9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komite Audit Menurut Prof. Dr. Hiro Tugiman, Ak., QIA (1995:8) bahwa komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau jumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen. Menurut Arens (2006:83) mengemukakan pengertian Komite Audit adalah : “ an audit commite is a selected numbers of members of company ‘ s board of directors whose responbilities include helping auditors remain independent of management. Most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management.” Menurut Amin Widjaya Tunggal (2002:1) : “Komite Audit adalah sub panitia dari board of directors yang terdiri dari Direksi independen dari luar perusahaan; panitia audit mempunyai tanggung jawab pengawasan untuk pelaporan luar perusahaan, pemonitoran risiko dan proses pengendalian dan juga internal audit dan eksternal audit. “ Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa anggota komite audit terdiri dari orang-orang yang independen, dengan kata lain tidak 10 termasuk manajemen perusahaan (tidak terlibat dalam menjalankan operasi perusahaan) sehingga sering disebut dengan “outside directors”. Menurut peraturan Nomor IX.1.5 dalam lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor :KEP-29/PM/2004 mengemukakan Komite Audit sebagai : “ Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu membantu melaksanakan tugas dan fungsinya.” Forum for Governance in Indonesia mengemukakan Komite Audit sebagai Komite beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan . 2.1.1.1 Perkembangan Komite Audit Dibawah ini adalah perkembangan komite audit di Amerika Serikat yang dalam buku The Essence of GCG (2002:146) sebagai berikut: - Tahun 1930 Mulai diperkenalkan konsep audit kepada dunia usaha di Amerika Serikat. - Tahun 1970 Membentuk National Commission Fraudelent Financial Reporting komite audit dikenal dengan The Treadway Commission dan bertugas menginvestigasi penyebab utama yang mengakibatkan terjadiannya penyimpangan laporan keuangan serta menganalisa seberapa jauh kultur suatu perusahaan menyebabkan terjadinya keuangan. penyimpangan laporan 11 - Tahun 1998 Arthur Levin, Chairman the Us Securities Exchange Commission (SEC) mengumumkan seperangkat inisiatif yang dikeluarkan sebagai tanggapan atas persepsi institusi ini bahwa accounting irregularities tetap meningkat. Namun aspek penting dari The Levitt Initiative adalah perlunya meningkatkan efektifitas komite audit perusahaan karena komite yang berkualitas mempunyai komitmen, independent dan kritis akan menjadi pelindung paling handal bagi kepentingan publik. - Februari 1999 Dibentuklah The Blue Committee on Improving the Effectiveness of Corporate Audit Committee mengeluarkan serangkaian rekomendasi tentang peraturan-peraturan baru mengenai komite audit bagi regulator dan otoritas bursa. - 15 Desember 1999 SEC menyetujui peraturan terbaru tentang komite audit yang hampir semuanya diadaptasi dari rekomendasi The Blue Ribbon Committee. Selain perkembangan audit di Amerika Serikat berikut ini akan dijelaskan perkembangan komite audit di Inggris dan Kanada menurut Muh. Arief Efendi (2009:28) perkembangan komite di Inggris merupakan negara pelopor dalam hal pembentukan komite audit karena komite audit sudah ada sejak pertengahan abad ke -19, dimana komite audit tersebut dibentuk untuk bertindak sebagai mediator antara pemegang saham, manajemen, dan pihak eksternal perusahaan. Dan perkembangan komite audit di Kanada mulai diperkenalkan pemerintah Kanada 12 tahun 1965 melalui undang-undang perseroan terbatas Kanada yang kemudian diamandemen pada tahun 1975. Undang-undang tersebut telah diberlakukan di negara bagian Ontario dan British Colombia. Menurut undang-undang ini, semua perusahaan publik harus memiliki komite audit yang menelaah laporan keuangan tahunan sebelum disampaikian kepada Dewan Komisaris. Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat beberapa penting keberadaan komite audit yang efektif dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan, memperhatikan manfaat penting dari komite audit bagi emiten/perusahaan publik maka Indonesia sudah mulai melakukan hal yang sama yaitu membuat ketentuan yang mengatur tentang komite audit. 2.1.1.2 Latar Belakang Terbentuknya Komite Audit Menurut Prof. Dr. Hiro Tugiman, Ak., QIA (1996:6-7) perkembangan teknologi setelah revolusi industri memberikan peranan yang besar terhadap perkembangan perekonomian dunia. Dengan perkembangan teknologi memungkinkan diadakannya mekanisme dan perubahan kerja diberbagai bidang. Pola kerja lebih cepat dan tepat sehingga lebih efisien dalam penggunaan sumber daya, dan produk yang dihasilkan lebih optimal. Perubahan ini berdampak kepada ekspansi usaha yang semakin cepat. Akibatnya semakin besar modal yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan secara go public. Karena kepemilikan saham yang dikuasai oleh masyarakat luas baik nasional maupun internasional, sehingga berakibat kepada sulitnya pengambilan keputusan pada tingkat tinggi. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai kekuasaan tertinggi dalam perusahaan tidak mungkin diadakan sesering mungkin 13 karena beragamnya pemilik. Di lain pihak wewenang yang harus diputuskan oleh RUPS diantaranya Prof. Dr. Hiro Tugiman, Ak., QIA (1996:6-7) : 1. Melakukan perubahan dan pengesahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan. 2. Mengesahkan pertanggung jawaban atas laporan keuangan tahunan. 3. Mengangkat dan memberhentikan dewan direksi. 4. Mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris. 5. Menyetujui pengeluaran saham baru. 6. Penunjukan auditor internal. 7. Menyetujui dan mengesahkan revisi rencana kerja dan anggaran sampai dengan batas tertentu. 8. Menghibahkan harta perusahaan. 9. Mengesahkan dan menyetujui pembentukan perusahaan anak. 10. Menyetujui rencana penjualan aktiva tetap. Oleh karena itu dilakukan deregulasi wewenang sehingga sebagian tugas dan wewenang RUPS dilimpahkan kepada dewan komisaris. Tugas RUPS dibatasi hanya membahas hal-hal yang sangat signifikan yaitu Prof. Dr. Hiro Tugiman, Ak., QIA, (1995:8) : 1. Pertanggung jawaban laporan keuangan. 2. Perubahan anggaran dasar perusahaan. 3. Pengangkatan dewan direksi dan dewan komisaris. Menurut Dr. H. Moh .Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:17) mengatakan pelimpahan wewenang kepada dewan komisaris, tugas yang diemban dewan 14 komisaris semakin berat. Untuk membantu menangani pekerjaan dewan komisaris, khususnya mengenai masalah pengendalian, dibentuklah suatu komite, yang beranggotakan komisaris yang tidak terlihat dalam manajemen serta dapat dibantu oleh pihak luar yang independen, komite itu dinamakan komite audit. Bahkan adanya komite audit merupakan suatu keharusan sejak tahun 1990-an apabila perusahaan tersebut mendaftarkan diri pada bursa saham di New York Stock Exchange, seperti yang dikemukakan oleh Arens (1994:84), menyatakan bahwa : “An audit committee is required for all companies listed on the New York Stock Exchange “ Menurut Prof. Dr. Hiro Tugiman, Ak., QIA (1995:11) keuntungan yang dicapai dengan dibentuknya suatu komite audit yaitu: 1. Penggabungan keahlian khusus yang dimiliki para anggota komite yang diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas atau masalah tertentu. 2. Dapat memfokuskan diri secara insentif pada pokok permasalahan, sehingga masalah dapat diselesaikan dalam periode yang relatif lebih singkat. 3. Masalah-masalah yang berlanjut untuk periode waktu yang lama dapat terus diawasi. 4. Dapat menimbulkan perasaan terlibat dalam partisipasi yang tinggi dalam diri anggota komite, karena membagi tanggung jawab yang sama atas penyelesaian masalah. 5. Anggota dapat mengembangkan keterampilan secara bersama-sama. 15 Dalam hal ini untuk kepentingan dewan komisaris, pembentukan komite audit kelihatannya berarti suatu perusahaan/peninggkatan penugasan dalam arti: 1. Aktif dalam mekanisme pemeriksaan, baik pemeriksaan yang dikatakan oleh external auditor maupun yang dilaksanakan oleh internal auditor. 2. Aktif dalam mengadakan penelaahan terhadap kebijakan akuntansi yang dilaksanakan oleh perusahaan khususnya mengenai laporan keuangan. 2.1.1.3 Komposisi dan Persyaratan Anggota Komite Audit Surat Keputusan Menteri P BUMN Nomor : PER – 05/MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006 pasal 5 dan 6 telah mengatur komposisi dan persyaratan anggota komite audit yaitu : - Pasal 5 (1) Keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya: a. Satu orang komisaris. b. Dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan. (2) Salah satu anggota komisaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a bertindak sebagai Ketua Komite Audit - Pasal 6 Persyaratan untuk dapat diangkat anggota sebagai komite audit adalah: 1. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja yang cukup di bidang pengawasan / pemeriksaan dan bidang-bidang lainnya yang dianggap perlu dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana tercantum dalam pasal 3 secara optimal. 16 2. Tidak memiliki / keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan misalnya : a. Mempunyai kaitan keluarga sedarah dan semenda sampai dengan derajat ketiga baik menurut garis kesamping dengan pengawas atau pejabat Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan. b. Mempunyai kaitan dengan rekanan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan. 3. Mampu kaitan dengan rekanan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan. Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor : KEP-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003, pedoman pembentukan Komite Audit sebagai berikut : Pedoman Pembentukan Komite Audit 1. Struktur komite audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang saham. 2. Anggota komite audit yang merupakan komisaris independen bertindak sebagai Ketua Komite Audit. Dalam hal ini komisaris independen yang menjadi anggota komite audit lebih dari satu orang. Persyaratan keanggotaan komite audit berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep-29/PM/2004 tanggal 24 september 2004 : 1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dari pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik. 17 2. Salah seseorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan. 3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan. 4. Memiliki pengetahuan yang memedai tentang peraturan perundangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan-perundangan terkait lainnya. 5. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik yang memberikan jasa audit dan atau non audit pada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun terakhir sebelum diangkat oleh komisaris sebagaimana dimaksud dalam peraturan Nomor VIII.A.2 tentang independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar Modal. 6. Bukan merupakan karyawan kunci emiten atau publik yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun terakhir sebelum diangkat komisaris. 7. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain. 8. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama atau perusahaan publik. 18 9. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan usaha emiten atau perusahaan publik. 10. Tidak merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau perusahaan publik lain pada periode yang sama. 2.1.1.4 Pelaksanaan Tugas Komite Audit Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam surat edarannya (2003) yang kutip oleh Dr. H. Moh.Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:17) mengatakan bahwa tujuan Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris untuk : 1. Meninggkatkan kualitas laporan keuangan. 2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian. 3. Meningkatkan efektifitas fungsi audit internal dan audit eksternal. 4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris. Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN no: KEP-103/MBU/2002 menjelaskan bahwa dalam membantu Komisaris/Dewan Pengawas, Komite audit bertugas : a. Menilai bahwa kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern maupun auditor eksternal sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar . b. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen perusahaan serta pelaksanaannya. c. Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan 19 keuangan berkala, proyeksi/forecast dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada Pemegang Saham. d. Mengidentifikasi hal-hal memerlukan perhatian Komisaris/Dewan Pengawas. e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan Pengawasan sepanjang masih dalam tugas dan kewajiban Komisari/Dewan Pengawas berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sejalan dengan tugas di atas maka komite audit berperanan untuk membantu dewan komisaris menjadi intermediaries atau penghubung antara dewan komisaris dan auditor eksternal perusahaan publik Dr. H. Moh. Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:19) : a. Memberikan rekomendasi. b. Berkonsultasi. c. Melakukan analisis. d. Melakukan pertimbangan dan berperanan sebagai saluran komunikasi antara auditor ekternal dengan dewan direksi dan dewan komisaris selaku pemegang saham. 2.1.1.5 Wewenang Komite Audit Komite Audit mempunyai wewenang untuk menjalankan tugas-tugasnya seperti yang diutarakan oleh Siswanto dan E. John Aldrigde (2005:237), yaitu: “Mengaudit kegiatan manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ektern).Mereka yang berwenang meminta informasi tambahan dan memperoleh penjelasan dari manajemen dan karyawan yang bersangkutan. Komite audit juga mengevaluasi seberapa jauh peraturan telah memenuhi standar akunting dan prinsip akuntansi yang diterima di Australia”. 20 Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006:146) komite audit memiliki wewenang yaitu : 1) Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya. 2) Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan. 3) Mengusahakan saran hukum dan saran professional lainnya yang independen apabila dipandang perlu. 4) Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai apabila dianggap perlu. Kewenangan komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu dewan komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada dewan komisaris) kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris misalnya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin satu investigasi khusus. Selain itu Keputusan ketua Bapepem Nomor : Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa komite audit memiliki wewenang mengaksessecara penuh, bebas dan terbatas terhadap catatan, karyawan, dana, asset, serta sumber daya perusahaan dalam rangka tugasnya serta berwenang untuk bekerjasama dengan auditor internal. 2.1.1.6 Tanggung Jawab Komite Audit Menurut Forum fir Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan YPPMI Institute. Yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006:148), komite audit pada umumnya mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang yaitu : 21 a) Pengawas Laporan keuangan (Financial Reporting). b) PengawaaTata Kelola Perusahaan (Corporate Governance). c) Pengawas Perusahaan (Corporate Control). 2.1.1.7 Rapat dan Pelaporan Komite Audit Dalam peraturan nomor IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-29/PM/2004 menyusun rapat-rapat komite audit sebagai berikut: a. Komite Audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar; dan b. Setiap rapat komite audit dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh seluruh anggota komite audit yang hadir. Menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-103/MBU/2002 pada umumnya, proses pelaporan komite audit cukup standar, yaitu: a. Komite Audit membuat laporan kepada dewan komisaris atas setiap penugasan yang diberikan; dan b. Komite Audit membuat laporan tahunan pelaksanaan kegiatan komite audit kepada dewan komisaris. Mengenai kewajiban memasukan laporan kegiatan komite audit di dalam annual report tercantum di dalam Kep BEJ No. 339 Tahun 2001 yang merupakan penyempurnaan Kep BEJ No. 315 Tahun 2000. Dalam keputusan ini disebutkan bahwa di dalam annual report harus disampaikan laporan kegiatan Komite Audit yang setidak-tidaknya mencakup 3 hal, yaitu: 22 1. Pengungkapan bila ada pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. 2. Pengungkapan kekeliruan/kesalahan dalam Laporan Keuangan, pengendalian internal dan independensi eksternal audit. 3. Pengungkapan review terhadap paket remunerasi direksi dan dewan komisaris. Dengan demikian berdasarkan ketentuan yang ada laporan komite audit minimal mencakup 3 hal ini, tetapi bukan berarti terbatas pada ketiga hal tersebut di atas. Oleh karena itu Ikatan Audit Indonesia (IKAI) telah melakukan penelitian terhadap hal-hal apa saja yang diungkapkan oleh para komite audit di luar ketiga hal tersebut, yaitu: 1. Dasar pembentukan komite audit. 2. Organisasi dan hubungan dengan komisaris independen. 3. Kualifikasi Anggota Komite Audit (Kompetensi dan Indepedensi) 4. Tugas dan tanggung jawab komite audit. 5. Hubungan dengan internal audit. 6. Hubungan dengan akuntan publik. 7. Peranan komite audit dalam penunjukan akuntan publik. 8. Frekuensi rapat dan fokus kajian. 2.1.2 Good Corporate Governance Mardiasmo (2004:23) mengemukakan beberapa pengertian good corporate governance sebagai berikut: 1. World Bank memberikan definisi governance sebagai: “The way state power is used in managing economic and social resources for development of society”. 23 2. United National Development Program – UNDP, mendefinisikan governance sebagai: “The exercise of political, economic, and administrative authority to manage a national’s affair at all levels”. Jika mengacu pada World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepentingan yang baik. Berdasarkan (Mardiasmo, 2004:24) mendefinisikan good governance sebagai: “Suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha”. Pengertian Good corporate governance berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor PER – 01/MBU/2011adalah: “Prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandasan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha”. The Indonesia Institute for Corporate Governance – IICG (2002:1) mendefinisikan corporate governance sebagai: “Suatu proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai-nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap mempertahankan kepentingan stakeholders”. Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006:27) mengemukakan mengenai corporate governance sebagai berikut: “Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif.Dibanding melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai 24 proses, kebijkan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan stakeholders”. Kata “governance” berasal dari bahasa Prancis “gubernance” yang berarti pengendalian. Pengertian governace menurut Azhar Kasim yang dikutip oleh Imam S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002:5): “Governace adalah peruses pengelolaan bidang kehidupan (social, ekonomi, politik, dan sebagainya) dalam suatu negara serta penggunaan sumber daya (alam, keuangan, manusia) dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.” Berdasarkan definisi di atas, governance berarti suatu proses pengelolaan perusahaan dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan organisasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Pengertian governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik, menurut United Nation development Program (UNDP) sebagaimana dikutip oleh Mardiasmo (2002:17), mendefinisikan governance sebagai berikut: "The exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation's af/amir at all levels.” Dari pernyataan tersebut UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaan Negara. Terdapat beberapa pengertian untuk GCG.Forum for Corporate Governance in Indonesia (PCGI), dikutip dari I Nyoman Tjager et al (2003:26) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut: “Seperanangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya 25 yang berkaitan dengan bak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan(stakeholders). Pengertian Corporate Governance menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002:1),adalah: “Sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (Stakeholders Value) serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti kreditur, Supplier atau pemasok, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas.” Menurut Keputusan Menteri BUMN PER–01/MBU/2011pasal 1 tentang penerapan praktik good corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pengertian corporate governance berdasarkan keputusan ini dinyatakan sebagai berikut : “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.” Dapat disimpulkan, bahwa corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor, dan masyarakat sekitar. Good Corporate Governance berusaha menjaga keseimbangan diantara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat. Tantangan dalam corporate governance adalah mencari memaksimumkan penciptaan kesejahteraan sedemikian rupa. cara untuk 26 2.1.2.1 Sejarah Good Corporate Governance Sejarah lahirnya good corporate governance menurut I Nyoman Tjager dan kawan-kawan (2003:23-24), berawal dari pengelolaan perusahaan yang menuntut pertanggung jawaban kepada pemilik. Dalam sejarah peradaban dunia bisnis, GCG sudah dipraktikan di lingkungan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa sekitar setengah abad yang lalu (l840-an). Pada masa itu, agar perusahaan-perusahaan mempunyai kinerja yang baik serta memberikan keuntungan yang maksimal kepada pemegang sahamnya maka perusahaan dikelola seperti halnya mengelola sebuah Negara. Sejarah good corporate governance telah dimulai sejak 200 tahun yang lalu, ketika blackstone menggambarkan corporation sebagai little replublic. Dengan penganalogian seperti itu memberi konsekuensi bahwa suatu corporation harus dikelola sebagaimana suatu replublik dan seringkali perusahaan disebut sebagai miniatur Negara. Sehingga unsur-unsur pengelolaan sebuah perusahaan harus diselenggarakan melalui tindakan sebagai berikut Abubakar (2002 : 8) : 1) Pemilihan anggota board of director oleh pemegang saham melalui pemberian suara yang merupakan hak dasar pemegang saham. 2) Organ legislatif perusahaan yang merupakan sentral kewenangan manajerial. 3) Birokrasi perusahaan yang terdiri dari board of director dan eksekutif pelaksanaan sehari-hari manajemen perusahaan. Menurut A. Davies (1999) menyatakan istilah governance dipergunakan pertama kali bukanlah oleh kalangan bisnis namun terdapat dalam berbagai 27 peraturan gereja. Namun lama kelamaan istilah ini digunakan juga dalam konsepkonsep revolusi industri sampai dengan kapitalisme. Sejak abad pertengahan perdagangan sudah dikenal dan sudah mulai berkembang. Namun pada masa itu ajaran gereja masih sangat kuat, sehingga paham keagamaan yang dianut pada waktu itu berperanan pada perdagangan. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Adam Smith (1776) bahwa perkembangan good corporate juga merupakan suatu upaya untuk mengakomondasi berbagai kepentingan stakeholders yang berbeda-beda dalam suatu korporasi. Keberadaan corporate governance ini dapat ditelusuri hingga abad ke-18 Masehi, Dan menurut Shalahudin S, FHUI, (2009) mengatakan bahwa Good Corporate Governance mencapai puncak perkembangannya pada awal dekade 2000-an, pada saat itu beberapa perusahaan raksasa dunia bangkrut. Kebangkrutan perusahaan-perusahaan dunia tersebut adalah karena lemah dan kurangnya good corporate governance pada perusahaan-perusahaan tersebut. Semenjak kebangkrutan perusahaan-perusahaan raksasa dunia tersebut, banyak kalangan yang mulai pentingnya penerapan good corporate governance. 2.1.2.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Prinsip-prinsip Internasional mengenai good corporate governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsip-prinsip good corporate governance yang dikembangkan oleh Organization for Economic Co-oporation and Development (OECD) bermaksud untuk membantu anggota dan non-anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki kerangka kerja ilegal, institusional 28 dan pengaturan untuk corporate governance di negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, investor, korporasi dan pihak lain yang mempunyai perananan dalam proses mengembangkan GCG. Prinsip-prinsip tersebut menurut OECD yang dikutip oleh Iman S.Tunggal dan Amin W. Tunggal (2009:9) mencakup: 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Right of Shareholders). Hak-hak pemegang saham harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperanan serta dalam pengambilan keputusan mengenal perubahanperubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan. 2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders). Dalam hal ini terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). 3. Perananan stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders). Perananan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang saham kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. 29 4. Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency). Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders). 5. Akuntabilitas dewan komisaris (The Responsibilities of The Board). Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggung jawaban kepada perusahaan dan pemegang saham. Sedangkan menurut Muh. Arief Efendi (34: 2009) bahwa komite audit memegang perananan yang cukupn penting dalam mewujudkan good corporate governance (GCG) karena merupakan mata dan telinga dewan komisaris dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan. Untuk mewujudkan prinsip GCG di suatu perusahan publik, maka perusahaan publik tersebut harus memenuhi prinsipprinsip GCG sebagai berikut: 1. Independensi. 2. Transparansi dan Pengungkapan. 3. Pertanggungjawaban. 4. Kewajaran . Sedangkan menurut Dr. H. Moh.Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:39) setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip - prinsip GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan semua jajaran perusahaan hal ini diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan. Prinsip – prinsip GCG tersebut adalah : 30 1. Transparansi. 2. Akuntabilitas. 3. Responsibilitas. 4. Indenpendensi. 5. Kesetaraan dan Kewajaram. 2.1.2.2.1 Transparency (Transparansi) Menurut Dr. H. Moh. Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:39) Transparansi adalah dimana perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cata mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Dan menurut Muh.Ariel Efendi (2009:35) transparansi harus ditunjukan melalui piagam komite audit, program kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan dalam notulen rapat. 2.1.2.2.2 Independency (Kemandirian) Menurut Muh. Ariel Effendi (2009:5) kemandirian adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik kepentingan dan peranan atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 31 Pengertian diatas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Dr. H. Moh. Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:40) dimana untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak diintervensi oleh pihak lain. 2.1.2.2.3 Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas dimaksud agar manajemen dalam mengelola perusahaan dan mempertanggung jawabkan pekerjaannya. Menurut Iman S. Tunggal dan Amin W Tunggal (2002:7), akuntabilitas merupakan penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara board of commissioners, board of directors, shareholder, dan auditor (pertanggungjawaban wewenang, traceable, reasonable). Menurut Imam S. Tunggal dan Amin W Tunggal (7:2002) ada beberapa karakteristik accountability adalah: 1) Anggota dewan harus bertindak didasari informasi yang lengkap. 2) Bila keputusan dewan mempunyai peranan yang berbeda-beda di antara pemegang saham, maka harus memuaskan keluhan pemegang saham. 3) Dewan harus menjamin ketaatan atas hukum yang diterapkan dan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham. 4) Dewan harus memenuhi beberapa fungsi: a) Melakukan review atas strategi perusahaan, pelaksanaan rencana utama, kebijakan risiko, anggaran tahunan dan rencana bisnis pemantauan kinerja perusahaan dan mengawasi harta utama, pembelanjaan dan akuisisi. 32 b) Menyeleksi, memberikan penghargaan, memantau hingga bila dibutuhkan mengawasi succesion planning. c) Melakukan review atas gaji eksekutif dan memastikan proses pencalonan anggota dewan terbuka. d) Memantau dan mengelola konflik kepentingan dari manajemen dewan dan pemegang saham termasuk penyalahgunaan harta dan penyalahgunaan hubungan transaksi dengan berbagai pihak. e) Memastikan integritas dari sistem pelaporan akuntansi dan finansial perusahaan, melakukan audit yang independen dan sistem pengendalian yang tepat berada di tempatnya. Disisi lain sistem pemantauan resiko, pengendali keuangan harus taat pada hukum. f) Mengawasi proses transparansi dan komunikasi. g) Dewan harus mampu menggunakan pertimbangan yang objektif Dan akuntabilitas menurut Dr. H. Moh. Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:39) dimana perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. 2.1.2.2.4 Responsibility (Pertanggungjawaban). Menurut Dr. H. Moh. Wahyudin Zakarsyi, Ak (2008:40) pertanggungjawaban adalah dimana perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat 33 dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate governance Hal di atas sejalan dengan Muh Arief Efendi (2009:35) dimana prinsip ini ditunjukan oleh aktivitas komite audit yang dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, kinerja komite audit hendaknya dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada publik, selain kepada dewan komisaris. 2.1.2.2.5 Fairness (Kewajaran) Menurut Muh. Arief Efendi (2009:35) prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatannya perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. Menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002:12), kerangka corporate governance harus dapat melindungi hak-hak pemegang saham. 1. Hak-hak dasar pemegang saham meliputi: a. Metode yang aman dalam pencatatan kepemilikan b. Mengalihkan atau pemindahtanganan saham, c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan pada waktu yang tepat dan berkala, d. Berpartisipasi dan memberikan saran dalam RUPS, e. Memilih anggota dewan komisaris (board of directors), f. Mendapatkan pembagian laba perusahaan. 2. Para pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam dan secara memadai diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan dengan perubahan 34 perusahaan yang fundamental seperti anggaran dasar, otoritas tambahan modal, transaksi luar biasa sebagai akibat dari penjualan perusahaan. 3. Pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan memberikan suara dalam RUPS dan harus diberi informasi tentang aturan-aturan, mencakup prosedur pemberian suara yang memperanani Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yaitu: a. Para pemegang saham yang harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan tepat waktu yang berkaitan dengan tanggal, tempat, dan agenda rapat umum, dan juga informasi yang lengkap dan tepat waktu tentang masalah yang akan diputuskan. b. Peluang harus diberikan kepada pemegang saham untuk menanyakan tentang dewan komisaris dan mencantumkan hal-hal dalam agenda rapat umum dengan bergantung pada pembatasan yang masuk akal. c. Pemegang saham harus dapat memberi suara secara pribadi dan peranan yang sama harus diberikan , apakah dilakukan secara pribadi. 4. Struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk memperoleh suatu tingkat pengembalian yang tidak seimbang atau sepadan dengan kepemilikan ekuitas mereka harus diungkapkan. 5. Market for corporate control harus dapat berfungsi dalam keadaan yang efisien dan transparan. a. Peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang memperanani akuisisi tentang pengendalian korporat dalam pasar modal, dan transaksi-transaksi yang luar biasa. Transaksi harus terjadi pada harga yang transaparan dan 35 dibawah kondisi yang wajar yang melindungi hak dari pemegang saham sesuai dengan kelompoknya. b. Alat-alat yang anti pengambil alihan seharusnya tidak digunakan untuk melindungi manajemen dari akuntabilitas atau tanggungjawab. 6. Pemegang saham, termasuk investor kelembagaan, harus mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk melaksanakan hak pemberian suara (voting rights). Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak pemegang saham. Hak- hak tersebut meliputi hak-hak dasar pemegang saham yang disusun OECD, yaitu hak untuk: a. Menjamin keamanan metode pendaftaran saham yang dimilikinya, b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya, c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, d. Ikut berperanan dan memberikan suara dalam RUPS, e. Memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta f. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. Kerangka kerja corporate governance harus memastikan perlakuan yang sama terhadap semua pemegang saham, mencakup pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh ganti rugi pelanggan yang efektif atas hak-hak mereka. 1. Semua pemegang saham dari kelompok yang sama harus diperlakukan secara sama rata atau adil. 36 2. Praktik-praktik insider trading dan selfdealing yang bersifat penyalahgunaan harus dilarang. 3. Anggota dewan komisaris (board of director) dan manajer disyaratkan untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang material dalam transaksitransaksi atau hal-hal yang memperanani perusahaan. 2.1.2.3 Tujuan dan Manfaat Penerapan Good Corporate Governance Tujuan good corporate governance menurut Siswanto Sutojo (2005:7), yaitu: 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholder non pemegang saham. 3. Meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham, 4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Manfaat good corporate governance, menurut Siswanto Sutojo (8:2005), good corporate governance dapat membantu Board of Directors mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pemiliknya. Manfaat penerapan corporate governance, menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002:9-10), yaitu: 37 a. Perbaikan dalam komunikasi, b. Minimalisasi potensial benturan, c. Fokus pada strategi-strategi utama, d. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi, e. Kesinambungan manfaat (suistanability of benefits) f. Promosi citra korporat (corporate image), g. Peningkatan kepuasan pelanggan, h. Perolehan kepercayaan investor, i. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan. 2.1.2.4 Ukuran Pelaksanaan Good Corporate Governance Menurut Andrian Sutendi (2011:74-77) Forum for corporate Governance in Indonesia (FCGI) melalui alat yang bernama Good Corporate Governance Self Assessment Questionare atau Checklist melakukan penilaian GCG meliputi bidang, yaitu : a. Hak-hak Pemegang Saham (20%) Apakah Pemegang Saham, khususnya Pemegang Saham minoritas diberikan hak-hak yang memadai dalam RUPS, tentang pelaksanaan RUPS, pemberitahuan tentang pelaksanaan RUPS, dorongan kepada Pemegang Saham untuk menggunakan hak suaranya, mengajukan pertanyaan dalam RUPS, dll b. Kebijakan Good Corporate Governance (15%) Apakah perusahaan telah memiliki pedoman Good Corporate Governance secara terulis yang secara jelas menjabarkan hak-hak 38 Pemegang Saham, tugas dan tanggung jawab Direksi dan Komisaris dan sebagainya termasuk kebijakan perusahaan untuk menyediakan akses bagi masyarakat untuk mengetahui kebijakan perusahaan. c. Praktik-praktik Good Corporate Governance (30%) Apakah Direksi dan Komisaris secara berkala mengadakan pertemuan, adanya rencana strategis dan rencana usaha yang memberikan arahan bagi Direksi dan Komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya, serta paling penting apakah direksi dan Komisaris telah bebas dari benturan kepentingan . d. Pengungkapan (20%) Apakah perusahaan telah memberikan penjelasan mengenai risiko usaha, mengungkapkan renumerasi/kompensasi Direksi dan Komisaris secara memadai, mengungkapkan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan sebagainya. e. Fungsi Audit (15%) Apakah perusahaan telah memiliki internal audit yang efektif dan menciptakan komunikasi yang efektif antara internal audit dan eksternal audit. 2.1.2.5 Peranan Komite Audit terhadap Peningkatan GCG Menurut Dr. H. Muh. Wahyudin Zarkasyi, Ak (2008:22) Komite Audit dan Good Corporate Governance sangat berkaitan dimana komite audit merupakan pilar penting dalam penerapan GCG, karna Komite audit berperanan dalam evaluasi laporan keuangan. Komite audit sebagai perwujudan dari 39 implementasi GCG berkaitan erat dengan peranan corporate governance yang tugasnya: Mengawasi proses penyusunan goodcorporate governance. Memastikan bahwa manajemen senior secara aktif mensosialisasikan budaya Corporate Governance. Memonitor bahwa Code of Conduct telah dilaksanakan secara konsekuen. Memantau bahwa perusahaan mematuhi Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Mewajibkan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil evaluasi pelaksanaan good corporate governance dan temuan lainnya . Good Corporate Governance didalam perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Muladi (2006) yang menunjukan hasil bahwa terdapat peranan kuat antara komite audit dalam meningkatkan good corporate governance. Salah satu tugas dan tanggung jawab utama komite audit berhubungan dengan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Tanggung jawab Komite Audit dalam good corporate governance adalah untuk memberikan keyakinan bahwa perusahaan secara layak menaati hukum dan peraturan yang berlaku, secara etis melakukan usahanya, dan memelihara pengendalian yang efektif terhadap benturan kepentingan karyawan dan kecurangan. Komite Audit bertugas memberika keyakinan bahwa pengungkapan keuangan yang dilakukan manajemen secara layak sehingga 40 menggambarkan kondisi keuangan perusahaan, hasil operasi, danrencana jangka pendek dan jangka panjang. Tanggung jawab komite audit yang harus dilakukan terhadap pengendalian intern mungkin lebih luas dari pada masalah pertanggung jawaban kebijakan perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah-langkah khusus dalam melaksanakan tanggung jawab komite audit menurut Amin Imam S. Tunggal dan Amin W Tunggal (2003:5) mencakup pula beberapa hal yaitu: Menelaah kebijakan korporat berkenaan denga ketaatan terhadap hukum dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan investigasi penyalahgunaan kekuasaan. Menelaah litigasi. Menelaah kasus karyawan yang signifikan tentang benturan kepentingan karyawan, penyalahgunaan, atau kecurangan. Mensyaratkan auditor intern untuk melaporkan secara tertulis ruang lingkup dari penelaahan tentang good corporate governance. 2.2 Kerangka Pemikiran Dengan berkembangnya ekonomi secara global, para pelaku ekonomi berupaya untuk dapat memperhatikan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Adanya good corporate governance ternyata belum memberikan kepercayaan yang maksimal bagi publik atas efektifitas kinerja perusahaan. Maka dibutuhkan suatu pihak independen yang dapat menjamin kepercayaan publik terhadap suatu perusahaan yang saat ini dikenal dengan nama komite audit yang pada umumnya adalah untuk melakukan pengendalian terhadap mekanisme akuntansi, auditing 41 sehingga pengendalian tersebut tetap optimal dalam ekonomi pasar(M. Ariel Effendi, 2009:26). Menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) peranan komite audit pada prinsipnya adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektifitas fungsi audit. laporan keuangan merupakan produk dari manajemen yang kemudian diverifikasi oleh auditor eksternal. Dalam pola hubungan tersebut, dapat dikatakan bahwa komite audit berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan dengan eksternal auditor. Tugas komite audit erat kaitannya dengan penelaahan terhadap resiko yang dihadapi, dan juga ketaatan terhadap peraturan. Jika peranan komite audit tersebut bisa berjalan efektif maka akan mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) (www.komite audit.org ) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muladi (2006) yang ditunjunkan hasil bahwa terdapat perananan kuat antara komite audit dalam meningkatkan good corporate governance. Salah satu tugas dan tanggung jawab utama komite audit berhubungan dengan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Tanggung jawab komite audit dalam good corporate governance adalah untuk memberikan keyakinan bahwa perusahaan secara layak menaati hukum dan peraturan yang berlaku, secara etis melakukan usahanya, dan memelihara pengendalian yang efektif terhadap benturan kepentingan karyawan dan kecurangan. 42 Hal tersebut sejalan dengan penelitian Den Muqita Muhammad (2007) dan Muhammad Ramdhan (2009), dimana Den Muqita Muhammad menyimpulkan bahwa komite audit di dalam perusahaan berperanan dalam mewujudkan good corporate governane. Hal ini dikarenakan komite audit dapat meningkatkan fungsi pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh komisaris sehingga akan melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari perusahaan. Komite audit juga memberikan peranannya terhadap pelaksanaan GCG melalui penelaahan, pemeriksaan dan pemberian pendapat secara independen dan profesional sehingga tata kelola perusahaan dapat dijalankan dengan baik. Menurut Muhammad Ramadhan (2009) menyimpulkan bahwa komite audit sangat berperanan dalam pencapaian tujuan good corporate governance dimana peranan komite audit terlihat dalam meningkatkan efektifitas Board of Commisioners, komite audit juga telah menjalankan tugasnya dengan baik yang ditinjukan dengan memberikan penilaian atas pelaksanaan kegiatan dan hasil audit, penyempurnaan terhadap sistem pengendalian manajemen, memastikan efektifitas audit internal dan audit eksternal, serta melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu juga hasil Penelitian dari Eki Adiguna (2008) dan Hanifah (2006) dimana penelitian Eki Adiguna menunjukan hasil bahwa komite audit berperanan dalam meningkatkan good corporate governance karena komite audit bertugas mengawasi akurasi, keterbukaan, transparansi dan ketepatan waktu pelaporan keuangan sehingga pengawasan tersebut berperan terhadap 43 perkembangan perusahaan terutama pada sistem internal control perusahaan yang terkait dengan masalah keuangan, akuntansi serta kepatuhan terhadap aturan hukum dan kode etik yang telah disusun oleh direksi dan komisaris sehingga meningkatkan good corporate governance dalam perusahaan. Menurut hasil penelitian Hanifah yang berjudul “Eksistensi Dan Peranan Komite Audit Dalam Implementasi Good Corporate Governance “ menunjukan hasil bahwa komite audit dalam perusahaan terkait erat dengan penegakan good corporate governance dan menjadi tolak ukur apakah perusahaan yang bersangkutan telah melaksanakan good corporate governance dengan baik atau belum. Variabel yang turut menentukan keberhasilan komite audit adalah kewenangan yang secara statuta diberikan kepada anggota komite audit, keahlian yang dimiliki, kemauan menggunakan kompetensi para anggota komite audit, independensi dan komposisi anggota komite serta sikap dan tanggungjawab anggota komite. Membangun peranan komite audit yang efektif tidak terlepas kacamata penerapan prinsipprinsip good corporate governance secara keseluruhan, dimana independensi, transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab, serta sikap adil menjadi prinsip dan landasan organisasi perusahaan. 2.3 Hipotesis Pemikiran Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas, sudah jelas bahwa ada keterkaitan antara komite audit dengan good corporate governance, oleh sebab itu penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : “Komite Audit Berperan Terhadap Peningkatan Good Corporate Governance”