Tinjauan Pustaka Manfaat pemberian gabungan selenium dan probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak Wahyu Ningsih Lestari, Atan Baas Sinuhaji, Supriatmo Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Abstrak Konstipasi merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada anak dan dapat menimbulkan masalah yang cukup serius. Prevalensi konstipasi pada anak bervariasi dari 0.7% sampai 29.6% dan sebagian besar konstipasi pada anak (>90%) adalah fungsional tanpa adanya kelainan yang bersifat organik. Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah cukup akan menguntungkan pejamu. Bakteri probiotik dalam usus dapat meningkatkan motilitas usus, memperbaiki konsistensi feces dan meningkatkan frekuensi defekasi sehingga efektif dalam pengobatan konstipasi. Selenium merupakan mikronutrien esensial yang dibutuhkan oleh sebagian besar sistem organ tubuh untuk dapat berfungsi dengan baik. Stress oksidatif diduga terlibat sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya konstipasi. Selenium sebagai antioksidan dapat mengobati konstipasi fungsional pada anak, karena fungsi utama selenium adalah sebagai kofaktor dari glutathione peroxidase, yang melindungi membran dari kerusakan oksidatif. Kata kunci : konstipasi fungsional; selenium; probiotik 115 Abstract Constipation is a common health problem in children and can cause serious problems. The prevalence of constipation in children varies from 0.7% to 29.6% and most of constipation in children (> 90%) is functional in the absence of organic abnormalities. Probiotics are living microorganisms when administered in sufficient quantities will benefit the host. Probiotic bacteria in the gut can increase intestinal motility, improve stool consistency and increase the frequency of defecation so effective in the treatment of constipation. Selenium is an essential micronutrient required by the majority of the body's organ systems to function properly. Oxidative stress thought to be involved as one of the factors causing constipation. Selenium as an antioxidant can treat functional constipation in children, because the main function of selenium is a cofactor of glutathione peroxidase, which protects membranes from oxidative damage. Keywords : functional constipation; selenium; probiotic PENDAHULUAN Konstipasi merupakan masalah kesehatan pada anak yang masih cukup tinggi dan sering menimbulkan masalah yang cukup serius. Konstipasi umumnya menimbulkan gejala berupa rasa cemas sewaktu buang air besar oleh karena rasa nyeri yang dirasakan, nyeri perut rekuren kronis, sampai keadaan penurunan nafsu makan dan gangguan pertumbuhan. Prevalensi konstipasi pada anak bervariasi dari 0.7% sampai 29.6%. Sebagian besar konstipasi pada anak (>90%) adalah fungsional tanpa adanya kelainan yang bersifat organik dan 40% diantaranya diawali sejak usia satu sampai empat tahun. Pada anak usia 7 sampai 8 tahun prevalensinya sebesar 1.5% dan usia 10 sampai 12 tahun sebesar 0.8%.1 Hampir sebagian besar (90% sampai 95%) konstipasi pada anak di atas usia 1 tahun merupakan konstipasi fungsional, hanya 5% sampai 10% yang mempunyai penyebab organik atau kelainan patologi.2,3 Pada awalnya penyebab konstipasi sangat sederhana yaitu kurangnya mengkonsumsi serat, tetapi karena tidak ditangani dengan memadai perjalanan kliniknya menjadi kronis. Di lain pihak terdapat kasus-kasus konstipasi akut yang memerlukan diagnosis etiologi segera karena memerlukan tindakan yang segera pula. Singkatnya, ada kasus konstipasi ringan tetapi memerlukan penanganan yang adekuat, ada juga kasus yang memerlukan diagnosis etiologi dan tindakan segera dan adapula kasus konstipasi kronis yang memerlukan kesabaran dan penanganan yang cermat.4 115 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012 Wahyu Ningsih Lestari, dkk Manfaat pemberian gabungan selenium dan probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah cukup akan menguntungkan pejamu. Bakteri probiotik seperti lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium adalah mikroflora normal usus yang menguntungkan dimana fungsinya dapat meningkatkan motilitas usus, memperbaiki konsistensi feces dan meningkatkan frekuensi defekasi sehingga memberikan efek yang baik dalam pengobatan konstipasi.5,6 Mekanisme kerja probiotik dalam melindungi kesehatan saluran cerna adalah dengan memproduksi substansi antimikroba, berkompetisi dan menduduki ikatan patogen, berkompetisi dengan bahan makanan dan memodulasi sistem imun.7-9 Pada sebuah sistematik review yang dilakukan pada tahun 2010 dari 5 uji klinis acak terkontrol dengan 377 subjek, didapatkan hasil bahwa pemberian probiotik menunjukkan efek yang bermanfaat pada pengobatan konstipasi.10 Selenium merupakan salah satu trace mineral yang dibutuhkan oleh sebagian besar sistem organ tubuh dalam jumlah yang sangat kecil. Selenium berfungsi sebagai selenium dependent enzymes yang juga dikenal sebagai selenoprotein.11,12 Fungsi utama selenium adalah sebagai kofaktor dari enzim gluthatione peroksidase yang dapat melindungi struktur sel membran dari pengaruh buruk zat-zat oksidatif yang dapat merusak sel membran, kekurangan dari selenium akan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan peroksidatif jaringan.13 Konstipasi Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yaitu berkurangnya frekuensi buang air besar dari biasanya yaitu kurang dari tiga kali dalam seminggu dan konsistensi tinja yang yang lebih keras dari biasanya.3,4 Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu konstipasi fungsional dan konstipasi organik. Konstipasi fungsional dikenal sebagai konstipasi idiopatik atau adanya tahanan feses. Konstipasi fungsional ini umumnya terkait dengan perubahan kebiasaan diet, kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung serat, kurangnya asupan cairan, kurang olah raga, gangguan perilaku atau gangguan psikologis dan adanya rasa takut atau malu ke toilet umum. 3,14 Definisi konstipasi menurut North American Society of Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN) adalah kesulitan atau keterlambatan dalam buang air besar yang terjadi dua minggu atau lebih dan dapat menyebabkan stress pada pasien.1,15 Menurut kriteria ROMA III, konstipasi fungsional pada anak adalah harus memenuhi dua atau lebih dari kriteria berikut yang terjadi pada anak minimal berusia 4 tahun yang tidak memenuhi kriteria yang cukup untuk irritabel bowel syndrome, dialami minimal satu kali dalam seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan, yaitu:1 1. Buang air besar dua kali seminggu atau kurang 2. Mengalami setidaknya satu kali inkontinensia feses per minggu Riwayat retensi feses Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras Terdapat massa feses yang besar di rektum Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet. Konstipasi dikatakan akut jika berlangsung sampai empat minggu dan dikatakan kronis jika berlangsung lebih dari empat minggu.1 Menurut The Paris Consensus on Chilhood Constipation Terminology (PACCT), konstipasi adalah gangguan buang air besar yang terjadi selama delapan minggu dengan minimal dua gejala yang mengikutinya, yaitu : frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali dalam satu minggu, inkontinensia feses, frekuensi ukuran tinja lebih besar dari satu kali per minggu, massa tinja yang keras sehingga dapat menyumbat toilet, terabanya massa tinja di bagian perut atau massa feses di rektal, perilaku suka menahan buang air besar, dan nyeri saat buang air besar.15 Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization (WGO) adanya persepsi yang berbeda pada beberapa pasien mengenai konstipasi, 52% diantaranya memiliki persepsi bahwa konstipasi adalah buang air besar dengan usaha (mengejan), sementara sisanya memiliki persepsi bahwa konstipasi adalah feses yang keras berbentuk seperti pil atau butiran (44%), ketidakmampuan buang air besar saat diinginkan (34%) atau buang air besar yang jarang (33%).16 Konstipasi sering terjadi pada anak-anak, 90% sampai 97% adalah konstipasi fungsional.17 Pada sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan di universitas Lowa selama 6 bulan pada tahun 2004 menemukan bahwa 22.6% konstipasi terjadi pada anak usia 4 sampai 17 tahun, 18% adalah konstipasi fungsional dan 4.6% adalah konstipasi akut.18 Pada anak usia 4 sampai 11 tahun 5% nya mengalami konstipasi kronik lebih dari 6 bulan,sedangkan untuk anak usia di bawah 4 tahun prevalensi kejadian konstipasi sebesar 16%.19 Saps miguel dkk melaporkan pada sebuah penelitian longitudinal 16% anak usia 9 sampai 11 tahun menderita konstipasi.20 Pada orang dewasa normal, buang air besar terjadi antara tiga kali perhari sampai tiga kali perminggu. Frekuensi buang air besar pada anak bervariasi menurut usia. Untuk bayi yang minum ASI pada awalnya akan lebih sering buang air besar jika dibandingkan bayi yang minum susu formula. Saat usia mendekati 4 bulan, apapun jenis susu yang dikonsumsinya rata-rata frekuensi buang air besar berkisar dua kali sehari. Pada saat usia 2 tahun, frekuensi rata-rata buang air besar menjadi dua kali per hari. Frekuensi buang air besar normal pada bayi dan anak dapat dilihat pada tabel 1.1,4,21 3. 4. 5. 6. The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara | 116 Wahyu Ningsih Lestari, dkk Tabel 1. Frekuensi buang air besar normal pada bayi dan anak1,4,21 Walaupun sebagian besar konstipasi pada anak adalah konstipasi fungsional, kita harus mempertimbangkan kemungkinan adanya suatu kelainan organik jika menemukan gejala seperti yang tercantum pada tabel 2.21 Tabel 2. Tanda dan gejala kelainan organik penyebab terjadinya konstipasi pada bayi dan anak21 Tanda dan gejala yang perlu diwaspadai Kemungkinan diagnosis Keluarnya mekonium lebih dari 48 jam setelah lahir, kesulitan buang air besar sejak lahir, gagal tumbuh, diare bercampur darah, muntah berwarna hijau, spinkter Penyakit Hirschprung anus sempit, rektum tidak terisi feses pada colok dubur dengan terabanya massa feses di perut. Perut distensi, muntah berwarna hijau, ileus Pseudo-obstruksi Menurunnya reflek anggota gerak bawah, berkurangnya tonus otot, hilangnya reflek anus Gangguan tulang belakang yang tertahan di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk feses yang besar dan keras sehingga menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa nyeri dan kemudian retensi feses selanjutnya.1,4 Gejala klinis dari konstipasi adalah berkurangnya frekuensi buang air besar menjadi kurang dari tiga kali dalam seminggu. Bila konstipasi menjadi kronik, frekuensi buang air besar bukan menjadi indikator yang terpercaya untuk konstipasi pada anak. Upaya menahan feses sering disalahtafsirkan sebagai upaya mengejan untuk buang air besar. Berbagai posisi tubuh, menyilangkan kedua kaki, menarik kaki kanan dan kiri bergantian ke depan dan belakang (seperti berdansa) merupakan manuver menahan feses dan kadangkala perilaku tersebut menyerupai kejang.4 Penyebab konstipasi yang paling sering pada anak terlihat pada tabel 3 berikut :1,2,4 Tabel 3. Penyebab konstipasi pada anak1,2,4 Penyebab Fungsional Sekunder karena lesi anal Neurologis Endokrin/metabolik Obat-obatan 95% fisura ani, stenosis anal, anus letak anterior lesi medulla spinalis, palsi serebral, penyakit hirschprung hipotiroid, asidosis tubulus renal, diabetes insipidus Hiperkalsemia antikonvulsan, antipsikotik, kodein, anti diare, antasida pola makan kurang serat Tampak lemah, tidak tahan udara dingin, bradikardi, Hipotiroidsm gangguan tumbuh Diet Infeksi virus dengan ileus Posisi dan bentuk anus yang abnormal pada pemeriksaan fisik Penatalaksanaan terhadap konstipasi fungsional meliputi faktor farmakologi dan non farmakologi. Penanganan lebih awal dapat meningkatkan kemungkinan penyembuhan total dari gejala konstipasi fungsional. Evakuasi tinja bila terjadi skibala, terapi rumatan berupa pemberian obat, modifikasi perilaku, edukasi orang tua, konsultasi dan intervensi diet merupakan tatalaksana pada konstipasi fungsional.1,16,21 Evakuasi feses dapat dilakukan dengan menggunakan laksansia oral, suppositoria atau enema. NASPGAN menganjurkan pemberian laksansia per oral daripada per rektal karena lebih bersifat invasif dan traumatik bagi pasien.1 Malformasi anorektal kongenital Kurangnya asupan serat (dietary fiber) sebagai kerangka feses (stool bulking), kurang minum dan meningkatnya kehilangan cairan merupakan faktor penyebab terjadinya konstipasi. Keinginan untuk buang air besar dicetuskan saat massa feses kontak dengan rektum bagian bawah. Jika anak tidak menginginkan buang air besar, spinkter anal eksterna akan mengencang dan otot gluteus akan kontraksi. Aksi ini akan mendorong feses ke bagian atas rektum dan mengurangi keinginan untuk buang air besar. Jika anak sering menahan buang air besar, maka rektum pada akhirnya akan meregang dan menahan massa feses sehingga lama kelamaan akan menyebabkan konsistensi feses menjadi keras. Hal ini menyebabkan ukuran feses menjadi lebih besar dan keras menyebabkan timbulnya fisura ani yang terasa nyeri. Konstipasi fungsional paling sering dimulai dari adanya rasa nyeri saat buang air besar, biasanya disertai fisura ani, sehingga anak akan menahan buang air besar. Keadaan tersebut seperti lingkaran setan, semakin anak menahan keinginannya untuk buang air besar maka feses Probiotik Probiotik berasal dari kata pro yang berarti untuk dan bio yang berarti hidup. Probiotik adalah istilah yang digunakan untuk bakteri yang mempunyai efek menguntungkan bagi makhluk hidup yang lain.22 Pada tahun 1907 seorang warga negara Rusia bernama Eli Metchnikoff menyatakan bahwa “ bakteri didalam usus tergantung pada makanan yang dapat membuat perubahan pada flora usus di dalam tubuh dan dapat menggantikan bakteri-bakteri yang merugikan dengan bakteri yang berguna 117 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012 Manfaat pemberian gabungan selenium dan probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak bagi tubuh”. Fuller pada tahun 1989 menyatakan bahwa probiotik adalah mikroorganisme hidup dalam suplemen makanan yang bermanfaat bagi kesehatan karena mempunyai efek bermanfaat bagi kesehatan dengan menjaga keseimbangan mikroflora dalam usus. 23,24 Istilah probiotik diperkenalkan pertama kali dalam literatur ilmiah oleh Stillwell dan lilly pada tahun 1965. Menurut FAO (Food and Agriculture Organization)/WHO (World Health Organi-zation) pada tahun 2001, probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika berada dalam jumlah yang cukup akan dapat meningkatkan kesehatan dan daya tahan tubuh. Mereka sering menyebut probiotik sebagai “bakteri yang bersahabat” atau “bakteri yang baik” dan dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif.22,24 Mikroorganisme yang digolongkan sebagai probiotik adalah yang mampu memproduksi asam laktat, misalnya golongan Lactobacilus dan Bifidobacterium. Dikatakan probiotik itu efektif jika memenuhi syarat sebagai berikut :23 1. Mempunyai pengaruh yang sangat baik bagi pejamu 2. Bersifat tidak patogen dan tidak beracun 3. Mengandung banyak sel-sel hidup yang aktif 4. Mampu bertahan hidup didalam usus dan melaksanakan proses metabolisme 5. Tetap aktif selama dalam penyimpanan dan saat digunakan 6. Mempunyai perangkat sensor yang baik 7. Mampu diisolasi dari jenis yang sama pada pejamu Manfaat mengkonsumsi probiotik bagi kesehatan adalah :22,23 1. Mengurangi gejala malabsorbsi laktosa 2. Meningkatkan resistensi secara alami terhadap penyakit infeksi saluran cerna 3. Menekan pertumbuhan sel kanker 4. Menurunkan kadar kolesterol dalam darah 5. Bermanfaat bagi saluran cerna 6. Menstimulasi peningkatan imunitas saluran cerna Ada beberapa jenis bakteri probiotik, diantaranya : lactobacillus species (L acidophilus, reuteri, L plantarum, L casei, L salivarius, L bulgaricus, L fermentum, L gasseri, L jhonsonii, L lactis, L paracasei), Bifidobacterium species (B bifidum, B infantis, B lactis, B longum, B breve, B adolescentis), Saccharomyces species (S boulardi), Streptococcus species (S thermophilus, S salivarius subsp thermophilus), Propionibacterium freudenreichi, Enterococcus, Escherichia coli). Lactobacilli dan Bifidobacteria ditemukan dalam makanan seperti yogurt, keju, buttermilk, atau kultur lain dari produksi pabrik susu adalah probiotik yang terbanyak dihasilkan.24 Tannock tahun 1999, lebih dari 400 spesies bakteri ditemukan hidup didalam tubuh manusia termasuk didalam saluran cerna. Mitsuoka tahun 1992 mengatakan bahwa bakteri berkolonisasi di dalam saluran cerna dimulai sejak seorang bayi dilahir yang berlangsung terus sepanjang hidupnya. Bakteri yang terbentuk hidup sebagai mikroflora normal dalam usus yang mempunyai sifat yang menguntungkan bagi tubuh dan beberapa dari mereka muncul saat dibutuhkan untuk memelihara kesehatan tubuh pejamu.22 Pengaruh probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional Ada beberapa alasan kenapa probiotik dapat digunakan untuk penatalaksanaan konstipasi. Pertama, adanya beberapa data yang menunjukkan perbedaan mikrobiota usus pada orang sehat dan orang yang menderita konstipasi. Terjadinya peningkatan jumlah clostridia dan bifidobacteria, dengan spesies yang berbeda dari clostridia dan enterobacteriaceae yang sering kali telah diisolasi. Kedua, sebuah studi menunjukkan bahwa B. lactis DN173010 dapat mempengaruhi waktu transit di kolon pada orang sehat dan pada orang yang menderita konstipasi. Probiotik dapat menurunkan pH dalam kolon. Hal ini menyebabkan bakteri dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek (butyric acid, propionic acid, dan lactic acid). Rendahnya pH meningkatkan peristaltik di dalam kolon dan kemudian dapat menurunkan waktu transit di kolon.10 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anna Chmielewska dkk pada bulan Mei tahun 2009 menunjukkan bahwa pemakaian probiotik jenis L.casei rhamnosus menunjukkan efek yang bermakna dalam penatalaksanaan konstipasi pada anak.10 Selenium Selenium merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan tubuh yang berfungsi sebagai konstituen esensial untuk pembentukan selenoprotein, tetapi hanya dibutuhkan dalam jumlah yang kecil.12,25,26 Selenium berfungsi sebagai konstituen esensial untuk pembentukan selenoprotein. Selenium terdapat dalam makanan dan dalam tubuh dalam dua bentuk, organik dan inorganik. Bentuk organik dari selenium adalah selenocysteine, selenomethionine dan bentuk inorganik dari selenium adalah selenite, selenate. Selenocysteine diproduksi secara bebas oleh katabolisme selenoprotein selular atau selenoprotein ekstra selular. Selenocysteine berasal dari hewan. Selenomethionine disintesis oleh tanaman dan manusia tidak dapat mensintesisnya. Selenomethionine berasal dari jamur dapat digunakan sebagai suplemen. Katabolisme Selenomethionine melepaskan selenium melalui jalur transulfurasi atau metil selenol melalui jalur dekarbosilase.11,26,27 Fungsi selenium bagi kesehatan tubuh manusia adalah sebagai berikut :28-30 1. Meningkatkan imunitas tubuh, khususnya merangsang fungsi neutrofil, makrofag, sel natural –killer (sel NK), limfosit T dan pembentukan antibodi 2. Modulasi produksi sitokin (meningkatkan Inter Leukin-2, menurunkan Tumor Necrotizing Factor (TNF), Inter Leukin8) 3. Memberi efek preventif terhadap proses inflamasi (dengan menurunkan produksi sitokin dan pro-inflamasi) 4. Memberi efek proteksi sel terhadap efek buruk stress oksidatif dan radikal bebas The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara | 118 Wahyu Ningsih Lestari, dkk 5. Memberi efek preventif terhaddap terjadinya tumor (efek sitotoksi langsung, stimulasi apoptosis sel-sel tumor) 6. Memberi efek proteksi kulit terhadap efek negatif radiasi sinar ultra violet (melanoma maligna) 7. Reduksi virulensi virus 8. Reduksi resiko aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular 9. Modifikasi motilitas dan fungsi sperma pada laki-laki yang subfertil. Selenomethionine atau Selenocysteine saat proses katabolisme akan melepaskan selenium inorganik (sebagai selenide, Hse-) yang kemudian akan bergabung kembali ke dalam selenoprotein, atau dapat mengalami metilasi menjadi bentuk eksresi metil selenol (CH3SeH), dimetil selenid (CH3)2Se, ion trimetil selenonium (CH3)3Se+ dan 1•-methyl-seleno-N-acetilDgalaktosamin (CH3Se-Ga1N) yang dapat dilihat pada gambar 1.27 Det forms Body Compartments [Se]Met Selenocysteine : SeO32 SeO42 SeO32 SeO42 Sec Makanan Kacang brazil Susu Ikan Tuna Ayam kalkun Dada ayam Roti gandum Telur rebus Biji bunga matahari Macaroni Oatmeal Kacang kenari Beras Daging sapi [Se]Met Usia 0-6 bulan 7-12 bulan 1-3 tahun 4-8 tahun 9-13 tahun 14-18 tahun >19 tahun [Se]Met-labeled Proteins HSe OH3SeH HSe Sec Excretion Tabel 4. Makanan yang mengandung selenium33,34 Takaran 1 ons 100 gr 100 gr 3 ons 3 ons 3 ons 1 potong 1 butir 1 ons 1/2 gelas 1 gelas 1 ons 1/2 gelas 3 ons Mikrogram (mcg) 544 1,5 16 68 27 24 11 15 23 19 12 5 6 23 Tabel 5. Recommended dietary allowance (RDA) kebutuhan selenium33,35 [Se]Met (mixes with Met) 5.32,34,35 Protein Forms Low MW Forms Selenomethionine : [Se]Met plasma maksimum peroksidase glutation.27,31 Beberapa jenis makanan yang mengandung selenium dapat dilihat pada tabel 4 dan Recommended Dietary Alowance (RDA) untuk kebutuhan selenium menurut usia pada tabel mcg/hari 15 20 20 30 40 55 55 HSePO32 Selenoproteins (Sec-containing) Sec 1bmethylsefeno-N-acetylD-galactosarenine CH3SeH (CH3)2Se (CH3)3Se* Gambar 1. Metabolisme selenium Absorbsi selenium dalam lumen usus tidak berperan dalam pengaturan homeostasis selenium. Dalam bentuk selenomethionine, selenium dapat diserap hampir 100% sedangkan dalam bentuk selenocysteine diserap sedikit lebih rendah. Meskipun absorbsi selenium anorganik dipengaruhi oleh berbagai faktor lumen usus, namun diperkirakan masih di atas 50%.10,33 Kandungan total selenium dalam tubuh berkisar antara 13.0 mg sampai 20.3 mg. Pada otot, hati, darah dan ginjal mengandung sekitar 61% dari seluruh total selenium di dlam tubuh manusia. Jika tulang dimasukkan maka akan meningkat menjadi sekitar 91.5%. Dosis selenium yang direkomendasikan menurut Estimated Average Requirement (EAR) dan Recommended Dietary Allowance (RDA) di Amerika dan Standing Commitee on the Evaluation of Dietary Reference Intakes, 2000 (DRIs) di Kanada dan negara-negara lainnya, ditentukan berdasarkan kadar Kekurangan selenium pada manusia jarang terjadi, tetapi adanya Keshan disease yaitu suatu penyakit kardiomiopatik endemik yang terjadi pada usia remaja dan dewasa, dan Keshin-Beck disease yaitu suatu osteoartritis endemik yang terjadi pada kadar selenium yang rendah di wilayah China.31 Kurangnya kadar selenium juga diduga berkaitan dengan kondisi kurang energi protein (KEP), AIDS (acquired immune deficiency syndrome), alkoholisme dan short bowel syndrome.11 Selenium setelah berikatan dengan protein akan membentuk selenoprotein, diantaranya enzim peroksidase glutation, deiodonase iodotironine, tioredoksine reduktase, selenofosfat sintetase, selenoprotein P dan selenoprotein W. Selenium berperan sebagai antioksidan, terutama sebagai gastrointestinal glutathione peroxidase (GPX) yang dapat mengurangi hidrogen peroksida, lipid dan fosfolipid hidroperoksida, sehingga dapat meredam radikal bebas dan oksigen reaktif, mengurangi hidroperoksida dalam jalur siklooksigenase.36 Radikal bebas adalah molekul atau fragmen molekuler yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada lingkar terluar atomnya atau ditemukannya orbit yang bebas. Radikal bebas tersebut dapat berupa reactive oxygen spesies (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS), reactive oxygen nitrogen spesies (RONS), berperan dalam patogenesis dari beberapa penyakit saluran cerna, termasuk penyakit refluks gastroesofageal (GERD), gastritis dan idiopatik inflammatory bowel disease (IBD).37 119 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012 Manfaat pemberian gabungan selenium dan probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak Pengaruh selenium pada pengobatan konstipasi fungsional Pada konstipasi terjadinya perubahan pada permeabilitas usus yang dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Pada stress oksidatif terjadi kelebihan ROS dan atau penurunan kadar antioksidan.38 Pada tipe slow transit constipation (STC) terjadi gangguan motilitas total di kolon. Dalam sebuah studi histologi, kolon dengan STC akan mengalami perubahan tidak hanya dalam struktur sistem saraf enterik, seperti adrenergik dan saraf kolinergik, tetapi juga isi dan reseptor neurotransmitter. Beberapa penulis melaporkan penurunan aktivitas saraf kolinergik dan peningkatan nonadrenergik noncholinergik (NANC) pada aktivitas saraf inhibitor memegang peranan penting dalam dismotilitas kolon dengan STC.39 Anak-anak dengan konstipasi kronis mengalami penyerapan usus yang berulang karena adanya gangguan transit di kolon yang memanjang, menyebabkan ketidakseimbangan pada flora usus. Akibatnya kadar antioksidan didalam tubuh (superperoksida dismutase (SOD), catalase (CAT), vitamin C dan vitamin E) menurun secara significant konstipasi. Radikal bebas dan ROS yang berlebihan serta penurunan kadar vitamin E akan menyebabkan peningkatan lipoperoksida pada anak dengan konstipasi kronik. 40 RINGKASAN Konstipasi fungsional adalah masalah kesehatan pada anak yang masih cukup tinggi dan sering kali menimbulkan masalah yang cukup serius. Bakteri probiotik pada usus dapat meningkatkan motilitas usus, memperbaiki konsistensi feses, dan meningkatkan frekuensi buang air besar yang baik dalam penatalaksanaan konstipasi. Probiotik dapat menurunkan pH dalam kolon. Rendahnya pH meningkatkan peristaltik di dalam kolon dan kemudian dapat menurunkan waktu transit di kolon. Keterlibatan stress oksidatif sebagai faktor penyebab penyakit saluran pencernaaan dan intervensi dengan antioksidan. Karena itu penyelidikan tentang ROS dan RNS terhadap kejadian gangguan pada saluran pencernaan dapat membantu untuk memperjelas patofisiologi dismotilitas kolon pada pasien dengan konstipasi. Selenium merupakan mikronutrien esensial yang dibutuhkan oleh sebagian besar sistem organ tubuh untuk dapat berfungsi dengan baik. Fungsi utama selenium adalah sebagai kofaktor dari glutathione peroxidase, yang melindungi membran dari kerusakan oksidatif. DAFTAR PUSTAKA 1. Prasetyo D. Konstipasi pada anak. Proceeding of Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Indonesia (BKGAI); 2010 Dec 4-7; Medan, Indonesia; 2010. 2. Felt B. Functional constipation and soiling in children. [Online]. 2003 [Cited 2003 May]; Available from: URL: http://cme.med.umich.edu/pdf/guideline/peds03.pdf 3. Wang JY, Wang YL, Zhou SL, Zhou JF. May chronic childhood constipation cause oxidative stress and potential free radikal damage to children?. Biomed Environ Sci. 2004;17:266-72. 4. Jufri M, Soenarto YS, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani SN. Gastroenterologi-hepatologi. 1st ed. Jakarta: IDAI; 2010. p. 201-14. 5. Khodadad A, Sabbaghian M. Role of synbiotics in the treatment of childhood constipation: a double-blind randomized placebo controlled trial. Iran J Pediatr. 2010;20:387-92. 6. Tabbers MM, Chmielewska A, Roseboom MG, Crates N, Perrin C, Reitsma JB, et al. Fermented milk containing Bifidobacterium lactis DN-173 010 in childhood constipation: a randomized, double-blind, controlled trial. Pediatric. 2011;127:1392-99. 7. Thomas DW, Frank RG. Probiotics and prebiotics in pediatrics. Pediatrics. 2010;126:1217-28. 8. Collado MC, Isolauri E, Salminen S, Sanz Y. The impact of probiotic on gut health. Curr drug Met. 2009;10:68-78. 9. Lannitti T, Palmieri B. Therapeutical use of probiotic formulation in clinical practice. Clin Nutr. 2010;29:701-25. 10. Chmielewska A, Szajewska H, Systematic review of randomised controlled trials: probiotic for functional constipation. World J Gastroenterol. 2010;16:69-75. 11. Satoto. Selenium dan kurang yodium. Jurnal GAKY Indonesia. 2002;1:33-42. 12. Fan AM, Kizer KW. Selenium nutritional, toxicology and clinical aspect. West J Med. 1990;153:160-7. 13. Akcam M. Helicobacter pylori and micronutrients. Indian Pediatrics. 2010;47:119-26. 14. Fiorino KN, Liacouras CA. Functional constipation. In: Kliegman RM, Berhman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson text book of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. p. 1284-6. 15. Borowitz S. Pediatric Constipation. [Online]. 2011 [Cited 2011 June]; Available from: URL: http//emedicine. medscape.com 16. Constipation. WGO practice guidelines. 2007;1-10. 17. Bongers MEJ, Benninga MA, Maurice-Stam H, Grootenhuis MA. Health-related quality of life in young adults with symptoms of constipation continuing from childhood into adulthood. BioMed Central Ltd. 2009;7:1-9. 18. Loening BV. Prevalence rates for constipation and faecal and urinary incontinence. Arch Dis Child. 2007;92:486-9. 19. Lee WT, Ip KS, Chan JSH, Lui NWM, Young BWY. Increased prevalence of constipation in pre-school children is attributable to under-consumption of plan foods: a community-based study. J Paediatr Child health. 2008;4:170-5. 20. Saps M, Sztainberg M, di lorenzo C. A prospective community-based study of gastroenterological symtoms in school-age children. JPGN. 2006;43:477-82. 21. Biggs WS, Dery WH. Evaluation and treatment of constipation in infants and children. Am Fam Physician. 2006;73:469-77. 22. FAO/WHO. Health and nutritional properties of probiotics in food including power milk with live lactic acid bacteria. Proceedings of the FAO/WHO Expert Consultation On The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara | 120 Wahyu Ningsih Lestari, dkk 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. Manfaat pemberian gabungan selenium dan probiotik pada pengobatan konstipasi fungsional pada anak Evaluation Of Health And Nutritional Properties Of Probiotics In Food Including Power Milk With Live Lactic Acid Bacteria; 2001; Cordoba, Argentina; 2001. Collins MD, Gibson GR. Probiotics, prebiotic and synbiotics: approaches for modulating the microbial ecology of the gut. Am J Clin Nutr. 1999;69:1052-7. Sekhon BS, Jairah S. Prebiotics, probiotics and synbiotics: an overview. J Pharm Educ Res. 2010;.1:13-36 Rayman MP. The importance of selenium to human health. Lancet. 2000;356:233-41. Tinggi U. Selenium: it’s role as antioxidant in human health. Environ Health Prev Med. 2008;13:102-8. Sunde RA. Selenium. In: Bowman Ba, Russel RM, editors. Present knowledge in nutrition. 9th ed. Washington DC: ILSI Press; 2006. p. 1-18. Ohland CL, MacNaugthon WK. Probiotic bacteria and intestinal epithelial barrier function. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2010;298:807-19. Hambidge KM. Micronutrien bioavaibility: Dietary reference intakes and a future perspective. Am J Clin Nutr. 2010; 91:1430-2. Xia Y, Hill KE, Byrne DW, Xu J, Burk RF, Effectiveness of selenium supplements in a low-selenium area of China. Am J Clin Nutr. 2005;81:829-34. Thomson CD. Assesment of requirement for selenium and adequacy of selenium status: a review. Eur J of Clin Nutr. 2004;58:391-402. Krebs NF, Hambidge KM. Trace element. In: Duggan C, Watkins JB, Walker WA, editors. Nutrition in pediatrics. 4th ed. Hamilton: BC Decker Inc; 2008. p. 68-81. 33. Office of Dietary Supllements National Institute of Health. Dietary suplement fact sheet: selenium. Online. 2011 [Cited 2011 October]; Available from: URL: http//ods.od.nih.gov/ facsheets/selenium.asp#3 34. Brown KM, Arthur JR. Selenium, selenoprotein and human health: a review. Publ Health Nutr. 2011;4:593-9. 35. National Academy Press. Dietary reference intakes for vitamin C, vitamin E, selenium and carotenoids. [Online] 2011 [Cited 2011 October]; Available from: URL: http// www.nap.edu/openbook.php?record id=9810&page=95 36. Xia Y, Hill KE, Xu J, Li P, Xu J, Zhou D, et al. Optimization of selenoprotein P and other plasma selenium biomarkers for the assesment of the selenium nutritional requirement: a placebo-controlled, double-blind study of selenomethionine supplementation in selenium-deficient Chinese subjects. Am J Clin Nutr. 2010;92:525-31. 37. Sen S, Chakraborty R, Sridhar C, Reddy SR, De B. Free radicals, antioxidants, diseases and phytomedicines: current status and future prospect. Int J of Pharmacheu Sci Rev and res. 2010;3:91-100. 38. Li Y, Zong Y, Qi J, Liu K. Prebiotics and oxidative stress in constipated rats. JPGN. 2011;53:447-52. 39. Tomita R, Fujisaki S, Ikeda T, Fukuzawa M. Role of nitric oxide in patients with slow-transit constipation. Dis Colon Rektum. 2002;45:593-600. 40. Zhou JF, Lou JG, Zhou SL, Wang JY. Potential oxidative stress in children with chronic constipation. World J Gastroenterol. 2005; 11:368-71.** 121 | Majalah Kedokteran Nusantara • Volume 45 • No. 2 • Agustus 2012