1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

advertisement
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negeri tropis memiliki keanekaragaman hayati yang
melimpah terutama pada sektor kelautan dan perikanan. Potensi sumberdaya laut
Indonesia pada tahun 2007 mencapai 6,5 juta ton per tahun, potensi ikan tersebut
merupakan delapan persen dari potensi ikan laut dunia (Dahuri 2009). Potensi
sumberdaya ikan laut pada tahun 2008 sebesar 6,25 juta ton per tahun yang terdiri
dari potensi perairan wilayah Indonesia sekitar 4,40 juta ton per tahun dan di
perairan ZEEI sekitar 1,86 juta ton per tahun (Solihin 2008). Estimasi potensi di
laut Arafura adalah 411,39 ton/trip di sekitar perairan Dolak, di sekitar perairan
Aru sebesar 77,07 ton/trip, dan disekitar perairan Avona sebesar 57,54 ton/trip
(Purbayanto et al. 2004).
Hingga saat ini perikanan Indonesia didominasi oleh perikanan tangkap,
yaitu suatu kegiatan penangkapan ikan yang dihasilkan dari alam bukan hasil
budidaya. Seiring dengan meningkatnya penangkapan ikan dan beragam alat
tangkap yang digunakan, jumlah stok ikan menurun drastis dan mengarah ke
kondisi penangkapan berlebih (over fishing) (Zarochman 2007). Kegiatan
penangkapan ikan berlebih ternyata memberikan dampak buruk terhadap
kelestarian alam. Kegiatan penangkapan di perairan Arafuru menunjukkan bahwa
penggunaan alat tangkap trawl net yang ditargetkan untuk penangkapan udang
tetapi berbagai jenis ikan ikut tertangkap oleh alat tersebut (Purbayanto et al.
2004). Ikan-ikan yang tertangkap dan bukan sebagai tangkapan target sering
disebut dengan ikan hasil tangkap samping (HTS) (Zarochman 2007). Ikan HTS
adalah ikan yang ikut tertangkap dalam suatu operasi penangkapan ikan, dan
bukan sebagai ikan yang ditujukan untuk ditangkap (Davies et al. 2009)
Rasio penangkapan udang dan ikan HTS di perairan Dolak, Kimana, dan
sekitar Kepulauan Aru dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purbayanto et al.
(2004) pada periode Agustus-Desember 2004 sebesar 1:28, 1:1-13, dan 1:11-41.
Rasio penangkapan udang dan ikan HTS menunjukkan bahwa jumlah ikan HTS
yang tertangkap lebih banyak dari pada udang yang menjadi tangkapan utama
(Purbayanto et al. 2004).
Menurut Santoso (2009) bahwa jenis ikan HTS
2
umumnya kurang memiliki nilai ekonomis dan seringkali tidak dibawa ke daratan.
Masalah rendahnya nilai ekonomis ikan HTS terkait dengan bentuk dan ukuran
yang tidak menarik.
Alternatif penanganan komoditas ikan HTS adalah dengan cara
pengolahan, ikan HTS di atas kapal dapat diolah menjadi daging lumat. Daging
lumat adalah daging ikan yang telah dipisahkan dari tulang, kulit, kepala, jeroan,
dan dilumatkan (FAO 2001). Di beberapa negara seperti Jepang, USA, Rusia,
Argentina, Thailand, dan Cina daging lumat ikan dimanfaatkan sebagai produk
yang pengolahan yang sederhana, dan dapat dikonsumsi sehari-hari (Sheviclo
1997 diacu dalam Gashti 2002). Daging lumat ikan dapat dimanfaatkan sebagai
bahan surimi, bakso, burger, fish cake (FAO 2001).
Daging lumat ikan sering diolah langsung menjadi produk perantara,
seperti surimi. Alternatif lain pemanfaatan ikan HTS adalah menggunakannya
sebagai bahan baku surimi. Pembuatan surimi ditekankan karena mayoritas ikan
HTS adalah ikan demersal yang memiliki komposisi daging putih yang besar.
Menurut Lee et al. (1992) diacu dalam Mao dan Tao (2007) bahwa pengolahan
surimi merupakan cara efektif untuk memanfaatkan ikan nilai ekonomis rendah.
Menurut Park dan Lin (2005) proses pembuatan surimi meliputi pemisahan kepala
dan jeroan, pelumatan, pencucian, dan penghilangan air (pengepresan) dilakukan
secara continue.
Menurut Park dan Lin (2005) surimi adalah protein miofibril yang didapat
dengan pemisahan tulang dari daging ikan secara mekanis dan dicuci dengan air
dan
ditambahkan
cryoprotectant.
Surimi
merupakan
produk
peralihan
(intermediate) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk.
Protein miofibril berperan penting dalam pembentukan gel pada saat
pengolahan surimi. Protein miofibril yang terkandung dalam surimi akan
berikatan silang membentuk matriks lebih lanjut untuk pembentukan surimi
hidrogel (Ayensa et al. 2002 diacu dalam Deano et al. 2009). Penyusun utama
protein miofibril adalah aktin dan miosin. Aktin dan miosin akan berikatan dan
membentuk aktomiosin yang merupakan sumber pembentuk gel. Kualitas surimi
dipengaruhi oleh proses pencucian. Park dan Lin (2005) menyatakan bahwa
proses pencucian yang tepat adalah penting untuk mencapai kualitas surimi yang
3
tinggi. Proses pencucian yang berlebihan akan mengakibatkan kehilangan kualitas
gel selama penyimpanan beku, dengan kata lain pencucian yang berlebihan dapat
menghilangkan partikel-partikel yang penting untuk kualitas surimi.
Penambahan cryoprotectant pada surimi saat penyimpanan beku sangat
dianjurkan. Mengingat komponen surimi adalah protein miofibril yang mudah
mengalami denaturasi protein. Denaturasi aktomiosin selama penyimpanan beku
terjadi dari hasil jumlah peningkatan aktivitas ikatan silang antar molekul surimi.
Penggunaan cryoprotectant untuk penyimpan surimi beku telah banyak diteliti.
Kemampuan cryoprotectant dalam menghambat denaturasi protein terjadi karena
cryoprotectant mampu menginaktifkan kondensasi dengan cara meningkatkan
tegangan permukaan air yang dapat mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen
(Park dan Lin 2005).
Penelitian tentang karakteristik surimi dari daging lumat ikan HTS pukat
udang dengan perlu dilakukan mengingat jumlah ikan HTS sangat banyak dan
kurang dimanfaatkan, kegiatan di atas kapal armada pukat udang yang tidak
memiliki banyak tempat untuk menyimpan ikan, serta mengolah surimi
membutuhkan banyak waktu, maka langkah yang cocok untuk dikembangkan
adalah pembuatan daging lumat yang nantinya dijadikan bahan baku (raw
material) untuk surimi. Pembekuan merupakan suatu unit operasi yang bertujuan
untuk menurunkan suhu suatu bahan sampai titik beku (Fellows 2000). Selama
penyimpanan beku terjadi perubahan fisika kimia protein yang berpengaruh
terhadap sifat fungsionalnya, sehingga perubahan karakteristik fisika kimia surimi
dari daging lumat yang disimpan beku penting untuk diteliti.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
(1) Mengetahui karakteristik fisika-kimia ikan HTS;
(2) Mengetahui frekuensi pencucian terbaik pada pembuatan surimi dari
daging lumat ikan HTS;
(3) Mengetahui pengkomposisian terbaik surimi dari daging lumat ikan HTS;
(4) Mempelajari perubahan karakteristik surimi dari daging lumat ikan HTS
pukat udang selama penyimpanan beku.
Download