CEREBRAL PALSY PENDAHULUAN Istilah “cerebral palsy” dipergunakan untuk pertama kali oleh Ingram dalam tahun 1995. Dalam “cerebral palsy” ini dikelompokkkan penderita anak-anak dengan kelainan-kelainan kronis non-progresif karena penyakit otak yang telah menimbulkan gangguan motorik. Karena gejala spastisitas adalah gejala yang paling menonjol maka ada pula yang menamainya anak spastik. (1) Gangguan motorik yang muncul tersebut adalah sisa dari suatu parese atau sisa dari suatu gangguan koordinasi. Penyakit otak yang sembuh dengan cepat dan yang kronik progresif, tidaklah dapat dikelompokkan dalam “cerebral palsy” ini. (1) “Cerebral palsy” digunakan untuk suatu istilah yang mencakup berbagai macam gangguan. Penterjemahan secara umum untuk cerebral palsy adalah suatu “paralysis otak” yang biasanya mengacu pada kelainan motor atau postural yang terjadi pada awal perkembangannya. Kelainan ini perlu dipikirkan terdapat hubungan dengan faktor prenatal, perinatal, atau postnatal dengan bermacam-macam etiologi (multifaktorial). (2) DEFINISI Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum, dan kelainan mental. (3,4) EPIDEMIOLOGI Di AS: prevalansi cerebral palsy antara 1,5 – 2,5 per 1000 kelahiran hidup, kirakira 1 juta orang di AS menderita cerebral palsy. Cerenral palsy dapat menyerang semua ras. (2) ETIOLOGI Penyebab dari cerebral palsy adalah multifaktorial, tetapi pada beberapa kasus penyebabnya tidak diketahui. Pada pemeriksaan neuroimaging mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebabnya adalah faktor prenatal, perinatal dan postnatal. Pada studi epidemiologi menyatakan bahwa faktor prenatal merupakan faktor yang berperan penting untuk menimbulkan cerebral palsy. 1. Prenatal: Kelainan yang dialami oleh ibu yang sedang hamil, misalnya; (1) penyakit tiroid, (2) infeksi, (3) siklus haid yang panjang, (4) riwayat persalinan yang buruk, (5) retardasi mental, (6) kejang, (7) riwayat melahirkan anak dengan berat badan kurang dari 2000 gram. 2. Perinatal: Meliputi: anoksia/hipoksia, perdarahan otak, prematuritas, ikterus, meningitis purulenta. 3. Postnatal: Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensefalitis, dan luka parut pada otak pasca-operasi. (1,2,3,4,5) GEJALA KLINIS 1. Spastisitas. Terdapat peningkatan tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk dari kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu: • Monoplegia/monoparesis. • Diplegia/diparesis. • Tetraplegia/tetraparesis. 2. Tonus otot yang berubah. Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaksid dan berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada “lower motor neuron”. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Golongan ini meliputi 10 – 20 % dari kasus cerebral palsy. 3. Korea-atetosis. Kelainan yang khas adalah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (`involuntary movement`). Pada 6 bulan pertama bayi tampak flasid, tetapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Golongan ini meliputi 5 – 15 % dari kasus cerebral palsy. 4. Ataksia. Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum. Terdapat kira-kira 5 % dari kasus cerebral palsy. 5. Gangguan pendengaran. Terdapat pada 5 – 10 % anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit untuk menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. 6. Gangguan bicara. Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. 7. Gangguan mata. Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % penderita cerebral palsy menderita kelainan mata. (1,2,3,4,5) PEMERIKSAAN KHUSUS 1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral palsy ditegakkan. 2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeratif. Pada cerebral palsy cairan serebro spinal normal. 3. Pemeriksaan EEG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun tidak kejang. 4. Foto Rontgen kepala. 5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental. (3) DIAGNOSIS BANDING 1. Proses degeneratif. 2. Higroma subdural. 3. Arterio-venus yang pecah. 4. kerusakan medulla spinalis. 5. tumor intrakranial. (3) PENATALAKSANAAN Pengobatan kausal tidak ada, pengobatan hanya simtomatik, terdiri atas: 1. Fisioterapi. Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang penderita hidup. 2. Pembedahan. Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerakan koreo-atetosis yang berlebihan. 3. Pendidikan. Penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan tingkat intelegensinya, di sekolah luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Mereka sebaiknya diperlakukan sama seperti anak yang normal, sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. 4. Obat-obatan. Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat dari golongan benzodiazepin dapat menolong, misalnya diazepam, klordiazepoksid (Librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan koreo-atetosis diberikan artan. Imipramin (tofranil) diberikan kepada penderita dengan depresi. (3) KOMPLIKASI 1. Gastrointestinal dan nutrisi. • Kegagalan tumbuh kembang yang berhubungan dengan gangguan makan dan menelan. • Obesitas, lebih sedikit daripada gagal tumbuh kembang. • Konstipasi. • Refluks gastroesophageal dengan aspirasi pneumonia. • Caries dentis. 2. Respiratori • Meningkatnya faktor risiko untuk terjadinya aspirasi pneumonia karena disfungsi oromotor. • Bronkial pulmonari displasia • Bronkiolitis / asma. 3. Kulit - Dekubitus. 4. Ortopedi • Kontraktur. • Hip dislokasi. • Scoliosis. 5. Neurologi – Kejang. 6. Kognitif/psikologi/behavioral. Timbul gangguan perhatian, hiperaktif, retardasi mental, gangguan belajar, mengagumi diri sendiri, dan depresi. 7. Gangguan pendengaran. Terutama sekali pada pasien yang menderita bilirubinemia akut ensefalopati (kern ikterus). 8. Visual. • Ketajaman penglihatan berkurang yang berhubungan dengan retinopati prematuritas dengan hipervaskularisasi. • Strabismus. (2) PROGNOSIS Prognosis pasien dengan gejala motorik yang ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya maka makin buruk prognosisnya. (3) DAFTAR RUJUKAN 1. I. Gusti Ng. Gd. Ngoerah. Cerebral Palsy. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 1990; 217 – 18. 2. Neumeyer AM., Talavera F., Mack KJ., Benbadis SR., Lorenzo N., Last Updated: February 12, 2001 Cerebral Palsy In: Http://www.eMedicine.com. 3. Hassan R., Alatas H. Cerebral Palsy. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985; 884 – 8. 4. Gunawan Y. Andrianto P. Cerebral Palsy. Dalam: Kapita Selekta Pediatri. Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995; 235 – 9. 5. Http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/cerebral_palsyhtr.htm. 6. Http://www.gait.aidi.udel.edu/res695/homepage/pd_ortho/clinics/c_palsy/cpweb. htm.