5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Whey Whey adalah hasil dari pembuatan keju secara tradisional ataupun modern dalam jumlah banyak yaitu ± 83% dari volume susu yang digunakan. Pembuatan semihard cheese dan soft cheese menghasilkan whey 5 l untuk tiap satu kg keju, sedangkan pembuatan hard cheese (keju tipe keras) seperti keju cheedar yang mempergunakan 100 l susu untuk setiap pembuatan 10 kg keju, menghasilkan whey sebanyak 90 l (Scott, 1986). Sejak diketahui bahwa whey masih mengandung nutrisi diantaranya protein, laktosa (gula susu) dan mineral, maka whey tidak dibuang tetapi dimanfaatkan sebagai nutrisi bagi manusia dan beberapa industri mulai menggunakannya secara komersial. Kemajuan teknologi seperti ultrafiltrasi, mikrofiltrasi dan pertukaran ion telah menghasilkan perkembangan beberapa produk asal whey yang berbeda (Marshal, 2004). Whey banyak digunakan dalam produk pangan seperti susu bayi, susu bubuk, permen, makanan bayi dan juga pada flavor. Komponen utama whey berupa laktosa (4-7%) dan protein (0,6-1,0%). Jenis whey dibedakan berdasarkan dari jenis asam atau enzim yang digunakan dalam pembuatan keju. Whey manis berasal dari limbah keju yang menggunakan enzim sebagai metode koagulasinya, sedangkan whey asam diperoleh dari metode koagulasi yang menggunakan asam. Whey teknis dihasilkan dari koagulasi yang menggunakan asam selain asam laktat seperti HCl dan asam sulfat (Didinkaem, 2006). Komposisi whey keju dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi whey Komposisi Air Protein Lemak Laktosa Abu Sumber: De Wit, 2001 Whey (%) 93,5 1 0,4 5 0,65 5 6 Whey menurut dan β-laktoglobulin, Marshal laktosa (2004), dan atas α -laktalbumin terdiri mineral. Beberapa jenis ada dibedakan berdasarkan pada jenis asam whey yang atau enzim yang digunakan pembuatan keju. Whey manis diperoleh dari metode koagulasi yang dalam menggunakan enzim, sedangkan whey asam koagulasi yang menggunakan asam. diperoleh dari metode Selain itu, terdapat whey teknis yang diperoleh dari metode koagulasi menggunakan asam selain asam laktat seperti HCI dan asam sulfat (Didinkaem, 2006). Protein whey larut pada semua tingkatan pH dan tidak berasosiasi dengan kasein. Perubahan protein whey merupakan suatu indikasi terjadi perlakuan panas, penambahan denaturasi alkohol dan akibat pengolahan, pelarut organik (Chairunisa, 1997). B. Yoghurt Yoghurt merupakan salah satu jenis produk susu fermentasi yang populer di masyarakat. Yoghurt berasal dari bahasa Turki, yaitu “jugurt” yang berarti susu asam. Berdasarkan SNI 01-2981 tahun 2009, yoghurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Yuguchi et al. (1992) mendefinisikan yoghurt sebagai produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan Streptococcus salivarus subsp. thermophilus, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Yoghurt dapat dikategorikan ke dalam produk probiotik ketika menggunakan bakteri asam laktat yang tergolong probiotik seperti Lactobacillus acidophilus dan kelompok bifidobakteria (Tamime dan Robinson, 2007). sebagai kultur starter campuran 7 Yoghurt komersial diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu plain atau natural yoghurt, fruit yoghurt, dan flavoured yoghurt. Yoghurt juga dapat diklasifikasikan menurut kadar lemaknya. Hal ini berdasar pada jenis susu yang digunakan. Berdasarkan kadar lemaknya, dikenal tiga macam yoghurt, yaitu yoghurt berlemak penuh (kadar lemak lebih dari 3%), yoghurt setengah berlemak (kadar lemak 0.5-3%), dan yoghurt berlemak rendah (kadar lemak kurang dari 0.5%) (Tamime dan Robinson 2007). Proses pembuatan yoghurt, baik yang menggunakan cara tradisional maupun modern, secara garis besar terdiri atas empat langkah dasar, yaitu pemanasan, inokulasi, inkubasi, dan pendinginan. Proses pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroba yang tidak diinginkan sehingga kultur yoghurt dapat tumbuh secara optimum, menguapkan sebagian air dan membebaskan sebagian oksigen sehingga menciptakan kondisi anaerobik bagi kultur selama proses fermentasi, memecahkan beberapa komponen susu, dan mendenaturasi dan mengkoagulasi albumin dan globulin susu (Rahman et al.,1992). Inokulasi kultur starter dilakukan setelah suhu susu turun sampai sekitar 43°C, yang dianggap sebagai suhu optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan asam oleh kultur starter, penurunan suhu susu sebaiknya dilakukan dengan cepat, kemudian langsung dilakukan inokulasi kultur starter karena pertumbuhan kultur akan lebih cepat pada keadaan demikian dibandingkan pada susu yang didiamkan cukup lama sebelum inokulasi. Hal ini berkaitan dengan suplai oksigen yang dapat mempengaruhi keberadaan kultur yoghurt yang sifatnya anaerob fakultatif (Nakazawa dan Hosono, 1992). Proses inkubasi bisa dilakukan pada suhu 43°C selama 5 jam setelah inokulasi starter. Selama inkubasi, kultur starter akan memproduksi asam laktat dan menyebabkan penurunan pH. Pendinginan merupakan proses akhir pembuatan yoghurt yang berfungsi untuk menghentikan fermentasi atau aktivitas starter dengan cara mendinginkan pada suhu refrigasi (Septiani et al., 2013). 8 C. Kualitas fisik 1. Nilai pH Susu segar mempunyai nilai pH berkisar antara 6,5-6,6 dan mempunyai sifat sedikit asam. Keasaman susu segar berhubungan dengan fosfat susu, protein pada susu (kasein dan albumin), sebagian kecil CO2 dan sitrat yang terdapat pada susu. Makanan yang diberikan pada sapi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai pH susu yang dihasilkan oleh sapi tersebut (Muchtadi et al., 2010). Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dan masing-masing mempunyai nilai pH yang optimum. Kebanyakan mikroorganisme mempunyai kisaran pH 6,0-8,0 apabila nilai pH diluar kisaran 2,0-10,0 biasanya organisme tersebut bersifat merusak. Khamir dan bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0-6,0 dan sering disebut asidofil (Martini, 2011). Starter merupakan bagian yang terpenting dalam proses pembuatan yoghurt. Starter dalam pembuatan yoghurt menggunakan jenis bakteri asam laktat Streptoccocus thermophillus dan Lactobasillus bulgaricus, keduanya termasuk mikroba asidofil yang hidup pada pH 2,0-5,0. Konsentrasi starter yang benar dapat menentukan tekstur yoghurt. pH rendah pada yoghurt menyebabkan kestabilan pada yoghurt menurun dan akan terjadi proses pengentalan dan penurunan nilai pH susu, sehingga susu menjadi asam. Keasaman yang tinggi pada yoghurt menyebabkan hidrolisis antara ikatan pada air dengan keragenan (Rahman et al., 1992). 2. Asam Laktat Total asam tertitrasi adalah jumlah asam laktat yang terbentuk selama proses fermentasi yang merupakan hasil pemecahan laktosa oleh bakteri asam laktat. Adanya asam di dalam susu terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri-bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut dapat merubah laktosa menjadi asam laktat dan timbulnya asam laktat dapat menurunkan pH susu. Menurut Rahayu (2001) bahwa kadar asam fermentasi susu dipengaruhi oleh aktivitas bakteri yang merubah gula (laktosa) menjadi 9 asam laktat, walaupun laktosa susu yang diubah menjadi asam laktat hanya sekitar 30% sedangkan sisanya (70%) masih dalam bentuk laktosa. Buckle et al. (1987) juga menyatakan bahwa suasana asam diakibatkan oleh proses fermentasi susu, yaitu perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat serta senyawa-senyawa yang terkandung dalam susu seperti albumin, kasein sitrat, dan fosfat. Keasaman susu pada umumnya disebabkan karena fermentasi susu yang merubah laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat, untuk 1gram laktosa akan didekomposisikan menjadi 0,8 g asam laktat. Tahap pertama perubahan laktosa adalah hidrolisis laktosa menjadi glukosa dangan laktosa, kemudian terjadi penguraian glukosa oleh bakteri dengan urutan gliseraldehid fosfat, asam fosfogliserat, asam piruvat dan asam laktat (Eckles et al., 1976). 3. Viskositas Viskositas yoghurt menggambarkan sifat cairan yang mempunyai resistensi terhadap suatu aliran yang dapat memberikan peningkatan kekuatan yang dapat menahan pergerakan relatif (Fennema, 1985; Hudson, 1992). Viskositas susu dan yoghurt dipengaruhi oleh pH, kadar protein, EPS, jenis kultur strain, waktu inkubasi, dan total padatan susu. Tekstur yoghurt terbentuk akibat terjadinya agregasi misel kasein oleh asam sehingga terbentuk gel dan adanya interaksi antara misel kasein sehingga terbentuk gel yang kuat dan halus (Cerning, 1995; Hess et al., 1997). Kekuatan ikatan antara misel kasein dipengaruhi oleh pH, konsentrasi kalsium dan suhu. Kemampuan daya ikat air yoghurt banyak dipengaruhi oleh kondisi miselkasein terutama sifat hidrasinya. Miselkasein mempunyai sifat hidrasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan protein globuler lainnya, karena misel kasein mempunyai struktur yang agak porous. Tingginya voluminitas kasein menunjukkan suatu struktur seperti spon yang longgar dengan jumlah air interstitial dalam jumlah banyak dan gugus hidrofilik pada permukaan misel kasein yang sangat terhidrasi (Hui, 1993). 10 D. Kualitas hedonik Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Tingkat kesukaan sangat beragam pada setiap individu. Tingkat kesukaan ini berpengaruh terhadap konsumsi pangan pada suatu individu. (Suhardjo, 1989). Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Mulyaningrum (2007) kesukaan pada suatu makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesukaan. Perbedaan suku pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan. Aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi, dan kebersihan makanan tersebut. Uji kesukaan merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap bahan yang diuji. Panelis (belum terlatih) diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel yang dijuji sebelumnya. Cara terbaik dapat dilakukan dengan penyajian berurutan dan tidak disajikan bersama-sama. Uji kesukaan digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap bahan pangan atau mengetahui reaksi konsumen terhadap sampel yang diuji. Penggunaan panelis diambil dalam jumlah yangbesar dan mewakili populasi masyarakat tertentu (Setyaningsih et al., 2010). Uji rangking hedonik dilakukan untuk menentukan produk yang paling disukai. Panelis diminta untuk mengurutkan sampel yang diuji menurut perbedaan tingkatan mutu sensori. Urutan pertama menyatakan sampel paling tidak disukai menurut kategori atribut masing-masing. Data yang diperoleh dari uji tersebut diolah dan ditransformasikan, sehingga dapat dianalisis dengan uji Friedman untuk melihat perbedaan signifikan antar sampel yang diuji (Kartika et al., 1988 ). 11 Menurut Susiwi (2009), uji kesukaan termasuk dalam uji penerimaan. Berikut ini penjelasan mengenai uji yang termasuk dalam ujipenerimaan: a. Uji kesukaan atau kualitas hedonik: panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka, di samping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka meningkat menurut tingkat kesukaan, maka dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisis statistik. b. Uji mutu hedonik: panelis menyatakan kesan pribadi tentang baik atau buruk (kesan mutu hedonik). Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari kesan suka atau tidak suka dan bersifat lebih umum.