dulu
melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi struktur
22
modal pada perusahaan manufaktur yang go publik di BEJ. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif
signifikan terhadap struktur modal.
Nugroho (2006) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi struktur
modal perusahaan properti mendapatkan hasil bahwa operating leverage
berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal, begitu pula
profitabilitas berpengaruh negatif signifikan, konsisten dengan penelitian
Harjati dan Tandelilin (2007) dan Nurrohim (2008). Akan tetapi hasil
penelitian Hadianto (2007) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh
dan struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal dalam
penelitiannya mengenai pengaruh struktur aktiva, ukuran perusahaan, dan
profitabilitas terhadap struktur modal emiten sektor telekomunikasi.
C. Kerangka Berpikir
1.
Pengaruh profitabilitas terhadap struktur modal
Profitabilitas
adalah
pengembalian
atas
investasi
modal.
Profitabilitas dihitung dari laba dibagi investasi modal (Wild,
Subramanyan, dan Halsey, 2005). Semakin tinggi profitabilitas
menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan juga tinggi. Apabila
laba perusahaan tinggi maka perusahaan memiliki sumber dana dari
dalam yang cukup besar sehingga perusahaan lebih sedikit memerlukan
hutang. Disamping itu, jika laba ditahan bertambah, rasio hutang dengan
sendirinya akan menurun, dengan asumsi bahwa perusahaan tidak
23
menambah hutang. Oleh karena itu, profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap struktur modal.
2.
Pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal
Jika struktur aktiva perusahaan tersebut tinggi berarti jumlah aktiva
tetap mereka juga besar. Semakin tinggi struktur aktiva perusahaan
menunjukkan semakin tinggi kemampuan dari perusahaan tersebut untuk
dapat menjamin hutang jangka panjang yang dipinjamnya sehingga
perusahaan dengan struktur aktiva tinggi cenderung memenuhi
kebutuhan modalnya dengan dana yang bersumber dari pihak luar atau
hutang. Sebaliknya semakin rendah struktur aktiva dari suatu perusahaan
menunjukkan semakin rendah kemampuan dari perusahaan tersebut
untuk dapat menjamin hutang jangka panjangnya.
Menurut Sartono (2008) perusahaan yang memiliki aktiva yang
cocok digunakan sebagai jaminan cenderung menggunakan hutang dalam
jumlah besar. Aktiva yang dimaksud adalah aktiva yang berhubungan
struktur modal perusahaan terutama aktiva tetap. Sedangkan menurut
Weston dan Copeland (1997), perusahaan yang mempunyai aktiva tetap
jangka panjang lebih besar, maka perusahaan tersebut akan banyak
menggunakan hutang jangka panjang, dengan harapan aktiva tersebut
dapat digunakan untuk menutup tagihannya. Jadi, struktur aktiva
berpengaruh positif terhadap struktur modal.
24
3.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap struktur modal
Ukuran
perusahaan
dapat
menentukan
tingkat
kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil
umumnya kekurangan akses ke pasar modal. Apabila perusahaan kecil
mencari dana dengan menawarkan saham baru di pasar modal, hal
tersebut membutuhkan biaya besar sehingga perusahaan kecil akan lebih
memilih memenuhi kebutuhan modalnya melalui hutang, sedangkan bagi
perusahaan besar, karena adanya pengaruh skala dalam biaya dan return
membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak
laba sehingga biaya untuk menerbitkan saham baru relatif murah bagi
mereka. Jadi, bagi perusahaan besar mereka lebih mudah untuk
memperoleh dana dari pasar modal. Oleh karena itu ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan.
4. Pengaruh growth opportunity terhadap struktur modal
Growth opportunity adalah peluang pertumbuhan perusahaan.
Biasanya, perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan adalah
perusahaan yang belum terlalu besar sehingga mereka cenderung
menggunakan lebih banyak hutang karena mereka butuh dana yang besar
untuk mengembangkan usahanya yang tidak dapat dipenuhi semuanya
melalui modal sendiri. Semakin tinggi peluang pertumbuhan perusahaan
tersebut menunjukkan bahwa di masa depan perusahaan tersebut akan
dapat lebih besar dan berkembang. Apabila perusahaan terus tumbuh dan
lebih besar, maka laba yang diperoleh perusahaan juga akan semakin
25
tinggi nantinya. Jika laba perusahaan semakin tinggi, maka perusahaan
tersebut kemungkinan akan dapat memenuhi kewajibannya sehingga
kreditur akan lebih mudah memberikan pinjaman kepada perusahaan
tersebut. Oleh karena itu,
growth opportunity berpengaruh positif
terhadap struktur modal perusahaan.
5. Pengaruh operating leverage terhadap struktur modal
Operating leverage atau leverage operasi menunjukkan seberapa
jauh perubahan tertentu dari volume penjualan berpengaruh terhadap laba
operasi bersih. Operating leverage yang tinggi menunjukkan bahwa laba
operasi sangat dipengaruhi oleh volume penjualan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa laba operasi sangat tergantung pada volume
penjualan sehingga agar laba lebih tinggi, maka volume penjualan juga
harus dinaikkan. Untuk meningkatkan volume penjualan diperlukan biaya
promosi yang tidak sedikit yang tidak mungkin dipenuhi hanya dari laba
saja sehingga perusahaan dengan operating leverage yang tinggi akan
membutuhkan sumber dana dari luar yaitu hutang yang lebih banyak.
Oleh karena itu, operating leverage berpengaruh positif terhadap struktur
modal perusahaan.
26
D. Paradigma Penelitian
Profitabilitas
Struktur Aktiva
t1
t2
Ukuran Perusahaan
Financial Constraint
Total Debt
t3
Ratio
t4
Growth Opportunity
t5
Operating Leverage
F
Gambar 1. Paradigma Penelitian
Keterangan :
t1, t2, t3, t4
: Uji t hitung (pengujian parsial),
F
: Uji F hitung (pengujian simultan)
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kajian empiris yang telah
dilakukan sebelumnya, dapat ditarik hipotesis, yaitu:
27
Ha1
: Profitabilitas
berpengaruh
perusahaan properti
yang
negatif
terhadap
struktur
modal
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2006-2010.
Ha2
: Struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal
perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2010.
Ha3
: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap struktur modal
perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2010.
Ha4
: Growth opportunity berpengaruh positif terhadap struktur modal
perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2010.
Ha5
: Operating leverage berpengaruh positif terhadap struktur modal
perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2010.
Ha6
: Profitabilitas, struktur aktiva, ukuran perusahaan, growth
opportunity, dan operating leverage secara simultan berpengaruh
terhadap DER perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Download