RINGKASAN YUNUS ARIFIEN. Pola Transformasi Spasial dalam Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI, SETIA HADI dan AKHMAD FAUZI. Semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran kota. Dari kecenderungan di atas maka salah satu arah perkembangan kota yang perlu dicermati adalah perkembangan spasial yang berdampak pada perkembangan sosial ekonomi penduduk pinggiran kota. Pokok persoalan yang terdapat di daerah urban fringe pada dasarnya dipicu oleh proses transformasi spasial dan sosial akibat perkembangan daerah urban yang sangat intensif. Perubahan pemanfaatan ruang yang tidak memperhitungkan keseimbangan geobiofisik akan berakibat kepada kemubaziran atau sebaliknya bencana alam yang terjadi. Pemanfaatan ruang optimum merupakan pemanfaatan ruang yang memberikan kesempatan tiap komponen aktivitas dalam unit ruang tersebut berinteraksi secara maksimal sesuai daya dukung kawasan yang pada akhirnya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang berkepentingan secara berkelanjutan. Aktivitas manusia, baik sosial maupun ekonomi merupakan sumber perubahan dalam pemanfaatan ruang atau kawasan. Dinamika sosial yang diikuti oleh dinamika aktivitas ekonomi akan selalu membawa perubahan tata ruang yang dinamis pula. Oleh karena itu, sifat dinamis tersebut perlu dipertimbangkan dalam pendekatan optimalisasi pemanfaatan ruang (Anwar, 2001). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji (1) pola transformasi spasial yang terjadi dan (2) keterkaitan intersektoral dan interspasial dalam penataan ruang kawasan Jabodetabek yang berkelanjutan dan (3) dampak peningkatan investasi DKI Jakarta terhadap perubahan output dan penggunaan lahan secara sektoral dan spasial Bodetabek. Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis dan menggunakan basis data sekunder untuk analisis dan dibantu dengan teknik pemetaan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Keterkaitan aspek ekonomi digunakan model IRIO sedang pengembangan pemodelan dengan system dinamik. Dalam pemodelan, menggunakan Tabel IRIO yang dikelompokan menjadi 2 sektor yaitu sektor pertanian dan sektor non pertanian. Adapun skenario-skenario pada model penelitian ini: Skenario 1 sebagai skenario dasar, seandainya kondisi-kondisi awal pada kurun waktu 2002 - 2009 terus berlanjut sampai tahun 2040, (2) di DKI Jakarta dengan pembatasan lahan bangunan sehingga lahan hijau tetap 10 % dan jumlah penduduk tidak melebihi daya tampung namun penduduk yang pindah ke Bodetabek maksimal sesuai dengan daya dukungnya (3) Skenario 3 adalah skenario 2 lahan pertanian minimal 10 % dari Total Lahan DKI Jakarta, dan mengubah nilai Kapital Output Ratio (KOR) dari 5 menjadi 4. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan jumlah penduduk kawasan Jabodetabek khususnya di DKI Jakarta yang semakin meningkat maka luas lahan terbangun juga meningkat di Kawasan Jabodetabek. Pola perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun mulai tahun 1972 – 2009 dengan pola mengikuti makin meluasnya kota Jakarta yaitu keliling lahan terbangun DKI Jakarta makin besar ke pinggiran kota. Kemudian lahan terbangun makin besar mengikuti sarana transportasi yang memadai baik melalui kereta maupun jalan tol, arteri atau jalan lingkar Jakarta. Akibat peningkatan luas lahan terbangun, penggunaan lahan saat ini terdapat lokasi yang tidak sesuai dengan daya dukungnya serta tidak konsisten dengan Perpres nomor 54 tahun 2008. Hasil simulasi ketidak konsistenan ini akan terus meningkat, seiring dengan pertambahan luas bangunan. Struktur perekonomian yang ada di DKI Jakarta, Bodetabek, dan Sisa Indonesia yang sangat beragam mengakibatkan adanya keterkaitan antar sektor ekonomi yang ada di Indonesia. Kontribusi output untuk masing-masing wilayah, lebih dominan digunakan untuk input pada wilayahnya sendiri, hanya sedikit yang digunakan untuk wilayah lainnya. Output dari DKI Jakarta yang digunakan sebagai input oleh Bodetabek, sektor yang memilki nilai tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, industri, serta bangunan. Keterkaitan sektorsektor ekonomi DKI Jakarta dan Bodetabek dengan wilayah Sisa Indonesia lainnya berindikasi kuat terjadinya fenomena backwash. Sedangkan dalam sekala regional keberadaan DKI Jakarta memperlihatkan multiplier yang positif terhadap perekonomian kawasan Bodetabek. Peningkatan investasi pada sektor non pertanian di DKI Jakarta dapat meningkatkan PDRB baik di DKI Jakarta maupun di Bodetabek dan Sisa Indonesia, tetapi juga berdampak penurunan lahan pertanian di Bodetabek. Untuk mencapai DKI Jakarta nyaman dan sesuai dengan daya tampung maka peningkatan investasi non pertanian di DKI Jakarta tidak lebih dari 10 % dan di Bodetabek 15 %. Skenario kedua (moderrat) yaitu di DKI Jakarta dengan pembatasan lahan bangunan sehingga lahan hijau tetap 10 % dan jumlah penduduk tidak melebihi daya tampung namun penduduk yang pindah ke Bodetabek maksimal sesuai dengan daya dukungnya merupakan yang paling baik. Alokasi penggunaan lahan tahun 2015 yaitu lahan terbangun sebesar 229.520 ha dan lahan pertanian 377.177 ha, bila tidak bijak akan terjadi penambahan luas lahan yang tidak konsisten sebesar 35,19 ha Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan bahwa agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan koefisien yang berasal dari IRIO yang dinamis serta memperhatikan perubahan harga dan inflasi Kata Kunci : transformasi spasial, sistem dinamik, IRIO