BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kornea merupakan dinding depan bola mata yang transparan dan merupakan jaringan yang avaskular. Rata-rata diameter kornea vertikal 11,5 mm dan horizontal 12 mm ( Kanski, 2007). Lapisan kornea dari luar ke dalam adalah epitel, membrana bowman, stroma, membrana descemet dan endotel. Endotel kornea adalah lapisan paling dalam dari kornea. Lapisan ini terdiri atas satu lapis endotel berbentuk heksagonal yang sel-selnya tidak bisa membelah. Endotel kornea berperan penting dalam mengatur kadar air kornea dengan cara mengeluarkan air dari kornea ke kamera okuli anterior dengan enzim Na-K ATP – ase dan mempertahankan transparansi kornea (AAO, 2012-2013). Densitas endotel kornea adalah jumlah sel endotel kornea per milimeter persegi. Densitas endotel kornea jumlahnya bervariasi dari masing-masing orang saat lahir. Pada usia dewasa densitas endotel kornea menurun sesuai umur. Kalau fungsi endotel kornea terganggu, humor aquos akan berdifusi ke dalam stroma kornea dan menyebabkan pembengkakan kornea (Sheng, 2006). Sel endotel kornea tidak bisa mengalami regenerasi setelah terkena trauma tetapi dapat mengalami penyembuhan melalui hiperplasi dan mobilisasi. Penurunan fungsi endotel kornea berhubungan dengan penurunan atau kehilangan sel endotel. Faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan sel endotel kornea adalah usia, diabetes melitus, bedah intra okular, trauma okular, fuch endothelial distrofi, pemakaian lensa kontak, uveitis anterior. Rata-rata densitas sel endotel kornea orang dewasa adalah 3000 sel/mm2 tetapi endotel kornea bisa turun sampai 1000sel/mm2 tanpa menunjukkan gangguan fungsi (Bourne et al., 1976). Pada diabetes melitus terjadi perubahan signifikan terhadap aspek klinik, fisiologi, morfologi dan metabolik pada kornea. Perubahan morfologi terjadi baik pada epitel, membran, stroma dan endotel. Pada penderita diabetes melitus terjadi penurunan sensasi dan defek epitel kornea. Saini dan Mittal (1996) juga menemukan adanya fungsi endotelium kornea lebih rendah secara bermakna pada kelompok diabetes dibandingkan kontrol. 1 2 Prevalensi DM di Indonesia mencapai 8,4 juta orang pada tahun 2004 dan diperkirakan mencapai 21,3 juta orang pada tahun 2030 (Kementrian kesehatan RI, 2009). Semakin banyaknya kasus diabetes mellitus di Indonesia perlu mendapat perhatian dari semua tenaga medis termasuk oftalmologist. Berbagai tindakan bedah intraokuler, uveitis dan trauma intraokuler dapat menurunkan jumlah sel endotel kornea apalagi terjadi pada pasien diabetes mellitus. Penanganan komplikasi retinopati diabetika yang utama dan paling sering dilakukan adalah laser retina fotokoagulasi. Murata et al. (2007) menemukan adanya penurunan jumlah sel endotel kornea pada pasien setelah dilakukan laser fotokoagulasi retina. Pada pasien retinopathy of prematurity yang dilakukan laser fotokoagulasi juga terdapat peningkatan risiko corneal burns, band keratopathy, hifema, glaukoma, katarak dan hipotoni. Keparahan trauma mata dipengaruhi oleh panjang gelombang sinar laser ( Niedbal et al., 2013). Panjang gelombang pendek lebih mudah mengalami hamburan. Hamburan sinar dapat menyebabkan absorbsi radiasi pada jaringan selain jaringan target yang terjadi baik di segmen anterior, lensa dan vitreus sehingga memiliki potensi kerusakan pada jaringan tersebut ( Lock et al., 2010). B. Perumusan Masalah Penurunan fungsi endotel berhubungan dengan penurunan jumlah sel endotel. Penurunan fungsi endotel dapat berakibat humor akuos berdifusi ke dalam stroma sehingga menyebabkan edema kornea. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan sel endotel antara lain bedah intraokular, diabetes mellitus, trauma okular, uveitis maupun pemakaian lensa kontak. Pasien diabetes mellitus banyak yang mengalami komplikasi retinopati diabetika. Saat ini terapi yang dianjurkan dan paling sering diberikan adalah laser fotokoagulasi retina. Laser fotokoagulasi retina memiliki potensi menyebabkan kerusakan sel endotel kornea akibat efek termal langsung maupun hamburan sinar laser. Efek tersebut dipengaruhi oleh panjang gelombang, energi laser dan sistem penghantar sinar yang digunakan. Penelitian ini ingin mencari apakah terdapat perubahan densitas dan morfologi sel endotel kornea sebelum dan setelah laser fotokoagulasi retina? 3 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perubahan densitas dan morfologi sel endotel kornea sebelum dan setelah laser fotokoagulasi. D. Keaslian Penelitian 1. Murata et al. (2007) meneliti pengaruh laser fotokoagulasi retina terhadap densitas sel endotel kornea. Penelitian dilakukan pada 17 pasien (17 mata) dengan retinopati diabetika, branch retinal vein occlusion (BRVO) dan penyakit lain kemudian dilakukan laser fotokoagulasi retina lalu diperiksa densitas endotel kornea pasca laser. Hasilnya terdapat penurunan yang signifikan dari densitas sel endotel kornea setelah dilakukan laser fotokoagulasi retina. 2. Menchini et al.(1990) membandingkan efek laser Argon dan Kripton fotokoagulasi panretina terhadap sel endotel kornea pada 64 pasien diabetes dengan 88 mata. Hasil penelitian ini menunjukkan kehilangan sel endotel lebih besar pada laser Kripton namun tidak bermakna secara statistik. 3. Smith dan Whitted. (1984) meneliti perubahan sel endotel kornea setelah laser iridotomi dengan Argon. Penelitian dilakukan terhadap 17 pasien 28 mata dengan diagnosis glaukoma sudut tertutup. Hasil penelitian ini menunjukkan ada penurunan densitas sel endotel namun tidak bermakna secara statistik. Pada penelitian ini akan dilihat perubahan densitas dan morfologi sel endotel kornea sebelum dan setelah laser fotokoagulasi retina. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Murata et al (2007) karena penelitian tersebut tidak menilai perubahan morfologi sel endotel kornea. Pada penelitian ini juga hanya dilakukan pada penderita retinopati diabetika. 4 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai pengaruh laser fotokoagulasi retina terhadap perubahan densitas dan morfologi sel endotel kornea.