IDENTIFIKASI CACING PARASITIK DAN BAKTERI PADA INSANG

advertisement
IDENTIFIKASI CACING PARASITIK DAN BAKTERI PADA
INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN NILA HITAM
(Oreochromis niloticus)
HAFIZ FURQONUL AZIZ
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Cacing
Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam
(Oreochromis niloticus) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
Hafiz Furqonul Aziz
B04080073
ABSTRACT
HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identification of Parasitic Worms and Bacteria in
Gills and Digestive Tract of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Under
direction of RISA TIURIA and USAMAH AFIFF.
The objectives of this research were to identify parasitic worms and bacteria in
gills and digestive tract of nile tilapia (Oreochromis niloticus). A group of 10
fishes of nile tilapia were used, each gills and digestive tract was collected. The
parasitic worms were colored with KOH and clove oil for semi-permanent
staining, and Semichon’s Acetocarmine for permanent staining. The isolated
bacteria were identified using Gram staining, Triple Sugar Iron Agar, citrate agar,
urea agar, indole, and cabohydrate fermentations. The result showed that there
were three kind of parasitic worms in gills of nile tilapia, Dactylogyridae,
Dactylogyrus sp., and Pseudodactylogyrus sp. The total amount of Dactylogyridae
is 8 worms, Dactylogyrus sp. is 72 worms, and Pseudodactylogyrus is 24 worms.
The bacteria were identified and the result showed that Aeromonas sp., Bacillus
sp., Escherichia coli, Edwardsiella tarda, Klbesiella pneumoniae, Pasteurella sp.,
Staphylococcus epidermidis, and Vibrio parahaemolyticus were come from gills.
Aeromonas sp., Bacillus sp., Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella
pneumoniae, Staphylococcus aerus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
sp., and Vibrio parahaemolyticus were come from digestive tract. The relation
between the parasitic worms and the bacteria did not significanty obvious. The
parasitic worms might predispose the secondary infection caused by bacteria or
might be the opposite.
Keyword: Nile tilapia, parasitic worms, bacteria, gills, digestive tract
RINGKASAN
HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada
Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)
Dibimbing oleh RISA TIURIA dan USAMAH AFIFF.
Ikan nila adalah ikan yang hidup di air tawar, berasal dari sungai nil dan danaudanau di sekitarnya, dan mulai didatangkan ke Bogor pada tahun 1969. Ikan nila
merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh konsumen selain ikan mas
dan gurami karena ikan nila memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan tidak
memiliki banyak duri. Keunggulan dari ikan nila dibandingkan ikan konsumsi lain
adalah ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang rendah protein,
memijah sepanjang tahun, bersifat omnivora, berdaging tebal, dan rasa dagingnya
mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009).
Pembudidayaan ikan nila hitam hampir dilaksanakan di seluruh provinsi di
Indonesia sehingga produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi. Proses produksi
dan budidaya ikan nila memiliki beberapa kendala, salah satunya serangan hama
dan penyakit. Agen penyakit yang menyebabkan infeksi diantaranya, virus,
bakteri, cendawan, dan parasit. Penyakit parasitik dan bakteri merupakan salah
satu penyakit yang dapat menginfeksi hewan, termasuk ikan nila hitam. Kerugian
yang ditimbulkan akibat infestasi dari cacing pada ikan tidak sebesar apabila ikan
terinfeksi oleh virus atau bakteri, tetapi infestasi cacing dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya infeksi oleh agen infeksius yang lainnya, seperti bakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya serta mengidentifikasi jenis
cacing parasitik dan bakteri yang terdapat pada insang dan saluran pencernaan
ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila hitam dimatikan dengan cara menusuk bagian medial kepala tepat di
otak. Insang ikan dan saluran pencernaan (usus dan lambung) kemudian
dikeluarkan. Insang dan saluran pencernaan diletakkan ke dalam cawan petri yang
telah diisi NaCl fisiologis dan disimpan di dalam refrigerator selama 10 jam.
Insang dan saluran pencernaan kemudian diamati di bawah mikroskop stereo
untuk mengoleksi cacing. Cacing yang ditemukan difiksasi dalam etanol 70%
sebelum diwarnai. Pewarnaan permanen digunakan untuk mengindentifikasi
cacing pipih trematoda. Pewarnaan semi permanen menggunakan KOH dan
minyak cengkeh diaplikasikan untuk pewarnaan nematoda
Metode isolasi bakteri dilakukan dengan penggerusan insang dan digesta saluran
pencernaan setelah ikan dimatikan. Hasil gerusan ditanam pada media agar MacConkey dan agar darah. Selanjutnya media diinkubasi dan dilakukan pewarnaan
Gram serta uji-uji biokimiawi untuk mengidentifikasi bakteri.
Hasil menunjukkan bahwa cacing yang dapat diisolasi dari ikan nila hitam adalah
Dactylogyrus sp., Dactylogyridae, dan Pseudodactylogyrus. Hasil juga
menunjukkan bahwa terdapat sepuluh genus bakteri yang diisolasi dan
diidentifikasi dari insang dan saluran pencernaan ikan nila hitam. Beberapa
bakteri dapat menginfeksi manusia akibat kontak langsung dengan ikan atau
mengkonsumsi ikan yang terinfeksi, diantaranya Escherichia coli, Edwardsiella
tarda, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Vibrio
parahaemolyticus. Infestasi cacing pada ikan nila hitam dapat menjadi faktor
predisposisi infeksi bakteri atau pun sebaliknya.
Kata kunci: Cacing parasitik, bakteri, insang, saluran pencernaan, ikan nila hitam.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI CACING PARASITIK DAN BAKTERI PADA
INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN NILA HITAM
(Oreochromis niloticus)
HAFIZ FURQONUL AZIZ
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tugas akhir
Bentuk Tugas Akhir
Nama Mahasiswa
NIM
: Identifikasi Bakteri dan Cacing Parasitik pada Insang
dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam
(Oreochromis niloticus)
: Penelitian
: Hafiz Furqonul Aziz
: B04080073
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. drh. Risa Tiuria, MS.
NIP. 19630430 198703 2 001
drh. Usamah Afiff, M.Sc.
NIP. 19600624 198703 1 001
Diketahui,
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan - IPB
drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
NIP. 19630810 198803 1 004
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa
kekuatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian
yang diambil adalah Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan
Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus). Agen penyakit
merupakan salah satu hambatan yang merugikan dalam usaha pembudidayaan
ikan juga kepentingannya dalam masalah zoonosis. Agen penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi diantaranya cacing parasit dan bakteri. Oleh karena itu,
penelitian mengenai hal tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Skripsi ini juga
ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran
Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini:
1.
Orang tua penulis, Abdul Aziz, MB. dan Arti Mukminah atas cinta kasih,
doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini, khususnya
selama proses penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapakan
kepada adik tersayang, Cattleya Septariani Aziz, atas dukungan moril dan
materilnya yang senantiasa diberikan.
2.
Dr. drh. Risa Tiuria, MS. dan drh. Usamah Afiff, M.Sc. selaku dosen
pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, ilmu yang diberikan kepada
penulis serta selalu menyediakan waktu bagi penulis selama proses
penulisan skripsi ini.
3.
Dr. drh. Vetnizah Juniantito dan drh. Kusdiantoro Muhammad, M.Si. selaku
dosen penguji yang telah memberikan kritik, masukan, dan ilmu untuk
menyempurnakan penulisan skripsi ini.
4.
Bapak Eman dan Alm. Bapak Rofiq yang telah senantiasa membantu
penelitian ini.
5.
Teman-teman
satu
penelitian,
Nurhayati
Suwartiani,
S.KH.,
Ismi
Wahyuniati, dan Rahmanitia Puhanda, S.KH., atas kebersamaannya selama
berjuang dalam penelitian dan menulis skripsi.
6.
Sahabat-sahabat terbaik selama ini, Kristian Edo Zulfamy, Dinie Dianita
Bakri, Fahrul Irianto, dan Shanty Nathalia M, SE. atas semangat,
persahabatan, tawa, canda, dan air mata yang selama ini diberikan kepada
penulis.
7.
Teman-teman
Keluara
Cemara,
Inessya
Feronica,
S.Pt.,
Susi
Handayani, S.Kom., Mudita Natania, Misran, S.TP., Virza M, S.TP., Ivan
Taufik, Ivan Daniel, Ryanda Rahmat, dan Anggi Maniur Hutasoit, S.Si. atas
semangat yang terus-menerus diberikan kepada penulis.
8.
Sahabat-sahabat
Paguyuban
Avenzoar
45,
Awan
Subangkit,
Jami
Ramadhan, Rizal Dwi, Aji Agung Cahyaji, Dian Permana Putra, Ridwan,
Mutia Rahim, Intan Junita, Cupu Nara Sumita, Farah Nurul Maulida, Widya
Siska, Bagus Seta Chandra, Fatma Dewi, Susi Susilawati, dan Friska Vida,
atas doa, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama
proses penelitian dan penulisan skripsi ini, serta atas persahabatan, cerita,
suka, dan duka selama berada di FKH 45.
9.
Dara Restu Maharani, SE., dan Citra Ayu Oktavia, S.TP. atas
kebersamaannya sejak sekolah menengah atas sampai sekarang.
10.
Teman-teman Avenzoar 45 atas kebersamaannya selama berada di FKH 45.
11.
Setiap pihak yang turut membantu penulis dalam proses penulisan skripsi
dan selama masa perkuliahan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2012
Hafiz Furqonul Aziz
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 25 Januari 1990 dari
ayah Abdul Aziz dan ibu Arti Mukminah. Penulis merupakan putra pertama dari
dua bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN Pengadilan 5 Kota Bogor dan
lulus pada tahun 2002, yang kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 5 Kota Bogor
dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan SMA penulis diselesaikan di SMA Negeri
1 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke Institut
Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
Institut Pertanian Bogor. Mayor yang dipilih penulis adalah kedokteran hewan di
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa
Karate IPB dan Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………...……….....................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
xv
PENDAHULUAN ……………………………………………………................
1
Latar Belakang …………………………………...……………..................
1
Tujuan ……………………………………………...…………...................
3
Manfaat …………………………………………………………................
3
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..................
4
Ikan Nila Hitam ...........................................................................................
4
Trematoda ....................................................................................................
6
Monogenea ..........................................................................................
7
Dactylogyrus sp. ..................................................................................
10
Gyrodactylus sp. ..................................................................................
10
Nematoda .....................................................................................................
11
Cestoda ........................................................................................................
14
Bakteri ..........................................................................................................
15
Streptococcus agalactiae ...................................................................
16
Aeromonas hydrophila .......................................................................
17
Edwardsiella tarda ............................................................................
18
BAHAN DAN METODE ………………………………….......…….................
19
Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………..................
19
Bahan dan Alat Penelitian ...........................................................................
19
Metode Penelitian ........................................................................................
19
Teknik Pengambilan Sampel .............................................................
19
Teknik Parasitologi ............................................................................
20
Teknik Bakteriologi ………...............................................................
22
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………..........….........
28
Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Nila Hitam ....................................
29
Cacing Monogenea ............................................................................
32
Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila Hitam ...................................................
34
Aeromonas sp. ....................................................................................
34
Bacillus sp. .........................................................................................
36
Escherichia coli .................................................................................
37
Edwardsiella tarda ............................................................................
38
Enterobacter aerogenes .....................................................................
40
Klebsiella pneumoniae .......................................................................
41
Pasteurella sp. ...................................................................................
43
Staphylococcus aureus .......................................................................
44
Staphylococcus epidermidis ..............................................................
45
Streptococcus sp. ...............................................................................
46
Vibrio parahaemolyticus ...................................................................
47
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..........…….......
49
Simpulan ......................................................................................................
49
Saran ............................................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
50
LAMPIRAN .........................................................................................................
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila Hitam
..................................................................................................................... 28
2 Hasil Uji Biokimiawi Bakteri pada Ikan Nila
..................................................................................................................... 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus) ...........................................
4
2
Struktur Umum Cacing Monogenea ....................................................
8
3
Siklus Hidup Cacing Monogenea ........................................................
9
4
Cacing Gyrodactylus sp. (1) Cacing Dactylogyrus sp. (2) ..................
10
5
Struktur Umum Cacing Nematoda .......................................................
11
6
Siklus Hidup Tidak Langsung Cacing Nematoda dengan Ikan sebagai
Inang Definitif ......................................................................................
13
7
Siklus Hidup Langsung Cacing Nematoda pada Ikan .........................
13
8
Siklus Hidup Tidak Langsung Nematoda dengan Ikan sebagai Inang
Antara ...................................................................................................
13
Bentuk Umum Cacing Cestoda ............................................................
15
10 Jenis-Jenis Metacestoda .......................................................................
15
11 Streptococcus agalactiae .....................................................................
16
12 Aeromonas hydrophila .........................................................................
17
13 Edwardsiella tarda ...............................................................................
18
14 Diagram Alir Identifikasi Bakteri ........................................................
22
15 Dactylogyrus sp. ...................................................................................
29
16 Dactylogyrus sp. ...................................................................................
30
17 Bagian Anterior Dactylogyrus sp. ........................................................
30
18 Gyrodactylidae dan Dactylogiridae .....................................................
31
19 Pseudodactylogyrus sp. ........................................................................
31
20 Dactylogiridae ......................................................................................
32
21 Bercak Kulit pada Ikan Akibat Produksi Mukus Berlebih ..................
33
9
22 Infestasi Dactylogyridae pada Insang Ikan Patin .................................
33
23 Pembusukan pada Sirip ........................................................................
35
24 Aeromonas sp. ......................................................................................
36
25 Bacillus sp. ...........................................................................................
37
26 Escherichia coli ....................................................................................
38
27 Infeksi Edwardsiella tarda. Hemoragi pada Kulit dan Fistula di
bawah Sirip Dada .................................................................................
39
28 Edwarsiella tarda .................................................................................
40
29 Enterobacter aerogenes .......................................................................
41
30 Klebsiella pneumoniae .........................................................................
43
31 Pasteurella sp. ......................................................................................
44
32 Staphylococcus sp. ...............................................................................
45
33 Streptococcosis pada Ikan Nila dengan Gejala Tetany-Like Akibat
Kontraksi Otot ......................................................................................
47
34 Streptococcosis pada Ikan Atlantic Menhaden dengan Hemoragi
Operkulum ...........................................................................................
47
35 Streptococcus sp. ..................................................................................
47
36 Vibrio parahaemolyticus ......................................................................
48
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sepertiga daratan
dan dua pertiga lautan. Hal ini yang menjadikan Indonesia kaya akan
keanekaragaman hayati, khususnya ikan. Ikan yang menjadi komoditi utama
produksi tidak hanya ikan laut, tetapi juga ikan air tawar. Ikan air tawar yang
menjadi komoditas unggulan diantaranya adalah ikan gurami, ikan nila, dan ikan
mas.
Ikan nila adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan
danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor pada tahun 1969.
Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh konsumen selain
ikan mas dan gurami, karena ikan nila memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan
tidak memiliki banyak duri. Tingginya konsumsi ikan nila menyebabkan budidaya
ikan nila mulai dikembangkan. Keunggulan dari ikan nila dibandingkan ikan
konsumsi lain adalah ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang
rendah protein, memijah sepanjang tahun, bersifat omnivora, berdaging tebal, dan
rasa dagingnya mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009).
Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawarawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga
dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut (K Kordi 2010). Kemampuan
hidup dalam berbagai jenis air membuat ikan nila semakin mudah untuk
dibudidayakan. Pembudidayaan ikan nila hampir dilaksanakan di seluruh provinsi
di Indonesia sehingga produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi. Produksi ikan
nila pada tahun 2010 mencapai 464.191 ton, meningkat dibandingkan pada tahun
2009 (KKP 2011).
Proses produksi dan budidaya ikan nila memiliki beberapa kendala
diantaranya, kurangnya kesediaan benih unggul dengan pertumbuhan cepat yang
menguntungkan usaha budidaya nila (Gustiano et al. 2008), tingkat pertumbuhan
yang menurun ketika mencapai matang gonad (Maulana 2011), pemijahan yang
tidak terkontrol serta serangan hama dan penyakit.
Agen penyakit yang menyebabkan infeksi diantaranya, virus, bakteri,
cendawan, dan parasit. Penyakit parasitik dan bakteri merupakan salah satu
penyakit yang dapat menginfeksi hewan, termasuk ikan nila. Parasit adalah
organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan inangnya namun
merugikan bagi organisme yang ditempatinya (Noble ER dan Noble GA 1989).
Parasit yang dikenal terdapat dua jenis, yaitu endoparasit dan ektoparasit.
Endoparasit adalah parasit yang menyerang pada bagian dalam tubuh inangnya
(Kismiyati et al. 2010), sedangkan ektoparasit adalah parasit yang hidupnya
menumpang di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh
inangnya (Hadi 2010). Cacing dan protozoa termasuk ke dalam anggota dari
endoparasit, karena sebagian siklus hidupnya berada di dalam tubuh inang.
Insekta, arachnida, chilpoda, dan diplopoda termasuk ke dalam anggota dari
ektoparasit.
Cacing yang bersifat parasit terbagi ke dalam beberapa klasifikasi. Tiga
kelas besar dalam klasifikasi cacing adalah nematoda, trematoda, dan cestoda.
Cacing dalam kenyataannya tidak selalu bersifat endoparasit, sub kelas
monogenea yang berada dalam kelas trematoda bersifat ektoparasit pada ikan.
Monogenea merupakan parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh
ikan, jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan dan biasanya menyerang kulit
dan insang (Kabata 1985).
Kerugian yang ditimbulkan akibat infestasi dari cacing pada ikan tidak
sebesar apabila ikan terinfeksi oleh virus atau bakteri, tetapi infestasi cacing dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi oleh agen infeksius lainnya. Bakteri
merupakan salah satu agen infeksius dengan jumlah spesies terbanyak. Bakteri
dapat bersifat patogen dan non patogen, tetapi dalam kasus yang terjadi bakteri
non patogen dapat berubah menjadi patogen akibat dari beberapa faktor. Kerugian
yang ditimbulkan oleh penyakit infeksi bakteri cukup besar, terlebih jika bakteri
tersebut memiliki virulensi yang cukup tinggi.
Tahun 1980 pernah tercatat di Indonesia terjadi kematian sebanyak
125.000 ekor ikan mas dan di daerah budidaya di Jawa Barat terjadi kematian
sebanyak 30% dari induk ikan mas yang keduanya diakibatkan oleh bakteri,
khusunya Aeromonas sp. Kerugian dapat berupa kerugian ekonomi dan kerugian
kesehatan, karena secara langsung ikan mengalami penurunan kualitas dan bahkan
kematian yang menyebabkan penurunan produksi. Bakteri penyebab penyakit
yang bersifat zoonotik dapat ditularkan kepada manusia dan menyebabkan
gangguan kesehatan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya serta mengidentifikasi
jenis cacing parasitik dan bakteri yang terdapat pada insang dan saluran
pencernaan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus)
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait adanya
cacing parasitik dan bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan nila. Selain
itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang infeksi
sekunder oleh bakteri akibat infestasi cacing parasitik, atau pun sebaliknya.
Penelitian ini juga diharapkan sebagai acuan program pencegahan dan
pengendalian kasus penyakit yang disebabkan oleh cacing parasitik maupun
bakteri, baik yang bersifat zoonotik maupun tidak.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)
Ikan nila merupakan salah satu ikan yang sudah banyak dibudidayakan. Di
Indonesia, ikan nila cukup populer karena cara budidayanya yang mudah, rasa
daging yang disukai, harga yang relatif terjangkau, dan memiliki toleransi yang
luas terhadap lingkungan. Ikan nila yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia adalah ikan nila hitam dan ikan nila merah.
Menurut Fishbase (2012), ikan nila hitam digolongkan dalam kingdom
Animalia, filum Chordata, kelas Actinopterygii, dan ordo Perciformes. Ikan nila
hitam termasuk ke dalam famili Cichlidae, sub famili Pseudocrenilabrinae, genus
Oreochromis, dan spesiesnya adalah Oreochromis niloticus.
Gambar 1 Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus)
Sumber: Fishbase (2012)
Ikan nila hitam awalnya memiliki nama latin Tilapia niloticus, berasal dari
genus Tilapia yang memiliki perilaku khas yaitu tidak mengerami telur dan larva
berada di dalam mulut induknya. Genus Tilapia dipecah menjadi tiga genus, yakni
genus Tilapia, Sarotherodon, dan Oreochromis. Ikan dalam genus Tilapia
memijah dan menaruh telur pada suatu tempat. Induk jantan dan betina secara
bersama-sama menjaga telur dan anak-anaknya. Ikan dalam genus Sarotherodon
memiliki ciri khas induk jantan mengerami telur dan mengasuh anaknya,
sedangkan ikan dalam genus Orechromis induk betina mengerami telur di dalam
rongga mulut dan mengasuh sendiri anak-anaknya (Trewavas 1982 dalam
Suyanto 2010).
Ikan nila hitam berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya.
Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim
tropis dan subtropis, sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila hitam
tidak dapat hidup baik (Menegristek 2000). Ikan nila pertama kali dibawa dari
Taiwan ke Bogor pada tahun 1969. Nila berwarna hitam selanjutnya banyak
didatangkan dari Thailand pada tahun 1989 dengan strain Chitralada, dari Filipina
pada tahun 1994 dan 1997 dengan strain Genetic Improvement of Farmed Tilapia
(GIFT), sedangkan untuk nila berwarna merah didatangkan dari Thailand pada
tahun 1989 dengan strain National Inland Fish Institute (NIFI) (Gustiano &
Arifin 2010).
Ikan
nila
hitam
masih
bersaudara
dengan
ikan
mujair
(Oreochromis massambiccus) yang sudah tersebar luas di Indonesia sebelum
adanya ikan nila hitam. Ikan mujair kurang digemari baik oleh pembudidaya
maupun petani karena pertumbuhannya yang lambat, rakus tetapi tidak gemuk,
cepat beranak pinak sehingga mengganggu ikan lain dalam satu kolam (Suyanto
2010). Ikan nila hitam selanjutnya didatangkan untuk mengatasi hal ini karena
mempunyai nilai efisiensi yang lebih tinggi.
Amri dan Kahiruman (2003) menjelaskan bentuk tubuh ikan nila hitam,
berbentuk panjang dan ramping dengan sisik yang berukuran besar. Matanya
besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi atau linea literalis
terputus di bagian tengah badan dan berlanjut kembali tetapi letaknya lebih ke
bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung,
sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari lemah tetapi keras dan tajam seperti
duri. Sirip punggung berwarna hitam dan sirip dada juga tampak berwarna hitam,
sedangkan bagian pinggir sirip punggung berwarna abu abu (Gambar 1).
Perbedaan antara ikan nila hitam dengan ikan mujair terletak pada pola garis
vertikal berwarna gelap yang terlihat sangat jelas di sirip ekor dan sirip punggung.
Jumlah garis pada ikan nila hitam berjumlah enam buah di sirip ekor dan delapan
buah di sirip punggung. Garis dengan pola yang sama juga terdapat di kedua sisi
tubuh ikan nila dengan jumlah delapan buah (Suyanto 2010). Perbedaan lain juga
terdapat pada perbandingan ukuran tubuh, ikan nila hitam memiliki perbandingan
panjang dan tinggi 3:1, sedangkan ikan mujair 2:1 (Amri & Kahiruman 2003).
Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawarawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga
dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk
nila adalah 0-35 ppt, namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal
adalah 0-30 ppt. Ikan nila masih dapat hidup pada salinitas 31–35 ppt, tetapi
pertumbuhannya lambat (Ghufran & Kordi 2010).
Trematoda
Trematoda atau cacing pipih merupakan kelas dari filum Platyhelminthes.
Cacing trematoda umumnya memiliki bentuk pipih seperti daun dan disebut
cacing daun, kecuali Schistosoma sp yang merupakan trematoda darah
(Natadisastra & Agoes 2009). Trematoda secara umum berbentuk pipih, tidak
bersegmen, bentuk memanjang seperti daun, berbentuk telur, kerucut, silindris,
dan mempunyai batil isap kepala dan perut. Trematoda bersifat hermafrodit
kecuali pada genus Schistosoma (Muslim 2009). Kelas trematoda terbagi menjadi
dua sub kelas utama, yaitu Monogenea dan Digenea. Sub kelas Monogenea
memiliki siklus hidup langsung dan tidak membutuhkan inang perantara,
sedangkan sub kelas Digenea membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya
(Urquhart et al. 1996).
Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), tubuh cacing trematoda diliputi
integumen mesenkimatus, aseluler halus, dan sering kali ditumbuhi oleh semacam
sisik atau duri yang tampak jelas pada bagian anterior tubuh. Dua batil hisap atau
sucker ditemukan pada cacing trematoda. Batil hisap anterior atau oral sucker
berfungsi sebagai kanal untuk makanan dan batil hisap posterior atau ventral
sucker berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada tubuh inang
(Muller 2001). Bagian dalam tubuh trematoda terdapat otot dengan tiga arah
serabut, yaitu longitudinal, oblik, dan sirkuler. Otot ini berguna untuk mengubah
bentuk badan cacing agar dapat bergerak. Cacing trematoda tidak memiliki rongga
badan dan juga sistem sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009).
Sistem pencernaan trematoda sangat sederhana, dimulai dari mulut yang
kemudian mengarah ke faring, esofagus, dan bercabang menjadi dua bagian
sekum yang berakhir buntu. Makanan yang tidak dicerna diregurgitasi kembali ke
mulut (Urquhart et al. 1996). Cacing trematoda bersifat hermafrodit, kecuali pada
genus Schistosoma. Alat kelamin jantan dimulai dari testis yang biasanya
berjumlah dua dan letaknya berurutan tergantung spesies, berbentuk oval dengan
permukaan rata, berlobus atau bercabang. Ovarium berbentuk bulat atau oval
dengan permukaan rata, berlobus, atau bercabang. Umumnya ovarium terletak di
anterior dari testis. Kedua alat kelamin bermuara pada antrum genitale dan keluar
melalui lubang porus genitalis yang berdekatan dengan batil hisap posterior
(Natadisastra & Agoes 2009).
Monogenea
Monogenea adalah sub kelas dari Trematoda. Cacing Monogenea adalah
cacing yang tidak membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya dan
umumnya ditemukan sebagai parasit di ikan (Urquhart 1996). Kabata (1985)
menjelaskan bahwa cacing Monogenea adalah salah satu parasit yang sebagian
besar menyerang bagian luar tubuh ikan, terutama kulit dan insang, jarang
menyerang bagian dalam tubuh ikan.
Cacing Monogenea memiliki ukuran yang kecil (mikroskopik) sampai yang
berukuran sedang. Bentuk tubuh larva cacing dengan cacing dewasa tidak terlalu
berbeda jauh. Organ utama untuk menempel pada tubuh inang dan juga sebagai
identitas dari Monogenea adalah haptor (Gambar 2). Organ ini terletak pada
bagian posterior dan dilengkapi dengan kait kecil yang berjumlah 12 sampai 16
buah dan kadang terdapat kait yang lebih besar dengan jumlah 2 sampai 4 buah
(Hoffman 1967). Cacing Monogenea menempel dan melekat pada tubuh inang
dengan mencari lapisan mukosa dan mengelupasnya, kemudian bagian posterior
ditancapkan ke jaringan. Bagian anterior atau bagian dimana terdapat mulut
diletakan dan didekatan kepada jaringan dari inang, terkadang cacing Monogenea
melingkarkan badannya di sekeliling insang (Dawes 1946). Oral sucker pada
cacing Monogena tergolong lemah atau terkadang tidak ada sama sekali (Puranik
& Bhate 2007).
Gambar 2 Struktur Umum Cacing Monogenea
Sumber: Smith & Halton (1967)
Bagian tubuh cacing monogenea terbagi atas bagian anterior dan posterior.
Pada tiap bagian terdapat alat pelekat. Prohaptor adalah bagian pelekat pada
anterior yang berfungsi melekatkan bagian anterior ke jaringan saat sedang
makan. Prohaptor dapat menjadi alat pelekat sementara ketika bagian haptor
posterior mencari jaringan baru untuk menempel. Haptor bagian anterior dan
posterior dapat bekerja sama sebagai alat gerak dimana cacing akan membentuk
loop dan bergerak seperti seekor ulat, tetapi cacing monogenea jarang berpindah
saat sudah menetap. Opisthaptor adalah bagian pelekat pada posterior cacing
monogenea yang berbentuk seperti cakram. Opisthaptor biasanya dilengkapi
dengan kait besar dan kecil yang berfungsi seperti jangkar pada kapal dan alat
untuk melukai jaringan inang (Dawes 1946).
Dawes (1946) juga menjelaskan bahwa tidak semua cacing monogenea
memiliki buccal sucker. Sebagian cacing monogenea yang tidak memiliki buccal
sucker, mereka menggunakan faring sebagai sucker. Saluran digesti cacing
monogenea terdiri dari tiga bagian, yaitu faring, esofagus, dan usus. Faring dan
esofagus berbentuk dan berukuran sama yang selanjutnya bercabang dua menjadi
usus yang sederhana dan berakhir buntu (Gambar 2).
Siklus hidup dari monogenea adalah siklus langsung yang tidak
membutuhkan inang antara. Cacing dewasa bertipe ovipar mengeluarkan telur ke
air kemudian telur menetas dan mencari inang baru. Cacing dewasa bertipe
vivipar bertelur dan telur tetap berada di dalam tubuh cacing dewasa hingga
menetas. Larva selanjutnya keluar dari tubuh cacing dewasa dan terbawa air untuk
mencari inang yang baru (Gambar 3) (Reed et al. 2012). Cacing monogenea tidak
dapat hidup sebagai parasit pada lebih dari satu spesies ikan, oleh karena itu
cacing monogenea memiliki spesifisitas inang yang sangat tinggi (Williams
1961).
Gambar 3 Siklus Hidup Cacing Monogenea
Sumber: Reed et al. (2012)
Spesies dari kelas monogenea yang paling sering muncul pada ikan air tawar
adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp.
Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus merupakan genus dari famili Dactylogyridae dengan sub
famili Dactylogyrinae. Cacing dalam genus ini memiliki ciri khas, yaitu memiliki
empat titik mata, sepasang kait besar, dan 16 kait kecil, usus bercabang menjadi
dua, testes dan ovarium berbentuk bulat, ovari terletak diatas testes, terdapat
vagina, dan bersifat ovovipar (Hoffman 1967). Dactylogyrus hidup sebagai parasit
dengan menghisap darah dan dapat menyebabkan kerusakan pada insang jika
jumlahnya terlalu banyak. Gejala klinis dari manifestasi Dactylogyrus sering
keliru dengan gejala defisiensi oksigen atau infeksi insang lainnya (Robert &
Piper 2010).
Gyrodactylus sp.
Gyrodactylus merupakan genus dari famili Gyrodactyridae dengan sub
famili Gyrodactyrinae. Cacing genus Gyrodactylus tidak memiliki prohaptor,
opisthaptor berbentuk lebar dan dilengkapi dengan satu pasang kait besar dan 16
kait kecil, usus bercabang dua, lubang genital berada di tengah, tidak terdapat
vagina, tidak terdapat titik mata, ovarium berbentuk V atau berlobus dan terletak
di belakang testes, serta bersifat vivipara (Dawes 1946). Parasit ini sangat umum
dan sering ditemukan pada hampir semua ikan. Jumlah Gyrodactylus yang terlalu
banyak dapat menyebabkan iritasi dan lesio (Robert & Piper 2010).
Gambar 4 Cacing Gyrodactylus sp. (1) Cacing Dactylogyrus sp. (2)
Sumber: Robert & Piper (2010)
Nematoda
Filum Nemathelminthes terbagi ke dalam enam kelas, tetapi hanya kelas
nematoda yang bersifat sebagai parasit. Nematoda disebut sebagai cacing gilig
atau round worm karena bentuknya yang bulat jika dipotong secara melintang.
Nematoda berbentuk bulat panjang, tidak bersegmen, meruncing di kedua
ujungnya, dan tubuhnya dilapisi oleh kutikula. Kutikula diproduksi oleh bagian
hipodermis yang pada bagian tersebut tedapat saluran ekskresi dan saraf (Urquhart
1996). Gambar 5 menjelaskan bahwa cacing nematoda memiliki kepala, ekor,
dinding dan rongga badan yang disebut pseudoselom, saluran pencernaan, sistem
saraf, sistem ekskresi, dan sistem reproduksi terpisah, tetapi tidak memiliki sistem
sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009). Muslim (2009) menjelaskan ukuran cacing
jantan lebih kecil dari cacing betina dan ujung posterior melengkung ke depan.
Spikulum serta bursa kopulasi dimiliki oleh beberapa spesies dari cacing
nematoda.
Gambar 5 Struktur Umum Cacing Nematoda
Sumber: Sharonapbio-taxonomy (2012)
Sistem digesti dari cacing nematoda berbentuk tubular. Mulut, umumnya
dikelilingi oleh tiga bibir, langsung terhubung oleh esofagus. Beberapa genus
seperti Strongyloides, esofagus berukuran besar dan terbuka menjadi kapsul bukal
bergigi. Saat sedang makan, cacing akan menembus mukosa menggunakan kapsul
bukal untuk menghisap darah. Esofagus menyalurkan makanan ke usus dan
memiliki bentuk yang bervariasi dan berguna untuk identifikasi karakter setiap
spesies. Usus berbentuk tabung yang dindingnya dilapisi oleh lapisan tipis
syncytium. Lumen ususnya memiliki mikro villi yang meningkatkan kapasitas
absorpsi dari sel (Urquhart 1996).
Urquhart (1996) juga menjelaskan bahwa organ reproduksi betina berjumlah
sepasang dan terdiri dari ovarium, oviduct, uterus, vagina,dan berakhir pada
vulva. Ovejector adalah penghubung antara uterus dan vagina yang berupa otototot yang berfungsi dalam penetasan telur. Organ reproduksi jantan terdiri dari
satu buah testis berlanjut menjadi vas deferens dan berakhir pada saluran
ejakulatori di kloaka. Organ tambahan berupa spikulum yang berfungsi sebagai
alat kopulasi dan gubernakulum yang berfungsi mengarahkan spikulum terdapat
pada beberapa spesies cacing nematoda.
Siklus hidup nematoda terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium telur, larva,
dan dewasa. Cacing betina dewasa dapat bertelur antara 20-200.000 butir telur per
hari (Natadisastra & Agoes 2009). Dalam perkembangan hidupnya, beberapa
spesies nematoda menggunakan ikan sebagai inang definitif maupun sebagai
inang antara dari siklus hidup nematoda. Siklus hidup nematoda dibagi menjadi
dua, yaitu siklus hidup langsung dan siklus hidup tidak langsung. Siklus hidup
langsung tidak membutuhkan inang antara dan infeksi dapat terjadi ketika ikan
menelan telur atau larva cacing (Yanong 2012).
Yanong (2012) juga menjelaskan bahwa siklus hidup tidak langsung terbagi
menjadi dua, yaitu siklus hidup saat ikan menjadi inang definitif dan siklus hidup
saat ikan menjadi inang antara. Ikan sebagai inang definitif yang terinfeksi cacing
nematoda mengeluarkan feses bersama telur yang kemudian tertelan oleh
cepopoda atau hewan invertebrata lainnya. Telur berkembang dan menjadi larva
yang siap menginfeksi ikan dewasa lainnya ketika cepopoda dimakan oleh ikan.
Larva akan berkembang menjadi cacing dewasa dan siklus akan terulang.
Nematoda yang memiliki inang definitif mamalia atau burung pemakan ikan
menggunakan ikan sebagai inang antara (Gambar 6).
Gambar 6 Siklus Hidup Tidak Langsung Cacing Nematoda dengan
Ikan sebagai Inang Definitif
Sumber: Yanong (2012)
Gambar 7 Siklus Hidup Langsung Cacing Nematoda pada Ikan
Sumber: Yanong (2012)
Gambar 8 Siklus Hidup Tidak Langsung Nematoda dengan Ikan sebagai Inang
Antara
Sumber: Yanong (2012)
Cestoda
Cestoda adalah kelas dari filum Platyhelminthes. Perbedaan antara cacing
kelas Cestoda dengan Trematoda adalah cacing Cestoda memiliki bentuk tubuh
yang pipih dan memanjang seperti pita tanpa saluran pencernaan. Bagian
tubuhnya bersegmen dan setiap segmen memiliki satu atau lebih sepasang organ
reproduksi (Urquhart et al. 1996). Cacing Cestoda dapat digolongkan berdasarkan
tempat hidupnya menjadi dua golongan, yaitu Cestoda usus dan Cestoda jaringan.
Seluruh Cestoda mempunya inang antara kecuali spesies Hymenolepis nana
(Muslim 2009).
Gambar 9 menunjukkan Cestoda dewasa memiliki kepala atau scolex
sebagai organ pelekat, leher yang tidak bersegmen, dan untaian segmen yang
membentuk pita. Setiap segmen disebut proglotid dan rantai penghubung
proglotid disebut strobila. Organ pelekat terdiri dari empat sucker di bagian tepi
dan biasanya terdapat kait. Setiap proglotid bersifat hermafrodit dan ketika
proglotid menjadi dewasa dan terbuahi bagian internal hilang dan diisi oleh telurtelur Castoda atau gravid. Proglotid garvid akan terlepas dan keluar bersama feses
(Urquhart et al. 1996).
Siklus hidup Castoda bersifat tidak langsung dengan satu inang antara.
Cestoda dewasa berada pada usus halus inang definitif dan menghasilkan telur
yang dikeluarkan bersama feses. Telur termakan oleh inang antara dan
embryophore berubah menjadi oncosphere ketika berkontak dengan enzim-enzim
pencernaan. Kait pada oncosphere melukai mukosa usus dan masuk ke dalam
pembuluh darah atau pembuluh limfe menuju tempat yang sesuai untuk
berkembang menjadi stadium larva atau metacestoda. Bentuk metacestoda
berbeda-beda tergantung spesies Cestoda tersebut. Jenis-jenis metacestoda
diantaranya Cysticercus, Coenurus, Strobilocercus, Hydatid, Cysticercoid, dan
Tetrahyridium (Gambar 10). Ketika metacestoda termakan oleh inang definitif,
scolex-nya akan menempel pada mukosa usus dan untaian proglotid akan mulai
tumbuh dari basis scolex (Urquhart et al. 1996).
Gambar 9 Bentuk Umum Cacing Cestoda
Sumber: Urquhart et al. (1996)
Gambar 10 Jenis-Jenis Metacestoda
Sumber: Urquhart et al. (1996)
Bakteri
Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang hidup bebas dan mampu
bereproduksi sendiri, tetapi sebagian besar menggunakan hewan sebagai pejamu
untuk mendapatkan makanan. Bakteri tergolong ke dalam prokariot yang tidak
memiliki membran inti. Bakteri terdiri atas sitoplasma yang dikelilingi oleh
dinding sel terbuat dari peptidoglikan. Materi genetik, baik DNA maupun RNA,
terdapat dalam inti yang diperlukan untuk metabolisme. Bakteri bereproduksi
dengan cara aseksual melalui replikasi DNA dan pembelahan sel sederhana.
Sebagian besar bakteri membentuk kapsul yang mengelilingi dinding sel sehingga
bakteri lebih tahan terhadap kondisi luar (Corwin 2008). Bakteri secara umum
terbagi atas bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Bakteri yang sering menginfeksi ikan diantaranya Streptococcus agalactiae,
Aeromonas hydrophila, dan Edwardsiella tarda.
Streptococcus agalctiae
Bakteri Streptococcus agalactiae adalah bakteri Gram positif yang
berbentuk kokus, berantai pendek, serta secara morfologi mirip dengan
S. pyogenes (Parija 2009). Bakteri ini termasuk ke dalam anggota antigen grup B
dan memiliki antigen kapsular polisakarida. Kapsul dari S. agalactiae terdiri dari
asam sialik yang menyebabkan streptokokus golongan B tahan terhadap
opsonofagositosis oleh mekanisme pertahanan tubuh (Shimeld & Rodgers 1998).
S. agalactiae termasuk ke dalam kingdom Bacteria, filum Firmicutes, kelas
Bacilli,
famili
Streptococcaceae,
genus
Streptococcus,
dan
spesies
Streptococcus agalactiae.
Gambar 11 Streptococcus agalactiae
Sumber: Vetbact (2011)
Shimeld dan Rodgers (1998) menjelaskan bahwa S. agalactiae memiliki
bentuk koloni yang lebih besar dibanding S. pyogenes dan juga memproduksi
lebih sedikit β-hemolisis. S. agalactiae memproduksi ekstraselular protein yang
disebut CAMP. Protein tersebut berkerja secara sinergis bersama β-lisin dan
menyebabkan hemolisis. CAMP adalah kependekan dari Christie, Atkins, dan
Munch-Petersen, penemu protein tersebut (Shimeld & Rodgers 1998).
Aeromonas hydrophila
Aeromonas hydrophila adalah bakteri anaerob fakultatif yang termasuk ke
dalam kelompok bakteri Gram negatif. Menurut Corry et al. (1995) Aeromonas
hydrophila memiliki flagel pada ujung tubuhnya sehingga bakteri ini bersifat
motil. A. hydrophila memiliki kapsul dan mampu memfermentasi glukosa baik
secara jalur respirasi maupun secara fermentasi. A. hydrophila hidup bebas di air
dan dapat diisolasi dari air asin dan air tawar (Shimeld & Rodgers 1999).
A. hydrophila digolongkan ke dalam kingdom Bacteria, filum Proteobacteria.
kelas Gammaproteobacteria, dan ordo Aeromonadales. A. hydrophila termasuk
ke dalam famili Aeromonadaceae, genus Aeromonas, dan spesies Aeromonas
hydrophila.
Gambar 12 Aeromonas hydrophila
Sumber: Wikipedia (2012)
A. hydrophila menjadi bakteri penyebab ulcer disease atau red sore disease
pada ikan. Gejala pada ikan yang terinfeksi adalah timbulnya edema (dropsy),
yaitu gejala yang ditandai dengan perut ikan tampak mengembung sebagai akibat
adanya pelepasan
aerolysin cytotoxic enterotoxyn (ACE-gene) yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan (Austin B dan Austin DA 2007).
Aeromonas menyebabkan gastroenteritis yang parah pada manusia dan hewan jika
tertelan dan jika kontak dengan kulit menyebabkan infeksi di luka yang terbuka
(Burlage 2012)
Edwardsiella tarda
Edwardsiella tarda merupakan bakteri golongan Gram negatif dan bersifat
motil karena memiliki flagela (Austin B dan Austin DA 2007). Kapsul tidak
ditemukan pada anggota Edwardsiella, tetapi beberap strain memproduksi
substansi berupa lendir. E. tarda diklasifikasikan ke dalam kingdom Bacteria,
filum Proteobacteria, kelas Gammaproteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili
Enterobacteriaceae, genus Edwardsiella, dan spesies Edwardsiella tarda.
Gambar 13 Edwardsiella tarda
Sumber: Kushawa et al. (2010)
Koloni Edwardsiella tumbuh lebih lambat dan berukuran lebih kecil
dibanding
anggota
yang
lain
di
dalam
famili
Enterobacteriaceae
(Sakazaki et al. 2005). Austin B dan Austin DA (1999) juga menjelaskan gejala
yang ditunjukkan pada infeksi Edwardsiella adalah lesi kecil pada kulit berukuran
sekitar 3-5 mm dan terletak di postero-lateral tubuh ikan. Seiring berkembangnya
infeksi, abses menyebar ke otot dan seluruh tubuh hingga sirip caudal.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 hingga bulan Maret 2012
bertempat di Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan dan Laboratorium
Bakteriologi
Bagian Mikrobiologi Medis,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ikan nila hitam,
NaCl fisiologis, alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%, 100%), alkohol absolut,
alkohol 70%, kalium hidroksida 10%, minyak cengkeh, pewarna Semichon’s
Acetocarmine, entelan, xylol, aquades, agar darah (Blood Agar), agar Mac Conkey
Agar (MCA), Nutrient Agar, pewarna Gram, agar miring, glukosa, sukrosa,
maltosa, laktosa, manitol, indol, TSIA, sitrat, KOH 10% dan KOH 4%.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat bedah,
timbangan, cawan petri, pinset, kait, pipet tetes, gunting, botol kaca, spidol, label
nama, gelas objek dan kaca penutup, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, video
mikroskop, bunsen, ose, needle, tabung reaksi dan rak tabung reaksi.
Metode Penelitian
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel ikan diambil dari kolam petani ikan nila hitam di daerah Parung
Kabupaten Bogor sebanyak 10 ekor dengan berat rata-rata 300 gram. Ikan nila
hitam yang masih hidup dimatikan dengan cara menusuk bagian medial kepala
tepat di otak. Insang ikan dikeluarkan kemudian diletakkan ke dalam cawan petri
yang telah diisi dengan NaCl fisiologis. Rongga perut ikan dibuka kemudian
saluran pencernaan (usus dan lambung) dikeluarkan diletakkan ke dalam cawan
petri yang telah diisi NaCl fisiologis.
Teknik Parasitologi
Insang dan saluran pencernaan yang sudah dipreparir selanjutnya disimpan
dalam refrigerator selama 10 jam untuk merelaksaskikan cacing yang ada.
Kemudian insang disisir di bawah mikroskop stereo untuk mengoleksi cacing.
Saluran pencernaan dibuka lumennya kemudian diamati di bawah mikroskop
stereo untuk mengoleksi cacingnya. Cacing yang ditemukan kemudian difiksasi di
dalam alkohol 70% sebelum diwarnai.
Pewarnaan Cacing
Pada penelitian ini digunakan dua jenis teknik pewarnaan, yaitu pewarnaan
permanen untuk trematoda dan pewarnaan semi permanen untuk nematoda.
Pewarnaan
permanen
atau
dikenal
juga
dengan
pewarnaan
Semichon’s-Acetocarmine biasa digunakan untuk mengindentifikasi cacing pipih
(golongan trematoda). Tahap pertama dalam pewarnaan ini adalah dengan
merendam spesimen dalam larutan Semichon’s-Acetocarmine selama 15-20 menit
(sampai warna terserap dan spesimen berubah warna menjadi merah cerah).
Setelah itu spesimen dibilas dengan menggunakan alkohol 70% kemudian
direndam di dalam larutan asam alkohol (99 bagian alkohol 70%, dicampur
dengan 1 bagian HCl). Kemudian dilakukan dehidrasi pada spesimen dengan
menggunakan alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%, 100%) dengan cara
merendamnya selama 5 menit pada setiap konsentrasi alkohol. Setelah itu
spesimen direndam di dalam xylol sampai spesimen terlihat tembus pandang.
Langkah terakhir adalah spesimen di-mounting dengan entelan sebagai media
fiksasi (Soulbsy 1982).
Teknik pewarnaan semi permanen menggunakan KOH dan minyak cengkeh
yang diaplikasikan untuk pewarnaan nematoda. Menurut Khairunnisa (2007)
tahapan pewarnaannya ialah penipisan dan penghilangan lapisan kutikula cacing
yang dilakukan dengan cara merendam spesimen dalam KOH 10% selama
1-3 menit sampai lapisan kutikula terlihat tembus pandang. Setelah itu spesimen
dipindahkan ke dalam minyak cengkeh selama kurang lebih 30 detik sampai
1 menit sampai organ-organ tubuh terlihat jelas. Kemudian cacing didehidrasi
dengan dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%) masing-
masing selama 15 sampai 30 detik. Spesimen yang telah didehidrasi di-mounting
dengan entelan sebagai media fiksasi.
Teknik Bakteriologi
Ikan



Penimbangan
Pengambilan sampel (insang &
digesta)
Penggerusan
Pewarnaan Gram
Agar Darah
Agar Mc Conkey
Koloni
Koloni
Isolat Murni
Agar Nutrien
Pewarnaan Gram
(-)
(+)
Uji Oksidase
(-)
(+)
Enterobacteriaceae
TSIA
MRVP
Urea
Non-Enterobacteriaceae
Indol
Sitrat
Fermentasi
Karbohidrat
Coccus
Batang Berspora
Uji Katalase
Bacillus sp.
(+)
(-)
Micrococcaceae
Streptococcaceae
w
Uji Mikroaerofilik
(+)
(-)
Staphylococcus
Micrococcus
MSA
(-)
Staphylococcus
epidermidis
(+)
Staphylococcus
aureus
Gambar 14 Diagram Alir Identifikasi Bakteri
Sumber: Lay (1994)
Batang Tidak
Berspora




Mycobacterium
Corynebacterium
Propionobacterium
Lactobacillus
Persiapan Bahan
Contoh berupa insang dan organ saluran pencernaan (lambung dan usus) yang
berasal dari ikan nila hitam diambil dan diberi perlakuan. Insang diletakan dalam
cawan petri steril, dipotong kecil-kecil dan digerus dalam mortar untuk
membebaskan bakteri dari tenunan insang. Digesta dari saluran pencernaan
dimasukkan ke dalam mortar dan digerus. Aquades steril ditambahkan pada
gerusan.
Isolasi Bakteri
Suspensi hasil gerusan ditanam di atas media agar darah dan agar
Mac-Conkey untuk menumbuhkan koloni dengan teknik goresan T. Pengerjaan
dilakukan secara steril. Media yang telah digores diinkubasi pada inkubator
bersuhu 37o C selama kurang lebih 24 jam. Koloni yang tumbuh pada agar darah
dan agar Mac-Conkey diambil dan dilakukan karakterisasi berdasarkan persamaan
morfologis, yaitu ukuran, warna, bentuk, tepi permukaan, dan transparansi.
Koloni terpisah selanjutnya ditanam kembali pada agar nutrient dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37o C. Selanjutnya dari koloni yang tumbuh dilakukan
pewarnaan Gram. Teknik pewarnaan Gram yaitu spesimen yang telah difiksasi
ditetesi kristal violet dan didiamkan selama 1 menit kemudian dibilas dengan
aquades. Spesimen selanjutnya dibilas dengan larutan pemucat (alkohol) selama
10-20 detik. Tahap terakhir ialah spesimen ditetesi safranin dan didiamkan selama
1 menit kemudian dibilas dengan aquades serta dikeringkan dengan kertas
pengering. Koloni tersebut juga dipindahkan ke agar nutrien, kemudian diinkubasi
pada inkubator bersuhu 37o C selama 24 jam.
Identifikasi Bakteri
Koloni dengan hasil Gram positif yang berbentuk coccus selanjutnya diuji
dengan uji katalase. Katalase adalah enzim yang mengkatalisiskan (H 2O2) menjadi
air dan oksigen. Penentuan adanya katalase diuji dengan penambahan 3% H 2O2
pada koloni terpisah. Uji ini dilakukan untuk membedakan antara kelompok
Staphylococcus dan Streptococcus (Lay 1994). Kelompok Streptococcus bersifat
katalase negatif, sedangkan Staphylococcus bersifat katalase positif. Bakteri yang
bersifat katalase positif akan terlihat pembentukan gelembung udara di sekitar
koloni. Reaksi kimiawai yang dikatalisasikan oleh enzim katalase terlihat berikut
ini:
Bakteri dengan sifat katalase positif selanjutnya dilakukan uji Manitol Salt
Agar (MSA) yang mengandung kadar NaCl tinggi, sehingga akan menghambat
pertumbuhan bakteri lain namun Staphylococcus tidak dihambat pertumbuhannya.
Media ini terutama digunakan untuk membedakan kelompok Staphylococcus yang
berifat patogen dan non-patogen. S. aureus pada umumnya bersifat patogen dan
menghasilkan warna kuning pada agar. S. epidermidis bersifat tidak patogen dan
membentuk zona merah pada agar. Warna kuning disebabkan oleh fermentasi
manitol disertai pembentukan asam, sedangkan warna merah disebabkan manitol
yang tidak difermentasikan. Bakteri yang bersifat Gram positif dengan bentuk
batang terbagi menjadi dua, yaitu batang besar memiliki spora dapat diidentifikasi
sebagai Bacillus sp., sedangkan batang yang tidak memiliki spora dapat termasuk
bakteri Mycobacterium, Corynebacterium, Propionobacterium, dan Lactobacillus.
Uji Oksidase berfungsi untuk menentukan adanya oksidase sitokrom pada
mikroorganisme. Uji ini berguna dalam identifikasi mikroorganisme patogen
seperti Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas aeruginosa yang menunjukkan
hasil positif terhadap uji oksidase. Reagen uji oksidase terdiri dari 1:1 (vol/vol)
laruran 1% alpha-naphtol dan 1% dimetil-p-fenillendiamin oksalat. Tahapan
dalam uji oksidase ialah dengan pencampuran koloni terpisah dengan reagen.
Hasil oksidase positif ditunjukkan dengan warna koloni yang berubah menjadi
berwarna hitam setelah 30 menit. Hal ini disebabkan oksidase sitokrom
mengoksidasikan larutan reagen (Lay 1994). Hasil positif uji oksidase dapat
dilanjutkan dengan proses identifikasi menggunakan media Triple Sugar Iron
Agar (TSIA), indol, Methyl Red-Voges proskauer (MRVP), sitrat, urea, uji
fermentasi
karbohidrat.
Uji
oksidase
yang
menunjukkan
hasil
negatif
mengindikasikan jenis bakteri Pseudomonas dan Bordetella.
Uji TSIA dilakukan dengan menggunakan Triple Sugar Iron Agar . Media
mengandung tiga macam gula yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa, selain itu media
juga mengandung indikator merah fenol dan FeSO4 untuk memperlihatkan
pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan hitam. Konsentrasi
glukosa adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa atau sukrosa agar fermentasi glukosa
saja dapat terlihat. Media TSIA terdiri dari dua bagian yaitu butt (bawah) dan
slant (atas). Tahapan uji TSIA yaitu koloni bakteri diambil dengan menggunakan
needle, kemudian ditusukkan pada bagian tengah butt dan langsung dilanjutkan
dengan penggoresan di bagian slant. Setelah itu media diinkubasi pada suhu 37o C
selama 24-48 jam (Lay 1994).
Reaksi yang dapat terlihat pada media TSIA adalah jika bagian butt bersifat
asam dan berwarna kuning dan bagian slant bersifat basa dan berwarna merah,.
hal ini menunjukkan adanya fermentasi glukosa. Jika pada keseluruhan media
terjadi pembentukan asam sehingga seluruh media berwarna kuning, hal ini
menunjukkan terjadi fermentasi laktosa atau sukrosa atau keduanya. Jika
terbentuk gas, seperti H2 dan CO2, pada bagian butt media akan terpecah. Jika
seluruh media berwarna merah hal ini berarti ketiga jenis gula tidak difermentasi.
Jika terjadi pembentukan H2S, akan terlihat adanya endapan hitam pada butt
(Lay 1994).
Uji indol dilakukan dengan menggunakan media indol yang kaya akan
triptofan. Isolat bakteri yang telah diambil dengan menggunakan needle
ditusukkan ke bagian tengah media kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama
24-48 jam. Untuk melihat reaksi uji indol dilakukan dengan penambahan reagen
Erlich-Bohme sebanyak 2-3 tetes dan ditunggu selama 2-3 menit. Hasil uji positif
terlihat dengan terbentuknya warna merah pada permukaan media. Media indol
berbentuk semi padat sehingga dapat digunakan untuk mengetahui pergerakan
bakteri. Bakteri yang bersifat motil terlihat pertumbuhan koloni di sekitar tusukan
dan dipermukaan media (Lay 1994).
Uji Methyl Red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam
campuran. Fermentasi asam campuran ditentukan dengan cara menumbuhkan
mikroorganisme dalam kaldu yang mengandung glukosa dan menambahkan
reagens methyl red ke dalam kaldu setelah masa inkubasi pada suhu 37° C selama
24 jam. Hasil positif ditunjukkan dengan kaldu biakan yang berubah menjadi
kuning atau jingga jika tidak terjadi fermentasi asam campuran. Uji ini sangat
berguna dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang menempati saluran
pencernaan.
Uji Voges Proskauer digunakan untuk mengidentifikasi mikroorgnisme
yang memfermentasi 2,3-butanadiol yang mengakibatkan penumpukan bahan
dalam pertumbuhan. Penambahan 10 tetes 40% KOH dan 15 tetes 5% larutan
alphanapthol
dalam
etanol
dapat
menentukan
adanya
asetoin
(asetilmetilkarbinol), yaitu suatu senyawa pemuka dalam sintesis 2,3-butanadiol.
Keberadaan asetoin ditunjukan oleh perubahan warna kaldu menjadi merah muda.
Hasil reaksi dapat terlihat paling lambat setelah 30 menit. Perubahan warna kaldu
biakan akan lebih jelas pada bagian yang berhubungan dengan udara karena
sebagian 2,3-butanadiol dioksidasikan kembali menjadi asetoin sehingga
memperjelas hasil reaksi.
Uji sitrat dilakukan dengan menggunakan media Simmon’s citrate yang
berbentuk padat dan berwarna hijau. Media merupakan medium sintetik dengan
Na sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan brom
thymol blue sebagai indikator pH. Koloni bakteri yang telah diambil dengan
menggunakan ose kemudian digoreskan pada permukaan media dan diinkubasi
pada suhu 37o C selama 24-48 jam. Hasil uji positif diperlihatkan dengan
perubahan warna media dari warna hijau menjadi biru. Hal ini menunjukan
kemampuan dari bakteri yang diuji dalam menggunakan sitrat dari media sebagai
satu-satunya sumber karbon (Lay 1994).
Uji urea dilakukan dengan menggunakan media urea yang berbentuk padat
dan berwarna merah-jingga. Isolat bakteri yang telah diambil dengan
menggunakan ose digoreskan pada permukaan media dan diinkubasi pada suhu
37o C selama 24-48 jam. Hasil uji positif terlihat dengan perubahan warna media
dari merah-jingga menjadi merah-ungu. Hal ini terjadi karena terjadinya proses
hidrolisis urea (Lay 1994).
Uji fermentasi karbohidarat dilakukan dengan menggunakan media kaldu
karbohidrat yaitu glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa dan manitol yang
mengandung indikator brom cresol purple (BCP) dan di dalam tabung terdapat
tabung Durham sebagai indikator pembentukan gas. Isolat bakteri yang telah
diambil dengan menggunakan ose diinokulasi ke dalam media, kemudian
diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24-48 jam. Hasil positif uji fermentasi
karbohidrat diperlihatkan perubahan pH (warna kuning). dan pembentukan gas
yang terlihat dengan adanya gelembung gas pada tabung Durham (Lay 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi cacing parasitik didasarkan pada Bychowsky (1961) dan
Hoffman (1967) dan identifikasi bakteri didasarkan pada Jang, Biberstein, dan
Hirsh (1976). Cacing parasitik yang berhasil dikoleksi hanya berasal dari insang
dan tidak ditemukan pada saluran pencernaan. Hasil identifikasi cacing parasitik
dan bakteri pada ikan nila hitam dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila
Hitam
Ikan
1
Cacing (Jumlah)
Insang
Saluran
Pencernaan
Dactylogyrus sp (12)
Dactylogyridae (1)
2
-
-
3
-
-
4
-
6
Pseudodactylogyrus sp.
(9)
Dactylogyrus sp. (24)
Pseudodactylogyrus sp.
(7)
Dactylogyridae (1)
-
7
-
-
8
Dactylogyrus sp. (9)
Pseudodactylogyrus sp.
(4)
Dactylogyrus sp. (15)
Pseudodactylogyrus sp.
(4)
Dactylogyrus sp. (12)
-
5
9
10
-
-
-
-
Insang
Bakteri
Saluran Pencernaan
Escherichia coli
Vibrio
parahaemolyticus
Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
Staphylococcus
epidermidis
Bacillus sp.
Escherichia coli
Aeromonas sp.
Edwardsiella tarda
Escherichia coli
Edwardsiella tarda
Escherichia coli
Edwardsiella tarda
Sterptococcus sp.
Edwardsiella tarda
Edwardsiella tarda
Streptococcus sp.
Pasteurella sp.
Vibrio
parahaemolyticus
Pasteurella sp.
Bacillus sp.
Edwardsiella tarda
Enterobacter
aerogenes
Escherichia coli
Escherichia coli
Staphylococcus
aureus
Staphylococcus
epidermidis
Escherichia coli
Escherichia coli
Escherichia coli
Aeromonas sp.
Escherichia coli
Vibrio
parahaemolyticus
Bacillus sp.
Escherichia coli
Bacillus sp.
Edwardsiella tarda
Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hasil identifikasi didapatkan jenis cacing parasitik pada insang ikan nila
hitam adalah cacing kelas Monogenea, yaitu dari genus Dactylogyrus sp.,
Pseudodactylogyrus
sp.,
dan famili Dactylogyridae.
Infestasi terbanyak
disebabkan oleh Dactylogyrus sp., dengan jumlah cacing sebanyak 72 cacing,
sedangkan Pseudodactylogyrus sp. berjumlah 24 cacing, dan Dactylogyridae
berjumlah 8 cacing.
Cacing parasitik pada insang diidentifikasi sebagai Dactylogyrus sp. karena
memiliki ukuran sekitar 0,1 mm, memiliki 14 kait pinggir, dan dua pasang kait
utama. Genus Dactylogyrus sp. juga memiliki kitin yang berada di antara kait
utama dan memiliki dua pasang spot mata. Bagian anterior Dactylogyrus sp.
berlekuk-lekuk sebanyak 1-3 pasang lekukan dengan head organs di dalamnya
(Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14).
Gambar 15 Dactylogyrus sp.
Keterangan: p=0,82 mm; l=0,15 mm; k= kait utama
Gambar 16 Dactylogyrus sp.
Keterangan: p=0,66 mm; l=0,13 mm; k=kait utama
Gambar 17 Bagian Anterior Dactylogyrus sp.
Gambar 18 Gyrodactylidae dan Dactylogiridae
Sumber: Noga (2010)
Cacing parasitik lain yang dapat teridentifikasi adalah cacing Monogenea
dari genus Pseudodactylogyrus sp. Ciri dari cacing genus Pseudodactylogyrus sp.
adalah sama dengan Dactylogyrus sp., tetapi dengan haptor yang lebih ventral.
Gambar 19 Pseudodactylogyrus sp.
Keterangan: p=0,57 mm; l=0,08 mm.
Cacing parasitik lain yang teridentifikasi adalah cacing Monogenea dari
famili Dactylogyridae. Identifikasi tidak dapat spesifik hingga genus karena
secara mikroskopis cacing tersebut hanya memiliki satu pasang spot mata tetapi
ciri-ciri lain pada famili Dactylogyridae dapat ditemukan. Famili Dactylogyridae
memiliki dua pasang spot mata, terkadang satu pasang, dan sangat jarang tidak
memiliki spot mata (Bychowsky 1961)
Gambar 20 Dactylogiridae
Keterangan: p=0,66 mm; l=0,12 mm; k=kait utama
Cacing Monogenea
Cacing kelas Monogenea terdiri dari ordo Monopisthocotylean dan
Polyopisthocotylean. Anggota dari ordo Monopisthocotylean adalah famili
Dactylogyridae dan Gyrodactyridae, yang sering menyerang ikan, baik ikan air
tawar maupun ikan air laut. Dactylogyridae dan Gyrodactyridae umumnya
menyerang bagian superfisial kulit dan insang dan mengambil nutrisi dengan
melakukan penetrasi ke dalam mukosa.
Kait pinggir, kait utama, dan sucker dari Monogenea berkontak dengan
jaringan inang dan menyebabkan kerusakan secara langsung (Woo et al. 2002).
Proses pengambilan nutrisi dari cacing Dactylogyridae dan Gyrodactyridae
menyebabkan iritasi yang berakibat timbulnya bercak-bercak, fokus kemerahan
akibat dari produksi mukus berlebih, hiperplasi epitel, dan hemoragi. Infestasi
cacing yang sedikit juga mampu menyebabkan produksi mukus berlebih dan
pruritus. Beberapa spesies tertentu dapat menyebabkan luka yang dalam
(Noga 2010).
Gambar 21 Bercak Kulit pada Ikan Akibat Produksi Mukus Berlebih
Sumber: Noga (2010)
Infestasi cacing sebenarnya tidak mematikan, bersifat kronis, akan tetapi
dalam kondisi dengan jumlah banyak dapat menimbulkan kematian, khususnya
pada ikan kecil. Cacing Monogenea dapat mentransmisikan bakteri atau patogen
lainnya walau jarang terjadi (Noga 2010). Beberapa penulis menyebutkan bahwa
Monogenea dapat berperan sebagai vektor agen patogen, seperti bakteri dan virus
(Woo et al. 2002).
Gambar 22 Infestasi Dactylogyridae pada Insang Ikan Patin
Sumber: Noga (2010)
Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hasil identifikasi bakteri dari sampel pada insang dan saluran pencernaan
diperoleh sepuluh genus bakteri. Identifikasi dilakukan berdasarkan Jang,
Biberstein, dan Hirsh (1976). Hasil uji biokimia bakteri dapat dilihat pada Tabel 2
berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Biokimiawi Bakteri pada Ikan Nila
Bakteri
TSIA
Indol
Urea
Sitrat
G
Mi
Ma
L
S
Slant
Butt
Gas
Aeromonas
sp.
K
K
+
+
-
+
+
+
+
+
+
Escherichia
coli
M
K
-
+
-
-
+
-
+
-
+
Enterobacter
aerogenes
M
K
-
-
+
+
+
+
+
+
+
Edwardsiella
tarda
M
K
+
+
-
+
+
+
+
+
+
Klebsiella
pneumoniae
K
K
+
-
+
+
+
+
+
+
+
Pasteurella
sp.
K
K
-
-
-
-
+
+
+
+
+
Vibrio
parahaemolyt
icus
M = Merah
K = Kuning
G = Glukosa
M
K
-
Mi = Manitol
Ma = Maltosa
L = Laktosa
+
-
+
+
+
+
+
+
S = Sukrosa
Aeromonas sp.
Hasil uji identifikasi didapatkan bakteri ini merubah agar TSIA menjadi
kuning pada daerah slant dan butt serta memproduksi gas. Hasil uji urease
menunjukkan
bakteri
tidak
mampu
mendegradasi
urea
tetapi
mampu
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon pada uji sitrat. Uji indol menunjukkan
hasil yang positif. Hasil uji fermentasi gula-gula didapatkan hasil bahwa bakteri
ini mampu memfermentasikan glukosa, manitol, laktosa, sukrosa, dan maltosa.
Menurut Woo dan Bruno (2011), Aeromonas sp. mampu memfermentasi fruktosa,
galaktosa, maltosa, trehalosa, manitol, sukrosa, glukosa, dextrin dan glikogen,
memberikan hasil uji positif pada uji indol, memproduksi gas dari glukosa.
Aeromonas sp adalah bakteri Gram negatif, motil, berbentuk batang, dan
menyebabkan penyakit pada ikan. Motile aeromonas septicemia (MAS) atau
motile aeromonas infection (MAI) adalah penyakit pada ikan yang disebabkan
oleh bakteri Aeromonas sp. (Camus et al. 1998). MAS sering disebabkan oleh
A. hydrophila, tetapi jarang disebabkan oleh A. sobria dan A. caviae (Woo et al.
2002).
Aeromonas sp. banyak ditemukan di perairan air tawar, sedikit ditemukan di
air payau, dan jarang ditemukan pada air dengan silinitas di atas 15 ppt.
Aeromonas sp. hidup pada perairan yang kaya akan zat organik seperti kolam dan
sistem pembudidayaan lainnya. Selain hidup secara bebas, Aeromonas sp. dapat
diisolasi dari kulit dan saluran pencernaan ikan sehat. Aeromonas sp. dianggap
sebagai patogen oportunis karena hanya menyebabkan penyakit pada saat kondisi
ikan stres atau menderita penyakit lain (Camus et al. 1998).
Gejala dari infeksi Aeromonas tidak spesifik dan dapat dikelirukan dengan
penyakit lainnya. Ikan yang terinfeksi Aeromonas akan kehilangan nafsu makan,
lemah, dan berenang dekat permukaan. Aeromonas sp. pada ikan nila
menyebabkan hemoragi pada kulit, ulcer, penurunan bobot badan, luka pada
mulut, ketidaknormalan pada mata, dan pembusukan pada sirip (Woo et al. 2002).
Diagnosa dilakukan dengan mengambil sampel dari ikan mati dengan identifikasi
bakteri dan tes sensitivitas antibiotik. Penggunaan KMnO 4 sangat berguna untuk
pengobatan infeksi Aeromonas pada kulit. Infeksi sistemik dapat diobati dengan
pemberian pakan yang mengandung antibiotik, tetapi jika proses diagnosa
memakan waktu terlalu lama, pemberian pakan tidak efektif karena ikan akan
kehilangan nafsu makan terlebih dahulu (Camus et al. 1998).
Gambar 23 Pembusukan pada Sirip
Sumber: Camus et al. (1998)
Gambar 24 Aeromonas sp.
Bacillus sp.
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini berwarna ungu dan berbentuk
batang dan mampu membentuk spora. Menurut Carter & Cole (1990), Bacillus sp.
berukuran lebih besar dan mampu membentuk spora. Bacillus sp adalah genus
dari bakteri yang berbentuk batang, aerob atau fakultatif aerob, Gram positif,
tetapi beberapa spesies mampu menjadi Gram negatif ketika dikultur. Bacillus
memiliki banyak spesies dan memiliki beragam kemampuan fisiologis sehingga
mampu hidup di lingkungan. Bacillus mampu membentuk spora yang tahan
terhadap panas, dingin, radiasi, pengawetan, dan disinfektan (Baron 1996).
Bacillus terdiri dari spesies yang hidup di lingkungan maupun sebagai patogen.
B. cereus, B. mycoides, dan B. subtilis, adalah spesies dari Bacillus yang bersifat
patogen pada ikan.
Infeksi Bacillus pada ikan menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%. Infeksi
ditandai dengan kelemahan, lesu, kurus, dan nekrosa pada bagian kulit, serta
kematian setelah beberapa hari pasca infeksi. Edema dan sedikit darah dapat
ditemukan pada rongga perut, ptechie dan nekrosa dapat ditemukan pada hati dan
ginjal (Austin B dan Austin D 2007)
B. cereus dan B. subtilis biasa ditemukan pada ikan gurami dan berasosiasi
dengan penyakit branchionecrosis. B. mycoides dilaporkan pernah menjadi
epizootik pada ikan lele dan patin di Alabama pada tahun 1992. Infeksi ditandai
dengan warna kulit yang gelap, tidak nafsu makan, ulcer pada bagian dorsal, dan
nekrosa otot epaksial (Austin B dan Austin D 2007).
Gambar 25 Bacillus sp.
Beberapa spesies Bacillus digunakan sebagai probiotik dalam budidaya ikan.
Spesies Bacillus yang sering digunakan sebagai probiotik adalah B. coagulans, B.
lentis, B. pumilus, B. brevis, B. alvei, B. circulan, dan B. apiarius. Bacillus sp.
mampu meningkatkan kualitas air dengan mengurangi bakteri patogen. B. subtilis
juga digunakan sebagai probiotik pada ikan nila. B. subtilis adalah bakteri yang
terdapat pada tanah, air, dan udara. Strain yang berbeda dari B. subtilis dapat
digunakan sebagai agen kontrol biologis. B. subtilis memproduksi senyawa
antibiotik lipopetida termasuk iturins. Iturins membantu B. subtilis untuk bersaing
dengan
mikroorganisme
lainnya
dengan
membunuh
atau
menahan
pertumbuhannya (NRG 2008)
Beberapa penelitian membuktikan bahwa probiotik pada ikan dan udang
tahan terhadap patogen seperti Aeromonas salmonicida dan meningkatkan
imunitas (Liu et al. 2010; Irianto 2002; Randelli et al. 2008; Nayak 2010 dalam
Mohamed & Refat 2011). Probiotik B. subtilis mampu mengurangi jumlah
Vibrio sp. pada kolam budidaya setelah 14 hari pemberian dan meningkatkan
protein serum total dan globulin setelah 60 hari (Moriarty 1998; Baleazar &
Rojas-Luna 2007; Nayak et al 2007 dalam Mohamed & Refat 2011).
Escherichia Coli
Hasil uji TSIA menunjukkan hasil bakteri ini mampu memfermentasikan
semua gula, terlihat pada daerah slant dan butt yang berwarna kuning. Uji urease
dan sitrat menujukkan hasil yang negatif. Uji indol memberikan hasil yang positif
dan hasil dari uji fermentasi gula menunjukkan bakteri ini mampu memfermentasi
glukosa, sukrosa, dan maltosa. Hasil positif didapatkan dari uji Methyl Red dan
Voges Proskauer. Percival et al. (2004) menyebutkan bahwa Escherichia coli
bersifat motil, dapat tumbuh pada media Mac-Conkey, memberikan hasil positif
pada uji Methyl Red, negatif pada uji Voges Proskauer, dan negatif pada uji
urease. Menurut Cowan dan Steel (1974), E. coli mampu memfermentasi sukrosa,
maltosa, manitol, dan memproduksi gas dari glukosa.
Theodor Escherich, bakteriologis asal Jerman, pertama kali mengisolasi
bakteri dari feses dengan nama Bacteria coli pada tahun 1885. Selanjutnya, pada
tahun 1888, Bacteria coli berubah nama menjadi Escherichia coli. E. coli adalah
bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek, aerob, dan motil. E. coli bersifat
non patogen dan merupakan mikroflora normal pada usus manusia dan hewan
berdarah panas. Beberapa E. coli bersifat patogen dan diklasifikasikan ke dalan
enam virotipe berdasarkan kemampuan virulensi terhadap sel atau jaringan
mamalia.
Virotipe
tersebut
adalah
Enterotoxigenic
E.
coli
(ETEC),
Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC),
Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enteroaggregative E. coli (EAEC), dan Diffusely
Adhering E. coli (DAEC) (Bhunia 2008).
Gambar 26 Escherichia coli
Edwardsiella tarda
Hasil uji TSIA menunjukkan slant berwarna merah dengan butt berwarna
kuning disertai adanya gas. Hal ini berarti bakteri mampu memfermentasi glukosa
dan memproduksi gas. Hasil uji indol menunjukkan hasil yang positif. Uji urease
didapatkan hasil yang negatif sedangkan uji sitrat didapatkan hasil yang positif.
Uji fermentasi gula didapatkan hasil glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan
maltosa dapat difermentasikan. Woo dan Bruno (2011) menyatakan bahwa
Edwardseilla tarda bersifat motil, memberikan hasil positif pada uji indol, uji
sitrat, dan memproduksi gas dari fermentasi glukosa.
Edwardsiella tarda merupakan bakteri golongan Gram negatif, bersifat
motil karena memiliki flagela (Austin B dan Austin D 2007). Edwarsiella tarda
menyebabkan penyakit yang disebut dengan Edwardsiella septicaemia (ES).
Edwardsiella tarda menginfeksi berbagai macam jenis ikan, tetapi jenis ikan yang
peka adalah belut dan patin (Woo & Bruno 1999).
Edwardsiella septicaemia menujukan gejala dari sedang hingga parah, tetapi
hal tersebut tergantung pada spesies yang terinfeksi. E. tarda pada ikan patin
menyebabkan lesio kecil pada kulit di bagian otot dorsal dan akan berkembang
menjadi nekrosa yang besar, menyebar hingga caudal. E. tarda pada ikan nila
menyebabkan exophthalmia dan katarak, serta abses pada organ interna. Ginjal
mengalami kebengkakan dan hati menjadi berbintik (Woo & Bruno 1999).
E. tarda dapat menginfeksi manusia melalui rute oral dan menyebabkan
meningitis, abses hati, infeksi pada luka, dan gastroenteritis (Noga 2010).
Gambar 27 Infeksi Edwardsiella tarda. Hemoragi pada Kulit dan Fistula di bawah
Sirip Dada
Sumber: Noga (2010)
Predisposisi penyakit ES sering disebabkan stress akibat kondisi lingkungan,
karena E. tarda merupakan bakteri yang dapat ditemukan di perairan. ES juga
dapat terjadi karena ikan sebelumnya telah terinfeksi oleh bakteri lain, seperti
A. hydrophila dan protoza seperti Trichodina (Woo & Bruno 1999)
Sistemik antibiotik berupa oksitetrasiklin perlu dilakukan untuk mengobati
penyakir ES karena infeksi ini bersifat sistemik, akan tetapi beberapa strain dari
E. tarda resistan terhadap oksitetrasiklin. Perbaikan manajemen air juga menjadi
hal penting karena E. tarda adalah bakteri perairan (Noga 2010).
Gambar 28 Edwarsiella tarda
Enterobacter aerogenes
Hasil uji TSIA menunjukkan bahwa bakteri ini mampu memfermentasi
glukosa, dengan warna butt kuning. Uji urease dan sitrat didapatkan hasil yang
positif, sedangkan uji indol didapatkan hasil negatif. Hasil positif juga
ditunjukkan dari hasil uji fermentasi gula, yaitu glukosa, manitol, sukrosa, laktosa,
dan maltosa. Carter dan Cole (1990) menyebutkan bahwa Enterobacter
aerogenes, pada uji TSIA, memberikan hasil butt berwarna kuning, hasil negatif
pada uji indol dan uji urease. Hasil positif pada sitrat, uji fermentasi glukosa,
manitol, sukrosa, dan laktosa. Cowan dan Steel (1990) juga menyebutkan E.
aerogenes mampu memfermentasi hampir semua jenis gula, diantaranya glukosa,
manitol, sukrosa, laktosa, maltosa, adonitol, arabinosa, inositol, rafinosa,
rhamnosa, dan trehalosa.
Enterobacter aerogenes berbentuk batang, motil, lebih kecil, dan berkapsul
dibandingkan dengan bakteri yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae
(Microbewiki 2012). Enterobacter banyak ditemukan di alam, seperti di air,
tanah, dan produk peternakan, juga dapat ditemukan pada saluran pencernaan
hewan. E. aerogenes adalah oportunistik patogen dan bisa berasosiasi dengan
mastitis pada sapi (Carter & Cole 1990). E. aerogenes dapat menyebabkan infeksi
nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi ketika penderita menjalani perawatan di
rumah sakit. Infeksi dapat bersumber dari peralatan operasi dan cairan infus yang
terkontaminasi (Grimont F dan Grimont PAD 2006).
Infeksi E. aerogenes pada ikan jarang terjadi. E. aerogenes dapat
diidentifikasi dari ikan karena E. aerogenes adalah bakteri yang tersebar hampir di
berbagai tempat, termasuk saluran pencernaan hewan. E. aerogenes hanya
menyebabkan infeksi pada hewan atau manusia yang mengalami imunosupresi
karena sifatnya sebagai oportunistik patogen (Microbewiki 2012).
Gambar 29 Enterobacter aerogenes
Klebsiella pneumoniae
Hasil uji TSIA memberikan hasil daerah slant dan butt berwarna kuning dan
disertai dengan pembentukan gas. Hasil positif didapatkan dari uji urease dan
sitrat, sedangkan hasil negatif didapatkan dari uji indol. Uji fermentasi gula,
glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa, menunjukkan hasil yang posit if
dari kelimanya. Menurut Carter & Cole (1990), Klebsiella pneumoniae
memberikan hasil negatif pada uji indol, positif pada uji sitrat, negatif pada
pembentukan endapan H2S, positif pada uji urease, positif pada uji fermentasi
glukosa, manitol, sukrosa, dan laktosa. Cowan dan Steel (1990) menyebutkan
Klebsiella pneumoniae mampu memfermentasi hampir semua jenis gula-gula.
K. pneumoniae adalah bakteri dari famili Enterobacteriaceae. K. pneumoniae
merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak motil, dan tidak
berkapsul (Percival et al. 2004). K. pneumoniae banyak ditemukan di alam,
seperti di air, tanah, dan produk yang berasal dari kayu yang digunakan sebagai
kandang. K. pneumoniae dapat menyebabkan mastitis yang parah ketika kandang
terbuat dari kayu yang terkontaminasi K. pneumoniae. K. pneumoniae juga pernah
diisolasi dari infeksi pada hewan, diantaranya pada kasus cervicitis dan metritis
pada kuda, luka, septikemia, dan pneumonia pada anjing (Carter & Cole 1990).
Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan infeksi yang bersifat sepsis,
terutama pada luka akbiat operasi, dan infeksi pada saluran urinaria
(Percival et al. 2004). K. pneumoniae termasuk ke dalam bakteri penyebab infeksi
nosokomial. Infeksi K. pneumoniae terjadi sebagai infeksi sekunder yang
bersumber dari peralatan di rumah sakit, seperti ventilator, jarum suntik, dan,
kateter. K. pneumonia menyebabkan pneumonia, septikemia, dan meningitis
(CDC 2012).
Infeksi K. pneumoniae pada ikan jarang terjadi. Infeksi K. pneumoniae dapat
menyebabkan infeksi pada kulit dan perubahan warna kulit dari hitam menjadi
pucat. K. pneumoniae bebas yang hidup pada air di kolam perikanan, dapat
menurunkan level oksigen pada air sehingga menyebabkan kematian pada ikan
akibat hipoksia (Udeze et al. 2012). K. pneumoniae pada ikan dapat berpindah ke
manusia akibat mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi K. pneumoniae. Selain
menyebabkan infeksi pada manusia, hal yang penting lainnya adalah bahwa K.
pneumoniae resisten terhadap beberapa antibiotik standar (Ampofo & Clerk
2010). K. pneumoniae mampu memproduksi extended spectrum beta laktamase
(ESBL) dan carbapenemase (KPC) sehingga resisten terhadap antibiotik yang
memiliki cincin beta laktam dan antibiotik carbapenem (Kumar et al. 2011).
Gambar 30 Klebsiella pneumoniae
Pasteurella sp.
Hasil uji TSIA menunjukkan hasil daerah slant dan butt berwarna kuning
tetapi tidak disertai pembentukan gas. Hasil negatif didapatkan dari uji urease,
sitrat, dan indol. Uji fermentasi gula, glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan
maltosa menujukan hasil yang positif. Menurut Carter dan Cole (1990),
Pasteurella sp. memberikan hasil yang beragam pada pertumbuhan di agar
Mac-Conkey, uji indol, uji urease, dan uji fermentasi gula. Kebanyakan
Pasteurella sp. memberikan hasil negatif pada uji urease. Hasil negatif juga
ditunjukkan pada uji indol, kecuali untuk spesies P. multocida. Hasil uji
fermentasi glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa memberikan hasil
positif.
Pasteurella adalah bakteri Gram negatif, tidak motil, anaerob fakultatif, dan
berbentuk batang atau kokobasil (Carter & Cole 1990). Pasteurella adalah flora
normal yang dapat ditemukan di bagian oral, saluran pernafasan, saluran genital,
dan saluran gastrointestinal dari berbagai hewan domestik maupun satwa liar
(Microbewiki 2012). Pasteurella skyensis dilaporkan menjadi penyakit emerging
pada ikan, terutama salmon. Pertama kali dilaporkan terjadi pada ikan salmon di
Skotlandia pada tahun 1995 hingga 1998 (Toranzo et al. 2004). P. skyensis
berasal dari pulau Skye di Skotlandia (Birkbeck et al. 2002)
Infeksi P. skyensis menunjukkan lesio katarak dan penurunan bobot badan.
Pemeriksaan bagian dalam pada ikan yang telah mati ditemukan ptechie pada
sekum dan peritoneum, dan fokus fokus lesio pada ginjal, limpa, dan jantung.
Sampel lain menunjukkan adanya pericarditis, peritonitis, dengan granuloma
(Toranzo et al. 2004). P. skyensis bersifat pleomorfik, tidak motil, berbentuk
batang, dan anaerob fakultatif (Birkbeck et al. 2002)
Gambar 31 Pasteurella sp.
Staphylococcus aureus
Bedasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini bewarna ungu dan berbentuk
kokus. Uji katalase memberikan hasil yang positif dan penanaman pada MSA agar
juga
memberikan
reaksi
positif.
Menurut
Carter
dan
Cole
(1990),
Staphylococcus aureus bersifat katalase positif, koagulase positif, β-hemolisis,
dan mampu memfermentasi manitol.
Staphylococcus adalah bakteri Gram positif, berbentuk kokus, tersusun
secara gerombol, berpasangan, atau sendiri, tidak berflagel, tidak motil, tidak
membentuk spora, dan bersifat aerob tetapi juga bersifat fakultatif anaerob (Ryan
& Ray 2004). Staphylococcus banyak ditemukan sebagai bakteri komensal di kulit
dan mukosa membran hewan dan manusia (Carter & Cole 1990). Staphylococcus
juga ditemukan dalan jumlah lebih sedikit di udara, air, dan tanah (Percival et al.
2004). Spesies Staphylococcus yang menjadi bakteri patogen pada ikan
diantaranya S. aureus, S. epidermidis, dan S. warneri (Austin B dan Austin D
2007).
Ikan yang mati akibat infeksi S. aureus menunjukkan kelainan pada mata,
kornea menjadi kemerahan akibat vaskularisasi, kemudian menjadi opaque.
Selanjutnya terjadi degenerasi pada jaringan mata dan menyebabkan terbentuknya
hollow cup. Infeksi menyebar hingga ke saraf optik. Ikan hidup yang terinfeksi
S. aureus menunjukkan gejala letarghi dan melanosis pada kulit. Organ dalam
ikan tidak terinfeksi oleh S. aureus (Austin B dan Austin D 2007).
Mengkonsumsi ikan yang terinfeksi S. aureus dapat menyebabkan gastroenteritis
akibat dari toksin yang diproduksi. Kontaminasi S. aureus dapat terjadi tidak
hanya pada pembudidayaan, tetapi juga dalam proses pengolahan (Novotny et al.
2004).
Staphylococcus epidermidis
Bedasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini bewarna ungu dan berbentuk
kokus. Uji katalase memberikan hasil yang positif dan penanaman pada MSA agar
memberikan
reaksi
negatif.
Staphylococcus epidermidis
Menurut
bersifat
Carter
koagulase
dan
positif,
Cole
(1990),
katalase
positif,
β-hemolisis fakultatif, tidak mampu memfermentasi manitol, dan patogen
oportunistik.
S. epidermidis terdapat dimana-mana dan kasus infeksi S. epidermidis sering
terjadi. S. epidermidis dapat diisolasi dari kulit, rongga hidung, dan saluran telinga
manusia (Ryan & Ray 2004). Infeksi S. epidermidis pada ikan menyebabkan
exophthalmia, kongesti, dan ulserasi di ekor. Ikan mati yang terinfeksi S.
epidermidis dapat ditemukan lesio hemoragi pada operkulum dan sirip pelvis.
Bagian dalam dapat ditemukan ptechie dan ascites. Isolasi dari saluran pencernaan
yang terinfestasi oleh cacing pita juga dapat ditemukan S. epidermidis (Austin B
dan Austin D 2007).
Gambar 32 Staphylococcus sp.
Streptococcus sp.
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini berwarna ungu dengan bentuk
kokus. Pemeriksaan mikroskopis terlihat susunan bakteri tidak terlalu berantai, hal
ini diduga disebabkan karena proses pembuatan preparat pewarnaan Gram. Uji
katalase menunjukkan hasil negatif.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif yang tersusun berantai.
Streptococcus ditemukan di oropharynx sebagai mikroflora (Ryan & Ray 2004).
Streptococcus yang sering menyebabkan infeksi pada ikan diantaranya,
S. difficilis, S. iniae, dan S. agalactiae (Austin B dan Austin D 2007).
Streptococcosis sangat kontagius dan transmisi antar ikan dapat dengan sangat
mudah terjadi (Noga 2010).
Infeksi S. difficilis menyebabkan lethargi, kebengkakan abdomen, perut dan
usus dipenuhi dengan massa yang bersifat gelatin dan berwarna kuning. Beberapa
ikan yang terinfeksi terlihat adanya hemoragi pada mata, exophthalmia, dan
kornea yang opaque. Hati mengalami pembesaran, limpa dan ginjal mengalami
kongesti, dan akumulasi cairan di peritoneum (Austin B dan Austin D 2007).
Ikan nila yang terinfeksi S. iniae menunjukkan gejala lethargi dan
tetany-like. Infeksi pada jenis ikan lain menyebabkan septikemia dengan
kerusakan pada otak, meningitis, perubahan warna kulit menjadi lebih gelap, dan
kehilangan orientasi (Austin B dan Austin D 2007). S. iniae juga menyebabkan
infeksi pada manusia dengan lesio abrasi kulit dan luka-luka. Transmisi terjadi
ketika manusia kontak dengan ikan yang terinfeksi S. iniae (Noga 2010)
Pretto-Giordano et al. (2010) melakukan penelitian menginfeksi ikan nila
dengan Streptococcus agalactiae dan didapatkan hasil bahwa S. agalactiae
menyebabkan lethargia, anoreksia, erractic swimming, exophthalmia pada
unilateral atau bilateral, ascites, hemoragi kulit, dan mortalitas yang tinggi. Hati
dan Limpa mengalami pembesaran, dan pada rongga perut ditemukan ascites.
Gambar 33 Streptococcosis pada Ikan Nila dengan Gejala Tetany-Like Akibat
Kontraksi Otot
Sumber: Noga 2010
Gambar 34 Streptococcosis pada Ikan Atlantic Menhaden dengan Hemoragi
Operkulum
Sumber: Noga 2010
Gambar 35 Streptococcus sp.
Vibrio parahaemolyticus
Hasil uji TSIA menunjukkan daerah slant berwarna merah dan daerah butt
berwarna kuning, serta tidak disertai pembentukan gas. Uji urease didapatkan
hasil negatif, sedangkan uji indol dan sitrat didapatkan hasil yang positif. Hasil uji
fermentasi gula menujukkan hasil positif pada fermentasi glukosa, manitol,
sukrosa, laktosa, dan maltosa. Merwad et al. (2011) menyebutkan bahwa
Vibrio parahaemolyticus menunjukkan hasil positif pada uji sitrat dan negatif
pada uji urease. Menurut Alcaide et al. (1999), Vibrio parahaemolyticus mampu
memfermentasi
glukosa,
manitol,
dan
arabinosa,
tetapi
tidak
mampu
memfermentasi sukrosa dan laktosa. Perbedaan ini mungkin terjadi karena
karakteristik bakteri dapat berubah.
V. parahaemolyticus adalah bakteri gram negatif yang dapat ditemukan di
perairan muara. V. parahaemolyticus bersifat motil, berbentuk batang, dan
anaerob fakultatif. V. parahaemolyticus dapat ditemukan di air laut, sedimen,
plankton, ikan laut, kerang laut, kepiting, lobster, dan hewan laut lainnya
(Nelapati et al. 2012). V. parahaemolyticus juga dapat diisolasi dari ikan nila dan
ikan patin serta menyebabkan infeksi (Noorlish et al. 2011).
Lesio yang ditemukan pada infeksi V. parahaemolyticus di ikan nila adalah
adanya spot merah di kulit seperti infeksi yang disebabkan oleh V. anguillarum
(Tang 1998). Infeksi oleh V. parahaemolyticus jarang terjadi dibandingkan
dengan V. anguillarum yang menyebabkan penyakit red pest pada ikan laut
(Austin B dan Austin D 2007).
V. parahaemmolyticus dapat menyebabkan gastroenteritis akut yang dapat
sembuh dengan sendirinya, akan tetapi beberapa kasus dapat menjadi septikemia.
Transmisi terjadi akibat dari mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi V.
parahaemolyticus (Novotny et al. 2004).
Gambar 36 Vibrio parahaemolyticus
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diketahui bahwa terdapat sepuluh
genus bakteri yang diisolasi dan diidentifikasi dari insang dan saluran pencernaan
ikan nila hitam. Beberapa bakteri dapat menginfeksi manusia akibat kontak
langsung dengan ikan atau mengkonsumsi ikan yang terinfeksi, diantaranya
Escherichia coli, Edwardsiella tarda, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus
aureus, dan Vibrio parahaemolyticus. Cacing yang dapat diisolasi dari ikan nila
hitam adalah Dactylogyrus sp., Pseudodactylogyrus sp., dan Dactylogyridae.
Hasil identifikasi cacing parasitik dan bakteri menunjukkan belum terlihat adanya
hubungan yang spesifik antara keberadaan cacing jenis tertentu dengan bakteri
jenis tertentu atau pun sebaliknya. Infestasi cacing pada ikan nila hitam dapat
menjadi faktor predisposisi infeksi bakteri atau pun sebaliknya.
Saran
Pemeliharaan ikan nila hitam dengan kondisi lingkungan yang kondusif
diperlukan untuk mencegah cacing dan bakteri menginfeksi dan menyebabkan
sakit. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai identifikasi cacing
parasitik dengan metode tanpa pewarnaan dan menggunakan teknologi yang lebih
modern. Beberapa bakteri patogen berisfat zoonosis dan diperlukan kesadaran dari
berbagai pihak untuk melakukan pencegahan dan pengendalian.
DAFTAR PUSTAKA
Alcaide E, Amaro C, Todoli R, Oltra R. 1999. Isolation and characterization of
Vibrio parahaemolyticus causing infection in iberian toothcarp aphanius
iberus. Dis Aqua Org 35: 77-80.
Ampofo JA, Clerk GC. 2010. Diversity of bacteria contaminants in tissue of fish
cultured in organic waste-fertilized ponds: health implications. Open Fish
Sci J 3: 142-146.
Amri K, Kahiruman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta: PT
Agromedia Pustaka.
Austin B, Austin D. 2007. Bacterial Fish Pathogens: Diseseas of Farmed and
Wild Fish 4th Edition. Chichester: Praxis Publishing UK.
Aydin S, Ciltas A, Yetim H, Akyurt I. 2005. Clinical, pathological, and
haematological effects of Micrococcus luteus infections in rainbow trout
(Oncorhynchus mykiss Walbaum). J Ani Vet Adv 4: 167-174.
Baron S. 1996. Medical Microbiology 4th Edition. University of Texas Medical
Branch.
Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial Pathogens: Machanisms and
Pathogenesis. New York: Springer Science & Business Media, LLC.
Birkbeck TH, Laidler LA, Grant AN, Cox DI. 2002. Pasteurella skyensis sp.
nov., isolated from atlantic salmon (Salmo salar L). Int J Sys Eva Microb
52: 699-704.
Burlage RS. 2012. Principles of Public Health Microbiology. Jones and Barlett
Learnig, LCC.
Bychowsky BE. 1961. Monogenetic Trematodes: Their Systematics and
Phylogeny. Washington DC: American Institute of Biological Science.
Camus AC, Durborow RM, Hemstreet WG, Thune RL, Hawke JP. 1998.
Aeromonas Bacterial Infection – Motile Aeromonad Septicemia. SRAC
Publication.
Carter GR, Cole JR. 1 990. Diagnostic Procedures in Veterinary Bacteriology
and Mycology. San Diego: Academic Press, Inc.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention.
2012.
Klebsiella
pneumoniae in Healthcare Settings.
[Terhubung Berkala]
http://www.cdc.gov/HAI/organisms/klebsiella/klebsiella.html#a8.
[25
Juni 2012].
Corry JEL, Curtis GDW, Baird RM. 1995. Culture Media for Food
Microbiology. Elsevier Science B.V. Sara Burgerhartstraat Amsterdam.
Corwin EJ. 2008. Handbook of Pathophysiology 3rd Ed. Nike Budhi Subekti,
penerjemah; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cowan ST, Steels. 1990. Manual for The Identification of Medical Bacteria 2nd
Edition. London: Cambridge Press.
Dawes. 1946. The Trematode. Cambridge University Press. The Edinburgh
Building Cambring United Kingdom.
Fishbase. 2012. Oreochromis niloticus niloticus. [Terhubung Berkala]
http://www.fishbase.org/summary/Oreochromis-niloticus+niloticus.html
[19 April 2012].
Grimont F, Grimont PAD. 2006. The genus Enterobacter. Prokaryotes 6: 197214.
Gustiano R, Arifin OZ, Nugroho E. 2008. Perbaikan Pertumbuhan Ikan Nila
dengan Seleksi Famili. Media Akuakultur 3: 98-106.
Gustiano R, Arifin OZ. 2010. Menjaring Laba dari Budidaya Nila BEST.
Institut Pertanian Bogor Press.
Hadi UK.
2010.
Apakah Ektoparasit itu?.
[Terhubung Berkala]
http://upikke.staff.ipb.ac.id/2010/06/04/apakah-ektoparasit-itu/ [19 April
2012].
Hoffman GL. 1967. Parasite of North American Freshwater Fishes. University
of California Press Berkeley and Los Angeles California.
Jang SS, Biberstein EL, Hirsh DC. 1976. A Manual of Veterinary Clinical
Bacteriology and Mycology. University of California.
K Kordi MGH. 2010. Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily
Publisher.
Kabata Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Culture In the Tropics. Taylor
and Francis. London and Philadelpia.
Khairunisa.
2007.
Minyak Cengkeh (Eugenia aromatica) dan Kalium
Hidroksaida 10% sebagai Bahan Pewarna Semi Permanen pada Cacing
Nematoda dan Acatocephala Ikan Air Laut [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor
Kismiyati, Iskhaq NM, Triastuti J. 2010. Obyek kesukaan untuk penempelan
telur (oviposisi) ektoparasit Argulus japonicus. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan 2: 165-169.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Produksi Nila Naik 43,54
persen, Semua Provinsi Mencapai Target.
[Terhubung Berkala]
www.perikanan-budidaya.kkp.go.id [18 Februari 2012].
Kumar V, et al. 2011. Comparative Genomics of Klebsiella pneumoniae strains
with Different Antibiotic Resistance Profiles. American Society for
Microbiology.
Kushawa A, et al. 2010. Necrotising fasciitis with Vibrio vulnificus: a limb
threatening dermatologic complication following exposure to marine life.
BMJ
Case
Reports.
[Terhubung
Berkala]
http://casereports.bmj.com/content/2010/bcr.11.2009.2478/F1.large.jpg.
[4 Mei 2012]
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Orafindo
Persada.
Maulana F, Budi DS, Jasmadi. 2011. Induksi Ikan Nila Triploid dengan
Teknologi Heat Shock Manipulation [PKM-AI]. Institut Pertanian Bogor.
[MDNR] Missouri Department of Natural Resources. 2011. E. coli Monitoring
at The Lake of The Ozarks. Missouri Department of Natural Resources,
Jefferson city.
[Menegristek] Menteri Negara Riset dan Teknologi. 2000. Budidaya Ikan Nila.
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Jakarta
Merwad AMA, El-Ghareeb WR, Taisir SM. 2011. Occurance of some zoonotic
vibriosis in shellfish and diarrheic patients with regard to the gene in
Vibrio parahaemolyticus. J Am Sci 7: 449-459.
Microbewiki.
2012.
Enterobacter.
[Terhubung
Berkala]
http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Enterobacter [9 Juni 2012].
Microbewiki.
2012.
Micrococcus.
[Terhubung
Berkala]
http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Micrococcus [23 Juni 2012]
Microbewiki.
2012.
Pasteurella.
[Terhubung
Berkala]
http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Pasteurella [24 Juni 2012].
Mohamed MH, Refat NAGA. 2011. Pathological evaluation of probiotic,
Bacillus subtilis, against Flavobacterium columnare in tilapia nilotica
(Oreochromis niloticus) fish in sharkia governorate, egypt. J Am Sci 7:
244-256.
Muller R. 2001. Worms and Human Disease Second Edition. CABI Publishing
New York.
Muslim HM. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Natadisastra D, Agoes R. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ
Tubuh yang Diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nelepati S, Nelepati K, Chinnam BK. 2012. Vibrio parahaemolyticus – an
emerging foodborne pathogen – a review. Vet World 5: 48-62
Noble ER, Noble GA. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan Edisi ke V.
Wardiarto, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Noga EJ. 2010. Fish Diseases: Diagnosis and Treatment 2nd Edition. Iowa:
Wiley-Balckwell.
Noorlis A, et al. 2011. Prevalence and quantification of Vibrio species and
Vibrio parahaemolyticus in freshwater fish at hypermarket level. Int Food
Research J 18: 689-695.
Novotny L, Dvorska L, Lorencova A, Beran V, Pavlik I. 2004. Fish: a potential
source of bacterial pathogens for human beings. Vet Med-Czech 49: 343358.
[NRG] Natural Resources Group. 2008. Bacillus subtilis. Natural Resources
Group Woodlake California.
Parija SC. 2009. Textbook of Microbiology and Immunology.
division of Reed Elsiver India Pvt. Ltd.
Elsivier, A
Percival, et al. 2004. Microbiology of Waterborne Diseases. London: Elsevier
Ltd.
Puranik P, Bhate A. 2007. Animal Forms and Functions: Invertebrata. Sarup
and Sons. Darya Ganj New Delhi.
Pretto-Giordanp LG, Muller EE, Caesar de Freitas J, Gomes da Silva V. 2010.
Evaluation on the pathogenesis of Streptococcus agalactiae in nile tilapia
(Oreochromis niloticus). Bra Arch Biol Technol 53: 87-92.
Reed P, Francis-Floyd R, Klinger RE. 2012. Monogenean Parasites of Fish.
University of Florida IFAS Extension.
[Terhubung Berkala]
http://edis.ifas.ufl.edu/fa033 [1 Mei 2012].
Robert, Piper. 2010.
Service.
Fish Hatchery Management.
U.S. Fish and Wildlife
Ryan KJ, Ray CG. 2004. Sherris Medical Microbiology: An Introduction to
Infectious Diseases 4th Edition. McGraw Hill Medical Publishing
Division.
Sakazaki R, et al. 2005. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology Second
Edition, Volume Two The Proteobacteria, Part B The
Gammaproteobacteria. Springer New York.
Sharonapbio-taxonomy. 2012. Nematoda Roundworms. [Terhubung Berkala]
http://sharonapbiotaxonomy.wikispaces.com/file/view/nematode.jpg/50864359/nematode.jp
g. [4 Mei 2012].
Shimeld LA, Rodgers AT. 1998. Essential of Diagnostic Microbiology. Delmar
Cengage Learning. Clifton Park New York.
Smith DJ, Halton DW. 1966. The Physiology of Trematodes Second Edition.
Press Syndicate of The University of Cambridge.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Anthropods, and Protozoa of Domesticated
Animals. Eds Seveb London: Bailiere-Tindall.
Suyanto SR. 2009. Nila cetakan ke-XV. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suyanto SR. 2010.
Swadaya
Pembenihan dan Pembesaran Nila.
Jakarta: Penebar
Tang KFJ, Nelson SG. 1998. Identification, Control, and Prevention of Diseases
on Fish Farms in Guam. University of Guam Marine Laboratory.
Toranzo AE, Magarinos B, Romalde JL. 2005. A review of the main bacterial
fish diseases in marineculture systems. J Aqua 246: 37-61.
Udeze AO, et al. 2012. The effect of Klebsiella pneumoniae on catfish (Clarias
gariepinus). Researcher 4: 51-59.
Urquhart GM, et al. 1996. Veterinary Parasitology Second Edition. WileyBlackwell. Hoboken New Jersey.
Vetbact. 2011. Streptococcus agalactiae and S. uberis – new Gram staining
images. [Terhubung Berkala] http://www.vetbact.org/vetbactblog/wpcontent/uploads/2011/04/Str_aga_2o3-SB1.jpg. [4 Mei 2012].
Wikipedia.
2012.
Edwardsiella tarda.
[Terhubung Berkala]
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/06/Aeromonas_
hydrophila.jpg/220px-Aeromonas_hydrophila.jpg. [4 Mei 2012].
Williams HH. 1961. Parasitic Worms in Marine Fishes: A Neglected Study.
Majalah. New Scientist No 257.
Woo PTK, Bruno DW, Lim LHS. 2002. Diseases and Disorders of Finfish in
Cage Culture. Oxfordshire: CAB International.
Woo PTK, Bruno DW. 1999. Fish Diseases and Disorders Volume 3: Viral,
Bacterial, and Fungal Infection 1st Edition.
Oxforshire: CAB
International
Woo PTK, Bruno DW. 2011. Fish Diseases and Disorders Volume 3: Viral,
Bacterial, and Fungal Infection 2nd Edition.
Oxfordshire: CAB
International.
Yanong RPE. 2012. Nematode (Roundworm) Infections in Fish. University of
Florida
IFAS
Extension.
[Terhubung
Berkala]
http://edis.ifas.ufl.edu/fa091 [1 Mei 2012].
Download