UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI – 31 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER OGI ANDYKA PUTRA, S.Far. 1206329940 ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI – 31 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker OGI ANDYKA PUTRA, S.Far. 1206329940 ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JANUARI 2014 ii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 iii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Ogi Andyka Putra, S.Far. NPM : 1206329940 Tanda Tangan : Tanggal : 10 Januari 2014 iv Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada umat manusia. Sholawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi kita hingga akhir zaman. Salah satu nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada penulis yaitu dapat terselesainya laporan praktek kerja profesi apoteker yang berjudul “Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat Periode 19 Juni – 31 Juli 2013”. Dengan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas UI. 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku PJS. Fakultas Farmasi UI sampai dengan 20 Desember 2013. 3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika. 4. Nadia Farhanah Syafhan,M.Si,Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat bermanfaat. 5. Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika. 6. Karyawan-karyawati Apotek Atrika (Mbak Ratna, Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti, Pak Tab, Mbak Ayu, Mbak Ponah, Pak Kadi, Mas Heru, dan lain- lain) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 7. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan motivasi yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 8. Ayahanda H.Samsul Bahri Ali, ibunda tercinta Hj.Nurbi Yusnaini,S.KM, abang dan adik sekeluarga dr.Rian, Agil, Andri dan Dinda yang tiada henti mendoakan, memberikan semangat dan dukungannya, baik moral maupun materil yang tak terhingga kepada penulis. 9. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu dan bersamasama penulis selama pelaksanaan PKPA. v Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 10. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI yang telah menemani penulis selama lebih kurang satu tahun di Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca diharapkan oleh penulis guna meningkatkan kualitas diri penulis ke depan. Penulis 2014 vi Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Name : Ogi Andyka Putra, S.Far. NPM : 1206329940 Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: LAPORAN PRAKTEK APOTEK ATRIKA KERJA JALAN PROFESI KARTINI JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI – 31 APOTEKER RAYA NO. DI 34 JULI 2013 Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 10 Januari 2014 Yang menyatakan (Ogi Andyka Putra, S.Far.) vii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 ABSTRAK Nama : Ogi Andyka Putra, S.Far. NPM : 1206329940 Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat Periode 19 Juni – 31 Juli 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi apoteker pengelola apotek (APA) di apotek dan memahami kegiatan di apotek baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. Tugas khusus yang diberikan berjudul Penggunaan Inhaler Dosis Terukur di Apotek Atrika Periode Januari 2012 – Juli 2013. Tujuan dari tugas khusus ini adalah memperoleh gambaran penggunaan inhaler dosis terukur yang diresepkan di Apotek Atrika dan melakukan analisa resep inhaler dosis terukur yang terdapat di Apotek Atrika selama periode Januari 2012 – Juli 2013. Kata Kunci : Apotek Atrika, Apotek, Inhaler Dosis Terukur. Tugas Umum : xii + 64 halaman; 14 lampiran. Tugas Khusus : vi + 26 halaman; 2 lampiran. Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (1980-2011). Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 (2001-2013). viii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 ABSTRACT Name : Ogi Andyka Putra, S.Far. NPM : 1206329940 Program Study : Apothecary Profession. Title : Pharmacist Internship Working Program at Atrika Pharmacy on Jalan Kartini Raya Nomor 34 Jakarta Pusat Period 19th June – 31th July 2013 Pharmacist Internship Working Program at Atrika Pharmacy aims to understand the duties and functions of pharmacists pharmacy manager (APA) in pharmac y and pharmacist understand the activities in both technical and non-technical pharmacy activities. Given a special assignment titled Metered Dose Inhaler Usage at Atrika Pharmacy Period January 2012 – July 2013. The Purposes of this special task are to get description of Metered Dose Inhaler usage that was prescribed at Atrika Pharmacy and to analyze Metered Dose Inhaler prescription at Atrika Pharmacy Period January 2012 – July 2013. Keywords : Atrika Pharmacy, Pharmacy, Metered Dose Inhaler. General Assignment : xii + 64 pages; 14 appendies. Specific Assignment : vi + 26 pages; 2 appendies. Bibliography of General Assignment : 15 (1980-2011). Bibliography of Specific Assignment : 12 (2001-2013). ix Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................ vii ABSTRAK.................................................................................................... viii ABSTRACT ................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Tujuan ..................................................................................... 1 1 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK ..................................................... 2.1 Definisi Apotek....................................................................... 2.2 Landasan Hukum Apotek ....................................................... 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ....................................................... 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek.............................. 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ................................ 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek ................. 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek .................................................... 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ................................................ 2.9 Tenaga Kerja di Apotek .......................................................... 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek ..................................................... 2.11 Pengelolaan Apotek ................................................................ 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................ 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek............................................ 2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ............................ 3 3 3 4 4 5 7 8 11 13 14 24 28 29 31 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA ................................... 3.1 Sejarah dan Lokasi.................................................................. 3.2 Tata Ruang .............................................................................. 3.3 Struktur Organisasi ................................................................. 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan ....................................................... 3.5 Kegiatan di Apotik Atrika ...................................................... 38 38 38 39 39 43 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 52 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 5.2 Saran ...................................................................................... 61 61 61 x Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 62 LAMPIRAN ................................................................................................ 64 xi Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Logo Golongan Obat .............................................................. Gambar 2.2 Tanda Peringatan Pada Kemasan Obat Bebas Terbatas ......... Gambar 2.3 Matriks VEN – ABC ............................................................. xii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 15 17 31 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4a. Lampiran 4b. Lampiran5a. Lampiran 5b. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8a. Lampiran 8b. Lampiran 9a. Lampiran 9b. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13a. Lampiran 13b. Lampiran 14. Peta Lokasi Apotek Atrika ................................................ Papan Nama Apotek Atrika .............................................. Denah Ruang Apotek Atrika............................................. Ruang Tunggu Apotek Atrika........................................... Ruang Etalase Depan Apotek ........................................... Lemari Penyimpanan Narkotik ......................................... Lemari Penyimpanan Psikotropik ..................................... Struktur Organisasi Apotek Atrika ................................... Etiket dan Label yang Digunakan di Apotek Atrika......... Kopi Resep Apotek Atrika ................................................ Surat Pesanan Apotek Atrika ............................................ Surat Pesanan Narkotika ................................................... Laporan Penggunaan Narkotika........................................ Surat Pesanan Psikotropika ............................................... Laporan Penggunaan Psikotropika ................................... Berita Acara Pemusnahan Resep ...................................... Kartu Stok Kecil................................................................ Kartu Stok Besar (Kartu Gudang) .................................... Faktur Pengiriman ke Cabang Apotek Atrika................... xiii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 65 66 67 68 68 69 69 70 71 72 72 73 73 74 75 76 77 77 78 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera, baik secara fisik, mental spiritual, maupun sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerintah berupaya melakukan pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan dukungan sumber daya kesehatan secara maksimal, salah satunya apotek sebagai sarana kesehatan. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan dan pencampuran, tetapi juga termasuk pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditas utama (drug oriented) bergeser menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Perubahan ini menuntut apoteker untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berinteraksi langsung dengan pasien, termasuk kecakapan berkomunikasi saat memberikan informasi (drug informer), kemampuan memantau penggunaan obat (drug 1 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universita s Indone sia 2 monitoring), dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki fungsi ganda. Apotek tidak hanya sebagai tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasiandan tempat pengabdian profesi apoteker, melainkan juga sebagai tempat usaha untuk mencari keuntungan (profit oriented). Oleh karena itu, apoteker juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola persediaan dan keuangan apotek sehingga dapat membawa keuntungan bagi apotek tersebut. Menyadari pentingnya peran apoteker tersebut, maka calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman dalam menjalankan peran profesinya di apotek. Untuk itu, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Atrika menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 6 minggu sejak 17 Juni – 26 Juli 2013 sebagai bekal pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif antara teori yang diperoleh dari perkuliahan dengan praktek secara langsung di dunia kerja. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika bertujuan agar mahasiswa calon apoteker dapat: a. Memahami tugas pokok, fungsi, dan peran apoteker di sebuah apotek. b. Memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek, baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. . Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universita s Indone sia BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. b. Undang – Undang Negara, yaitu: 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-Undang Kesehatan RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Peraturan Pemerintah, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu: 1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universita s Indone sia 4 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu: 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 5 harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah dite tapkan. Apotek harus memiliki : a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi. c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. d. Ruang racikan. e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek. Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 6 memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN. b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 7 a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementeria n Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker. c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal- hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1). b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2). Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 8 c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1). d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 ayat 2). e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3). 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1. b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat- lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 9 untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir AP T-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat- lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 10 j. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat- lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7. Dalam mengajukan permohonan perizinan apotek, Apoteker selaku penanggung jawab melampirkan: a. Data Apoteker. 1. Fotokopi KTP Apoteker Pengelola Apotek (APA). 2. Fotokopi NPWP APA. 3. Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar. 4. Fotokopi Surat Izin Kerja. 5. Fotokopi Surat Lolos butuh dari Dinas Kesehatan Provinsi bagi APA yang berasal dari luar Provinsi. 6. b. c. Surat Izin dari Atasan bagi APA yang PNS/TNI/Polri. Data Pemilik Sarana Apotek (PSA). 1. Fotokopi KTP PSA / Pemilik Perusahaan. 2. Fotokopi NPWP. 3. Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar. Fotokopi Akte Perusahaan bila berbentuk Badan Hukum yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM RI. d. Salinan Akte Perjanjian kerjasama antara APA dan PSA. e. Fotokopi IMB yang telah dilegalisir . f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG) dari Dinas Tramtib yang telah dilegalisir. g. Surat Pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan Farmasi lain di atas materai Rp 6.000,-. h. Surat Pernyataan APA yang menyaakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6.000,-. i. Surat Pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan Narkotika, Obat Keras Tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6.000,-. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 11 j. Surat Pernyaaan PSA tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang Farmasi/obat dan tidak ikut campur dalam hal pengelolaan obat di atas materai Rp 6.000,-. k. Peta lokasi dan denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya. l. Struktur organisasi dan tata kerja/ tata laksana. m. Rencana jadwal buka apotek. n. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. o. Kelengkapan Asisten Apoteker/D3 Farmasi. 1. Surat Izin Asisten Apoteker. 2. Fotokopi KTP. 3. Surat pernyataan bersedian bekerja di atas materai Rp 6.000,-. p. Daftar peralatan peracikan obat. q. Daftar buku pustaka. r. Perlengkapan administrasi. 1. Contoh etiket, kartu stock, copy resep 2. Blanko SP, blanko faktur, form laporan Narkotika. 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 12 c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UndangUndang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku. d. Surat Izin Kerja APA dicabut. e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing- masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama- lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 13 c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). 2.9 Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, ana lis farmasi dan tenaga menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai administrasi/tata usaha. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun nonteknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Pengelolaan sediaan farmasi dalam hal menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. c. Melaksanakan fungsi administrasi dalam hal mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi di apotek. d. Melaksanakan fungsi kewirausahaan yaitu mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. e. Melakukan pengembangan apotek. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 14 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain. Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang memba ntu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain- lain. Pegawai administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian. 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 15 tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan RI, 1997). 2.10.1 Obat OTC (Over the Counter) Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. 2.10.1.1 Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol. (Kementerian Kesehatan, 2006). Obat bebas Obat bebas terbatas Obat Keras Narkotika Gambar 2.1 Logo golongan obat Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 16 2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006). Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu: a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya. b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle. c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat golongan ini adalah Rivanol dan Canesten. d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk laksatif. f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk wasir. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 17 Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas 2.10.2 Obat Ethical Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika, dan narkotika. 2.10.2.1 Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi. 2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat k uat Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 18 mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika). b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I. c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunya i potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 19 b. Penyimpanan Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya resep dokter. d. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan berhubungan dengan psikotropika dan yang melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat. e. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 20 pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika. 2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009) Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah kodein. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 21 Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika ; dan d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing- masing akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek. b. Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus mempunyai kunci yang kuat. 3. Dibagi dua, masing- masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garamUniversita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 22 garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. 5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. 7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. c. Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 23 Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat. 2.10.3 Obat Wajib Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 24 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi diIndonesia. e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain- lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. 2.11 Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 25 mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. 2.11.1 Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat. 2.11.2 Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.11.3 Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 26 sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga. 2.11.4 Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. 2.11.5 Pelayanan Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan mas yarakat (Pasal 12 ayat 1 dan 2). b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1). c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2). d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3). Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 27 Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya/obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. Ketentuan tersebut antara lain: a. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b). b. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2). c. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1). d. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2). e. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 17 ayat 3). f. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri KesehatanRI (Pasal 18 ayat 1 dan 2). g. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1). h. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2). i. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3). Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 28 j. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4). k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut (Pasal 19 ayat 5). l. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek (Pasal 20). m. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21). n. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (Pasal 22 ayat 1). o. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2). 2.12 Pengadaan Pe rsediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita&Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 29 b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian kontan atau kredit. Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo. b. Konsinyasi (titipan obat). Konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya. 2.13 Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 30 cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengenda likan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia dan bila tidak tersedia akan meningkatkan resiko kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat jantung. Obat esensial adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada penyebab sumber penyakit. Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan (Kepmenkes No. 1121 tahun 2008). b. Analisis Pareto (ABC) Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 31 obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu (Kepmenkes No. 1121 tahun 2008) : 1. Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. 2. Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. 3. Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. c. Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan. 2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 32 Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). a. Pelayanan Resep 1. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 33 inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain- lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 2. Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 34 melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. b. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain- lainnya. c. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). 2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain- lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: a. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 35 tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. b. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. c. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : a. b. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan: 1. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat. 2. Menurunkan ketidakpatuhan. 3. Menurunkan efek samping obat. 4. Menurunkan biaya pengobatan. 5. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. 6. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Bagi Apoteker: 1. Meningkatkan citra profesi. 2. Meningkatkan kepuasan kerja. 3. Menarik customer. 2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 36 jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. b. Objektif c. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dariberbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. d. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkansumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. 2.14.3 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 2.14.4 Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 37 Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : a. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. b. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain- lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : a. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. b. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. c. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. d. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. e. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi). Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA 3.1 Sejarah dan Lokasi Apotik Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA 1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotik Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotik Atrika terletak di tepi jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan. Peta lokasi Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotik Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. 3.2 Tata Ruang Bagian depan Apotik Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai tempat parkir. Bangunan Apotik Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar tata ruang dan denah ruang Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3. Penyusunan obat di Apotik Atrika dilakukan berdasarkan farmakologi obat dan jenis sediaannya yang kemudian disusun berdasarkan abjad. Penggolongan obat secara farmakologi yang terdapat di Apotik Atrika, diantaranya antibiotika, antimikroba, antivirus, analgesik/antiinflamasi, pernafasan, vitamin, saluran kemih, gastrointestinal antihistamin, kortikosteroid, dan antithyroid, saluran antimigrain, pencernaan, kontrasepsi/hormon, saluran antipsikosis, cardiovascular dan golongan lain. Sediaan yang terdapat di Apotik Atrika dibagi 38 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universita s Indone sia 39 menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk menyimpan obat fast moving, obat generik berlogo, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluwarsa. 3.3 Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotik Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. b. Tenaga teknis farmasi, yaitu: 1. Pemilik Sarana Apotek : 1 orang. 2. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang. 3. Apoteker Pendamping : 1 orang. 4. Asisten Apoteker : 2 orang. 5. Juru resep : 1 orang. Tenaga non teknis farmasi, yaitu: 1. Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang. 2. Kurir : 1 orang. Gambar struktur organisasi Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6. 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan 3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang- undangan di bidang perapotekan yang berlaku. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 40 b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing- masing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika. 3.4.2 Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 41 c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya. d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit. e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat. 3.4.3 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk. 3.4.4 Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 42 a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek. 3.4.5 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan. 3.4.6 Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF. 3.4.7 Pesuruh Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan apotek. b. Menjamin kerapian apotek. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 43 c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian. 3.4.8 Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. c. Menerima uang hasil pembayaran obat. 3.5 Kegiatan di Apotik Atrika Tenaga kerja Apotik Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift II pukul 16.00-22.00. Apotik Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotik Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian. 3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian 3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotik Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan dan pembayaran barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash on delivery),atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, di mana apotek bertindak Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 44 sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, b ila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. b. Pemesanan Barang Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon. c. Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain- lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani,memberi stempel apotek pada faktur dan memberi nomor faktur untuk kemudian dicatat di buku penerimaan barang yang berisi tanggal penerimaan, nomor urut faktur dan nama PBF. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Penerimaan dicatat dalam buku pemasukan barang dalam yang berisi tanggal penerimaan, nama obat dan jumlah barang yang diterima (satuan terkecil) dan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan pencatatan faktur ke buku faktur yang berisi tanggal faktur, nama PBF, jumlah barang (satuan terbesar), nama obat, tanggal kadaluwarsa, harga satuan, potongan harga dan PPN. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu gudang) dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. Gambar kartu stok besar dan kecil dapat dilihat pada Lampiran 13a dan 13b. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 45 d. Penyimpanan Barang Apotik Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. e. Pengeluaran Barang Apotik Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotik Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 46 3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika a. Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Gambar Surat Pesanan (SP) Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9a. b. Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. c. Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9b. 3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika a. Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Gambar Surat Pesanan (SP) Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 10. b. Penyimpanan Psikotropika Di Apotik Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c. Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep psikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 47 d. Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar Laporan Penggunaan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 11. 3.5.1.4 Pelayanan Apotek a. Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotik Atrika dilakukan sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 48 pelayanan resep, Gambar label HTKP dan Etiket Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 7. b. Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotik Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli. 3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian 3.5.2.1 Kegiatan Administrasi a. Administrasi Personalia Apotik Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b. Administrasi Umum Apotik Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c. Administrasi Penjualan Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d. Administrasi Pembelian Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur- faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotik Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 49 e. Administrasi Pajak Apotik Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f. Administrasi Pergudangan Apotik Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g. Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi. 3.5.2.2 Sistem Administrasi Apotik Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotik Atrika meliputi: a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. Gambar surat pesanan (SP) Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 8b. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 50 c. Buku Faktur Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam dipisahkan. d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotik Atrika cabang. e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. f. Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. g. Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 51 h. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. i. Buku Pemasukan Barang Luar Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC. j. Buku Resep Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotik Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. Gambar Buku Pengiriman Barang ke Cabang Atrika dapat dilihat pada Lampiran 14. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB 4 PEMBAHASAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dimulai pada tanggal 19 Juni 2013 hingga tanggal 16 Agustus 2013. PKPA berlangsung selama 28 hari kerja yaitu Senin hingga Jum’at. Setiap harinya peserta PKPA dibagi menjadi 3 shift yaitu shift pagi, siang, dan malam dengan jam kerja selama 5 jam. Shift pagi dimulai pada pukul 09.00-14.00 WIB sedangkan shift siang dimulai pada pukul 13.00-18.00 WIB dan shift malam dimulai pada pukul 17.00-21.00 WIB. Hari pertama PKPA di apotek, peserta PKPA melakukan perkenalan dan adaptasi dengan personalia apotek dan terhadap sistem dan kultur kerja di apotek sehingga memudahkan komunikasi antara peserta dan personalia apotek serta membantu kelancaran pelayanan di apotek. Personalia yang terdapat di apotek yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping, Asisten Apoteker (AA), Kasir, Juru Racik, dan kurir. Selain itu peserta juga mempelajari denah dan tata letak obat di apotek untuk memudahkan saat pelayanan obat/resep. Prinsip yang diterapkan adalah Hargai, Timbang, Kemas dan Penyerahan (HTKP) dimana setiap tahap dilakukan oleh orang yang berbada sehingga pelayanan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Apotik Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis, yaitu dekat dengan pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa praktek dokter, mulai dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis (spesialis kulit, spesialis kulit dan kelamin), hingga dokter hewan. Apotek ini juga terletak di jalan dua arah yang cukup ramai dilalui kendaraan termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai. Berdasarkan bangunan, Apotik Atrika memiliki ukuran bangunan 7 x 7,2 m2 yang terbagi menjadi dua ruangan. Ruang depan apotek digunakan sebagai counter untuk penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan ruang tunggu. Selain itu, terdapat lemari/rak kaca untuk menyimpan produk OTC sehingga dapat menarik calon pembeli untuk membeli. Ruang tunggu juga selalu terjaga kebersihannya dan dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) untuk menambah kenyamanan 52 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universita s Indone sia 53 pelanggan. Pada bagian depan Apotik Atrika terdapat papan nama penunjuk keberadaan apotek yang cukup jelas dan halaman parkir yang dapat digunakan sebagai tempat parkir sebuah mobil dan beberapa sepeda motor. Keberadaan Apotik Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya papan nama apotek berwarna kuning dengan tulisan “Apotik” berwarna merah. Ruang bagian dalam digunakan sebagai ruang racik dan ruang kerja dengan luas yang cukup untuk pekerjaan meracik. Peralatan apotek, seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku referensi tertata dengan rapi pada tempatnya. Desain ruang racik Apotik Atrika yang menempatkan meja racik pada bagian tengah di antara lemari obat akan mempermudah pekerjaan peracikan obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan meracik obat. Pada ruang racik juga terdapat toilet yang disediakan untuk karyawan dan wastafel untuk mencuci peralatan racik. Apotik Atrika tidak memiliki gudang penyimpanan obat karena lokasi apotek yang dekat dengan beberapa PBF sehingga obat yang diterima langsung diletakkan pada lemari obat dan disediakan dalam jumlah yang disesuaikan dengan arus barang. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya pemeliharaan stok dan perawatan gudang dan juga mengurangi risiko kerugian akibat barang yang kadaluarsa maupun yang tidak terjual. Salah satu kegiatan rutinitas di apotek yaitu pengadaan obat-obatan dan barang di apotek yang dilakukan sesuai kebutuhan apotek dengan cara mencatat obat-obatan yang telah mencapai level stock minimum ke dalam buku defecta yang kemudian dilakukan pemesanan kepada PBF yang menyediakan produk tersebut dengan menyerahkan surat pesanan. Proses pengadaan barang di Apotik Atrika dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan arus barang (fast moving atau slow moving) dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap hari, baik melalui telepon maupun melalui medical representative yang datang ke apotek. Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Sedangkan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan prosedur berbeda. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 54 dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus, diisi dan ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan (SP) untuk narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai distributor tunggal narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan narkotik dilakukan secara COD (Cash On Delivery). Sementara untuk obat-obat psikotropika dapat melalui PBF lain yang menyediakan obat tersebut. Surat pesanan untuk narkotika terdiri dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan ke PBF (PT. Kimia Farma), Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma) dan arsip. Dalam satu surat pesanan hanya boleh digunakan untuk satu je nis narkotika dan dicantumkan pula jumlah sisa stok obat narkotika tersebut yang tersedia di apotek. Sementara itu, untuk psikotropika menggunakan SP rangkap 3 yang diserahkan kepada PBF, Balai POM, dan sebagai arsip. Dalam satu SP psikotropika boleh digunakan untuk beberapa jenis obat namun masih ditujukan untuk PBF yang sama, namun tidak perlu dicantumkan sisa stok di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus diserahkan terlebih dahulu kepada distributor sebelum barang bisa diantarkan. Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika juga dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Barang pesanan yang telah sampai di apotek dilakukan pengecekan untuk memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/batch dan lain- lain) yang dilakukan oleh petugas apotek dan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penerimaan dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker. Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembe lian dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 55 Barang yang telah diperiksa dan dilakukan pencatatan dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan obat yang disusun berdasarkan efek farmakologis, obat generik, kecepatan putaran obat dan bentuk sediaan. Sediaan yang terdapat di Apotik Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barang-barang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat juga tersusun dengan rapi dalam lemari- lemari penyimpanan obat ethical, yang terdiri dari obat keras, narkotika dan psikotropika, dan obat generik sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Dalam ruangan penyimpanan baik untuk obat ethical maupun OTC terdapat 1 buah AC yang diset suhunya pada 22 o C. Obat-obat Over The Counter (OTC) diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan, sedangkan obat-obat ethical diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam. Penyimpanan obat disusun secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan, untuk obat-obat OTC dan disusun berdasarkan efek farmakologis pada lemari obat ethical. Masing- masing kelompok disusun berdasarkan abjad dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari secara zig- zag sehingga memudahkan pencarian. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar. Tempat penyimpanan obat di Apotik Atrika yaitu obat-obatan disimpan pada kotak kemasannya yang menunjukkan kesesuaian dengan nama obat didalamnya. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 56 Kotak-kotak tersebut tersusun rapi pada rak-rak obat. Penyusunan obat-obat ethical didasarkan pada kelas farmakoterapi (farmakologi) secara alfabetis. Adapun kelompok-kelompok obat tersebut meliputi golongan obat generik, obat tetes, obat luar, sebagian kecil kelas farmakoterapi (antibiotika, antimikroba, antivirus, vitamin, analgesik/antiinflamasi, pernafasan, saluran kemih, gastrointestinal antihistamin, kortikosteroid, dan antithyroid, saluran antimigrain, pencernaan, kontrasepsi/hormon, saluran antipsikosis, cardiovascular dan golongan lain), obat-obat oral dalam bentuk sediaan cair juga memiliki rak obat tersendiri. Umumnya, di Apotik Atrika, sediaan yang berupa cairan seperti emulsi, suspensi, sirup maupun sirup kering disimpan secara terpisah dengan sediaan yang secara fisik berbentuk padatan seperti tablet, kapsul, kaplet, pil, trochisi, dan sediaan sejenis lainnya. Obat berbentuk semi padat juga disusun secara terpisah, misalnya salep, krim, dan pasta. Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah. Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Perjualan obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat, harus mempertimbangkan penyakit yang diderita oleh pasien apakah penyakit yang derita berat atau ringan. Bila pasien menderita penyakit berat (kronis) maka obat yang diberikan bukan obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat. Jika obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat sudah terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya akan dicatat pada buku khusus “obat yang akan expired”. Jika obat-obat tersebut tidak terjual atau tidak Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 57 dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya, maka obat-obat tersebut akan dimusnahkan. Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu disimpan dalam lemari khusus. Lemari khusus penyimpanan narkotik dan psikotropik harus memenuhi persyaratan menurut PERMENKES RI No. 28/MENKES/PER/I/1978. Obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotik Atrika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Kunci lemari narkotik dan psikotropik dipegang oleh penanggung jawab apotek. Harus diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penyimpanan dan penggunaannya untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat. Berdasarkan hasil pengamatan peserta PKPA, lemari narkotik dan psikotropik yang ada di Apotik Atrika telah memenuhi persyaratan PERMENKES RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 namun dalam teknis pelaksanaannya masih memerlukan penertiban. Tata cara penyimpanan (letak obat) didesain sedemikian rupa untuk mempermudah dalam proses penyediaan (khususnya pengambilan) obat, yang berperan dalam menentukan cepat lambatnya obat sampai ke tangan pasien. Dengan adanya pengaturan seperti dijelaskan di atas, obat dapat sampai ke tangan pasien dengan cepat (efisiensi waktu) sehingga meningkatkan citra Apotik Atrika. Pelayanan yang dilakukan di Apotik Atrika meliputi dua hal, yaitu pelayanan swamedikasi dan pelayanan resep. Pelayanan swamedikasi dilakukan berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan yang lainnya yaitu pelayanan resep tunai dimana resep yang masuk terlebih dahulu dilakukan identifikasi kelengkapan melalui skrining resep oleh pegawai yang merangkap menjadi kasir. Setelah itu, sesuai dengan prinsip pelayanan resep di Apotik Atrika yaitu Hargai, Timbang, Kemas, dan Penyerahan. Resep dihargai yakni dihitung harganya berdasarkan margin laba dan pajak apotek. Kemudian, pasien diminta Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 58 persetujuaannya untuk menebus obat yang sudah ditetapkan (harganya) dengan cara membayar. Di sini, pasien mempunyai hak penuh untuk menentukan jumlah obat yang akan diambil, setuju atau tidak dengan harga yang ditetapkan. Apabila pasien kurang setuju, apoteker dapat menyarankan oba t lain yang lebih rendah harganya tapi dengan indikasi yang sama atau menghubungi dokter. Setelah memperoleh persetujuan pasien, artinya setelah obat ditebus, maka dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu penyiapan obat. Obat yang diracik, dihitung dosisnya dengan seksama sebelum diracik untuk menghindari kesalahan penimbangan. Jika obat tidak perlu diracik, obat diambil dari rak obat. Obat yang telah diambil dan diracik, dikemas dalam plastik tertutup dan diberi etiket yang berisi tentang aturan pakai obat serta indikasi obat (jika perlu). Langkah terakhir, yaitu penyerahan obat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. Di Apotik Atrika, penyerahan obat ke tangan pasien dilakukan oleh apoteker (disertai pelayanan informasi obat) dan asisten apoteker. Gambar 4.1. Alur Penerimaan Resep Tunai Berdasarkan bagan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap tahap pelayanan resep dilakukan oleh orang yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi human error dalam melayani resep sehingga pasien tidak akan dirugikan dari segi materi maupun kesehatannya. Adanya orang yang berbeda dalam pengerjaan dapat meminimalisisasi kesalahan persepsi, seperti kesalahan membaca jenis obat, aturan pakai dan dosisnya. Selain itu, untuk mempermudah Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 59 cross-check atau pengecekan silang, Apotik Atrika telah menerapkan sistem dokumentasi berupa paraf pada resep yang dilayani. Pada struk resep disediakan kolom yang bertanda harga (H), timbang/racik (T), isi/etiket, kemas/periksa, kuitansi/copy resep (K) dan penyerahan (P). Petugas yang bertanggung jawab di tahap terkait akan membuat paraf di kolom yang tersedia. Dengan demikian, bila terjadi kesalahan di salah satu tahap dapat dideteksi dan di-cross check dengan cepat serta tepat. Sistem ini juga dapat mendorong petugas untuk lebih teliti dan berhati- hati dalam melayani resep sebab kesalahan dapat dideteksi person to person. Pihak Apotek juga memberikan layanan delivery (pesan-antar) obat untuk resep namun dibatasi dalam jarak tertentu. Layanan- layanan ini tentunya merupakan suatu tawaran yang menarik bagi pasien sehingga dapat mendorong peningkatan penjualan di Apotek. Obat golongan narkotika hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya). Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Apotik Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap periode, yakni setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan sebelum tanggal 10 setiap bulannya. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan dengan disaksikan oleh APA, Asisten Apoteker dan petugas dinas kesehatan dan dibuat berita acara pemusnahannya. Selain itu, Apotik Atrika juga melayani pengiriman ke cabang Apotik Atrika sesuai permintaan. Setiap pengeluaran barang atau obat, baik karena Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 60 pembelian maupun karena pengiriman, dicatat pada kartu stok dan buku yang sesuai dengan jenis pengeluaran, yaitu buku catatan resep, buku penjualan bebas, dan buku pengiriman. Untuk pengiriminan barang ke cabang Apotik Atrika sejak tanggal 1 Maret 2012 ditulis di buku nota sebagai faktur pengiriman yang berisi informasi mengenai jumlah, jenis, expired date, dan batch number barang yang dikirim. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak disimpan bersama kartu stok lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pengelolaan resep di Apotik Atrika dapat dikatakan sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang sudah dibuat, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Selain itu, dicatat pula informasi mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku catatan resep. Resep-resep tersebut disimpan selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat. Dari segi kewirausahaan, Apotik Atrika selalu berusaha meningkatkan penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu didukung dengan adanya hubungan kerjasama yang senantiasa dijaga dengan baik oleh Apotik Atrika terhadap apotek pesaing maupun dengan dokter. Sebagai contoh, apabila suatu obat tidak tersedia di Apotik Atrika, maka apotek dapat berusaha memperolehnya dari apotek lain. Selain itu, Apotik Atrika telah melakukan pelayanan dengan baik, di antaranya pelayanan resep yang cepat dan tepat yang didukung dengan pemberian informasi obat kepada pasien. Akan tetapi, kegiatan konseling di Apotik Atrika belum berjalan dengan baik atau masih jarang dilakukan. Sedangkan kegiatan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat di Apotik Atrika belum dilakukan, padahal kegiatan tersebut merupakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara profesional dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotik Atrika telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. b. Sistem pengelolaan teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian telah dilaksanakan dengan cukup baik sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku. 5.2 Saran a. Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok. b. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat serta peningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio. 61 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universita s Indone sia DAFTAR ACUAN Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek . Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. 62 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universita s Indone sia 63 Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers. Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana. Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 LAMPIRAN Universitas Indonesia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 65 Lampiran 1. Peta Lokasi Apotik Atrika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 66 Lampiran 2. Papan Nama Apotek Atrika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 67 TOILET RAK OBAT GENERIK LEMARI PSIKOTROPIKA LEMARI NARKOTIKA (DITANAM ATAS) DAN ALAT GELAS (BAWAH) KARTU STOK TIMBANGAN GRAM HALUS MEJA RACIK TIMBANGAN GRAM KASAR RAK OBAT KORTIKOSTEROID DAN FAST MOVING MEJA KERJA MEJA KERJA RAK OBAT PENCERNAAN DAN SIRUP MEJA KOMPUTER RAK OBAT KONTRASEPSI, RAK OBAT HORMON, ANTIPSIKOSIS, KARDIOVASKULAR KARDIOVASKULAR, (BAWAH) DAN ANTIHISTAMIN, DAN PERNAFASAN(ATAS) PENCERNAAN Lampiran 3. Denah Ruang Apotik Atrika RAK OBAT BAHAN BAKU (BAWAH) DAN OBAT TETES TELINGA, HIDUNG, DAN MATA (ATAS KIRI ATAS KANAN) RAK OBAT OTC LIQUID KASIR RAK OBAT ANTIMIKROBA / ANTIVIRUS (BAWAH) DAN VITAMIN DAN SUPLEMEN(ATAS) RAK OBAT OTC LIQUID DAN TOPIKAL RAK OBAT ANALGETIK / ANTIPIRETIK (BAWAH) DAN ANTIBIOTIK(ATAS) RAK OBAT KONSINYASI COUNTER OBAT OTC SOLID COUNTER OBAT OTC SOLID MEJA MEJA KARTU STOK GUDANG DAN PEMBUKUAN Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 68 Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotik Atrika Lampiran 4b. Ruang Etalase Depan Apotek Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 69 Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotik Lampiran 5b. Lemari Penyimpanan Psikotropik Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 70 Lampiran 6. Struktur Organisasi Apotik Atrika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 71 Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotik Atrika KOCOK DAHULU TIDAK BO LEH DIULANG TANPA RES EP DOKTER Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 72 Lampiran 8a. Kopi Resep Apotik Atrika Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotik Atrika b.) Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 73 Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika Lampiran 9b. Laporan Penggunaan Narkotika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 74 Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 75 Lampiran 11. Laporan Penggunaan Psikotropika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 76 Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep POM.53.OB.53.A P.53.P1 B ERITA ACARA PEMUSNAHAN RES EP Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/ V/ 1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Apoteker Pengelola Apotek S.I.P.A No mor Nama Apotek Alamat Apotek : : : : Dengan disaksikan oleh : 1. Nama Jabatan S.I.K. No mo r 2. Nama Jabatan S.I.K. No mo r : : : : : : Telah melaku kan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama t iga tahun, yaitu: Resep dari tanggal ………….............. sampai dengan tanggal ……………………………… seberat ………………………….. kg. Tempat dilakukan pemusnahan : Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini d ibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada: 1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi 3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek. ……, ……………… 20…. Saksi-saksi: Yang membuat berita acara, 1. ( S.I.K No : ) 2. ( S.I.K No : ) ( S.I.P.A. No : ) Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 77 Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil Lampiran 13b. Kartu Stok Besar (Kartu Gudang) Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 78 Lampiran 14. Faktur Pengiriman ke Cabang Apotik Atrika Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK PENGGUNAAN INHALER DOSIS TERUKUR DI APOTEK ATRIKA PERIODE JANUARI 2012 – JULI 2013 OGI ANDYKA PUTRA, S.Far. 1206329940 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN i ii iv v vi 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan 1 1 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antiasma 2.1.1 Asma ....................................................................................... 2.1.2 Gejala Asma ............................................................................ 2.1.3 Klasifikasi Antiasma ............................................................... 2.2. Inhaler Dosis Terukur 2.2.1 Inhaler...................................................................................... 2.2.2 Klasifikasi Inhaler Dosis Terukur ........................................... 2.3. Pelepasan Obat dan Kinerja Inhaler Dosis Terukur.............................. 2.4. Tehnik Penggunaan Inhaler Dosis Terukur .......................................... 2.4.1 Tehnik Mulut Terbuka ............................................................ Tehnik Mulut Tertutup............................................................ 2.4.2 2.4.3 Tehnik Penggunaan Breath-actuated Inhaler Dosis Terukur .. 2.5 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma......................................... 3 3 3 3 4 5 5 7 10 11 11 12 13 14 3 METODELOGI PENGKAJIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian 3.2. Metode Pengkajian 3.2.1 Kriteria Inklusi ........................................................................ 3.2.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 3.2.3 Pengumpulan Data .................................................................. 15 15 15 15 15 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Resep....................................................................................... 4.1.1 Penulisan Ulang Resep Dokter ............................................... 4.1.2 Data Obat ................................................................................ 4.1.3 Data Pedagang Besar Farmasi................................................. 4.1.4 Skrinning Resep ...................................................................... 4.1.5 Konseling ................................................................................ 4.1.6 Monitoring .............................................................................. 16 16 17 18 19 20 22 23 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran 25 25 25 DAFTAR ACUAN 26 ii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Komponen inhaler dosis terukur konvensional.............................. Gambar 2.2 Komponen breath-actuated IDT..................................................... Gambar 2.3 Aksesoris tambahan IDT konvensional ......................................... Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah ................ Gambar 4.1 Penulisan ulang resep dokter ......................................................... Gambar 4.2 Etiket obat racik ............................................................................. Gambar 4.3 Etiket ventoling inhaler .................................................................. iii Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 8 9 10 14 17 17 17 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Klasifikasi antiasma ......................................................................... Inhaler dosis terukur yang tersedia di pasaran ................................. Perbedaan propellant CFC dan HFA................................................ Data obat codein ............................................................................... Data obat CTM ................................................................................. Data obat bromheksin....................................................................... Data obat OBH ................................................................................. Data obat ventolin inhaler ................................................................ Data PBF obat ventolin inhaler ........................................................ iv Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 5 6 8 17 17 17 18 18 20 LAMPIRAN Lampiran 1 Resep asli pasien W ....................................................................... 27 Lampiran 2 Contoh Metered Dose Inhaler Record ........................................... 28 v Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit yang mempengaruhi saluran pernapasan, menyebabkan radang dan pembengkakan pada dinding saluran pernapasan sehingga menjadi lebih sensitif terhadap alergen. Akibatnya, saluran napas akan menyempit, napas menjadi terengah-engah, sesak, serta sulit bernapas. Serangan asma yang parah dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian, asma perlu ditangani dengan serius. Pengobatan asma dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis obat, yaitu quick-relief medicine untuk menghentikan gejala asma dan long-term control medicine untuk mencegah timbulnya gejala. Untuk memudahkan pengobatan asma, digunakan sediaan inhaler dosis terukur dengan dosis berulang (Medicinenet, 2010; National Heart, Lung, and Blood Institute, 2010). Inhaler dosis terukur (pressurized-metered dose inhaler) merupakan alat yang dikombinasikan dengan formulasi dan dosis obat yang spesifik. Desain inhaler sangat bervariasi dan kebanyakan hanya tersedia dalam satu bentuk sediaan, sementara umumnya pasien diresepkan beberapa jenis inhaler dengan cara penggunaan yang berbeda-beda (Elliot,2011). Inhaler dosis terukur berukuran kecil, tidak mahal, nyaman digunakan bagi pengguna dan sesuai untuk penggunaan obat berjarak. Pada saat yang sama, penggunaan obat ini membutuhkan koordinasi yang baik sehingga obat tidak selalu cocok digunakan pada pasien geriatri maupun pediatri (Copley,2012). Kemungkinan Drug Related Problem (DRP) terjadi selama penggunaan inhaler dosis terukur, sehingga penggunaannya memiliki beberapa pertimbangan, baik farmakologis maupun cara penggunaan. Beberapa penelitian menunjukkan sebagian besar pasien yang membutuhkan pengobatan menggunakan sediaan aerosol tidak cukup terlatih untuk menggunakannya, termasuk sedian inhaler dosis terukur, inhaler serbuk kering dan nebulizer, akibatnya dibutuhkan sediaan yang lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan pasien (Elliot,2011). DRP juga sering 1 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universi tas Indone sia 23 terjadi pada pasien geriatri yang menggunakan inhaler dosis terukur. Hal ini disebabkan karena koordinasi pernapasan yang buruk (Elliot,2011). Apoteker berperan mengidentifikasi DRP, menganalisa dan memberikan pencegahan sehingga DRP dapat dihindari. Oleh karena itu, dilakukan analisa resep penggunaan inhaler dosis terukur di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat. 1.2 Tujuan Tujuan dari pelaksanaan tugas khusus di Apotek Atrika adalah sebagai berikut: a. Memperoleh gambaran penggunaan inhaler dosis terukur yang diresepkan di Apotek Atrika selama periode Januari 2012-Juli 2013. b. Melakukan analisa resep inhaler dosis terukur yang terdapat di Apotek Atrika selama periode Januari 2012-Juli 2013. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antias ma 2.1.1 Asma Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas (Kemenkes RI,2008). Tercetusnya asma pada orang dewasa dapat berkaitan dengan bertambah parahnya alergi yang sudah ada. Infeksi saluran pernapasan yang berulang-ulang, pajanan debu, serta iritan juga dapat mencetuskan asma (Corwin, 2001). Asma menyebabkan radang dan pembengkakan pada dinding dalam saluran pernapasan, sehingga menjadi lebih sensitif terhadap alergen. Ketika saluran napas bereaksi, maka saluran napas akan menyempit dan paru-paru hanya akan memperoleh sedikit udara. Hal ini menyebabkan napas terengah-engah, batuk, sesak di dada dan kesulitan bernapas. Pada serangan asma yang parah, saluran napas dapat menutup sehingga organ tidak dapat memperoleh oksigen dalam jumlah yang memadai. Serangan asma yang parah dapat menyebabkan kematian (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2010). 2.1.2 Gejala Asma Penyakit asma memiliki gejala-gejala meliputi batuk, sesak, napas disertai bunyi ketika menghembuskan napas (mengi) yang merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. Asma menyebabkan penyempitan saluran napas sehingga mempengaruhi pergerakan normal udara yang masuk dan keluar paru-paru. Penyempitan yang terjadi disebabkan oleh 3 faktor utama, yaitu (Schiffman, 2013): 1. Inflamasi Faktor yang menyebabkan penyempitan saluran napas adalah terjadinya inflamasi yang meningkatkan ketebalan dinding saluran bronkus dan mengakibatkan penyempitan saluran udara. Inflamasi terjadi sebagai respon terhadap alergen atau iritan dan merangsang kerja mediator kimia (histamin, leukotrien). Jaringan 13 yang mengalami Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 inflamasi akan Universi tas Indone sia 4 menghasilkan mukus kental pada saluran napas. Mukus dapat mengalami penggumpalan dan membentuk plak yang dapat menyumbat saluran napas. 2. Bronkospasme Otot sekitar saluran bronkial akan mengalami konstriksi (bronkospasme) selama serangan asma dan menyebabkan saluran napas menjadi lebih sempit. Bronkospasme dapat terjadi akibat menghirup udara dingin atau kering. 3. Hipersensitivitas Pada penderita asma, saluran napas yang mengalami konstriksi dan inflamasi akan menjadi sensitif terhadap alergen, iritan dan infeksi. Paparan terhadap pemicu dapat mengakibatkan penyempitan dan inflamasi yang bersifat progresif. Ketiga faktor ini mengakibatkan kesulitan pernapasan, terutama saat menghembuskan napas. Akibatnya, udara harus dipaksakan keluar untuk mengatasi penyempitan sehingga menyebabkan timbulnya suara spesifik saat mengeluarkan udara pernapasan. Penderita asma akan sering batuk sebagai usaha untuk mengeluarkan mukus kental. Penurunan aliran udara dapat mengakibatkan kurangnya oksigen yang sampai ke aliran darah (Schiffman, 2013). 2.1.3 Klasifikasi Antiasma Berdasarkan tujuannya, pengobatan asma dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis obat, yaitu quick-relief medicine untuk menghentikan gejala asma dan long-term control medicine untuk mencegah timbulnya gejala. Umumnya, antiasma bekerja dengan cara merelaksasi bronkospasme (bronkodilator) atau meredakan inflamasi (antiinflamasi) (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2010). Antiasma yang diberikan secara inhalasi bekerja secara langsung pada permukaan saluran napas dan otot saluran napas dimana ga ngguan asma berawal. Antiasma yang diberikan secara inhalasi meliputi beta agonis, antikolinergik, dan kortikosteroid. Antiasma yang diberikan secara oral meliputi golongan xantin (teofilin, aminofilin), antagonis leukotrien, beta agonis, dan kortikosteroid (Schiffman, 2013). Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 5 Tabel 2.1 Klasifikasi antiasma. Klasifikasi Golongan Obat Antiinflamasi Contoh Steroid inhalasi Inhaler (Long-term flutikason propionat control medicine) Antagonis leukokotrin Zafirlukast Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon, prednison Long-acting beta agonis Prokaterol, formoterol, salmeterol Kombinasi dan kortikosteroid Long-acting Flutikason+salmeterol, beta Budesonide+formoterol agonis Bronkodilator Short-acting beta agonis (Quick-relief medicine) Salbutamol, terbutalin, prokaterol Antikolinergik Ipatropium bromide Metilsantin Teofilin, aminofilin Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon, prednison (Kementerian Kesehatan,2008) Long-term control medicine digunakan oleh penderita asma sebagai pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang. Quick-relief medicine bekerja dengan merelaksasi otot saluran napas dan diberikan pada saat serangan asma karena dapat meringankan gejala yang semakin memburuk atau menghentikan serangan asma yang sedang berlangsung (Kementerian Kesehatan, 2008). Pada pengobatan asma yang disebabkan oleh alergi, fokus pengobatan adalah untuk mengobati alergi yang memicu terjadinya asma. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian antihistamin, dekongestan, atau kortikosteroid (Schiffman, 2013). 2.2. Inhale r Dosis Terukur 2.2.1 Inhaler Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 6 Inhaler dosis terukur (pressurized-metered dose inhaler) merupakan alat yang dikombinasikan dengan formulasi dan dosis obat yang spesifik yang diberikan secara inhalasi dan memiliki sedikitnya 20 kali dosis ulangan serta memiliki masa kadaluarsa paling tidak 12-24 bulan. Desain inhaler bervariasi dan kebanyakan hanya tersedia dalam satu bentuk sediaan, sementara umumnya pasien diresepkan beberapa jenis inhaler dengan cara penggunaan yang berbedabeda (Elliot,2011). Berikut inhaler dosis terukur (pMDI) yang tersedia di pasaran: Tabel 2.2 Inhaler dosis terukur yang tersedia di pasaran. Bahan Aktif Merk Dagang Short-acting Bronchodilator ProAir® HFA Albuterol Sulfat Proventil® HFA Ventolin® HFA Levalbuterol Xopenex® HFA Ipratropium Bromida Atrovent HFA® Kombinasi Ipratropium Bromida dan Albuterol Sulfat Combivent® Kortikosteroid QVART M 40 Beklometason QVART M 80 Ciclesonide Alvesco® Aerobid® Flunisolide Aerobid M® Flovent HFA Obat Kombinasi Fluticasone dan Salmeterol Advair HFA® Budesonid dan Formoterol Symbicort® (Elliot,2011) Penggunaan inhaler dosis terukur memiliki beberapa pertimbangan, baik farmakologis maupun cara penggunaan. Kelebihan dan kekurangan inhaler dosis terukur antara lain (Elliot,2011): Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 7 a. b. Kelebihan: 1. Ringkas, ringan, dan rapi. 2. Keperluan penggunaan dosis berulang. 3. Waktu pengobatan singkat. 4. Dosis inhalasi yang lebih terukur. 5. Tidak memerlukan peracikan obat. 6. Tahan kontaminasi. Kekurangan: 1. Memerlukan koordinasi mulut dan tangan. 2. Membutuhkan kesadaran pasien, pola inhalasi yang tepat, dan kemampuan menahan napas. 3. Konsentrasi obat dan dosis yang tidak dapat dirubah. 4. Beberapa pasien hipersensitif pada pelarut inhaler. 5. Kemungkinan deposisi obat pada oropharingeal tinggi. 6. Sulit menentukan dosis yang tersisa pada canister tanpa alat penghitung dosis. 2.2.2 Penggolongan Inhaler Dosis Terukur Inhaler dosis terukur (IDT) secara umum terbagi ke dalam dua tipe, yaitu IDT konvensional dan breath-actuated IDT. Meskipun demikian, komponen dasar inhaler dosis terukur terdiri dari beberapa komponen, antara lain (Elliot,2011): a. Canister. Inert, mampu menahan tekanan tinggi di dalam wadah dan menjaga stabilitas obat. b. Propellan. Gas cair terkompresi yang menjadi pelarut/pensuspensi obat. c. Formula Obat. Suspensi atau larutan tertentu dalam bentuk surfaktan atau alkohol yang menentukan dosis obat dan ukuran partikel. d. Katup Pengukur. Komponen terpenting, terhubung dengan wadah dan berperan menentukan volume dan dosis ulangan, memiliki katup elastomeric yang mencegah kehilangan obat maupun kebocoran. e. Actuator. Actuator berperan menentukan ukuran partikel berdasarkan panjang dan diameter pipa penyemprot IDT. f. Penghitung Dosis. Memberikan gambaran dari jumlah dosis ulangan IDT yang tersisa. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 8 A. Inhale r Dosis Terukur Konvensional Gambar 1 menunjukkan komponen IDT konvensional yang terdiri dari canister, formula sediaan, propellan, katup pengukur, mouthpiece dan actuator. Katup pengukur berperan menentukan dosis ulangan obat bersamaan dengan propellant. IDT konvensional memiliki desain penggunaan dengan cara ditekan dan dihirup. Penekanan canister hingga actuator akan melepaskan campuran obat dan propellan yang menyebar dalam bentuk aerosol. Pelepasan canister menyebabkan katup pengukur mengisi dosis ulangan di ruang kosong inhaler (Elliot,2011). Canister Fase gas Formula Ka tup penahan Ka tup Actuator Ruang pengukur pengukur Semprotan bertekanan ti nggi Ruang perl uasan Pipa actuator Gambar 2.1 Komponen Inhaler Dosis Terukur Konvensional (Elliot,2011). Propellan yang digunakan pada IDT konvensional terdiri dari dua tipe, yaitu chlorofluorocarbon (CFC) dan hydrofluoroalkana (HFA) (Elliot,2011). Perbedaan kedua propellan ini ditunjukkan pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Perbedaan Propellan CFC dan HFA. Karakteristik CFC HFA Penghantaran Obat Bervariasi Konsisten Daya semprot Tinggi Rendah Temperatur Dingin Hangat Volume Besar Kecil Pasien menahan napas Tidak harus Harus Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 9 Lama penggunaan Hanya sedikit periode putus Periode putus obat yang obat yang diperbolehkan diperbolehkan lebih panjang Pembersihan pipa Tidak perlu Secara periodik diperlukan untuk mencegah terbentuknya sumbatan (Elliot,2011) B. Breath-actuated IDT Breath-actuated IDT ditujukan untuk mengurangi kebutuhan koordinasi tangan selama penggunaan. Mekanisme kerja pelepasan obat dipicu melalui inhalasi pada pipa inhaler yang menyebabkan respon pelepasan obat secara otomatis mengikuti pernapasan pasien. Mekanisme kerja alat ini disebut juga autohaler. Untuk mengaktifkan breath-actuated IDT, maka tuas di bagian atas alat harus dinaikkan. Gambar 2.2 menunjukkan komponen breath-actuated IDT (Elliot,2011). Tuas primer Pegas Canister Baling-baling Pipa mulut Gambar 2.2 Komponen breath-actuated IDT (Elliot,2011). Ukuran pipa, kebersihan alat dan kelembaban merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah obat yang dilepaskan oleh breath-actuated IDT. Inhaler dosis terukur konvensional dapat dirubah menjadi breath-actuated IDT dengan Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 10 menggunakan aksesoris tambahan, seperti MD Turbo® dan SmartMist®. Aksesoris tambahan ini akan merespon inhalasi pasien dan mengaktivasi pelepasan obat. Selain itu aksesoris tambahan ini dilengkapi penghitung dosis elektronik yang dapat mengukur sisa dosis ulangan pada inhaler (Elliot,2011). Gambar 2.3 Aksesoris tambahan IDT konvensional (Elliot,2011). 2.3. Pelepasan Obat dan Kinerja Inhaler Dosis Terukur Umumnya inhaler dosis terukur melepaskan obat dengan dosis 100 µg per pemakaian, dengan 10-20% dari dosis tersebut yang dapat mencapai target. Ukuran partikel aerosol yang dihasilkan IDT berukuran <5 µm. Beberapa faktor perlu diperhatikan untuk meningkatkan kemanjuran obat. Apoteker dan pasien harus secara aktif mengatasi faktor- faktor ini, yaitu (Elliot,2011): a. Mengocok wadah. Inhaler dosis terukur yang tidak dikocok da n berdiri semalaman akan berkurang dosis total sediaannya sebanyak 25-35%. Hal ini terjadi karena obat dapat terpisah perlahan dari propellan selama posisi berdiri. b. Suhu penyimpanan. Penggunaan IDT pada suhu yang sangat dingin dapat menurunkan pelepasan obat secara signifikan. c. Ukuran pipa dan kebersihan. Jumlah obat yang dihantarkan kepada pasien diperngaruhi oleh ukuran pipa, kebersihan dan kelembaban. Residu yang disebabkan oleh kristalisasi selama penggunaan dapat menghalangi pelepasan obat. Oleh karena itu, pipa IDT harus dibersihkan secara berkala sesuai rekomendasi produsen. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 11 d. Waktu/interval penggunaan. Penggunaan cepat selama lebih dari dua semprotan akan menurunkan pelepasan obat akibat turbulensi dan tubrukan partikel. Jeda di tiap semprotan dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. e. Penyiapan. Hal ini dilakukan dengan cara melepaskan satu atau lebih semprotan ke udara ketika inhaler telah lama tidak digunakan atau baru pertama kali digunakan. Tujuannya agar menghasilkan dosis obat yang adekuat. Hal ini disebabkan karena obat dapat terpisah dari propellant dan bahan lainnya pada canister dan katup pengukur selama obat tidak digunakan. f. Karakteristik pasien. Karakteristik pasien berhubungan dengan variabilitas deposisi aerosol. Misalnya pada bayi dan anak-anak deposisi aerosol akan lebih rendah disebabkan karena perbedaan anatomi dan kemampuan kognitif. g. Tehnik penggunaan. Cara terbaik penggunaan inhaler dosis terukur adalah berdasarkan kemampuan fisik, koordinasi dan kenyamanan pasien. Apoteker harus menginformasikan cara penggunaan IDT dan membenarkan bila perlu. 2.4. Tehnik Penggunaan Inhaler Dosis Terukur 2.4.1 Tehnik Mulut Terbuka Penggunaan inhaler dosis terukur dengan mulut terbuka ditujukan untuk mengurangi deposisi obat pada oropharing yang tidak diinginkan di mana aerosol yang keluar memiliki waktu lebih lama untuk masuk ke saluran napas sebelum mencapai bagian belakang rongga mulut. Pasien harus diinformasikan sebagai berikut (Elliot,2011): 1. Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh. 2. Buka penutup pipa mulut dan kocok IDT. 3. Semprotkan IDT ke udara jika baru pertama kali digunakan atau tidak digunakan selama beberapa hari. 4. Duduk dengan tegak atau berdiri. 5. Hembuskan napas yang dalam. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 12 6. Letakkan IDT dengan jarak dua jari dari bibir. 7. Dengan mulut terbuka dan lidah datar, arahkan lubang pipa pada bagian belakang atas mulut. 8. Tekan canister pada IDT dan hirup perlahan. 9. Bernapas dengan pelan dan dalam melalui mulut dan tahan napas selama 10 detik atau semampunya bagi pasien yang sulit menahan napas. 10. Tunggu selama satu menit jika dosis berulang diperlukan.Proses diulang hingga dosis yang diinginkan tercapai. 11. Bagi pasien yang menggunakan kortikosteroid harus membersihkan mulut mereka setelah pengobatan dan tidak boleh ditelan. 12. Penutup pipa mulut diganti tiap kali digunakan. 2.4.2 Tehnik Mulut Tertutup Penggunaan inhaler dengan tehnik mulut tertutup lebih mudah dibandingkan dengan tehnik mulur terbuka. Selain itu juga ditujukan untuk menghindari terpaparnya sediaan pada bagian tubuh yang tidak diinginkan, misalnya mata dan deposisi obat lainnya. Cara penggunaan yang disampaikan apoteker kepada pasien yaitu (Elliot,2011): 1. Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh. 2. Buka penutup pipa mulut dan kocok IDT. 3. Semprotkan IDT ke udara jika baru pertama kali digunakan atau tidak digunakan selama beberapa hari. 4. Duduk dengan tegak atau berdiri. 5. Hembuskan napas yang dalam. 6. Letakkan IDT di antara gigi; pastikan lidah datar di bawah pipa mulut dan tidak menghalangi IDT. 7. Bibir dirapatkan. 8. Tekan canister pada IDT dan hirup perlahan. 9. Bernapas dengan pelan dan dalam melalui mulut dan tahan napas selama 10 detik atau semampunya bagi pasien yang sulit menahan napas. 10. Tunggu selama satu menit jika dosis berulang diperlukan. 11. Proses diulang hingga dosis yang diinginkan tercapai. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 13 12. Bagi pasien yang menggunakan kortikosteroid harus membersihkan mulut mereka setelah pengobatan dan tidak boleh ditelan. 13. Penutup pipa mulut diganti tiap kali digunakan. 2.4.3 Tehnik Penggunaan Breath-actuated Inhaler Dosis Terukur Penggunaan breath-actuated inhaler tidak memerlukan koordinasi mulut dan tangan karena pelepasan obat dipicu melalui inhalasi pada pipa inhaler yang menyebabkan respon pelepasan obat secara otomatis mengikuti pernapasan pasien. Cara penggunaan yang disampaikan apoteker kepada pasien yaitu (Elliot,2011): 1. Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh. 2. Buka penutup pipa mulut dan periksa adanya benda asing. 3. Pertahankan autohaler pada posisi vertikal dengan panah mengarah ke atas. Jangan menghalangi aliran udara. 4. Semprotkan autohaler ke udara jika baru pertama kali digunakan atau tidak digunakan selama beberapa hari. 5. Dorong tuas ke atas. 6. Dorong penutup semprotan pada bagian bawah pipa mulut untuk menyiapkan autohaler. 7. Dorong tuas ke bawah dan angkat tuas sehingga terhubung pada tempatnya. 8. Duduk tegak atau berdiri. 9. Kocok autohaler 3-4 kali. 10. Hembuskan napas yang dalam, jauhkan dari autohaler. 11. Letakkan autohaler di antara gigi. Pastikan lidah datar di bawah pipa mulur dan tidak menghalangi autohaler. 12. Rapatkan bibir di sekitar pipa mulut. 13. Tarik napas yang dalam melalui pipa mulut dengan kekuaran yang stabil. 14. Perhatikan suara klik dan rasakan semprotan yang ringan ketika autohaler mencapai dosis. 15. Lanjutkan menarik napas hingga paru-paru terasa penuh. 16. Lepaskan autohaler dari mulut. 17. Tahan napas selama 10 detik atau semampunya. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 14 18. Proses diulang hingga dosis yang diinginkan tercapai. 19. Pelindung pipa mulut diganti dan tuas dipastikan dalam keadaan turun. 2.5 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma Gambar 2.4 menunjukkan penatalaksanaan pengobatan asma pada pasien rawat jalan di rumah, meliputi penilaian, terapi awal, pengkajian respon dan tindak lanjut pengobatan (Kementerian Kesehatan, 2008). Penilaian Berat Serangan Klinis: Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat yang bertambah APE 80% nilai terbaik/prediksi Terapi Awal Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau bronkodilator oral Respon Baik Gejala (batuk/berdahak/sesak/mengi) membaik Perbaikan dengan agonis beta-2 & bertahan selama 4 jam. APE 80% nilai terbaik/prediksi - Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk 24-48 jam. Alternatif: Bronkodilator oral setiap 6-8 jam - Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila sedang menggunakan steroid inhalasi) selama 2 minggu, kemudian kembali ke dosis sebelumnya Respon Buruk Gejala menetap atau bertambah berat APE < 60% nilai terbaik/prediksi *Tambahkan kortikosteroid oral *Agonis beta-2 diulang Segera ke dokter/IGD/RS Hubungi dokter untuk instruksi selanjutnya Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah (Kementerian Kesehatan, 2008) Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian resep yang menggunakan sediaan inhaler dosis terukur dilakukan di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yaitu 19 Juni-16 Agustus 2013. 3.2. Metode Pengkajian 3.2.1 Kriteria Inklusi Pengkajian dilakukan terhadap resep yang memenuhi kriteria inklusi: a. Resep dokter atau copy resep yang dilayani Apotek Atrika selama Januari 2012 sampai Juli 2013. b. Resep dokter atau copy resep mengandung sediaan inhaler dosis terukur baik dalam bentuk obat generik maupun obat dagang. 3.2.2 Kriteria eksklusi Resep yang tidak diambil sesuai dengan kriteria eksklusi, yaitu: 1. Resep dokter atau copy resep yang tidak dapat terbaca. 2. Resep dokter atau copy resep yang tidak lengkap. 3.2.3 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berasal dari resep dokter maupun copy resep yang telah dilayani di Apotek Atrika selama Januari 2012 hingga Juli 2013. Resep maupun copy resep yang menggunakan sediaan inhaler dosis terukur dikumpulkan dan diambil dengan menggunakan metode total sampling untuk dianalisis mengenai kerasionalan dan aspek-aspek pelayanan, meliputi skrinning resep dan penyiapan obat. Skrinning resep mencakup analisis persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Penyiapan obat meliputi langkahlangkah peracikan; pembuatan etiket; kemasan obat yang diserahkan; penyerahan obat; informasi obat; konseling; monitoring penggunaan obat. 15 Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Selama periode Januari 2012 hingga Juli 2013, hanya terdapat satu resep dokter dengan inhaler dosis terukur yang pernah dilayani di Apotek Atrika, yaitu resep ventolin® inhaler pada tanggal 22 Februari 2012. Ventolin® inhaler yang tersedia di Apotek Atrika merupakan sediaan inhaler dosis terukur yang mengandung 0,1 mg salbutamol per dosis pemakaian dengan total 200 dosis ulangan. 4.1 Analisis Resep Resep yang dikaji adalah resep nomor 4 pada tanggal 22 Februari 2012, di mana resep tersebut termasuk ke dalam resep obat narkotik. Hal ini disebabkan resep tersebut memiliki salah satu obat narkotik (codein), sehingga harus disimpan bersama-sama dengan resep narkotika lainnya. Pada resep ini pasien bernama W mendapatkan resep dari dokter spesialis pada tanggal 22 Februari 2012 dan langsung ditebus di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat pada hari yang sama. Resep ini kemudian dianalisa berdasarkan kerasionalan dan aspek-aspek pelayanan, meliputi skrinning resep, penyiapan dan pengemasan obat, penyerahan dan pemberian informasi serta monitoring penggunaan obat. 16 1 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universi tas Indone sia 17 4.1.1 Penulisan Ulang Resep Dokter Dr. F S. H., Sp. KK Spesialis Penyakit Kulit & Kelamin DS.xxxx/x-xx-xx/xx.xx Praktek : Senin - Jum’at Jam 6-8 Sore Jl. K. x / xxx Telp. xxxxxxx Jakarta Pusat Rumah Sakit : RS. G. M. Jl. R. P. Telp. xxxxxxx-x K. J. – Jakarta Barat Jakarta, 22-2-12 R/ Codein CTM Bromheksin OBH S. 3ddI C1 200 mg 20 mg 10 mg No. X 100 ml R/ Ventolin Inhaler S. Sue Pro : W fls No. I Umur : dw Alamat : Obat tsb tidak boleh diganti tanpa sepengetahuan Dokter Gambar 4.1 Penulisan ulang resep dokter Etiket: Obat racik: Ventolin inhaler: Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat No. 4 W 3 x sehari 1 sendok makan KOCOK DAHULU Gambar 4.2 Etiket obat Racik Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat No. 4 W disemprotkan di mulut OBAT LUAR Gambar 4.3 Etiket ventolin inhaler Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 18 4.1.2 Data Obat a. Codein Tabel 4.1 Data Obat Codein Nama Obat Codein Komposisi Codein 10 mg; codein 20 mg Indikasi Meredakan nyeri hebat Kontraindikasi Hipersensitif, asma akut, peningkatan penekanan intrakranial, pembedahan saluran empedu, hamil dan menyusui Efek Samping Penggunaan jangka panjang menyebabkan ketergantungan, depresi pernapasan, depresi jantung, sedasi, nervous, insomnia, mual, muntah, hipotensi dan konstipasi Dosis FI 3: DL: 10-20 mg (1xp); 30-60 mg (1xh) DM: 60 mg (1xp); 300 mg (1xh) (MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012) b. CTM Tabel 4.2 Data obat CTM Nama Obat Chlorpheniramin maleat Komposisi Klorfeniramin maleat 4 mg Indikasi Rinitis, urtikaria Efek Samping Mulut kering, mengantuk dan pandangan kabur Dosis Dewasa: 3-4 x sehari 1 tablet (MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012) c. Bromheksin Tabel 4.3 Data obat Bromheksin Nama Obat Bromheksin Komposisi Bromhexine Hydrochloride Indikasi Meredakan batuk, mukolitik Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 19 Efek Samping Gangguan gastrointestinal, sakit kepala, ruam kulit Perhatian Penderita ulkus peptikum, asma Dosis Dewasa: 3x sehari 8-16 mg (Martindale, 36 Ed.,2009; British Parmacopoea,2009) e. OBH Tabel 4.4 Data obat OBH Nama Obat OBH Komposisi Tiap 5 ml mengandung: Glycyrhizae succus 167 mg, amonium klorida 100 mg Indikasi Meredakan batuk, ekspektoran Kontraindikasi Hipersensitif Dosis Dewasa: 1- 4 x sehari 1 sendok makan (MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012) f. Ventolin Inhaler Tabel 4.5 Data obat ventolin inhaler. Nama Obat Ventolin® Inhaler Komposisi Salbutamol Sulfat 0,1 mg per dosis pemakaian (200 dosis) Indikasi Antiasma ringan, sedang dan berat Kontraindikasi Pasien aborsi di usia kehamilan trimester satu atau trimester dua Efek Samping Gangguan sistem imun, tremor, pusing, takikardia Dosis Dewasa: bronkospasma akut: 100-200 µg, terapi kronik: 4 x sehari sampai 200 µg (MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012) 4.1.3 Data Pedagang Besar Farmasi Ventolin inhaler merupakan sediaan inhaler dosis terukur yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline (GSK). Ventolin inhaler diimpor oleh PT. Glaxo Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 20 Wellcome Indonesia jalan Prof. Dr. Satrio No. 164 Jakarta. Berikut adalah daftar PBF yang mendistribusikan ventolin inhaler ke Apotek Atrika: Tabel 4.6 Data PBF obat ventolin inhaler. PBF Alamat PT. Guna Abdi Wisesa Jl. Kalibaru Barat Raya (GAW) No. 65, Jakarta PT. Stimec Jl. Lautze No. 60, Jakarta 10710 PT. Anugerah Pharmindo Jl. Pulolentut Kav. 11 Lestari (APL) E/4, Jakarta No. Telepon 425830 (62-21) 3456868 (021) 4608810 4.1.4 Skrining Resep a. Persyaratan Administratif Resep tersebut memenuhi persyaratan administratif, yaitu terdapat nama dokter, nomor surat izin praktek, dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep juga dicantumkan. Namun tidak terdapat paraf dokter di akhir setiap peresepan. Resep tersebut mencantumkan nama pasien namun tidak disertai jenis kelamin, sementara usia pasien dinyatakan dewasa. Resep tersebut tidak mencantumkan alamat, nomor telepon dan berat badan pasien. Alamat, nomor telepon dan berat badan pasien dapat ditanyakan kepada yang bersangkutan. b. Kesesuaiaan Farmasetik Bentuk dan dosis yang dicantumkan pada resep perlu diperhatikan, mengingat resep ini memiliki sediaan narkotika. Dosis setiap obat telah sesuai dengan dosis yang diperbolehkan. Dosis obat tidak melebihi dosis yang dianjurkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah aturan pemakaian yang kurang jelas, pada resep racik tidak dibuat keterangan mencampurkan bahan menjadi sediaan tertentu (kapsul, puyer atau sirup). Hal lainnya yang berhubungan dengan aturan pakai adalah waktu penggunaan obat yang tidak dicantumkan, misalnya sebelum atau sesudah makan. Penggunaan ventolin® inhaler juga tidak dilengkapi dengan aturan pakai yang jelas. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 21 Penandaan obat golongan narkotik oleh apoteker ditulis dengan garis bawah menggunakan tinta merah. Pada resep ini obat codein digarisbawahi dengan tinta merah, yang menandakan codein merupakan obat golongan narkotik. Obat pada resep telah mengalami beberapa perubahan, yaitu bromheksin yang diresepkan dokter diganti menjadi bisolvon yang mengandung bromheksin 8 mg per tablet. Perubahan obat ini harus melalui izin dan sepengetahuan dokter penulis resep. Alasan perubahan bromheksin menjadi bisolvon karena tidak tersedianya sediaan bromheksin generik. Bentuk sediaan kodein, CTM dan bisolvon adalah tablet, sedangkan bentuk sediaan OBH adalah sirup. Oleh karena itu peracikan obat ini harus memperhatikan kelarutan dan stabilitas obat dalam sediaan. Ventolin inhaler® dikemas dalam kemasan kotak yang disegel, perlu diperhatikan tanggal kadaluarsa untuk menjamin mutu dan keamaan penggunaan inhaler dosis terukur selama pengobatan. c. Pertimbangan klinis Berdasarkan obat-obat yang terdapat pada resep, pasien tersebut merupakan pasien penderita asma. Bisolvon (bromheksin) diindikasikan sebagai pereda batuk yang bersifat mukolitik. CTM merupakan obat golongan antihistamin yang meredakan alergi. Obat batuk hitam (OBH) mengandung Glycyrhizae succus dan amonium klorida yang berkhasiat sebagai ekspektoran. Obat racikan yang diberikan berkhasiat meredakan batuk pasien yang terutama disebabkan oleh reaksi alergi. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan kodein selama masa pengobatan pasien asma yang menggunakan inhaler dosis terukur. Kodein dikontraindikasikan pada pasien yang menderita asma akut. Penggunaan kodein dalam kurun waktu yang lama juga dapat menyebabkan depresi pernapasan (ISO Indonesia vol. 47, 2012). Oleh karena itu, pasien perlu diinformasikan mengenai aturan pakai serta anjuran untuk menghindari mengkonsumsi kodein ketika terjadi serangan asma akut. Pasien juga harus selalu dipantau mengenai perkembangan pengobatan dan efek yang timbul selama terapi diberikan. Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 22 4.1.5 Konseling Konseling perlu diberikan kepada pasien W. karena pasien merupakan penderita penyakit kronis (asma) yang merupakan golongan yang termasuk dalam prioritas pemberian konseling, alasannya karena penderita penyakit kronis rentan mengalami Drug Related Problem (DRP) yang disebabkan karena ketidakpatuhan pasien. Selain itu, obat yang diberikan juga memiliki kecenderungan terjadinya polifarmasi. Pasien W juga perlu mendapatkan informasi dan pelatihan mengenai inhaler dosis terukur yang diresepkan (ventolin inhaler). Konseling dimulai dengan perkenalan diri Apoteker kepada pasien dan permintaan waktu kepada pasien untuk melakukan konseling, kemudian apoteker menanyakan identitas pasien. Untuk pasien geriatri atau memerlukan bantuan khusus sebaiknya konseling pasien didampingi oleh pihak keluarga pasien. Apoteker perlu menanyakan pertanyaan dasar sebelum konseling diberikan, yaitu menanyakan pasien mengenai penjelasan dokter tentang obat yang diberikan, cara penggunaan obat, serta hasil terapi yang diharapkan. Setelah itu, Apoteker mencari tahu mengenai riwayat alergi pasien serta obat-obatan lain yang sedang dikonsumsi. Apoteker harus memberikan informasi obat dengan jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien. Pasien diberikan informasi mengenai obat pertama, yaitu obat sirup racikan yang berkhasiat sebagai pereda batuk pasien, diminum 3 x sehari satu sendok makan (15 ml) setelah makan. Pasien diharuskan mengocok obat terlebih dahulu sebelum digunakan. Selain itu obat tersebut juga dapat menyebabkan kantuk dan rasa lemas sehingga pasien harus menghindari pemakaian obat ini saat berkendara atau mengoperasikan mesin. Penyimpanan obat racik ini sebaiknya di tempat yang sejuk dan kering serta dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Informasi yang diberikan kepada pasien mengenai ventolin inhaler (inhaler dosis terukur konvensional) meliputi beberapa hal, yaitu cara penggunaann inhaler dosis terukur yang benar. Salah satu cara penggunaan IDT konvensional adalah dengan tehnik mulut tertutup. Informasi penggunaan inhaler dosis tertutup oleh apoteker kepada pasien yaitu: Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 23 1. Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh. 2. Buka penutup pipa mulut dan kocok IDT. 3. Semprotkan IDT ke udara jika baru pertama kali digunakan atau tidak digunakan selama beberapa hari. 4. Duduk dengan tegak atau berdiri. 5. Hembuskan napas yang dalam. 6. Letakkan IDT di antara gigi; pastikan lidah datar di bawah pipa mulut dan tidak menghalangi IDT. 7. Bibir dirapatkan. 8. Tekan canister pada IDT dan hirup perlahan. 9. Bernapas dengan pelan dan dalam melalui mulut dan tahan napas selama 10 detik atau semampunya bagi pasien yang sulit menahan napas. 10. Tunggu selama satu menit jika dosis berulang diperlukan. 11. Proses diulang hingga dosis yang diinginkan tercapai. 12. Bagi pasien yang menggunakan salbutamol harus membersihkan mulut mereka seletah pengobatan dan tidak boleh ditelan. 13. Penutup pipa mulut diganti tiap kali digunakan. Pasien yang mendapat inhaler dosis terukur juga harus diberikan motivasi dan bantuan agar mengikuti pengobatan secara konsisten. Hal ini disebabkan karena asma merupakan penyakit kronik di mana serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba. Pasien juga perlu diingatkan untuk menghitung dosis ulangan yang telah digunakan, misalnya pada ventolin inhaler memiliki dosis ulangan sebanyak 200 kali. Setelah diberikan informasi tentang obat, pasien dipersilakan untuk menanyakan hal yang belum dimengerti, lalu apoteker meminta pasien untuk mengulangi informasi yang didapat untuk memastikan pe mahaman pasien. Setelah itu, apoteker memberikan nomor kontak jika ada hal yang ingin ditanyakan, kemudian menutup konseling. 4.1.6 Monitoring Monitoring dan evaluasi pengobatan pasien perlu dilakukan untuk menjamin kesembuhan pasien, mengurangi kemungkinan infeksi, lama perawatan, Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 24 dan biaya yang berhubungan dengan pengobatan pasien. (Elliot, 2011). Kegiatan monitoring yang dapat dilakukan apoteker antara lain: 1. Mengingatkan dan mendokumentasikan proses desinfektasi perlengkapan inhaler dosis terukur. Penggunaan desinfektan dan tata cara pembersihan harus dievaluasi secara berkala selama pengobatan. 2. Mengevaluasi cara penggunaan inhaler dosis terukur setiap kunjungan pasien. Proses evaluasi dapat menggunakan inhaler yang mengandung placebo. 3. Memantau jumlah semprotan yang telah digunakan pasien selama penggunaan inhaler dosis terukur. Ventolin® HFA inhaler yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline memiliki penghitung dosis yang terpasang di bagian atas canister atau di bagian bawah inhaler (Elliot, 2011). Jumlah semprotan yang terdapat di dalam Ventolin® HFA inhaler adalah sebanyak 200 kali semprotan. Apoteker dapat mencata frekuensi penggunaan inhaler pasien menggunakan Metered Dose Inhaler Record (MDIR) (UMHS Clinical Care Guidelines Committee, 2010). 4. Memonitor efek terapi dan mencurigai kesalahan penggunaan atau ketidakpatuhan pasien jika penyakit saluran pernapasan memburuk. Efek terapi dapat dinilai berdasarkan frekuensi sesak yang dialami pasien. Selain itu juga dilakukan monitoring efek samping obat akibat respon pasien terhadap pengobatan. Efek samping mengantuk dapat disebabkan karena penggunaan CTM. Penggunaan codein jangka panjang dapat menyebabkan konstipasi, dan efek samping takikardi dapat disebabkan oleh salbutamol yang terkandung pada ventolin® inhaler (MIMS Indonesia, 2012). Hasil penilaian ditindaklanjuti sesuai dengan penatalaksanaan pengobatan asma (Kementerian Kesehatan, 2008). Universita s Indone sia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Resep inhaler dosis terukur yang dilayani Apotek Atrika selama Januari 2012 hingga Juli 2013 adalah sebanyak satu resep, yaitu resep sediaan ventolin® inhaler pada tanggal 22 Februari 2012. b. Resep ventolin® inhaler tersebut mempunya beberapa ketidaksesuaian, dalam hal administratif (identitas pasien), farmasetik (signa, aturan pakai, waktu pemakaian obat, ketersediaan obat) dan pertimbangan klinis (efek samping, dan kontra indikasi). 5.2 Saran a. Perlu ada pencatatan riwayat penyakit pengobatan pasien terutama pasien yang menderita penyakit kronis. Medical record diperlukan untuk memantau perkembangan pasien dan memudahkan proses pelayanan apotek. b. Apoteker perlu menyusun sistem dokumentasi untuk memonitor penggunaan inhaler dosis terukur yang digunakan pasien. Salah satunya dengan menggunakan Metered Dose Inhaler Record (MDIR). 1 25 3 Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 Universi tas Indone sia 26 DAFTAR ACUAN Copley Scientific. (2012). Quality Solutions for Inhaler Testing. UK: MSP Corporation. Corwin, E.J. (2001). Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC. Elliot, Deborah. Patrick Dunne. (2011). Guide to Aerosol Delivery Devices. America: AARC. Fun, Leong Wai. (2012). MIMS Indonesia:121st Edition 2012. Jakarta: PT Medidata Indonesia. Kasim, Fauzi. (2012). ISO Indonesia vol. 47. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Kementerian Kesehatan. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. MIMS. (2012). MIMS Indonesia: first 121st Edition. Indonesia: UBM. http://mims.com. National Heart, Lung, and Blood Institute. (2010). Asthma. http://nhlbi.nih.gov/health/dci/Disease/Asthma_WhatIs.html. Schiffman, George. (2013). Asthma. California: Medicinenet http://medicinenet.com/asthma/article.htm. Sweetman, Sean C. (2009). Martindale: The Complete Drug Reference 36 Edition. London: Pharmaceutical Press. UMHS. (2011). UMHS: Clinical Care Guidelines Committee. Vallender, M. (2009). British Pharmacopoeia. London: Crown Copyright. Universitas Indonesia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 27 Lampiran 1. Resep Asli pasien W. Universitas Indonesia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014 28 Lampiran 2. Contoh Metered Dose Inhaler Record (UMHS Clinical Care Guidelines Comittee, 2010) Name :____________________ Medication :___________________ METERED DOSE INHALER RECORD Look on the label of your inhaler to see how many puffs are in the canister. Cross out one number for every puff given. Refill inhaler when 10 puffs are left. 200 199 198 197 196 195 194 193 192 191 190 189 188 187 186 185 184 183 182 181 180 179 178 177 176 175 174 173 172 171 170 169 168 167 166 165 164 163 162 161 160 159 158 157 156 155 154 153 152 151 150 149 148 147 146 145 144 143 142 141 140 139 138 137 136 135 134 133 132 131 130 129 128 127 126 125 124 123 122 121 120 119 118 117 116 115 114 113 112 111 110 109 108 107 106 105 104 103 102 101 100 99 98 97 96 95 94 93 92 91 90 89 88 87 86 85 84 83 82 81 80 79 78 77 76 75 74 73 72 71 70 69 68 67 66 65 64 63 62 61 60 59 58 57 56 55 54 53 52 51 50 49 48 47 46 45 44 43 42 41 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Throw away the inhaler at this point. You may still hear something when you shake the inhaler. This is only propellant. It contains no active medicine! Universitas Indonesia Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014