Kepatuhan yang kurang dapat menjadi halangan untuk profilaksis pra pajanan intermiten Oleh: Michael Carter, 6 Juni 2012 Kepatuhan terhadap profilaksis pra pajanan intermiten secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan profilaksis pra pajanan harian. Hal ini sesuai dengan studi yang dipublikasikan di PloS One. Penelitian ini melibatkan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) dan pekerja seks perempuan di Kenya. Kepatuhan rata-rata di antara orang yang menggunakan pengobatan harian adalah 83%, namun tingkat kepatuhan hanya 55% di antara mereka yang menggunakan terapi intermiten (selang seling). Namun, profilaksis pra pajanan harian dan intermiten tampaknya aman dan kedua rejimen dapat diterima oleh peserta studi. “Temuan kami menyarankan bahwa kepatuhan terhadap dosis rejimen intermiten…dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan kepatuhan terhadap penggunaan dosis harian,” para penulis mencatat. Namun demikian, mereka percaya bahwa dosis intermiten tampaknya masih memadai “jika tingkat obat intrasel, yang berkorelasi dengan pencegahan HIV, dapat diperoleh dengan kurang dari dosis harian dan jika tantangan terhadap kepatuhan dapat diatasi.” Profilaksis pra pajanan adalah kemajuan yang menjanjikan dari pencegahan HIV. Profilaksis ini melibatkan orang HIV negatif yang menggunakan terapi antiretroviral untuk mengurangi risiko mereka untuk terinfeksi dengan HIV. Rejimen yang paling umum digunakan adalah Truvada (FTC/tenofovir). Hasil dari studi iPrEX melibatkan LSL menunjukkan bahwa terapi ini mengurangi risiko secara keseluruhan dari infeksi HIV sebesar 44%. Kepatuhan adalah kunci kesuksesan pengobatan. Jika peserta menggunakan 90% dari dosis mereka, maka pengobatan ini memiliki tingkat kemanjuran 73%, dan meningkat menjadi 92% di antara orang yang memiliki tingkat antiretroviral yang terdeteksi dalam darah. Kritik dari penggunaan profilaksis pra pajanan adalah terkait dengan biaya dan toksisitas jangka panjang. Dosis intermiten dapat membantu mengatasi hambatan ini. Namun hanya sedikit yang diketahui mengenai kepatuhan terhadap profilaksis pra pajanan intermiten, keamanannya dan tingkat penerimaannya pada populasi berisiko. Oleh karena itu, para peneliti dari International AIDS Vaccine Initiative (IAVI) merancang percobaan prospektif, acak, plasebo-terkontrol yang melibatkan LSL dan pekerja seks perempuan dengan membandingkan tingkat kepatuhan antara dua strategi pengobatan, serta keamanan dan penerimaannya./ Dalam studi ini, obat yang digunakan adalah Truvada. Peserta diacak ke dalam empat lengan. • Truvada harian • Plasebo harian • Truvada intermiten (Senin, Jumat, dan dalam waktu dua jam setelah hubungan seks) • Plasebo intermiten Kepatuhan dicatat secara elektronik setiap kali tutup botol obat yang diberikan dibuka. Data kepatuhan setelah hubungan seks dikumpulkan melalui pesan elektronik singkat. Sebanyak 67 LSL dan 5 pekerja seks perempuan direkrut ke dalam studi. Studi berlangsung selama empat bulan. Median tingkat kepatuhan secara keseluruhan terhadap rejimen harian (Truvada dan plasebo) adalah 83%. Ini dibandingkan dengan tingkat kepatuhan yang hanya 55% untuk rejimen intermiten (Senin dan Jumat). Perbedaan dalam tingkat kepatuhan terhadap dosis harian dan intermiten adalah signifikan (p=0,003). Analisis sementara menyarankan bahwa hanya 26% dari dosis pasca hubungan seks yang digunakan. “Perilaku penggunaan pil harian adalah lebih rutin dan lebih mudah untuk diingat dibandingkan dengan dosis intermiten yang digunakan dua kali seminggu,” para peneliti mencatat. Tingkat kepatuhan yang Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Kepatuhan yang kurang dapat menjadi halangan untuk profilaksis pra pajanan intermiten rendah terhadap pengobatan intermiten dapat disebabkan oleh risiko yang dirasakan terhadap infeksi HIV. Para peneliti menjelaskan: “Jika risiko HIV yang dirasakan adalah rendah pada hari-hari tertentu, kepatuhan dapat menjadi lebih rendah, dimana kepatuhan terhadap dosis harian dapat melibatkan pertimbangan yang kurang rutin dari risiko HIV yang dirasakan.” Ketika para peneliti menyesuaikan hasil mereka dengan mempertimbangkan jumlah tutul botol yang dibuka lebih dari yang semestinya dan ketika peserta studi membuka botol hanya satu kali untuk memindahkan pil ke dalam kotak pil, tingkat kepatuhan terhadap terapi harian meningkat menjadi 92% dan tingkat kepatuhan terhadap dosis pasca hubungan seks meningkat menjadi 88%. Data keamanan adalah sebanding untuk dosis harian dan intermiten dan antara lengan pengobatan dan plasebo. Dosis harian dan intermiten sama-sama dapat diterima (80% vs 86%). Hanya ada sedikit bukti bahwa peserta dalam studi ini terkait dengan hambatan kegiatan seksual. Jumlah median dari pasangan seksual per bulan adalah tiga per bulan. Angka ini meningkat menjadi empat pada bulan ke empat dari studi. Namun, para peneliti percaya bahwa kegiatan seksual pada awal studi tidak seluruhnya dilaporkan. Sadar bahwa keterbatasan studi mereka adalah jumlah sampel yang kecil, para peneliti memanggil untuk penelitian yang lebih lanjut yang membandingkan antara profilaksis pra pajanan harian dan intermiten. “Studi yang lebih besar dengan masa tindak lanjut yang lebih lama pada populasi berisiko lainnya dapat menilai apakah penggunaan profilaksis pra pajanan intermiten dapat mencapai tingkat obat yang setara dengan konsentrasi minimum yang efektif yang dapat ditentukan dengan studi kemanjuran obat.” Ringkasan: Poor adherence may be an obstacle to intermittent PrEP Sumber: Mutua G et al. Safety and adherence to intermittent pre-exposure prophylaxis (PrEP) for HIV-1 in African men who have sex with men and female sex workers. PLoS One, 7 (4): e33103, 2012. –2–