laporan praktek kerja profesi apoteker di apotek atrika jalan kartini

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT
PERIODE 19 JUNI – 31 JULI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
OGI ANDYKA PUTRA, S.Far.
1206329940
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ATRIKA
JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT
PERIODE 19 JUNI – 31 JULI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
OGI ANDYKA PUTRA, S.Far.
1206329940
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
iii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ogi Andyka Putra, S.Far.
NPM
: 1206329940
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 10 Januari 2014
iv
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada umat manusia. Sholawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi kita hingga akhir zaman. Salah
satu nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada penulis yaitu dapat terselesainya
laporan praktek kerja profesi apoteker yang berjudul “Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat
Periode 19 Juni – 31 Juli 2013”.
Dengan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas UI.
2.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku PJS. Fakultas Farmasi UI sampai
dengan 20 Desember 2013.
3.
Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas
Farmasi UI sekaligus pembimbing dari Apotek Atrika.
4.
Nadia Farhanah Syafhan,M.Si,Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi
yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat bermanfaat.
5.
Bapak Winardi Hendrayanta selaku Pemilik Sarana Apotek Atrika.
6.
Karyawan-karyawati Apotek Atrika (Mbak Ratna, Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu
Tuti, Pak Tab, Mbak Ayu, Mbak Ponah, Pak Kadi, Mas Heru, dan lain- lain) atas
ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
7.
Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan motivasi
yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi
Apoteker.
8.
Ayahanda H.Samsul Bahri Ali, ibunda tercinta Hj.Nurbi Yusnaini,S.KM, abang
dan adik sekeluarga dr.Rian, Agil, Andri dan Dinda yang tiada henti
mendoakan, memberikan semangat dan dukungannya, baik moral maupun
materil yang tak terhingga kepada penulis.
9.
Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu dan bersamasama penulis selama pelaksanaan PKPA.
v
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
10.
Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI
yang telah menemani penulis selama lebih kurang satu tahun di Fakultas
Farmasi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca diharapkan oleh penulis guna meningkatkan kualitas diri penulis ke depan.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Name
: Ogi Andyka Putra, S.Far.
NPM
: 1206329940
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis Karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN
PRAKTEK
APOTEK ATRIKA
KERJA
JALAN
PROFESI
KARTINI
JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI – 31
APOTEKER
RAYA
NO.
DI
34
JULI 2013
Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 10 Januari 2014
Yang menyatakan
(Ogi Andyka Putra, S.Far.)
vii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
ABSTRAK
Nama
: Ogi Andyka Putra, S.Far.
NPM
: 1206329940
Program Studi
: Profesi Apoteker
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika
Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat Periode 19 Juni – 31
Juli 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika bertujuan untuk memahami tugas
dan fungsi apoteker pengelola apotek (APA) di apotek dan memahami kegiatan di
apotek baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. Tugas khusus
yang diberikan berjudul Penggunaan Inhaler Dosis Terukur di Apotek Atrika Periode
Januari 2012 – Juli 2013. Tujuan dari tugas khusus ini adalah memperoleh gambaran
penggunaan inhaler dosis terukur yang diresepkan di Apotek Atrika dan melakukan
analisa resep inhaler dosis terukur yang terdapat di Apotek Atrika selama periode
Januari 2012 – Juli 2013.
Kata Kunci
: Apotek Atrika, Apotek, Inhaler Dosis Terukur.
Tugas Umum : xii + 64 halaman; 14 lampiran.
Tugas Khusus : vi + 26 halaman; 2 lampiran.
Daftar Acuan Tugas Umum : 15 (1980-2011).
Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 (2001-2013).
viii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
ABSTRACT
Name
: Ogi Andyka Putra, S.Far.
NPM
: 1206329940
Program Study
: Apothecary Profession.
Title
: Pharmacist Internship Working Program at Atrika Pharmacy
on Jalan Kartini Raya Nomor 34 Jakarta Pusat Period 19th June
– 31th July 2013
Pharmacist Internship Working Program at Atrika Pharmacy aims to understand the
duties and functions of pharmacists pharmacy manager (APA) in pharmac y and
pharmacist understand the activities in both technical and non-technical pharmacy
activities. Given a special assignment titled Metered Dose Inhaler Usage at Atrika
Pharmacy Period January 2012 – July 2013. The Purposes of this special task are to
get description of Metered Dose Inhaler usage that was prescribed at Atrika
Pharmacy and to analyze Metered Dose Inhaler prescription at Atrika Pharmacy
Period January 2012 – July 2013.
Keywords
: Atrika Pharmacy, Pharmacy, Metered Dose Inhaler.
General Assignment : xii + 64 pages; 14 appendies.
Specific Assignment : vi + 26 pages; 2 appendies.
Bibliography of General Assignment : 15 (1980-2011).
Bibliography of Specific Assignment : 12 (2001-2013).
ix
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................ vii
ABSTRAK.................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1.2 Tujuan .....................................................................................
1
1
2
BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK .....................................................
2.1 Definisi Apotek.......................................................................
2.2 Landasan Hukum Apotek .......................................................
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek .......................................................
2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek..............................
2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek ................................
2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek .................
2.7 Tata Cara Perizinan Apotek ....................................................
2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek ................................................
2.9 Tenaga Kerja di Apotek ..........................................................
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek .....................................................
2.11 Pengelolaan Apotek ................................................................
2.12 Pengadaan Persediaan Apotek ................................................
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek............................................
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ............................
3
3
3
4
4
5
7
8
11
13
14
24
28
29
31
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA ...................................
3.1 Sejarah dan Lokasi..................................................................
3.2 Tata Ruang ..............................................................................
3.3 Struktur Organisasi .................................................................
3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan .......................................................
3.5 Kegiatan di Apotik Atrika ......................................................
38
38
38
39
39
43
BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................
52
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
5.1 Kesimpulan .............................................................................
5.2 Saran ......................................................................................
61
61
61
x
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
DAFTAR ACUAN ......................................................................................
62
LAMPIRAN ................................................................................................
64
xi
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Logo Golongan Obat ..............................................................
Gambar 2.2 Tanda Peringatan Pada Kemasan Obat Bebas Terbatas .........
Gambar 2.3 Matriks VEN – ABC .............................................................
xii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
15
17
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4a.
Lampiran 4b.
Lampiran5a.
Lampiran 5b.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8a.
Lampiran 8b.
Lampiran 9a.
Lampiran 9b.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13a.
Lampiran 13b.
Lampiran 14.
Peta Lokasi Apotek Atrika ................................................
Papan Nama Apotek Atrika ..............................................
Denah Ruang Apotek Atrika.............................................
Ruang Tunggu Apotek Atrika...........................................
Ruang Etalase Depan Apotek ...........................................
Lemari Penyimpanan Narkotik .........................................
Lemari Penyimpanan Psikotropik .....................................
Struktur Organisasi Apotek Atrika ...................................
Etiket dan Label yang Digunakan di Apotek Atrika.........
Kopi Resep Apotek Atrika ................................................
Surat Pesanan Apotek Atrika ............................................
Surat Pesanan Narkotika ...................................................
Laporan Penggunaan Narkotika........................................
Surat Pesanan Psikotropika ...............................................
Laporan Penggunaan Psikotropika ...................................
Berita Acara Pemusnahan Resep ......................................
Kartu Stok Kecil................................................................
Kartu Stok Besar (Kartu Gudang) ....................................
Faktur Pengiriman ke Cabang Apotek Atrika...................
xiii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
65
66
67
68
68
69
69
70
71
72
72
73
73
74
75
76
77
77
78
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera, baik secara fisik, mental spiritual,
maupun sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas. Pemerintah berupaya melakukan pembangunan kesehatan
yang bertujuan untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan sumber daya kesehatan secara maksimal, salah
satunya apotek sebagai sarana kesehatan.
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya
praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya
meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan dan pencampuran, tetapi juga termasuk
pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Departemen Kesehatan
RI, 2009).
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pelayanan kefarmasian
yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditas utama (drug
oriented) bergeser menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Perubahan ini menuntut
apoteker untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berinteraksi
langsung dengan pasien, termasuk kecakapan berkomunikasi saat memberikan
informasi (drug informer), kemampuan memantau penggunaan obat (drug
1
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universita s Indone sia
2
monitoring), dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error).
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan memiliki fungsi ganda.
Apotek tidak hanya sebagai tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasiandan tempat
pengabdian profesi apoteker, melainkan juga sebagai tempat usaha untuk mencari
keuntungan (profit oriented). Oleh karena itu, apoteker juga harus memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola persediaan dan keuangan apotek
sehingga dapat membawa keuntungan bagi apotek tersebut.
Menyadari pentingnya peran apoteker tersebut, maka calon apoteker perlu
dibekali dengan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman dalam menjalankan
peran profesinya di apotek. Untuk itu, Program Profesi Apoteker Universitas
Indonesia bekerja sama dengan Apotek Atrika menyelenggarakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 6 minggu sejak 17 Juni – 26 Juli
2013 sebagai bekal pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif antara teori
yang diperoleh dari perkuliahan dengan praktek secara langsung di dunia kerja.
1.2
Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika bertujuan agar
mahasiswa calon apoteker dapat:
a.
Memahami tugas pokok, fungsi, dan peran apoteker di sebuah apotek.
b.
Memahami dan melaksanakan kegiatan di apotek, baik secara teknis
kefarmasian maupun non teknis kefarmasian.
.
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universita s Indone sia
BAB 2
TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1
Definisi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan
termasuk
pengendalian
mutu sediaan
farmasi,
pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek
Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam:
a.
b.
Undang – Undang Negara, yaitu:
1.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
2.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3.
Undang-Undang Kesehatan RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah, yaitu:
1.
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP
No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
2.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
c.
Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu:
1.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
3
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universita s Indone sia
4
2.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
d.
Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu:
1.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek.
2.
Keputusan
Kementerian
Kesehatan
RI
No.
1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah:
a.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b.
Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat
yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d.
Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi
kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
2.4
Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004,
apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada
halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK”.
Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan
produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan
dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas
dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
5
harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh
informasi dan konseling.
Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi,
lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun
dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah dite tapkan.
Apotek harus memiliki :
a.
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b.
Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi.
c.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan
meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d.
Ruang racikan.
e.
Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
2.5
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek.
Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker.
Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap
Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga
kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
6
memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat
Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan
kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja
di fasilitas produksi atau distribusi farmasi.
Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK
dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite
Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus
SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun
dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a.
Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran.
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d.
Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama,
kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan
SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi
Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi
kualifikasi sebagai berikut:
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
7
a.
Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementeria n Kesehatan
Republik Indonesia.
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.
c.
Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
APA di apotek lain.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek,
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker
Pendamping karena hal- hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA
menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker
bersangkutan dicabut.
2.6
Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993
pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002
pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a.
Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib
dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi
lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika
(Pasal 23 ayat 1).
b.
Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2).
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
8
c.
Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh
empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara
tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1).
d.
Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada
pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,
narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan
narkotika dan psikotropika (Pasal 24 ayat 2).
e.
Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat
berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala
Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3).
2.7
Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/SK/X/2002)
Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002
disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada
Apoteker
atau
Apoteker
bekerjasama
dengan
pemilik
sarana
untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh
Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 mengenai Tata Cara
Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:
a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.
b.
Dengan
menggunakan
formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat- lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
9
untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan
kegiatan.
c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan
setempat dengan menggunakan contoh formulir AP T-3.
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir APT-4.
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA
dengan menggunakan contoh formulir APT-5.
f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua
belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh
formulir APT-6.
g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f),
Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi selambat- lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal
Surat Penundaan.
h.
Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan
sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara
apoteker dan pemilik sarana.
i.
Pemilik sarana yang dimaksud (poin h) harus memenuhi persyaratan tidak
pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang
bersangkutan.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
10
j.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi
persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak
sesuai
dengan
permohonan,
maka
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat- lambatnya (12)
dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan
alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7.
Dalam mengajukan permohonan perizinan apotek, Apoteker selaku
penanggung jawab melampirkan:
a.
Data Apoteker.
1.
Fotokopi KTP Apoteker Pengelola Apotek (APA).
2.
Fotokopi NPWP APA.
3.
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar.
4.
Fotokopi Surat Izin Kerja.
5.
Fotokopi Surat Lolos butuh dari Dinas Kesehatan Provinsi bagi APA
yang berasal dari luar Provinsi.
6.
b.
c.
Surat Izin dari Atasan bagi APA yang PNS/TNI/Polri.
Data Pemilik Sarana Apotek (PSA).
1.
Fotokopi KTP PSA / Pemilik Perusahaan.
2.
Fotokopi NPWP.
3.
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm 1 lembar.
Fotokopi Akte Perusahaan bila berbentuk Badan Hukum yang telah
terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM RI.
d.
Salinan Akte Perjanjian kerjasama antara APA dan PSA.
e.
Fotokopi IMB yang telah dilegalisir .
f.
Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG) dari Dinas Tramtib yang
telah dilegalisir.
g.
Surat Pernyataan dari APA tidak bekerja pada perusahaan Farmasi lain di
atas materai Rp 6.000,-.
h.
Surat Pernyataan APA yang menyaakan akan tunduk serta patuh kepada
peraturan yang berlaku di atas materai Rp 6.000,-.
i.
Surat Pernyataan dari APA tidak melakukan penjualan Narkotika, Obat
Keras Tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6.000,-.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
11
j.
Surat Pernyaaan PSA tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam
pelanggaran peraturan di bidang Farmasi/obat dan tidak ikut campur dalam
hal pengelolaan obat di atas materai Rp 6.000,-.
k.
Peta lokasi dan denah ruangan beserta fungsi dan ukurannya.
l.
Struktur organisasi dan tata kerja/ tata laksana.
m.
Rencana jadwal buka apotek.
n.
Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
o.
Kelengkapan Asisten Apoteker/D3 Farmasi.
1.
Surat Izin Asisten Apoteker.
2.
Fotokopi KTP.
3.
Surat pernyataan bersedian bekerja di atas materai Rp 6.000,-.
p.
Daftar peralatan peracikan obat.
q.
Daftar buku pustaka.
r.
Perlengkapan administrasi.
1.
Contoh etiket, kartu stock, copy resep
2. Blanko SP, blanko faktur, form laporan Narkotika.
2.8
Pencabutan Surat Izin Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka
waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota apabila:
a.
Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak
bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk
digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau
dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri.
b.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus
menerus.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
12
c.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St. 1937 N.
541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UndangUndang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22
Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku.
d.
Surat Izin Kerja APA dicabut.
e.
Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
f.
Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat
pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan
lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan
pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan:
a.
Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing- masing 2 (dua) bulan.
b.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama- lamanya 6 (enam)
bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek.
Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas,
dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai
berikut:
a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
13
c.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada
Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi
wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan
inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a).
2.9
Tenaga Kerja di Apotek
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang
terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, ana lis farmasi dan tenaga
menengah farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin
kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker
Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai
administrasi/tata usaha.
APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA
bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek,
juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut:
a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun nonteknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang
berlaku.
b.
Pengelolaan sediaan farmasi dalam hal menyediakan, menyimpan, dan
menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya
terjamin.
c.
Melaksanakan fungsi administrasi dalam hal mengatur, melaksanakan, dan
mengawasi administrasi di apotek.
d.
Melaksanakan fungsi kewirausahaan yaitu mengusahakan agar apotek
yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan
rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian
yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
e.
Melakukan pengembangan apotek.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
14
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek
selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka
apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA
berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
Tenaga pendukung lainnya untuk
menjamin
kelancaran kegiatan
pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten
Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan
pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang memba ntu
Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir
merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang
dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain- lain. Pegawai
administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan
administrasi seperti membuat laporan harian.
2.10
Sediaan Farmasi di Apotek
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli
Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan
farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun
2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat
yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
15
tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap
peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda
pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat
dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2011; Departemen Kesehatan RI,
1997).
2.10.1 Obat OTC (Over the Counter)
Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat
OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat
bebas terbatas.
2.10.1.1 Obat Bebas
Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter
adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol.
(Kementerian Kesehatan, 2006).
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat Keras
Narkotika
Gambar 2.1 Logo golongan obat
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
16
2.10.1.2 Obat Bebas Terbatas
Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter
dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus
pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006).
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam
golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu:
a.
P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat
golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya.
b.
P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh
obat golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle.
c.
P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat
golongan ini adalah Rivanol dan Canesten.
d.
P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar
e.
P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini
adalah Suppositoria untuk laksatif.
f.
P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat
golongan ini adalah Suppositoria untuk wasir.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
17
Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas
2.10.2 Obat Ethical
Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter
disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika,
dan narkotika.
2.10.2.1 Obat Keras
Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat
keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes,
hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua
obat injeksi.
2.10.2.2 Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika yang digolongkan menjadi:
a.
Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat k uat
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
18
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika
golongan I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi
sapi), LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika).
b.
Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan
psikotropika golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat.
Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat
narkotika golongan I.
c.
Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang
mengakibatkan
sindroma
ketergantungan.
Contoh
obat
psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina.
d.
Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunya i potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika
golongan IV adalah barbital, bromasepam,
diazepam, estazolam,
fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam.
Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut :
a.
Pemesanan
Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta
dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu
surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika
dan dibuat tiga rangkap.
Berbeda dengan narkotika, pemesanan
psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis
psikotropika yang diperlukan.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
19
b.
Penyimpanan
Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga
disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau
lemari khusus.
c.
Penyerahan
Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan
psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya,
rumah sakit,
puskesmas,
balai pengobatan,
dokter,
dan kepada
pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai
pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai
pengobatan
dilaksanakan
berdasarkan
resep
dokter.
Penyerahan
psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan
menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong
orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah
terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh
apotek dengan adanya resep dokter.
d.
Pelaporan
Apotek
wajib
membuat dan
menyimpan catatan kegiatan
berhubungan dengan psikotropika dan
yang
melaporkan kepada Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan kepada Balai Besar
POM atau Balai POM setempat.
e.
Pemusnahan
Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat
kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997,
pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak
pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan
persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi
syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan
ilmu
pengetahuan.
Pemusnahan
psikotropika
dilakukan
dengan
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
20
pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat tempat dan
waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan jumlah
psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan
identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin
ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan,
mencegah
terjadinya
penyalahgunaan
psikotropika
dan
memberantas peredaran gelap psikotropika.
2.10.2.3 Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)
Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a.
Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan
ini adalah heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan
II.
b.
Narkotika golongan II
Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
tinggi
mengakibatkan
ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan
metadon.
c.
Narkotika golongan III
Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan
ini adalah kodein.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
21
Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009
meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan
untuk:
a.
Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b.
Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika;
c.
Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika ; dan
d.
Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah
guna dan pecandu narkotika.
Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut :
a.
Pemesanan
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang
ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel
apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan
satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap
yang masing- masing akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan,
distributor, dan untuk arsip apotek.
b.
Penerimaan dan Penyimpanan
Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK
dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA,
dan stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai
tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika.
Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
3.
Dibagi dua, masing- masing dengan kunci yang berlainan; bagian
pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garamUniversita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
22
garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan
untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari
40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau
lantai.
5.
Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain
selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6.
Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab
atau pegawai lain yang dikuasakan.
7.
Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum.
c.
Pelayanan resep
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika
hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No.
336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep
yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani
sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep
tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter
tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh
menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.
d.
Pelaporan
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama
jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan
bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan
laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan
penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
23
Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Balai Besar POM/Balai POM
dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.
e.
Pemusnahan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978
pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan
narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita
acara yang sekurang-kurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari,
bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik
narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara
pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek
dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut
dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan
tembusan kepada Balai Besar POM setempat.
2.10.3 Obat Wajib Apotek
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
347/MENKES/SK/VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras
yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA
bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah
pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih
sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan
rekomendasi dari apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan
swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi
bertujuan untuk:
a.
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri
guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang
dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.
b.
Meningkatkan
peran apoteker
di apotek
dalam pelayanan KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada
masyarakat.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
24
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993,
obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
diIndonesia.
e.
Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek
diwajibkan untuk :
a.
Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
b.
Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c.
Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain- lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.11
Pengelolaan Apotek
Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola
oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik,
mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan
mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan
membantu
memberikan
pendidikan
dan
peluang
untuk
meningkatkan
pengetahuan.
Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan
non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
25
mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan
pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat
khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis
farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi,
keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan.
2.11.1 Perencanaan
Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat,
mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya
kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya
jenis perbekalan farmasi yang dikelola
mendorong diperlukannya suatu
perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan
sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan
budaya masyarakat.
2.11.2 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar
pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,
tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam
menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan
yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi
keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2.11.3 Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika
isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
26
sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat
harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan.
Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan
kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika.
Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan
keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga.
2.11.4 Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi
pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan,
pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.11.5 Pelayanan
Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MENKES/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan
terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19, yang
meliputi :
a.
Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai
dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan mas yarakat
(Pasal 12 ayat 1 dan 2).
b.
Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15
ayat 1).
c.
Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam
resep dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2).
d.
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan
obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3).
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
27
Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan
obat generik yang sama komponen aktifnya/obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien. Ketentuan tersebut antara lain:
a.
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan
masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b).
b.
Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan
atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter
penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara
tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16
ayat 1 dan 2).
c.
Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1).
d.
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam
jangka waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2).
e.
Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 17 ayat 3).
f.
APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk
menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek
(DOWA) tanpa resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri KesehatanRI (Pasal
18 ayat 1 dan 2).
g.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik,
APA harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1).
h.
Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti
(Pasal 19 ayat 2).
i.
Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3).
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
28
j.
Apoteker
pendamping
dan
apoteker
pengganti
harus
memenuhi
persyaratan seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat
4).
k.
Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan
dicabut (Pasal 19 ayat 5).
l.
APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan
apotek (Pasal 20).
m.
Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama
yang bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21).
n.
Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten
Apoteker (Pasal 22 ayat 1).
o.
Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah
pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).
2.12 Pengadaan Pe rsediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita&Lily, 2004)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan
farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan
yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan
tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku.
Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu:
a.
Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai
kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya.
b.
Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan.
c.
Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut:
a.
Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
29
b.
Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu
tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya.
c.
Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persediaan rendah.
d.
Kombinasi antara annual purchasing,
scheduled purchasing, dan
perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi
waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang
dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam
setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan
secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang
banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual
purchasing.
Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan
frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek
dapat dilakukan dengan cara:
a.
Pembelian kontan atau kredit.
Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat
yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka
karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan
kemampuannya dalam menjual, sedangkan pembelian kredit adalah
pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo.
b.
Konsinyasi (titipan obat).
Konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana
apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila
barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas
waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut
dapat dikembalikan pada pemiliknya.
2.13 Pengendalian Persediaan Apotek
Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan
obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara
efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
30
cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi
prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada
di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan
dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan
pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang
dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan
dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat
bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik.
Salah satu cara untuk menentukan dan mengenda likan jenis persediaan
yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat
dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode
pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat
dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997):
a.
Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)
Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat
yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan.
Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan
hidup manusia dan bila tidak tersedia akan meningkatkan resiko kematian.
Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat
jantung. Obat esensial adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu
obat yang bekerja pada penyebab sumber penyakit. Merupakan obat
penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan
(Kepmenkes No. 1121 tahun 2008).
b.
Analisis Pareto (ABC)
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling
banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh
relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap
pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%)
digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak
digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan
dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC mengelompokkan item
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
31
obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu (Kepmenkes No. 1121 tahun
2008) :
1.
Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
2.
Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
3.
Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
c.
Analisis VEN-ABC
Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya
selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC
menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga
analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
V
E
N
A VA EA NA
B
VB EB NB
C
VC EC NC
Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk
menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua
obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi
kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C
pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2.14 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pharmaceutical
care
(PC)
seringkali
diartikan
sebagai
Asuhan
Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung
jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good
Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
32
Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin
bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi
kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan
inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya
pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan
dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi
yang diinginkan.
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah
sebagai berikut:
a.
Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan
beberapa kriteria.
b.
Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri
sendiri (swamedikasi).
c.
Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang
optimal melalui telepon atau kunjungan residensial.
d.
Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan
masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam
pencegahan penyakit di masyarakat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi
peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care).
a.
Pelayanan Resep
1.
Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan
alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter
penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara
pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian
farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
33
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan
klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan lain- lain). Jika ada keraguan terhadap
resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2.
Penyiapan obat
Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan
kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan
memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat
harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis,
jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus
jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam
kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat
diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling
kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan
lainnya.
Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,
asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien,
Apoteker harus
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
34
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu
seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
b.
Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur,
poster, penyuluhan, dan lain- lainnya.
c.
Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok
lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk
aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan
(medication record).
2.14.1 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian
merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,
keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk
membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi
dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta
untuk
memberikan dukungan
maupun semangat kepada pasien supaya
penyakitnya cepat sembuh.
Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek
samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain- lain.
Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat
memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar
belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:
a.
Ketidakpatuhan pasien
Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi
pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan
yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
35
tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau
dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
b.
Penggunaan obat yang tidak rasional
Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat,
dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak
terjangkau oleh pasien.
c.
Penggunaan obat yang tidak benar
Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien.
Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus
dalam penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang
menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes.
KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga
kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :
a.
b.
Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan:
1.
Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat.
2.
Menurunkan ketidakpatuhan.
3.
Menurunkan efek samping obat.
4.
Menurunkan biaya pengobatan.
5.
Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.
6.
Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Bagi Apoteker:
1.
Meningkatkan citra profesi.
2.
Meningkatkan kepuasan kerja.
3.
Menarik customer.
2.14.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian
informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat
penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat
yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat
dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
36
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan
pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak
objektif.
b.
Objektif
c.
Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat
dariberbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
d.
Ilmiah,
berarti
Apoteker
dalam
menyampaikan
informasi
harus
berdasarkansumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
e.
Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya
mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,
melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi
pasien.
2.14.3 Konseling
Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker
di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.14.4 Swamedikasi
Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter
ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi
gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,
masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi
vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
37
Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di
masyarakat adalah :
a.
Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang
semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati
dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui
konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah
kategori obat OTC dan obat DOWA.
b.
Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif
rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi
informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain- lain. Untuk itu, upaya
yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang
penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan
suplemen makanan atau suplemen kesehatan.
Terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan saat
melakukan
swamedikasi, antara lain :
a.
Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di
dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat
aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara
penggunaan.
b.
Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya
apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya
mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
c.
Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap
atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
d.
Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa
jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau
menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.
e.
Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan
dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTIK ATRIKA
3.1
Sejarah dan Lokasi
Apotik Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA
1387.01/KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan
Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt.
Apotik Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang
merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotik Atrika terletak di tepi jalan
yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta
merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar
apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan.
Peta lokasi Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotik Atrika buka dari
hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul 08.00 sampai 22.00 WIB, kecuali untuk
hari Sabtu hanya sampai pukul 17.00 WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur
nasional tutup.
3.2
Tata Ruang
Bagian depan Apotik Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir. Bangunan Apotik Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu
ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir,
tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk
obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat
ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar tata ruang dan
denah ruang Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penyusunan obat di Apotik Atrika dilakukan berdasarkan farmakologi obat
dan jenis sediaannya yang kemudian disusun berdasarkan abjad. Penggolongan
obat secara farmakologi yang terdapat di Apotik Atrika, diantaranya antibiotika,
antimikroba,
antivirus,
analgesik/antiinflamasi,
pernafasan,
vitamin,
saluran kemih,
gastrointestinal
antihistamin,
kortikosteroid,
dan
antithyroid,
saluran
antimigrain,
pencernaan,
kontrasepsi/hormon,
saluran
antipsikosis,
cardiovascular dan golongan lain. Sediaan yang terdapat di Apotik Atrika dibagi
38
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universita s Indone sia
39
menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup,
suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat
tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk
menyimpan obat fast moving, obat generik berlogo, obat golongan narkotika,
psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluwarsa.
3.3
Struktur Organisasi
Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang
tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas,
wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja
yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan
fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana.
Apotik Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian
sebagai berikut:
a.
b.
Tenaga teknis farmasi, yaitu:
1.
Pemilik Sarana Apotek
: 1 orang.
2.
Apoteker Pengelola Apotek
: 1 orang.
3.
Apoteker Pendamping
: 1 orang.
4.
Asisten Apoteker
: 2 orang.
5.
Juru resep
: 1 orang.
Tenaga non teknis farmasi, yaitu:
1.
Tenaga keuangan dan kasir
: 2 orang.
2.
Kurir
: 1 orang.
Gambar struktur organisasi Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.4
Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut:
a.
Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya
(apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala
kebutuhan perundang- undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
40
b.
Memimpin
seluruh
kegiatan
manajerial
apotek
termasuk
mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara
lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan
tanggung jawab masing- masing karyawan.
c.
Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan
omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan
pelayanan dan kemajuan apotek.
d.
Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai
dengan menyerahkan obat.
e.
Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk
mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus
memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
f.
Melaksanakan pelayanan swamedikasi.
g.
Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi
tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang
diperlukan.
h.
Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
i.
Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.
j.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan
narkotika dan psikotropika.
3.4.2 Apoteker Pendamping
Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut:
a.
Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak
berada di tempat.
b.
Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
41
c.
Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara
pakainya.
d.
Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit.
e.
Bertanggung jawab atas pengadaan obat.
3.4.3 Asisten Apoteker
Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut:
a.
Melakukan pendataan kebutuhan barang.
b.
Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat
di ruang peracikan.
c.
Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan
resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai
dengan menyerahkankan obat.
d.
Memberi
harga
untuk
resep-resep
yang
masuk
dan
memeriksa
kelengkapan resep.
e.
Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi
bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien
kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi
tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang
diperlukan.
f.
Mencatat keluar masuk barang.
g.
Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa.
h.
Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang
masuk setiap harinya.
i.
Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga
dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda
setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk.
3.4.4 Juru Resep
Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek
adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah:
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
42
a.
Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau
pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
b.
Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil
sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
c.
Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten
Apoteker.
d.
Menjaga kebersihan apotek.
3.4.5 Kasir
Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut:
a.
Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit.
b.
Menerima barang masuk.
c.
Memberi harga untuk resep-resep yang masuk.
d.
Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
e.
Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan.
f.
Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
g.
Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan
penjualan.
3.4.6 Keuangan
Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut:
a.
Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi.
b.
Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat
bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep.
c.
Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
operasional apotek, seperti listrik dan telepon.
d.
Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti
pertukaran faktur dengan PBF.
3.4.7 Pesuruh
Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut:
a.
Menjaga kebersihan apotek.
b.
Menjamin kerapian apotek.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
43
c.
Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis
kefarmasian.
3.4.8 Kurir
Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut:
a.
Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar.
b.
Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat.
c.
Menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5
Kegiatan di Apotik Atrika
Tenaga kerja Apotik Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul 08.00-16.00 dan shift
II pukul 16.00-22.00. Apotik Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul
08.00-22.00 WIB, hari Sabtu pukul 08.00-16.00, sedangkan hari Minggu dan hari
libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotik Atrika dikelompokkan
menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan
non-teknis kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.5.1.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a.
Pengadaan Barang
APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan
perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan
persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang
untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat
pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang
di Apotik Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan
kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving.
Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh
dokter yang praktek di sekitar apotek.
Pengadaan dan pembayaran barang bisa dilakukan dengan cara
konsinyasi, COD (cash on delivery),atau kredit. Konsinyasi adalah
penitipan barang dari distributor kepada apotek, di mana apotek bertindak
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
44
sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, b ila
tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi
dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, di mana
sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya
terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana
pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang,
sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah
jatuh tempo.
b.
Pemesanan Barang
Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan
menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui
telepon.
c.
Penerimaan Barang
Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat
pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa,
keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain- lain). Apabila barang
yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya
menandatangani,memberi stempel apotek pada faktur dan memberi nomor
faktur untuk kemudian dicatat di buku penerimaan barang yang berisi
tanggal penerimaan, nomor urut faktur dan nama PBF. Selanjutnya, faktur
asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek
sebanyak dua lembar. Penerimaan dicatat dalam buku pemasukan barang
dalam yang berisi tanggal penerimaan, nama obat dan jumlah barang yang
diterima (satuan terkecil) dan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan
pencatatan faktur ke buku faktur yang berisi tanggal faktur, nama PBF,
jumlah barang (satuan terbesar), nama obat, tanggal kadaluwarsa, harga
satuan, potongan harga dan PPN. Jumlah barang yang diterima kemudian
ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu gudang) dan kartu stok
kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di
buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan
komputer kasir. Gambar kartu stok besar dan kecil dapat dilihat pada
Lampiran 13a dan 13b.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
45
d.
Penyimpanan Barang
Apotik Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk
sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk
obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal
kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan
dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga
lemari khusus untuk menyimpan barang-barang yang mendekati waktu
kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang
menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker
Pendamping.
e.
Pengeluaran Barang
Apotik Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO
(First Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa
lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan
bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang
yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep.
f.
Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang
Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan
buku resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang
tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta
untuk dilakukan pemesanan.
g.
Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak)
Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam
buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut
dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotik
Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih,
obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak
salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun
berdasarkan abjad.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
46
3.5.1.2 Pengelolaan Narkotika
a.
Pengadaan Narkotika
Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten
Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan
disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Gambar Surat Pesanan (SP)
Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9a.
b.
Penyimpanan Narkotika
Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan
kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c.
Pelayanan Narkotika
Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di
kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep
digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain.
d.
Pelaporan Narkotika
Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya
dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Gambar
Laporan Penggunaan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9b.
3.5.1.3 Pengelolaan Psikotropika
a.
Pengadaan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Gambar Surat Pesanan (SP) Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 10.
b.
Penyimpanan Psikotropika
Di Apotik Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci
lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping.
c.
Pelayanan Psikotropika
Pelayanan resep psikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan
salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah
dari resep lain.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
47
d.
Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap
bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip.
Gambar Laporan Penggunaan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran
11.
3.5.1.4 Pelayanan Apotek
a.
Pelayanan Obat dengan Resep
Proses pelayanan obat dengan resep di Apotik Atrika dilakukan
sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan).
Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan
skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan
harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H
tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai
sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung
kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar
harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor
telepon pasien.
Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh
Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep
ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah
selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten
Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah
diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten
Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang
berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada
HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut
resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai
sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep
secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi
disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
48
pelayanan resep, Gambar label HTKP dan Etiket Apotik Atrika dapat
dilihat pada Lampiran 7.
b.
Pelayanan Obat Tanpa Resep
Apotik Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep
dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan
penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di
kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan
kepada pembeli.
3.5.2 Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian
3.5.2.1 Kegiatan Administrasi
a.
Administrasi Personalia
Apotik Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti,
dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
b.
Administrasi Umum
Apotik Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan
psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
c.
Administrasi Penjualan
Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan
bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang
dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan.
Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku
harga jual akan diubah.
d.
Administrasi Pembelian
Apotik Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan
pengumpulan faktur- faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang
ditentukan oleh Apotik Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan
tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
49
e.
Administrasi Pajak
Apotik Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan
dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus
dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak
lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame.
f.
Administrasi Pergudangan
Apotik Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang
tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan.
g.
Administrasi Piutang
Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
3.5.2.2 Sistem Administrasi
Apotik Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,
dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang
masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker
yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotik
Atrika meliputi:
a.
Buku Defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat
memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses
pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek
dapat terkontrol dan terjamin dengan baik.
b.
Surat Pesanan (SP)
Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri
dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan
lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan
terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama
barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek.
Gambar surat pesanan (SP) Apotik Atrika dapat dilihat pada Lampiran 8b.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
50
c.
Buku Faktur
Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum
tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama
barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan,
dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan
barang dalam dipisahkan.
d.
Buku Perubahan Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada
perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di
buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada
buku daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada
Apotik Atrika cabang.
e.
Buku Daftar Harga
Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas
dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan
merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat
berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan
generik.
f.
Kartu Stok Besar
Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru
dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah
barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan
tanggal kadaluarsa.
g.
Kartu Stok Kecil
Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk
serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal
keluar/masuk
barang,
keterangan
(nomor
resep/penjualan
untuk
pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah
yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
51
h.
Buku Pemasukan Barang Dalam
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam
buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan
tanggal kadaluarsa.
i.
Buku Pemasukan Barang Luar
Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC.
j.
Buku Resep
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep.
Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah
obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k.
Buku Penjualan Obat Bebas
Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang
memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat.
l.
Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika
Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan
narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan,
persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian,
jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada.
m.
Buku Pengiriman Barang ke Cabang
Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke
Apotik Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku
ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. Gambar
Buku Pengiriman Barang ke Cabang Atrika dapat dilihat pada Lampiran
14.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dimulai pada tanggal 19 Juni
2013 hingga tanggal 16 Agustus 2013. PKPA berlangsung selama 28 hari kerja
yaitu Senin hingga Jum’at. Setiap harinya peserta PKPA dibagi menjadi 3 shift
yaitu shift pagi, siang, dan malam dengan jam kerja selama 5 jam. Shift pagi
dimulai pada pukul 09.00-14.00 WIB sedangkan shift siang dimulai pada pukul
13.00-18.00 WIB dan shift malam dimulai pada pukul 17.00-21.00 WIB.
Hari pertama PKPA di apotek, peserta PKPA melakukan perkenalan dan
adaptasi dengan personalia apotek dan terhadap sistem dan kultur kerja di apotek
sehingga memudahkan komunikasi antara peserta dan personalia apotek serta
membantu kelancaran pelayanan di apotek. Personalia yang terdapat di apotek
yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping, Asisten
Apoteker (AA), Kasir, Juru Racik, dan kurir. Selain itu peserta juga mempelajari
denah dan tata letak obat di apotek untuk memudahkan saat pelayanan obat/resep.
Prinsip yang diterapkan adalah Hargai, Timbang, Kemas dan Penyerahan (HTKP)
dimana setiap tahap dilakukan oleh orang yang berbada sehingga pelayanan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.
Apotik Atrika terletak pada lokasi yang cukup strategis, yaitu dekat
dengan pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat
dengan beberapa praktek dokter, mulai dari dokter umum, dokter gigi, dokter
spesialis (spesialis kulit, spesialis kulit dan kelamin), hingga dokter hewan.
Apotek ini juga terletak di jalan dua arah yang cukup ramai dilalui kendaraan
termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai. Berdasarkan
bangunan, Apotik Atrika memiliki ukuran bangunan 7 x 7,2 m2 yang terbagi
menjadi dua ruangan. Ruang depan apotek digunakan sebagai counter untuk
penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan ruang tunggu. Selain itu, terdapat
lemari/rak kaca untuk menyimpan produk OTC sehingga dapat menarik calon
pembeli untuk membeli. Ruang tunggu juga selalu terjaga kebersihannya dan
dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC) untuk menambah kenyamanan
52
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universita s Indone sia
53
pelanggan. Pada bagian depan Apotik Atrika terdapat papan nama penunjuk
keberadaan apotek yang cukup jelas dan halaman parkir yang dapat digunakan
sebagai tempat parkir sebuah mobil dan beberapa sepeda motor. Keberadaan
Apotik Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya papan nama apotek berwarna
kuning dengan tulisan “Apotik” berwarna merah.
Ruang bagian dalam digunakan sebagai ruang racik dan ruang kerja
dengan luas yang cukup untuk pekerjaan meracik. Peralatan apotek, seperti
timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku referensi tertata dengan rapi
pada tempatnya. Desain ruang racik Apotik Atrika yang menempatkan meja racik
pada bagian tengah di antara lemari obat akan mempermudah pekerjaan peracikan
obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan
meracik obat. Pada ruang racik juga terdapat toilet yang disediakan untuk
karyawan dan wastafel untuk mencuci peralatan racik. Apotik Atrika tidak
memiliki gudang penyimpanan obat karena lokasi apotek yang dekat dengan
beberapa PBF sehingga obat yang diterima langsung diletakkan pada lemari obat
dan disediakan dalam jumlah yang disesuaikan dengan arus barang. Hal ini dapat
meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya pemeliharaan stok dan
perawatan gudang dan juga mengurangi risiko kerugian akibat barang yang
kadaluarsa maupun yang tidak terjual.
Salah satu kegiatan rutinitas di apotek yaitu pengadaan obat-obatan dan
barang di apotek yang dilakukan sesuai kebutuhan apotek dengan cara mencatat
obat-obatan yang telah mencapai level stock minimum ke dalam buku defecta yang
kemudian dilakukan pemesanan kepada PBF yang menyediakan produk tersebut
dengan menyerahkan surat pesanan. Proses pengadaan barang di Apotik Atrika
dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan arus barang
(fast moving atau slow moving) dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap
hari, baik melalui telepon maupun melalui medical representative yang datang ke
apotek. Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari
(24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF.
Sedangkan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan
prosedur berbeda. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
54
dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus, diisi dan ditandatangani
oleh APA. Surat Pesanan (SP) untuk narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma
sebagai distributor tunggal narkotika di Indonesia, dan pembayaran atas pesanan
narkotik dilakukan secara COD (Cash On Delivery). Sementara untuk obat-obat
psikotropika dapat melalui PBF lain yang menyediakan obat tersebut. Surat
pesanan untuk narkotika terdiri dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan ke PBF (PT.
Kimia Farma), Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma) dan arsip. Dalam satu
surat pesanan hanya boleh digunakan untuk satu je nis narkotika dan dicantumkan
pula jumlah sisa stok obat narkotika tersebut yang tersedia di apotek. Sementara
itu, untuk psikotropika menggunakan SP rangkap 3 yang diserahkan kepada PBF,
Balai POM, dan sebagai arsip. Dalam satu SP psikotropika boleh digunakan untuk
beberapa jenis obat namun masih ditujukan untuk PBF yang sama, namun tidak
perlu dicantumkan sisa stok di apotek. Untuk pemesanan narkotika, SP harus
diserahkan terlebih dahulu kepada distributor sebelum barang bisa diantarkan.
Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika juga dilakukan oleh APA,
Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker.
Barang pesanan yang telah sampai di apotek dilakukan pengecekan untuk
memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik
kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode
produksi/batch dan lain- lain) yang dilakukan oleh petugas apotek dan untuk obat
golongan narkotika dan psikotropika penerimaan dilakukan oleh APA, Apoteker
Pendamping, atau Asisten Apoteker. Apabila barang yang diterima sesuai dengan
surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel
apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan
salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembe lian dicatat dalam
buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama
dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan
harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke
dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang
maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku
daftar harga barang dan komputer kasir.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
55
Barang yang telah diperiksa dan dilakukan pencatatan dimasukkan ke
dalam lemari penyimpanan obat yang disusun berdasarkan efek farmakologis,
obat generik, kecepatan putaran obat dan bentuk sediaan. Sediaan yang terdapat
di Apotik Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul),
sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria,
obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Obat disusun berdasarkan
sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana
obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang
paling depan dan/atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat
juga lemari khusus untuk menyimpan barang-barang yang mendekati waktu
kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di
dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping.
Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan
proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat juga tersusun dengan rapi
dalam lemari- lemari penyimpanan obat ethical, yang terdiri dari obat keras,
narkotika dan psikotropika, dan obat generik sehingga terlindung dari debu,
kelembapan, dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan
dan temperatur yang sesuai. Dalam ruangan penyimpanan baik untuk obat ethical
maupun OTC terdapat 1 buah AC yang diset suhunya pada 22 o C. Obat-obat Over
The Counter (OTC) diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan,
sedangkan obat-obat ethical diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam.
Penyimpanan obat disusun secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan, untuk
obat-obat OTC dan disusun berdasarkan efek farmakologis pada lemari obat
ethical. Masing- masing kelompok disusun berdasarkan abjad dari bagian atas
lemari hingga ke bagian bawah lemari secara zig- zag sehingga memudahkan
pencarian. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan
yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah
etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan
OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar.
Tempat penyimpanan obat di Apotik Atrika yaitu obat-obatan disimpan pada
kotak kemasannya yang menunjukkan kesesuaian dengan nama obat didalamnya.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
56
Kotak-kotak tersebut tersusun rapi pada rak-rak obat. Penyusunan obat-obat
ethical didasarkan pada kelas farmakoterapi (farmakologi) secara alfabetis.
Adapun kelompok-kelompok obat tersebut meliputi golongan obat generik, obat
tetes, obat luar, sebagian kecil kelas farmakoterapi (antibiotika, antimikroba,
antivirus,
vitamin,
analgesik/antiinflamasi,
pernafasan,
saluran
kemih,
gastrointestinal
antihistamin,
kortikosteroid,
dan
antithyroid,
saluran
antimigrain,
pencernaan,
kontrasepsi/hormon,
saluran
antipsikosis,
cardiovascular dan golongan lain), obat-obat oral dalam bentuk sediaan cair juga
memiliki rak obat tersendiri. Umumnya, di Apotik Atrika, sediaan yang berupa
cairan seperti emulsi, suspensi, sirup maupun sirup kering disimpan secara
terpisah dengan sediaan yang secara fisik berbentuk padatan seperti tablet, kapsul,
kaplet, pil, trochisi, dan sediaan sejenis lainnya. Obat berbentuk semi padat juga
disusun secara terpisah, misalnya salep, krim, dan pasta.
Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin
dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat
mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki
kecenderungan fast moving seperti Interdoxin® diletakkan di tempat terpisah.
Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke
depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan
dilakukan pencatatan pada buku khusus “obat yang akan expired”. Obat-obat
tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan
kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk
mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat
yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Perjualan obat dengan tanggal
kadaluarsa yang dekat, harus mempertimbangkan penyakit yang diderita oleh
pasien apakah penyakit yang derita berat atau ringan. Bila pasien menderita
penyakit berat (kronis) maka obat yang diberikan bukan obat dengan tanggal
kadaluarsa yang dekat. Jika obat dengan tanggal kadaluarsa yang dekat sudah
terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya akan dicatat pada buku
khusus “obat yang akan expired”. Jika obat-obat tersebut tidak terjual atau tidak
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
57
dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya, maka obat-obat tersebut
akan dimusnahkan.
Penyimpanan narkotika dan bahan baku narkotika serta obat keras tertentu
disimpan dalam lemari khusus. Lemari khusus penyimpanan narkotik dan
psikotropik harus memenuhi persyaratan menurut PERMENKES RI No.
28/MENKES/PER/I/1978. Obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotik
Atrika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat
ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Kunci lemari
narkotik dan psikotropik dipegang oleh penanggung jawab apotek. Harus
diperhatikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika penyimpanan dan
penggunaannya untuk menghindari risiko kehilangan atau penyalahgunaan obat.
Berdasarkan hasil pengamatan peserta PKPA, lemari narkotik dan psikotropik
yang ada di Apotik Atrika telah memenuhi persyaratan PERMENKES RI No.
28/MENKES/PER/I/1978
namun
dalam
teknis
pelaksanaannya
masih
memerlukan penertiban.
Tata cara penyimpanan (letak obat) didesain sedemikian rupa untuk
mempermudah dalam proses penyediaan (khususnya pengambilan) obat, yang
berperan dalam menentukan cepat lambatnya obat sampai ke tangan pasien.
Dengan adanya pengaturan seperti dijelaskan di atas, obat dapat sampai ke tangan
pasien dengan cepat (efisiensi waktu) sehingga meningkatkan citra Apotik Atrika.
Pelayanan yang dilakukan di Apotik Atrika meliputi dua hal, yaitu
pelayanan swamedikasi dan pelayanan resep. Pelayanan swamedikasi dilakukan
berdasarkan permintaan pasien tanpa resep dokter terhadap obat bebas, bebas
terbatas, maupun obat wajib apotek. Pelayanan yang lainnya yaitu pelayanan
resep tunai dimana resep yang masuk terlebih dahulu dilakukan identifikasi
kelengkapan melalui skrining resep oleh pegawai yang merangkap menjadi kasir.
Setelah itu, sesuai dengan prinsip pelayanan resep di Apotik Atrika yaitu Hargai,
Timbang, Kemas, dan Penyerahan. Resep dihargai yakni dihitung harganya
berdasarkan margin laba dan pajak apotek. Kemudian, pasien diminta
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
58
persetujuaannya untuk menebus obat yang sudah ditetapkan (harganya) dengan
cara membayar. Di sini, pasien mempunyai hak penuh untuk menentukan jumlah
obat yang akan diambil, setuju atau tidak dengan harga yang ditetapkan. Apabila
pasien kurang setuju, apoteker dapat menyarankan oba t lain yang lebih rendah
harganya tapi dengan indikasi yang sama atau menghubungi dokter. Setelah
memperoleh persetujuan pasien, artinya setelah obat ditebus, maka dilanjutkan ke
tahap berikutnya, yaitu penyiapan obat. Obat yang diracik, dihitung dosisnya
dengan seksama sebelum diracik untuk menghindari kesalahan penimbangan. Jika
obat tidak perlu diracik, obat diambil dari rak obat. Obat yang telah diambil dan
diracik, dikemas dalam plastik tertutup dan diberi etiket yang berisi tentang aturan
pakai obat serta indikasi obat (jika perlu). Langkah terakhir, yaitu penyerahan
obat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
dinyatakan bahwa sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada
pasien. Di Apotik Atrika, penyerahan obat ke tangan pasien dilakukan oleh
apoteker (disertai pelayanan informasi obat) dan asisten apoteker.
Gambar 4.1. Alur Penerimaan Resep Tunai
Berdasarkan bagan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap tahap
pelayanan resep dilakukan oleh orang yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisasi human error dalam melayani resep sehingga pasien tidak akan
dirugikan dari segi materi maupun kesehatannya. Adanya orang yang berbeda
dalam pengerjaan dapat meminimalisisasi kesalahan persepsi, seperti kesalahan
membaca jenis obat, aturan pakai dan dosisnya. Selain itu, untuk mempermudah
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
59
cross-check atau pengecekan silang, Apotik Atrika telah menerapkan sistem
dokumentasi berupa paraf pada resep yang dilayani. Pada struk resep disediakan
kolom yang bertanda harga (H), timbang/racik (T), isi/etiket, kemas/periksa,
kuitansi/copy resep (K) dan penyerahan (P). Petugas yang bertanggung jawab di
tahap terkait akan membuat paraf di kolom yang tersedia. Dengan demikian, bila
terjadi kesalahan di salah satu tahap dapat dideteksi dan di-cross check dengan
cepat serta tepat. Sistem ini juga dapat mendorong petugas untuk lebih teliti dan
berhati- hati dalam melayani resep sebab kesalahan dapat dideteksi person to
person.
Pihak Apotek juga memberikan layanan delivery (pesan-antar) obat untuk
resep namun dibatasi dalam jarak tertentu. Layanan- layanan ini tentunya
merupakan suatu tawaran yang menarik bagi pasien sehingga dapat mendorong
peningkatan penjualan di Apotek.
Obat golongan narkotika hanya dapat diberikan kepada pasien yang
membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh
diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya
bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya).
Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis
merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan
psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep.
Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang jika perlu. Apotik Atrika
melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika
kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap periode, yakni
setiap bulan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika. Pelaporan narkotika
dan psikotropika dilakukan sebelum tanggal 10 setiap bulannya. Untuk obat-obat
golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus
dilakukan pemusnahan dengan disaksikan oleh APA, Asisten Apoteker dan
petugas dinas kesehatan dan dibuat berita acara pemusnahannya.
Selain itu, Apotik Atrika juga melayani pengiriman ke cabang Apotik
Atrika sesuai permintaan. Setiap pengeluaran barang atau obat, baik karena
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
60
pembelian maupun karena pengiriman, dicatat pada kartu stok dan buku yang
sesuai dengan jenis pengeluaran, yaitu buku catatan resep, buku penjualan bebas,
dan buku pengiriman. Untuk pengiriminan barang ke cabang Apotik Atrika sejak
tanggal 1 Maret 2012 ditulis di buku nota sebagai faktur pengiriman yang berisi
informasi mengenai jumlah, jenis, expired date, dan batch number barang yang
dikirim. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak disimpan bersama kartu stok
lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika.
Pengelolaan resep di Apotik Atrika dapat dikatakan sudah dilakukan
dengan baik. Semua resep yang sudah dibuat, disimpan per hari berdasarkan
nomor urut resep. Selain itu, dicatat pula informasi mengenai tanggal pembuatan
resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku
catatan resep. Resep-resep tersebut disimpan selama 3 tahun. Setelah itu,
dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya
dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat.
Dari segi kewirausahaan, Apotik Atrika selalu berusaha meningkatkan
penjualan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu didukung dengan adanya
hubungan kerjasama yang senantiasa dijaga dengan baik oleh Apotik Atrika
terhadap apotek pesaing maupun dengan dokter. Sebagai contoh, apabila suatu
obat tidak tersedia di Apotik Atrika, maka apotek dapat berusaha memperolehnya
dari apotek lain. Selain itu, Apotik Atrika telah melakukan pelayanan dengan
baik, di antaranya pelayanan resep yang cepat dan tepat yang didukung dengan
pemberian informasi obat kepada pasien. Akan tetapi, kegiatan konseling di
Apotik Atrika belum berjalan dengan baik atau masih jarang dilakukan.
Sedangkan kegiatan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak
diinginkan dari penggunaan obat di Apotik Atrika belum dilakukan, padahal
kegiatan tersebut merupakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di
apotek secara profesional dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotik Atrika telah melaksanakan
tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku.
b.
Sistem pengelolaan teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian telah
dilaksanakan dengan cukup baik sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku.
5.2 Saran
a.
Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar
diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC
maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok.
b.
Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam
pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi
dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih
efisien dan cepat serta peningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu
proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.
61
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universita s Indone sia
DAFTAR ACUAN
Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.
922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Ijin Apotik. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas
Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek . Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
62
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universita s Indone sia
63
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.
Kumarian Pers.
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga
University Pers.
Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta:
Wira Putra Kencana.
Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen
Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta :
Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
65
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotik Atrika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
66
Lampiran 2. Papan Nama Apotek Atrika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
67
TOILET
RAK OBAT GENERIK
LEMARI
PSIKOTROPIKA
LEMARI NARKOTIKA
(DITANAM ATAS)
DAN ALAT GELAS
(BAWAH)
KARTU
STOK
TIMBANGAN
GRAM
HALUS
MEJA RACIK
TIMBANGAN
GRAM
KASAR
RAK OBAT
KORTIKOSTEROID
DAN FAST MOVING
MEJA KERJA
MEJA
KERJA
RAK OBAT
PENCERNAAN DAN
SIRUP
MEJA
KOMPUTER
RAK OBAT KONTRASEPSI,
RAK OBAT
HORMON, ANTIPSIKOSIS,
KARDIOVASKULAR
KARDIOVASKULAR,
(BAWAH) DAN
ANTIHISTAMIN, DAN
PERNAFASAN(ATAS)
PENCERNAAN
Lampiran 3. Denah Ruang Apotik Atrika
RAK OBAT BAHAN BAKU (BAWAH)
DAN OBAT TETES TELINGA,
HIDUNG, DAN MATA (ATAS KIRI ATAS KANAN)
RAK OBAT OTC LIQUID
KASIR
RAK OBAT
ANTIMIKROBA /
ANTIVIRUS (BAWAH)
DAN VITAMIN DAN
SUPLEMEN(ATAS)
RAK OBAT OTC
LIQUID DAN TOPIKAL
RAK OBAT
ANALGETIK /
ANTIPIRETIK
(BAWAH) DAN
ANTIBIOTIK(ATAS)
RAK OBAT KONSINYASI
COUNTER OBAT OTC SOLID
COUNTER OBAT
OTC SOLID
MEJA
MEJA KARTU STOK
GUDANG DAN
PEMBUKUAN
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
68
Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotik Atrika
Lampiran 4b. Ruang Etalase Depan Apotek
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
69
Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotik
Lampiran 5b. Lemari Penyimpanan Psikotropik
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
70
Lampiran 6. Struktur Organisasi Apotik Atrika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
71
Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotik Atrika
KOCOK DAHULU
TIDAK BO LEH DIULANG
TANPA RES EP DOKTER
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
72
Lampiran 8a. Kopi Resep Apotik Atrika
Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotik Atrika
b.)
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
73
Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika
Lampiran 9b. Laporan Penggunaan Narkotika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
74
Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
75
Lampiran 11. Laporan Penggunaan Psikotropika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
76
Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep
POM.53.OB.53.A P.53.P1
B ERITA ACARA PEMUSNAHAN RES EP
Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/ V/ 1981 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Apoteker Pengelola Apotek
S.I.P.A No mor
Nama Apotek
Alamat Apotek
:
:
:
:
Dengan disaksikan oleh :
1. Nama
Jabatan
S.I.K. No mo r
2. Nama
Jabatan
S.I.K. No mo r
:
:
:
:
:
:
Telah melaku kan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan
selama t iga tahun, yaitu:
Resep dari tanggal ………….............. sampai dengan tanggal ………………………………
seberat ………………………….. kg.
Tempat dilakukan pemusnahan :
Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara
ini d ibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada:
1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI.
2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi
3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
4. Satu sebagai arsip di Apotek.
……, ……………… 20….
Saksi-saksi:
Yang membuat berita acara,
1.
(
S.I.K No :
)
2.
(
S.I.K No :
)
(
S.I.P.A. No :
)
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
77
Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil
Lampiran 13b. Kartu Stok Besar (Kartu Gudang)
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
78
Lampiran 14. Faktur Pengiriman ke Cabang Apotik Atrika
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK
PENGGUNAAN INHALER DOSIS TERUKUR DI APOTEK
ATRIKA PERIODE JANUARI 2012 – JULI 2013
OGI ANDYKA PUTRA, S.Far.
1206329940
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
i
ii
iv
v
vi
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Antiasma
2.1.1
Asma .......................................................................................
2.1.2
Gejala Asma ............................................................................
2.1.3
Klasifikasi Antiasma ...............................................................
2.2. Inhaler Dosis Terukur
2.2.1
Inhaler......................................................................................
2.2.2
Klasifikasi Inhaler Dosis Terukur ...........................................
2.3. Pelepasan Obat dan Kinerja Inhaler Dosis Terukur..............................
2.4. Tehnik Penggunaan Inhaler Dosis Terukur ..........................................
2.4.1
Tehnik Mulut Terbuka ............................................................
Tehnik Mulut Tertutup............................................................
2.4.2
2.4.3
Tehnik Penggunaan Breath-actuated Inhaler Dosis Terukur ..
2.5 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma.........................................
3
3
3
3
4
5
5
7
10
11
11
12
13
14
3 METODELOGI PENGKAJIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian
3.2. Metode Pengkajian
3.2.1
Kriteria Inklusi ........................................................................
3.2.2
Kriteria Eksklusi .....................................................................
3.2.3
Pengumpulan Data ..................................................................
15
15
15
15
15
15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Resep.......................................................................................
4.1.1
Penulisan Ulang Resep Dokter ...............................................
4.1.2
Data Obat ................................................................................
4.1.3
Data Pedagang Besar Farmasi.................................................
4.1.4
Skrinning Resep ......................................................................
4.1.5
Konseling ................................................................................
4.1.6
Monitoring ..............................................................................
16
16
17
18
19
20
22
23
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
25
25
25
DAFTAR ACUAN
26
ii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komponen inhaler dosis terukur konvensional..............................
Gambar 2.2 Komponen breath-actuated IDT.....................................................
Gambar 2.3 Aksesoris tambahan IDT konvensional .........................................
Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah ................
Gambar 4.1 Penulisan ulang resep dokter .........................................................
Gambar 4.2 Etiket obat racik .............................................................................
Gambar 4.3 Etiket ventoling inhaler ..................................................................
iii
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
8
9
10
14
17
17
17
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Klasifikasi antiasma .........................................................................
Inhaler dosis terukur yang tersedia di pasaran .................................
Perbedaan propellant CFC dan HFA................................................
Data obat codein ...............................................................................
Data obat CTM .................................................................................
Data obat bromheksin.......................................................................
Data obat OBH .................................................................................
Data obat ventolin inhaler ................................................................
Data PBF obat ventolin inhaler ........................................................
iv
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
5
6
8
17
17
17
18
18
20
LAMPIRAN
Lampiran 1 Resep asli pasien W ....................................................................... 27
Lampiran 2 Contoh Metered Dose Inhaler Record ........................................... 28
v
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang mempengaruhi saluran pernapasan,
menyebabkan radang dan pembengkakan pada dinding saluran pernapasan
sehingga menjadi lebih sensitif terhadap alergen. Akibatnya, saluran napas akan
menyempit, napas menjadi terengah-engah, sesak, serta sulit bernapas. Serangan
asma yang parah dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian, asma perlu
ditangani dengan serius. Pengobatan asma dapat dilakukan dengan menggunakan
dua jenis obat, yaitu quick-relief medicine untuk menghentikan gejala asma dan
long-term
control medicine
untuk
mencegah timbulnya
gejala.
Untuk
memudahkan pengobatan asma, digunakan sediaan inhaler dosis terukur dengan
dosis berulang (Medicinenet, 2010; National Heart, Lung, and Blood Institute,
2010).
Inhaler dosis terukur (pressurized-metered dose inhaler) merupakan alat
yang dikombinasikan dengan formulasi dan dosis obat yang spesifik. Desain
inhaler sangat bervariasi dan kebanyakan hanya tersedia dalam satu bentuk
sediaan, sementara umumnya pasien diresepkan beberapa jenis inhaler dengan
cara penggunaan yang berbeda-beda (Elliot,2011).
Inhaler dosis terukur berukuran kecil, tidak mahal, nyaman digunakan bagi
pengguna dan sesuai untuk penggunaan obat berjarak. Pada saat yang sama,
penggunaan obat ini membutuhkan koordinasi yang baik sehingga obat tidak
selalu cocok digunakan pada pasien geriatri maupun pediatri (Copley,2012).
Kemungkinan Drug Related Problem (DRP) terjadi selama penggunaan
inhaler dosis terukur, sehingga penggunaannya memiliki beberapa pertimbangan,
baik farmakologis maupun cara penggunaan. Beberapa penelitian menunjukkan
sebagian besar pasien yang membutuhkan pengobatan menggunakan sediaan
aerosol tidak cukup terlatih untuk menggunakannya, termasuk sedian inhaler dosis
terukur, inhaler serbuk kering dan nebulizer, akibatnya dibutuhkan sediaan yang
lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan pasien (Elliot,2011). DRP juga sering
1
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universi tas Indone sia
23
terjadi pada pasien geriatri yang menggunakan inhaler dosis terukur. Hal ini
disebabkan karena koordinasi pernapasan yang buruk (Elliot,2011). Apoteker
berperan mengidentifikasi DRP, menganalisa dan memberikan pencegahan
sehingga DRP dapat dihindari. Oleh karena itu, dilakukan analisa resep
penggunaan inhaler dosis terukur di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A,
Jakarta Pusat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan tugas khusus di Apotek Atrika adalah sebagai
berikut:
a.
Memperoleh gambaran penggunaan inhaler dosis terukur yang diresepkan
di Apotek Atrika selama periode Januari 2012-Juli 2013.
b.
Melakukan analisa resep inhaler dosis terukur yang terdapat di Apotek
Atrika selama periode Januari 2012-Juli 2013.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antias ma
2.1.1 Asma
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas (Kemenkes RI,2008). Tercetusnya asma pada orang dewasa dapat berkaitan
dengan bertambah parahnya alergi yang sudah ada. Infeksi saluran pernapasan
yang berulang-ulang, pajanan debu, serta iritan juga dapat mencetuskan asma
(Corwin, 2001).
Asma menyebabkan radang dan pembengkakan pada dinding dalam
saluran pernapasan, sehingga menjadi lebih sensitif terhadap alergen. Ketika
saluran napas bereaksi, maka saluran napas akan menyempit dan paru-paru hanya
akan memperoleh sedikit udara. Hal ini menyebabkan napas terengah-engah,
batuk, sesak di dada dan kesulitan bernapas. Pada serangan asma yang parah,
saluran napas dapat menutup sehingga organ tidak dapat memperoleh oksigen
dalam jumlah yang memadai. Serangan asma yang parah dapat menyebabkan
kematian (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2010).
2.1.2
Gejala Asma
Penyakit asma memiliki gejala-gejala meliputi batuk, sesak, napas disertai
bunyi ketika menghembuskan napas (mengi) yang merupakan akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Asma menyebabkan penyempitan saluran napas sehingga mempengaruhi
pergerakan normal udara yang masuk dan keluar paru-paru. Penyempitan yang
terjadi disebabkan oleh 3 faktor utama, yaitu (Schiffman, 2013):
1.
Inflamasi
Faktor yang menyebabkan penyempitan saluran napas adalah terjadinya
inflamasi yang meningkatkan ketebalan dinding saluran bronkus dan
mengakibatkan penyempitan saluran udara. Inflamasi terjadi sebagai
respon terhadap alergen atau iritan dan merangsang kerja mediator kimia
(histamin,
leukotrien).
Jaringan
13
yang
mengalami
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
inflamasi akan
Universi tas Indone sia
4
menghasilkan mukus kental pada saluran napas. Mukus dapat mengalami
penggumpalan dan membentuk plak yang dapat menyumbat saluran napas.
2.
Bronkospasme
Otot sekitar saluran bronkial akan mengalami konstriksi (bronkospasme)
selama serangan asma dan menyebabkan saluran napas menjadi lebih
sempit. Bronkospasme dapat terjadi akibat menghirup udara dingin atau
kering.
3.
Hipersensitivitas
Pada penderita asma, saluran napas yang mengalami konstriksi dan
inflamasi akan menjadi sensitif terhadap alergen, iritan dan infeksi.
Paparan terhadap pemicu dapat mengakibatkan penyempitan dan inflamasi
yang bersifat progresif.
Ketiga faktor ini mengakibatkan kesulitan pernapasan, terutama saat
menghembuskan napas. Akibatnya, udara harus dipaksakan keluar untuk
mengatasi penyempitan sehingga menyebabkan timbulnya suara spesifik saat
mengeluarkan udara pernapasan. Penderita asma akan sering batuk sebagai usaha
untuk mengeluarkan mukus kental. Penurunan aliran udara dapat mengakibatkan
kurangnya oksigen yang sampai ke aliran darah (Schiffman, 2013).
2.1.3 Klasifikasi Antiasma
Berdasarkan tujuannya, pengobatan asma dapat dilakukan dengan
menggunakan dua jenis obat, yaitu quick-relief medicine untuk menghentikan
gejala asma dan long-term control medicine untuk mencegah timbulnya gejala.
Umumnya,
antiasma
bekerja
dengan
cara
merelaksasi
bronkospasme
(bronkodilator) atau meredakan inflamasi (antiinflamasi) (National Heart, Lung,
and Blood Institute, 2010).
Antiasma yang diberikan secara inhalasi bekerja secara langsung pada
permukaan saluran napas dan otot saluran napas dimana ga ngguan asma berawal.
Antiasma yang diberikan secara inhalasi meliputi beta agonis, antikolinergik, dan
kortikosteroid. Antiasma yang diberikan secara oral meliputi golongan xantin
(teofilin, aminofilin), antagonis leukotrien, beta agonis, dan kortikosteroid
(Schiffman, 2013).
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
5
Tabel 2.1 Klasifikasi antiasma.
Klasifikasi
Golongan Obat
Antiinflamasi
Contoh
Steroid inhalasi
Inhaler
(Long-term
flutikason
propionat
control medicine)
Antagonis leukokotrin
Zafirlukast
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon,
prednison
Long-acting beta agonis
Prokaterol, formoterol,
salmeterol
Kombinasi
dan
kortikosteroid
Long-acting
Flutikason+salmeterol,
beta Budesonide+formoterol
agonis
Bronkodilator
Short-acting beta agonis
(Quick-relief
medicine)
Salbutamol, terbutalin,
prokaterol
Antikolinergik
Ipatropium bromide
Metilsantin
Teofilin, aminofilin
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon,
prednison
(Kementerian Kesehatan,2008)
Long-term control medicine digunakan oleh penderita asma sebagai
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang. Quick-relief
medicine bekerja dengan merelaksasi otot saluran napas dan diberikan pada saat
serangan asma karena dapat meringankan gejala yang semakin memburuk atau
menghentikan serangan asma yang sedang berlangsung (Kementerian Kesehatan,
2008).
Pada pengobatan asma yang disebabkan oleh alergi, fokus pengobatan
adalah untuk mengobati alergi yang memicu terjadinya asma. Cara yang dapat
dilakukan
adalah
dengan
pemberian
antihistamin,
dekongestan,
atau
kortikosteroid (Schiffman, 2013).
2.2. Inhale r Dosis Terukur
2.2.1 Inhaler
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
6
Inhaler dosis terukur (pressurized-metered dose inhaler) merupakan alat
yang dikombinasikan dengan formulasi dan dosis obat yang spesifik yang
diberikan secara inhalasi dan memiliki sedikitnya 20 kali dosis ulangan serta
memiliki masa kadaluarsa paling tidak 12-24 bulan. Desain inhaler bervariasi dan
kebanyakan hanya tersedia dalam satu bentuk sediaan, sementara umumnya
pasien diresepkan beberapa jenis inhaler dengan cara penggunaan yang berbedabeda (Elliot,2011). Berikut inhaler dosis terukur (pMDI) yang tersedia di pasaran:
Tabel 2.2 Inhaler dosis terukur yang tersedia di pasaran.
Bahan Aktif
Merk Dagang
Short-acting Bronchodilator
ProAir® HFA
Albuterol Sulfat
Proventil® HFA
Ventolin® HFA
Levalbuterol
Xopenex® HFA
Ipratropium Bromida
Atrovent HFA®
Kombinasi Ipratropium Bromida dan
Albuterol Sulfat
Combivent®
Kortikosteroid
QVART M 40
Beklometason
QVART M 80
Ciclesonide
Alvesco®
Aerobid®
Flunisolide
Aerobid M®
Flovent HFA
Obat Kombinasi
Fluticasone dan Salmeterol
Advair HFA®
Budesonid dan Formoterol
Symbicort®
(Elliot,2011)
Penggunaan inhaler dosis terukur memiliki beberapa pertimbangan, baik
farmakologis maupun cara penggunaan. Kelebihan dan kekurangan inhaler dosis
terukur antara lain (Elliot,2011):
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
7
a.
b.
Kelebihan:
1.
Ringkas, ringan, dan rapi.
2.
Keperluan penggunaan dosis berulang.
3.
Waktu pengobatan singkat.
4.
Dosis inhalasi yang lebih terukur.
5.
Tidak memerlukan peracikan obat.
6.
Tahan kontaminasi.
Kekurangan:
1.
Memerlukan koordinasi mulut dan tangan.
2.
Membutuhkan kesadaran pasien, pola inhalasi yang tepat, dan
kemampuan menahan napas.
3.
Konsentrasi obat dan dosis yang tidak dapat dirubah.
4.
Beberapa pasien hipersensitif pada pelarut inhaler.
5.
Kemungkinan deposisi obat pada oropharingeal tinggi.
6.
Sulit menentukan dosis yang tersisa pada canister tanpa alat
penghitung dosis.
2.2.2 Penggolongan Inhaler Dosis Terukur
Inhaler dosis terukur (IDT) secara umum terbagi ke dalam dua tipe, yaitu
IDT konvensional dan breath-actuated IDT. Meskipun demikian, komponen dasar
inhaler dosis terukur terdiri dari beberapa komponen, antara lain (Elliot,2011):
a.
Canister. Inert, mampu menahan tekanan tinggi di dalam wadah dan
menjaga stabilitas obat.
b.
Propellan. Gas cair terkompresi yang menjadi pelarut/pensuspensi obat.
c.
Formula Obat. Suspensi atau larutan tertentu dalam bentuk surfaktan atau
alkohol yang menentukan dosis obat dan ukuran partikel.
d.
Katup Pengukur. Komponen terpenting, terhubung dengan wadah dan
berperan menentukan volume dan dosis ulangan, memiliki katup
elastomeric yang mencegah kehilangan obat maupun kebocoran.
e.
Actuator. Actuator berperan menentukan ukuran partikel berdasarkan
panjang dan diameter pipa penyemprot IDT.
f.
Penghitung Dosis. Memberikan gambaran dari jumlah dosis ulangan IDT
yang tersisa.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
8
A. Inhale r Dosis Terukur Konvensional
Gambar 1 menunjukkan komponen IDT konvensional yang terdiri dari
canister, formula sediaan, propellan, katup pengukur, mouthpiece dan actuator.
Katup pengukur berperan menentukan dosis ulangan obat bersamaan dengan
propellant. IDT konvensional memiliki desain penggunaan dengan cara ditekan
dan dihirup. Penekanan canister hingga actuator akan melepaskan campuran obat
dan propellan yang menyebar dalam bentuk aerosol. Pelepasan canister
menyebabkan katup pengukur mengisi dosis ulangan di ruang kosong inhaler
(Elliot,2011).
Canister
Fase gas
Formula
Ka tup penahan
Ka tup
Actuator
Ruang pengukur
pengukur
Semprotan bertekanan ti nggi
Ruang
perl uasan
Pipa actuator
Gambar 2.1 Komponen Inhaler Dosis Terukur Konvensional
(Elliot,2011).
Propellan yang digunakan pada IDT konvensional terdiri dari dua tipe,
yaitu chlorofluorocarbon (CFC) dan hydrofluoroalkana (HFA) (Elliot,2011).
Perbedaan kedua propellan ini ditunjukkan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Perbedaan Propellan CFC dan HFA.
Karakteristik
CFC
HFA
Penghantaran Obat
Bervariasi
Konsisten
Daya semprot
Tinggi
Rendah
Temperatur
Dingin
Hangat
Volume
Besar
Kecil
Pasien menahan napas
Tidak harus
Harus
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
9
Lama penggunaan
Hanya sedikit periode putus
Periode putus obat yang
obat yang diperbolehkan
diperbolehkan
lebih
panjang
Pembersihan pipa
Tidak perlu
Secara
periodik
diperlukan
untuk
mencegah
terbentuknya
sumbatan
(Elliot,2011)
B. Breath-actuated IDT
Breath-actuated IDT ditujukan untuk mengurangi kebutuhan koordinasi
tangan selama penggunaan. Mekanisme kerja pelepasan obat dipicu melalui
inhalasi pada pipa inhaler yang menyebabkan respon pelepasan obat secara
otomatis mengikuti pernapasan pasien. Mekanisme kerja alat ini disebut juga
autohaler. Untuk mengaktifkan breath-actuated IDT, maka tuas di bagian atas alat
harus dinaikkan. Gambar 2.2 menunjukkan komponen breath-actuated IDT
(Elliot,2011).
Tuas primer
Pegas
Canister
Baling-baling
Pipa mulut
Gambar 2.2 Komponen breath-actuated IDT (Elliot,2011).
Ukuran pipa, kebersihan alat dan kelembaban merupakan faktor yang
mempengaruhi jumlah obat yang dilepaskan oleh breath-actuated IDT. Inhaler
dosis terukur konvensional dapat dirubah menjadi breath-actuated IDT dengan
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
10
menggunakan aksesoris tambahan, seperti MD Turbo® dan SmartMist®.
Aksesoris tambahan ini akan merespon inhalasi pasien dan mengaktivasi
pelepasan obat. Selain itu aksesoris tambahan ini dilengkapi penghitung dosis
elektronik yang dapat mengukur sisa dosis ulangan pada inhaler (Elliot,2011).
Gambar 2.3 Aksesoris tambahan IDT konvensional (Elliot,2011).
2.3. Pelepasan Obat dan Kinerja Inhaler Dosis Terukur
Umumnya inhaler dosis terukur melepaskan obat dengan dosis 100 µg per
pemakaian, dengan 10-20% dari dosis tersebut yang dapat mencapai target.
Ukuran partikel aerosol yang dihasilkan IDT berukuran <5 µm. Beberapa faktor
perlu diperhatikan untuk meningkatkan kemanjuran obat. Apoteker dan pasien
harus secara aktif mengatasi faktor- faktor ini, yaitu (Elliot,2011):
a.
Mengocok wadah. Inhaler dosis terukur yang tidak dikocok da n berdiri
semalaman akan berkurang dosis total sediaannya sebanyak 25-35%. Hal
ini terjadi karena obat dapat terpisah perlahan dari propellan selama posisi
berdiri.
b.
Suhu penyimpanan. Penggunaan IDT pada suhu yang sangat dingin dapat
menurunkan pelepasan obat secara signifikan.
c.
Ukuran pipa dan kebersihan. Jumlah obat yang dihantarkan kepada pasien
diperngaruhi oleh ukuran pipa, kebersihan dan kelembaban. Residu yang
disebabkan oleh kristalisasi selama penggunaan dapat menghalangi
pelepasan obat. Oleh karena itu, pipa IDT harus dibersihkan secara berkala
sesuai rekomendasi produsen.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
11
d.
Waktu/interval penggunaan. Penggunaan cepat selama lebih dari dua
semprotan akan menurunkan pelepasan obat akibat turbulensi dan
tubrukan partikel. Jeda di tiap semprotan dapat meningkatkan efek
bronkodilatasi.
e.
Penyiapan. Hal ini dilakukan dengan cara melepaskan satu atau lebih
semprotan ke udara ketika inhaler telah lama tidak digunakan atau baru
pertama kali digunakan. Tujuannya agar menghasilkan dosis obat yang
adekuat. Hal ini disebabkan karena obat dapat terpisah dari propellant dan
bahan lainnya pada canister dan katup pengukur selama obat tidak
digunakan.
f.
Karakteristik pasien. Karakteristik pasien berhubungan dengan variabilitas
deposisi aerosol. Misalnya pada bayi dan anak-anak deposisi aerosol akan
lebih rendah disebabkan karena perbedaan anatomi dan kemampuan
kognitif.
g.
Tehnik penggunaan. Cara terbaik penggunaan inhaler dosis terukur adalah
berdasarkan kemampuan fisik, koordinasi dan kenyamanan pasien.
Apoteker
harus
menginformasikan
cara
penggunaan
IDT
dan
membenarkan bila perlu.
2.4.
Tehnik Penggunaan Inhaler Dosis Terukur
2.4.1 Tehnik Mulut Terbuka
Penggunaan inhaler dosis terukur dengan mulut terbuka ditujukan untuk
mengurangi deposisi obat pada oropharing yang tidak diinginkan di mana aerosol
yang keluar memiliki waktu lebih lama untuk masuk ke saluran napas sebelum
mencapai bagian belakang rongga mulut. Pasien harus diinformasikan sebagai
berikut (Elliot,2011):
1.
Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh.
2.
Buka penutup pipa mulut dan kocok IDT.
3.
Semprotkan IDT ke udara jika baru pertama kali digunakan atau tidak
digunakan selama beberapa hari.
4.
Duduk dengan tegak atau berdiri.
5.
Hembuskan napas yang dalam.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
12
6.
Letakkan IDT dengan jarak dua jari dari bibir.
7.
Dengan mulut terbuka dan lidah datar, arahkan lubang pipa pada bagian
belakang atas mulut.
8.
Tekan canister pada IDT dan hirup perlahan.
9.
Bernapas dengan pelan dan dalam melalui mulut dan tahan napas selama
10 detik atau semampunya bagi pasien yang sulit menahan napas.
10.
Tunggu selama satu menit jika dosis berulang diperlukan.Proses diulang
hingga dosis yang diinginkan tercapai.
11.
Bagi pasien yang menggunakan kortikosteroid harus membersihkan mulut
mereka setelah pengobatan dan tidak boleh ditelan.
12.
Penutup pipa mulut diganti tiap kali digunakan.
2.4.2
Tehnik Mulut Tertutup
Penggunaan
inhaler dengan tehnik
mulut tertutup
lebih
mudah
dibandingkan dengan tehnik mulur terbuka. Selain itu juga ditujukan untuk
menghindari terpaparnya sediaan pada bagian tubuh yang tidak diinginkan,
misalnya mata dan deposisi obat lainnya. Cara penggunaan yang disampaikan
apoteker kepada pasien yaitu (Elliot,2011):
1.
Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh.
2.
Buka penutup pipa mulut dan kocok IDT.
3.
Semprotkan IDT ke udara jika baru pertama kali digunakan atau tidak
digunakan selama beberapa hari.
4.
Duduk dengan tegak atau berdiri.
5.
Hembuskan napas yang dalam.
6.
Letakkan IDT di antara gigi; pastikan lidah datar di bawah pipa mulut dan
tidak menghalangi IDT.
7.
Bibir dirapatkan.
8.
Tekan canister pada IDT dan hirup perlahan.
9.
Bernapas dengan pelan dan dalam melalui mulut dan tahan napas selama
10 detik atau semampunya bagi pasien yang sulit menahan napas.
10.
Tunggu selama satu menit jika dosis berulang diperlukan.
11.
Proses diulang hingga dosis yang diinginkan tercapai.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
13
12.
Bagi pasien yang menggunakan kortikosteroid harus membersihkan mulut
mereka setelah pengobatan dan tidak boleh ditelan.
13.
Penutup pipa mulut diganti tiap kali digunakan.
2.4.3
Tehnik Penggunaan Breath-actuated Inhaler Dosis Terukur
Penggunaan breath-actuated inhaler tidak memerlukan koordinasi mulut
dan tangan karena pelepasan obat dipicu melalui inhalasi pada pipa inhaler yang
menyebabkan respon pelepasan obat secara otomatis mengikuti pernapasan
pasien. Cara penggunaan yang disampaikan apoteker kepada pasien yaitu
(Elliot,2011):
1.
Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh.
2.
Buka penutup pipa mulut dan periksa adanya benda asing.
3.
Pertahankan autohaler pada posisi vertikal dengan panah mengarah ke
atas. Jangan menghalangi aliran udara.
4.
Semprotkan autohaler ke udara jika baru pertama kali digunakan atau
tidak digunakan selama beberapa hari.
5.
Dorong tuas ke atas.
6.
Dorong penutup semprotan pada bagian bawah pipa mulut untuk
menyiapkan autohaler.
7.
Dorong tuas ke bawah dan angkat tuas sehingga terhubung pada
tempatnya.
8.
Duduk tegak atau berdiri.
9.
Kocok autohaler 3-4 kali.
10.
Hembuskan napas yang dalam, jauhkan dari autohaler.
11.
Letakkan autohaler di antara gigi. Pastikan lidah datar di bawah pipa
mulur dan tidak menghalangi autohaler.
12.
Rapatkan bibir di sekitar pipa mulut.
13.
Tarik napas yang dalam melalui pipa mulut dengan kekuaran yang stabil.
14.
Perhatikan suara klik dan rasakan semprotan yang ringan ketika autohaler
mencapai dosis.
15.
Lanjutkan menarik napas hingga paru-paru terasa penuh.
16.
Lepaskan autohaler dari mulut.
17.
Tahan napas selama 10 detik atau semampunya.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
14
18.
Proses diulang hingga dosis yang diinginkan tercapai.
19.
Pelindung pipa mulut diganti dan tuas dipastikan dalam keadaan turun.
2.5 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma
Gambar 2.4 menunjukkan penatalaksanaan pengobatan asma pada pasien
rawat jalan di rumah, meliputi penilaian, terapi awal, pengkajian respon dan
tindak lanjut pengobatan (Kementerian Kesehatan, 2008).
Penilaian Berat Serangan
Klinis: Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat yang bertambah
APE 80% nilai terbaik/prediksi
Terapi Awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (setiap 20
menit, 3 kali dalam 1 jam), atau bronkodilator oral
Respon Baik
Gejala (batuk/berdahak/sesak/mengi) membaik
Perbaikan dengan agonis beta-2 & bertahan
selama 4 jam. APE 80% nilai terbaik/prediksi
- Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam
untuk 24-48 jam. Alternatif: Bronkodilator oral
setiap 6-8 jam
- Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila
sedang menggunakan steroid inhalasi) selama 2
minggu, kemudian kembali ke dosis sebelumnya
Respon Buruk
Gejala menetap atau bertambah
berat
APE < 60% nilai terbaik/prediksi
*Tambahkan kortikosteroid oral
*Agonis beta-2 diulang
Segera ke
dokter/IGD/RS
Hubungi dokter untuk
instruksi selanjutnya
Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah (Kementerian
Kesehatan, 2008)
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian resep yang menggunakan sediaan inhaler dosis terukur
dilakukan di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yaitu 19 Juni-16 Agustus
2013.
3.2. Metode Pengkajian
3.2.1
Kriteria Inklusi
Pengkajian dilakukan terhadap resep yang memenuhi kriteria inklusi:
a.
Resep dokter atau copy resep yang dilayani Apotek Atrika selama Januari
2012 sampai Juli 2013.
b.
Resep dokter atau copy resep mengandung sediaan inhaler dosis terukur
baik dalam bentuk obat generik maupun obat dagang.
3.2.2
Kriteria eksklusi
Resep yang tidak diambil sesuai dengan kriteria eksklusi, yaitu:
1.
Resep dokter atau copy resep yang tidak dapat terbaca.
2.
Resep dokter atau copy resep yang tidak lengkap.
3.2.3
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berasal dari resep dokter maupun copy resep yang
telah dilayani di Apotek Atrika selama Januari 2012 hingga Juli 2013. Resep
maupun copy resep yang menggunakan sediaan inhaler dosis terukur dikumpulkan
dan diambil dengan menggunakan metode total sampling untuk dianalisis
mengenai kerasionalan dan aspek-aspek pelayanan, meliputi skrinning resep dan
penyiapan obat. Skrinning resep mencakup analisis persyaratan administratif,
kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Penyiapan obat meliputi langkahlangkah peracikan; pembuatan etiket; kemasan obat yang diserahkan; penyerahan
obat; informasi obat; konseling; monitoring penggunaan obat.
15
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama periode Januari 2012 hingga Juli 2013, hanya terdapat satu resep
dokter dengan inhaler dosis terukur yang pernah dilayani di Apotek Atrika, yaitu
resep ventolin® inhaler pada tanggal 22 Februari 2012. Ventolin® inhaler yang
tersedia di Apotek Atrika merupakan sediaan inhaler dosis terukur yang
mengandung 0,1 mg salbutamol per dosis pemakaian dengan total 200 dosis
ulangan.
4.1 Analisis Resep
Resep yang dikaji adalah resep nomor 4 pada tanggal 22 Februari 2012, di
mana resep tersebut termasuk ke dalam resep obat narkotik. Hal ini disebabkan
resep tersebut memiliki salah satu obat narkotik (codein), sehingga harus disimpan
bersama-sama dengan resep narkotika lainnya.
Pada resep ini pasien bernama W mendapatkan resep dari dokter spesialis
pada tanggal 22 Februari 2012 dan langsung ditebus di Apotek Atrika Jl. Kartini
Raya No. 34A, Jakarta Pusat pada hari yang sama. Resep ini kemudian dianalisa
berdasarkan kerasionalan dan aspek-aspek pelayanan, meliputi skrinning resep,
penyiapan dan pengemasan obat, penyerahan dan pemberian informasi serta
monitoring penggunaan obat.
16
1
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universi tas Indone sia
17
4.1.1
Penulisan Ulang Resep Dokter
Dr. F S. H., Sp. KK
Spesialis Penyakit Kulit & Kelamin
DS.xxxx/x-xx-xx/xx.xx
Praktek :
Senin - Jum’at Jam 6-8 Sore Jl. K. x / xxx Telp. xxxxxxx Jakarta Pusat
Rumah Sakit :
RS. G. M. Jl. R. P. Telp. xxxxxxx-x K. J. – Jakarta Barat
Jakarta, 22-2-12
R/
Codein
CTM
Bromheksin
OBH
S. 3ddI C1
200 mg
20 mg
10 mg No. X
100 ml
R/
Ventolin Inhaler
S. Sue
Pro : W
fls No. I
Umur : dw
Alamat :
Obat tsb tidak boleh diganti tanpa sepengetahuan Dokter
Gambar 4.1 Penulisan ulang resep dokter
Etiket:
Obat racik:
Ventolin inhaler:
Apotek Atrika
Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat
No. 4
W
3 x sehari
1 sendok makan
KOCOK DAHULU
Gambar 4.2 Etiket obat Racik
Apotek Atrika
Jalan Kartini Raya No. 34A, Jakarta Pusat
No. 4
W
disemprotkan di mulut
OBAT LUAR
Gambar 4.3 Etiket ventolin inhaler
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
18
4.1.2 Data Obat
a.
Codein
Tabel 4.1 Data Obat Codein
Nama Obat
Codein
Komposisi
Codein 10 mg; codein 20 mg
Indikasi
Meredakan nyeri hebat
Kontraindikasi
Hipersensitif, asma akut, peningkatan penekanan
intrakranial, pembedahan saluran empedu, hamil dan
menyusui
Efek Samping
Penggunaan jangka panjang menyebabkan
ketergantungan, depresi pernapasan, depresi jantung,
sedasi, nervous, insomnia, mual, muntah, hipotensi dan
konstipasi
Dosis
FI 3: DL: 10-20 mg (1xp); 30-60 mg (1xh)
DM: 60 mg (1xp); 300 mg (1xh)
(MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012)
b.
CTM
Tabel 4.2 Data obat CTM
Nama Obat
Chlorpheniramin maleat
Komposisi
Klorfeniramin maleat 4 mg
Indikasi
Rinitis, urtikaria
Efek Samping
Mulut kering, mengantuk dan pandangan kabur
Dosis
Dewasa: 3-4 x sehari 1 tablet
(MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012)
c.
Bromheksin
Tabel 4.3 Data obat Bromheksin
Nama Obat
Bromheksin
Komposisi
Bromhexine Hydrochloride
Indikasi
Meredakan batuk, mukolitik
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
19
Efek Samping
Gangguan gastrointestinal, sakit kepala, ruam kulit
Perhatian
Penderita ulkus peptikum, asma
Dosis
Dewasa: 3x sehari 8-16 mg
(Martindale, 36 Ed.,2009; British Parmacopoea,2009)
e.
OBH
Tabel 4.4 Data obat OBH
Nama Obat
OBH
Komposisi
Tiap 5 ml mengandung: Glycyrhizae succus 167 mg,
amonium klorida 100 mg
Indikasi
Meredakan batuk, ekspektoran
Kontraindikasi
Hipersensitif
Dosis
Dewasa: 1- 4 x sehari 1 sendok makan
(MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012)
f.
Ventolin Inhaler
Tabel 4.5 Data obat ventolin inhaler.
Nama Obat
Ventolin® Inhaler
Komposisi
Salbutamol Sulfat 0,1 mg per dosis pemakaian (200
dosis)
Indikasi
Antiasma ringan, sedang dan berat
Kontraindikasi
Pasien aborsi di usia kehamilan trimester satu atau
trimester dua
Efek Samping
Gangguan sistem imun, tremor, pusing, takikardia
Dosis
Dewasa: bronkospasma akut: 100-200 µg, terapi kronik:
4 x sehari sampai 200 µg
(MIMS Indonesia, 2012; ISO Indonesia vol. 47, 2012)
4.1.3 Data Pedagang Besar Farmasi
Ventolin inhaler merupakan sediaan inhaler dosis terukur yang diproduksi
oleh Glaxo Smith Kline (GSK). Ventolin inhaler diimpor oleh PT. Glaxo
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
20
Wellcome Indonesia jalan Prof. Dr. Satrio No. 164 Jakarta. Berikut adalah daftar
PBF yang mendistribusikan ventolin inhaler ke Apotek Atrika:
Tabel 4.6 Data PBF obat ventolin inhaler.
PBF
Alamat
PT. Guna Abdi Wisesa
Jl. Kalibaru Barat Raya
(GAW)
No. 65, Jakarta
PT. Stimec
Jl. Lautze No. 60, Jakarta
10710
PT. Anugerah Pharmindo Jl. Pulolentut Kav. 11
Lestari (APL)
E/4, Jakarta
No. Telepon
425830
(62-21) 3456868
(021) 4608810
4.1.4 Skrining Resep
a.
Persyaratan Administratif
Resep tersebut memenuhi persyaratan administratif, yaitu terdapat nama
dokter, nomor surat izin praktek, dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep juga
dicantumkan. Namun tidak terdapat paraf dokter di akhir setiap peresepan. Resep
tersebut mencantumkan nama pasien namun tidak disertai jenis kelamin,
sementara usia pasien dinyatakan dewasa. Resep tersebut tidak mencantumkan
alamat, nomor telepon dan berat badan pasien. Alamat, nomor telepon dan berat
badan pasien dapat ditanyakan kepada yang bersangkutan.
b.
Kesesuaiaan Farmasetik
Bentuk dan dosis yang dicantumkan pada resep perlu diperhatikan,
mengingat resep ini memiliki sediaan narkotika. Dosis setiap obat telah sesuai
dengan dosis yang diperbolehkan. Dosis obat tidak melebihi dosis yang
dianjurkan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah aturan pemakaian yang kurang jelas,
pada resep racik tidak dibuat keterangan mencampurkan bahan menjadi sediaan
tertentu (kapsul, puyer atau sirup). Hal lainnya yang berhubungan dengan aturan
pakai adalah waktu penggunaan obat yang tidak dicantumkan, misalnya sebelum
atau sesudah makan. Penggunaan ventolin® inhaler juga tidak dilengkapi dengan
aturan pakai yang jelas.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
21
Penandaan obat golongan narkotik oleh apoteker ditulis dengan garis
bawah menggunakan tinta merah. Pada resep ini obat codein digarisbawahi
dengan tinta merah, yang menandakan codein merupakan obat golongan narkotik.
Obat pada resep telah mengalami beberapa perubahan, yaitu bromheksin
yang diresepkan dokter diganti menjadi bisolvon yang mengandung bromheksin 8
mg per tablet. Perubahan obat ini harus melalui izin dan sepengetahuan dokter
penulis resep. Alasan perubahan bromheksin menjadi bisolvon karena tidak
tersedianya sediaan bromheksin generik. Bentuk sediaan kodein, CTM dan
bisolvon adalah tablet, sedangkan bentuk sediaan OBH adalah sirup. Oleh karena
itu peracikan obat ini harus memperhatikan kelarutan dan stabilitas obat dalam
sediaan.
Ventolin inhaler® dikemas dalam kemasan kotak yang disegel, perlu
diperhatikan tanggal kadaluarsa untuk menjamin mutu dan keamaan penggunaan
inhaler dosis terukur selama pengobatan.
c.
Pertimbangan klinis
Berdasarkan obat-obat yang terdapat pada resep, pasien tersebut
merupakan pasien penderita asma. Bisolvon (bromheksin) diindikasikan sebagai
pereda batuk yang bersifat mukolitik. CTM merupakan obat golongan
antihistamin yang meredakan alergi. Obat batuk hitam (OBH) mengandung
Glycyrhizae succus dan amonium klorida yang berkhasiat sebagai ekspektoran.
Obat racikan yang diberikan berkhasiat meredakan batuk pasien yang terutama
disebabkan oleh reaksi alergi.
Hal yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan kodein selama
masa pengobatan pasien asma yang menggunakan inhaler dosis terukur. Kodein
dikontraindikasikan pada pasien yang menderita asma akut. Penggunaan kodein
dalam kurun waktu yang lama juga dapat menyebabkan depresi pernapasan (ISO
Indonesia vol. 47, 2012). Oleh karena itu, pasien perlu diinformasikan mengenai
aturan pakai serta anjuran untuk menghindari mengkonsumsi kodein ketika terjadi
serangan asma akut. Pasien juga harus selalu dipantau mengenai perkembangan
pengobatan dan efek yang timbul selama terapi diberikan.
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
22
4.1.5 Konseling
Konseling perlu diberikan kepada pasien W. karena pasien merupakan
penderita penyakit kronis (asma) yang merupakan golongan yang termasuk dalam
prioritas pemberian konseling, alasannya karena penderita penyakit kronis rentan
mengalami Drug Related Problem (DRP) yang disebabkan karena ketidakpatuhan
pasien. Selain itu, obat yang diberikan juga memiliki kecenderungan terjadinya
polifarmasi. Pasien W juga perlu mendapatkan informasi dan pelatihan mengenai
inhaler dosis terukur yang diresepkan (ventolin inhaler).
Konseling dimulai dengan perkenalan diri Apoteker kepada pasien dan
permintaan waktu kepada pasien untuk melakukan konseling, kemudian apoteker
menanyakan identitas pasien. Untuk pasien geriatri atau memerlukan bantuan
khusus sebaiknya konseling pasien didampingi oleh pihak keluarga pasien.
Apoteker perlu menanyakan pertanyaan dasar sebelum konseling
diberikan, yaitu menanyakan pasien mengenai penjelasan dokter tentang obat
yang diberikan, cara penggunaan obat, serta hasil terapi yang diharapkan. Setelah
itu, Apoteker mencari tahu mengenai riwayat alergi pasien serta obat-obatan lain
yang sedang dikonsumsi. Apoteker harus memberikan informasi obat dengan jelas
dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien.
Pasien diberikan informasi mengenai obat pertama, yaitu obat sirup
racikan yang berkhasiat sebagai pereda batuk pasien, diminum 3 x sehari satu
sendok makan (15 ml) setelah makan. Pasien diharuskan mengocok obat terlebih
dahulu sebelum digunakan. Selain itu obat tersebut juga dapat menyebabkan
kantuk dan rasa lemas sehingga pasien harus menghindari pemakaian obat ini saat
berkendara atau mengoperasikan mesin. Penyimpanan obat racik ini sebaiknya di
tempat yang sejuk dan kering serta dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
Informasi yang diberikan kepada pasien mengenai ventolin inhaler (inhaler
dosis terukur konvensional) meliputi beberapa hal, yaitu cara penggunaann inhaler
dosis terukur yang benar. Salah satu cara penggunaan IDT konvensional adalah
dengan tehnik mulut tertutup. Informasi penggunaan inhaler dosis tertutup oleh
apoteker kepada pasien yaitu:
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
23
1.
Hangatkan canister pada tangan atau suhu tubuh.
2.
Buka penutup pipa mulut dan kocok IDT.
3.
Semprotkan IDT ke udara jika baru pertama kali digunakan atau tidak
digunakan selama beberapa hari.
4.
Duduk dengan tegak atau berdiri.
5.
Hembuskan napas yang dalam.
6.
Letakkan IDT di antara gigi; pastikan lidah datar di bawah pipa mulut dan
tidak menghalangi IDT.
7.
Bibir dirapatkan.
8.
Tekan canister pada IDT dan hirup perlahan.
9.
Bernapas dengan pelan dan dalam melalui mulut dan tahan napas selama
10 detik atau semampunya bagi pasien yang sulit menahan napas.
10.
Tunggu selama satu menit jika dosis berulang diperlukan.
11.
Proses diulang hingga dosis yang diinginkan tercapai.
12.
Bagi pasien yang menggunakan salbutamol harus membersihkan mulut
mereka seletah pengobatan dan tidak boleh ditelan.
13.
Penutup pipa mulut diganti tiap kali digunakan.
Pasien yang mendapat inhaler dosis terukur juga harus diberikan motivasi
dan bantuan agar mengikuti pengobatan secara konsisten. Hal ini disebabkan
karena asma merupakan penyakit kronik di mana serangan asma dapat terjadi
secara tiba-tiba. Pasien juga perlu diingatkan untuk menghitung dosis ulangan
yang telah digunakan, misalnya pada ventolin inhaler memiliki dosis ulangan
sebanyak 200 kali.
Setelah diberikan informasi tentang obat, pasien dipersilakan untuk
menanyakan hal yang belum dimengerti, lalu apoteker meminta pasien untuk
mengulangi informasi yang didapat untuk memastikan pe mahaman pasien.
Setelah itu, apoteker memberikan nomor kontak jika ada hal yang ingin
ditanyakan, kemudian menutup konseling.
4.1.6 Monitoring
Monitoring dan evaluasi pengobatan pasien perlu dilakukan untuk
menjamin kesembuhan pasien, mengurangi kemungkinan infeksi, lama perawatan,
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
24
dan biaya yang berhubungan dengan pengobatan pasien. (Elliot, 2011). Kegiatan
monitoring yang dapat dilakukan apoteker antara lain:
1.
Mengingatkan dan mendokumentasikan proses desinfektasi perlengkapan
inhaler dosis terukur. Penggunaan desinfektan dan tata cara pembersihan
harus dievaluasi secara berkala selama pengobatan.
2.
Mengevaluasi cara penggunaan inhaler dosis terukur setiap kunjungan
pasien. Proses evaluasi dapat menggunakan inhaler yang mengandung
placebo.
3.
Memantau jumlah semprotan yang telah digunakan pasien selama
penggunaan inhaler dosis terukur. Ventolin® HFA inhaler yang diproduksi
oleh Glaxo Smith Kline memiliki penghitung dosis yang terpasang di
bagian atas canister atau di bagian bawah inhaler (Elliot, 2011). Jumlah
semprotan yang terdapat di dalam Ventolin® HFA inhaler adalah
sebanyak 200 kali semprotan. Apoteker dapat mencata frekuensi
penggunaan inhaler pasien menggunakan Metered Dose Inhaler Record
(MDIR) (UMHS Clinical Care Guidelines Committee, 2010).
4.
Memonitor efek terapi dan mencurigai kesalahan penggunaan atau
ketidakpatuhan pasien jika penyakit saluran pernapasan memburuk. Efek
terapi dapat dinilai berdasarkan frekuensi sesak yang dialami pasien.
Selain itu juga dilakukan monitoring efek samping obat akibat respon
pasien terhadap pengobatan. Efek samping mengantuk dapat disebabkan
karena penggunaan CTM. Penggunaan codein jangka panjang dapat
menyebabkan konstipasi, dan efek samping takikardi dapat disebabkan
oleh salbutamol yang terkandung pada ventolin® inhaler (MIMS
Indonesia,
2012).
Hasil
penilaian
ditindaklanjuti
sesuai
dengan
penatalaksanaan pengobatan asma (Kementerian Kesehatan, 2008).
Universita s Indone sia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a.
Resep inhaler dosis terukur yang dilayani Apotek Atrika selama Januari
2012 hingga Juli 2013 adalah sebanyak satu resep, yaitu resep sediaan
ventolin® inhaler pada tanggal 22 Februari 2012.
b.
Resep ventolin® inhaler tersebut mempunya beberapa ketidaksesuaian,
dalam hal administratif (identitas pasien), farmasetik (signa, aturan pakai,
waktu pemakaian obat, ketersediaan obat) dan pertimbangan klinis (efek
samping, dan kontra indikasi).
5.2
Saran
a.
Perlu ada pencatatan riwayat penyakit pengobatan pasien terutama pasien
yang menderita penyakit kronis. Medical record diperlukan untuk
memantau perkembangan pasien dan memudahkan proses pelayanan
apotek.
b.
Apoteker perlu
menyusun sistem dokumentasi
untuk
memonitor
penggunaan inhaler dosis terukur yang digunakan pasien. Salah satunya
dengan menggunakan Metered Dose Inhaler Record (MDIR).
1
25
3
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Universi tas Indone sia
26
DAFTAR ACUAN
Copley Scientific. (2012). Quality Solutions for Inhaler Testing. UK: MSP
Corporation.
Corwin, E.J. (2001). Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC.
Elliot, Deborah. Patrick Dunne. (2011). Guide to Aerosol Delivery Devices.
America: AARC.
Fun, Leong Wai. (2012). MIMS Indonesia:121st Edition 2012. Jakarta: PT
Medidata Indonesia.
Kasim, Fauzi. (2012). ISO Indonesia vol. 47. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Kementerian Kesehatan. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
1023/MENKES/SK/XI/2008
tentang
Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.
MIMS. (2012). MIMS Indonesia: first 121st Edition. Indonesia: UBM.
http://mims.com.
National
Heart,
Lung,
and
Blood
Institute.
(2010).
Asthma.
http://nhlbi.nih.gov/health/dci/Disease/Asthma_WhatIs.html.
Schiffman,
George.
(2013).
Asthma.
California:
Medicinenet
http://medicinenet.com/asthma/article.htm.
Sweetman, Sean C. (2009). Martindale: The Complete Drug Reference 36
Edition. London: Pharmaceutical Press.
UMHS. (2011). UMHS: Clinical Care Guidelines Committee.
Vallender, M. (2009). British Pharmacopoeia. London: Crown Copyright.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
27
Lampiran 1. Resep Asli pasien W.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
28
Lampiran 2. Contoh Metered Dose Inhaler Record (UMHS Clinical Care
Guidelines Comittee, 2010)
Name :____________________
Medication :___________________
METERED DOSE INHALER RECORD
Look on the label of your inhaler to see how many puffs are in the canister. Cross out
one number for every puff given. Refill inhaler when 10 puffs are left.
200
199
198
197
196
195
194
193
192
191
190
189
188
187
186
185
184
183
182
181
180
179
178
177
176
175
174
173
172
171
170
169
168
167
166
165
164
163
162
161
160
159
158
157
156
155
154
153
152
151
150
149
148
147
146
145
144
143
142
141
140
139
138
137
136
135
134
133
132
131
130
129
128
127
126
125
124
123
122
121
120
119
118
117
116
115
114
113
112
111
110
109
108
107
106
105
104
103
102
101
100
99
98
97
96
95
94
93
92
91
90
89
88
87
86
85
84
83
82
81
80
79
78
77
76
75
74
73
72
71
70
69
68
67
66
65
64
63
62
61
60
59
58
57
56
55
54
53
52
51
50
49
48
47
46
45
44
43
42
41
40
39
38
37
36
35
34
33
32
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Throw away the inhaler at this point. You may still hear something when you shake the
inhaler. This is only propellant. It contains no active medicine!
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Ogi Andyka, FFUI, 2014
Download