Peran Pregabalin pada Terapi Nyeri Neuropatik

advertisement
Leading article
Peran Pregabalin pada Terapi Nyeri
Neuropatik Sentral Pascastroke
Endang Mutiawati
Bagian Neurologi – Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Abstrak
Abstract
Nyeri neuropatik pascastroke (NNPS) merupakan komplikasi dari stroke yang ‘underestimated’. Keberhasilan penanganan nyeri neuropatik
jenis ini masih rendah, sehingga sangat terbuka
kesempatan untuk pengembangan obat-obat
yang digunakan NNPS ini. Dari studi praklinik
dan klinik menunjukkan bahwa adanya hipereksitabilitas saraf pada area kerusakan saraf
di otak memegang peranan penting pada timbulnya NNPS. Pregabalin merupakan obat NNPS
yang bekerja meningkatkan inhibisi pelepasan
gamma-aminobutyric acid (GABA) dengan cara
memblok kanal ion kalsium sehingga akan menurunkan hipereksitabilitas sel saraf.
Central post stroke pain (CPSP) is still an underestimated complications of stroke, resultan in
impairment Treatment of CPSP following lessions of the central nervous sistem is a great
challenge to the clinician. Preclinical and clinical
studies indicate that neuronal hyperexcitability
in damaged areas of the central nervous system plays a major role in development of CPSP.
Pregabalin are thought to act by abnormal increasing gamma-aminobutyric acid-mediated
inhibition, decreasing abnormal neuronal hyperexcitability by modulating calcium channel.
PENDAHULUAN
Nyeri pascastroke merupakan keluhan yang
banyak dijumpai pada pasien pascastroke (Klit,
Finnerup, Jensen, 2015), Jumlahnya berkisar
antara 11%-55% dari total penderita stroke.1,2,3
Nyeri pascastroke dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada organ otot, sendi, visera,
saraf tepi dan saraf pusat.1 Bentuk nyeri pascastroke yang sering dijumpai adalah nyeri bahu
sisi hemiparesis, nyeri spasme otot dan spastisitas, nyeri kepala pascastroke, nyeri punggung
bawah dan nyeri neuropatik sentral pascastroke.1,2,3,4
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
Nyeri neuropatik pascastroke (NNPS) adalah
nyeri yang timbul pascastroke bersamaan dengan gangguan sensibilitas lainnya akibat lesi
pada sistem somatosensorik pusat khususnya
pada otak.2,4,5 Lokasi lesi NNPS umumnya pada
talamus, akan tetapi beberapa area lainnya seperti bagian dorsolateral dari medula, kapsular
talamus dan lobus parietal juga dapat menimbulkan NNPS, hal ini dapat dimengerti karena
area-area tersebut terkait dengan sistem somatosensorik.1,2
MEDICINUS
3
leading article
Nyeri neuropatik pascastroke pertamakali dilaporkan pada tahun 1903 di Kongres Nasional
Neurologi Perancis oleh Dejerine (neurologis
dari Perancis) dan Roussy (neuropatologist
dari Swiss dan Perancis), pasiennya bernama
Madame Jossaume. Makalahnya saat itu menjadi sangat terkenal dengan judul “Le syndrome
thalamique”. Berturut-turut kemudian pada tahun 1904, Thomas dan Chiray mempresentasikan 2 buah kasus NNPS. Pada tahun 1905, pasien
Madame Jossaume meninggal dunia dan dari
hasil autopsinya dijumpai pembesaran piramid
kanan dan ditemukan area berwarna kuning
pada regio posterolateral talamus kanan.5
608 pasien stroke dijumpai 51 pasien yang kemungkinan NNPS.1,5 Dari total sekitar 700.000
kasus baru stroke dan stroke berulang per tahun di Amerika Serikat, 56.000 diantaranya merupakan kasus NNPS.1,4,5 Sebuah studi populasi di
Rumini, Italia, yang dipublikasikan pada tahun
2013, menyatakan dari 601 pasien stroke, 66
diantaranya NNPS. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
insidensi NNPS 11% dari total stroke. Umumnya
58% NNPS muncul segera pascastroke, 20%
NNPS muncul dalam 1 bulan pascastroke.1
Hingga kini penanganan NNPS belum memberikan hasil yang memuaskan. Tingkat keberhasilan pengobatan NNPS kurang dari 50%
pasien yang berhasil pengobatannya.6,7 Sejauh
ini belum ada satu jenis obatpun yang mampu
memberikan hasil memuaskan bagi penanganan NNPS. Hal ini disebabkan oleh patofisiologi
NNPS sangat kompleks dan belum sepenuhnya
diketahui dengan jelas. Selain penanganan yang
belum memuaskan, di sisi lain, obat antinyeri neuropatik mempunyai efek samping yang
tidak menyenangkan seperti pusing, dizziness,
vertigo, mulut kering, mual, muntah, bahkan
karbamazepin dapat menyebabkan reaksi alergi
berupa Sindroma Steven Johnson yang sangat
mengganggu penderita NNPS.8-11 Pregabalin
salah satu obat antinyeri neuropatik golongan
antikonvulsan yang berkerja memblok pintu
kanal ion kalsium pada ujung saraf (membran
presinap). Pregabalin mempunyai potensi antinyeri neuropatik sama dengan gabapentin, akan
tetapi dosis yang dibutuhkan lebih sedikit jumlahnya sehingga efek samping lebih minimal.12-15
Patofisiologi dari NNPS belum diketahui sepenuhnya dan masih membingungkan.1,8,9,10,11
Pasien stroke dengan yang sama lokasi lesi dan
gambaran klinis tidak semua mengalami NNPS.
Sejauh ini yang sudah jelas adalah adanya lesi
pada jaras spinotalamikus merupakan penyebab timbulnya NNPS. Dari penelitian tentang lokasi lesi di talamus pada stroke dengan
atau tanpa nyeri menunjukkan bahwa lokasi lesi
pada ventral posterior nukleus/pulvinar border
zone dari talamus mengindikasikan odds ratio
yang tinggi untuk timbulnya NNPS.1
Insidensi Nyeri Neuropatik Pascastroke
Prevalensi NNPS bervariasi antara 1%-12%. Dari
total penderita stroke, diperkirakan penderita
NNPS 8% lebih. Sebuah studi populasi yang dilaksanakan di Denmark dengan menggunakan
kuesioner. Berdasarkan pemeriksaan klinis dari
4
MEDICINUS
Patofisiologi Nyeri Neuropatik Pascastroke
Nyeri neuropatik pascastroke dapat timbul pada
kedua jenis stroke (iskemik dan hemoragik) apabila lesi tersebut mengenai sistem somatosensorik pada otak.4 Lokasi lesi NNPS lebih sering
dijumpai pada talamus, regio insular opercular,
dan batang otak. Akibat terkena area tersebut
maka akan menyebabkan gejala NNPS tidak
hanya terdiri dari nyeri saja akan tetapi bersamaan dengan gangguan sensorik lainnya seperti rasa tebal, kesemutan. Bila kita menjumpai
pasien stroke dengan gangguan sensorik berupa evoked distosia dan evoked nyeri maka pasien
tersebut berisiko tinggi munculnya NNPS.1,2,5
Adanya kerusakan saraf pada serabut somatosensorik di otak akan menimbulkan aktivitas
abnormal pada daerah lesi tersebut berupa
‘ectopic dicharge’. ‘Ectopic dicharge’ ini semakin
lama semakin terakumulasi yang pada akhirnya
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
leading article
terbentuk generator ektopik. Generator ektopik adalah suatu tempat dibentuknya impuls elektrik
pada sistim saraf pusat yang mengalami kerusakan, keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya nyeri
secara terus-menerus, sehingga timbul sensitisasi sentral dan perifer, yang pada akhirnya timbul keluhan nyeri neuropatik. Pada keadaan jaringan saraf yang sehat, tidak dijumpai generator ektopik.16
Gambaran Klinis Nyeri Neuropatik Pascastroke
Nyeri pada NNPS munculnya bervariasi, mulai dalam beberapa hari (53%) hingga beberapa minggu
atau 1-3 bulan (20%) setelah serangan stroke.1,17 Onset nyeri tidak jelas kapan mulainya. Nyeri tidak
muncul secara tersendiri akan tetapi bersama-sama dengan gangguan sensorik lainnya terutama
sensasi suhu pada sisi paresis anggota gerak, disamping defisit neurologis yang telah ada sejak
awal serangan stroke. Nyeri timbul dapat secara terus menerus ataupun periodik, spontan ataupun
`evoked` atau campuran keduanya. Keluhan nyeri dapat seperti rasa terbakar, tertusuk, tercabit, tertembak, tertekan, berdenyut, tajam, rasa seperti tersiram air, rasa beku. Selain itu juga ditemukan
keluhan yang tidak jelas/samar sehingga mempersulit diagnosis. Hal ini akan memperlama terdiagnosisnya NNPS, bahkan dapat menyebabkan misdiagnosis yang pada akhirnya terlambat mendapatkan penanganan yang tepat.Tingkat nyeri berkisar antara sedang sampai berat. Nyeri umumnya
kronik, terkadang ‘long life’ dan konstan, Beberapa pasien ada yang mengalami disestesia spontan,
allodynia dan hiperalgesia. Gejala stroke lainnya seperti gangguan kognitif, gangguan bicara dan
gangguan fungsional lainnya seperti depresi, gelisah dan gangguan tidur juga dapat dijumpai.1,2,5
Gambar dibawah ini memperlihatkan lokasi nyeri, gangguan sensibilitas dan trigger point nyeri miofasial pada 40 pasien pascastroke.
Gambar 1. Gambar 40 pasien dengan NNPS, titik-titik merah : area nyeri, kuning: area
gangguan sensibilitas (gangguan termal), tanda + : trigger point nyeri miofasial2
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
MEDICINUS
5
leading article
Diagnosis Nyeri Neuropatik Pascastroke
Dalam menentukan nyeri pascastroke, sangat penting untuk dapat membedakan apakah nyeri yang
dialami itu adalah nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik sentral atau campuran keduanya. Penentuan jenis nyeri ini sangat menentukan dalam pengobatan nyeri pascastroke. Tidak ada gambaran
yang khusus, baik secara anamnesis maupun pemeriksaan fisik untuk menentukan secara pasti apakah nyeri tersebut nyeri muskuloskeletal (nosiseptif ) atau neuropatik, sehingga kadangkala menyulitkan dalam mendiagnosis.1 Pada tahun 2009 dipublikasikan kriteria diagnostik NNPS berdasarkan
sistem ‘grading’ (tabel 1)
Sumber: Klit HM, Finnerup NB, Jensen TS. diagnosis, prevalence, characteristics, and
treatment of central poststroke pain. Pain Clinical Updates. IASP. 2015;23(3)
Pemeriksaan Penunjang pada Nyeri Neuropatik Pascastroke
Secara umum tidak dibutuhkan pemeriksaan untuk NNPS dengan gangguan sensorik. Pemeriksaan
imaging hanya untuk membuktikan bahwa ada lesi yang lokasinya sesuai dengan keluhan nyeri
dan gangguan sensorik lainnya, yaitu pada jaras somatosensorik, meliputi talamus dan proyeksi
talamokortikal, khususnya pada regio insular opercular. Pemeriksaan PET menunjukkan adanya perubahan aliran pada talamus baik pada saat istirahat maupun saat ‘evoked pain’. Pada pemeriksaan
neurofisiologi dengan menggunakan mikroelektroda dijumpai spontaneus abnormal dan ‘evoked
activity’ di talamus. Pada pemeriksaan MRI dengan metode ‘diffusion sensor tractografy’ tampak ada
perubahan pada traktus spinotalamikus.1,18
6
MEDICINUS
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
leading article
Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik Pascastroke
Penanganan NNPS sama seperti penanganan nyeri neuropatik jenis lainnya. Kendala yang biasanya
muncul adalah 1) obat-obat antinyeri neuropatik yang digunakan terbatas kemampuan antinyerinya,
2) dosis obat yang digunakan terbatas karena ada efek samping. Kedua hal ini sampai saat ini masih
sangat luas kesempatan pengembangan obat untuk penanganan NNPS dan nyeri neuropatik lainnya.6
Jenis obat-obatan yang digunakan antara lain yaitu golongan trisiklik antidepressan, golongan antikonvulsan, opioid, cannabinoid, dan lainnya. Berdasarkan ‘guidelines’ yang diterbitkan oleh European
Federation of Neurological Societies (EFNS) merekomendasikan pregabalin (level A), amitriptilin (level B) atau gabapentin sebagai obat pilihan pertama untuk nyeri neuropatik sentral. Tramadol (level
B) sebagai obat pilihan kedua, dan opioid kuat sebagai obat pilihan ketiga.6 Pregabalin sudah diakui
sebagai obat antinyeri neuropatik sentral di Amerika dan Eropa. Penelitian yang dilakukan di Jepang
oleh Onouchi, Koga, Yokoyama, Yoshikawa, 2014, menunjukkan bahwa pregabalin dapat menurunkan nilai visual analog scale (VAS) pada nyeri neuropatik sentral dan VAS yang paling menurun adalah
NNPS (Gambar 2).12
Pregabalin adalah ligan alfa-2-delta serupa dengan gamma aminobutyric acid (GABA) tetapi tidak
bekerja pada reseptor GABA. Ia terikat lebih kuat dengan subunit alfa-2-delta dari pintu voltase kanal kalsium di presinap. Akibatnya, aliran kalsium melalui kanal berkurang sehingga menghambat
pelepasan neurotransmiter, termasuk glutamat, norepinefrin, dan substansi P.4 Percobaan pada hewan menunjukan penurunan level neurotransmiter eksitatorik sebagai mekanisme kerja pregabalin,
menghasilkan manfaat analgesik, antikonvulan, dan antiansietas.12,13,14
Efek samping pregabalin yang sering ditemukan antara lain pusing, mengantuk, penambahan berat
badan, dan edema perifer. Sedangkan efek samping yang jarang ditemukan antara lain agioedema,
reaksi hipersensitivitas, peningkatan ringan kreatin kinase, penurunan jumlah trombosit, perpanjangan interval PR pada electrocardiography (EKG). Pada penghentian terapi dapat di temukan keluhan
insomnia, mual, sakit kepala, atau diare yang menandakan adanya gejala ketergantungan. Pada 4%
pasien dilaporkan efek samping euforia.15,19
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
MEDICINUS
7
leading article
Dosis awal pregabalin yang direkomendasikan adalah 150 mg/hari dalam 2 atau 3 dosis terbagi. Secara bertahap, dosis ditingkatkan menjadi 300 mg/hari selama 1 minggu berdasarkan batas toleransi
dan efikasinya. Dosis dapat ditingkatkan sampai maksimal 450 mg/hari. Peningkatan dosis sampai
600 mg/hari tidak ditemukan manfaat tambahan yang berarti, tetapi memiliki efek samping yang
lebih besar. Selama pengobatan, harus dihindari obat-obatan lain untuk nyeri atau insomnia, serta
diketahui berinteraksi dengan pregabalin.19 Tabel 2 dibawah ini menunjukkan perbedaan farmakokinetika antara gabapentin dan pregabalin.
Tabel 2. Perbedaan farmakokinetika antara gabapentin dan pregabalin
KESIMPULAN
Nyeri neuropatik pascastroke adalah nyeri neuropatik sentral yang timbul pascastroke dimana lesi
stroke tersebut mengenai jaras spinotalamikus di otak. Insidensi NNPS rata-rata 8% dari total stroke.
Mekanisme terjadinya NNPS pada dasarnya sama seperti mekanisme terjadinya nyeri meuropatik
yaitu terbentuknya ‘ectopic dicharge’ yang pada akhirnya menjadi generator ektopik, baru kemudian
timbul keluhan nyeri neuropatik, namun demikian seluruh mekanisme NNPS belum diketahui dengan jelas.
Hingga saat ini pengobatan belum memberikan hasil yg memuaskan. Berdasarkan pedoman penatalaksanaan yang ada obat pilihan pertama untuk NNPS yang adalah pregabalin, gabapentin, amitriptilin, sedangkan tramadol sebagai pilihan kedua dan opioid kuat sebagai pilihan ketiga. Pregabalin sebagai salah satu pilihan pertama untuk NNPS yang direkomendasikan oleh EFNS, diterima di
Eropa, USA dan Jepang.
8
MEDICINUS
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
leading article
daftar pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Klit HM, Finnerup NB, Jensen TS. Diagnosis, Prevalence, Characteristics,
and Treatment of Central Poststroke
Pain. Pain Clinical updates. IASP.
2015;23(3).
de Oliveira RAA, de Andrade DC,
Machado AGG, Teixeira MJ. Central
poststroke pain: somatosensory abnormalities and the presence of associated myofascial pain syndrome.
BioMed Central. 2012;12:89.
Klit H, Finnerup NB, Overvad K, Andersen G, Jensen TS. Pain following
stroke: a population-based follow-up
study. PloS one. 2011;6(11):e27607.
Raffaeli W, Minella CE, Magnani F,
Sarti D. Population-based study of
central post-stroke pain in Rimini district, Italy. J Pain Res. 2013;6:705-11.
Henry JL, Lalloo C, Yashpal K. Central
poststroke pain: An abstruse outcome. Pain Research & Management
: The Journal of the Canadian Pain Society. 2008;13(1):41-9.
Attal N, Cruccu G, Baron R, Haanpaa
M, Hansson P, Jensen TS, et al. EFNS
guidelines on the pharmacological
treatment of neuropathic pain: 2010
revision. European journal of neurology : the official journal of the European Federation of Neurological Societies. 2010;17(9):1113-e88.
Suharjanti I. Paradigma Baru Penanganan Nyeri Sentral Paska Stroke
Fokus Pada Pengobatan Triad Nyeri. In Machfoed MH (eds). Kumpulan Makalah the 12th Continuing
Neurogical Education. Neurology
Department of Medical Faculty of
Airlangga University/dr. Soetomo
General Hospital and Indonesian
Neurological Association (INA). Surabaya. 2010:39-44.
Baron, R. Neuropathic Pain: Clinical.
In Basbraum, Allan I., Bushnell, Catherine M (eds). Science of Pain. 1st edition, Elvesier Inc. United Kingdom.
2009:865-900.
Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Decosterd I, Berta T. Animal Model and Neuropathic Pain. In Basbraum, Allan I., Bushnell, Catherine M (eds). Science of Pain 1st
Ed. Elvesier Inc. UnitedKingdom. 2009:857864.
Ossipov MH, Porreca F. Neuropatic Pain:
basic Mechanisms (Animal). In Basbraum,
Allan I., Bushnell, Catherine M (eds) Science
of Pain. 1st Ed. Elvesier Inc. United Kingdom.
2009:833-856.
Meiliala L. Patofisiologi Nyeri Ed 2. Medikagama Press. Yogyakarta. 2008:1-27.
Onouchi K, Koga H, Yokoyama K, Yoshiyama
T. An open-label, long-term study examining the safety and tolerability of pregabalin in Japanese patients with central neurophathic pain. Journal of Pain Research.
2014;7:439-47.
Verma V, Singh N, Singh Jaggi A. Pregabalin
in Neuropathic Pain: Evidences and Possible
Mechanisms. Current Neuropharmacology.
2014;12(1):44-56.
Martinez JA, Kasamatsu M, Rosales-Hernandez A, Hanson LR, Frey WH, Toth CC. Comparison of central versus peripheral delivery
of pregabalin in neuropathic pain states.
Mol Pain. 2012;8:3.
Finnerup NB, Jensen TS. Clinical use of pregabalin in the management of central neuropathic pain. Neuropsychiatric Disease and
Treatment. 2007;3(6):885-91.
Devor M. Ectopic Genetator. Basbaum AI.
Bushnell C (ed). Science of Pain, 1st Ed. Elsevier. San Diego.2009:83-88.
Isaksson M, Johansson L, Olofsson I, Eurenius E. Shoulder pain and concomitant hand
oedema among stroke patients with pronounced arm paresis. European journal of
physiotherapy. 2013;15(4):208-14.
Shah RR, Haghpanah S, Elovic EP, Flanagan SR, Behnegar A, Nguyen V, et al. MRI
findings in Painful Post-stroke Shoulder.
Stroke; a journal of cerebral circulation.
2008;39(6):1808-13.
Toth C. Pregabalin: latest safety evidence
and clinical implications for the management of neuropathic pain. Therapeutic advances in drug safety. 2014;5(1):38-56.
MEDICINUS
9
Download