BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

advertisement
BAB II
KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI
2.1
KESAMPAIAN DAERAH
2.1.1
Kesampaian Daerah Busui
Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan
Batu Sopang, Kabupaten Pasir, Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi penelitian berada
pada jarak sekitar 160 km dari kota Balikpapan ke arah Selatan. Jalan masuk menuju
lokasi penelitian berada di tengah jalan Trans Kalimantan yang menghubungkan
Samarinda dengan Banjarmasin, sehingga perjalanan menuju lokasi dapat melalui
Balikpapan maupun Banjarmasin. Lokasi penelitian hanya dapat dicapai melalui jalan
darat, setelah menyeberangi Teluk Balikpapan melalui Penajam selama 4 jam
perjalanan, baik menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi.
2.1.2 Kesampaian Daerah Satui
Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kabupaten
Kotabaru dan sebagian di daerah Kabupaten Tanah Laut. Daerah tersebut terletak di
propinsi Kalimantan Selatan. Wilayah operasional memiliki batas di sebelah barat
berbatasan dengan propinsi Kalimantan Barat, di sebelah timur berbatasan dengan
Selat Makasar, di sebelah utara berbatasan dengan propinsi Kalimantan Tengah dan
di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa. Untuk mencapai lokasi dapat
ditempuh melalui jalan darat dari Banjarmasin ke Satui.
4
Gambar 2.1 Lokasi Penelitian
2.2
IKLIM
2.2.1
Iklim Daerah Busui
Daerah Busui beriklim tropis basah dengan kecepatan angin sedang dan suhu ratarata sepanjang tahun 26 derajat celcius. Iklim di daerah Busui dipengaruhi oleh
lintang dan topografi wilayahnya. Rata-rata curah hujan adalah 2324 mm per tahun
dengan rata-rata curah hujan tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan Juli
serta rata-rata hari hujan perbulan adalah 10 hari.
Berdasarkan data stasiun pengamat curah hujan Batu Sopang, daerah penelitian pada
tahun 2005 memiliki curah hujan rata-rata sekitar 2862,2 mm/tahun dengan curah
hujan minimum sebesar 79 mm/bulan dan curah hujan maksimum sebesar 552
mm/bulan. Data ini menunjukkan bahwa pada bulan–bulan tertentu hujan tidak turun
di daerah penelitian. Sedangkan untuk curah hujan tahunan, curah hujan rata-rata
sekitar 3937,6 mm/tahun dengan curah hujan maksimum sebesar 5335,2 mm/tahun
dan curah hujan minimum sebesar 3404,4 mm/tahun.
5
2.2.2
Iklim Daerah Satui
Suhu udara di Satui antara 26-33°C, sedangkan kelembaban antara 89-93%.
Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Desember sedangkan terendah
pada bulan Agustus dan September. Curah hujan di daerah Satui berdasarkan data
stasiun Tanah Ambungan, Kabupaten Tanah Laut (tahun 1985-1988) menunjukkan
bahwa hujan rata-rata tahunan berkisar antara 68-424 mm dengan rata-rata hari hujan
adalah 110-195 hari. Hujan tertinggi pada bulan Januari-Maret, sedangkan curah
hujan terendah terjadi pada bulan Juni-Juli. Arah angin di daerah penambangan
dipengaruhi oleh pola angin di Selat Makasar yang menunjukkan pola variasi
musiman. Pada musim hujan arah angin datang dari arah barat daya, sedangkan pada
musim kemarau datang dari arah selatan dan tenggara.
2.3
GEOLOGI
2.3.1
Geologi Regional
Secara regional, daerah penelitian terletak pada Cekungan Barito dengan sub
Cekungan Pasir yaitu daerah Busui pada Formasi Warukin dan Cekungan Asam-asam
yaitu daerah Satui pada Formasi Tanjung (Gambar 2.2).
Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70.000 kilometer persegi di Kalimantan
Tenggara. Cekungan ini terletak diantara dua elemen yang berumur mesozoikum
(Paparan Sunda di sebelah Barat dan Pegunungan Meratus yang merupakan jalur
mélange tektonik di sebelah timur).
Cekungan Barito terpisah dari cekungan Kutai yang ada di utaranya oleh tinggian
Paternoster, sedangkan ke arah selatan cekungan ini menerus ke wilayah lepas pantai
dan meyambung dengan cekungan Jawa Timur Laut.
Suatu penampang melintang
melalui Cekungan Barito memperlihatkan bentuk
cekungannya asimetrik, yang disebabkan oleh adanya gerak naik ke arah barat dari
6
Pegunungan Meratus. Sedimen–sedimen Neogen diketemukan paling tebal sepanjang
bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian menipis ke arah barat.
BUSUI
SATUI
Daerah Penelitian
Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Kalimantan (Satyana dkk., 1999)
7
Gambar 2.3 Peta Geologi Daerah Busui
Gambar 2.4 Peta Geologi Daerah Satui
Keterangan formasi batuan pada Peta Geoligi daerah Busui dan Satui :
Tmw
:
Formasi Warukin
Tet
:
Formasi Tanjung
Tomb
:
Formasi Berai
8
2.3.2 Morfologi
Morfologi daerah Busui terdiri dari satuan morfologi perbukitan bergelombang dan
satuan morfologi daerah dataran rendah. Satuan morfologi perbukitan pada umumnya
mendominasi daerah penelitian, dan mengalami sedikit
pelandaian pada daerah
sebelah utara. Morfologi ini ditandai dengan kemiringan topografi yang relatif curam.
Pola sungai yang ada berupa pola sungai yang dendritik yang mengalir menuju
kearah timur laut menuju Sungai Kendilo. Pada umumnya, sungai yang ada tergolong
sebagai sungai yang berumur relatif muda. Hal ini terlihat dari lebar dan kedalaman
sungai yang tidak terlalu besar, di samping masih terjadinya erosi pada daerah
pinggiran sungai. Sedangkan satuan morfologi dataran rendah berada pada arah
sebelah timur laut daerah penelitian.
Topografi dan morfologi daerah Satui berupa perbukitan bergelombang dan
pedataran. Di bagian barat merupakan rangkaian pegunungan yang meliputi Gunung
Panggilangin dan Gunung Tundukan. Di sekitar hulu anak Sungai Kintap merupakan
daerah datar dari kaki Gunung Haurbunak sampai kaki Gunung Condong. Arah timur
laut terdiri dari perbukitan landai dan dipotong oleh Sungai Satui.
2.3.3
Statigrafi
Secara keseluruhan sistem sedimentasi yang berlangsung pada cekungan Barito
melalui daur/siklus genang laut dan susut laut yang tunggal dengan hanya ada
beberapa subsiklus yang bersifat local dan kecil. Formasi Tanjung yang berumur
Miosen
menutupi
batuan
dasar
yang
relatif
landai,
sedimen-sedimennya
memperlihatkan ciri endapan genang laut yang diendapkan pada lingkungan deltaic
air tawar sampai payau. Pengaruh genang laut marin bertambah selama Oligosen
sampai
Miosen
Awal
yang
mengakibatkan
terbentuknya
endapan–endapan
batugamping dan napal (Formasi Berai). Pada akhir Miosen Tengah Pegunungan
Meratus mulai timbul atau terbentuk yang mengakibatkan pemisahan secara efektif
batas timur cekungan dari lautan terbuka di sebelah timurnya.
9
Turunnya bagian sentral cekungan, naiknya inti kerak benua di sebelah barat
cekungan dan naiknya Pegunungan Meratus di sebelah timur cekungan,
menyebabkan erosi yang aktif sehingga terjadi pengendapan sedimen dalam jumlah
yang sangat banyak, membentuk urutan endapan paralik sampai deltaic dari Formasi
Warukin dan Formasi Dahor. Orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen
mengakibatkan bongkah Meratus bergerak ke arah barat. Akibat pergerakan ini
sedimen–sedimen dalam Cekungan Barito tertekan sehingga membentuk struktur
perlipatan (Siregar dan Sunaryo, 1980).
Formasi yang menyusun daerah penelitian terdiri dari 4 formasi utama, yaitu Formasi
Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin dan Formasi Dahor (Gambar 2.5).
Formasi Tanjung.
Formasi Tanjung adalah batuan sedimen Tersier tertua yang ditemukan di Barito sub
cekungan, dimana diendapkan tidak selaras di atas basement Pra-Tersier dan
diatasnya terdapat batugamping Formasi Berai. Formasi Tanjung berumur Eosen.
Formasi Tanjung tersingkap secara luas di bagian utara dari basin dan di bagian timur
sepanjang sayap barat dari pegunungan Meratus.
Di bagian utara ditemukan di bagian atas dari Kapuas dekat Kualakurun, terdiri dari
konglomerat di bagian bawah diikuti oleh batupasir, lempung, batubara dan sering
andesitic agglomerat dan diendapkan pada lingkungan terrestrial sampai paralic.
Di bagian hilir dari sungai Kahayan dekat pulau Pisau, terdiri dari Batupasir kasar,
batulempung pasiran, batubara dan batugamping tipis yang ditutupi oleh serpih
dengan kandungan Discocyclina.
Di daerah utara perbatasan antara Barito – Kutai cross high, di daerah Pararawen
antiklin, Formasi Tanjung mencapai ketebalan 2250 meter terdiri dari batupasir,
10
lempung dan batubara. Konglomerat basal di tempat ini tidak dijumpai. Ketebalannya
semakin berkurang ke arah barat, mencapai sekitar 950 meter di sungai Lemu.
Semakin ke arah barat Kualakurun ketebalannya bervariasi tetapi secara umum
berkurang sekitar 500 meter.
Formasi Berai .
Selama Oligocene sampai awal Miocene seluruh area sangat stabil sekali dengan
kondisi pengendapan laut dangkal. Hasil pengendapan dari Formasi Berai didominasi
paparan batugamping.
Formasi Berai terdiri dari batugamping berselang-seling dengan batulempung, napal
dan batubara, sebagian tersilikakan mengandung limonit, fosil foram besar. Formasi
ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal dengan ketebalan mencapai 1250 meter.
Formasi ini menyebar pada daerah–daerah yang curam dan perbukitan karst.
Formasi Warukin .
Delta regresi menutupi Formasi Berai dan berumur Miosen Tengah sampai Miosen
Atas. Delta ini kemungkinan berawal dari utara dan barat laut dan ketebalannya
mencapai beberapa ribu dekat pegunungan Meratus. Tersusun dari semi kompak
sampai batupasir kasar, sebagian konglomerat interkalasi dengan batulanau dan
serpih. Formasi ini membentuk hubungan selaras di atas Formasi Berai dan Montalat.
Tebal Formasi Warukin kurang lebih 1000 meter.
Formasi Dahor .
Formasi ini berumur Mio-Pliosen dan terletak selaras tidak selaras di atas Formasi
Warukin, terdiri dari batupasir, batu lempung, batubara dan lensa–lensa konglomerat,
diendapkan pada lingkungan paralik lagoon. Singkapan formasi ini banyak di jumpai
di daerah sinklin atau depresi–depresi struktural. Tebal maksimum dari formasi ini
kurang lebih 2000 meter.
11
Gambar 2.5 Stratigrafi daerah penelitian pada Cekungan Barito (Moore, 1992)
12
2.3.4
Struktur Geologi
Batuan di daerah ini hampir semuanya mengalami pengaruh dari proses tektonik
yang terjadi, mulai dari yang pra-Tersier sampai Tersier akhir. Akibat proses tersebut,
terbentuk antiklin, sinklin dan sesar. Struktur sesar daerah ini terdiri atas sesar turun,
sesar naik dan sesar mendatar. Arah–arah sesar hampir sama dengan arah–arah
sumbu lipatan yang umumnya berarah timurlaut – baratdaya.
Kegiatan tektonik daerah ini diduga telah berlangsung sejak jaman Jura, yang
menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik dan batuan malihan. Pada Zaman
Kapur Awal atau sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang menerobos
batuan ultramafik dan batuan malihan. Pada akhir Kapur Awal terbentuk Kelompok
Alino yang sebagian merupakan Olistostrom, diselingi dengan kegiatan gunungapi
Kelompok Pitanak. Pada awal Kapur Akhir kegiatan tektonik menyebabkan
tersesarkannya batuan ultramafik dan malihan ke atas Kelompok Alino. Pada Kala
Paleosen kegiatan tektonik, menyebabkan terangkatnya batuan Mesozoikum, disertai
penerobosan andesit porfir. Pada Awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam
lingkungan paralas. Pada Kala Oligosen terjadi genang laut yang membentuk Formasi
Berai. Kemudian pada Kala Miosen terjadi susutlaut yang membentuk Formasi
Warukin. Gerakan tektonik yang terakhir terjadi pada Kala Akhir Miosen,
menyebabkan batuan tua terangkat, membentuk Tinggian Meratus dan melipat batuan
kuat Tersier dan pra-Tersier. Sejalan dengan itu terjadilah penyesaran naik dan
penyesaran geser yang diikuti sesar turun dan pembentukan Formasi Dahor pada Kala
Pliosen.
13
Download