BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pasar Modal (Capital Market) Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), equity (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen (www.idx.co.id). Pasar modal terbagi atas dua bagian, yaitu pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder (secondary market) (Rose & Marquis, 2006, pp.10-13). 2.1.1 Pasar Perdana (Primary Market) Pasar perdana merupakan tempat pertama kalinya perusahaan menjual sekuritasnya. Proses ini disebut Initial Public Offering (IPO). Setelah sekuritas dijual di pasar perdana, sekuritas tersebut kemudian diperjualbelikan oleh investor di pasar sekunder (Rose & Marquis, 2006, p.13). Pada dasarnya, hampir semua investor berminat untuk membeli saham di pasar perdana, dengan harapan memperoleh keuntungan pada saat harga tersebut akan naik di pasar sekunder. Namun, pada prakteknya harga saham pada pasar perdana adalah harga yang terjadi karena hasil negosiasi antara penjamin emisi (underwriter) dengan calon emiten. Oleh karena itu, harga perdana ini disebut juga dengan harga negosiasi (negotiation price) (Usman, Riphat, dan Ika, 1997, pp.176-177). 2.1.2 Pasar Sekunder (Secondary Market) Pasar sekunder berhubungan dengan sekuritas yang sebelumnya sudah diterbitkan di pasar perdana. Volume perdagangan pada pasar sekunder lebih besar dibandingkan dengan pasar perdana. (Rose & Marquis, 2006, p.14). Pasar sekunder adalah pasar yang terjadi ketika suatu efek dicatatkan dan diperdagangkan di bursa. Disebut sekunder, karena pihak yang melakukan perdagangan adalah para pemegang saham dan calon pemegang saham. Uang yang berputar dalam pasar sekunder tidak lagi mengalir ke dalam perusahaan yang menerbitkan efek, tetapi berpindah atau bergerak dari pemegang saham yang satu ke pemegang saham yang lain. (Usman, Riphat, dan Ika, 1997, p.177). Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi, baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain, harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Penawaran dan permintaan tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya (www.idx.co.id). 2.2 Saham Saham adalah sebuah sertifikat kepemilikan atas perusahaan, di mana kepemilikan ini periodenya tergantung pemegang saham, bisa dalam jangka pendek maupun jangka panjang, tetapi umumnya kepemilikan saham untuk jangka panjang. Saham yang diperdagangkan di BEI adalah saham yang telah menjalani sebuah proses penawaran ke publik dengan beberapa pihak ikut berpartisipasi untuk terjadinya penawaran saham tersebut ke publik (Manurung, 2006, p.77). Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (www.idx.co.id). 2.2.1 Faktor-faktor Penggerak Harga Saham Menurut Arifin (2007, pp.116-125), terdapat setidaknya 6 faktor yang dapat menggerakkan harga saham, yaitu: 1. Kondisi Fundamental Emiten Faktor fundamental adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja emiten itu sendiri. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Begitu juga sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham yang diterbitkan dan diperdagangkan. Selain itu keadaan emiten akan menjadi tolak ukur seberapa besar resiko yang bakal ditanggung oleh investor. 2. Tingkat Suku Bunga (SBI) Pemerintah melalui Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga guna mengontrol peredaran uang di masyarakat, atau dalam arti luas mengontrol perekonomian nasional. Dengan menaikkan bunga SBI berarti bank-bank dan lembaga keuangan lainnya akan terdorong untuk membeli SBI. Adanya bunga yang tinggi dalam SBI membuat bank dan lembaga keuangan yang menikmatinya ini otomatis akan memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk produk-produknya. Tujuannya agar mampu menarik sebanyak mungkin dana masyarakat yang akan dipergunakan untuk membeli SBI lagi. Jika ini terjadi berarti tujuan dasar pemerintah telah tercapai. Bunga yang tinggi ini tentunya akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investasi pada produk perbankan seperti deposito atau tabungan jelas lebih kecil resikonya dibandingkan investasi dalam bentuk saham. Karenanya investor akan menjual saham dan dananya kemudian akan ditempatkan di bank. Penjualan saham secara serentak ini akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan. 3. Valuta Asing Dalam kehidupan perekonomian global dewasa ini hampir tak ada satupun negara di dunia yang bisa menghindari perekonomiannya dari pengaruh valuta asing, khususnya terhadap pengaruh US Dollar. Ketika suku bunga dolar naik, para investor asing menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam bentuk dolar. Otomatis harga saham menjadi turun. Selain itu, karena bunga mata uang dolar mengalami kenaikan, maka otomatis BI akan segera menaikkan tingkat suku bunganya. Tujuannya agar jangan sampai investor lebih suka memegang dolar daripada rupiah. Jika investor memburu dolar otomatis mereka akan menjual rupiah dan nilai rupiahnya bisa anjlok sehingga perekonomian terancam stagnasi bahkan depresi. Kenaikan suku bunga BI ini akan membuat banyak investor menjual sahamnya guna ditempatkan di bank. Bukan hanya karena rate of return investasi di bank lebih tinggi tetapi juga bisa karena ancaman hutang dolar sebagian perusahaan. 4. Dana Asing di Bursa Jika sebuah bursa dikuasai oleh investor asing maka ada kecenderungan transaksi saham sedikit banyak tergantung pada investor asing tersebut. Investor lokal pun akan banyak yang menjadi pengikut investor asing. Jika ada aksi, baik jual maupun beli, yang dilakukan investor asing maka mereka akan melakukan hal yang sama. Investor lokal lebih suka mengikuti gaya investasi investor asing karena mereka menganggap investor asing lebih berpengalaman termasuk pada trik dan strategi dalam bursa sebab umur bursa di Indonesia masih sangat muda. Selain itu investor asing memiliki dana yang besar yang secara otomatis termasuk golongan big player. Selain itu, masih minimnya minat masyarakat Indonesia terhadap pasar modal akibat kekurangan informasi dan sosialisasi bursa itu sendiri. 5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Kenaikan IHSG sepanjang waktu menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. IHSG pada awalnya ditetapkan sebesar 100 poin, yakni tanggal 10 Agustus 1982. Sejak tanggal tersebut, semua transaksi saham yang terjadi seterusnya mengacu pada poin tersebut. 6. News dan Rumors Yang dimaksud news adalah semua berita yang beredar di tengah masyarakat yang menyangkut berbagai hal baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, keamanan hingga berita seputar rencana reshuffle kabinet. Sedangkan rumors adalah berita-berita yang belum tentu benar yang terkadang juga terselip di antara news berbagai media massa. Misalnya isu-isu seputar penurunan presiden di tengah jalan, isu bom, dsb. Pergerakan harga saham sangatlah tergantung pada news dan rumors tersebut. Dengan adanya berita tersebut para investor bisa memprediksi seberapa kondusif keadaan negeri ini sehingga kegiatan investasi bisa dilaksanakan. Ini akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa. 2.2.2 Mekanisme Perdagangan Saham Berdasarkan website BEI, diuraikan langkah awal untuk menjadi seorang investor, antara lain: 1. Menyerahkan foto kopi KTP yang berlaku. 2. Mengisi formulir yang telah disediakan oleh pihak perusahaan sekuritas. 3. Mentransfer sejumlah dana sebagai deposit awal ke rekening broker yang telah ditentukan. Masing-masing broker menentukan deposit berbedabeda, ada yang 50 juta, ada yang 25 juta dan ada pula yang lebih rendah. 4. Setelah disetujui, selanjutnya investor sudah siap bertransaksi. Terdapat tiga proses pelaksanaan transaksi perdagangan saham, yaitu order beli, order jual, serta transaksi dan penyelesaiannya. Berikut ini merupakan rinciannya: 1. Order Beli a. Menentukan saham yang akan dibeli. b. Menentukan jumlah saham (dalam satuan lot) yang akan dibeli. c. Menyampaikan pada harga berapa investor ingin membeli saham. 2. Order Jual a. Menentukan saham yang dijual. b. Menentukan jumlah saham (dalam satuan lot) yang akan dijual. c. Menyampaikan pada harga berapa investor ingin menjual saham. 3. Transaksi dan Penyelesaian a. Dealer akan meneruskan order ke floor trader di lantai bursa. b. Jika order terpenuhi, broker akan melakukan konfirmasi ke nasabah (1 x 24 jam). c. Penyelesaian transaksi akan dilakukan dalam waktu 3 hari atau sering disebut T + 3. Di dalam melakukan proses jual dan beli saham selalu menggunakan jasa broker. Selain melibatkan broker, proses jual beli saham juga melibatkan bursa efek, LKP, dan LPP. LKP dan LPP merupakan lembaga yang memfasilitasi penyelesaian transaksi. Atas jasa broker, setiap proses transaksi jual beli dikenakan biaya untuk broker. Rincian atas biaya transaksi yang harus dibayarkan kepada broker adalah sebagai berikut: 1. Untuk transaksi beli, umumnya fee yang dikenakan sebesar 0,25% hingga 0,3% dari nilai transaksi. 2. Untuk transaksi jual, umumnya fee yang dikenakan sebesar 0,35% hingga 0,4% dari nilai transaksi. 3. Transaksi jual lebih mahal 0,1% karena dikenakan pajak PPh sebesar 0,1%. 4. Masing-masing broker memiliki kebijakan fee berbeda-beda. Setiap hari terdapat saham yang mengalami kenaikan harga, namun ada pula saham-saham yang mengalami penurunan. Namun, ada pula saham yang bahkan tidak mengalami pergerakan harga atau tidak ada transaksi. Ada beberapa cara untuk memantau pergerakan saham, yaitu: 1. Informasi dan rekomendasi dari broker. Setiap broker secara aktif akan memberi informasi kepada nasabahnya seputar kondisi pasar saham serta rekomendasi saham-saham yang potensial untuk dibeli atau dijual. 2. Memantau secara mandiri. Disamping informasi yang diberikan broker, investor juga sebaiknya aktif memantau pergerakan harga saham yang kita pegang melalui informasi dari televisi, internet, koran, dan dari radio. Gambar 2.1 Proses Pelaksanaan Perdagangan Saham di Bursa Sumber: www.idx.co.id Gambar 2.2 Proses Perdagangan Saham Secara Remote Sumber: www.idx.co.id 2.2.3 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Menurut Habib (2008, p.182), Bursa Efek Indonesia (BEI) mempunyai indikator yang mencerminkan pergerakan harga saham. Indikator itu dinamakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks ini diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai dasar perhitungannya pada tanggal 10 Agustus 1982 (nilai indeks = 100). 2.3 Event Study Menurut Seiler (2004, p.217), sudah dipahami secara umum bahwa harga saham merefleksikan informasi relevan mengenai masa depan perusahaan. Ketika informasi baru tersebut diketahui oleh pasar, harga sebuah saham dapat berubah mengikuti informasi tersebut. Jika pasar efisien, kita dapat melihat harga saham berubah secara langsung untuk merefleksikan informasi baru tersebut. Namun, tidak selamanya hal ini berlangsung. Terkadang, informasi baru dapat bocor ke pasar beberapa minggu sebelum informasi tersebut dipublikasikan secara resmi oleh perusahaan. Oleh karena itu, butuh lebih dari satu periode waktu bagi pasar untuk menganalisis berita. Untuk mengukur bagaimana harga saham perusahaan bereaksi terhadap informasi baru, digunakanlah sebuah metodologi event study. Sebagai contoh, Anda mungkin ingin menentukan akibat dari sebuah pengumuman merger terhadap harga saham perusahaan. Event lain yang umumnya dapat dianalisa termasuk stock split, pengumuman laporan keuangan, kenaikan (atau penurunan) rating bond, dan lain sebagainya. 2.4 Market Efficiency Berdasarkan website investopedia, ketika uang diinvestasikan ke dalam bursa saham, hal tersebut dilakukan dengan tujuan menghasilkan imbal hasil atas modal yang sudah diinvestasikan. Banyak investor mencoba tidak hanya membuat imbal hasil yang menguntungkan, tetapi juga melebihi atau mengalahkan pasar. Bagaimanapun, efisiensi pasar—Efficient Market Hypothesis (EMH) yang diperkenalkan oleh Eugene Fama tahun 1970, menyatakan bahwa di setiap waktu, harga mencerminkan semua informasi pada saham atau pasar tertentu. Menurut EMH, investor tidak dapat memprediksi imbal hasil atas harga saham karena akses informasi tidak tersedia bagi semua orang. Menurut Scott (2003, p.93), suatu pasar sekuritas yang efisien adalah pasar dimana harga dari surat-surat berharga yang diperdagangkan pada pasar itu "mencerminkan" semua informasi mengenai surat-surat berharga itu yang dikenal publik. Menurut Brealey dan Myers (2000, p.358), ahli ekonomi sering menggambarkan tiga tingkatan efisiensi pasar, yang dibedakan oleh derajat tingkat informasi yang mencerminkan harga sekuritas, yaitu weak form, semistrong form, dan strong form of efficiency. 2.4.1 Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (Weak Form of Efficiency) Menurut Brealey dan Myers (2000, p.358), efisiensi pasar bentuk lemah menunjukkan suatu keadaan dimana harga mencerminkan semua informasi yang ada pada catatan harga di masa lalu. Jadi, jenis informasi yang dipertimbangkan terbatas hanya pada harga di masa lalu. Apabila harga selalu mencerminkan informasi yang relevan, maka harga tersebut baru berubah kalau informasi yang baru muncul, dan informasi baru tentu tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dengan kata lain, apabila harga mencerminkan informasi yang dapat diperkirakan, maka perubahan harga hanya mencerminkan informasi yang tidak dapat diperkirakan dan perubahan tersebut akan bersifat random (acak). Implikasinya bagi investor adalah mereka tidak dapat memperoleh abnormal return secara konsisten dengan menggunakan trading rules yang didasarkan pada informasi harga di masa lalu. Oleh karena itu, mustahil untuk membuat laba yang superior secara konsisten dengan mempelajari return di masa lalu. Pengujian weak form efficiency dilakukan dengan menguji apakah semua informasi yang terkandung dalam harga masa lalu sepenuhnya tercermin dalam harga saat ini. Jika efisiensi pasar bentuk lemah terjadi, maka perubahan harga di masa lalu seharusnya tidak berkaitan dengan perubahan harga di masa yang akan datang. Dengan demikian, suatu pasar modal dikatakan efisien dalam weak form jika informasi harga pada masa lalu tidak bernilai dalam menentukan perubahan harga di masa yang akan datang. 2.4.2 Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (Semi-strong Form of Efficiency) Menurut Brealey dan Myers (2000, pp.358-359), efisiensi pasar bentuk setengah kuat menunjukkan suatu keadaan dimana harga mencerminkan tidak hanya harga di masa lalu tetapi juga semua informasi yang dipublikasikan, yang berasal dari berbagai sumber. Jenis informasi ini antara lain berupa publikasi laporan keuangan, pengumuman laba dan dividen, pengumuman stock split, pengembangan produk baru, maupun terjadinya kesulitan keuangan. Jika efisiensi pasar dalam bentuk ini, harga akan melakukan penyesuaian dengan seketika terhadap informasi publik. Implikasinya bagi investor adalah mereka tidak bisa memperoleh abnormal return hanya dengan memanfaatkan informasi publik yang tersedia. Pengujian untuk menganalisa efisiensi pasar bentuk semi-strong, dilakukan dengan menguji seberapa cepat harga saham akan berubah dan menyesuaikan dengan adanya pengumuman mengenai informasi baru tersebut. 2.4.3 Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (Strong Form of Efficiency) Menurut Brealey dan Myers (2000, pp.358-361), efisiensi pasar bentuk kuat menunjukkan suatu keadaan dimana harga mencerminkan semua informasi yang dapat diperoleh dari analisa perusahaan dan ekonomi secara seksama. Dalam pasar tersebut, kita dapat mengamati investor yang beruntung dan tidak beruntung dalam berinvestasi, tetapi kita tidak akan menemukan manajer investasi mana saja yang dapat secara konsisten berhasil mengalahkan pasar. Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2008, p.361), EMH menyatakan bahwa harga saham merefleksikan semua informasi yang relevan terhadap perusahaan, termasuk informasi yang tersedia bagi orang dalam perusahaan. Versi hipotesis ini cukup ekstrim. Beberapa analis akan berargumen bahwa karyawan perusahaan yang memiliki akses terhadap informasi dapat memperjualbelikan informasi tersebut jauh hari sebelum dipublikasikan ke publik sehingga mereka bisa mendapatkan profit dari menjual informasi perusahaan. 2.5 Market Model Menurut Godfrey (2006, p.264), Return saham dipengaruhi oleh pasar dan informasi serta kejadian tertentu yang terjadi. Kemampuan untuk mengestimasi return sebuah sekuritas merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan investor. Untuk dapat mengestimasi imbal hasil suatu sekuritas dengan baik dan mudah, diperlukan suatu model estimasi. Oleh karena itu kehadiran Market Model dapat digunakan untuk mengestimasi return suatu sekuritas sangat penting di bidang keuangan. Rumus Market Model adalah sebagai berikut: Raw return on day t R i ,t = = Constant average daily return αi + Return due to market moves + + β i ( R m ,t ) + Return due to firm news μ it Rumus 2.1 Dimana: Ri,t = return perusahaan i dalam periode t αi = average return konstan (tanpa mempedulikan return pasar) βi = beta dari perusahaan i (ukuran sensitifitas terhadap return pasar) β i ( R m ,t ) = return pada portofolio pasar agregat selama periode t μi,t = residual error pada periode t, bagian dari return perusahaan selama adanya suatu kejadian 2.6 Imbal Hasil (Return) Saham Setiap bentuk investasi yang baik selalu memberikan hasil atau keuntungan. Semakin tinggi tingkat pengembalian hasil sebuah investasi maka semakin baik untuk dipilih. Namun, jika modal investasinya sama, maka pilihlah investasi yang rate of return-nya tinggi (Arifin, 2007, p.9). Dalam berinvestasi, investor disarankan untuk memilih saham yang memberikan potensi imbalan hasil sesuai dengan tujuan. Tujuan investasi hendaknya dibuat secara realistis dan mudah dicapai. Sikap realistis akan berdampak saat menghadapi resiko investasi. Investor tidak mudah panik atau kecewa apabila investasi yang dilakukan tidak sesuai dengan harapan. Artinya, investor bisa menyikapi dengan bijak dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil tindakan (Habib, 2008, pp.109-110). 2.6.1 Actual Return (ACR) Menurut Seiler (2004, p.237), Actual Return (ACR) merupakan return yang sebenarnya terjadi di bursa efek. ACR dapat dicari dengan mengurangkan harga saham pada periode t dengan harga saham pada periode t-1 dan kemudian membaginya dengan harga saham pada periode t-1. Harga ACR saham yang diestimasikan adalah harga saham individu perusahaan dan harga pasar, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Rumus Actual Return untuk individu perusahaan adalah sebagai berikut: P−(P ) Ri,t = t t−1 Pt−1 Dimana: Rumus 2.2 Ri , t = return perusahaan i dalam periode t Pt = harga saham individu perusahaan periode t Pt −1 = harga saham individu perusahaan periode sebelum t (t-1) Rumus Actual Return untuk return pasar (IHSG) adalah sebagai berikut: Rm,t = Pt −(Pt−1) Pt−1 Rumus 2.3 Dimana: Rm,t = return pasar (IHSG) i dalam periode t Pt = harga pasar (IHSG) pada periode t Pt −1 = harga pasar (IHSG) pada periode sebelum t (t-1) 2.6.2 Normal Return (NR) Menurut Seiler (2004, p.220), Normal Return (NR) merupakan imbal hasil yang diharapkan oleh investor terhadap saham yang mereka pilih untuk dijadikan investasi. Pada NR, mean dari return saham selama event window diharapkan akan sama dengan mean dari return saham selama estimation period. Rumus untuk menghitung Normal Return tampak pada penjelasan mengenai Market Model pada rumus 2.1. 2.6.3 Abnormal Return (AR) Abnormal Return (AR) merupakan hasil pengurangan antara Actual Return (ACR) individu perusahaan dengan intercept (α) dan slope (β) kemudian dikalikan dengan Actual Return (ACR) pasar (Seiler, 2004, p.255). Rumus Abnormal Return (AR) adalah sebagai berikut: AR jt (event.window) = R jt (event.window) − α j (est. period ) − β j (est. period ) * Rmt (event.window) Rumus 2.4 Dimana: AR jt ( event.window) = AR pada saham j untuk setiap hari selama event window R jt ( event.window) = return pada saham j untuk setiap hari selama event window α j ( est . period ) = intercept untuk saham j yang diukur selama periode estimasi β j ( est . period ) = slope untuk saham j yang diukur selama periode estimasi Rmt(event.window) = return pada pasar untuk setiap hari selama event window 2.6.4 Standardized Abnormal Return (SAR) Menurut Seiler (2004, p.244), Standardized Abnormal Return (SAR) merupakan abnormal return yang sudah distandarisasikan. SAR dihitung untuk masing-masing individu perusahaan selama event window. Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung SAR: SAR jt = AR jt S 2 AR jt Rumus 2.5 Dimana: SARjt = SAR untuk perusahaan j pada periode t ARjt = AR untuk perusahaan j pada periode t S 2 AR jt = SARjt = akar dari varians AR untuk perusahaan j pada periode t = standar deviasi AR untuk perusahaan j pada periode t Berikut ini merupakan rumus untuk mencari varians AR: ⎛ ( ARjt(est. period) + ARj(est. period) S ARjt = ⎜ ∑ ⎜ Dj − 2 ⎝ 2 2 ⎛ ⎞ ⎜ 2 ⎟ + Rm(est. period) ⎟ )⎞ ⎜ (R ⎟ * 1 + 1 + mt(event.window) ⎟ ⎟ ⎜ Dj 2 ⎠ ⎜ ∑(Rmt(est. period) − Rm(est. period) ⎟⎟ ⎜ ⎝ ⎠ Rumus 2.6 Dimana: S2 ARjt = varians AR untuk perusahaan j pada periode t ARjt(est. period) = AR untuk perusahaan j selama periode estimasi AR jt ( est . period ) = mean AR untuk perusahaan j selama periode estimasi Dj = jumlah return selama observasi hari perdagangan untuk perusahaan j selama periode estimasi Rmt ( event.window) = return pasar (IHSG) pada periode t selama event window R mt ( est . period ) = return pasar (IHSG) pada periode t selama periode estimasi R m ( est . period ) = mean return pasar (IHSG) selama periode estimasi 2.6.5 Total Standardized Abnormal Return (TSAR) TSAR merupakan jumlah dari semua standardized abnormal return (SAR) selama periode waktu tertentu (Seiler, 2004, p.222). Rumus Total Standardized Abnormal Return (TSAR) adalah sebagai berikut: TSAR = ∑ SAR Rumus 2.7 2.6.6 Cumulative TSAR Cumulative TSAR merupakan jumlah dari semua total standardized abnormal return (TSAR) selama periode waktu tertentu (Seiler, 2004, p.267). Rumus Cumulative Total Standardized Abnormal Return (Cumulative TSAR) adalah sebagai berikut: T2 Cumulative TSAR T 1 , T 2 = ∑ TSAR t t =T 1 Rumus 2.8 Dimana: CumulativeTSART 1 , T 2 = cumulative TSAR untuk setiap hari selama event window TSARt = TSAR untuk setiap hari selama event window T1 = periode waktu paling awal selama event window (-2) T2 = periode waktu selama event window (dari -2 sampai dengan +2) 2.7 Analisis Fundamental dan Kinerja Perusahaan Menurut Arifin (2007, pp.74-75), analisis fundamental adalah analisis saham yang dilihat dari sisi perusahaan (emiten) itu sendiri. Analisis ini berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Analisis fundamental memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasikan nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga sama di masa yang akan datang. Kemudian menerapkan hubungan variabelvariabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Salah satu faktor fundamental yang mempengaruhi adalah kinerja perusahaan yang diindikatori berupa rasio-rasio keuangan. Analisis kinerja perusahaan mutlak diperlukan agar investor atau calon investor dapat mengetahui kondisi perusahaan yang akan menjadi sarana investasinya, dan untuk menentukan perusahaan yang dapat memberikan keuntungan atas penanaman modal mereka. Perusahaan yang kinerjanya kurang baik akan menimbulkan kerugian bagi investornya. Dalam penelitian ini, kinerja perusahaan akan diukur dengan indikator ROA, DER, dan PER. Selain itu juga diukur dengan indikator ukuran (besar atau kecilnya) perusahaan. Keempat indikator ini diduga dapat menjelaskan pergerakan return dari saham perusahaan emiten. 2.7.1 Return on Asset (ROA) Menurut Habib (2008, pp.59-60), rasio keuntungan (profitability ratio) merupakan hasil akhir perusahaan dalam menjalankan tugas. Rasio ini berhubungan dengan tingkat keuntungan dan kerugian perusahaan. Evektifitas suatu perusahaan terlihat dari rasio ini. Semakin efektif manajemen mengelola perusahaan, maka semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan. Pendek kata, seberapa efektif manajemen mengelola total aset untuk memperoleh laba. Salah satu bentuk rasio profitabilitas adalah rasio imbal hasil atas aset (return on asset/ROA). ROA adalah rasio yang menghitung tingkat pengembalian (imbalan hasil) yang diperoleh dari suatu investasi. Rasio ini dipakai untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber ekonomi yang ada, guna menciptakan laba. Secara teori, rasio ini membandingkan antara laba bersih dengan total aset. Rumus untuk menghitung ROA adalah sebagai berikut: ROA = LabaBersih TotalAktiva Rumus 2.9 Laba bersih bisa dilihat di laporan rugi-laba sedangkan total aktiva bisa dilihat di neraca. Jika setelah pembagian dan dijadikan dalam persen (dikalikan 100%) maka semakin mendekati 100% berarti semakin baik. Artinya, perusahaan mampu memanfaatkan seluruh asetnya dalam mencapai keuntungan (Arifin, 2007, p.83). 2.7.2 Debt to Equity Ratio (DER) Rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio/DER) termasuk ke dalam solvency ratio, yaitu rasio yang berfungsi untuk mengukur kemampuan sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, seperti hutang jangka panjang (contoh: pinjaman bank) (Reimers, 2007, pp.19-20). Menurut Arifin (2007, p.p.85-86), DER adalah rasio untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan melunasi hutangnya dengan modal yang mereka miliki. Tak jadi soal jika laba sedikit asal perusahaan tetap mampu membayar semua kewajibannya dengan modal yang dimiliki. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin kecil nilai DER yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin rendahlah resiko finansial perusahaan tersebut sehingga kemungkinan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya akan menjadi besar. Berikut ini adalah rumus DER: DER = TotalHu tan g TotalModal Rumus 2.10 2.7.3 Price-Earnings Ratio (PER) Price Earning Ratio (PER) membandingkan antara harga pasar rata-rata dengan laba/lembar. PER digunakan untuk mengukur seberapa besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan. PER penting bagi investor karena apabila laba yang dihasilkan perusahaan naik, maka dimungkinkan dividen yang dibagikan mengalami kenaikan. Dengan kata lain, jumlah laba yang dihasilkan perusahaan akan menentukan dividen yang dibagi. Indikator PER adalah semakin tinggi nilai PER, semakin baik prospek perusahaan. Dari sisi investor, perusahaan dengan PER tinggi tidak akan menarik lagi. Investor beranggapan saham dengan PER tinggi tidak akan mengalami kenaikan harga, sehingga peluang mendapatkan capital gain dan dividen sangat kecil (Habib, 2008, p.62). Rumus untuk menghitung PER adalah sebagai berikut (Arifin, 2007, p.87): Price-earnings ratio = Earning per Share = Harga Saham Earning per share (EPS) Laba bersih Jumlah saham Rumus 2.11 2.7.4 Ukuran (Besar atau Kecilnya) Perusahaan Informasi dari pengumuman laba berbanding terbalik dengan ukuran perusahaan. Semakin kecil ukuran sebuah perusahaan maka informasi mengenai laba akan semakin berpengaruh. Informasi yang diferensial ini bersandar pada pengamatan bahwa jumlah informasi yang tersedia dari sumber selain dari laporan keuangan adalah suatu peningkatan fungsi dari ukuran perusahaan, dan dikembangkan dari teori transaksi berharga dan perangsang berbeda untuk mencari informasi. Jika biaya pencarian informasi ditetapkan, dorongan untuk melakukan riset untuk kesalahan harga (mispricing) lebih besar untuk perusahaan besar dibanding untuk perusahaan kecil. Ini berarti semakin besar kapitalisasi perusahaan besar, bersama-sama dengan insider knowledge tentang mispricing, dapat digunakan untuk membuat total laba yang lebih besar dibandingkan dengan insider knowledge tentang mispricing pada suatu perusahaan kecil (Godfrey, 2006, p.269).