11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Gagal Ginjal Kronik
a. Pengertian
Chronic Kidney Disease [CKD] adalah kerusakan fungsi ginjal
yang progesif dan tidak dapat pulih kembali, dimana kemampun tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia berupa retensi ureum dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2008). Gagal ginjal
Kronik [GGK] adalah kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel
dimana fungsi ginjal sudah tidak bisa diperbaiki. Fungsi ginjal sudah
minimal, pasien akan jatuh pada kondisi gagal ginjal stadium akhir atau
End Stage Renal Disease [ESRD] yang ditandai dengan adanya
azotermia, ueremia dan uremic syndrome. (Ignatavicius & Workman,
2006). National Kidney Foundation [NKF] menyatakan gagal ginjal
kronik terjadi apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau
menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60
mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih.
11
12
b. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Tabel 1 Stadium Gagal Ginjal Kronik
Stage
Deskripsi
Mempunyai resiko GGK
Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan
GFR normal atau meningkat
Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan
GFR menurun ringan
Stadium 3
Kerusakan ginjal dengan
GFR menurun sedang
Stadium 4
Kerusakan ginjal dengan
GFR menurun berat
Stadium 5
Gagal ginjal
(Sumber: Suwitra, 2006)
GFR (ml/min/1,75)
> 90 (dengan factor resiko GGK)
> 90
60 – 89
30 – 59
15 – 29
< 15 (dialysis)
Menurut Arora (2009) dalam Desita (2010), pada gagal
ginjal kronis derajat 1 dan 2 tidak menunjukkan adanya tanda-tanda
kerusakan ginjal termasuk tidak adanya komposisi darah yang abnormal
atau urin yang abnormal. Selanjutnya, pasien dengan gagal ginjal
kronik derajat 3 akan mengalami penurunan GFR yang moderat yaitu
diantara 30 s/d 59 ml/mnt/1,73m². Terjadinya penurunan GFR pada
tingkat ini, maka akan terjadi akumulasi sisa-sisa metabolisme di dalam
darah sehingga akan menyebabkan terjadinya uremia dan akan
menimbulkan komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi),
anemia atau keluhan pada tulang.
Derajat gagal ginjal kronik selanjutnya adalah derajat 4.
Menurut Jurnal Kesehatan (2010), pasien gagal ginjal kronik yang
sudah memasuki derajat 4 akan mengalami kondisi dimana terjadi
penumpukan racun di dalam darah yang lebih tinggi dan kemungkinan
13
besar dalam waktu dekat pasien harus menjalani terapi pengganti ginjal
seperti dialisis atau transplantasi ginjal. Derajat terakhir dari pasien
gagal ginjal kronik yaitu derajat 5. Pasien yang berada pada level ini
mengalami kehilangan hampir dari seluruh kemampuan fungsi
ginjalnya untuk bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu
terapi pengganti ginjal seperi dialisis atau transplantasi ginjal agar
penderita dapat bertahan hidup.
c. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2011 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (14%), diabetes mellitus (27%), dan
hipertensi (34%).
1. Diebetes mellitus
Diabetes
merupakan
penyebab
umum
terjadinya
gromerulopati yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal stadium
akhir. Diabetes mellitus (DM) ditandai oleh hiperglikemi kronik
dengan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
akibat kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Secara umum, diabetes ditandai oleh hiperglikemi puasa tetapi
pada gejala yang belum jelas dapat diketahui dengan adanya
intoleransi terhadap glukosa. Akibat dari diabetes termasuk
kerusakan jangka lama, disfungsi dan kegagalan berbagai organ,
khususnya mata, ginjal, jantung dan pembuluh darah. Menurut
14
World Health Organization (WHO) DM secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin
absolut atau relative dan gangguan fungsi insulin.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab kedua terjadinya gagal
ginjal konik. Berdasarkan laporan dari United States Renal Data
System (USRDS) tahun 2009 sekitar 51-63% pasien GGK
menderita hipertensi. Dari penelitian menyebutkan terjadinya
hipertensi sebesar 40% pada GFR 90ml/min/1.73m3, 55% pada
GFR 60ml/min/1.73m3, dan 75% pada GFR 30ml/min/1.73m3
(Joy, 2008).
Pasien yang mempunyai riwayat penyakit jantung dan
penyakit vaskuler akan mempercepat gangguan fungsi ginjal
dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat
penyakit tersebut (Kausz, Obrador, Arora, Ruthazer, Levey &
Perpeira, 2000). Hipertensi menjadi penyebab GGK akibat aktivasi
aksis
renin
angiotensin
dan
kerjasama
keduanya
dalam
meningkatkan sekresi aldosterone. Pada keadaan tekanan darah
tinggi yang berkembang terus menerus akan meningkatkan tekanan
glomerulus yang akan membuat glomerulus menjadi renggang.
3. Glomerulonephritis
15
Glomerulonephritis
dalam
beberapa
bentukanya,
merupakan penyebab paling umum yang mengawali gagal ginjal di
masa lampau (Buku Medical Surgical Nursing, Volum 2).
Glomerulonephritis juga merupakan salah satu penyebab lain yang
mendasari terjadinya penyakit gagal ginjal kronis (National Kidney
Foundation K/DOQI, 2000 dalam Kallenbach 2005).
2. HEMODIALISIS
a. Pengertian
Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information
Clearinghouse, hemodialisis merupakan terapi yang paling sering
digunakan pada penderita gagal ginjal kronik. Tujuan utama
hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia,
ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien penyakit gagal
ginjal tahap akhir. Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan, elektrolit
dan sisa metabolism tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan
untuk memperpanjang umur klien (Kallenbach, 2003).
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada
pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka
pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan
penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto dan
Madjid, 2009). Hemodialisis ini bertujuan untuk mengeluarkan zat-zat
nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang
16
berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
b. Prinsip Hemodialisis
Menurut Guyton & Hall (2007), prinsip dasar ginjal buatan
adalah mengalirkan darah melalui saluran darah kecil yang dilapisi oleh
membran tipis. Sisi lain dari membran tipis ini terdapat cairan dialisa
yang digunakan sebagai tempat zat-zat yang tidak diinginkan dalam
darah masuk ke dalamnya melalui proses difusi.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi (Smeltzer, 2008). Saat proses difusi sisa akhir
dari metabolisme didalam darh dikeluarkan dengan cara berpindah dari
darah yang konsentrasinya tinggi ke dialisat yang mempunyai
konsentrasi rendah (Smeltzer, 2008). Ureum, kreatinin, asam urat dan
fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke cairan dialisat karena
unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau
bikarbonat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan
berdifusi kedalam darah. Kecepatan difusi solute tergantung pada
koefisien difusi, luas permukaan membrane dialiser dan perbedaan
konsentrasi serta perbedaan tekanan hidrostatik diantara membrane
dialisis (Price & Wilson, 2005).
c. Proses Hemodialisis
Hemodialisis di Indonesia hanya bisa dilakukan 3 kali dalam
seminggu dengan lama hemodialisis 4 jam (Raharjo, Susalit &
Suharjono, 2006). Efektifitas hemodialisis tercapai bila dilakukan 2-3
17
kali dalam seminggu selama 4-5 jam, atau paling sedikit 10-12 jam
seminggu (Australia and New Zealand Dialiysis and Transplant
Registry, 2005; Black & Hawk, 2005).
d. Indikasi Hemodialisis
Hemodialisis diindikasikan pada klien dalam keadaan akut yang
memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal tahap akhir yang
membutuhkan terapi jangka panjang/permanen (Smeltzer, Bare, Hinkle
& Cheever, 2008). Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada
gagal ginjal kronis adalah: 1) LFG kurang dari 15 ml/menit karena
mengindikasikan fungsi ekresi ginjal sudah minimal, sehingga terjadi
akumulasi zat toksik dalam darah; 2) hiperkalemia; 3) asidosis; 4)
kegagalan terapi konservatif; 5) kadar ureum lebih dari 200 mg/dL dan
kreatinin lebih dari 6 mEq/L; 6) kelebihan cairan; 7) anuria
berkepanjangan lebih dari 5 hari.
e. Komplikasi
Beberapa komplikasi hemodialisa diantaranya hipotensi, kram
otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,
demam tinggi dan menggigil, merupakan komplikasi akut yang muncul
pada pasien hemodialisa (Rahardjo, 2009). Komplikasi Hipotensi
merupakan komplikasi akut hemodialisa yang paling sering terjadi,
insidensinya mencapai 15-30%. Dapat disebabkan oleh karena
penurunan volume plasma, disfungsi otonom, vasodilatasi karena energi
18
panas, obat anti hipertensi. Komplikasi ini dapat mengakibatkan
timbulnya
masalah
baru
yang
lebih
kompleks
antara
lain
ketidaknyamanan, meningkatkan stress dan mempengaruhi kualitas
hidup memperburuk kondisi pasien bahkan menimbulkan kematian
(Jablonski, 2007).
3. KECEMASAN
a. Pengertian
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak
nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam
tersebut terjadi. Menurut Freud, kecemasan adalah fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu
bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Gejala
psikologis kecemasan meliputi gelisah, konsentrasi terganggu, cepat
marah, merasakan adanya tanda-tanda bahaya, insomnia, libido
menurun dan mudah tersinggung. Gejala fisik pada kecemasan ialah
jantung berdebar, berkeringat, rasa sesak napas, gangguan tidur, mudah
lelah, sering kencing, dan mulut kering. Kecemasan merupakan suatu
keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik
yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan
merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering
merupakan suatu fungsi emosi (Kaplan & Sadock, 1998).
19
b. Tingkat Kecemasan
Menurut American Psychiatric Association, tingkat kecemasan
dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori sebagai berikut: tingkat
kecemasan ringan, sedang, berat, dan panic.
a. Cemas Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada
dan meningkatkan persepsi atas keadaan yang dialaminya.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel,
lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar,
motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Cemas Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu
yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu
kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak
optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan
terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah
tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c. Cemas Berat
20
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu
yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul
pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak
dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan
persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada
dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan
tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror
karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah
bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan
inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana,
berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
c. Tanda dan Gejala Kecemasan
Kecemasan muncul bila ada ancaman ketidakberdayaan,
kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi-fungsi dan harga diri,
21
kegagalan pertahanan, perasaan terisolasi (Hudak dan Gallo, 1997).
Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat mengalami
kecemasan secara umum menurut Hawari (2006), antara lain adalah
sebagai berikut: (1) Gejala psikologis : pernyataan cemas, firasat
buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa
tegang, tidak tenang, gelisah, dan mudah terkejut; (2) Gangguan pola
tidur dan mimpi-mimpi yang menegangkan; (3) Gangguan konsentrasi
dan daya ingat; dan (4) Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan
tulang, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit
kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan
lain sebagainya.
d. Faktor yang mempengaruhi kecemasan
a. Usia atau tingkatan perkembangan
Semakin tua usia seseorang, tingkat kecemasan dan
kekuatan seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan
koping terhadap masalah yang dihadapi.
b. Jenis kelamin
Menurut
kecemasannya
jenis
kelamin,
dibandingkan
laki-laki
dengan
lebih
perempuan.
tinggi
Hal
ini
dibuktikan dari hasil pemeriksaan asam lemak bebas menunjukan
nilai yang tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.
c. Pengalaman individu
Pengalaman
individu
sangat
mempengaruhi
respon
22
kecemasan
karena
pengalaman
dapat
dijadikan
suatu
pembelajaran dalam menghadapi suatu stressor atau masalah. Jika
respon kecemasan yang semakin berkurang bila dibandingkan
dengan seseorang yang baru pertama kali menghadapi masalah
tersebut.
e. Respon Kecemasan
Kecemasan muncul bila ada ancaman ketidakberdayaan,
kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi-fungsi dan harga
diri, kegagalan pertahanan, perasaan terisolasi (Hudak dan Gallo,
1997). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat
mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2006),
antara lain adalah sebagai berikut: (1) Gejala psikologis :
pernyataan cemas, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,
mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, dan
mudah terkejut; (2) Gangguan pola tidur dan mimpi-mimpi yang
menegangkan; (3) Gangguan konsentrasi dan daya ingat; dan (4)
Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar,
sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan
perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain
sebagainyaKecemasan dapat diekspresikan secara langsung
melalui perubahan fisiologis seperti perilaku yang secara tidak
langsung memepengaruhi timbulnya gejala atau mekanisme
koping sebagai upaya melawan kecemasan (Stuart, 2009). Hasil
23
penelitian dikatakan bahwa pada pasien GGk yang menjalani
hemodialisa akan mengalami perubahan dalam psikososial antara
lain : sedih, pesimis, mudah marah, dan ketidakpuasan, serta
mengalami hubungan social (Chilkot & David, 2010)
f. Respon Kognitif
Menurut Stuart (2009), respon kognitif akibat kecemasan
adalah konsentrasi memburuk, perhatian terganggu, pelupa, salah
dalam
memberikan
penilaian,
lapang
persepsi
menurun,
kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat
waspada dan kehilangan objective dan takut kehilangan kendali,
takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, dan
mimpi buruk.
g. Respon Afektif
Respon afektif terhadap kecemasan adalah tidak sabar,
gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, khawatir, mati rasa,
rasa bersalah atau malu (Stuart, 2009).
h. Instrument penilaian kecemasan
Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) adalah
instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran tingkat
kecemasan dan depresi. Instrumen HADS dikembangkan oleh
Zigmond and Snaith (1983) dalam Campos, Gimares, Remein
(2010) dan dimodifikasi oleh Tobing (2012). Instrumen ini
terdiri dari 14 item total pertanyaan yang meliputi pengukuran
24
kecemasan (pertanyaan nomor 1, 3, 5, 7, 10, 11, 13),
pengukuran depresi (pertanyaan nomor 2, 4, 6, 8, 9, 12, 14).
Semua pertanyaan terdiri dari pertanyaan positif (favorable) dan
pertanyaan negatif (unfavorable). Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya bias. Item favorable dengan pilihan
ansietas dan depresi terdapat pada nomer 2, 4, 9, 10, 12, 14
dengan pengukuran skala likert skor 0=selalu, 1=sering,
2=jarang dan 3=tidak pernah. Item unfavorable dengan pilihan
ansietas dan depresi terdapat pada nomor 1, 3, 7, 8, 11, 13
dengan skoring 0=tidak pernah, 1=jarang, 2=sering dan
3=selalu. Penggolongan nilai skor merupakan penjumlahan
seluruh hasil jawaban adalah normal (skor 0-7), ringan (skor 810), sedang (skor 11-14) dan berat (skor 15-21). HADS
mempunyai nilai minimal 0 dan maksimal 42 (komposit) dengan
rentang ansietas dan depresi rendah 0-20, sedang 21-28 dan
tinggi 28-42 (Kusumawati, Keliat dan Nursasi, 2015).
25
4. TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN
a. Definisi Terapi Murottal Al Quran
Al-Qur‟an merupakan firman Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur‟an diartikan sebagai bacaan,
Al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
Ma‟mun (2012) juga menyatakan dalam penjelasannya Al-Qur‟an
secara ilmiah merupakan obat yang menyembuhkan dan menyehatkan
manusia. Menurut Poerna (2007) murottal Al-Qur‟an merupakan
rekaman suara Al-Qur‟an yang dilagukan oleh seorang Qori‟ (pembaca
Al-Qur‟an).
Kemajuan teknologi medis telah banyak membawa perubahan
dan terus berkembang. Pengobatan yang bersifat modern lebih
menekankan kepada penyembuhan penyakit jasmani (Ma‟mun, 2012),
sementara pengobatan keagamaan masih kurang (Awad, Al-Ajmi &
Waheedi, 2012). Menurut Izzat dan Arif (2011) manusia tidak
menyadari bahwa Allah menciptakan penyakit juga menciptakan
obatnya. Pemberian terapi bacaan Al-Qur‟an yang diturunkan Allah
dapat memberikan kesembuhan terhadap penyakit jasmani dan rohani.
b. Mekanisme Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Kecemasan
Menurut Oriordan (2002) dalam Faradisi (2012) terapi murotal
memberikan dampak psikologis kearah positif, hal ini dikarenakan
ketika murotal diperdengarkan dan sampai ke otak, maka murotal ini
akan diterjemahkan oleh otak. Persepsi kita ditentukan oleh semua yang
26
telah terakumulasi, keinginan, hasrat, kebutuhan dan pra anggapan.
Menurut MacGrego (2001) dalam Faradisi (2012) dengan terapi
murotal maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan
meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al- Quran atau tidak.
Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah
SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha,
merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14Hz. Ini merupakan
keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan
menurunkan. Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih
dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk
koping, atau harapan positif pada pasien.
c. Pengaruh Murottal Al Quran Terhadap Respon Tubuh
Manusia diciptakan Allah SWT dari unsur tanah dan terbentuk
dari sel-sel. Setiap sel bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya
(Sherwood, 2001; Ignatavicius & Workman, 2006), sehingga tubuh
memiliki keseimbangan yang baik. Kerusakan salah satu sel tubuh akan
menyebabkan ketidak seimbangan bagi individu atau menimbulkan
sakit (Ma‟mun, 2011; AlKahel, 2011). Elzaky (2011);Izzat & Arif
(2011) menyatakan bahwa sel tubuh pada manusia sangat dipengaruhi
oleh berbagai hal antara lain: gelombang cahaya, gelombang radio, dan
gelombang suara. Secara prinsip getaran sel mengikuti irama dan
bentuk tertentu yang dipengaruhi oleh sumber suara. Suara yang masuk
ketelinga akan mempengaruhi sel-sel tubuh secara kontinu.
27
Bagian sel tubuh yang sakit, kemudian diperdengarkan bacaan
Al-Quran, akan mempengaruhi gelombang dalam tubuh dengan cara
merespon suara dengan getaran-getaran sinyalnya dikirimkan ke sistem
saraf pusat (AlKahel, 2011). Hal ini didukung Qadri (2003) bahwa
pergerakan sel yang sakit dengan adanya gelombang suara yang masuk
turut memperbaiki sel tubuh dengan cara, suara akan berinteraksi
dengan tubuh sehingga menimbulkan keteraturan. Hal ini diperkuat
oleh penelitin Emoto dari Jepang bahwa 70% bagian tubuh manusia
adalah air dan medan elektromagnetis dan perubahannya dipengaruhi
oleh suara. Suara atau bacaan Al-Qsuran berpengaruh besar terhadap
partikel-partikel air didalam tubuh sehingga menjadi lebih baik dan
meningkatkan kesembuhan.
d. Pengaruh Murottal Al-Qur’an Sebagai Penyembuh
Kesembuhan menggunakan Al-Qur‟an dapat dilakukan dengan
membaca, berdekatan dengannya, dan mendengarkannya (Asman,
2008). Ayat-ayat suci Al-Qur‟an yang dibacakan kepada orang yang
sakit jasmani maka akan mendapat keringanan penyakit. Metode
penyembuhan dengan Al-Qur‟an melalui dua cara yaitu membaca atau
mendengarkan dan mengamalkan ajaran-ajarannya (Asman, 2008;
Qadri, 2003). Kedua metode tersebut dapat mengurangi dan
menyembuhkan berbagai penyakit, memberikan pahala yang besar bagi
orang-orang yang mengamalkannya.
28
Penelitian Kedokteran Amerika Utara bahwa dengan membaca
Al-Qur‟an atau mendengarkannya dapat megurangi ketegangan susunan
saraf secara spontan, sehingga lambat laun bagi yang mendengarkan
menjadi tenang, rileks, dan sembuh terhadap keluhan-keluhan fisik
(Izzat & Arif, 2011; Elzaky, 2011).
e. Manfaat Murottal Al-Qu’an
Berikut
ini
adalah
beberapa
manfaat
dari
murottal
(mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur‟an) menurut Heru
(2008) dalam Siswantinah (2011) :
a) Mendengarkan
bacaan
ayat-ayat
Al-Qur‟an
dengan
tartil
akan mendapatkan ketenangan jiwa.
b) Lantunan Al-Qur‟an secara fisik mengandung unsur suara
manusia, suara manusia merupakan instrument penyembuhan yang
menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara
dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon
endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan
perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki
sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah dan
memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut
nadi,
dan
aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau
lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan,
kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang
lebih baik.
29
f. Surat Ar-Rahman
Surat Ar-Rahman adalah Surat ke-55 dalam Al-Qur‟an, Surat ini
tergolong Surat Makiyyah, terdiri atas 78 ayat. Dinamakan Surat ArRahman yang berarti yang maha pemurah berasal dari kata ArRahmanyang terdapat pada ayat pertama pada Surat ini. Ar-Rahman
juga salah satu nama-nama Allah. Surat ini menerangkan sebagian besar
dari tanda-tanda kebesaran dan kepemurahan dari Allah SWT. kepada
hamba-hamba-nya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tidak
terhingga baik di dunia maupun diakhirat.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed Elkadi yang dilakukan
pada tahun 1985 mengungkapkan, bahwa ketegangan urat syaraf
berpotensi mengurangi daya tahan tubuh yang disebabkan oleh
terganggunya keseimbangan fungsi organ dalam tubuh untuk melawan
sakit atau membantu proses penyembuhan. Mendengarkan murottal AlQur‟an juga dapat merubah keadaan fisiologis dan psikologis yang
besar, dimana dengan mendengarkan ayat suci Al-Qur‟an memiliki
pengaruh mendatangkan ketenangan dan menurunkan ketegangan urat
syaraf reflektif sebesar 97% Al-Qahdi, dalam remolda (2009).
Ciri khas dari Surat Ar-Rahman adalah kalimat fa-biayyi alaa‟I
rabbi kuma tukadziban, yang bermakna (maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kamu dustakan?) yang diulang sebanyak 31 kali dalam
Surat Ar-Rahman dan terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan
nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Surat ini membuktikan
30
bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan mengajarkan
pengetahuan tentang diri-Nya melalui Al-Qur‟an. Akhir dari Surat ini
adalahkalimat Tabaraka yang bermakna”Maha berkah”. Maha berkah
adalah salah satu nama Allah. Jika manusia menyebut nama Allah maka
Allah akan menghampirinya. Keutamaan dalam Surat Ar-Rahman
antara lain;
a. Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang membaca Surat ArRahman, Allah akan menyayangi kelemahannya dan meridhai
nikmat yang dikaruniakan padanya”.
b. Imam Ja‟far Ash-Shadiq berkata: “Barangsapa yang membaca Surat
Ar-Rahman dan membaca kalimat „Fabiayyi ala‟I rabbikuma
tukadzibaan‟, ia mengucapka: La bisyay-inmin alaika Rabbi akdzibu
(tidak ada satupun nikmat-Mu, duhai Tuhanku, yang aku dustakan),
jika saat membacanya itu pada malam hari kemudian ia mati, maka
matinya seperti matinya orang yang syahid.
Menurut Putri (2014) dalam Yoan (2015) dengan terapi murottal
Al-Qur‟an maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan
meningkat, baik orang tersebut tahuarti Al-Qur‟an atau tidak.
Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan terhadapAllah
SWT, dalam keadaan ini otak berada dalam gelombang alpha
merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14hz ini merupakan
keadaan energi otak yang optimal dalam keadaan tenang otak berpikir
dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan
31
sehingga terbentuk koping atau harapan positif.
Surat Ar-Rahman menyebutkan bermacam-macam nikmat Allah
yang telah dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya yaitu dengan
menciptakan alam dengan segala yang ada padanya. Kemudian dalm
Surat ini juga diterangkan akan adanya pembalasan di akhirat, yaitu
bagimana kedaan penghuni neraka dan bagaimana keadaan dari
penghuni surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang
yang bertakwa.
32
B. KERANGKA KONSEP
Berdasarkan kerangka teori diatas dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :
Faktor yang mempengaruhi
kecemasan;

Usia

jenis kelamin

pengalaman individu

respon kecemasan.
Tingkat Kecemasan :
Pasien Gagal Ginjal
Kronik
1. Cemas Ringan
Kecemasan
2. Cemas Sedang
3. Cemas Berat
Terapi Murottal AlQur’an
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
33
C. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas maka dapat
ditetapkan hipotesa penelitian yaitu ada pengaruh terapi murottal Al-Qur‟an
yang diberikan terhadap tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis.
Download