Pusat Peraturan Pajak Online Balada Dividen dan Pajak Contributed by Administrator Friday, 11 July 2008 Harian Kontan, 11 Juli 2008Akhirnya pemerintah memutuskan tarif pajak penghasilan (PPh) atas dividen adalah 10% dan bersifat final demi merangsang pertumbuhan di sector riil (Kompas, 4 Juli 2008). Oleh : Lukas Setia Atmaja, VCCG Workgroup Prasetiya Mulya Business School Akhirnya pemerintah memutuskan tarif pajak penghasilan (PPh) atas dividen adalah 10% dan bersifat final demi merangsang pertumbuhan di sector riil (Kompas, 4 Juli 2008). Meski tidak sebesar nol persen seperti yang diusulkan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam pembahasan RUU PPh di DPR (KONTAN, 30 Juni, 2008), setidaknya angka ini separo dari tarif saat ini yang 20% dan bersifat tidak final. Kontroversi pajak ganda Sejak beberapa dekade terakhir, pembayaran dividen menjadi sorotan karena dianggap merugikan investor. Sebagian besar Negara menerapkan sistem pajak ganda (double taxation) atas dividen. Laba korporasi yang telah dikenai pajak penghasilan, ketika dibagikan dalam bentuk dividen akan dipajaki lagi. Misalnya, korporasi A menghasilkan laba bersih sebelum pajak Rp 100 miliar. Ia lalu membayar pajak penghasilan sebesar 28% atau Rp 28 miliar. Sisanya, Rp 72 miliar, dibagikan sebagai dividen. Dividen ini dianggap sebagai penghasilan investor sehingga dikenai lagi pajak 20% secara langsung atau Rp 14,4 miliar (yakni Rp 72 miliar x 80%). “Penderitaan― investor belum berakhir karena pajak 20% ini bersifat tidak final. Saat menghitung pajak atau penghasilan totalnya, investor akan ditagih lagi pajak sebesar 10% (yakni, selisih antara tarif PPh umum 30% dan pajak langsung dividen 20%). Total pajak yang akan dibayar ke pemerintah oleh pemegang saham adalah Rp 49,6 miliar alias 49,6! Dengan peraturan baru, pemegang saham hanya cukup membayar Rp 28 miliar ditambah Rp 7,2 miliar (pajak dividen 10% dan final) atau total Rp 35,2 miliar. Perbedaan 14,4% antara peraturan baru dan saat ini cukup signifikan. Jelas, double taxation membuat korporasi malas membayar dividend an lebih suka menahan labanya. Kalaupun ingin mendistribusikan kas kepada pemegang saham, korporasi lebih suka melakukan buy back saham karena pajak atas kenaikan harga saham (capital gain) lebih rendah dari pajak dividen. Negara lain telah berupaya menghilangkan atau mengurangi efek double taxation dividen ini. Kelompok pertama adalah Negara yang menerapkan dividend imputation system seperti Australia, New Zealand, dan Kanada. Dengan sistem ini, saat menerima dividen, pemegang saham juga menerima kredit pajak (franking credit) untuk mengurangi pajak PPh pribadi. Sistem kedua adalah penghapusan pajak atas dividen seperti yang telah diterapakan di Singapura dan Hongkong. Sistem ini lebih sederhana sehingga Singapura yang tadinya menerapkan sistem imputasi dividen, sejak awal 2003 beralih ke sistem dividen tanpa pajak. Adapun Amerika Serikat telah puluhan tahun memajaki ganda investor. Sebelum 2003, investor harus membayar pajak dividen hingga 38,6%. Padahal, pajak atas capital gain hanya sebesar 15%. Tidak heran jika korporasi di sana malas membayar dividen. Penelitian Fama dan French (2001) mengindikasikan bahwa proporsi korporasi publik yang membayar dividen turun dari 66,5% pada 1978 menjadi hanya 20,8 pada 1999. Dikhawatirkan hal ini akan mengurangi minat investor untuk berinvestasi di pasar modal. Selain itu, pajak ganda akan merugikan investor yang mengandalkan penghasilan dividen, misalnya para pensiunan. Tidak heran Presiden Bush berupaya menghapus pajak atas dividen pada 2003. Tapi, kongres hanya menyetujui pengurangan pajak dividen menjadi sama dengan pajak capital gain, yakni 15% (The Jobs and Growth Tax Relief Reconciliation Act of 2003) Dividen tanpa pajak Penghapusan pajak dividen akan merangsang masuknya modal asing ke Indonesia. Bagi investor asing, prinsip diversifikasi diutamakan. Bagi mereka pembayaran dividen merupakan jalan menarik keuntungan dari satu korporasi untuk diinvestasikan ke korporasi lain atau Negara lain. Tahun lalu, misalnya, dividend payout ratio bank-bank yang dimiliki investor asing adalah sekitar 50%. Dividen tanpa pajak juga akan memperkuat pasar modal Indonesia karena memperlakuakn investor jangka panjang secara lebih adil. Investor jangka panjang membutuhkan penghasilan dalam bentuk dividen, sehingga terkena pajak http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 1 November, 2017, 13:09 Pusat Peraturan Pajak Online ganda. Sebaliknya, investor jangka pendek (get-rich quick investors) justru terhindar dari pajak dividen karena lebih focus pada capital gain yang dipajaki jauh lebih rendah daripada dividen. Padahal, pasar modal yang sehat ditopang oleh investor jangka panjang. Akhirnya, penghapusan double taxation akan menyokong pemegang saham minoritas di korporasi “pelat merah―. Penurunan pajak dividen membuat penerimaan pemerintah berkurang, tapi ada harapan peningkatan investasi modal asing. http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 1 November, 2017, 13:09