BAB V PENUTUP Kebijakan bantuan merupakan salah satu kebijakan ekonomi politik yang masih terus dilakukan oleh negara-negara di dunia hingga saat ini. Sejalan dengan itu, evolusi atas gagasan dan praktek pembangunan telah mempengaruhi struktur bantuan internasional, sehingga kebijakan bantuan terus mengalami transformasi baik dalam aspek distribusi, orientasi maupun motif. Sayangnya, transformasi ODA Australia jarang menjadi objek kajian, meskipun negara tersebut sebenarnya memainkan peran penting sebagai negara donor di kawasan Asia termasuk Asia Tenggara. Sebagai negara anggota DAC sekaligus donor terbesar yang berada di kawasan Asia sendiri, selama bertahun-tahun kebijakan bantuan Australia mengalami transformasi. Berdasarkan transformasi tersebut, terlihat bahwa pola yang paling jelas dalam kebijakan bantuan Australia adalah corak alturistik dan strategis. Hal tersebut tergambar dalam kebijakan bantuan Australia sejak awal. Kebijakan bantuan Australia yang bersifat altruistik ditandai dengan beberapa karakteristik, yakni diberikan kepada negara yang sedikit memberikan keuntungan ekonomi politik bagi Australia, berketentuan tidak mengikat, bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, distribusinya cenderung pada sektor non fisik dan secara geografis memprioritaskan negara yang dikategorikan miskin dan diberikan dalam level regional maupun multilateral. Sedangkan kebijakan ODA yang bersifat strategis diberikan kepada negara yang menguntungkan secara ekonomi politik bagi Australia, berketentuan mengikat, bertujuan untuk kebutuhan pembangunan, distribusinya lebih menekankan pada sektor fisik, cenderung didasarkan pada kedekatan geografis meskipun negara penerima tidak dikategorikan sebagai negara miskin dan biasanya diberikan dalam level hubungan bilateral. Adapun bantuan Australia selama satu dekade terakhir menunjukkan transformasi dalam orientasi, distribusi, dan motif. Dalam hal orientasi terjadi perubahan dalam ketentuan dari dominasi mengikat ke bentuk yang tidak mengikat serta yang sebelumnya yang bertujuan kepentingan ekonomi politik kemudian 94 ditujukan untuk pengurangan kemiskinan. Kedua, dalam hal sektor bantuan, terjadi penekanan kepada sektor – sektor hak dasar bukan hanya pendidikan namun termasuk pula sanitasi, kesehatan dan lingkungan. Di samping itu, berdasarkan geografis terjadi pergeseran dari semula berfokus kepada Pasifik kini berfokus kepada Asia Tenggara. Begitu pula dengan besaran hibah yang terkandung di dalam bantuan yang jumlahnya hampir seluruh dari total bantuan. Ketiga, dalam hal motif bantuan Australia cenderung lebih altruistik sejalan dengan makin besarnya bantuan kepada sektor-sektor hak dasar. Transformasi kebijakan bantuan tersebut terutama dalam hal ini yang terjadi pada kawasan Asia Tenggara, dilatarbelakangi oleh dua konteks yang disebabkan oleh dua fakta material, yakni perbedaan kultural dan kedekatan geografis. Konteks pertama menggambarkan Asia Tenggara yang dipandang sebagai musuh bagi Australia dan karena itu dianggap sebagai ancaman. Konteks kedua menggambarkan Asia Tenggara yang dipandang sebagai peluang dan karena itu dianggap sebagai teman. Dua konteks tersebut kemudian mempengaruhi kepentingan Australia terhadap Asia Tenggara dan teraktualisasikan ke dalam kebijakan yang diambilnya terhadap kawasan tersebut. Aktualisasi kebijakan yang strategis terjadi ketika persepsi Australia terhadap kawasan Asia Tenggara bersifat konfliktual. Hal ini berdampak pada pendekatan geopolitik yang digunakan Australia dalam membuat kebijakan ODA. Sedangkan aktualisasi kebijakan yang altruistik terjadi ketika persepsi Australia terhadap kawasan Asia Tenggara bersifat kooperatif/damai. Berdasarkan gambaran yang terjadi dalam kebijakan ODA Australia belakangan, transformasi yang paling jelas terlihat adalah bagaimana Asia Tenggara menjadi kawasan utama penerima bantuan. Gambaran ini dikarenakan oleh menguatnya persepsi positif (kooperatif) terhadap Asia Tenggara. Sehingga membentuk identitas kolektif yang kuat pula terhadap kawasan tersebut. Identitas yang kuat ini dilatarbelakangi oleh adanya identitas yang berubah pada negara-negara Asia Tenggara sendiri semisal identitas sebagai negara demokrasi atau sebagai negara 95 dengan sistem liberalisasi ekonomi. Perubahan identitas kawasan tersebut memberi indikasi kesamaan identitas dengan Australia yang juga terus berubah. Pada akhirnya, kebijakan bantuan menjadi aktualisasi dari rasa we feeling (solidaritas). Australia memandang Asia Tenggara sebagai ‘kelompoknya’. Kepentingan Asia Tenggara yang secara umum masih rentan dan masih menghadapi banyak persoalan pembangunan menjadi kepentingan bersama yang harus diselesaikan. Tanggung jawab tersebutlah yang mendasari transformasi bantuan Australia di Asia Tenggara. Lebih jauh kemudian, kebijakan bantuan Australia memerlukan evaluasi mendalam terkait implementasi kebijakan tersebut pada tahun-tahun selanjutnya. Mengingat bahwa negara-negara Asia Tenggara tengah memasuki masa kebangkitan dalam berbagai bidang. Sehingga, urgensitas bantuan bagi mereka di tahun-tahun mendatang akan tergantikan dan permasalahan pembangunan terutama yang tertuang dalam isu MDGs mungkin bukan lagi menjadi permasalahan kawasan tersebut. Sehingga, Australia perlu memahami dan mencari solusi atas tantangan ke depan yang dihadapi oleh Asia Tenggara seiring dengan redefinisi identitas kolektif di antara mereka yang akan terus menguat atau sebaliknya- melemah. 96