Osilasi Neutrino dalam Medan Gravitasi Nailul Hasan* , Agus Purwanto Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) Jurusan Fisika FMIPA-ITS Kampus ITS Keputih-Sukolilo, Surabaya 60111 * [email protected] Abstrak Untuk mendapatkan probabilitas osilasi neutri-no, telah diturunkan persamaan fase neutrino eigen state k dengan asumsi pendekatan gelombang bidang, dilakukan dengan dua cara yaitu neutrino mengikuti lintasan cahaya, null like (v=c) dan mengikuti time like geodesic (v<c). Propagasi neutrino dalam ruang-waktu Schwarzschild like untuk kasus Radial ditemukan bahwa hasil perhitungan fase untuk time like geodesic dua kali lebih besar dari hasil perhitungan fase untuk lintasan cahaya. Untuk kasus propagasi non radial fase untuk time like geodesic berbeda dengan lintasan cahaya null like, terdapat suku koreksi Kata kunci: neutrino, ruang-waktu Schwarzschild like , null like, time like geodesic Abstract To get neutrino oscillations propabibility , neutrino phase equations are calculated, assuming plane wave approach, done in two ways: neutrino following the path of light, like null (v = c) and follow time like geodesic (v <c). Propagation of neutrinos in Schwarzschild like space-time for the case of the radial have been found that phase for the time like geodesic is two times larger than phase for null like . For the case of non-radial propagation equation for the time like geodesic phase contrast to null like streaks of light, there is a tribe of correction. Keywords: neutrino, Schwarzschild like space-time, time like geodesic, null like 1. Latar Belakang Osilasi Neutrino adalah fenomena mekanika kuantum yang diusulkan Oleh Pontecorvo (B. Ponte-corvo, 1957,1958) pada akhir tahun 1950, analogi dengan osilasi kaon. Osilasi dibangkitkan oleh intefrensi dari neutrino masif yang berbeda, yang dihasilkan dan dideteksi secara koheren karena perbedaan massa yang sangat kecil. Akhir tahun 1950 satu neutrino aktiv diketahui, neutrino elektron. Untuk membahas Osilasi neutrino, Pontecorvo membuat konsep sebuah neutrino steril (B. Pontecorvo,1968), fermion netral yang tidak berinteraksi lemah. Neutrino muon ditemukan pada tahun 1962 di Eksperimen Brookhaven (G.Danby, dkk, 1962),yang diikuti proposal osilasi neutrino Pontecorvo pada tahun 1959 (B. Pontecorvo,1968). Sejak saat itu, kemudian menjadi jelas bahwa osilasi neutrino yang terjadi antara neutrino flavor aktiv yang berbeda mungkin terjadi jika neutrino bermassa dan terjadi bauran neutrino (neutrino mixing). Pada tahun 1962 Maki, Nakagawa dan Sakata yang pertama kali membuat model dengan bauran dari neutrino flavor yang berbeda. Pada tahun 1967 Pontecorvo (B.Pontecorvo, 1968) memprediksi Permasalahan neutrino matahari (solar neutrino problem) sebagai konsekuensi νe → νµ (atau νe → νsterile) sebelum eksperimen pertama pengukuran fluks neutrino elektron di Homestake (323), dan di tahun 1969 Gribov dan Pontecorvo membahas Osilasi neutrino matahari akibat bauran neutrino (neutrino mixing) (567, Namun, pada jurnal di atas dan jurnal yang lain, probabilitas neutrino tidak 1 diturunkan dengan cara yang teliti, tetapi dengan sederhana berdasarkan analogi osilasi kaon. Teori osilasi neutrino dikembangkan pada tahun 1975-1976 oleh Elizer dan Swift, dan Pontecorvo S. M dan dengan elegant direview oleh Bilengky dan Pontecorvo. Osilasi neutrino dalam ruang-waktu datar berbeda dengan ruang-waktu lengkung (efek medan gravitasi). Jadi perlu ada kajian khusus propagasi neutrino dengan efek medan gravitasi. Teori Osilasi neutrino yang meilbatkan efek medan gravitasi telah banyak dikaji berbagai makalah salah satu rujukan adalah jurnal dari Fornenggo dkk , 1996 dan jurnal Jun Ren dan Cheng-Min Zhang 2010. Kedua jurnal menggunakan pendekatan yang sama, formalisme gelombang bidang. Probailitas neutrino didapatkan dari interfrensi fase neutrino eigen state bermassa yang berbeda. Jurnal pertama fase dalam ruang-waktu Swharzchild dengan asumsi lintasan neutrino adalah lintasan sama dengan lintasan cahaya. Jurnal kedua fase dihitung untuk ruang-waktu Kerr–Newmann dengan meninjau dua lintasan neutrino yang berbeda ; lintasan cahaya dan geodesik neutrino sendiri (time like geodesic). Pada penelitian ini akan dibahas perhitungan fase untuk ruang-waktu Swarchild like. Salah satu aplikasinya bisa diterapkan pada kasus neutrino merambat di sekitar bintang bermuatan yang sangat massif, neutrino merambat dalam alam semesta vakum dan neutrino merambat di sekitar berbagai jenis lubang hitam. 1.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan fase neutrino mass eigen state metrik ruang waktu mirip metrik swharzchild(swharzchild like). Dengan menghitung fase bisa didapatkan probabilitas osilasi neutrino. 1.2 Manfaat Penelitian Makalah ini memberikan gambaran efek gravitasi untuk ruang waktu Swharzchild like pada osilasi neutrino. 1.3 Rumusan Masalah Penelitian ini mengangkat permasalahan pokok, bagaiamana fase osilasi neutrino dalam ruang waktu datar termodifikasi untuk ruang waktu lengkung untuk kasus metrik yang mirip metrik swharzchild (swharzchildlike) 1.4 Batasan Masalah Pembahasan penelitian ini hanya untuk metrik mirip metrik swharzchild (swharzchild like). Untuk Propagasi yang akan di tinjau meliputi kasus radial dan non radial untuk swharzchild like 2. Osilasi Neutrino dalam RuangWaktu Datar Osilasi neutrino merupakan penjelasan terhadap ketidak-sesuaian hasil eksperimen dengan tinjauan teoritis tentang produksi neutrino dalam model standard matahari. Teori ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa neutrino merupakan partikel yang melanggar kekekalan bilangan elektron, muon, dan tau. Artinya neutrino elektron bisa berubah menjadi neutrino muon, atau neutrino tau, sela-ma perjalanan dari matahari ke bumi. Begitu pula sebaliknya. 2.1 Neutrino Mixing Dua Generasi Osilasi neutrino adalah konsekuensi dari mixing neutrino dan fakta menunjukkan bahwa massanya sangat kecil. Neutrino mixing berimplikasi bahwa neutrino flavor kiralitas kiri (neutrino elektron, neutrino muon dan neutrino tau) superposisi dari komponen neutrino kiralitas kiri bermassa, mk (k = 1, 2, 3). Untuk kasus dua generasi (neutrino elektron dan neutrino muon), neutrino dinyatakan sebagai kombinasi linier dari dua keadaan neutrino bermassa m1 dan m 2 v e = U e1 v1 + U e 2 v 2 v µ = U µ1 v1 + U µ 2 v 2 (2.1) ν1 dan ν2 Pada pers.(2.1), masing-masing menyata-kan keadaan neutrino eigenstate bermassa 2 m1 dan m 2 . Nilai kons-tanta U pada pers.(2.1) ditentukan melalui syarat normalisasi v l v l ' = δ ll ' 2 A(ve ( B) − > vl ) ≡ vl ve ( B ) = ∑ U lk* U ek eiΦ k v i v j = δ ij .Digunakan ortonormalitas, amplitudonya dapat dinyatakan dalam bentuk matriks νe cos θ sin θ ν1 = − sin θ cos θ ν2 νµ Φk = (2.3) dimana matriks 2 × 2 pada pers.(2.3) disebut matriks mixing neutrino dua generasi. Propagasi neutrino pada ruang vakum diasumsikan melaluxi lintasan cahaya, yang memenuhi persamaan sinu-soidal. Dengan asumsi tersebut, serta meninjau bahwa neutrino merupakan bentuk kuanta energi, sehingga me-menuhi persamaan Schrodinger, maka didapatkan per-samaan keadaan neutrino l bergantung waktu, 2 (2.4) k =1 didapatkan ] (2.9) Menurut mekanika kuantum, harga mut lak kuadrat dari amplitudo transisi neurino elektron mejadi neutrino l merupakan suatu nilai probabilitas transisi. Probabilitas transisi neutrino elektron mejadi neutrino muon ke pers.(2.3) P (v e ( B )− > v l ) ≡ A(v e ( B) − > v l ) = v l v e ( B ) 2 2 (2.10) Probabilitas neutrino elektron tidak berubah menjadi neutrino muon, probabilitas survival Φ P (ve ( B ) − > ve = sin 2 2θ sin 2 12 2 (2.11) v k ( x, t ) = e − i Φ k ( x ,t ) vk (2.5) Dengan fase Φk = [ 1 E k (t B − t A ) − P k .( x B − x A ) ℏ Nilai U disubtitusikan didapatkan Probabilitas Osilasi Neutrino vl = ∑ U lk v k (2.8) k =1 (2.2) 2.2 perjalanan neutrino elektron, akan didefiniskan kuantitas baru yang disebut dengan amplitudo transisi neurino elektron mejadi neutrino ( 1 E k t − Pk .x ℏ ) (2.6) Neutrino merupakan partikel relativistik, sehingga memenuhi persamaan momentumenergi relativistik 2 E k2 = P k c 2 + m k2 c 4 . Nilai U disubtitusikan ke persamaan (2.3) didapatkan (2.7) Pada keadaan awal, neutrino yang ada hanyalah neutrino elektron saja. Setelah menempuh perjalanan maka akan berubah secara periodik fluksnya menjadi neutrino muon. Untuk mengetahui bagaimana P(ve − > vµ ) ≡ A(ve − > vµ ) 2 Φ = 1 − sin 2 2θ sin 2 12 2 (2.12) Hasilnya konsisten jumlah semua probablitas bernilai P (v e − > v e ) + P ( v e − > v µ ) = 1 (2.13) dapat dihitung dengan mudah Beda fase, meng-gunakan pers.(4.5). Neutrino tercipta 3 di titik ruang-waktu A dan terdeteksi di titik ruang-waktu B. Menurut penurunan standar Generalisasi persamaan fase dituliskan osilasi neutrino, diambil pendekatan ) ( xB − xA 1 Ek − P k c ℏ c Φk ≅ Φk = (2.14) Φk = ( ) xB − x A 1 Ek − Ek2 − mk2c 4 ℏ c 1 m k2 c 4 x B − x A c ℏ 2Ek = 1 Pµ( k ) dx µ ℏ ∫A (2.20) Dengan Pµ(k ) adalah momentum kanonik (2.15) /Pada umumnya energi neutrino sangat tinggi. Oleh karena itu digunakan pendekatan neutrino berenergi tinggi. Φk = t xB 1 B E k ∫ dt − P k . ∫ dx ℏ tA xA B Dari pers.(2.7) disubtitusikan ke pers. (2.14), dida-patkan (2.6) bisa Pµ( k ) = mk g µv dx v dτ (2.21) Dengan g µv komponen tensor metric dari elemen garis ( digunakan perjanjian tanda (+ - -) (2.16) ds 2 = g µv dx µ dx v (2.22) Hubungan antara Ek dan Eo adalah m2c 4 E k = E0 + (1 − ξ ) k 2E0 (2.17) Eo energi neutrino sumber dari proses. Nilai 0<ζ<1. Φk = 1 m c xB − x A c ℏ 2E0 2 k c 2α = g µv 4 (2.18) (Dengan cara yang sama didapatkan Φ2. Jadi beda fase antrino 1dan 2 adalah Φ 12 = Secara umum dalam ruang-waktu partikel terbagi menjadi tiga wilayah. Partikel dengan kece-patan lebih rendah dari cahaya, partikel berkecepatan cahaya, dan partikel lebih cepat dari cahaya. Aturan be-rikut ini berlaku. 1 ∆m122 c 4 x B − x A c ℏ 2E0 (2.19) Dengan ∆m122 = m12 − m22 dan E 0 adalah energi neutrino yang keluar dari sumber. probabilitas berosilasi secara periodik menyatakan terjadinya osilasi neutrino. Jika diasumsikan neutrino tidak bermassa maka nilai probabilitas akan konstan yang berarti tidak terjadi osilasi neutrino. Dengan demikian, osilasi neutrino terjadi jika neutrino bermassa. 2.3 Generalisasi Persamaan Fase Osilasi Neutrino dx µ dx v dτ dτ (2.23) α = 1 Untuk partikel berkecepatan lebih rendah dari cahaya v<c berlaku (time like geodesics). Untuk partikel α =0 berkecepatan sama dengan cahaya v = c berlaku (null like geodesics). α = −1 Untuk partikel berkecepatan lebih besar dari cahaya v > c berlaku (null like geodesics). Dari pers.(3.4) dapat diturunkan persamaan kovarian relasi massa-momentum-energi.. Kalikan pers.(4.31) dengan ,. digunakan persa-maan momentum kanonik dan dengan menggunkan fakta mk dx β = g αβ Pα(k ) dτ (2.24) didapatkan persamaan yang disebut mass-shell relation mk2 c 2 = g µv Pµ( k ) Pν( k ) (2.25) 4 Selanjutnya akan dibahas generalisasi per-samaan fase diterapkan untuk menghitung fase neutrino dalam medan gravitasi yaitu metrik ruang-waktu Swharzchild dan yang mirip dengan metrik swharzchild 3. Untuk metrik Reissner-Nordstrøm R q2 A(r ) = 1 − s + 2 r r (3.3) menggambarkan ruang-waktu di sekitar sebuah sumber massa bermuatan yang statik, tak berotasi. Osilasi Neutrino Dalam Medan Gravitasi Untuk metrik De sitter Medan gravitasi adalah mani-festasi dari kelengkungan ruang-waktu. Ruangwaktu datar artinya tidak ada medan gravitasi. Ruang-waktu digambarkan oleh oleh elemen garis secara umum diberikan oleh pers. (2.20). Pertama pembahasan propagasi dalam ruangwaktu Schwarzschild like kemudian dilanjutkan ruang-waktu Kerr like. 3.1 Propagasi Neutrino dalam Ruang Waktu Schwarzschild like ds = A(r )c dt − A(r ) dr − r dθ − r sin θdφ 2 2 −1 2 2 2 2 2 (3.1) Dengan R A( r ) = 1 − s r (3.2) untuk metrik Schwarzschild, menggambarkan ruang-waktu di sekitar sebuah sumber massa yang statik, tak berotasi dan tak bermuatan. misalkan sebuah bintang masif, tak berotasi dan tak bermuatan, sebagai contoh Matahari (3.4) De sitter, menggambarkan ruang-waktu yang vakum dari materi, tetapi ada efek vakum, tekanan vakum dihasilkan oleh konstanta kosmologi . Ini ada kaitannya dengan dark energi. Misalkan neutrino berada pada era dominasi vakum, maka metrik de sitter yang relevan. Untuk metrik Schwarzschild -De sitter Pembahasan propagasi neutrino dalam medan gravitasi, medan gravitasi statik nonrotasi yang meliputi metrik Schwarzschild, metrik Reissner-Nordstrøm, metrik De sitter, metrik Schwarzschild-De sitter, metrik Reissner–Nordstrøm-De sitter. Elemen garis keempat metrik tersebut bisa dituliskan secara umum dalam koordinat 2 Λ A( r ) = 1 − r 2 3 2 Λ R A( r ) = 1 − s − r 2 r 3 (3.5) menggambarkan ruang-waktu di sekitar sebuah sumber massa yang statik, tak berotasi dan tak bermuatan yang memasukkan efek dari vakum, tekanan vakum Untuk metrik Reissner–Nordstrøm-De sitter R q2 Λ A(r ) = 1 − s + 2 − r 2 r 3 r (3.6) menggambarkan ruang-waktu di sekitar sebuah sumber massa bermuatan yang statik, tak berotasi, yang mema-sukkan efek vakum dimana Rs = 2GM GQ 2 2 dan q = c2 4πε 0 c 4 (3.7) Dengan, G adalah konstanta gravitasi Newtonian, M adalah massa sumber medan gravitasi, Q adalah muatan sumber sumber 5 hampa, c adalah kecepatan cahaya dan enegi yang diukur oleh pengamat diam pada posisi r, yang behubungan dengan . adalah konstanta kosmologi. Dengan invers metrik menggunakan Transformasi yang menghubungkan kerangka local ke kerangka medan gravitasi, adalah permitivitas ruang , , , Kita ambil kasus dan (3.12) khusus partikel bergerak di ekuator, orbit klasik di bidang ekuator dan kita Momentum Pt (k ) Dimana . dapatkan dari dua basis. kanonik yang relevan dt = mk A ( r ) c dτ Pr( k ) = − m k A( r ) −1 Pϕ( k ) = −mk r 2 dφ dτ adalah koefisien dari transformasi , (3.8) dr dτ , (3.9) (3.10) (3.13) Dengan menggunakan pers. (3.12) dan (3.13) dida-patkan energi lokal di r adala Momentum kanonik tersebut saling , berhubungan dan dengan massa (3.14) dihubungkan oleh mass–shell relation mk2c 2 = g µv Pµ( k ) Pν( k ) = ( ) ( ) ( ) 1 2 2 1 Pt ( k ) − A( r ) Pr( k ) − 2 Pφ( k ) A( r ) r 2 (3.11) Untuk memperoleh probabilitas osilasi neutrino dalam medan gravitasi, akan dihitung interferensi dari fungsi gelombang dari neutrino eigenstate bermassa yang berbeda yang tercipta di titik ruang-waktu A dan terde-teksi di titik ruang-waktu B. Pada pendekatan gelom-bang bidang fase tiap neutrino eigenstate bermassa, didefinisikan Komponen metrik tensor tidak bergantung menjamin bahwa pada koordinat t dan oleh persamaan fase kovarian interferensi dari neutrino eigenstate bermassa dan momentum kanonik neutrino eigenstate bermassa sepanjang lintasan. konstatnta gerak konstan Kita definisikan , . dimana energi, dan oleh beda fase dan merepresentasikan diberikan B Φ kj = Φ k − Φ j = ( ) 1 Pµk − Pµ( j ) dx µ ℏ ∫A (3.15) merepresentsikan momentum sudut dan merepresentasikan momentum linear radial, yang diamati oleh pengamat di r = ∞ mengamati neutrino bermassa, . Energi dan momentum sudut ini berbeda dengan atau di sumber . Pada pengamat di pembahasan lokal.`Energi ini, lokal dipilih kerangka didefinisikan sebagai Lintasan Neutrino bisa mengikuti lintasan cahaya, null like geodesic(v=c) dengan alasan energi neutrino sangat besar(ultra relativitics). Diketahui penurunan standar . osilasi neutrino juga digunakan asumsi Lintasan neutrino mengikuti time like geodesic (v<c) karena bagaimanapun kecepatan masih lebih kecil dari cahaya. 6 Kita gunakan fase neutrino eigenstate bermassa, , yang betrpropagasi dari titik ke titik B ( 1 Φ k = ∫ Pt ( k ) dt + Pr( k ) dr + Pφ( k ) dφ ) ℏA ) B = 1 (E k dt − Pk (r )dr − J k dφ ) ) ℏ ∫A (3.16) Pada pers. (3.18) dan (3.19), tanda (+) artinya neutrino bergerak menjauh dari pusat koordinat dan tanda (-) artinya neutrino bergerak mendekat ke pusat koordinat. Diaasumsikan neutrino bergerak menjauhi pusat koordinat Dari pers.(3.18) dan (3.19) maka didapatkan fase r Integrasi pers. (3.16) akan dihadirkan dua cara, dengan asumsi lintasan cahaya (null like geodesic ) dan Geo-desik neutrino sendiri (time like geodesic). Perlu di-ingat bahwa dan adalah konstanta gerak lintasan geodesic dari neutrino , tidak lagi konstan sepan-jang lintasan cahaya. Energi di tak berhingga dan momentum sudut di tak berhingga ( ) 1 B dr Φ k = ∫ E k − E k2 − A(r )m k2 c 4 ℏ rA cA(r ) (3.20) digunakan asumsi . dilakukan ekspansi dengan deret binomial atau deret tailor. Digunakan fakta sebagaimana di ruangwaktu datar dari neutrino fla-vor adalah konstan. Akan ditunjukkan secara ekspli-sit perhitungan integrasi. Akan dibahas dua kasus yang berbeda: Propagasi radial dan propagasi non-radial (3.21) Dengan energi neutrino flavor di tak berhingga.di- ketahui . Didapatkan 3.1 Propagasi Radial Untuk kasus Neutrino merambat arah radial dan momentum saja,dida-patkan sudut neutrino nol, . Pers. (3.16) tereduksi menjadi r 1 B dt Φ k = ∫ E k − Pk (r ) dr ℏ rA dr (3.17) dengan menggunkana hubungan mass shell, didapatkan momentum radial ±1 Pk (r ) = E k2 − A(r )m k2 c 4 cA(r ) (3.18) r 1 B m k2 c 4 A(r )m k4 c 8 − cℏ r∫A 2 E k 8E k3 dr (3.22) Diambil sampai suku kedua saja, karena suku yang lebih lanjut terlalu kecil. Pers.(3.22) diterapkan untuk metrik pers. (3.2) sampai pers. (3.6) Untuk metrik Schwarzchild Φk = Pertama ditinjau neutrino mengikuti lintasan cahaya. Untuk lintasan cahaya ds=0 dt ±1 = dr cA(r ) Φ knull = m k2 c 3 m 4c7 m 4c7 R r (rB − rA ) − k 3 (rB − rA ) + k 3 s ln B 2ℏE 0 8ℏE 0 8ℏE 0 rA (3.23) Metrik Reissner–Nord-strøm (3.19) 7 m k2 c 3 m4c7 m4c7 R r (rB − rA ) − k 3 (rB − rA ) + k 3 s ln B 2ℏE 0 8ℏE 0 8ℏE 0 rA 4 7 2 m c q 1 1 + k 3 − 8ℏE 0 rB rA Φk = Pers. (3.30) disubtitusikan ke pers. (3.31) menjadi dt 1 =± dr cA(r ) (3.24) Metrik De-sitter (Vakum) Φk = m k2 c 3 m 4c 7 m4c7Λ (rB − rA ) − k 3 (rB − rA ) + k 3 rb3 − rA3 2ℏ E 0 8ℏE 0 72ℏE 0 ( ) Ek E − A(r )mk2 c 4 ) (3.32) 2 k Atau dengan cara lain bisa didapatkan (3.32), dengan menggunakan hubungan . Langkah terakhir adalah mensubtitusikan pers. (3.32) dan ke persamaan fase (3.25) E k2 1 B − E k2 − A( r ) m k2 c 4 ℏ r∫A E k2 − A(r )m k2 c 4 r Φk = Metrik Swarschild-de sitter Φk = m k2 c 3 m4c 7 m 4c 7 R r (rB − rA ) − k 3 (rB − rA ) + k 3 s ln B 2ℏE 0 8ℏE 0 8ℏE 0 rA m 4c 7 Λ − k 3 rb3 − rA3 72ℏE 0 ( ) (3.33) (3.26) Persamaan fase (3.33) dievaluasi dengan meng-gunakan deret binomial Metrik Reissner–Nordstrøm-de sitter A( r )m k2 c 4 1 B Φ k = ∫ 1 − ℏ rA E k2 r m c m c m c R s rB (rB − rA ) − (rB − rA ) + Φk = ln 3 2ℏE 0 8ℏE 0 8ℏE 03 rA m4c7 Λ m4c7 q 2 1 1 − k 3 rb3 − rA3 + k 3 − 72ℏE 0 8ℏE 0 rB rA 2 k 3 4 k ( dr cA(r ) 7 4 k 7 ) −1 / 2 A(r )m k2 c 4 − 1 − E k2 1/ 2 dr cA( r ) (3.34) Didapatkan bentuk terakhir (3.27) Neutrino mengikuti geodesiknya, v<c (time like geodesics), gerak radial digunakan persamaan c 2 = g µv dx µ dx v dτ dτ (3.28) Untuk kasus gerak radial didapatkan rɺ = cA( r ) tɺ2 − A(r ) −1 (3.29) ±1 E k2 − A(r )mk2 c 4 cA(r ) (3.30) Selanjutnya Ek dt 1 = 2 2 dr c A(r ) Pk ( r ) Untuk kasus dr (3.35) , hanya diambil suku kedua saja sudah cukup. Jika pers. (3.35) dibandingkan dengan pers. (3.22) akan didapatkan hubangan Φ kgeod = 2Φ knull (3.36) 3.2 Propagasi Non-Radial dan disubtitusi dan didapatkan Pk (r ) = Φ kgeod r 1 B m k2 c 4 A(r )m k4 c 8 = − cℏ r∫A E k 4 E k3 (3.31) Jika neutrino tidak hanya bergerak arah radial tetapi bergerak melingkar. Untuk kasus ini neutrino memiliki momentum sudut. Disini berlaku kekekalan momentum sudut dan energy partikel. Sama seperti kasus gerak radial, ditinjau neutrino melalui lintasan cahaya dan time like geodesic. 8 Pertama ditinjau Neutrino melalui lintasan cahaya. Fase partikel k adalah Φk = Pers. (5.37) bisa disusun ulang menjadi Φk = B 1 dt dφ E k − Pk (r ) − J k dr ∫ ℏ A dr 0 dr 0 B P (r ) P0 ( r ) A(r ) E0 1 Ek b 2 − k − J k 2 dr ∫ E0 ℏ A c A(r ) r P0 (r ) A( r ) (3.43) (3.37) dalam bentuk energi partike di ruang , Yang dibutuhkan adalah dan v k (∞ ) = c 1 − . Pertama didapatkan persamaan E0 dt / dτ dt = = 2 2 dr 0 dr / dτ P0 (r )c A(r ) Dengan dan min-kowski (3.38) adalah energi neutrino m k2 c 4 m k2 c 4 c 1 ≈ − E k2 2 E k2 (3.44) Jadi momentum sudut partikel k diberikan oleh persamaan flavor dan momentumlinear radial neutrino Jk = flavor. Kemudian persamaan untuk E k b m k2 c 4 1 − c 2 E k2 pers. (3.45) Selanjutnya didapatkan J0 dφ / dτ dφ = = 2 dr 0 dr / dτ P0 (r )r A(r ) (3.11) (3.39) Dengan Pk (r ) A( r ) = adalah momentum sudut neutrino flavor. Selanjutnya menghitung . Persamaan untuk c2 − A( r ) m k2 c 4 − A(r ) J k2 r2 (3.46) Selnjutnya disubtitusikan Pk (r ) A( r ) = Momentum sudut neutrino flavor, dengan mengganti , didapatkan (3.41) Pers. (3.41) disubtitusikan ke pers. (3.39) , didapatkan J0 E0b dφ = 2 = 2 dr 0 r P0 ( r ) A( r ) r cP0 (r ) A( r ) E k2 m k2 c 4 2 2 A ( r ) m c A ( r ) 1 − − − k c2 E k2 b 2 E k2 2 2 c r Evaluasi lebih lanjut (3.40) E0 b c , didapatkan (3.47) dφ dφ dt E k bv k (∞ ) J k = mk b 2 = mk b 2 = dτ dt dτ c2 J0 = E k2 . Digunakan Parameter b, jarak tegak lurus . adalah dengan arah kecepatan partikel di Pk ( r ) A( r ) = Ek c 2 4 b2 m c A( r )1 − 2 k 2 2 r Ek b 1 − A( r ) 2 1 − r b2 1 − A( r ) 2 r 1/ 2 (3.48) Dengan menggunakan deret binomial , didapatkan bentuk (3.42) 9 Pk (r ) A(r ) = b2 2 4 m k c A ( r ) 1 − r 2 b2 1 − A(r ) 2 1 − r b2 2 2 E 1 − A ( r ) k r 2 Ek c = = (3.49) r m k2 c 4 B rdr b 2 Rs − 2ℏE 0 r∫A r 2 − b 2 r rB dr ∫ (r rA 2 m k2 c 4 2 rB − b 2 − rA2 − b 2 + GM 2ℏE 0 c2 − b2 ) 3 rB rA − r 2 − b2 2 rA − b 2 B Selanjutnya dihitung momentum linear foton , , (3.54) dengan m=o pers. (3.49) menjadi Metrik yang sederhana yang kedua, yaitu P0 (r ) A(r ) = 2 0 2 E J − A(r ) c r 2 0 2 (3.50) Φk = Pers.(3.41) disubtitusikan ke pers.(5.50) didapatkan P0 ( r ) A( r ) = E0 b2 1 − A(r ) 2 c r metrik De sitter dengan (3.51) = Selanjutnya (3.38), (3.39), (3.50), dan (3.46) disubtutisikan ke persamaan fase (3.43). setelah perhitungan singkat didapatkan Persamaan fase r E0 m k2 c 4 1 B m k2 c 4 dr = ℏ r∫A 2 E k2 P0 (r ) A(r ) 2ℏE 0 rB dr ∫ rA 1 − A(r ) b2 r2 m k2 c 4 2ℏE 0 rB ∫ rA dr Λ b 1 − 1 − r 2 2 3 r 2 1 rB ∫ Λ 2 1 + b 3 rA rdr r2 − b2 Λ 2 1 + b 3 = Φk ≈ m k2 c 4 2ℏE 0 2 Λ 2 2 mk2c 4 1 rB 1 + b − b − rA2 1 + Λ b 2 − b 2 2ℏE0 Λ 2 3 3 1 + b 3 (3.55) (3.52) Dari pers.(3.21) telah digunakan pendekatan mk2 c 4 mk2 c 4 ≈ 2 E k2 2 E 02 (3.53) Selanjutnya diterapkan untuk kasus sederhana, metrik Swharzchild, , untuk medan m k2 c 4 2ℏE 0 rB ∫ rA Fase partikel diberikan oleh persamaan 1 dt dφ Φ k = ∫ E k − Pk (r ) − J k dr ℏ A dr dr B (3.56) graviatsi lemah Φk = Selnjutnya yang akan dibahas neutrino melalui time like geodesic. dr 2 b 1− 2 r Rs b 2 1 + r r 2 −b2 1/ 2 kemudian Ek dt dt / dτ = = 2 2 dr dr / dτ Pk (r )c A(r ) (3.57) 10 Jk dφ dφ / dτ = = 2 dr dr / dτ Pk (r )r A(r ) (3.58) untuk mempermudah perhitungan persamaan fase bisa dituliskan ulang Φk = B P (r ) Pk (r ) A( r ) Ek 1 Ek b 2 − k − J k 2 dr ∫ Ek ℏ A c A(r ) r Pk A(r ) (3.59) Pers.(3.49) disubtutisikan ke pers.(3.54). Kemudian pers.(3.46) dan pers.(3.49) disubtitusikan ke pers.(3.53). Pers.(3.53), pers.(3.54) , pers.(3.49) dan pers.(3.45) disubtitusikan ke persamaan fase (3.59), dengan sedikit perhitungan aljabar, persamaan fase bisa dituliskan 3 r Φk ≈ = = 2 k Ek 1 B m k2 c 4 dr ∫ 2 ℏ rA 2 E k Pk (r ) A(r ) 2 4 rB k mc 2ℏE0 4 rB m c 2cℏE 0 ∫ rA ∫ rA 2 A( r )1 − b2 mk2c 4 dr r 1+ 2 2 b b 2 Ek2 1 − A(r ) 2 1 − A( r ) 2 r r dr 1 − A(r ) 2 b r2 + 2 k 4 rB m c 2cℏE 0 ∫ rA b2 A(r )1 − 2 r 2 4 m k c dr b2 2 E k2 1 − A(r ) 2 r dan lintasannya mengikuti garisi cahaya (null like) hasilnya adalah pers.(3.23)-pers.(3.27) , Untuk kasus radial dan lintasannya mengikuti geodesiknya (time like geodesic) hasilnya adalah pers.(3.35), dua kali lebih besar dari persamaan null like. Untuk kasus non-radial dan lintasannya mengikuti garisi cahaya (null like) hasilnya adalah pers.(3.52) dengan contoh hasil eksplisitnya adalah pers.(3.54) dan pers. (3.55). Untuk kasus radial dan lintasannya mengikuti geodesik (time like geodesic) hasilnya adalah pers.(3.60) . 3 Kesimpulan Dari pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Untuk propagasi neutrino secara radial dalam ruang-waktu Schwarzschild like, Fase untuk time like geodesic dua kali lebih besar dari fase untuk lintasan cahaya. Untuk propagasi neutrino secara non radial dalam ruang-waktu Schwarzschild like, Fase untuk time like geodesic terdapat suku koreksi. Untuk propagasi neutrino secara radial dan non radial dengan momentum sudut neutrino nol dalam ruang-waktu Schwarzschild like, Fase untuk time like geodesik dua kali lebih besar dari fase untuk lintasan cahaya. Persamaan fase yang diturunkan dapat digunakan untuk metrik yang mirip dengan metrik Swharzchild. (3.60) Daftar Pustaka Persamaan fase untuk time like geodesic (3.60) sedikit berbeda dengan lintasan cahaya null like pers.(3.53), terdapat suku koreksi. Pada pers.(3.60), jika kita abaikan suku kedua maka menjadi pers.(3.53). Ahluwalia D V and Burgard C 1996 Gravitationally Induced Neutrino-Oscillation Phases Gen. Relativ. Gravit. 28 1161 (arXiv:gr-qc/9603008). 2 Hasil dan Pembahasan Dalam makalah ini telah dihitung fase osilasi neutrino dalam ruang waktu Swharzchild like untuk dimasukkan ke dalam rumus probabilitas osilasi .Untuk kasus radial Bilenky dan B. Pontecorvo, Phys. Rep., 41, 225, 1978. B. Pontecorvo, Sov. Phys. JETP, 6, 429, 1957. B. Pontecorvo, Sov. Phys. JETP, 7, 172–173, 1958. 11 B. Pontecorvo, Sov. Phys. JETP, 26, 984–988, 1968. B. Pontecorvo, Sov. Phys. JETP, 10, 1236– 1240, 1960 B. Pontecorvo, Sov. Phys. JETP, 26, 984–988, 1968. B. T. Cleveland et al., Astrophys. J., 496, 505–526, 1998 Cardall C Y and Fuller G M 1997 Neutrino oscillations in curved spacetime: A heuristic treatment. Phys. Rev. D 55 7960 (hepph/9610494 Fornengo N, Giunti C M, Kim C M and Song J 1997 Gravitational effects on the neutrino oscillation Phys. Rev. D 56 1895 (hepph/9611231) G. Danby et al., Phys. Rev. Lett., 9, 36–44, 1962. 12