Rejimen profilaksis pasca pajanan raltegravir/Truvada dapat

advertisement
Rejimen profilaksis pasca pajanan raltegravir/Truvada dapat
ditoleransi dengan baik
Oleh: Michael Carter, 31 Januari 2012
Menurut peneliti dari AS yang menulis di jurnal AIDS, raltegravir dapat memiliki peran yang “berguna”
untuk profilaksis pasca pajanan.
Dokter di Boston, Massachusetts, meresepkan rejimen profilaksis pasca pajanan (PPP) yang
menggunakan raltegravir (Isentress) dengan tenofovir dan FTC (Truvada) kepada 100 pasien setelah
risiko pajanan HIV melalui hubungan seksual.
Tidak ada pasien yang kembali untuk pemantauan tindak lanjut yang terinfeksi dengan HIV. Efek
samping yang dialami umumnya ringan dibandingkan dengan kombinasi PPP yang menggunakan
protease inhibitor (PI) yang dikuatkan dengan ritonavir.
“Studi saat ini adalah yang pertama yang mengevaluasi penggunaan integrase inhibitor, raltegravir,
sebagai obat aktif ketiga dalam rejimen PPP,” para penulis mencatat. Alasannya didasarkan pada temuan
bahwa obat ini telah terbukti dapat ditoleransi dengan baik, dengan aktivitas antiretroviral yang manjur.”
Penggunaan PPP direkomendasikan setelah beberapa hubungan seksual tanpa pengaman yang mungkin
melibatkan pajanan terhadap HIV.
Pada umumnya, rejimen kombinasi tiga obat yang diresepkan terdiri dari dua nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NRTI) dan PI yang dikuatkan dengan ritonavir. Pengobatan berlangsung selama
28 hari. Sangat sedikit peserta menjadi terinfeksi HIV setelah menyelesaikan program PPP.
Namun, profil efek samping dari rejimen PPP saat ini dapat menjelaskan tingkat kepatuhan dan tingkat
menyelesaikan pengobatan yang rendah. Oleh karena itu, rejimen yang lebih sederhana dan dapat
ditoleransi dengan baik dapat meningkatkan kepatuhan dan efektivitas terapi.
Truvada adalah tulang punggung dari banyak kombinasi pengobatan HIV dan memiliki profil efek
samping yang umumnya ringan. Raltegravir kurang banyak digunakan, tetapi telah terbukti memiliki
efek anti-HIV yang kuat dengan sedikit efek samping.
Para peneliti dari Fenway Health, klinik komunitas di Boston, merancang uji coba pemantauan
penggunaan kombinasi tiga obat ini sebagai PPP.
Antara tahun 2008 dan 2010, secara keseluruhan 100 orang diberi resep rejimen setelah kemungkinan
pajanan HIV melalui hubungan seksual. Hampir semua (98%) adalah laki-laki, dan sebagian besar
mengidentifikasi diri sebagai gay atau biseksual. Semua peserta memiliki hasil tes HIV negatif pada
awal.
Sedikit lebih dari sepertiga orang (37%) mengakses PPP setelah hubungan seks tanpa pengaman dengan
pasangan yang diketahui memiliki HIV.
Para peserta menerima pengobatan selama tiga minggu dengan dosis standar raltegravir (400 mg dua kali
sehari) dan Truvada (kombinasi tenofovir 300mg dengan FTC 200 mg sekali sehari). Kepatuhan diukur
dengan jumlah pil. Para peserta diminta untuk membuat buku harian untuk mencatat efek samping.
Sebanyak 85 orang kembali setelah 28 hari untuk tindak lanjut dengan tes antibodi HIV. Tidak ada yang
memiliki hasil positif.
Efek samping yang paling umum dilaporkan adalah mual dan muntah (27%), diare (21%), sakit kepala
(15%), kelelahan (14%) dan perut kembung (16%). Dalam kebanyakan kasus, efek samping adalah
ringan dan segera hilang setelah menyelesaikan terapi.
Profil dan prevalensi efek samping adalah serupa dengan yang diamati di klinik ketika rejimen PPP
dengan dua obat Truvada diresepkan.
Selain itu, perbandingan dengan kontrol menunjukkan bahwa rejimen raltegravir/Truvada secara
signifikan dapat lebih baik ditoleransi daripada rejimen kombinasi tiga obat yang berbasis pada protease
Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/
Rejimen profilaksis pasca pajanan raltegravir/Truvada dapat ditoleransi dengan baik
inhibitor yang dikuatkan dengan ritonavir.
Secara total, 67% orang menyelesaikan terapi dengan menggunakan 100% dari dosis mereka. Namun,
sekitar seperempat pasien secara konsisten melewatkan dosis raltegravir kedua mereka. Semua pasien
melaporkan kepatuhan terhadap dosis harian Truvada dan dosis raltegravir digunakan pada saat yang
sama.
“Dokter yang meresepkan PPP mungkin ingin menekankan pentingnya dosis raltegravir harian kedua
sebagai bagian dari konseling awal, dan mungkin menggunakan percakapan dengan pasien ini untuk
memikirkan strategi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap dosis kedua,” para penulis menyarankan.
Mereka menyimpulkan, “Studi ini adalah yang pertama yang menunjukkan bahwa integrase inhibitor
dapat ditoleransi dengan baik sebagai bagian dari rejimen profilaksis HIV... kurangnya insiden infeksi
HIV dan tingkat tolerabilitas yang tinggi meyakinkan penggunaan rejimen ini.”
Ringkasan: Raltegravir/Truvada HIV PEP regimen well tolerated with no infections after its use
Sumber: Mayer KH et al. Raltegravir, tenofovir DF, and emtricitabine for post-exposure prophylaxis to prevent sexual transmission of HIV:
safety, tolerability and adherence. J Acquir Immune Defic Syndr, online edition. DOI: 10.1097/QAI.0b013e31824a03b8, 2012.
–2–
Download