BAB II DASAR SISTEM KONTROL II.1. Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Dalam istilah lain disebut juga teknik pengaturan sistem pengendalian atau sistem pengontrolan. Ditinjau dari segi peralatan, sistem kontrol terdiri dari berbagai susunan komponen fisis yang digunakan untuk mengarahkan aliran energi ke suatu mesin atau proses agar dapat menghasilkan prestasi yang diinginkan. Tujuan utama dari suatu sistem pengontrolan adalah untuk mendapatkan optimisasi dimana hal ini dapat diperoleh berdasarkan fungsi daripada sistem kontrol itu sendiri yaitu : pengukuran (measurement), membandingkan (comparison), pencatatan dan perhitungan (computation), dan perbaikan (correction). Secara umum sistem kontrol dapat dikelompokkan sebagai berikut 1. Dengan operator (manual) dan otomatik. 2. Jaringan tertutup (closed loop) dan jaringan terbuka (open loop). Pengontrolan secara elektrik dan pneumatik atau kombinasinya lebih banyak ditemukan dalam industri maupun aplikasi teknis lainnya. Hal ini disebabkan beberapa kelebihan yang diberikannya yaitu pemakaian daya yang lebih kecil, kemampuan untuk pengontrolan jarak jauh, lebih mudah diperoleh dan responnya lebih cepat. Disamping itu dimensi peralatan dapat dibuat lebih kecil. Universitas Sumatera Utara II.1.1. Manual dan Otomatis Pengontrolan secara manual adalah pengontrolan yang dilakukan oleh manusia yang bertindak sebagai operator, sedang pengontrolan secara otomatis adalah pengontrolan yang dilakukan oleh mesin-mesin atau peralatan yang bekerja secara otomatis dan operasinya dibawah pengawasan manusia. Pengontrolan secara manual banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti pada penyetelan suara radio, televisi, pengaturan cahaya televisi, pengaturan aliran air melalui kran, pengaturan kecepatan kendaraan, dan lainnya. Pengontrolan secara otomatis banyak ditemui dalam proses industri, pengendalian pesawat, pembangkit tenaga listrik. Sebagai contoh adalah pengaturan aliran, temperatur dan tekanan dengan menggunakan katup pengatur, pengontrolan suhu ruangan oleh thermostat, pengontrolan daya listrik oleh relay, circuit-breaker (pemutus arus). II.1.2. Jaringan Terbuka dan Tertutup Sistem terbuka adalah sistem kontrol dimana keluaran tidak memberikan efek terhadap besaran masukan, sehingga variabel yang dikontrol tidak dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan seperti Gambar 2.1. x Sistem G(s) y Gambar 2.1. Sistem Kendali Terbuka Dimana : X = Sinyal Masukan Y = Sinyal Keluaran Universitas Sumatera Utara Hubungan antara fungsi masukan, fungsi alih sistem dan fungsi keluaran : Y =G X Sistem kontrol dengan jaringan tertutup adalah sistem pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran masukan sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan melalui alat pencatat (indicator atau recorder) seperti pada Gambar 2.2. Selanjutnya perbedaan harga yang terjadi antara besaran yang dikontrol dan penunjukan alat pencatat digunakan sebagai koreksi yang pada gilirannya akan merupakan sasaran pengontrolan. Sistem kontrol tertutup mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem kontrol terbuka, yaitu mempunyai tingkat ketepatan yang lebih tinggi dan tidak peka terhadap gangguan dan perubahan pada lingkungan. Gambar 2.2. Sistem Kendali Tertutup Hubungan antara fungsi masukan, fungsi alih sistem, fungsi umpan balik dan fungsi keluaran : Z = HY, mempunyai nilai negatif dan harus dikurangkan dari tegangan masukan sehingga menghasilkan masukan pada penguat itu sebesar: G = E=X–Z X Y Universitas Sumatera Utara = Y Y + HY G Y = Y + GHY G Y G = G 1 + GH II.2. Karakteristik Sistem Kontrol Beberapa karakteristik penting dari sistem kontrol otomatik adalah sebagai berikut : 1. Sistem kontrol otomatik merupakan sistem dinamis (berubah terhadap waktu) yang dapat berbentuk linear maupun non linear. Secara matematis kondisi ini dinyatakan oleh persamaan-persamaan yang berubah terhadap waktu, misalnya persamaan differensial linear maupun tidak linear. 2. Bersifat menerima informasi, memprosesnya, mengolahnya dan kemudian mengembangkannya. 3. Komponen yang membentuk sistem kontrol ini akan saling mempengaruhi (berinteraksi). 4. Bersifat mengembalikan sinyal ke bagian masukan (feedback) dan ini digunakan untuk memperbaiki sifat sistem. Karena adanya pengembalian sinyal ini (sistem umpan balik) maka pada sistem kontrol otomatik selalu tejadi masalah stabilisasi. II. 3. Pemakaian Sistem Kontrol Pemakaian sistem kontrol otomatik banyak ditemui dalam kehidupan Universitas Sumatera Utara sehari-hari baik dalam pemakaian langsung maupun tidak langsung. Pemakaian sistem kontrol ini dapat dikelompokkan sebagai berikut 1. Pengontrolan proses : temperatur, aliran, tekanan, tinggi permukaan cairan, viskositas. Misalnya pada industri kimia, makanan, tekstil, pengilangan, dan lain-lain. 2. Pembangkit tenaga listrik (pengontrolan distribusi tenaga). 3. Pengontrolan numeric (numerical control, N/C) : pengontrolan operasi yang membutuhkan ketelitian tinggi dalam proses yang berulang-ulang. Misalnya : pengeboran, pembuatan lubang, tekstil, pengelasan. 4. Transportasi : elevator, escalator, pesawat terbang, kereta api, conveyor (ban berjalan), pengendalian kapal laut dan lain-lain. 5. Servomekanis. 6. Bidang non teknis, seperti : ekonomi, sosiologi, dan biologi. Berikut ini adalah diagram blok dari proses pengaturan debit aliran pada pipa menggunakan plat orifice dengan transmitter elektrik ialah : Gambar 2.3. Diagram Blok Sistem Pengontrolan Pada Gambar 2.3. bagian kontroller summing junction dengan tanda positif-negatif, di titik inilah langkah membandingkan dilakukan dengan mengurangi besaran set point dengan sinyal measurement variabel, hasilnya adalah sinyal yang disebut error. Universitas Sumatera Utara Hampir semua sistem pengendalian selalu dimulai dengan menampilkan blok diagram sistem pengontrolan otomatis. Secara umum elemen sistem kontrolnya ialah : 1. Feedback adalah sistem pengendali otomatis yang mempunyai dua summing junction yaitu positif feedback dan negatif feedback. 2. Proses (process) adalah tatanan peralatan yang mempunyai suatu fungsi tertentu. Input proses dapat bermacam-macam, yang pasti ia merupakan besaran yang dimanipulasi oleh final control element atau control valve agar measurement variabel sama dengan set point. Input proses ini juga disebut manipulated variabel. 3. Transmitter adalah alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element, dan mengubahnya menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh kontroller. 4. Set point adalah besaran proses variabel yang dikehendaki. Sebuah kontroller akan selalu berusaha menyamakan controlled variabel dengan set point. 5. Error adalah selisih antara set point dikurangi measurement variable. Error bisa negatif dan bisa juga positif. Bila set point lebih besar dari measured variable, error akan menjadi positif, sebaliknya bila set pointnya lebih kecil dari measured variable, error menjadi negatif. 6. Kontroller adalah elemen yang mengerjakan tiga dari empat tahap langkah pengendalian, yaitu membandingkan set point dengan measurement variable, menghitung berapa banyak koreksi yang perlu dilakukan, dan mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungan tadi, Universitas Sumatera Utara kontroller sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam mengendalikan sebuah proses. II.4. Transduser Transduser (transducer) adalah sebuah alat yang mengubah satu bentuk daya menjadi bentuk daya lainnya untuk berbagai tujuan termasuk pengubahan ukuran atau informasi. Transduser bias berupa peralatan listrik, elektronik, elektromekanik, elektromagnetik, fotonik. Dalam pengertian yang lebih luas, transduser kadang-kadang juga didefenisikan sebagai suatu peralatan yang mengubah suatu bentuk sinyal menjadi bentuk sinyal lainnya. Pada umumnya adalah mengubah besaran-besaran fisis tersebut menjadi besaran listrik misalnya : tekanan, temperatur, aliran, posisi dan lain-lain. Contoh yang umum adalah pengeras suara (audio speaker), yang mengubah beragam voltase listrik yang berupa musik atau pidato, menjadi vibrasi mekanis. Contoh lain adalah mikrofon, yang mengubah suara kita, bunyi atau energi akustik menjadi sinyal atau energi listrik. Transduser atau sensor adalah salah satu bagian dari komponen sistem pengaturan. Sensor yang digunakan sebagai elemen yang langsung mengadakan kontak dengan yang diukur, sedang transduser berfungsi untuk mengubah besaran fisis yang diukur menjadi besaran fisis lainnya. II.5. Transmitter Transmitter merupakan alat kelanjutan dari sensor, transmitter merubah signal dari sensor menjadi signal standart yang sebanding atau ekivalen. Lebih Universitas Sumatera Utara lanjut signal dari transmitter dikirim ke indikator/recorder/controller dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan. Kegunaan dari transmitter yang memberikan signal standart dan besaran proses (proses variable) yang diukur diantaranya : a. Peralatan lain seperti indikator, recorder, controller yang bekerja dengan standart signal yang sama agar berfungsi serbaguna, (multi purpose). b. Memungkinkan pengiriman signal pada jarak jauh dan cepat serta aman. c. Secara keseluruhan menekan biaya investasi dan pengoperasian maupun pemeliharaan. Dalam ilmu instrumentasi dikenal dua sistem signal yang dipergunakan, yaitu sistem signal pneumatik dan sistem signal elektrik. Berdasarkan kedua sistem tersebut transmitter dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu 1. Transmitter Pneumatik 2. Transmitter Elektrik Pada umumnya transmitter ini adalah merupakan jalur pengirim signal dari alat-alat perasa (sensor) ke controller dan dari controller ke pengatur akhir (control valve). II.6. Signal Transmitter Seperti yang telah disebutkan sebelumnya output signal dari sistem pengukuran ada 2 macam yaitu signal elektrik dengan besaran arus atau tegangan, dan signal pneumatik dengan besaran yang digunakan adalah tekanan dari signal tersebut. Sebagai standarisasi signal yang keluar dari transmitter, baik elektrik atau pneumatik, dibuat hanya bekerja pada standart skala tertentu. Untuk signal pneumatik dibuat hanya bekerja pada standart skala tertentu, Universitas Sumatera Utara yaitu sebesar : 3 – 15 Psi (0-100%) atau 0,2-1 kg/cm2 (0-100%), dan untuk signal elektrik bila signalnya dalam bentuk besaran arus maka skala kerjanya 4-20 mADC (0-100%) atau 10-50 mADC (0-100%) dan jika menggunakan signal tegangan skala kerjanya : 13 VDC (0-100%) atau 0-10 VDC (0-100%). Namur pada umumnya signal yang keluar dari transmitter elektrik hampir selalu lebih banyak dalam skala 4-20 mADC. II.7. Transmitter Pneumatik Pada dasarnya transmitter pneumatik adalah berfungsi untuk mengubah signal proses menjadi signal pneumatik serta mengirimkan signal pneumatik itu ke alat penerima seperti pencatat, pengatur dan penunjuk. Pokok utama transmitter adalah udara yang bertekanan dan biasanya sumber udara yang bertekanan 20 Psi atau 1,4 kg/cm ² . Transmitter pneumatik ini dapat digunakan sampai jarak sekitar 200 meter. Transmitter pneumatik pada umumnya terdiri dari dua bagian yaitu a. Bagian Perasa (sensor) Bagian perasa berfungsi untuk mengubah signal proses ke dalam bentuk gerak mekanik. Misalnya tekanan di dalam bejana sebelumnya adalah 10 Psi beberapa detik kemudian turun menjadi 9 Psi, perubahan sebesar 1 Psi ini adalah merupakan signal yang harus diubah oleh detektor ke dalam bentuk pergerakan mekanik. Detektor yang biasa dipakai dalam transmitter ini adalah - Meter bodi - Sel beda tekanan (Differential Pressure Cell) Universitas Sumatera Utara - Penggeser (Displaces) - Bola berisi cairan (Liquid Filled Bulb) b. Bagian Pengirim. Bagian pengirim dari transmitter ini berfungsi untuk mengubah gerak mekanik detektor ke dalam bentuk signal pneumatik. II.8. Transmitter Elektrik Transmitter elektrik sama halnya seperti transmitter pneumatik. Transmitter elektrik juga terdiri dari dua bagian pokok yaitu - Bagian perasa - Bagian pengirim CATATAN 1. PENGIMBANG UTAMA. 2. PEGAS PENINGGI DAN PEGAS TITIK NOL 3. PEREDAM 4. PENYETELAN BATASAN 5. PENGIMBANG KEDUA 6. PEMBATAS LANGKAH 7. KESATUAN MAKNET 8. PEGAS BIAS. 9. DITEKTOR. 10. KESATUAN ODP 11. PENUNJUK OUTPUT Gambar 2.4 Transmitter Elektrik Universitas Sumatera Utara Transmitter ini juga termasuk jenis transmitter gaya seimbang. Detektor untuk transmitter ini dapat berupa meter bodi, sel beda tekanan, bola berisi cairan dan penggeser. Adapun prinsip kerja transmitter elektrik adalah sebagai berikut : - Batang pemuntir dari detektor (bagian perasa) disambungkan dengan pengimbang utama dari bagian pengirim, sehingga pergerakan dari batang pemuntir menghasilkan pergerakan pada pengimbang utama. - Pergerakan dari pengimbang utama mengubah jarak antara kedua ferrite dari detektor bagian pengirim. - Berubahnya jarak antara kedua ferrite menghasilkan perubahan pada induktansi dari pick-up coil. - Perubahan induktansi pick-up coil menghasilkan perubahan pada output osilator dari kesatuan ODP. - Perubahan pada output osilator menghasilkan perubahan pada nilai arus listrik yang keluar dari transmitter. Dengan demikian perubahan pada variable proses yang dirasakan oleh detektor pada bagian perasa dapat menghasilkan perubahan pada nilai arus listrik yang keluar dari bagian pengirim. - Sebagian dari output osilator dikirim ke kesatuan magnet sehingga akan terjadi gaya tolak menolak pada kesatuan magnet. Gaya tolak menolak pada kesatuan magnet akhirnya akan menghasilkan pergerakan pada penghubung kedua. Pergerakan (gaya) pada penghubung kedua diteruskan ke pengimbang utama melalui penyetelan batasan (span rider). Gaya dari pengimbang kedua Universitas Sumatera Utara adalah melawan gaya pada pengimbang utama diimbangi oleh pergerakan pengimbang utama. Dengan demikian akan dihasilkan kedudukan dimana perubahan jarak kedua ferrite akan sebanding dengan perubahan variable proses yang dirasakan oleh detektor. kedua ferrite akan sebanding dengan perubahan variable proses yang dirasakan oleh detektor. II.9. Peralatan Pengoperasian Transmitter Elektrik Peralatan-peralatan pendukung yang dipakai pada sistem pengoperasian transmitter elektrik adalah sebagai berikut : A. Kompresor Kompresor adalah sebuah mesin yang memampatkan udara atau gas. Kompresor bekerja sebagai penguat, sebaliknya ada pula kompresor yang menghisap udara atau gas yang bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, dalam hal ini kompresor lebih disebut pompa vakum (vacum pump). Klasifikasi Kompresor Kompresor terdapat dalam berbagai jenis dan model tergantunr pada volume dan tekanannya. Sebutan kompresor (pemampat) dipakai untuk tekanan tinggi, blower (peniup) dipakai untuk tekanan sedang, sedangkan fan (kipas) dipakai untuk tekanan yang sangat rendah. Atas cara penempatannya kompresor terbagi atas dua jenis 1. Jenis Turbo Kompresor jenis ini menaikkan tekanan dan kecepatan udara atau gas dengan cara sentrifugal yang ditimbulkan oleh impeller atau dengan daya angkat (lift) yang ditimbulkan oleh sudut. Universitas Sumatera Utara 2. Jenis Perpindahan Jenis ini menaikkan tegangan dengan memperkecil atau memampatkan volume udara atau gas yang dihisap dalam silinder atau stator oleh torak atau sudut. B. Pneumatik Control valve Control valve adalah suatu elemen kendali akhir. Dalam rangkaian kendali control valve langsung mengubah besarnya aliran fluida, dimana dengan mengubah besarnya aliran fluida dapat mengontrol beberapa variable seperti tekanan, level, dan temperatur. Secara umum control valve terbagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Elemen kendali akhir untuk pengendali on/off (misalnya selenoid valve, pneumatik control valve). 2. Elemen kendali akhir untuk pengendali kontinu (misalnya difragma control valve). Walaupun ada beberapa sistem pengendali on/off yang menggunakan pneumatik control valve sebagai elemen pengendali akhir namun fungsi dipengendali ini tidak lebih istimewa dari diafragma control valve. Prinsip kerja pneumatik control valve Signal output dari controller akan diubah/dikuatkan oleh converter kedalam tekanan udara yang terpakai pada sebuah pneumatik control valve. Bila tekanan udara yang terpakai pada permukaan diafragma, suatu gaya akan menekan batang penggerak, batang penggerak didukung dan ditekan oleh sebuah pegas. Jika tekanan yang cukup diberikan pada diafragma maka batang penggerak akan bergerak dan persen bukaan control valve akan berubah. Universitas Sumatera Utara C. Converter Converter adalah instrument yang dapat menggerakkan suatu kendali. Peran converter adalah mengubah signal elektrik menjadi signal pneumatik yang diperlukan untuk mengoperasikan control valve. Besarnya signal listrik yang merupakan signal input adalah 4-20 mA. Converter juga disuplay dengan tekanan udara sebesar 1,4 kg/cm2. Besarnya signal input ditentukan oleh besarnya signal input yang berasal dari controller. Signal output dari converter merupakan signal input bagi control valve, dimana pengaturan besar persen bukaan control valve diatur oleh besarnya signal output converter (biasanya dalam persen). D. Controller Controller bekerja menerima signal input dari sebuah converter dan mengirim sinyal output ke converter pada standart 0,2-1,0 kg/cm2 pada tekanan pneumatik. Controller ini merupakan alat pengatur otomatis yang berfungsi untuk mengatur agar keadaan yang sedang berlangsung dari proses sesuai yang diinginkan. E. Recorder Recorder dipakai untuk mengetahui perubahan dari waktu dalam kondisi operasi atau mendapat rekaman dari harga hasil pengukuran. Diantara recorder ada recorder yang bersambung yang merekam harga hasil pengukuran terus menerus dengan pena perekam. Dalam merekam harga hasil pengukuran digunakan recorder jenis pencatat, recorder ini berganti-ganti merekam harga hasil pengukuran pada beberapa tempat dengan menggunakan switch-over otomatis. II.10. Alat-alat Kontrol Jika sebuah sistem kontrol adalah stabil dan hanya memerlukan perbaikan Universitas Sumatera Utara respons misalnya mengurangi atau menghilangkan (penyimpangan dalam keadaan mantap) atau memperbesar kecepatan respons maka yang dilakukan adalah penggunaan alat-alat kontrol dari jenis P (proportional), I (integral), atau D (differential). Jenis jenis alat kontrol ini terdiri dari a. Alat kontrol tipe P (proportional) b. Alat kontrol tipe I (integral) c. Alat kontrol tipe D (differential) Kontroller Proportional, Integral, dan Diffential dalam prakteknya dapat digabung menjadi satu kontroller yang disebut kontroller Proportional plus Integral plus Derivative (P + D + I) II.10.1. Alat Kontrol Tipe Proportional (Proportional Control) Pada jenis ini terdapat hubungan kesebandingan antara keluaran terhadap kesalahan yaitu : m(t) = K e(t), dimana K disebut konstanta kesebandingan. P e r t a m b a h a n h a r g a K a k a n m e n a i k k a n p e n gu a t a n s i s t e m (penyimpangan dalam keadaan mantap). Pemakaian alat kontrol jenis ini saja sering tidak memuaskan karena penambahan K selain akan membuat sistem lebih sensitif, tetapi juga cenderung mengakibatkan ketidakstabilan. Disamping itu pertambahan K adalah terbatas dan tidak cukup untuk mencapai respons sampai suatu harga yang diinginkan. Kenyataannya dalam usaha mengatur harga K terdapat keadaan-keadaan yang bertentangan. Disatu pihak diinginkan mengurangi sebanyak mungkin, tetapi Universitas Sumatera Utara hal ini akan mengakibatkan osilasi bagi respons yang berarti memperlama "settling-time", sedang dipihak lain respons terhadap setiap perubahan masukan harus terjadi secepat mungkin. Respons yang cepat memang dapat diperoleh dengan memperbesar K, tetapi hal ini juga akan mengakibatkan ketidakstabilan sistem. Untuk mengatasi masalah-masalah ini, alat pengontrol yang akan digunakan harus mempunyai persyaratan berikut : a. Penguatan yang tinggi pada frekuensi-frekuensi yang sangat rendah untuk mengurangi kesalahan-kesalahan. b. Penguatan yang tinggi pada frekuensi-frekuensi tinggi yakni dengan secepatnya mengikuti perubahan masukan bila laju perubahan transien adalah yang paling cepat. Hal ini perlu untuk menjamin respons yang cepat. c. Pada frekuensi-frekuensi menengah yakni dalam bagian terakhir respons transien dan sebelum "on set" (kondisi-kondisi mantap) penguatan sebaiknya cukup rendah agar ter arnin respons yang tidak mengalami lonjakan yang berlebihan dan juga setiap kecenderungan berosilasi akan direndam dengan cepat. II.10.2. Alat Kontrol Tipe Differential (D) Alat kontrol jenis ini (disebut juga "rate-control") digunakan untuk memperbaiki atau mempercepat prestasi respons transien sebuah sistem kontrol. Alat ini selalu disertai oleh tipe P, sedang tipe I hanya digunakan bila diperlukan. Diikutsertakannya tipe D ini sebagai alat kontrol memberikan efek Universitas Sumatera Utara menstabilkan sistem dengan cara memperbesar "phase-lead" terhadap penguatan loop kontrol yakni dengan mengurangi "phase-lead"' terhadap penguatan loop kontrol yakni dengan mengurangi "phase-lag " penguatan tersebut. Alat kontrol ini sangat bermanfaat sebab responnya terhadap laju perubahan kesalahan menghasilkan koreksi yang berarti sebelum kesalahan tersebut bertambah besar, jadi efeknya adalah menghasilkan tindakan pengontrolan yang cepat. Hal ini sangat penting bagi sistem kontrol yang perubahan bebannya tejadi secara tiba-tiba, karena dapat menghasilkan sinyal pengontrol selama kesalahan (error) berubah. Karena tipe D ini melawan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluaran yang dikontrol, efeknya adalah menstabilkan sistem loop tetutup dan ini dapat meredam osilasi yang mungkin terjadi. Penting diperhatikan bahwa tipe D ini fidak dapat dipakai secara tersendiri karena tidak akan memberi jawaban (respons) terhadap suatu kesalahan dalam kondisi mantap. Dengan demikian alat ini harus digabung dengan tipe P atau P + I, sehingga konfigurasi atau bentuknya adalah P + D atau P + D + I. II.10.3. Alat Kontrol Tipe Integral (I) Alat kontrol jenis ini (integral control, I) dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan posisi dalam kondisi mantap (steady position error) tanpa mengubah karakteristik-karakteristik frekuensi tinggi dan hal ini dapat dicapai dengan memberikan penguatan tak terhingga pada frekuensi nol yakni pada kondisi mantap. Alat kontrol biasanya digunakan bersama tipe P dan D, namun dalam hal-hal dimana kecepatan respons dan ketidakstabilan bukan merupakan masalah, tipe Universitas Sumatera Utara P + I adalah cukup. Walaupun demikian, penambahan tipe P perlu mendapat perhatian karena efeknya mengurangi kestabilan yakni karena mengakibatkan bertambahnya keterlambatan fasa (phase-lag). Alat kontrol jenis I dapat berupa peralatan pneumatic, hidraulik; elektronik. Bagian integral (I) menunjukkan bahwa tindakan pengontrolan akan terus bertambah selama terjadi kesalahan dan bila sinyal penggerak (actuating signal)m(t) yang cukup telah terakumulir, maka sinyal e(t) akan menurun menuju nol. Melalui pemilihan komponen rangkaian yang tepat, lokasi frekuensi nol dan frekuensi pojok dapat direncanakan agar pengontrolan secara integral (I) hanya efektif pada frekuensi-frekuensi rendah sedang tipe P nya memiliki penguatan yang konstan serta menghasilkan kestabilan pada frekuensi menengah dan frekuensi yg lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara