PERSEPSI TENTANG KEADILAN DAN PERANANNYA PADA SIKAP KERJA KARYAWAN IRMAWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara BAB I PENGANTAR A. Permasalahan Perusahaan merupakan salah satu bentuk organisasi. Organisasi diartikan sebagai hubungan berpola antara manusia yang terlibat aktivitas saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama, baik tujuan perseorangan maupun tujuan kelompok (Wexley dan Yukl, 1977). Tujuan organisasi yang harus dicapai ialah meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Disamping itu biasanya ada tujuan lain yaitu pengembangan organisasi. Pada dasarnya suatu organisasi merupakan totalitas berbagai unsur, sehingga untuk mencapai tujuan organisasi sangat tergantung pada berbagai unsur yang saling berinteraksi. Unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi. Tidak berfungsi atau kurang efektifnya suatu unsur organisasi dapat mengganggu keseimbangan proses yang sedang berlangsung, dan hal ini tentu saja dapat mempengaruhi efektifitas organisasi. Karyawan merupakan salah satu unsur penting dalam organisasi dan berperan besar untuk pencapaian tujuan organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya mereka saling berinteraksi dengan alat-alat yang digunakan maupun dengan karyawan lain seperti bawahan, teman sekerja, atau atasan. Karyawan sebagai pekerja merupakan faktor terpenting diantara faktor-faktor yang berpengaruh pada produksi. Faktor menjadi utama perhatian karyawan yang karyawan bukan benda mati. Sebagai faktor yang karena menunjang produksi, ia mempunyai perasaan dan kehendak (Manullang, 1988) Organisasi sebagian besar digerakkan Kehidupan oleh karyawan, bahkan karyawan sangat dominan dalam organisasi perusahaan atau kehidupan fungsinya Hal ini menunjukkan perencanaan karyawan diartikan sebagai penentu kuantitas kualitas produksi yang diperlukan dan mencapai tujuan organisasi yang optimal (Handoko, 1985) Oleh karena itu, karyawan atau pekerja perlu ditangani secara sungguh-sungguh, bila diharapkan sikap kerja positif dan hasil kerja yang optimal. Dalam karyawan satu organisasi kenyataan, dalam memperlihatkan perbedaan secara individual. Adanya perbedaan ini akan menghasilkan sikap dan tingkah laku tertentu. Sikap dan tingkah laku itu bersumber dari dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern.Faktor intern adalah perbedaan sistem nilai yang dianut olehindividu dan hal ini bisa dikatakan relatif tetap yang dianut dengan kata lain akan memperngaruhi seorang individu dalam mempersepsikan sesuatu objek atau peristiwa sehingga akhirnya individu tersebut berespon atau bertingkah laku. Disamping itu faktor ekstern juga mempengaruhi sikap tingkah laku seseorang dalam situasi kerja seperti kebudayaan, situasi dan kondisi kerja, hubungan yang dalam kelompok, pengalaman, sistem manajemen dan promosi. Kondisi seperti ini membentuk harapan karyawan mengenai konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan yang dilakukannya. © 2004 digitized by USU digital library 1 Strauss dan Sayless (1990) mengatakan bahwa orang bekerja pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman. Kebutuhan psikis, misalnya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan kerja. Kebutuhan sosial, misalnya untuk membina persahabatan dengan teman kerja. Pada saat karyawan bergabung dengan suatu organisasi biasanya mereka membuat suatu perjanjian psikologis yang tidak tertulis. Hal ini sebagai pelengkap dari perjanjian ekonomi seperti upah atau gajinya waktu kerja dan kondisi kerja. Perjanjian ini menetapkan syarat keterlibatan psikologis masing-masing karyawan dengan sistem. Di pihak karyawan bersedia mencurahkan tenaga dan loyalitasnya dalam kadar tertentu. Sebaliknya mereka juga menuntut lebih dari sekedar imbalan ekonomi dari perusahaan, seperti memperoleh rasa aman, hubungan yang baik, dukungan untuk memenuhi harapan, dan kesempatan untuk maju. Dapat dikatakan bahwa karyawan dalam mengharapkan atau menilai imbalan yang diterimanya melibatkan persepsi tentang keadilan. Oleh karena itu baik disadari atau tidak, seorang karyawan akan mempersepsi hasil yang diterimanya seperti gaji, hubungan dengan atasan, teman kerja, suasana dan lingkungan kerja misalnya tantangan pekerjaan yang ada. dibandingkan dengan masukan dirinya seperti tingkat pendidikan, pengalaman, dan masa kerja yang keseluruhannya akan mempengaruhi sikap kerja. Pada dasarnya pihak pengelola dan pihak karyawan merupakan suatu mitra kerja yang Saling menguntungkan karyawan bekerja dan menghasilkan benda atau jasa dengan mendapatkan upah atau gaji yaitu imbalan berupa uang dan fasilitas tertentu. Dalam menghasilkan benda atau jasa tersebut. Karyawan melibatkan banyak faktor antara lain: pendidikan, keterampilan, pengalaman, usia, kecerdasan, jenis kelamin, senioritas, dan daya upaya yang telah dikerahkan dalam melaksanakan pekerjaanya. Disamping faktor–faktor diatas masih ada beberapa faktor lain yang akan dimasukan didalamnya. Faktor-faktor itu boleh jadi akn dipersepsikan oleh karyawan sebagai sumbangsihnya dalam pertukarannya dan wajar bila karyawan mengharapkan atau mendapat imbalan yang sebanding atau adil oleh karena faktor-faktor tersebut disertakan sebagai sumbangsihnya masa seluruh faktor itu disebut input (masukan). Disisi lain dalam proses pertukaran ini terdapat penerimaan karyawan yaitu putcomes (hasil). Termasuk di dalam hasil pada suatu hubungan pertukaran antara karyawan dan manajer yang dilihat oleh karyawan sebagai wakil perusahaan dan antara lain: gaji pokok dan bonus, penyeliaan, keuntungan, senioritas, status pekerjaan dan lambangnya serta berbagai penghasilan tambahan yang sah baik formal maupun in formal. Disamping hasil yang bernilai positif, sudah tentu terdapat juga hal-hal yang bernilai negatif antara lain: kondisi pekerjaan yang buruk dan nasib yang tidak pasti (Fakultas Psikologi Unpad 1986). Di luar hubungan pertukaran pekerja-manajer masih terdapat pertukaran lainnya, walaupun sulit untuk dipisahkan dalam pertukaran itu terdapat hasil-hasil yang relevan yang bagi salah satu atau kedua belah pihak, yang terdiri atas afeksi, kasih sayang, kesopan santunan formal. Ungkapan persahabatan, nilai-nilai yang fair, dan kepercayaan. Sebaliknya penghinaan, kekasaran perilaku dan penolakan merupakan hasil yang bersifat negatif. Secara konseptual masukan dan hasil dianggap sebagai dua hal yang terpisahkan dan berdiri sendiri tetapi sebenarnya keduanya mempunyai kaitan yang erat. Dalam organisasi terdapat harapan yang secara normatif menentukan apa yang dimaksud dengan hubungan yang seimbang (fair) antara masukan dan hasil. Harapan ini dilandasi oleh pengamatan seseorang atau sekelompok orang terhadap © 2004 digitized by USU digital library 2 hubungan yang berlaku yang dijadikan pembanding, sehingga dari harapan itu menimbulkan persepsi equity (keadilan) dan inequity (ketidakadilan). Istilah keadilan pada penulisan ini bukan istilah yang digunakan dalam ilmu ekonomi. Keadilan dalam penulisan ini lebih mengacu pada pengertian-pengertian seperti: hak menurut keadilan, kewajaran, kesimbangan, kesebandingan, dan kesepadanan (Fakultas Psikologi Unpad, 1986 ) . Keadilan di sini dapat dikatakan lebih ditujukan untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan karyawan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti memberikan kesempatan pelatihan dan pendidikan lanjutan agar karyawan dapat lebih memahami dan mengerti tugasnya sehingga diharapkan menimbulkan sikap kerja yang positif serta hasil kerja yang optimal. Salah satu faktor keadilan adalah imbalan berupa uang. Imbalan uang merupakan suatu alat atau sarana untuk melihat hubungan yang seimbang antara masukan dan hasil. Dalam suatu organisasi terdapat harapan untuk menentukan apa yang dimaksud hubungan yang fair antara masukan dan hasil. Apabila hasil dan masukan tidak sebanding dengan hasil dan masukan orang lain maka akan timbul persepsi tentang ketidak adilan. Kompas (13 Nopember 1991) menyebutkan bahwa para karyawan dari empat perusahaan besar di Bekasi mogok kerja dan menuntut agar perusahaan agar memenuhi Ketentuan Upah Minimum (KUM) sesuai dengan SK Menaker Republik Indonesia No.338/1991. Selain itu, mereka juga menuntut agar perusahaan memberikan hak cuti, tunjangan kesehatan, perlindungan dan keselamatan kerja, serta uang transpor,dari keterangan itu diduga bahwa para karyawan melakukan aksi mogok kerja karena hasil yang mereka terima kurang memuaskan atau gaji dibayar kurang. Hal ni sesuai dengan teori equity dari Adams (1965) yang mengatakan bahwa kondisi tidak seimbang akan terjadi apabila karyawan dibayar kurang ataupun dibayar lebih. Hal ini berarti ketidakadilan bukan hanya disebabkan semata-mata para karyawan dibayar kurang tetapi dapat juga terjadi bila mereka dibayar lebih. Andrews dan Valenzi (dalam Mowday, 1983)mengemukakan bahwa karyawan tang dibayar lebih dalam mengidentifikasikan masalah ketidakadilan. Mereka berespon karena pada pekerjaan itu memiliki tantangan terhadap kualifikasi mereka dan self-imaoenya sebagai pekerja. Menyebutkan bahwa para karyawan dari empat perusahaan besar di Bekasi mogok kerja dan menuntut agar perusahaan agar memenuhi Ketentuan Upah Minimum (KUM) sesuai dengan SK Menaker Republik Indonesia No.338/1991. Selain itu. mereka juga menuntut agar perusahaan memberikan hak cuti, tunjangan kesehatan, perlindungan dan keselamatan kerja. serta uang transpor, Dari keterangan itu diduga bahwa para karyawan melakukan aksi mogok kerja karena hasil yang mereka terima kurang memuaskan atau gaji dibayar kurang. Hal ini sesuai dengan teori equity dari Adams (1965) yang mengatakan bahwa kondisi tidak seimbang akan terjadi apabila karyawan dibayar kurang ataupun dibayar lebih. Hal ini berarti ketidakadilan bukan hanya disebabkan semata-mata para karyawan dibayar kurang tetapi dapat juga terjadi bila mereka dibayar lebih. Andrews dan Valenzi (dalam Mowday, 1983) mengemukakan bahwa karyawan yang dibayar lebih dalam mengidentifikasikan masalah ketidakadilan. mereka berespon karena pada pekerjaan itu memiliki tantangan terhadap kualifikasi mereka dan self-imagenya sebagai pekerja. Wiener (dalam Mowday,1983) menemukan bahwa karyawan yang dibayar lebih akan menghasilkan hasil kerja yang lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar rata-rata terutama bila tugas yang dilakukan melibatkan ego mereka. Contohnya tugas yang mempergunakan konsep diri dan pemikiran. Berdasarkan penemuan ini mereka berpendapat bahwa penampilan pekerjaan karyawan di dalam kondisi dibayar lebih perasaan ketidak- © 2004 digitized by USU digital library 3 adilan muncul karena adanya penurunan harga diri pada karyawan itu sendiri jika ia gagal dalam pekerjaannya. Ketidakadilan dapat menimbulkan ketegangan dalam diri seseorang. Ketegangan ini sebanding dengan besarnya ketidakadilan yang terjadi. Karyawan akan berusaha untuk melenyapkan atau menurunkan ketegangan itu, sehingga menjadi stabil kembali atau adil. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan oleh karyawan. ia dapat menentukan apakah kondisinya seimbang atau tidak. sehingga pada akhirnya kondisi ini akan menimbulkan suatu sikap kerja. Dalam kerja setiap orang menginginkan perasaan adil dan kepuasan kerja serta menghindari ketidakadilan dan ketidakpuasan kerja. Adams (dalam Wexley dan Yukl 1977) mengatakan bahwa kepuasan kerja tergantung pada perasaan keadilan pada pekerjaan. Perasaan ini diperoleh setelah membandingkan dirinya karyawan karyawan lain. Kalau dalam membandingkan tersebut karyawan merasakan keadilan. maka ia merasakan demikian atau sebaliknya. Dalam bekerja banyak karateristik pekerjaan yang dipertimbangkan karyawan tetapi sekelompok karateristik cenderung secara bersama-sama dievaluasi dengan cara sama. Sekelompok pada karateristik tersebut merupakan sikap terhadap gaji, kondisi kerja, kondisi teman kerja, dan kesempatan jaminan kerja. Sesungguhnya, karyawan beranggapan memiliki sebagian sikap terhadap setiap aspek pekerjaannya disamping gabungan sikap terhadapnya secara keseluruhan. Sikap kerja mencerminkan pengalaman yang menyenangkan atau tidak serta pekerjaan harapan terhadap masa depan. Sikap kerja merupakan hal yang sangat penting dalam organisasi. sebab hal itu dapat mempengaruhi sikap kerja.Oleh karena itu dengan diketahuinya sikap seseorang maka dapat diprediksikan tingkah laku yang akan terjadi karena sikap menentukan cara-cara seseorang bertingkah laku dalam menghadapi objek tertentu (Mar’at 1981). Dalam hal ini yang dimaksud adalah seseorang karyawan terhadap pekerjaannya sehingga kerja seseorang itu akhirnya dapat mempengaruhi lakunya dalam dunia pekerjaan. Sebagai manusia, karyawan mempunyai persepsi hasil dan masukan yang diberikan oleh perusahan dan situasi kerja. Dalam kenyataannya sering timbul perasaan ketidakadilan, karena karyawan mempersepsikan bahwa masih ada kesenjangan antara masukan dan hasil. Artinya karyawan merasa belum dihargai atau diberi imbalan secara adil dan situasi kerja yang kurang menyenangkan seperti misalnya, ruangan kerja yang terlalu panas, pekerjaan yang sama setiap hari kerjanya tentu dapat membosankan, dan masukan (tingkat pendidikan) karyawan yang dihargai terlalu rendah oleh perusahaan atau hasil yang diterima kurang memadai, sehingga akibatnya karyawan mempunyai sikap kerja yang negatif. Permasalanannya adalah sejauh manakah hubungan antara persepsi tentang keadilan dan sikap kerja. Mengingat pentingnya persepsi tentang keadilan atau perlakuan pembayaran yang adil di lingkungan perusahaan dikaitkan terhadap sikap kerja, maka penulis merasa terdorong untuk menelitinya. Di samping itu sepengetahuan peneliti, penulisan mengenai hubungan persepsi tentang keadilan dengan sikap kerja dalam lingkungan perusahaan di Indonesia masih jarang dilakukan. B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk untuk secara teoritis keterkaitan antara persepsi karyawan tentang "keadilan" dengan sikap kerja yang ditampilkannya. © 2004 digitized by USU digital library 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap Kerja 1. Pengertian Sikap Sikap merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas karena dengan diketahuinya sikap seseorang atau sekelompok orang maka dapat diramalkan tingkah laku yang akan terjadi. Mar’at (1981) mengatakan bahwa sikap mempunyai pengaruh besar di dalam diri seseorang karena sikap menentukan cara-cara seseorang bertingkah laku dalam menghadapi suatu objek tertentu. Menurut Masri (1972) sikap dapat diartikan sebagai sikap yang diarahkan untuk menilai atau menghadapi sesuatu objek tertentu. Menurut Gerungan (1967) sikap selalu diarahkan kepada suatu tujuan atau subjek tertentu, yaitu suatu kesedian beraksi terhadap sesuatu objek. Sikap ini merupakan pandangan atau perasaan yang disertai oleh kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Adapun objek dari sikap bisa berupa benda, orang, peristiwa, lembaga, ataupun nilai-nilai. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sarwono (1974) memberi pengertian tentang sikap sebagai suatu kesiapan pada diri seseorang untuk bertindak. Sikap dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif mempunyai kecenderungan untuk mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Adapun negatif mempunyai kecenderungan untuk mengentahui, menghindari, dan tidak menyukai objek perwujudan sikap positif maupun negatif dipengaruhi tertentu oleh suatu objek dengan kata lain bisa dipengaruhi oleh sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sikap terhadap nilai artinya pendirian dan perasaan budaya, artinya pendirian dan perasaan seseorang terhadap suatu objek dapat ditentukan oleh pandangan umum dalam masyarakat dalam menilai objek tadi. Crow dan Crow (1973) mengatakan bahwa sikap dan akan lepas kehidupan manusia karena sikap merupakan dari tingkah laku yang selalu mengarahkan manusia menilai baik-buruknya suatu objek melalui apa yang ditunjukan apa yang sikap oleh sikap positif terhadap hal tersebut. Oleh karena itu pengetahuan terhadap suatu hal akan menyebabkan mempunyai sikap positif tersebut. Sikap positif ini akan mempengaruhi niat seseorang untuk menerima sesuatu yang berkaitan dengan hal itu (Ancok,1986)Misalnya seorang karyawan sudah memiliki pengetahuan tentang rasio hasil masukan yang tidak fair. Dalam pekrjaan ia mengalami kondisi yang tidak adil, maka dalam upaya untuk mengurangi ketidakadilan tersebut ia bisa mengubah rasio hasil masukan secara kognitif. Artinya karyawan dapat menurunkan atau menaikan makna atau nilainya. Cacioppo (dalam Brigham,1991) mengatakan sikap sebagai suatu respon yang timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki reaksi individual. Berarti bentuk respon dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Azwar (1988) mengatakan faktor yang menentukan bentuk respon individu terhadap stimulus yang diterima tergantung pada berbagai faktor antara lain hakekat stimulus, latar belakang pengalaman individu, dan motivasi. Sikap merupakan pengaturan atau pengorganisasian dari proses persepsi, kognisi, emosi, dan kecenderungan bertindak atau beraksi terhadap suatu objek. Dilihat dari strukturnya sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang. Yaitu komponen kognitif, afektif, dan kognatif. Komponen kognitif berupa hal yang © 2004 digitized by USU digital library 5 dipercayai oleh subjek, komponen epektif merupakan perasaan yang mengangkut aspek emosional dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu (Krech dkk.,1962). Lebih lanjut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan: a.Komponen Koqanisi, yaitu komponen sikap yang terdiri dari sejauhmana pengenalan individu terhadap objeknya. Misalnya sikap seseorang terhadap suatu anggapan bahwa dengan kondisi kerja yang tidak fair dan ketidakpuasan kerja merupakan suatu hal yang menyebabkan orang kurang kurang produktif. Hal ini tergantung sejauhmana pengetahuan dan sikap seseorang karyawan terhadap situasi dan kondisi yang tidak fair dan tidak puas. b.Komponen afektif, yaitu komponen yang menunjukkan bagaimana hubungan emosi dengan suatu objek. Sikap dari komponen ini adalah evaluatif dan sifat ini akan menentukan arahkomponen sikap yang lain . Jadi setelah orang telah mengenal satu objek , maka orang tersebut akan mempunyai persaan terhadap objek tadi, dan akan timbul perasaan menyukai (menerima). c. Komponen konatif Yaitu komponen sikap yang menunjukan kecenderungan untuk bertindak, yang berarti tingkah laku akan dihubungkan dengan sikap. Pernyataan dari komponen ini dapat bersifat verbal yaitu apa yang diucapkan oleh individu dan dapat bersifat nonverbal yaitu apa yang benar–benar dilakukan individu terhadap objeknya. Misalnya seorang karyawan mempersepsikan hasil masukan yang diterima dibandingkan dengan hasil masukan yang diterima orang lain dan ia merasa bahwa ia diperlakukan tidak adil dalam pekerjaan sehingga hal ini dapat menimbulkan sikap kerja yang negatif. 2. Pengertian kerja Aktivitas kerja merupakan hal yang tidak asing bagi kehidupan manusia. Setiap hari manusia hidup dan berjuang dalam dunia kerja. Sedemikian erat hubungan manusai dengan kerja. Sehingga aktivitas kerja tampak hanya memiliki satu pengertian yang utuh dalam kehidupan manusia. Menurut Ghiselli dan Brown (1958), aktivitas kerja memiliki dua bentuk yang berbeda, yaitu ; (1) aktivitas kerja fisik. Dan (2) aktivitas kerja mental. Secara fisik aktivitas kerja merupakan penyaluran energi potensial ke energi kinetik. Penekanan aktivitas kerja ini lebih bersifat fisik. Tenaga tersebut diperoleh dari kontraksi otototot. Kontraksi otot tersebut terjadi karena hasil oksidasi zat gula dan zat tepung. Sedangkan aktivitas kerja mental tidak menekankan aktivitasnya pada kontraksi otot. Tetapi pada aktivitas otak dan syaraf-syaraf. Berdasarkan atas kedua aktivitas tersebut Fleishman dan Hogan (1979) menyatakan bahwa baik fisik maupun mental ke dua jenis aktivitas tersebut berperan dan saling berpengaruh pada aktivitas kerja manusia secara keseluruhan. Seperti halnya permainan bagi anak-anak, aktivitas kerja tampak sebagai aktivitas dasar yang memberikan kesenangan, manfaat, dan arti tersendiri bagi kehidupan manusia. Dalam aktivitas tersebut akan terdapat berbagai transaksi dari berbagai pihak yang akan menimbulkan berbagai manfaat (Blum 1968: Schermerhorn, 1982). Selanjutnya Blum dan Schermerhorn (1982) mengatakan bahwa aktivitas kerja melibatkan tiga manfaat dalam kehidupan manusia yaitu: (1) manfaat sosial. (2) manfaat ekonom, (3) manfaat psikologis. a. Manfaat sosial. Secara sosial,aktivitas kerja,merupakan aktivitas yang memberikan status dan posisi tertentu serta mengikat seseorang dengan kehidupan © 2004 digitized by USU digital library 6 manusia yang lain. Selanjutnya aktivitas-aktivitas sosial tersebut mendapatkan bentuknya yang mantap dalam kehidupan organisasi ini terpenuhinya kebutuhan tercapainya prestasi dan tujuan seseorang maupun kelompok akan selalu melibatkan banyak pihak sehingga menimbulkan keikatan. Sebagai mana dinyatakan Schermerhorn (1982) bahwa aktivitas kerja dapat menimbulkan ikatan sosial dengan individu lain. Masing-masing individu akan mendapatkan peran dalam hubungan fungsional tersebut sampai terselenggaranya keseimbangan di dalamnya. b.Manfaat Ekonomi. Selain memiliki manfaat sosial menurut Schriesheim (1978), organisasi juga merupakan wadah dan sarana untuk melindungi serta meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan hidup anggota-anggotanya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa seseorang masuk organisasidisebabkan ketidakpuasan dalam hal kondisi kerja penghasilan yang tidak menentu dan faktor pengakuan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Kartono (1985) bahwa kesejahteraan hidup yang terlindungi dalam organisasi terutama adalah kesejanteraan material. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa aktivitas kerja dapat merupakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, baik dalam organisasi maupun di luar organisasi. Dalam pengertian ini. menurut Mccormick dan Tiffin (1979), kerja merupakan penunaian kewajiban untuk pihak lain. Pihak pelaksana tugas akan mendapatkan imbalan yang sesuai dengan tugasnya. Dengan demikian dalam transsaksi ini harus ada keseimbangan antara pemberian atau bentuk imbalan dengan terpenuhinya kebutuhan masing-masing pihak (Schermerhorn,1982). c. Manfaat Psikologis Dalam pernyataan sehari-hari, sering terdengar banyak orang merasa frustasi apabila merasa dirinya sibuk. Di lain pihak banyak juga keluhan akan waktu istirahat atau ketidaktahanan dan kecemasan bekerja walau lebih imbalan yang diperoleh sudah memadai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwanya aspek sosial dan ekonomi dalam aktivitas kerja adalah satu-satunya tujuan seseorang dalam bekerja. Sebagaimana dikemukakan oleh Fox bahwa (Padmonobo, 1988) popularitas, pengaruh, kekuasaan, dan uang historis yang akan menjamin keberhasilan manusia. Demikian aktivitas kerja bukan tampak hanya tanggung jawab sosial dan ekonomi saja, tapi tanggung jawab secara keseluruhan kehidupan dan pribadi manusia itu sendiri. Selain imbalan yang berupa materi dan hubungan sosial sebagai akibat dari aktivitas kerja manusia dalam bekerja juga membutuhkan penghargaan dan pengakuan dari orang lain terhadap hasil kerjanya serta membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya dalam bidang pekerjaan yang ditanganinya. Dalam kehidupan kerja sehari-hari, sering bahwa manusia merasa tidak mendapatkan manfaat dan kepuasan bila kebutuhan untuk mengembangkan diri secara luruh dalam aktivitas kerjanya tidak terpenuhi, secara material dioeroleh cukup memadai kebutuhan tersebut oleh Maslow (dalam Blum, 1968), dalam teori motivasinya disebut sebagai kebutuhan akan penghargaan diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Dalam aktivitas kerja manusia dengan demikian selalu berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis tersebut. Oleh sebab itu dalam aktivitas kerja, selain manfaat ekonomi dan sosial, manusia juga akan berusaha mendapatkan manfaat secara psikologis dari aktivitas kerjanya. Dalam kenyataan sehari-hari sering dijumpai tendensi pandangan masyarakat terhadap pekerjaan yang sedikit banyak mengandung konotasi paksaan. Hal ini disebabkan penggunaan waktu dan usana dalam berkerja kerap kali jauh dari apa yang diharapkan para pekerja. Disamping itu, waktu pekerja yang panjang, masih mewarnai kehidupan sebagian besar pekerja. Dengan kondisi demikian para pekerja akan mempunyai kesiapan dirinya untuk berkerja atau sikap kerja. © 2004 digitized by USU digital library 7 3. Sikap kerja Sikap seseorang terhadap pekerjaannya mencerminkan pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaannya dan harapan-harapan terhadap masa depan. Sikap kerja merupakan hal penting dalam organisasi,baik secara perorangan maupun secara kelompok karena dapat mempengaruhi hasil kerja. oleh karena itu dengan diketahui sikap seseorang atau sekelompok orang maka dapat di prediksi tingkah laku yang akan terjadi. Sikap mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam diri seseorang karena sikap menentukan cara-cara seseorang bertingkah laku dalam menghadapi objek tertentu (Mar'at 1981). Sikap terbentuk berdasarkan interaksi langsung dengan objek sikap. Soekanto (1982) mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan merupakan hubungan antara dua atau lebih individu yang menyebabkan adanya saling mempengaruhi antar individu tersebut dan interaksi sosial merupakan kunci kehidupan sosial dalam kehidupan bersama. Mc.Keachi dan Dovle (1976) berpendapat bahwa sikap manusia tidak dapat terlepas dari kebudayaan individu yang berkembang dalam latar belakang kebudayaan yang berbeda akan mempengaruhi sikap yang berbeda pula dalam menghadapi suatu masalah. Mednick dkk (1975) mengatakan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor dari dalam pribadi individu dan faktor-faktor luar yaitu antara lain kebudayaan dan informasi yang diterima individu. Suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya mempunyai budaya tersendiri yang berbeda dengan perusahaan lain. Budaya perusahaan adalah norma yang mempengaruhi sikap kerja dan perilaku karyawan. Sikap kerja ialah suatu kesiapan bereaksi untuk menanggapi berbagai aspek pekerjaan yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pekerjaan tersebut. Dalam kenyataan pada suatu organisasi terlihat bermacam- macam sikap individu terhadap pekerjaannya. Moenir (1983) mengatakan bahwa sikap kerja dapat bersifat permanen dan bersifat sementara. Sikap kerja yang permanen adalah sikap yang dianut seseorang dan hal ini tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan dan keadaaan lingkungan maupun status walaupun faktor lingkungan pekerjaan dan kepentingan serta status berubah. Sikap kerja sementara ialah jika terjadi perubahan status atau kepentingan seseorang pada pekerjaan, maka sikap kerjanya juga akan berubah. Towle (1965) berpendapat bahwa sikap kerja ialah suatu keadaan seseorang sehubungan dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan serta keinginannya. Salah satu faktor seseorang bekerja ialah untuk mendapatkan uang (gaji). Untuk mencapai itu. Karyawan harus terlebih dahulu menyumbangkan atau memberikan tenaga serta pikirannya kepada organisasi. Hasil atau imbalan yang diperoleh setelah ia bekerja. Bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dengan hasil jerih payahnya itu sudah bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. apalagi kalau bisa ditabung sudah tentu ia akan merasa puas.Siap karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaan banyak dipengaruhi dan ditentukan oleh harapan –harapan karyawan. Sikap kerja yang tinggi menyebabkan individu ikut mengambil bagian dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi dirinya dan mereka cenderung merasa puas dengan pekerjaannya serta menerima sebagaimana hal yang membangkitkan semangat kerja. Seseorang yang mempunyai semangat kerja dan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, jika pekerjaan itu memberikan keuntungan atau hasil yang dapat memuaskan kebutuhannnya. Jika kebutuhan karyawan tidak terpenuhi, karyawan akan merasa tidak puas. Hal ini akan menyebabkan ketidakmampuan dari karyawan untuk menyesuaikan diri terhadap pekerjaannya. Mitchel (1982) mengatakan bahwa ketidakpuasan karyawan dalam bekerja. dapat menyebabkan karyawan suka membolos dari pekerjaannya atau yang lebih © 2004 digitized by USU digital library 8 ekstrim mengajukan permohonan minta berhenti. Keadaan ini dapat berpengaruh negatif untuk kesehatan fisik maupun psikis sehingga produktivitas kerja menjadi rendah. Menurut Smith (1955) karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya akan menjadi kurang kooperatif lebih sering mangkir dan sering meningggalkan pekerjaan, yang berarti hal ini menunjukkan ketidak disiplinan dari para karyawan. Pendapat ini sesuai dengan Ancok dan Rasimin (1988) yang mengatakan bahwa karyawan yang merasakan pekerjaannya sebagai tempat yang tidak menyenangkan akan sering tidak hadir dalam bekerja. Selain itu karyawan jadi kurang produktif sering mengambil waktu istirahat di luar jam kerja yang telah ditentukan dan sering datang terlambat ke tempat kerjanya. Kohn dan Schooler (dalam Kartasapoetra, 1990) berpendapat sikap kerja adalah tidak hanya sebagai perwujudan pandangan karyawan terhadap peran pekerjaannya, tetapi merupakan perwujudan pandangan mereka terhadap dunia dan dirinya sendiri. Holand (dalam Kartasapoetra, 1990) menunjukan pengaruh kepribadian terhadap sikap dan perilaku kerja. la berpendapat bahwa seseorang itu cenderung mencari dan mempertahankan pekerjaan yang kepribadiannya serta cenderung menghindari dan sesuai dengan meninggalkan pekerjaan yang sesuai dengan kepribadiannya. Seorang karyawan pada dasarnya adalah mahluk sosial yang tidak dapat melepaskan diri dari sesamanya. Menurut Hadi (1969) ini dapat menimbulkan masalah sendiri terutama bagi karyawan yang kurang mampu dalam pergaulan tersendiri, pergaulan sosial. Salah satu hal yang menentukan bagaimana sesuatu hal yang terhadap orang lain. Morgan dkk (1979) mengatakan bahwa persepsi seseorang terhadap orang lain menentukan terhadap bagaimana ia memberikan responnya kepada orang lain serta hubungan yang akan dibentuk bersama orang lain. Dalam suatu organisasi hubungan ini mau tidak mauakan terjadi dengan sendiri dan merupakan keraja ditentukan oleh pengalaman sehari-hari dan faktor yang menunjang fungsi manejereal.Selanjutnya Casio(1987)menunjukan bahwa peranan faktor yang menunjang fungsi manejerial. Selanjutnya Cashio (1987) menunjukan bahwa peranan pendidikan dan kerja sangat mempengaruhi keputusan. inisiatif, ketergantungan, dan kemampuan bekerja dengan orang demikian sikap kerja pekerja dalam organisasi dengan banyak faktor meliputi kelambanan kerja, kemangkiran,efeksiensi kerja, semangat kerja, dan prestasi kerja, serta kuantitas dan kualitas kerja. MeGuire (dalam Brigham, 1991)mengatakan komponen perasaaan dari sikap menjelaskan reaksi emosional seseorang terhadap objek sikap dan komponen tingkah laku melibatkan seseorang tingkah laku yang dihubungkan dengan objek dan kognitif melibatkan kepercayaan pada fakta dan tentang objek. Selajutnya Cacioppa dalam Brigham,1991) mengatakn bahwa evaluasi merupakan aspek yang lebih utama dari sikap perasaan.Tetapi sikap sebagai suatu skema yang biasanya melibatkan perasaan yang digunakan untuk mengevaluasi objek. Sikap kerja dengan kata lain dapat dilihat dari cara individu bertingkah laku. Bila seseorang memiliki sikap objek. Hal ini membuat seseorang mempunyai alasan memperlihatkan tingkah laku tertentu. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap kerja merupakan suatu kesiapan bereaksi dalam menanggapi berbagai aspek pekerjaan,yang berdasarkan aspek pekerjaan, yang berdasrkan pandangan terhadap pekerjaan dan dirinya, serta suatu untuk keperibadian seseorang yang terlihat dari perilaku yang ditampilkan dalam pekerjaannya. Sikap kerja juga dipengaruhi pengalaman, pendidikan seseorang kemampuan seseorang yang terlihat dari perilaku yang ditampilkan dipekerjaannya. Sikap kerja juga dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan © 2004 digitized by USU digital library 9 kemampuan sesorang dalm menghadapi pekerjaannya.Sikap kerja adalah suatu respon evaluatif dalam diri atau suatu kecenderungan untuk bertingkah laku dalam menghadapi lingkungan pekerjaan dan aspek–aspek sikap kerja adalah sebagai berikut: a. Sikap terhadap tugas, yaitu reaksi emosional dan tingkah laku yang berhubungan dengan tugas yang seperti perusahaan,kondisi pekerjaan, dan alat-alat yang dipergunakan. b. Hubungan interpesonal,baik yang bernilai positif maupun negatif antara atasan dengan karyawan antara sesama karyawan dalam lingkungan perusahaan. c. Hubungan terhadap perusahaan secara umum, yaitu penerimaan karyawan terhadap situasi dan kondisi pekerjaan, seperti kesempatan untuk berkembang (promosi), status, dan pengakuan terhadap karyawan. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja cukup banyak, dalam tulisan ini dijelaskan faktor-faktor yang dianggap penting oleh beberapa ahli. Gibson dkk.(l1989) mengatakan bahwa suatu kondisi yang adil atau tidak adil yang dialami karyawan mengenai program imbalan mempengaruhi sikap kerjanya. Selajutnya situasi yang tidak adil dapat menimbulkan masalah moral kerja, pergantian karyawan, dan absensi. Situasi kerja yang perlu mendapat perhatian adalah faktor keselamatan kerja, ventilasi,kebersihan ruangan, ruangan yang cukup luas. Hal ini turut membantu memelihara kondisi fisik karyawan, sehingga mereka tidak mudah lelah, bosan, dan jenuh. Selanjutnya dikatakan bahwa ketidak senangan berada di tempat kerja karena suasana lingkungan kerja yang tidak menguntungkan, diduga dapat mempengaruhi sikap kerja (Siagian, 1988) . Kedua faktor tersebut di atas ditekankan untuk menciptakan suasana yang dapat mendukung kenyamanan kerja karyawan dalam lingkungan pekerjaan. Karena apabila situasi dan kondisi kerja kurang mendukung atau tidak menyenangkan dapat berdampak negatif pada karyawan. Martaniah dkk(1990) mengatakan bahwa secara umum situasi yang tidak menyenangkan akan menimbulkan banyak karyawan tidak hadir. Ketidakhadiran karyawan merupakan suatu pencerminan dari sikap kerja karyawan. Di samping itu imbalan atau gaji adalah salah satu pengaruh yang paling kuat pada sikap kerja. Karyawan yang pada umumnya bekerja. bertujuan untuk mendapatkan imbalan itu demi mempertahankan hidupnya. Ranupandovo dan Husnan (1990) mengartikan gaji sebagai imbalan pengganti atau jasa yang telah disumbangkan oleh karyawan kepada pihak lain atau majikan. Dalam penentuan penggajian perlu diperhatikan masalah keadilan atau kelayanan. Artinya semakin tinggi jabatan tanggung jawab maka semangkin tinggi pula gaji yang diterima. Masalah keadilan ini dapat dibandingkan dengan perusahaan lain atau peraturan pemerintah vang berlaku seperti ketentuan Upah Minimum (KUM). Nainggolan (1984) mengatakan bahwa kesanggupan dalam menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan, yang diserahkan dengan sebaik-baiknya dan dalam waktu yang tepat serta berani memikul resiko pekerjaannya. Semakin tinggi jabatan seseorang dalam suatu pekerjaan biasanya diiringi dengan tanggung jawab yang semakin berat pula. Menurut Gibson dkk(1989) tanggung jawab terhadap barang. Tanggung jawab terhadap manusia, seperti misalnya penyelia harus bertanggung jawab mengawasi bawahannya yang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Siagian (1988) mengatakan bahwa waktu sebagai satu sumber yang paling penting dalam kehidupan organisi. Waktu merupakan sumber yang mana sekali tidak © 2004 digitized by USU digital library 10 dapat diperbaruhi, Dan sekali berlalu tidak pernah kembali Mengingat pentingnya masalah waktu, maka perusahaan selalu memperhatikan efesiensi kerja karyawan. Efisiensi kerja karyawan dapat dilihat dalam kerja yang menghasilkan output yang minimal dan kepuasan kerja yang maksimal. Dengan demikian pelaksanaan sesuatu dinilai baik atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas itu diselesaikan tepat pada waktunya. Selain kerjasama dengan prang lain dalam melaksanakan tugas sehingga tercapai daya guna dan hasil guna yang besarnya (Nainggolan,1984) kerja sama berkaitan dengan hubungan antar pribadi.Penelitian Hawthorne (dalam Harsey dan Blancard, 1986)menemukan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi hasil kerja adalah hubungan antara paling sesama karyawan yang terbina dalam pekerjaan, tidak bayaran atau imbalan dan kondisi kerja. Nainggolan (1984) mengatakan bahwa ketaatan suatu bentuk kesetiaan dalam segala peraturan kedinasan dan tidak melanggar peraturan yang berlaku.Ketaatan identik dengan kedisiplinan, Kedisiplinan sebagai suatu sikap tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik yang tertulis maupun tidak.Seperti misalnya perusahaan menetapkan suatu aturan bahwa setiap karyawan tidak boleh terlambat masuk kerja. Apabila sebagiaan besar karyawan tersebut taat. Berarti salah satu kedisiplinan sudah dapat ditegakkan (Leaviit,1986) . Absensi merupakan keadaan waktu seseorang tidak datang ke tempat kerja. Penyebab absen adalah karena kecelakaan kerja, rendah prestasi,kurang perhatian. Ada halangan tranportasi, menyelesaikan urusan pribadi. Dan kedatangan tamu (Flippo,1986). Menurut Hadi (1974) absen dapat disebabkan karena sakit. dan merasa bosan terhadap pekerjaan. Siagian (1988) mengatakan bahwa ketabahan kerja merupakan salah satu pencerminan dari sikap kerja ketabahan kerja adalah kesungguhan karyawan mengatasi masalah dalam usana menyelesaikan tugas dalam usaha menyelesaikan tugas setiap waktu dan keadaan tanpa mudah menyerah serta dilandasi kepercayaan pada diri sendiri. Dalam setiap pekerjaan, sedikit banyak harus mempergunakan ketelitian kerja yaitu kemampuan psikomoterik yang bersifat ketrampilan yang merupakan salah satu ciri atau sifat bagi jenis pekerjaan tertentu, dengan harapan mendapat suatu hasil yang optimal dari seseorang (Tjahjono,1986) . Menurut McCormick dan Tiffan (1974) kemampuan psikomotor meliputi gerakan tangan, ketrampilan jariJemari dan koordinasi mata dengan tangan, yang pada dasarnya ditunjang kemampuan penglihatan. Ketelitian seseorang biasanya berhubungan dengan kecakapan trampilan. Barlatt (dalam Tjahjono, 1986) mengatakan bahwa ketrampilan itu berasal dari proses kognitif yang menghasilkan penampilan yang cermat dan teliti. Siagian (1988) mengatakan bahwa pendidikan merupakan faktor pembentukan kecakapan dan ketrampilan dalam pekerjaan. Selajutnya dikatakan bahwa ketrampilan adalah kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu yang juga dapat diperoleh dari pengalaman dan latian dalam pendidikan. Karena itu usaha untuk mengembangkan ketrampilan dan kecakapan merupakan bagian yang tidak dapat sahkan dari kegiatan pendidikan. Dengan pendidikan lebih untuk berinisiatif, kemampuan yaitu mampu mengambil dalam keputusan, langkahlangkah atau tindakan yang diperlukan dalam melakukan tugas tanpa diberi diminta petunjuk atasan (Nainggolan,1984). Orang berinisiatif duduga akan sukses dalam pekerjaan karena ide-ide atau pendapat-pendapat yang akan mendukung pekerjaan. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan faktor yang meliputi pemenuhan kebutuhan, kondisi motivasi dan situasi maupun kondisi gaji yang adil tidak adil, kecakapan, dan ketrampilan pendidikan, mempengaruhi sikap kerja. Selain itu hal yang berhubungan dengan linkungan fisik seperti misalnya kenyamanan ruangan, © 2004 digitized by USU digital library 11 absensi,kuantitas dan kualitas pekerjaan. dan inisiatif karyawan itu sendiri akan mempengaruhi sikap kerja. B. Persepsi Tentang Keadilan 1.Pengertian Persesi Milton (dalam Roni, 1987) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses seleksi, organisasi dan interpretasi terhadap stimulus dari lingkungan. Seorang karyawan dalam suatu kondisi dan situasi pekerjaan akan ditentukan oleh karateristik karyawan dan variabel situasi, sedangkan persepsi tentang apa yang ada seharang dalam suatu pekerjaan akan banyak ditentukan oleh kondisi kerja aktual. Persepsi dengan kata lain yang dilakukan seseorang, apa yang harus dikerjakan dalam situasi kerja tertentu dan bagaimana yang dilakukan orang lain seperti atasan, teman sekerja, maupun bawahan, dan bagaimana harus bersikap serta bertingkah laku sesuai dengan posisi jabatan mereka. Persepsi merupakan suatu hal tertentu dari dalam diri seseorang yang didasarkan pada pengalaman masa lalu. Pengalaman dapat berupa kejadian yang dialami sendiri maupun yang diperoleh dari orang lain seperti guru, orang tua, kelompok yang terpandang, buku-buku dan majalah-majalah atau media lain (misal: televisi, radio). Persepsi merupakan proses yang membentuk dan mendasari suatu sikap maupun prilaku (Branca,1965). Menurut Pareek (1984) persepsi merupakan serangkaian proses dari menerima, menyeleksi dan mengorganisasi, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsang panca indera. Persepsi bukan sekedar melihat. Dalam persepsi apa yang sudah diterima melalui indera diolah secara kognitif untuk kemudian individu dapat menentukan reaksinya dari sensasi yang diterima (Young, 1958). Dari pendapat diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri individu, baik proses menyadari, seleksi, pengorganisasian dan interprestasi terhadap objek psikologis. Dalam proses – proses tersebutfaktor pengalaman turut mempengaruhi sesuatu yang dipersepsi atau diamati. Karena suatu objek yang diamati akan ditangkap oleh indera dan aakn terjadi suatu proses dalam diri individu sehingga objek tersebut mempunyai makna. Dalam suatu pekerjaan proses persepsi memiliki peranan yang besar, terutama pada aspek situasi pekerjaan dalam hal ini yang dimaksud adalah persepsi tentang keadialan. Persepsi tentang kejadian yaitu bagaimana karyawan merasakan perbandingan rasio hasil masukan dirinya dibanding dengan rasio hasil masukan karyawan lain yang jenis pekerjaannya relatif sama. Artinya karyawan mempersepsikan (menghitung , selisih antara hasil masukannya dan hasil masukan orang lain ). Persepsi tentang keadilan merupakan suatu rangsang yang didasarkan pada karakteristik pekerjaan dan kelompok – kelompok acuan. 2. Pertukaran Sosial Bila ada dua orang atau lebih menjalin suatu hubungan untuk mempertukarkan sesuatu, maka ada kemungkinan adalah seorang diantara mereka atau kedua-duanya merasa pertukaran itu berlangsung tidak seimbang. Hal ini dapat terjadi bila seseorang mempertukarkan jasa-jasanya dengan upah atau gaji yaitu imbalan berupa uang. Dalam proses pertukaran itu. Karyawan terlibat banyak faktor antara lain: kecerdasan, pengalaman, keterampilan, pendidikan,senioritas, usia, jenis kelamin, latar belakang budaya, status sosial, dan data upaya yang telah ia kerahkan dalam melak sanakan tugas pekerjaannya. Faktor-faktor tersebut bisa jadi dipersepsi oleh karyawan sebagai sumsihnya dalam pertukaran itu, dan wajar kiranya bila ia mengharapkan imbalan yang adil (setara atau sebanding). Karena faktor- faktor tersebut diikutsertakan sebagai sumbangsih dalam pertukaran, maka © 2004 digitized by USU digital library 12 disebut inputs (masukan). Ada dua ciri khas vang dimiliki masukan yaitu pengenalan atau pengakuan dan relevansi. Karyawan atau orang lain dalam pertukaran, atau kedua-duanya /karyawan dan orang lain), mungkin mengakui adanya faktor-faktor tersebut pada karyawan. Bila karyawan atau kedua belah pihak mengakui keberadaannya, maka faktor-faktor itu berpotensi untuk menjadi masukan. Apabila hanya bukan karyawan\orang lain) yang mengakui eksistensi faktor itu, maka ditinjau dari pemiliknya, secara psikologis faktor tersebut ini tidak dapat dianggap sebagai masukan. Faktor itu dengan demikian, apakah berpotensi atau tidak untuk menjadi masukan tergantung pada persepsi orang yang bersangkutan ( karyawan ). Mengenai relevansi faktor-faktor itu dalam pertukaran, apabila karyawan mempersepsinya sebagai hal yang relevan dan mengharapkan sambutan atau imbalan yang sebanding, maka faktor itu adalah masukan. Masalah ketidakadilan dengan demikian akan timbul Mania apabila orang bersangkutan (karyawan) menganggap faktor-faktor itu merupakan faktor yang relevan untuk dipertukarkan atau apabila orang lain dalam pertukaran menganggap hal itu tidak relevan dan tidak sesuai dengan anggapannya tersebut (Fakultas Psikologi Unpad,1986) . Di sisi lain dalam proses pertukaran ini terdapat penerimaan individu, yaitu outcomes (hasil). Termasuk di dalam hasil. dalam suatu hubungan pertukaran antara pekerjaan dan manajer (yang dilihat oleh karyawan sebagai wakil perusahaan) yang meliputi gaji,penyeliaan yang memuaskan, keuntungan-keuntungan berdasarkan senioritas, status dan lambang serta berbagai keistimewaan, seperti misalnya hak istimewa bagi orang yang berstatus lebih tinggi untuk memarkirkan mobilnya di tempat yang khusus. Semua itu merupakan contoh hasil yang positif. Sudah barang tentu terdapat juga hasil yang negatif seperti yang dikemukakan oleh Herzberg dkk (1959) sebagai ketidakpuasan yaitu kondisi kerja yang buruk, dan nasib yang tidak pasti. Dari sekian banyak hubungan sosial dan pertukaran dapat disimpulkan bahwa reciprocity (ketimbal-balikan) merupakan unsur funqsional atau,hubungan. Ketimbal-balikan menurut Adams (1965) ialah pertukaran yang setara atau sederajat. Artinya kedua belah pihak yang terlibat dalam hubungan pertukaran dan sosial berkewajiban untuk membalas pemberian yang bernilai positif dengan sesuatu yang bernilai setara atau sebanding. Seperti halnya dengan masukan yang dimaksud dengan hasil adalah sesuatu yang dipersepsi oleh karyawan dan faktor ini harus juga memiliki ciri pengakuan dan relevansi. Seseorang yang melakukan persepsi tentang keadilan. Artinya ia mempersepsi hasil masukan yang diterima dibandingkan dengan hasil masukan orang lain, dan ia merasa perbandingan tersebut tidak seimbang, maka akan timbul perasaan tidak adil. Alvess dan Rossi (1978i)Farkas dan Anderson (1979) mengemukakan untuk mengetahui hakekat daripada konsepsi umum tentang pembayaran yang fair, yaitu dengan mengkombinasikan informasi-informasi di dalam suatu tatanan karateristik sosial yang berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan atau masukan (misalnya: usaha dan performance) dari karyawan pada suatu tingkat pembayaran atau tingkat penghasilan tertentu. Dorstein (1989) mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan pada bangsa Israel mengenai pembayaran yang adil dan tidak adil yaitu dengan memperhatikan acuan yang digunakan dalam perbandingan. Misalnya membandingkan dengan dirinya sendiri. dengan orang yang setingkat atau dengan yang tidak setingkat dan menggunakan kebutuhan Sebagai kriteria evaluasi serta berdasarkan pada demografi dan latar belakang hubungan kerja. Penelitian yang disebut di atas menjelaskan relevansi berbeda. Apakah perbandingan itu berdasarkan hal-hal perbandingan sosial. © 2004 digitized by USU digital library 13 Perbandingan sosial menurut para ahli sama atau hal-hal tidak sama. Pandangan analis terbaru menunjukkan bahwa teori equity dan teori deprivasi yang relatif. memiliki dasar-dasar yang berbeda mengenai arah yang lebih luas dari perbandingan itu. Pernyataan dasar teori equity adalah bahwa orang akan menganggap dirinya dihargai secara adil dengan cara bandingkan hasil rasio dengan masukannya rasio masukan orang lain ( Homans, 1974; Adams 1963). Jika perbandingan dianggap sama. (Martin,1981). Formulasi dari proses ini pada dasarnya adalah perbandingan yang dirancang dengan hal-hal yang sama (Cook,1975:Martin,1981). Pada posisi lain pernyataan teori deprivasi relatif adalah perasaan kurang adil asal dari suatu perbandingan dengan antara hasil diterima oleh kelompok seseorang anggota dari satu hasil yang diterima oleh orang lain atau kelompok lain. Formulasi ini dirancang berdasarkan hal-hal yang sama.Martin (1981) mengatakan bahwa besarnya rasa ketidakadilan dan tingkat rata-rata kesejahteraan merupakan unsur-unsur dasar dari perasaan keadilan. Lawler (1971) dan Rambo (1982) mengemukakan bahwa ada dua variabel penting yang mempengaruhi orientasi psikologis karyawan terhadap pembayaran yaitu ditemukan pada harapan-harapan yang mereka miliki mengenai pembayaran dan persepsi mereka miliki mengenai keadilan dari tingkat konpensasi mereka. Konstribusi dari variabel-variabel ini pada skala subjektif dapat terbentuk didalam respon peru bahan tingkatan pembayaran. Fakultas Psikologi Unpad (1986) dalam membahas teori keadilan mempergunakan istilah orang dalam hubungan pertukaran dengan OB, dan orang lain (OL) yaitu individu bersangkutan (OB), yang sedang berada individu yang dijadikan orang bandingan oleh OB. Biasanya, yang dimaksud OL adalah orang yang berbeda, namun dapat pula OB itu sendiri dalam pekerjaan lain atau dalam peran sosial yang dalam suatu berbeda. OL dengan demikian mungkin adalah OB dalam suatu pekerjaan yang pernah dijabat sebelumnya, jika ia sedang membandingkan hasil masukan yang sekarang dengan yang sebelumnya. untuk kemudian menentukan apakah pertukaran dengan manajer sekarang dan terdahulu sebanding atau tidak. Masukan (M) mempunyai arti segala sesuatu yang dipersepsi oleh OB sebagai faktor-faktor yang dia berikan atau sumbangkan dalam pertukaran. Sedangkan hasil (H)yang berarti semua faktor yang dipersepsikan oleh OB sebagai hasil yang diperoleh dalam proses pertukaran. 3. Equity-ineguity dan Motivasi Kerja Ketidakadilan akan terjadi pada diri OB apabila suatu ketika ia mempersepsi bahwa hasil masukannya tidak sebanding dengan hasil masukan yang diterima orang lain. Kejadian semacam ini akan timbul apabila: (1) OB dan Ol berada dalam suatu relasi pertukaran langsung, atau ( 2) kedua individu (0B dan OL) berada pada suatu hubungan pertukaran dengan pihak ketiga dan OB membandingkan dirinya dengan OL. Sedangkan keadilan akan terjadi bila keduanya (hasil masukan) sebanding. Adams (1965) berdasarkan teori dissonansi Festinger (1957) mengatakan bahwa suatu kondisi yang tidak adil yang dialami seseorang akan menimbulkan ketegangan dalam dirinya. Ketegangan ini proporsional dengan ketidakadilan yang telah terjadi. Kemudian ketegangan yang timbul pada seseorang akan memotivasi dia untuk melenyapkan atau menurunkan ketegangan tersebut. Adanya kondisi ketidakseimbangan ini dengan kata lain akan memotivasi atau mengerakkan individu untuk mencapai keseimbangan atau menurunkan ketidakseimbangan tersebut. Kekuatan motivasi untuk melakukan keadaan itu berbeda-beda dengan besarnya ketidak seimbangan yang dirasakan. Berdasarkan hal ini, maka untuk mengurangi © 2004 digitized by USU digital library 14 ketidak adilan pada seorang karyawan, dapat digambarkan dengan selalu proses antara lain: (1) individu membandingkan hasil-masuknya dengan hasil-masukan orang lain.(2) penentuan atau keputusan (keseimbangan=kepuasan; ketidakseimbangan=ketidakpuasan). (3)tingkah laku termotivasi untuk mengurang ketidakseimbangan, atau bila kondisi seimbang tingkah laku individu tidak berubah dan perlu upaya mempertahankannya. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan individu pada tahap satu. Ia kemudian menentukan apakah kondisinya seimbang atau tidak seimbang atau tahap ke dua. Dalam proses ini ia akan berusaha memahami hasil dan masukan pada setiap jumlah hasil yang menurut persepsinya relevan untuk diperhitungkan di dalam pertukaran. Tiap jumlah itu merupakan hasil pembontotan yang dilakukan seseorang secara berbeda-beda terhadap unsur-unsur hasil maupun unsur-unsur masukan. Berpijak pada pengertian ketidak seimbangan dapat disimpulkan bahwa kondisi tak seimbang itu akan terjadi tidak hanya apabila karyawan dibayar kurang. Tetapi juga terjadi bila karyawan dibayar lebih. Andrews dan Valmzi (dalam Mowday,1983) mengemukakan bahwa karyawan yang dibayar lebih dalam mengidentifikasi masalah ketidakadilan. mereka berrespon karena pada pekerjaan itu memiliki tantangan terhadap kualifikasi mereka dan self Imagenya sebagai pekerja. Wiener (dalam Mowday, 1983) menemukan banwa karyawan yang dibayar rata-rata terutama bila tugas yang dilakukan melibatkan ego mereka, contohnya tugas yang dilakukan mempergunakan konsep diri dan pemikiran. Berdasarkan penemuan ini mereka berpendapat bahwa penampilan pekerjaan karyawan di dalam kondisi dibayar lebih perasaan ketidakadilan muncul karena adanya penurunan harga diri pada karyawan itu sendiri jika ada gagal dalam pekerjaannya. Adams (dalam Wexley dan Yuki,1977) mengatakan bahwa puas tidak puasnya seseorang terhadap pekerjaannya akan tergantung apakah ia merasakan atau tidak merasakan keadilan pada situasi pekerjaan. Perasaan ini diperoleh setelah Karyawan membandingkan dirinya dengan karyawan lain yang setingkat atau teman sekerja. Jika dalam membandingkan tersebut karyawan merasa adil maka ia merasakan kepuasan demikian juga sebaliknya. Greenberg (1988) mengatakan bahwa persepsi tentang keadilan dan perbandingan hasil tidak hanya tergantung pada tingkat hubungan antara hasil-hasil saja, tetapi tergantung pada penjelasan yang diberikan mengenai hasil yang diterima. Langkah-langkah dan keputusan hasil yang diberikan akan diterima karyawan apabila; (1) karyawan itu yakin bahwa pimpinan mempunyai kepekaan terhadap pandangan karyawan. (2)keputusan yang diambil tanpa bias,(3)keputusan yang diterapkan berlaku secara konsisten. (4) keputusan itu dipertimbangan dengan matang berdasarkan informasi-informasi yang adekuat.(5) Pembuat keputusan mengkomunikasikan pikiran-pikirannya itu dengan bijaksana, dan (6)karyawan yang mengalami keputusan tersebut dilatih dengan penuh pengertian dan sikap sopansantun.Sebagaimana telah ditemukan bahwa perlakuan atau latihan secara interpersonal adalah penting untuk mengharapkan reaksi yang wajar dari situasi atau menghadapi kondisi yang tidak adil Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ketidak adilan itu dapat dirasakan oleh karyawan setelah ia membandingkan hasil masukan dirinya dengan hasil masukan orang lain. Kemudian ketidakadilan dapat disebabkan karena dibayar lebih dan dapat pula dibayar kurang dan ketidakadilan dapat memotivasi karyawan dalam upaya untuk mengurangi atau mencapai keadila. Besarnya ketidakadilan yang dialami merupakan monotonik yang berarti akan meningkat terus sesuai besarnya diskreaansi antara hasil masukan. Apakah diskrefansi itu nol. Artinya HOB/MOB=HOL/MOL akan terjadi keseimbangan. Dalam hubungan ini ada dua kemungkinan dapat terjadi. Pertama hasil OB dan OL sama besar bagitu pula masukan ke dua tersebut hasil masukan OB dan OL akan setara. © 2004 digitized by USU digital library 15 Apabila OB mempersepsi hasil OL lebih tinggi atau lebih rendah daripada hasil yang diperolehnya dan masukan OL juga lebih tinggi atau lebih rendah daripada masukan yang disumbangkan. Hal semacam ini akan terjadi, bila seseorang karyawan membandingkan dirinya dengan atasannya. Seperti telah disinggung dalam uraian di atas bahwa ketidakseimbangan mengakibatkan timbulnya perasaan tidak puas. yaitu keadaan emosional yang kurang menyenangkan misalnya perasaan marah atraupun perasaan bersalah bahkan mungkin akan akibat emosional tersebut akan timbul perasaan dendam pada organisasi atau pimpinannya. Disamping itu akibat–akibat seperti frustasi Adams (1965) memerinci akibat-akibat ini, yang timbul disebabkan oleh keadaan tak seimbang ini dengan maksud agar perincian ini dapat digunakan untuk mengadakan perkiraan atau prediksi.pernyataan yang perlu mendapat jawaban adalah tindakan-tindakan apa yang akan diambil dan langkah-langkah maupun cara bagaimana ia untuk perlu berupaya untuk mengurangi atau jika mungkin melenyapkan ketidakseimbangan tersebut. Beberapa tindakan dan cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi akibat ketidakadilan antara lain: a. Orang vanq bersangkutan mengubah masukannya Dalam hal ini ini OB dapat mangubah-ubah yaitu meningkatkan atau menurunkan masukannya, tergantung pada apakah keseimbangan itu menguntungkan atau merugikan. Meningkatkan masukan akan mengurangi perasaan tidak bila HOB/M0B/HOL/MOL. Sebaliknya akan menurunkanmasukan bila HOB/MOB/ HOL/MOL. Dalam hal yang pertama, OB dapat meningkatkan produktivitasnya mutu perkerjaannya. Asal hal ini memungkinkan.Dalam hal yang kedua, OB akan membatasi produksi. Kemungkinan untuk mengurangi ketidakseimbangan tergantung pada mudah-tidaknya yang dianggapnya Misalnya, relevan untuk diubah. Misalnya jenis kelamin, umur, senioritas dan etnisitas merupakan masukan yang tidak dapat diubah.Sedangkan pendidikan dan keterampilan dapat diubah. Walaupun memerlukan waktu yang lama. Selain itu persepsl OB tentang penyebab utama terjadinya ketidakseimbangan ikut menentukan unsur masukan yang akan diubah. Apabila kesenjangan antara rasio hasil-masukan disebabkan oleh perbedaan dalam masukan, maka kemungkinan besar OB akan mengubah masukan daripada bila kesenjangan itu disebabkan oleh perbedaan dalam hasil. Dalam situasi yang memberikan kesempatan yang sama untuk mengubah masukan dan hasil. OB akan lebih mendahulukan menurunkan masukan bila HOB/MOB/HOL/MOL daripada ia harus meningkatkan masukannva bila HOB/MOB/HOL/MOL. Hal tersebut didasarkan pada dua asumsi: pertama, bahwa ambang persepsi ketidak seimbangan akan lebih tinggi bila OB mendapat imbalan lebih daripada bila ia mendapat imbalan kurang bahwa OB memotivasikan untuk mengurangi sekecil-kecilnya biaya yang harus dikeluarkan dan memaksimalkan perolehannya. Mengubah masukan tertentu sudah sewajarnya berakibat pada perubahan hasil OL. Suatu perubahan dalam mutu dan jumlah kerja yang dilaksakan, misalnva biasanya akan mempengaruhi hasil OL. b. Orang yang bersangkutan mengubah hasilnya. Seseorang akan meningkatkan hasilnya (H) untuk mengurangi ketidakseimbangan. Bila HOB/MOB/HOL/MOL, sebaliknya akan menurunkan hasil, bila HOB/MOB/HOL/MOL. © 2004 digitized by USU digital library 16 c. Orang yang bersangkutan mengubah secara kognitif masukan dan hasilnya Dalam upaya untuk mengurangi ketidakseimbangan yang dialaminya. OB dapat secara kognitif mengubah atau memutarbalikkan masukan dan hasil. Oleh karena hampir setiap orang sangat dipengaruni oleh realitas,memutarbalikkan substansial biasanya sulit. Agak sulit memutarbalikkan kenyataan pada diri sendiri. Yaitu mengubah pengertian tentang kenyataan.misalnya bahwa ia menyandang gelar kesarjanaan dan telah bekerja sebagai akuntan selama tujuh tahun serta gajinya Rp 500.000.00 perbulan, tetapi batas-batas tertentu adalah mungkin untuk mengubah hal-hal tersebut artinya orang dapat menurunkan menaikkan makna atau nilai kegunaanya misalnya bila kesarjanaannya dikaitkan dengan status almamaternya diantara perguruan-perguruan tinggi lainnya. Jadi jika ia mengubah secara kognitif gelar kesejahteraan yang dipersepsinya sebagai masukan, maka perubahan itu dapat berupa pengertian bahwa almamater hanya ahanya perguruan tinggi kelas dua atau sebaliknya.Perguruan tingginya tergolong excellent. Dengan cara demikian dia dapat menyimbangkan kembali kondisi tak seimbang tersebut. Cara ini dapat ia lakukan pula terhadap unsur-unsur masukan lainnya atau dalam berbagai situasi kerja, misalnya dalam pekerjaan bidang industri produksi yang kecepatan kerjanya tetap dan pasti mengubah masukan dan hasil secara tidak mungkin. Dalam situasi seperti ini, orang akan mengubah masukan dan hasilnya secara kognitif. Di samping cara tersebut di atas, masih ada cara lain yang tidak sepenuhnya merupakan cara merubah masukan hasil secara kognitif. Dalam hal ini orang yang bersangkutan akan mengubah kepentingan dan relevansi masukan hasil dengan card menurunkan atau menaikkan bobot diberikan faktor tersebut dan memutuskan kedua faktor-faktor itu relavan atau tidak sebagai masukan dan hasil.dengan cara menurunkan atau menaikan bobot yang diberikan kedua faktor tersebut dan memutuskan apakah faktor-faktor itu relevan atau tidak sebagai masuan atau hasil. d. Orang yang bersangkutan meninggalkan medan (field) Meninggalkan medan atau situasi dan dapat berupa berbagai cara memutuskan hubungan-hubungan sosial. Bentuk lajim untuk meninggalkan medan dalam situasi kerja ialah keluar dari pekerjaan. minta pindah dan mankir kerja. Tindakan- tindakan ini merupakan cara radial untuk menanggulangi keseimbangan. Kemudian untuk menggunakan cara-cara itu diperkirakan akan meningkat sesuai dengan besarnya ketidakseimbangan dan menurun sesuai tersedia cara-cara lain. e. Orang yang bersangkutan bertindak untuk mempengaruhi orang lain Menghadapi perlakuan tidak adil.OB mungkin akan berusaha mengubah atau melakukan distorsi kognitif masukan dan hasil OL atau mencoba memaksa OL meninggalkan medan. Cara ini akan mudah dilakukan dan ada yang sulit, tergantung pada hubungan hubungan kekuasaan yang ada antara kedua orang tersebut. f. Orang yana bersangkutan mengubah (menganti) objek pembanding Cara-cara ini hanya dapat dilakukan bila OB dan OL berada dalam hubungan pertukaran lansunf, mengubah objek pembanding akan menyebabkan pemutusan hubungan. Cara-cara vang disebut di atas disebut Adams sebagai dalil-dalil dan tidak semuanya berdiri atau terpisah satu sama lain dan tiap-tiap dalil harus didahului dengan kondisi ceteris paribus (bila keadaan lainnya sama) maka yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) OB akan memaksimalkan secara positif hasil yang berharga dan nilai hasil. (2)OB akan meminimalkan masukan yang memerlukan jerih payah dan mahal untuk mengubahnya. (3) OB akan menentang perubanan nyata © 2004 digitized by USU digital library 17 dan kognitif dalam masukan yang merupakan inti konsep dirinya dan harga dirinya. Hal ini berlaku pula pada hasil sejauh hasil tersebut berkaitan dengan konsep diri dan harga dirinya. (4) meninggalkan medan hanya akan, dilakukan apabila besarnya ketidakseimbangan yang dialami tinggi dan jalan lain untuk mengurangi tidak tersedia.Menarik diri sebagian seperti misalnya mangkir akan terjadi lebih sering dan dalam kondisi ketidak seimbangan yang lebih rendah. (5) Orang yang bersangkutan akan sangat menentang tindakan untuk mengubah obyek pebanding. Sekali hal itu terbentuk dan mantap serta menjadi patokan baginya dalam proses perbandingan. BAB III KEADILAN DAN SIKAP KERJA Dalam membahas mengenai persepsi tentang keadilan tidak terlepas dari variabel struktural dan variabel fungsional serta etos kerja. Dalam kenyataan atas kerja bangsa Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1981) yang mengatakan bahwa tenaga kerja di Indonesia mempunyai rasa ketergantungan yang tinggi terhadap lingkungannya baik fisik maupun sosial keadaan ini akan menyebabkan (1) sifat mentalitas yang meremehkan mutu. (2) sifat mentalitas yang suka menerbas. (3) sifat tidak percaya pada diri sendiri. (4) sifat tidak berdisiolir diri yang murni,dan (5) sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab. Setiap manusia memerlukan kerja yang sesuai dengan harkat kemanusiaannya. Kerja tidak hanya dipandang sebagai aktivitas yang bersifat fisik saja tetapi kerja dipandang sebagai satu bagian pokok yang terintegrasi dalam kehidupan manusia (Rambo,1982). Pada prinsipnya orang bekerja untuk memenuhi kebutuhannva. Melalui kerja mencari fungsi sosial. sumber status, identitas diri, dan mendapat kepuasan. Kepuasan kerja menimbulkan berbagai aktivitas yang positif. Kepuasan kerja pada dasarnya adalah sikap dan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang dipengaruhi oleh situasi. Kondisi kerja, lingkungan kerja, dan kerjasama antara karyawan maupun dengan atasan.Kepuasan kerja orang cenderung betah. tidak mudah merasa lelah, selalu mencoba dan menciptakan sistem kerja yang baru dan insting kerja yang cepat tersentuh oleh permasalahan serta upaya untuk menyelesaikannya (Davis,1989: Gilmer 1971: wexlev dan yukl:1977 Blum dan Naylor,1968) . Dalam bekerja semua karyawan menginginkan kepuasan atau adanya suatu keadilan serta penghargaan yang sesuai dari hasil dan masukan. Persepsi tentang keadilan yaitu bagaimana karyawan merasakan perbandingan hasil-masukannya bila dibandingkan hasil masukan orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ini adalah harapan-harapan karyawan dari pekerjaannya (Wexley dan Yukl,1977). Setiap individu vang masuk dalam lingkungan pekerjaan pasti dihadapkan pada suatu kompetisi. Seorang pekerja dapat sukses dalam bidang pekerjaannya bila dia dapat menampilkan kualitas kepribadiannya, misalnya bertindak secara objektif mempunyai motivasi untuk berpartisipasi dan ambisi (Kimmer,1974) Branca (1965) mengatakan bahwa persepsi seseorang memberi corak atau warna pada perilaku dan perbuatannya. Persepsi merupakan proses pemahaman terhadap benda dan peristiwa yang mengenai indra. Dengan persepsi memungkinkan terjadinva rekonstruksi dan prediksi sikap dari stimulus yang mengenai secara keseluruhan. Persepsi akan mempunyai. makna tertentu dan kemudian menjadi suatu pengalaman pribadi. Sikap terbentuk melalui persepsi dan © 2004 digitized by USU digital library 18 karena persepsi dan pengalaman akan mempengaruhi sikap seseorang. Apabila persepsi berbeda, maka akan membawa perbedaan sikap seseorang(Mar’at 1981). Litwin dan Stringer (1968) mengatakan bahwa suasana yang bersifat kekeluargaan dan partisipatif serta hubungan antar pribadi yang erat akan menjurus ke arah sikap yang positif terhadap organisasi atau sistem yang berlaku. Sikap kerja yang positif ditandai oleh rasa percaya dan rasa puas terhadap hasil yang mereka terima serta setuju dengan tujuan dan kebijaksanaan perusahaan. Sikap kerja yang negatif disebabkan persepsi tentang keadilan akan tampak dalam ketidaksesuaian bekerja dan cenderung melakukan tindakan yang bertentangan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh perusahaan Wexley dan Yuki(1977)berpendapat ketidakpuasan dapat mengakibatkan dua macam sikap dan perilaku kerja.Yaitu penarikan diri (misalnya tingginya tingkat absensi maupun turnover) dan perilaku yang agresif. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa persepsi tentang keadilan akan mempengaruhi sikap kerja karyawan. Persepsi tentang keadilan yang positif dapat dikenali dengan adanya perasaan puas, rasa percaya dan kesesuaian persepsi terhadap pengelola. Adanya nilai-nilai yang fair sehingga karyawan dalam mempersepsi hasil masukannya merasa adil Dalam kenyataan bila karyawan melakukan perbandingan tidak terlepas pada pengalaman dan latar belakang sebelumnya.Setelah ia melakukan perbandingan akan menghasilkan dua macam sikap kerja yaitu sikap kerja yang positif dan sikap kerja yang negatif . Sikap kerja yang negatif dapat terlihat dengan karyawan bekerja lebih giat disertai persaan senang. Tidaka ada konflik , sehingga karyawan dapat menyeseuaikan diri dan menunjukan sikap keterbukaan dan keterlibatan yang mendalam pada pekerjaannya. Yaitu rendahnya nagka kemangkiran , perpindahan kerja yang sedikit dan moral kerja yang tinggi. Sementara sikap kerja yang negatif dapat terlihat pada perilaku karyawan. Dan moral kerja yang rendah. Keadaan ini pada mulanya karena karyawan merasa diperlakukan tidak adil pada pekerjaannya. Yaitu setelah dia membandingkan hasil masukan dirinya dan hasil masukan orang lain.Perasaan tidak adil ini berkembang bila masukan dan hasil dinilai lebih rendah atau bawah norma umum dari pertukaran yang adil. Karyawan disini tentu mempunyai faktor sumbangsih pada perusahaan dan ia mendapat imbalan gaji berupa uang dan fasilitas. Hubungan ini langsung terus– menerus. Selama karyawan bekerja. Dalam hal ini bisa saja dalam hubungan tersebut terjadi ketidaksesuaian persepsi mengenai hasil masukan nya dibanding dengan hasil masukan orang lain. Jika terjadi kesenjangan persepsi ini, maka karywan akan merasa adil. Diduga karyawan yang merasa adil sikap kerjanya akan lebih positif daripada karyawan yang merasa tidak adil. Gibson dkk (1989) mengemukakan kondisi adil atau tidak adil pada karyawan akan mempengaruhi sikap kerja. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Ada hubungan yang positif antara persepsi antara persepsi tentang keadilan dengna sikap kerja karyawan. Artinya semakin tinggi persepsi tentang keadilan karyawan. Maka semakin rendah persepsi tentang keadilan karyawan, semakin rendah sikap kerjanya. © 2004 digitized by USU digital library 19 SARAN – SARAN Dari uraian diatas ada beberapa hal yang daapt disarankan : 1. Bagi pimpinan perusahaan agar tetap mempertahankan pembayaran imbalan, yang adil saat ini dan meningkatkan imbalan yang adil (fair) di masa yang akan datang. Agar sikap kerja para karyawan lebih positif dapat dipertahankan sehingga hasil kerjanya bisa lebih optimal. Keputusan– keputusan yang berkaitan dengan keadilan atau ketidakadilan pembayaran tidak dibuat atas dasar sesuatu pribadi, kepentingan perusahaan saja. Tetapi mencakup kepentingan pekerja maupun keksesuain kerja lain baik yang didalam perusahaan maupun di luar perusahaan. 2. Bagi karyawan agar lebih mengerti situasi dan kondisi perusahaan dan tidak mempersepsikan hasil dan masukan dirinya terlalu berlebihan. DAFTAR PUSTAKA Adams. J. S. 1965. Ineauity in Social Exchange. Dalam Berkowitz. (Eds.). Advance in Experimental Social Psycholoay. Vol. 2 (267-299). New York: Academic Press. Ancok. J. 1986. Teknik Penyusunan Skala pengukur Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM . Arikunto. S.1987. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan praktik(Cetakan ke empat). Jakarta: Bina Aksara. Azwar. S. 1986. Reliabilitas dan Validitas:interprestasi dan Komputasi. Yogyakarta: Liberty. Azwar. S. 1988. Sikap Manusia dan Pengukurannya : Teori Yogyakarta: Liberty. Blum. M.L. 1968. Industrial Psycholoqy and Its Social Foundation. New York: Harper and Brothers Publisher. Branca. A.A. 1965. Psycholoqy: The Science Of Behavior. Boston: Allyn and Bacon. Inc. Brigham. J.C. 1991. Social Psychology. (Second Edition). New York: Harper Colline Publishers Inc. Cascio. F.W. 1987. Applied Psycholoqy in Personnel Managment (Third Edition). New Jersey: Prentice-Hall.Inc. Davis. K.Newstrom. J.W. 1989. Human Behavior at Work Orqanizational Behavior. Singapore: McGraww-Hill Book Company. Dorstein. M. 1989. The Fairnees Judgements of Received Pay Determinants. Journal of Occupational Psychology.62 (287-299). and Their Farkass. A.J. dan Anderson, N.H. 1979. Multidimentional Personaliti Input in Eguity Theory. Journal of Social Psycholoqy. 37, 6 (879-896). © 2004 digitized by USU digital library 20 Festinger. L. 1957. A Theory of Stanford University Press. Cognitive Dissonance. Standford University Press. Fleishman. E.A. 1967. Studies in Personnel and Industrial Psycholoqy. Illinois: The Dorsey Press-Home Worf. Fleishman. E.A. & Hogan, J.C. 1979. An Index of The Physical Effort Reguired in Human Task Performance. Journal of Applied Psycholoqy. 04 (197). Flippo. R.B. 1986. Majemen Personalia. Jilid 1. Masud M. (terjemahan). Jakarta: Erlangga. Gerungan. A.W. 1983. Psikoloai Sosial: Suatu Pengantar.Bandung: PT. Eresco. Ghiselli. E.E. & Brown. C.W. 1958. Personnel and Industrial Psychology. New York: McGraw-Hill, Ltd. Gibson. J.L.. Invacevich. J.M.. & Donnelly. J.H. 1989. Organisasi. Jilid 1. Dharma A. (terjemahan). Jakarta:Erlangga. Gibson. J.L.. Invacevich. J.M.. & Donnelly, J.H. 1989. Organisasi. Jilid 2. Dharma A. (terjemahan). Jakarta:Erlangga. Gilmer. V.H.B. 1971. Industrial and Organizational Psychology. International. Student Edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Ltd. Greenberg. J. 1982. Approaching Equity and Avoiding Inequity in Groups and Organizations. Dalam J. Greenberg dan R.L. Cohen (Eds.). Eauity and Justice Social Behavior. (389-435) San Diego. CA: Academic Press. Hadi. S. 1969. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Hadi. S. 1974. Metodologi Research. Jilid 2. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Hadi. 5. 1983. Metodologi Research. Jilid 3. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Handoko. T.M. 1985. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty. Hersey. P. dan Blanchard, K. 1986. Manajemen Perilaku Organisasi. (Edisi ke. 4). Dharma A. (terjemahan).Jakarta: Erlangga. Homans. G.S. 1974. Social Behavior: Its Elementary Forms. New York: Harcourt. Brace and World. Indati. A. 1990. Sikap Wanita Terhadap Mepopause Ditinjau dari kondisi Menopause dan Status Kerja. Tesis (tidak diterbitkan yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana UGM. © 2004 digitized by USU digital library 21 Kartasapoetra, G. 1990. Sosiologi industri .Jakarta :Penerbit Rineka Cipta Kartono. K. 1985. Psikologi Sosial untuk Manajemen Industri. Jakarta: CV. Rajawali. Ximmel. D.C. 1974. Adulthood and Aging. New York: Wiley and Sons, Inc. Koentjaraningrat. 1981. Kebudayaan, Mentalitasi dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia. Kompas. 1991. Pekerja Inginkan Perundingan Soal Upah Segera Dilaksanakan. Kompas. 13 Nov. Jakarta: PT.Gramedia. Krech. D. Crutchfield. R.S., & Ballachey. E.L. 1962. Individual in Society. McGraw-Hill International Book Company. Lawler. E.E. 1971. Pay and Organizational Effectiveness. New York: McGraw-Hill. Leavitt. J.H. 1986. Psikoloqi Manajemen. (Penerjemahan). Jakarta: Erlangga. Litwin G. & Stringer, L.1968. Motivation and Organization Climate. Cambridge Mass.: Harvard University Press. Lind, E. A. dan Tyler, T. 1968. Dalam Greenberg, J. (Eds) Employee Theft as a Reaction to Underpayment in Equity Hidden of Pay Cuts. Journal of Applied Psychology. Vol. 75 nomor 5 (561-568). Mannulang. M. 1988. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mar'at. 1981. Sikap dan Perubahan Beserta pengukurannya. Bandung: Fakultas Psikologi UNPAD. Martaniah. SM. Rasimin. BS. Praktiknya, A.W., Sutomo, A.W. & Himam, F. 1990. Hubungan antara Tingkat Terpenuhinya Kebutuhan Kesehatan Minimal dan Produktivitas Kerja di Propinsi Jawa Tengah dan Sumatera Utara. lembagaPenelitian. (tidak diterbitkan) Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Martin. J. 1981. Relative Deprivation: A Theory of Distributive Injustice for on Era of Shrinking Resources. dalam B. Staw (Eds.) Research in Orqanizational Behavior. Vol.3. Greenwich: CT JAI-Press. Masri. A.W. 1972. Fraqmenta Psikoloai Sosial. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan FIPIKIP.Jilid 1. McCormick, E.J. & Tiffin, J. 1974. Industrial Psychology. Englewood Cliffs: PrenticeHall, Inc. McCormick. E.J. & Tiffin, J. 1979. Industrial Psychology. New Delhi: Prentice-Hall of India. McKeachie. W.J. & Doyle, C.L. 1967. Psycholoqy. London: Addison Wesley Publishing Company Inc. © 2004 digitized by USU digital library 22 Mednick. S.A. Higgins & Kirschenbaum. 1975. Exoloration in Behavior and Experience Psycholoqy New York: John Wiley and Sons. Meichati. S. 1987. Pengantar Ilmu Pendidikan. Olahan dari Introduction to Educational (Crow and Crow). Yogyakarta: Yayasan Penerbitan FIP-IKIP. Mitchell, T.R. 1982. People Organizational on Introduction to Organizational Behavior. New York: McMillan Publishing Co., Inc. Moenir. A.S. 1983. Pendekatan Manusiawi dan Organisasi terhadap Kepegawaian. Jakarta: PT. Gunung Agung. Morgan. CT . 1977. Introduction Ltd. to Pembinaan Psychology .Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Mowday, R.T. 1983. Equity Theory. Dalam R.M. Steers & W.P.Lyman (Eds.) Motivation and Work Behavior. New York:McGraw-Hill. Nainggolan, H. 1984. Pedoman Penelitian Pegawai Negeri. Jakarta: CV. Haji Masagung. Norusis. M.J. 1989. SPS/PC+ for The IBM PC/XT/AT. Chicago: Illinois: SPSS, Inc. Padmonobo. R. 1988. Perbedaan Kepuasaan Kerja Karyawati Tipe Introvert Pada Bagian Pembungkus Jamu PT. Jamu Air Mancur Wonogiri. Yogyakarta: Skripsi (tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi UGM. Pareek, U. 1984. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Medan Surya Grafindo.(Edisi Pertama) Rambo, W.W. 1982. Work and Organizational and Winston. Behavior. NewYork: Holt. Rinehart Rambo, W.W. & Pinto. N.J. 1989. Employees Perceptions of Pay Increases. Journal of Occupational Psychology. 62 (135-145). Ranupandojo, H. & Husnan, S. 1990. Manajemen Personalia.Yogyakarta: BPFE. Roni. A. 1987. Kesenjangan Antara Gaya Kepemimpinan yang Diharapkan Bawahan dan Gaya Kepemimpinan tang Ditampilkan Atasan pada Kelompok Produksi Tinggi dan Kelompok Produksi Rendah. Skripsi (tidak diterbitkan) Bandung: Fakultas Psikologi UNPAD. Sarwono. S.W. 1974.. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Bulan Bintang Scheriesheim, A.C. 1978. Job Satisfaction: Attitudes Toward Unions and Voting in A Union Representation Election. Journal of Applied Psycholoqy. 63 (548552) . Schermerhorn, J.Jr. 1982. Managing Organizational Behavior. New York: John Wiley and Sons, Inc. Siagian, S.P. 1988. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: CV. Hadi Masagung. © 2004 digitized by USU digital library 23 Smith, H.C. 1955. Psycholoqy of Social Behavior. New York: McGraw-Hill Book Co. In c. Soekanto. S. 1982. Suatu Pengantar Sociology Jakarta:Rajawali Press. Strauss. G. & Sayless. L.R. 1990. Manajemen Personalia :Segi Manusia dalam Organisasi(terjemahan) Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Suwarni, E. 1982. Penelitian Mengenai Perbedaan Sikap dari Ibu yang Bekerja dan yang tidak Bekerja Terhadap Jumlah Anak dalam Keluarga di Kotamadya Fakultas Yogyakarta. Skripsi. (tidak diterbitkan) Yogyakarta:Fakultas Psikologi UGM. Tjahjono, H. 1986. Perbedaan Ketelitian Kerja antara Karyawati dengan Tipe Kepribadian Ekstovert dan Introvert pada Bagian kemasan Etiket Jamu PT. Air Mancur Wonogiri. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Towle. J.W. 1965. Problem and Policies in Personnel Manajement. New York: Houghton Mifflin Company. Universitas Padjadjaran, Fakultas Psikologi, Perhimpunan Manajemen Personalia Daerah Bandung dan peran Motivasi Kerja dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Jawa Barat ,1986. Bandung: Seminar Psikologi UNPAD-PMPI Walaito. B. 1980. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar.Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Wexley. K. & Yulk. G.A. 1977. OrGanizational Behavior and Personnel Psychology. Illinois: Richard. D. Irwin Inc. Homewood. Young. K. 1958. Social Psycology. Century Crofts Inc. NewYork.Appleton © 2004 digitized by USU digital library 24