perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik subyek penelitian
Subyek penelitian adalah 15 pasien kanker serviks stadium lanjut yang
sedang menjalani kemoradiasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang
dilakukan pemeriksaan serotonin dan penghitungan skor depresi sebelum
dan sesudah psikoterapi realitas yang semuanya memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
Tabel 3. Data Subyek Penelitian
Variabel
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Kategori
< 40 tahun
>40 tahun
Bekerja
IRT
Rendah
Tinggi
Jumlah
2
13
5
10
12
3
%
13.3
86.6
33.3
55.7
80.0
20.0
Dari data di atas didapatkan bahwa umur penderita kanker serviks stadium
lanjut yang melakukan psikoterapi realitas terbanyak berumur > 40 tahun
sebanyak 13 kasus (86.6%), sebagai ibu rumah tangga 10 kasus (55.7%),
berpendidikan rendah sebanyak 12 kasus (80.0%).
commit to user
51
52
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Kadar Serotonin pada pasien kanker serviks stadium lanjut sebelum dan
sesudah psikoterapi realitas
Tabel 4. Hasil uji normalitas data serotonin pasien kanker serviks stadium
lanjut sebelum dan sesudah psikoterapi realitas
Kelompok
Sebelum psikoterapi
Sesudah psikoterapi
N
P
15
15
0.128
0.087
Signifikan p > 0.05
Analisis variabel serotonin dengan menggunakan uji distribusi normal
(Kolmogorov Smirnov) pada kelompok sebelum psikoterapi realitas dan
kelompok sesudah psikoterapi realitas terdistribusi secara normal dengan nilai p
= 0.128 (p > 0.05) untuk kelompok sebelum psikoterapi realitas dan p = 0.087 (p
> 0.05) untuk kelompok sesudah psikoterapi realitas, sehingga serotonin pada
kelompok sebelum psikoterapi realitas dan kelompok sesudah psikoterapi realitas
adalah homogen.
Tabel 5. Uji beda rerata serotonin pada kelompok sebelum psikoterapi
realitas dan kelompok sesudah psikoterapi realitas
Kelompok
Sebelum Psikoterapi
Sesudah Psikoterapi
Besar sampel
(N)
15
15
Kadar Serotonin
P
82.77 + 27.02
223.59 + 41.20
0.00*
Signifikan p < 0.05
Dari tabel diatas terlihat bahwa distribusi rerata kadar serotonin pada
kelompok sesudah psikoterapi realitas didapatkan hasil lebih tinggi (223.59 +
41.20), dibandingkan dengan kelompok sebelum psikoterapi realitas (82.77 +
41.20). Hasil interpretasi grafik menunjukkan bahwa kadar serotonin kelompok
commit to user
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesudah psikoterapi realitas mempunyai puncak lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok sebelum psikoterapi realitas (Gambar 3).
250
200
150
100
50
0
Sebelum Psikoterapi
Sesudah Psikoterapi
Gambar 3. Distribusi rerata kadar serotonin
3.
Skor depresi pada pasien kanker serviks stadium lanjut sebelum dan
sesudah psikoterapi realitas
Tabel 6. Hasil uji normalitas data skor depresi pasien kanker
stadium lanjut sebelum dan sesudah psikoterapi realitas
Kelompok
Sebelum psikoterapi
Sesudah psikoterapi
N
15
15
serviks
P
0.074
0.053
Signifikan p > 0.05
Analisis variabel skor depresi dengan menggunakan uji distribusi
normal (Kolmogorov Smirnov) pada kelompok sebelum psikoterapi realitas
dan kelompok sesudah psikoterapi realitas terdistribusi secara normal dengan
nilai p = 0.074 (p > 0.05) untuk kelompok sebelum psikoterapi realitas dan
commitpsikoterapi
to user realitas, sehingga skor depresi
p = 0.053 (p > 0.05) untuk sesudah
54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada kelompok sebelum dan kelompok sesudah psikoterapi realitas adalah
homogen.
Tabel 7. Uji beda rerata skor depresi pada kelompok sebelum psikoterapi
realitas dan kelompok sesudah psikoterapi realitas
Kelompok
Sebelum Psikoterapi
Sesudah Psikoterapi
Besar sampel
(N)
15
15
Skor depresi
P
17.33 + 5.52
11.40 + 4.80
0.00*
Signifikan p < 0.05
Dari tabel diatas terlihat bahwa distribusi rerata skor depresi pada kelompok
sesudah psikoterapi realitas tampak lebih rendah (11.40 + 4.80), dibandingkan
dengan kelompok sebelum psikoterapi realitas (17.33 + 5.52). Hasil interpretasi
grafik menunjukkan bahwa skor depresi kelompok sesudah psikoterapi realitas
mempunyai puncak lebih rendah dibandingkan dengan kelompok sebelum
psikoterapi realitas (Gambar 4).
18.00
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
Sebelum Psikoterapi
Sesudah Psikoterapi
Gambar 4. Distribusi rerata skor depresi
commit to user
55
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembahasan
Di Indonesia insidensi kanker serviks belum jelas diketahui, tetapi
diperkirakan merupakan kanker yang terbanyak yaitu kurang lebih 36%, dan
ditemukan 40 ribu kasus baru setiap tahunnya. Sebanyak 66,4% pasien datang
sudah dalam keadaan stadium lanjut, yaitu IIB - IVB dan 37,3% atau lebih dari
sepertiga kasus berada di stadium IIIB, stadium di mana fungsi ginjal sudah
terganggu (Rasjidi, 2009). Kasus ini memerlukan perhatian khusus, dikarenakan
87 % kanker serviks terjadi di negara berkembang kanker serviks dan menjadi
penyebab kematian kedua yang disebabkan oleh kanker (Campbell Cathy L,
2012).
Beberapa masalah yang muncul pada kasus kanker serviks adalah ketidak
tahuan perempuan yang berisiko tinggi untuk melakukan skrining awal. Tujuan
dilakukan skrining adalah untuk mengidentifikasi kejadian suatu penyakit di
setiap
populasi
sehingga
diharapkan
dapat
dilakukan
intervensi
dan
penatalaksanaan lebih dini (Prawiroharjo, 2010). Kanker serviks apabila dideteksi
pada stadium awal, merupakan kanker yang paling dapat berhasil diterapi dengan
angka harapan hidup untuk lima tahun ke depan adalah 92% (Sephton, 2000).
Penelitian terdahulu menyebutkan tentang perbedaan kadar kortisol serum
pasien kanker serviks stadium lanjut setelah intervensi psikoterapi realitas dengan
terapi standart di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta 2014 didapatkan hasil bahwa
ada perbedaan bermakna kadar kortisol serum pada kanker serviks stadium lanjut
yang dilakukan intervensi psikoterapi realitas dengan nilai p = 0.001 dengan OR
16 yang artinya penggunaan psikoterapi realitas pada penderita kanker serviks
commit to user
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
stadium lanjut dapat menurunkan kadar kortisol menjadi 16 kali bila dibandingkan
terapi standart (Nurinasari, 2014). Kesamaan dengan penelitian ini adalah perihal
penggunaan intervensi psikoterapi realitas.
Penelitian lain tentang perbedaan kadar serotonin dan skor nyeri pada
kanker serviks stadium lanjut setelah psikoterapi realitas di RSUD. Dr. Moewardi
Surakarta tahun 2015 didapatkan hasil p = 0.00 yang berarti terdapat perbedaan
kadar serotonin pasien kanker serviks stadium lanjut setelah diberikan psikoterapi
realitas bila dibandingkan yang hanya mendapat terapi standart, dan secara
statistik sangat bermakna (Ardhianto, 2015). Kesamaan dengan penelitian ini
adalah dilakukannya pemeriksaan kadar serotonin, tetapi pada penelitian terdahulu
tersebut tidak diukur skor depresi pasien kanker serviks untuk mengetahui tingkat
depresinya.
Miranda, dkk (2002) dalam penelitiannya dengan menggunakan Beck
Depression Inventory
pada 22 pasien kanker serviks stadium
lanjut yang
mendapat kemoterapi adjuvan diperoleh penurunan skor BDI dari 13 (sebelum
kemoterapi) menjadi 12 (sesudah kemoterapi). Penelitian lain tentang tingkat
depresi pada pasien - pasien kanker serviks uteri yang dilakukan di RSUP H.
Adam Malik Medan dengan menggunakan skala Beck Depression Inventory,
dengan hasil bahwa dijumpai depresi sedang pada 37,3 % kasus dan depresi berat
34,7 % kasus (Kartika Tama, 2009). Pada penelitian ini hanya diukur skor BDI
pada pasien kanker serviks saja tanpa diukur kadar serotoninnya.
Penelitian tentang keterkaitan kadar serotonin serum dengan skor depresi
sesudah dilakukan intervensi psikoterapi realitas pada pasien kanker serviks
commit to user
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
stadium lanjut belum pernah dilakukan. Berdasar dari beberapa penelitian tersebut
diatas penulis mencermati bahwa psikoterapi realitas sangat berperan sebagai
terapi tambahan pada pasien kanker serviks stadium lanjut. Penulis ingin menilai
sampai sejauh mana peran psikoterapi realitas dalam menurunkan skor depresi
terkait dengan peningkatan kadar serotonin serum.
Penderita kanker serviks stadium lanjut biasanya akan timbul stres. Lama
kelamaan hal ini akan membuat depresi. Depresi sendiri dapat terjadi karena
ketakutan, kecemasan, kebingungan mengenai penyakitnya, perasaan bersalah
bercampur dengan kekhawatiran mengenai aktivitas seksual di masa depan yang
akan terganggu setelah pengobatan kanker, dan sebagainya (Prawirohardjo, 2010).
Depresi merupakan suatu penyakit yang dapat mempengaruhi tubuh, pikiran dan
perasaan serta mempengaruhi pola makan, tidur dan mood individu. Kejadian
depresi pada penyakit terminal dan kronik mencapai 20%, diabetes (9%-27%) dan
stroke (20%-30%) (Valcarolis dan Halter, 2010).
Pemberian psikoterapi akan memperbaiki kualitas hidup termasuk
meningkatkan five years surival rate (Zwerenz, 2012). Psikoterapi realitas
merupakan bentuk pengobatan yang direkomendasikan pertama kali untuk
depresi. Psikoterapi membantu pasien depresi dengan memahami tingkah laku,
emosi, dan ide yang berperan pada keadaan depresinya. Dengan memahami dan
mengidentifikasi masalah-masalah atau peristiwa dalam hidup yang berperan
didalam depresi penderita dan membantu penderita memahami aspek-aspek dari
masalah ini sehingga mereka dapat menyelesaikan dan memperbaikinya (Holland
dan Aichi, 2009).
commit to user
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan intervensi psikoterapi realitas, aktivitas VMPFC akan meningkat
dan aktivitas amygdala akan menurun. Hal ini menyebabkan aktivitas DRVL juga
ikut
turun sehingga serotonin transporter menjadi lebih sedikit. Selain itu
aktivitas DRD dan DRV ikut meningkat sehingga kadar serotonin meningkat.
Terdapat beberapa penelitian yang mempelajari pengaruh psikoterapi pada pasien
kanker. Dijelaskam bahwa psikoterapi dapat mempengaruhi fungsi psikososial
dan imunitas, serta membuat proliferasi limfosit menjadi lebih baik (Li Y, 2013).
Beck Depression Inventory dikembangkan untuk menilai manifestasi
depresi dan tingkah laku remaja dan orang dewasa. Dirancang untuk
menstandarisasi penilaian keparahan depresi seta menggambarkan secara
sederhana gejala selama perjalanan psikoanalisa atau psikoterapi (Bakheet
Mohammad Sayyet, 2013).
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan subyek pasien kanker serviks
stadium IIB - IVB di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Kadar serotonin diukur pada pasien kanker serviks stadium
lanjut sebelum dan sesudah diberikan psikoterapi realitas dan kemudian hasilnya
diuji secara statistik.
Penulis menemukan pada penelitian yang dilakukan ditemukan skor
depresi pada subyek sebelum psikoterapi realitas (17.33+5.52) dan sesudah
psikoterapi realitas hasilnya lebih rendah (11.40+4.80). Adapun pada pemeriksaan
kadar serotonin pada subyek sebelum psikoterapi realitas
sesudah
psikoterapi
(223.59+41.20).
realitas
ditemukan
commit to user
kadar
(82.77+27.02) dan
serotonin
lebih
tinggi
perpustakaan.uns.ac.id
59
digilib.uns.ac.id
Setelah dilakukan uji t, hasilnya menunjukkan terdapat perbedaan kadar
serotonin pada pasien kanker serviks stadium lanjut sebelum dibanding sesudah
psikoterapi realitas, nilai kadar serotonin sesudah psikoterapi realitas terjadi
peningkatan dibandingkan sebelum psikoterapi realitas didapat nilai p = 0.00 yang
berarti terdapat perbedaan yang sangat bermakna.
Dari analisis skor depresi menunjukkan adanya perbedaan sebelum dan
sesudah psikoterapi realitas, dengan sesudah psikoterapi realitas terdapat
penurunan skor depresi. Didapatkan nilai p = 0.00 yang berarti ada perbedaan
sangat bermakna skor depresi sebelum dan sesudah psikoterapi realitas. Hasil ini
menunjukkan bahwa pemberian psikoterapi realitas dapat menurunkan skor
depresi pada pasien kanker serviks stadium lanjut.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya intervensi psikoterapi
realitas pada pasien kanker serviks stadium lanjut dapat meningkatkan kadar
serotonin dan menurunkan tingkat depresi. Penelitian ini dapat digunakan sebagai
pendukung dari penelitian sebelumnya sehingga psikoterapi realitas dapat
digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien kanker serviks stadium lanjut.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Faktor stres sangat dipengaruhi oleh salah satunya tingkat ketaatan
spiritual dan adat istiadat. Faktor – faktor ini tidak bisa dikendalikan oleh
karena tidak dilakukan penelusuran tentang faktor – faktor tersebut
2. Tidak melakukan pemeriksaan untuk penilaian kualitas hidup pasien
dengan menggunakan Quality of Life Score, yang akan lebih
commit toini.
user
memperjelas hasil dari penelitian
Download