1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Gunungkidul memiliki penciri utama yaitu bentuklahan karst
yang berkembang luas di bagian selatan daerah administrasinya. Ford dan
Williams (2007) mengartikan bahwa karst merupakan istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan medan dengan kondisi hidrologi yang khas dan
berkembang pada batuan yang mudah larut. Karst tebentuk melalui kombinasi
batuan yang mudah larut dan perkembangan porositas sekunder. Perkembangan
porositas sekunder dan aliran bawah tanah cenderung menyebabkan kondisi
permukaan kering dan gersang.
Sementara itu, Haryono dan Adji (2004) menyebutkan bahwa karst adalah
sebuah istilah yang diambil dari bahasa jerman (kras) yang diturunkan dari bahasa
Slovenia. Karst diartikan sebagai lahan kering dan berbatu, namun kini dikenal
secara global untuk mencirikan bentuklahan dari proses pelarutan. Bentuklahan
karst biasanya berkembang pada batuan karbonat, marmer, dan gipsum, akan
tetapi lebih banyak berkembang pada batuan karbonat. Kawasan karst
Gunungsewu merupakan kawasan karst yang membentang di 3 kabupaten yaitu
Gunungkidul, Wonogiri dan Pacitan. Karst Gunungsewu berkembang pada
batugamping berumur Miosin yang terdiri dari kerucut-kerucut karst yang
membentang lebih dari 1000 km2. Rangkaian bukit-bukit karst yang berbentuk
kerucut tersebut memiliki lapisan tanah yang tipis (Waltham, et al.,1985).
Karstifikasi sangat berperan besar dalam perkembangan bentuklahan karst.
Haryono dan Adji
(2004)
menjelaskan bahwa dalam proses karstifikasi
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pengontrol dan faktor pendorong. Salah
satu faktor pengontrol yang berpengaruh dalam proses karstifikasi adalah tingkat
kelarutan batuan. Karstifikasi pada batugamping sangat dipengaruhi oleh
kemurnian batuan atau besarnya kandungan CaCO3. Jumlah CO2 yang terlarut
dalam air juga akan memberikan pengaruh besar dalam tingkat pelarutan yang
1
terjadi pada batuan karbonat. Lebih lanjut proses karstifikasi pada batuan karbonat
dirumuskan sebagai berikut :
CaCO3 + H2O + CO2
Ca2+ + 2 HCO3- ………………………… ( 1 )
Karstifikasi pada batuan karbonat memiliki keterkaitan dengan Karst
Dynamic System (KDS) atau Sistem Dinamis Karst. Daoxian (2002) menjelaskan
bahwa proses karstifikasi merupakan salah satu fase dari siklus karbon global.
Karst dikatakan dinamis karena respon alirannya selalu berubah – ubah sesuai
musim dan sifat alirannya. Variasi aliran pada kawasan karst bahkan bisa sangat
dinamis dalam skala waktu yang lebih singkat seperti dalam hitungan hari atau
jam. Tingginya variasi aliran dan perbedaan musim akan membentuk hidrogaf
yang dinamis. KDS juga melalui 3 fase yaitu padat, cair dan gas. Fase padat karst
banyak didominasi oleh berbagai jenis batuan karbonat. Fase cair meliputi
berbagai unsur kimia yang terlarut dalam air seperti Ca+ ( dan Mg+), HCO3-, CO32, H+ dan CO2 terlarut sebagai unsur yang utama. CO2 juga sangat mendominasi
pada fase gas.
Beberapa senyawa kimia yang menyusun fase cair Karst Dynamic System
adalah alkalinitas. Effendi (2003) menyebutkan bahwa alkalinitas adalah besarnya
kuantitas anion dalam air terkait kemampuannya menetralkan kation hidrogen.
Lebih sederhananya, alkalinitas adalah kemampuan air dalam menetralkan asam
(Acid Neutralizing Capacity) atau disingkat ANC. Alkalinitas disusun oleh
berbagai ion yang terkandung dalam air, namun penyusun yang paling utama
adalah bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-). Beberapa ion
lain seperti borat, fosfat, silikat sebenarnya memiliki peranan namun karena
kontribusi asam organik ini lemah pada ANC maka keberadaanya diabaikan
(Chandler dan Bisogni, 1999).
Pemanasan global merupakan salah satu isu lingkungan terbesar di dunia
saat ini. Pemanasan global disebabkan oleh efek gas rumah kaca yang
mengakibatkan berbagai dampak seperti kenaikan temperatur, berlubangnya
lapisan ozon, dan kenaikan muka air laut rata-rata. Salah satu penyusun gas rumah
kaca adalah karbondioksida (CO2). Sementara itu, karbondioksida memiliki
2
peranan besar terkait dengan laju pelarutan pada batuan karbonat. Daoxian (2002)
menyebutkan bahwa karbondioksida merupakan salah satu senyawa utama yang
ada pada fase gas Karst Dynamic System. Pelarutan batuan karbonat pada saat
proses karstifikasi akan diikuti oleh penyerapan karbon. Hal itu menunjukkan
bahwa karstifikasi memiliki peranan besar dalam siklus karbon global.
Indonesia diperkirakan memiliki wilayah karst kurang lebih seluas
14.000.000 km2. Haryono (2011) menyebutkan bahwa melalui proses denudasi
kawasan karst di Indonesia jumlah karbondioksida yang terserap diperkirakan
mencapai 13.482 Gg CO2/tahun. Semakin jelas bahwa proses karstifikasi
memiliki peran cukup besar dalam kaitannya mengurangi emisi karbon yang ada.
Keberadaan mataair pada kawasan karst Gunung Sewu merupakan salah
satu penyedia sumberdaya air yang banyak dimanfaatkan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya. Selain memiliki nilai ekonomis, mataair karst juga
memiliki nilai keilmuan yang sangat menarik untuk dikaji. Kajian Acid
Neutralizing Capacity pada mataair karst dapat digunakan untuk menentukan
kemampuan mataair dalam menetralkan asam. Kecamatan Purwosari dan
sekitarnya memiliki beberapa mataair karst dengan karakteristik yang berbeda.
Minimnya
riset
mengenai
mataair
di
sekitar
Kecamatan
Purwosari
melatarbelakangi dilakukannya penelitian dan studi lebih lanjut mengenai
alkalinitas pada mataair karst. Mataair Ngeleng merupakan salah satu mataair
terbesar di Kecamatan Purwosari dengan nilai pemanfaatan yang tinggi. Hal itu
yang menjadi latar belakang untuk memilih Mataair Ngeleng sebagai lokasi studi
kasus penelitian terhadap mataair karst.
1.2. Rumusan Masalah
Tingginya curah hujan memiliki peranan besar terkait dengan tingkat
pelarutan batuan karbonat.
Pembentukan bentuklahan karst melalui proses
pelarutan sangat erat kaitannya dengan siklus karbon. Salah satu karakter kimia
mataair karst yang dapat diamati adalah alkalinitas. Alkalinitas mencerminkan
kemampuan air dalam menetralkan asam (Acid Neutralizing Capacity).
Kandungan karbon yang ada di perairan diwakili oleh alkalinitas dari perairan itu
3
sendiri. Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka timbul pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara aliran dengan kandungan Ca2+ dan HCO3- di
Mataair Ngeleng?
2. Bagaimana variasi temporal Acid Neutralizing Capacity (ANC) dalam
bentuk HCO3- pada Mataair Ngeleng?
3. Bagaimana perbandingan karakteristik Acid Neutralizing Capacity yang
keluar melalui mataair dan melalui rembesan?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan
tersebut maka penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “Kajian Acid
Neutralizing
Capacity
pada
Mataair
Karst
Ngeleng,
Purwosari,
Gunungkidul”.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1) Mengetahui hubungan antara aliran dengan kandungan Ca2+ dan HCO3- di
Mataair Ngeleng.
2) Mengetahui variasi temporal Acid Neutralizing Capacity (ANC) dalam bentuk
HCO3- pada Mataair Ngeleng.
3) Mengetahui perbandingan karakter Acid Neutralizing Capacity yang keluar
melalui mataair dan melalui rembesan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat utama dari penelitian ini adalah mengetahui variasi temporal
alkalinitas pada mataair karst Gunungsewu serta kemampuannya dalam hal
penetralan asam. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
manfaat baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun bidang lain. Secara teoritis,
hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu referensi terkait dengan
penelitian mengenai mataair karst. Kajian mengenai kapasitas penetralan asam ini
diharapkan juga dapat menjadi salah satu acuan dalam pengelolaan mataair
kawasan karst. Publikasi mengenai hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
4
gambaran mengenai pentingnya perlindungan dan pemeliharaan kawasan karst,
terutama terkait sekuestrasi karbon, yang juga berperan dalam mengurangi
dampak pemanasan global.
1.5.Tinjauan Pustaka
1.5.1. Bentuklahan Karst
Karst merupakan istilah untuk menggambarkan kenampakan bentuklahan
unik yang dicirikan dengan keberadaan gua-gua serta perkembangan sistem
hidrologis bawah tanah yang terbentuk pada batuan soluble (mudah larut) seperti
batugamping, marmer dan gipsum. Perkembangan jaringan bawah tanah dikontrol
oleh porositas sekunder batuan yang menyebabkan kondisi hidrologis permukaan
cenderung kering dan gersang. Karst juga dicirikan dengan keberadaan cekungan
tertutup dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi. (Ford dan William, 2007 ;
White, 1988 ; Haryono dan Adji, 2004).
Gambar 1. 1. Bentuklahan Karst
( Sumber : http://www.parc-grands-causses.fr/fr/karst.asp )
Pembentukan bentuklahan karst (Gambar 1.1.) diistilahkan sebagai proses
karstifikasi, terjadi akibat proses pelarutan pada batuan soluble. Sebagian besar
batuan penyusun bentuklahan karst di Indonesia adalah batuan karbonat. Haryono
5
dan Adji (2004) menyebutkan bahwa terdapat 2 faktor utama yang berpengaruh
terhadap proses karstifikasi yaitu faktor pengontrol dan faktor pendorong. Faktor
pengontrol
adalah
faktor
yang
menentukan
keberlangsungan
terjadinya
karstifikasi sedangkan faktor pendorong berperan dalam kecepatan dan
kesempurnaan karstifikasi.
Lebih jauh dijelaskan bahwa faktor pengontrol terdiri dari tingkat
kelarutan batuan, ketebalan, dan perkembangan rekahan batuan. Besarnya curah
hujan (>250 mm/tahun), serta ketinggian batuan terekspos juga menjadi salah satu
faktor pengotrol. Faktor pendorong terdiri dari temperatur dan tutupan hutan.
Kedua faktor tersebut akan sangat menentukan dalam perkembangan bentuklahan
karst. Secara sederhana proses pelarutan pada batuan karbonat dijelaskan pada
reaksi berikut :
Ca2+ + 2 HCO3 ………………………….(2)
CaCO3 + H2O + CO2
Ford dan Williams (2007) menjabarkan reaksi kimia tersebut sebagai
berikut :
CaCO3(solid)
Ca2+ + CO32- …………………………..…...……....(3)
Dimana CaCO3 adalah batugamping dalam bentuk padat.
K kalsit atau aragonit = Ca2+ + CO32-]……………...…………...…….(4)
Selanjutnya dirumuskan dengan persamaan :
CaCO3(solid) + H+
Ca2+ + HCO3-……………………………...……(5)
Selanjutnya akan terjadi reaksi langsung dengan asam karbonat sebagai berikut :
CaCO3(solid) + H2CO3-(aq)
Ca2+ + 2HCO3……………………………(6)
Kemudian terjadi pelarutan dalam air (disosiasi ganda) :
6
CaCO3(solid) + H2O(aq)
Ca2+ + HCO3- + …………………………….(7)
berdasarkan reaksi tersebut disederhanakan seperti dalam reaksi pelarutan
no (1) sebagai berikut :
CaCO3 + H2O + CO2
Ca2+ + 2 HCO3-
1.5.2. Mataair Karst
Mataair adalah airtanah yang terkonsentrasi dan muncul ke permukaan
sebagain aliran air ( Todd, 1980). Mataair biasanya terbentuk jika muka air tanah
(water table) memotong permukaan tanah. Mataair biasanya muncul pada kaki
lereng di mana terdapat rekahan atau dasar dari akuifer yang memotong lereng.
Sedangkan White (1988) Menyebutkan bahwa
mataair karst adalah tempat
dimana airtanah karst muncul keluar atau ke permukaan bumi. Mataair karst
merupakan outlet daerah tangkapan air yang mengimbuh dan berasal dari daerah
yang biasanya cenderung lebih tinggi. Mataair karst dapat memiliki aliran yang
perenial, intermittent, maupun yang bersifat sementara.
Ford dan Williams ( 2007) menyebutkan bahwa daerah tangkapan air
mataair karst berupa daerah tangkapan autogenic, allogenic, atau campuran dari
keduanya. Autogenik adalah sistem mataair dengan daerah tangkapan dari batuan
karst seluruhnya yang didapat dari input air hujan. Air hujan yang jatuh ke batuan
karst langsung masuk melaui celah atau rekahan pada batuan karbonat. Mataair
autogenic memiliki aliran kecil namun cenderung tetap dengan variasi aliran yang
rendah. Mataair allogenic memiliki daerah tangkapan yang bukan dari daerah
karst dengan variasi aliran yang lebih tinggi. Kebanyakan mataair karst
merupakan campuran dari mataair autogenic dan allogenic.
Keberadaan mataair karst sangat dikontrol oleh struktur geologi dan
perkembangan sistem drainase bawah permukaan. Sifat akuifer karst yang
anisotropis menyebabkan berkembangnya porositas sekunder. Perkembangan
sistem aliran bawah tanah karst juga beraneka ragam berdasarkan besarnya
saluran atau rekahan. Pada berbagai tipe aliran akan berkembang sistem diffuse
(rembesan), fissure (celah), maupun sistem conduit atau (saluran).
7
1.5.3. Siklus Karbon
Karbon merupakan salah satu unsur yang banyak terdapat di bumi.
Sumber karbon utama yang ditemui di bumi berasal dari perairan dan atmosfer.
Lebih lengkap, Jankowski (2002) berpendapat bahwa terdapat beberapa
penampung karbon global meliputi atmosfer, hidrosfer, biosfer terestrial, litosfer,
dan pedosfer. Karbon akan mengalami siklus melalui 5 reservoir yang telah
disebutkan di atas. Perkembangan bentuklahan karst merupakan salah satu bagian
dari siklus karbon (Gambar 1.2.). Siklus air, siklus kalsium, dan siklus karbon
merupakan proses transfer karbon antara atmosfer, hidrosfer, litosfer, dan biosfer
(Daoxian, 2002).
Gambar 1. 2. Siklus Karbon Global
(Effendi, 2003)
Laut merupakan sumber karbon utama di Bumi di mana mampu
menyimpan karbon 50 kali lebih banyak daripada karbon atmosfer.
Karbon
berpindah dari laut ke atmosfer melalui proses difusi. Melalui proses fotosintesis
organisme, karbon yang ada di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon
organik. Karbon tersebut kembali masuk ke atmosfer setelah terjadi proses
8
respirasi dan dekomposisi makhluk hidup. Karbon yang berada di atmosfer dan
laut tersebut dapat berubah menjadi karbon organik berupa bahan bakar fosil dan
karbon anorganik seperti batuan karbonat. Perubahan tersebut akan membutuhkan
proses kimia yang sangat lama.
Bumi memiliki deposit karbon dalam bentuk karbondioksida, karbon
organik, dan karbon anorganik. Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas
penyusun atmosfer yang memiliki presentase sekitar 0,033% dari seluruh gas
penyusun atmosfer (Effendi, 2003). Karbondioksida tersusun atas sebuah atom
karbon yang berikatan kovalen dengan Oksigen.
Karbondioksida merupakan
salah satu gas yang menyerap panas sehingga memiliki kontribusi dalam
meningkatkan suhu bumi atau dalam proses global warming.
Bentuk lain deposit karbon di Bumi tersimpan dalam bentuk karbon
anorganik, misalnya batuan karbonat dan dalam bentuk karbon organik, misalnya
bahan bakar fosil. Pelapukan, pelarutan batuan karbonat, dan aktivitas vulkanik
juga akan berperan dalam mengembalikan karbon dalam bentuk karbondioksida.
(Effendi, 2003). Meningkatnya aktifitas antropogenik akan meningkatkan kadar
karbon di atmosfer. Pembakaran bahan bakar fosil akan melepas karbondioksida
ke atmosfer yang menghasilkan gas rumah kaca, sehingga meningkatkan
temperatur, melelehkan es di kutub dan menaikkan muka air laut di bumi ( Clark,
1982 dalam White,1988).
1.5.4. Karst Dynamic System
Pembentukan rongga-rongga dan saluran bawah permukaan yang dikontrol
oleh porositas sekunder menyebabkan bentuklahan karst memiliki respon
hidrologis yang dinamis. Karakter aliran yang didukung oleh keberadaan air
dengan jumlah yang berbeda pada musim yang berbeda akan memberikan respon
aliran yang berbeda. Perbedaan respon
terhadap hujan akan menyebabkan
hidrograf dengan karakter yang khas dan atau hidrograf yang dinamis. Proses
karstifikasi merupakan salah satu proses yang termasuk dalam siklus karbon
global. Transfer karbon melalui fase padat, cair, dan gas terjadi pada saat
pelarutan batuan karbonat. Air berperan besar dalam melarutkan karbon atmosfer
9
yang kemudian terjadi kontak dengan batuan karbonat sehingga terjadi reaksi
penyerapan karbon. Karbon atmosfer terserap dalam bentuk karbondioksida
(CO2).
Karbondioksida memiliki peranan cukup penting dalam proses karstifikasi.
Melalui persamaan (1) ditunjukkan bahwa karbondioksida berperan besar dalam
pelarutan batuan karbonat. Siklus karbon pada proses karstifikasi terkait dengan
Karst Dynamic System (KDS) atau Sistem Dinamis Karst. Daoxian
(2002)
menyebutkan bahwa KDS meliputi transfer energi dan materi yang berisi siklus
karbon, air serta kalsium / magnesium. Berikut gambar mengenai serapan karbon
saat pelarutan batuan karbonat:
CO2
Atmosphere
-------------------------------------------
-------------------------------------------
Gambar 1. 3. Penyerapan karbon saat pelarutan batuan karbonat
(Dreybroadt, 2004 dalam Haryono, 2011)
Lebih jauh dijelaskan bahwa siklus karbon pada KDS meliputi fase padat,
cair, dan gas yang terjadi pada litosfer, hidrosfer, biosfer dan atmosfer yang
mengontrol pembentukan bentuklahan karst ( Gambar 1.3.). Proses pelarutan
batuan karbonat merupakan salah satu proses penyerapan karbondioksida dari
atmosfer. Setiap pelarutan 1 ton CaCO3 akan diikuti oleh pelepasan 120 Kg
karbon.
10
Fase padat dalam KDS didominasi oleh berbagai tipe batuan karbonat
dengan jaringan kompleks rekahan dan lipatan. Fase cair terdiri atas air yang
mengandung Ca2+, Mg2-, HCO3-, CO32-, H+ dan CO2 terlarut dalam air. Fase gas
terdiri dari CO2 atau karbondioksida sebagai sebuah gas. KDS adalah sebuah
sistem terbuka dan tidak hanya dipengaruhi oleh pembentukan bentuklahan karst
tetapi juga terhubung dengan litosfer, hidrosfer, atmosfer, dan biosfer. Sistem
Karst Dinamis dan keberlangsungannya dapat diidentifikasi melalui 4 parameter
yaitu suhu, pH, HCO3-, dan CO2.
1.5.5. Acid Neutralizing Capacity
Acid Neutralizing Capacity (ANC) adalah kapasitas air dalam menetralkan
asam. ANC melambangkan kuantitas anion dalam air untuk menetralkan kation
hidrogen. Nilai ANC akan ekuivalen dengan nilai alkalinitas dalam air (Radtke et
al.,1998). ANC adalah fungsi dari jumlah basa yang terkandung dalam air untuk
menetralkan asam. Chandler dan Bisogni (1998) menyatakan bahwa ANC
direpresentasikan oleh alkalinitas, dan alkalinitas diwakili oleh senyawa
bikarbonat (HCO3-) dalam air. ANC pada sebagian besar air yang masih alami
bergantung pada konsentarasi dari ion-ion karbonat yang ditunjukkan sebagai
berikut :
ANC = [HCO3-] + 2 [CO32-] + [OH-] - [H+] + X……………….……………...(8)
Dimana X adalah jumlah total dari basa non-karbonat yang dapat dititrasi
dengan asam kuat (Stumn dan Morgan , 1996 dalam Chandler dan Bisogni, 1998).
Pada tanah yang tipis dengan pelarutan yang tinggi seperti pada batuan karbonat
yang menyusun bentuklahan karst, kontribusi dari asam lemah yang lain seperti
fosfat, borat, dan silikat diabaikan. Hal itu menyebabkan rumus ANC berubah
menjadi :
ANC ≈ [HCO3-] + 2 [CO32-] + [OH-] - [H+]…………………………….…..(9)
Rumus tersebut berhubungan langsung dengan definisi alkalinitas (Chandler
dan Bisogni, 1998). Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini ANC
11
direpresentasikan dalam bentuk alkalinitas. Alkalinitas adalah kapasitas zat
terlarut dalam air untuk menetralkan asam. Alkalinitas ditunjukkan dalam satuan
ekuivalen per liter (miliekuivalen atau mikroekuivalen). Alkalinitas dalam air
yang utama dibentuk oleh hidroksida (OH-), bikarbonat (HCO3-), dan karbonat
(CO32-). Sebenarnya terdapat penyusun alkalinitas yang lain dalam air yaitu Borat
(H2BO3-), Silikat (HSiO3-), Fosfat (HPO42- dan H2PO4-), sulfida (HS-), dan
Amonia (NH3). Kontribusi dari ion tersebut sangat kecil sehingga diabaikan.
Dalam perairan alami bikarbonat adalah penyusun utama alkalinitas (Radtke, et
al, 1998; Effendi, 2003).
ANC ≈ Alkalinitas ≈ HCO3-
………………………………………...(10)
Berdasarkan beberapa alasan dan studi yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti maka dapat disimpulkan bahwa ANC direpresentasikan oleh alkalinitas,
dan alkalinitas diwakili oleh kandungan bikarbonat (HCO3-) sebagai anion yang
paling banyak ada dalam air. Kandungan HCO3- dalam air akan mewakili
alkalinitas dan tingkat kejenuhannya terhadap kalsium karbonat (CaCO3).
1.6. Penelitian Sebelumnya
Perkembangan penelitian mengenai karst di Indonesia dapat dikatakan
belum sebanyak penelitian pada bidang ilmu bumi yang lain. Penelitian karst di
Indonesia masih tergolong baru dan dalam proses perkembangan menuju
kemajuan. Berbeda dengan penelitian karst yang dilakukan di luar negeri terutama
di Amerika dan Eropa. Karst menjadi salah satu hal menarik untuk diteliti, dan
selalu terdapat inovasi penelitian karst dari tahun ke tahun.
Chandler dan Bisogni (1996) melakukan penelitian mengenai alkalinitas
sebagai pelacak konservatif terhadap perubahan kondisi hidrologi dekat
permukaan di kawasan karst tropis. Penelitian ini dilakukan di Distrik Leyte,
Filipina. Penelitian ini bertujuan membuktikan hipotesis bahwa perubahan
hidrologis di lingkungan karst tropis disebabkan oleh erosi tanah dan epikarst,
serta mengetahui luasan penghambat perkolasi dengan beberapa penggunaan
lahan yang berbeda. Pencapaian tujuan tersebut didapat menggunakan pengukuran
12
alkalinitas. Alkalinitas didefinisikan sebagai Acid Neutralizing Capacity (ANC)
dan diwakili oleh kandungan HCO3-. Pengukuran Kandungan HCO3- dilakukan
dengan mengumpulkan interflow dari beberapa penggunaan lahan yang berbeda,
kemudian dilakukan titrasi. Hasil pengukuran akan digunakan untuk mengetahui
variasi nilai ANC terhadap pengaruh penggunaan lahan.
Penelitian lain mengenai hidrogeokimia pada airtanah karst pernah
dilakukan oleh Lang et.al. (2006). Penelitian ini dilakukan di Guiyang, Cina.
Penelitian ini mengukur beberapa parameter kimia mataair seperti Ca2+, Mg2+,
HCO3-, SO42- serta beberapa parameter lain untuk mengetahui proses water-rock
interaction dan polusi dalam sistem hidrologi daerah tersebut. Hasil penelitian
tersebut adalah diketahuinya ion apa saja yang menjadi sumber pencemar di
Guiyang. Sebagian besar sumber pencemar adalah ion mayor baik anion maupun
kation. NO3- dan Cl- merupakan anion utama yang menjadi sumber pencemar.
Perbandingan nilai nitrit permukaan dengan airtanah menunjukkan bahwa airtanah
daerah Guiyang tidak memiliki kemampuan denitrifikasi yang baik.
Sasowsky dan Dalton (2005) juga melakukan penelitian mengenai pH di
daerah karst. Keakuratan pengukuran pH pada kawasan karst sangat penting
karena memiliki keterkaitan dengan keakuratan pengukuran parameter kimia yang
lain. Beberapa penelitian lain juga pernah dilakukan di Indonesia mengenai
alkalinitas, hidrogeokimia, dan hidrologi karst. Tabel 1.1. menyajikan beberapa
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.
13
Tabel 1. 1. Penelitian Sebelumnya
No
Peneliti
Lokasi, Tahun
Judul Penelitian
1
David G. Chandler
dan James J. Bisogni
Jr
Leyte, Filipina,
1996
The use of alkalinity as a
conservative tracer in a study of
near-surface hydrologic change in
tropical karst
2
3
4
5
6
Lang et.al.
Tjahyo Nugroho Adji
Tujuan
Mengetahui pengaruh erosi tanah
terhadap perubahan hidrologis
karst pada kawasan dekat
permukaan. Mengetahui pengaruh
penggunaan lahan terhadap luasan
penghambat perkolasi
Metode
Kuantitatif,Menggunakan
pengukuran alkalinitas
sebagai pelacak
konservatif dan
kapasitasnya sebagai
ANC
Guiyang, Cina,
2006
Geochemistry of surface and
ground water in Guiyang,
China: Water/rock interaction and
pollution in a
karst hydrological system
Mengetahui karakter water-rock
interaction
dan
dampaknya
terhadap kondisi hidrogeokimia
airtanah
Kuantitatif, pengukuran
langsung di lapangan
dengan perbedaan musim
pengambilan sampel
SBT Bribin,
2009
Variasi Spasial-Temporal
Hidrogeokimia dan Sifat
Aliran untuk Karakterisasi Sistem
Karst Dinamis
di Sungai Bawah Tanah Bribin,
Kabupaten Gunungkidul, DIY
Mengkarakterisasi SKD,
mengetahui variasi spasial
temporal hidrogeokimia dan PAD
pada SBT Bribin
.Kuantitatif, pengukuran
langsung dengan variasi
spasial pada bagian hulu,
tengah, dan hilir SBT
Bribin
Karakter SKD,
varasi spasialtemporal
hidrogeokimia
dan PAD pada
SBT Bribin
Kuantitatif, pengukuran
langsung di lapangan
dengan variasi
pengukuran 3 jam sekali
Hubungan
bikarbonat
dengan debit.
Variasi
DHL,suhu,pH
dengan waktu
Annisa Dian Afitha
Kecamatan
Ponjong, 2011
Variabilitas harian bikarbonat
yang terlarut dalam air pada
mataair karst.
Mengetahui variasi bikarbonat
dan hubungannya dengan debit.
Raras Endarto
Mataair
Petoyan, Ngrati,
dan Sanglor II,
2011
Variabilitas CaCO3 Terlarut Dan
Potensi Penyerapan Karbon
Melalui Proses Karstifikasi Di
Karst Gunung Sewu
Mengetahui Variabilitas CaCO3
Terlarut Dan Potensi Penyerapan
Karbon
Hendy Fatchurohman
Mataair
Ngeleng, 2012
Kajian Acid Neutralizing Capacity
pada Mataair Karst Ngeleng,
Purwosari, Gunungkidul
Mengetahui Variasi Acid
Neutralizizng Capacity dalam
bentuk HCO3-pada Mataair
Ngeleng.
Sumber : Studi pustaka, 2013
14
Kuantitatif, pengukuran
langsung alkalinitas dan
kandungan Ca di
lapangan dengan variasi
pengukuran 3 jam sekali
Kuantitatif, Pengukuran
langsung HCO3- pada
mataair dan rembesan
dengan variasi
pengukuran sesuai
karakter mataair.
Hasil
Perbedaan
penggunaan
lahan terhadap
perubahan
hidrologis
kawasan karst.
Karakter
interaksi air dan
batuan serta
sumber
pencemar utama
Variabilitas
Nilai CaCO3
pada masingmasing mataair
Variasi ANC
pada Mataair
Ngeleng.
1.7. Kerangka Pemikiran
Bentuklahan karst merupakan bentuklahan yang dikontrol oleh keberadaan
batuan karbonat. Bentuklahan ini dicirikan oleh keberadaan porositas sekunder
yang menyebabkan sistem hidrologis
bawah tanah lebih berkembang.
Bentuklahan karst terbentuk akibat proses pelarutan yang dikontrol oleh batuan
yang mudah larut, curah hujan, dan ketinggian terekspos sehingga memungkinkan
berkembangnya sistem bawah permukaan.
Karstifikasi pada batuan karbonat terutama batugamping (CaCO3)
terbentuk karena reaksi dengan air dan karbondioksida (CO2). Karbondioksida
akan larut dalam air membentuk anion bikarbonat. Anion bikarbonat
merepresentasikan alkalinitas dalam air. Alkalinitas adalah kemampuan anion
dalam air dalam menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas menggambarkan
kemampuan air dalam menetralkan asam. Alkalinitas juga dikatakan sebagai
kapasitas penyangga tehadap perubahan pH dalam air.
Salah satu anion penyusun alkalinitas adalah bikarbonat (HCO3-).
Bikarbonat dalam air menunjukkan tingkat kejenuhan terhadap kalsium karbonat
(CaCO3). Pada proses pelarutan batuan karbonat, air akan yang kontak dengan
batuan karbonat mengikat karbondioksida dari udara. Hasil reaksi dari air,
karbondioksida, dan kalsium karbonat akan menghasilkan kation kalsium dan
anion bikarbonat, sebagaimana telah dijelaskan pada reaksi 1, yaitu :
Ca2+ + 2 HCO3-
CaCO3 + H2O + CO2
Proses karstifikasi atau pelarutan batuan karbonat akan diikuti oleh
penyerapan karbon atmosfer. Karbondioksida merupakan salah satu gas penyusun
efek rumah kaca. Gas rumah kaca akan memberi pengaruh terhadap pemanasan
global. Meningkatnya jumlah emisi karbon dari kegiatan manusia akan
berdampak pada kenaikan suhu bumi, melelehnya es di kutub, meningkatkan
muka air laut, dan berbagai masalah pemanasan global yang lain. Proses
karstifikasi memiliki peranan penting dalam mereduksi jumlah gas rumah kaca
karena menyerap karbon atmosfer saat proses pelarutan batuan karbonat.
15
Proses karstifikasi juga terkait dengan siklus karbon global. Pengaruh
karstifikasi dalam siklus karbon dijelaskan dalam kajian Karst Dynamic System
(KDS). KDS menjelaskan bahwa proses karstifikasi diikuti oleh transfer karbon
pada 3 fase, yaitu padat, cair dan gas. Fase padat didominasi oleh batuan karbonat,
fase cair terdiri dari kandungan ion seperti asam karbonat dan bikarbonat, serta
fase gas tersusun atas karbondioksida. Salah satu indikator kandungan karbon
dalam air adalah anion bikarbonat.
Kandungan bikarbonat menyatakan kejenuhan air terhadap kalsium
karbonat. Pengukuran alkalinitas terutama anion bikarbonat dapat digunakan
untuk mengetahui kemampuan penetralan asam mataair. Perbandingan nilai
alkalinitas dan parameter yang lain antara mataair dengan rembesan dapat
digunakan sebagai dasar seberapa jauh perbedaan nilai tersebut sebelum dan
sesudah proses pelarutan. Kandungan kimia yang ada pada rembesan merupakan
kondisi saat air belum mengalami kontak dengan batugamping. Setelah
mengalami kontak dengan batugamping dan keluar melalui mataair tentunya
terjadi perubahan jumlah nilai alkalinitasnya. Hal itu dapat digunakan untuk
menentukan seberapa intensif pelarutan yang terjadi, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
Debit juga sangat berpengaruh terhadap jumlah serapan karbondioksida
dan kandungan bikarbonat. Semakin besar debit maka kandungan bikarbonat akan
menurun karena konsentrasinya dalam air menurun. Debit merepresentasikan
jumlah air yang keluar melalui mataair dan telah melarutkan batugamping.
Semakin besar air yang kontak dengan batugamping maka akan berpengaruh
terhadap jumlah bikarbonat, kalsium, maupun parameter yang lain. Persentase
aliran diffuse
juga berpengaruh terhadap kandungan bikarbonat dalam air.
Tingkat kejenuhan air terhadap batugamping berperan dalam mempengaruhi
tingkat pelarutan yang terjadi.
16
1.8. Batasan Ilmiah
Karst adalah medan dengan kondisi hidrologi yang khas dan berkembang
pada batuan yang mudah larut dengan porositas sekunder yang berkembang baik
(Ford dan Williams, 2007).
Mataair Karst adalah titik dimana airtanah karst muncul keluar atau ke
permukaan bumi (White,1988)
Siklus karbon merupakan proses transfer karbon antara atmosfer, hidrosfer,
litosfer, dan biosfer (Daoxian, 2002).
Karstifikasi adalah pembentukan bentuklahan karst yang didominasi oleh
proses pelarutan (Haryono dan Adji, 2004).
Acid Neutralizing Capacity (ANC) adalah kapasitas air dalam menetralkan
asam (Radtke et al.,1998).
Alkalinitas adalah kuantitas anion dalam air untuk menetralkan kation
hidrogen (Effendi, 2003).
Debit adalah laju aliran air dalam bentuk volume yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak, 2007)
Karst Dynamic System (KDS) adalah sistem karst dengan respon aliran yang
dinamis dan melewati fase padat, cair, dan gas (Daoxian, 2002).
Sekuestrasi karbon, adalah proses penyimpanan karbon dari atmosfer ke
dalam tampungan karbon dalam waktu yang lama dan dapat dikembalikan lagi ke
atmosfer (Lal, 2007).
17
Download