15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal) Soyomukti mendefinisikan komunikasi adalah sebagai usaha penyampaian pesan antarmanusia. Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari usaha penyampaian pesan antarmanusia. Objek ilmu komunikasi adalah komunikasi, yakni usaha penyampaian pesan antarmanusia. Ilmu komunikasi tidak mengkaji proses penyampaian pesan kepada makhluk yang bukan manusia (hewan dan tumbuh-tumbuhan)1. Effendy mengartikan “bahasa” dalam komunikasi dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator, sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan, sehingga komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika analisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan, kedua lambang. Konkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambang atau bahasa2. Berdasarkan dua pengertian komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah cara orang (komunikator) untuk menyampaikan pesan terhadap orang lain (komunikan) yang diharapkan adanya persamaan persepsi. 1 2 Nurani Soyomukti. Pengantar Ilmu Komunikasi, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2010 hal 55 Onong Uchjana Effendy. Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003 hal 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 2.1.1. Definisi Komunikasi Interpersonal (Antarpribadi) Mulyana mendefinisikan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih memiliki emosi. Kenyataannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar dan televisi atau lewat teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepeon genggam, E-mail, atau telekonferensi, yang membuat manusia merasa terasing3. Menurut para ahli teori komunikasi (Bochner, Capella, dan Miller) dalam DeVito Komunikasi Antarmanusia mendefinisikan komunikasi antarpribadi secara berbeda-beda4. Ada tiga pendekatan utama, yaitu: 1. Definisi berdasarkan komponen (Componential) yang menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya, yang meliputi penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. 3 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, Hal 81 4 Joseph A. DeVito. Komunikasi Antarmanusia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2011, hal 252 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 2. Definisi berdasarkan mendefinisikan Hubungan komunikasi Diadik antarpribadi (Relational sebagai Dyadic) yang komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat, mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal ataupun non verbal5. 3. Definisi Berdasarkan Pengembangan (Developmental) yang mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai akhir dari perkembangan komunikasi yang tak-pribadi (impersonal) pada satu ekstrem menjadi komunikasi yang bersifat pribadi atau intim pada ekstrem yang lain. Komunikasi antarpribadi ditandai oleh, dan dibedakan dari komunikasi tak-pribadi (impersonal), berdasarkan sedikitnya tiga faktor6. a. Prediksi berdasarkan data psikologis. Dalam interaksi antarpribadi kita bereaksi terhadap pihak lain berdasarkan data psikologis atau bagaimana orang ini berbeda dengan anggota-anggota kelompoknya. Dalam interaksi tak-pribadi (interpersonal) kita menanggapi orang lain berdasarkan data sosiologis, atau kelas, atau kelompok di mana orang tersebut menjadi anggotanya. b. Pengetahuan yang menjelaskan (Explanatory Knowledge). Dalam interaksi antarpribadi kita mendasarkan komunikasi kita pada pengetahuan yang menjelaskan tentang masing-masing dari kita. Bila 5 Stewart L. Tubbs & Silvia Moss. Human Communication, New York: Random House, 1977, hal 8 6 Joseph A. DeVito. Komunikasi Antarmanusia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2011, hal 253 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 kita mengenal seseorang tertentu, kita dapat menduga-duga bagaimana orang itu bertindak dalam berbagai situasi. c. Aturan yang ditetapkan secara pribadi. Masyarakat menetapkan aturan-aturan interaksi dalam situasi tak-pribadi, sedangkan perseorangan yang menetapkan aturan untuk saling berinteraksi satu sama lain dan tidak menggunakan aturan yang ditetapkan oleh masyarakat mereka. Pada dasarnya setiap proses komunikasi bertujuan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Tetapi tujuan suatu pesan disampaikan bisa bermacammacam. DeVito, menyebutkan diantaranya untuk: 1) Mempelajari secara lebih baik dunia luar, seperti berbagai objek, peristiwa dan orang lain. 2) Memelihara hubungan dan mengembangkan kedekatan atau keakraban. 3) Mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku orang lain. 4) Menghibur diri atau bermain. DeVito menyatakan ada 8 (delapan) komponen dari proses komunikasi yang perlu dicermati setiap komunikator, yaitu: (1) Konteks (lingkungan) komunikasi, (2) Sumber-penerima, (3) Enkoding-dekoding (4) Kompetensi komunikasi, (5) Pesan dan saluran, (6) Umpan balik, (7) Gangguan, dan (8) Efek komunikasi7. 1) Konteks (lingkungan) merupakan sesuatu yang kompleks. Antara dimensi fisik, sosial-psikologis dan dimensi temporal saling mempengaruhi satu sama lain. 7 Joseph A. DeVito. Komunikasi Antarmanusia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2011, hal 170 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 2) Komponen sumber-penerima menunjukkan bahwa keterlibatan seseorang dalam berkomunikasi bahwa ia adalah sumber yang juga penerima. Sebagai sumber dalam berkomunikasi menunjukkan bahwa Anda mengirim pesan. 3) Enkoding-Dekoding. Baik sebagai sumber ataupun sebagai penerima, seseorang mengawali proses komunikasi dengan mengemas pesan (pikiran atau suatu ide) yang dituangkan ke dalam gelombang suara (lembut, berapi-api, tegas, marah dan sebagainya) atau ke dalam selembar kertas. 4) Kompetensi Komunikasi; mengacu pada kemampuan Anda berkomunikasi secara efektif. 5) Pesan dan Saluran. Pesan sebenarnya merupakan produk fisik dari proses kodifikasi. 6) Umpan Balik dan Maju. Suatu cara yang dapat dipertimbangkan untuk menghindari dan mengoreksi terjadinya distorsi disarankan untuk menggunakan komunikasi interpersonal; dan menghidupkan proses umpan balik secara efektif. 7) Gangguan; merupakan komponen yang mendistorsi pesan. Gangguan merintangi sumber dalam mengirim pesan dan merintangi penerima dalam menerima pesan. 8) Efek Komunikasi. Pada setiap peristiwa komunikasi selalu mempunyai konsekuensi atau dampak atas satu atau lebih yang terlibat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 2.1.2. Hubungan Interpersonal (Antarpribadi) DeVito menjelaskan bahwa hubungan interpersonal (antarpribadi) meliputi beberapa tahap, yaitu8: 1. Kontak, dalam tahap inilah anda melihat, mendengar, dan membaui seseorang. Mnurut para periset, hanya dalam empat menit pertama interaksi awal, kita dapat memutuskan apakah anda ingin melanjutkan hubungan ini atau tidak. Pada tahap inilah penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah. Kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, keterbukaan, dan diinatriisme juga terungkap dalam tahap ini. 2. Keterlibatan, yaitu tahap pengenalan lebih jauh di mana persahabatan atau rasa cinta dibangun. 3. Keakraban, yaitu tahap di mana saling mengikat diri lebih jauh seperti membina hubungan primer (primary relationship) seperti kekasih, perkawinan, atau hanya membantu orang itu. 4. Perusakan, yaitu tahap penurunan hubungan di mana ikatan di antara kedua belah pihak melemah dan semakin jauh. 5. Pemutusan, yaitu tahap pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak seperti perceraian, hidup berpisah, atau pemutusan hubungan aktual. DeVito menjelaskan bahwa dengan berkembangnya hubungan, keleluasaan, dan kedalaman meningkat, maka hubungan mengalami penetrasi 8 Joseph A. DeVito. Komunikasi Antarmanusia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2011, hal 254 - 258 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 sosial. Bila suatu hubungan menjadi rusak, keleluasaan, dan kedalaman sering kali akan (tetapi tidak selalu) menurun, maka mengalami depenetrasi9. 2.1.3. Daya Tarik Interpersonal (Antarpribadi) DeVito menjelaskan bahwa ada lima faktor utama yang mempengaruhi daya tarik interpersonal (antarpribadi), yaitu10: 1. Daya tarik fisik dan kepribadian, kebanyakan dari kita lebih menyukai orang yang secara fisik menarik daripada yang secara fisik tidak menarik dan kita lebih menyukai orang yang memiliki kepribadian menyenangkan daripada yang tidak. a. Membentuk Citra (impresi). Umumnya kita melekatkan karakteristikkarakteristik positif kepada orang yang menurut kita menarik dan karakteristik-karakteristik negatif kepada orang yang kita anggap tidak menarik, saat pertama kali berkenalan. 2. Kedekatan (proksimitas), jika kita mengamati orang yang menurut kita menarik, mungkin kita menjumpai bahwa mereka adalah orang-orang yang tinggal atau bekerja dekat dengan kita. 3. Pengukuhan, kita menyukai orang yang menghargai atau mengukuhkan kita. Penghargaan atau pengukuhan dapat bersifat sosial (misalnya, komplimen atau pujian) atau bersifat material (misalnya, hadiah atau promosi). 9 Joseph A. DeVito. Komunikasi Antarmanusia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2011, hal 260 10 Joseph A. DeVito. Komunikasi Antarmanusia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2011, hal 260 - 265 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 4. Kesamaan, kita umumnya menyukai orang yang sama dengan kita dalam berbagai hal seperti kebangsaan, suku bangsa, kemampuan, karakteristik fisik, kecerdasan, dan khususnya sikap atau selera.Semakin penting sikap, semakin penting kesamaan. 5. Sifat saling melengkapi (complementarity), orang tertarik kepada orang lain yang tidak serupa hanya dalam situasi tertentu. Terkadang perbedaan dapat menjadi suatu daya tarik karena adanya saling melengkapi satu sama lain. 2.2. Komunikasi Artifaktual DeVito menjelaskan bahwa komunikasi artifaktual adalah segala sesuatu yang kita kenakan dapat mengkomunikasikan sesuatu tentang diri kita. Komunikasi artifaktual adalah bagian dari komunikasi nonverbal. Pesan nonverbal dikomunikasikan dengan cara berpakaian dan artefak-artefak lain. Perhiasan, tata rias, kancing, alat tulis yang kita gunakan, mobil yang kita kendarai, rumah yang kita diami, perabot rumah, interior, lokasi kantor, serta setiap benda yang berkaitan dengan kita dapat mengkomunikasikan makna11. Mulyana menjelaskan bahwa nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Banyak subkultur atau komunitas mengenakan busana khas sebagai simbol keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab sebagai tanda keagamaan dan keyakinan mereka. Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas 11 Joseph A. DeVito. Komunikasi Antarmanusia, Tangerang: KARISMA Publishing Group, 2011, hal 196 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 pakaian mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religius, modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat dibantah pula bahwa pakaian, seperti juga rumah, kendaraan, dan perhiasan digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya12. Pribahasa Latin mengatakan bahwa uestis uirum reddit yang berarti “pakaian menjadikan orang, atau William Thourlby yang mengatakan bahwa “pakaian adalah orang”, yang menekankan pentingnya pakaian demi keberhasilan bisnis13. Kita cenderung mempersepsi dan memperlakukan orang yang sama dengan cara yang berbeda bila ia mengenakan busana yang berbeda. Pakaian khususnya modelnya, jelas mengkomunikasikan sesuatu. Apakah modelnya mutakhir, rapi atau kusut, longgar atau ketat, apakah kancing-kancing bagian atasnya terbuka di luar kebiasaan, apakah pada busananya menempel merk atau logo tertentu14. 2.3. Citra Diri Centi mendefinisikan bahwa citra diri merupakan salah satu segi dari gambaran diri yang berpengaruh pada harga diri. Citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra diri dipengaruhi oleh pemikiran mengenai apa yang dimaksud keindahan atau kebugaran dan bentuk tubuh yang ideal menurut seseorang. Citra diri merupakan hal yang subyektif, 12 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, Hal 392-394 13 Larry L. Barker. Communication, New Jersey: Prentice Hall, 1984, Hal 84 14 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, Hal 396 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 menurut penglihatan sendiri. Keadaan dan penampilan diri pada gilirannya dipengaruhi oleh norma yang dijumpai atau dihadapi15. Maltz menjelaskan bahwa citra diri adalah konsepsi diri kita sendiri mengenai orang macam apakah diri kita ini, yang merupakan produk dari pengalaman masa lalu beserta sukses dan kegagalannya, penghinaan dan kemenangannya, serta cara orang lain bereaksi terhadap diri kita16. Maltz juga menyebutkan bahwa citra diri yang positif dapat dibangun dengan beberapa hal yaitu: 1. Kebenaran tentang diri sendiri; 2. Imajinasi sebagai sahabat diri yang baik; 3. Relaksasi sebagai cara menjadi pribadi yang berjiwa besar; 4. Perasaan yang merebut kemenangan; 5. Kebiasaan yang baik; 6. Sasaran untuk mecapai kebahagiaan; 7. Membuka topeng kelemahan diri; 8. Menjaga rasa belasa kasihan; 9. Menerima segala kelemahan; 10. Hidup bersama kesalahan; 11. Menjadi diri sendiri 12. Jangan menyerah. 15 16 J. Paul Centi. Mengapa Rendah Diri?, Yogyakarta: Kansius, 1993 Hal 3 Maxwell Maltz. Kekuatan Ajaib Psikologi Citra Diri, Jakarta: Mitra Utama, 1996, Hal 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 2.4. Fenomenologi Littlejohn dan Foss menuliskan bahwa istilah phenomenon mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian, atau kondisi yang dilihat. Fenomenologi merupakan cara manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung. Kita hendak mengetahui sesuatu dengan sadar menganalisis serta menguji persepsi dan perasaan kita tentangnya. Teori-teori dalam tradisi fenomenologi bahwa orang-orang secara aktif mengintepretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang17. Maurice Merleau – Ponty dalam Littlejohn dan Foss, pakar dalam tradisi ini menuliskan bahwa semua pengetahuan akan dunia, bahkan pengetahuan ilmiah yang ia dapatkan diperoleh dari beberapa pengalaman akan dunia. Fenomenologi berarti membiarkan segala sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya. Stanley Deetz dalam Littlejohn dan Foss, menyimpulkan tiga pronsip dasar fenomenologi, yaitu: 1. Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya. 2. Makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Dengan kata lain, bagaimana kita berhubungan dengan benda menentukan makna bagi kita. 3. Bahasa merupakan kendaraan makna. 17 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss. Teori Komunikasi (Theories of Human Communication), Jakarta: Salemba Humanika, 2011, Hal 57 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 Proses interpretasi penting bagi kebanyakan pemikiran fenomenologis. Interpretasi merupakan proses menentukan makna dengan pengalaman dan membentuk apa yang nyata bagi seseorang, dengan kata lain realitas tidak dapat dipisahkan dari interpretasi. Interpretasi juga dapat dikatakan sebagai proses aktif pikiran dan tindakan kreatif dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Interpretasi melibatkan maju mundur antara mengalami suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya, bergerak dari yang khusus ke yang umum dan kembali lagi ke yang khusus, di kenal dengan istilah hermeneutic circle. Kita membuat interpretasi akan sebuah kejadian atau pengalaman serta kemudian menguji interpretasi tersebut dan sekali lagi melihat dengan cermat pada detail kejadian proses berkelanjutan dalam memperbaiki makna kita18. Wahyuni mendefinisikan, the phenomenologist wants to understand how the world appears to others. It describes the structures of experience as they present themselves to consciousness, without recourse to theory, deduction, or assumption from other disciplines.”19. Fenomenologi merupakan bagian dari metodologi kualitatif yang mengandung nilai sejarah dalam perkembangannya. Seorang fenomenolog sering menempuh cara-cara, yaitu20: 1. Fenomenolog berkecenderungan untuk menentang atau meragyukan halhal yang diterima tanpa melalui penelaahan atau pengamatan terlebih 18 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss. Teori Komunikasi (Theories of Human Communication), Jakarta: Salemba Humanika, 2011, Hal 58 19 Sari Wahyuni. Qualitative Research Methods: Theory and Practice, Jakarta: Salemba Empat, 2012, hal 9 20 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006, hal 167168 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 dahulu, serta menentang sistem besar yang dibangun dari pemikiran yang spekulatif. 2. Fenomenolog berkecenderungan untuk menentang naturalisme (juga disebut sebagai objektivisme atau positivisme), yang tumbuh meluas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern dan telah menyebar di daratan Eropa bagian utara semenjak zaman Renaissance. 3. Secara positif, fenomenolog berkecenderungan untuk membenarkan pandangan atau persepsi (dalam beberapa hal, juga evaluasi dan tindakan) yang mengacu pada apa yang dikatakan Husserl sebagai evidenz, yakni terdapatnya kesadaran tentang kebenaran itu sendiri sebagaimana yang telah terbuka secara sangat jelas, tergas perbedaannya dan menandai sesuatu yang disebut sebagai `apa adanya seperti itu`. 4. Fenomenolog cenderung mempercayai perihal adanya, bukan hanya dalam arti dunia kultural dan natural tetapi juga adanya oibjek yang ideal seperti jumlah dan bahkan juga berkenaan dengan kehidupan tentang kesadaran itu sendiri yang dijadikan sebagai bukti dan oleh karenanya harus diketahui. 5. Fenomenolog memegang teguh prinsip bahwa periset haurs memfokuskan diri pada sesuatu yang disebut `menemukan permasalahan` sebagaimana yang diarahkan kepada objek dan pembetulannya terhadap objek sebegaimana ditemukan permasalahannya. Terminologi ini memang tidak secara luas digunakan dan utamanya digunakan utnuk menekankan permasalahan ganda dan pendekatan reflektif yang diperlukan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 6. Fenomenolog berkecenderungan untuk mengetahui peranan deskripsi secara universal, pengertian a-priori atau eiditic untuk menjelaskan tentang sebab-akibat, maksud atau latar belakang. 7. Fenomenolog berkecenderungan untuk memperseoalkan tentang kebenaran atau ketidakbenaran mengenai apa yang dikatakan oleh Husserl sebagai transcendental phenomenological epoche, dan penyederhanaan pengertiannya menjadi sangat berguna dan bahkan sangat mungkin untuk dilakukan. 2.5. Interaksi Simbolik Mulyana mengatakan bahwa manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang (simbol), dan itulah yang membedakan manusia dengan yang makhluk lainnya21. Cassirer dalam Mulyana mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum. Langer dalam Shrope mengatakan bahwa salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang22. Mulyana menjelaskan bahwa lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan 21 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, Hal 92-108 22 Wayne Austin Shrope. Experiences in Communication, New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1974, Hal 144 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik yang (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan. Indeks atau signal atau gejala adalah yang secara alamiah merepresentasikan objek lainnya. Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab akibat yang memiliki eksistensi. Menurut Mulyana, lambang mempunyai beberapa sifat, yaitu: 1. Lambang bersifat sembarang, manasuka, atau sewenang-wenang. Apa saja dapat dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan atau tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan, pakaian, cara makan, tempat tinggal, jabatan (pekerjaan), olahraga, hobi, peristiwa, hewan, tumbuhan, gedung, alat (artefak), angka, bunyi, waktu, dan sebagainya, bersifat simbolik. 2. Lambang pada dasarnya tidak memiliki makna. Kitalah yang memberikan makna pada lambang. 3. Lambang itu bervariasi. Lambang atau simbol dapat disimpulkan ada di mana-mana dan tidak henti-hetinya menerpa kita, sehingga membentuk sebuah interaksi. DeVito menjelaskan bahwa interaksi simbolik merupakan cara berpikir mengenai pikiran, diri sendiri, dan masyarakat. George Herbert Mead dalam DeVito dianggap sebagai penggagas interaksionalisme simbolik. Interaksi simbolik mengajarkan bahwa manusia berinteraksi satu sama lain sepanjang waktu, mereka berbagi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 pengertian untuk istilah-istilah dan tindakan-tindakan tertentu dan memahami kejadian-kejadian dalam cara tertentu pula23. Sebuah hasil penting dari interaksi adalah sebuah gagasan khusus mengenai diri sendiri – siapakah kita sebagai seseorang. Komunikasi sangat penting dari awal karena anak-anak bersosialisasi melalui interaksi dengan orang lain dalam lingkungan di sekitar mereka. Proses bernegoisasi dengan dunia sekitar juga hadir melalui komunikasi. Seseorang memahami dan berhadapan dengan objek di lingkungannya melalui interaksi sosial. Pelaku komunikasi tidak hanya berinteraksi dengan orang lain dan dengan objek-objek sosial, mereka juga berkomunikasi dengan diri mereka sendiri dalam menentukan rencana tindakan yang dipandu sikap atau pernyataan verbal yang menunjukkan nilai-nilai terhadap tindakan apa yang akan diarahkan. Menurut Littlejohn, interaksi simbolik mengandung inti dasar premis tentang komunikasi dan masyarakat (core of common premises about communication and society)24. Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan dinamis manusia, sebagai bandingan pendekatan structural yang memfokuskan diri pada individu dan ciri-ciri kepribadiannya, atau bagaimana struktur sosial membentuk perilaku tertentu individu. Perspektif interaksi simbolik memandang bahwa individu bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif 23 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss. Teori Komunikasi (Theories of Human Communication), Jakarta: Salemba Humanika, 2011, Hal 121 24 Stephen W. Littlejohn. Theories of Human Communication, fifth edition, Belmont California: Wadsworth Publishing Company, 1996 Hal 159 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar dirinya. Oleh karena individu terus berubah, maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Jadi, interaksilah yang dianggap variabel penting yang menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat. Struktur itu sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama25. Barbara Ballis Lal dalam Littlejohn dan Foss meringkas dasar-dasar interaksi simbolik, yaitu26: 1. Manusia membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan pemahaman subjektif mereka terhadap situasi ketika mereka menemukan diri mereka. 2. Kehidupan sosial terdiri dari proses-proses interaksi daripada susunan, sehingga terus berubah. 3. Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang ditemukan dalam simbol-simbol dari kelompok utama mereka dan bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial. 4. Dunia terbentuk dari objek-objek sosial yang memiliki nama dan makna yang ditentukan secara sosial. 5. Tindakan manusia didasarkan pada penafsiran mereka, di mana objek dan tindakan yang berhubungan dalam situasi yang dipertimbangkan dan diartikan. 25 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000, Hal 61 26 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss. Teori Komunikasi (Theories of Human Communication), Jakarta: Salemba Humanika, 2011, Hal 231 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 6. Diri seseorang merupakan sebuah objek yang signifikan dan layaknya semua objek sosial, dikenalkan melalui interaksi sosial dengan orang lain. http://digilib.mercubuana.ac.id/