IDENTIFIKASI CACING PARASITIK DAN BAKTERI PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus) HAFIZ FURQONUL AZIZ FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Hafiz Furqonul Aziz B04080073 ABSTRACT HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identification of Parasitic Worms and Bacteria in Gills and Digestive Tract of Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Under direction of RISA TIURIA and USAMAH AFIFF. The objectives of this research were to identify parasitic worms and bacteria in gills and digestive tract of nile tilapia (Oreochromis niloticus). A group of 10 fishes of nile tilapia were used, each gills and digestive tract was collected. The parasitic worms were colored with KOH and clove oil for semi-permanent staining, and Semichon’s Acetocarmine for permanent staining. The isolated bacteria were identified using Gram staining, Triple Sugar Iron Agar, citrate agar, urea agar, indole, and cabohydrate fermentations. The result showed that there were three kind of parasitic worms in gills of nile tilapia, Dactylogyridae, Dactylogyrus sp., and Pseudodactylogyrus sp. The total amount of Dactylogyridae is 8 worms, Dactylogyrus sp. is 72 worms, and Pseudodactylogyrus is 24 worms. The bacteria were identified and the result showed that Aeromonas sp., Bacillus sp., Escherichia coli, Edwardsiella tarda, Klbesiella pneumoniae, Pasteurella sp., Staphylococcus epidermidis, and Vibrio parahaemolyticus were come from gills. Aeromonas sp., Bacillus sp., Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aerus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus sp., and Vibrio parahaemolyticus were come from digestive tract. The relation between the parasitic worms and the bacteria did not significanty obvious. The parasitic worms might predispose the secondary infection caused by bacteria or might be the opposite. Keyword: Nile tilapia, parasitic worms, bacteria, gills, digestive tract RINGKASAN HAFIZ FURQONUL AZIZ. Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) Dibimbing oleh RISA TIURIA dan USAMAH AFIFF. Ikan nila adalah ikan yang hidup di air tawar, berasal dari sungai nil dan danaudanau di sekitarnya, dan mulai didatangkan ke Bogor pada tahun 1969. Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh konsumen selain ikan mas dan gurami karena ikan nila memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan tidak memiliki banyak duri. Keunggulan dari ikan nila dibandingkan ikan konsumsi lain adalah ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang rendah protein, memijah sepanjang tahun, bersifat omnivora, berdaging tebal, dan rasa dagingnya mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009). Pembudidayaan ikan nila hitam hampir dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia sehingga produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi. Proses produksi dan budidaya ikan nila memiliki beberapa kendala, salah satunya serangan hama dan penyakit. Agen penyakit yang menyebabkan infeksi diantaranya, virus, bakteri, cendawan, dan parasit. Penyakit parasitik dan bakteri merupakan salah satu penyakit yang dapat menginfeksi hewan, termasuk ikan nila hitam. Kerugian yang ditimbulkan akibat infestasi dari cacing pada ikan tidak sebesar apabila ikan terinfeksi oleh virus atau bakteri, tetapi infestasi cacing dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi oleh agen infeksius yang lainnya, seperti bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya serta mengidentifikasi jenis cacing parasitik dan bakteri yang terdapat pada insang dan saluran pencernaan ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan nila hitam dimatikan dengan cara menusuk bagian medial kepala tepat di otak. Insang ikan dan saluran pencernaan (usus dan lambung) kemudian dikeluarkan. Insang dan saluran pencernaan diletakkan ke dalam cawan petri yang telah diisi NaCl fisiologis dan disimpan di dalam refrigerator selama 10 jam. Insang dan saluran pencernaan kemudian diamati di bawah mikroskop stereo untuk mengoleksi cacing. Cacing yang ditemukan difiksasi dalam etanol 70% sebelum diwarnai. Pewarnaan permanen digunakan untuk mengindentifikasi cacing pipih trematoda. Pewarnaan semi permanen menggunakan KOH dan minyak cengkeh diaplikasikan untuk pewarnaan nematoda Metode isolasi bakteri dilakukan dengan penggerusan insang dan digesta saluran pencernaan setelah ikan dimatikan. Hasil gerusan ditanam pada media agar MacConkey dan agar darah. Selanjutnya media diinkubasi dan dilakukan pewarnaan Gram serta uji-uji biokimiawi untuk mengidentifikasi bakteri. Hasil menunjukkan bahwa cacing yang dapat diisolasi dari ikan nila hitam adalah Dactylogyrus sp., Dactylogyridae, dan Pseudodactylogyrus. Hasil juga menunjukkan bahwa terdapat sepuluh genus bakteri yang diisolasi dan diidentifikasi dari insang dan saluran pencernaan ikan nila hitam. Beberapa bakteri dapat menginfeksi manusia akibat kontak langsung dengan ikan atau mengkonsumsi ikan yang terinfeksi, diantaranya Escherichia coli, Edwardsiella tarda, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Vibrio parahaemolyticus. Infestasi cacing pada ikan nila hitam dapat menjadi faktor predisposisi infeksi bakteri atau pun sebaliknya. Kata kunci: Cacing parasitik, bakteri, insang, saluran pencernaan, ikan nila hitam. © Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB IDENTIFIKASI CACING PARASITIK DAN BAKTERI PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN NILA HITAM (Oreochromis niloticus) HAFIZ FURQONUL AZIZ Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 HALAMAN PENGESAHAN Judul Tugas akhir Bentuk Tugas Akhir Nama Mahasiswa NIM : Identifikasi Bakteri dan Cacing Parasitik pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) : Penelitian : Hafiz Furqonul Aziz : B04080073 Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. drh. Risa Tiuria, MS. NIP. 19630430 198703 2 001 drh. Usamah Afiff, M.Sc. NIP. 19600624 198703 1 001 Diketahui, Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan - IPB drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet NIP. 19630810 198803 1 004 Tanggal Lulus: KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus). Agen penyakit merupakan salah satu hambatan yang merugikan dalam usaha pembudidayaan ikan juga kepentingannya dalam masalah zoonosis. Agen penyakit yang dapat menyebabkan infeksi diantaranya cacing parasit dan bakteri. Oleh karena itu, penelitian mengenai hal tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Skripsi ini juga ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini: 1. Orang tua penulis, Abdul Aziz, MB. dan Arti Mukminah atas cinta kasih, doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini, khususnya selama proses penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapakan kepada adik tersayang, Cattleya Septariani Aziz, atas dukungan moril dan materilnya yang senantiasa diberikan. 2. Dr. drh. Risa Tiuria, MS. dan drh. Usamah Afiff, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, ilmu yang diberikan kepada penulis serta selalu menyediakan waktu bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini. 3. Dr. drh. Vetnizah Juniantito dan drh. Kusdiantoro Muhammad, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, masukan, dan ilmu untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. 4. Bapak Eman dan Alm. Bapak Rofiq yang telah senantiasa membantu penelitian ini. 5. Teman-teman satu penelitian, Nurhayati Suwartiani, S.KH., Ismi Wahyuniati, dan Rahmanitia Puhanda, S.KH., atas kebersamaannya selama berjuang dalam penelitian dan menulis skripsi. 6. Sahabat-sahabat terbaik selama ini, Kristian Edo Zulfamy, Dinie Dianita Bakri, Fahrul Irianto, dan Shanty Nathalia M, SE. atas semangat, persahabatan, tawa, canda, dan air mata yang selama ini diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman Keluara Cemara, Inessya Feronica, S.Pt., Susi Handayani, S.Kom., Mudita Natania, Misran, S.TP., Virza M, S.TP., Ivan Taufik, Ivan Daniel, Ryanda Rahmat, dan Anggi Maniur Hutasoit, S.Si. atas semangat yang terus-menerus diberikan kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat Paguyuban Avenzoar 45, Awan Subangkit, Jami Ramadhan, Rizal Dwi, Aji Agung Cahyaji, Dian Permana Putra, Ridwan, Mutia Rahim, Intan Junita, Cupu Nara Sumita, Farah Nurul Maulida, Widya Siska, Bagus Seta Chandra, Fatma Dewi, Susi Susilawati, dan Friska Vida, atas doa, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, serta atas persahabatan, cerita, suka, dan duka selama berada di FKH 45. 9. Dara Restu Maharani, SE., dan Citra Ayu Oktavia, S.TP. atas kebersamaannya sejak sekolah menengah atas sampai sekarang. 10. Teman-teman Avenzoar 45 atas kebersamaannya selama berada di FKH 45. 11. Setiap pihak yang turut membantu penulis dalam proses penulisan skripsi dan selama masa perkuliahan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2012 Hafiz Furqonul Aziz RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 25 Januari 1990 dari ayah Abdul Aziz dan ibu Arti Mukminah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN Pengadilan 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2002, yang kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 5 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan SMA penulis diselesaikan di SMA Negeri 1 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Mayor yang dipilih penulis adalah kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Karate IPB dan Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………...………..................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xv PENDAHULUAN ……………………………………………………................ 1 Latar Belakang …………………………………...…………….................. 1 Tujuan ……………………………………………...…………................... 3 Manfaat …………………………………………………………................ 3 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….................. 4 Ikan Nila Hitam ........................................................................................... 4 Trematoda .................................................................................................... 6 Monogenea .......................................................................................... 7 Dactylogyrus sp. .................................................................................. 10 Gyrodactylus sp. .................................................................................. 10 Nematoda ..................................................................................................... 11 Cestoda ........................................................................................................ 14 Bakteri .......................................................................................................... 15 Streptococcus agalactiae ................................................................... 16 Aeromonas hydrophila ....................................................................... 17 Edwardsiella tarda ............................................................................ 18 BAHAN DAN METODE ………………………………….......……................. 19 Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………….................. 19 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................... 19 Metode Penelitian ........................................................................................ 19 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................. 19 Teknik Parasitologi ............................................................................ 20 Teknik Bakteriologi ………............................................................... 22 HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………..........…......... 28 Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Nila Hitam .................................... 29 Cacing Monogenea ............................................................................ 32 Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila Hitam ................................................... 34 Aeromonas sp. .................................................................................... 34 Bacillus sp. ......................................................................................... 36 Escherichia coli ................................................................................. 37 Edwardsiella tarda ............................................................................ 38 Enterobacter aerogenes ..................................................................... 40 Klebsiella pneumoniae ....................................................................... 41 Pasteurella sp. ................................................................................... 43 Staphylococcus aureus ....................................................................... 44 Staphylococcus epidermidis .............................................................. 45 Streptococcus sp. ............................................................................... 46 Vibrio parahaemolyticus ................................................................... 47 SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..........……....... 49 Simpulan ...................................................................................................... 49 Saran ............................................................................................................ 49 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50 LAMPIRAN ......................................................................................................... DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila Hitam ..................................................................................................................... 28 2 Hasil Uji Biokimiawi Bakteri pada Ikan Nila ..................................................................................................................... 34 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus) ........................................... 4 2 Struktur Umum Cacing Monogenea .................................................... 8 3 Siklus Hidup Cacing Monogenea ........................................................ 9 4 Cacing Gyrodactylus sp. (1) Cacing Dactylogyrus sp. (2) .................. 10 5 Struktur Umum Cacing Nematoda ....................................................... 11 6 Siklus Hidup Tidak Langsung Cacing Nematoda dengan Ikan sebagai Inang Definitif ...................................................................................... 13 7 Siklus Hidup Langsung Cacing Nematoda pada Ikan ......................... 13 8 Siklus Hidup Tidak Langsung Nematoda dengan Ikan sebagai Inang Antara ................................................................................................... 13 Bentuk Umum Cacing Cestoda ............................................................ 15 10 Jenis-Jenis Metacestoda ....................................................................... 15 11 Streptococcus agalactiae ..................................................................... 16 12 Aeromonas hydrophila ......................................................................... 17 13 Edwardsiella tarda ............................................................................... 18 14 Diagram Alir Identifikasi Bakteri ........................................................ 22 15 Dactylogyrus sp. ................................................................................... 29 16 Dactylogyrus sp. ................................................................................... 30 17 Bagian Anterior Dactylogyrus sp. ........................................................ 30 18 Gyrodactylidae dan Dactylogiridae ..................................................... 31 19 Pseudodactylogyrus sp. ........................................................................ 31 20 Dactylogiridae ...................................................................................... 32 21 Bercak Kulit pada Ikan Akibat Produksi Mukus Berlebih .................. 33 9 22 Infestasi Dactylogyridae pada Insang Ikan Patin ................................. 33 23 Pembusukan pada Sirip ........................................................................ 35 24 Aeromonas sp. ...................................................................................... 36 25 Bacillus sp. ........................................................................................... 37 26 Escherichia coli .................................................................................... 38 27 Infeksi Edwardsiella tarda. Hemoragi pada Kulit dan Fistula di bawah Sirip Dada ................................................................................. 39 28 Edwarsiella tarda ................................................................................. 40 29 Enterobacter aerogenes ....................................................................... 41 30 Klebsiella pneumoniae ......................................................................... 43 31 Pasteurella sp. ...................................................................................... 44 32 Staphylococcus sp. ............................................................................... 45 33 Streptococcosis pada Ikan Nila dengan Gejala Tetany-Like Akibat Kontraksi Otot ...................................................................................... 47 34 Streptococcosis pada Ikan Atlantic Menhaden dengan Hemoragi Operkulum ........................................................................................... 47 35 Streptococcus sp. .................................................................................. 47 36 Vibrio parahaemolyticus ...................................................................... 48 DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sepertiga daratan dan dua pertiga lautan. Hal ini yang menjadikan Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, khususnya ikan. Ikan yang menjadi komoditi utama produksi tidak hanya ikan laut, tetapi juga ikan air tawar. Ikan air tawar yang menjadi komoditas unggulan diantaranya adalah ikan gurami, ikan nila, dan ikan mas. Ikan nila adalah ikan yang hidup di air tawar dan berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Ikan nila mulai didatangkan ke Bogor pada tahun 1969. Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh konsumen selain ikan mas dan gurami, karena ikan nila memiliki rasa daging yang enak, gurih, dan tidak memiliki banyak duri. Tingginya konsumsi ikan nila menyebabkan budidaya ikan nila mulai dikembangkan. Keunggulan dari ikan nila dibandingkan ikan konsumsi lain adalah ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang rendah protein, memijah sepanjang tahun, bersifat omnivora, berdaging tebal, dan rasa dagingnya mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009). Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawarawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut (K Kordi 2010). Kemampuan hidup dalam berbagai jenis air membuat ikan nila semakin mudah untuk dibudidayakan. Pembudidayaan ikan nila hampir dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia sehingga produksi ikan nila di Indonesia cukup tinggi. Produksi ikan nila pada tahun 2010 mencapai 464.191 ton, meningkat dibandingkan pada tahun 2009 (KKP 2011). Proses produksi dan budidaya ikan nila memiliki beberapa kendala diantaranya, kurangnya kesediaan benih unggul dengan pertumbuhan cepat yang menguntungkan usaha budidaya nila (Gustiano et al. 2008), tingkat pertumbuhan yang menurun ketika mencapai matang gonad (Maulana 2011), pemijahan yang tidak terkontrol serta serangan hama dan penyakit. Agen penyakit yang menyebabkan infeksi diantaranya, virus, bakteri, cendawan, dan parasit. Penyakit parasitik dan bakteri merupakan salah satu penyakit yang dapat menginfeksi hewan, termasuk ikan nila. Parasit adalah organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dengan inangnya namun merugikan bagi organisme yang ditempatinya (Noble ER dan Noble GA 1989). Parasit yang dikenal terdapat dua jenis, yaitu endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah parasit yang menyerang pada bagian dalam tubuh inangnya (Kismiyati et al. 2010), sedangkan ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (Hadi 2010). Cacing dan protozoa termasuk ke dalam anggota dari endoparasit, karena sebagian siklus hidupnya berada di dalam tubuh inang. Insekta, arachnida, chilpoda, dan diplopoda termasuk ke dalam anggota dari ektoparasit. Cacing yang bersifat parasit terbagi ke dalam beberapa klasifikasi. Tiga kelas besar dalam klasifikasi cacing adalah nematoda, trematoda, dan cestoda. Cacing dalam kenyataannya tidak selalu bersifat endoparasit, sub kelas monogenea yang berada dalam kelas trematoda bersifat ektoparasit pada ikan. Monogenea merupakan parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh ikan, jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan dan biasanya menyerang kulit dan insang (Kabata 1985). Kerugian yang ditimbulkan akibat infestasi dari cacing pada ikan tidak sebesar apabila ikan terinfeksi oleh virus atau bakteri, tetapi infestasi cacing dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi oleh agen infeksius lainnya. Bakteri merupakan salah satu agen infeksius dengan jumlah spesies terbanyak. Bakteri dapat bersifat patogen dan non patogen, tetapi dalam kasus yang terjadi bakteri non patogen dapat berubah menjadi patogen akibat dari beberapa faktor. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit infeksi bakteri cukup besar, terlebih jika bakteri tersebut memiliki virulensi yang cukup tinggi. Tahun 1980 pernah tercatat di Indonesia terjadi kematian sebanyak 125.000 ekor ikan mas dan di daerah budidaya di Jawa Barat terjadi kematian sebanyak 30% dari induk ikan mas yang keduanya diakibatkan oleh bakteri, khusunya Aeromonas sp. Kerugian dapat berupa kerugian ekonomi dan kerugian kesehatan, karena secara langsung ikan mengalami penurunan kualitas dan bahkan kematian yang menyebabkan penurunan produksi. Bakteri penyebab penyakit yang bersifat zoonotik dapat ditularkan kepada manusia dan menyebabkan gangguan kesehatan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya serta mengidentifikasi jenis cacing parasitik dan bakteri yang terdapat pada insang dan saluran pencernaan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait adanya cacing parasitik dan bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan nila. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang infeksi sekunder oleh bakteri akibat infestasi cacing parasitik, atau pun sebaliknya. Penelitian ini juga diharapkan sebagai acuan program pencegahan dan pengendalian kasus penyakit yang disebabkan oleh cacing parasitik maupun bakteri, baik yang bersifat zoonotik maupun tidak. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) Ikan nila merupakan salah satu ikan yang sudah banyak dibudidayakan. Di Indonesia, ikan nila cukup populer karena cara budidayanya yang mudah, rasa daging yang disukai, harga yang relatif terjangkau, dan memiliki toleransi yang luas terhadap lingkungan. Ikan nila yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah ikan nila hitam dan ikan nila merah. Menurut Fishbase (2012), ikan nila hitam digolongkan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Actinopterygii, dan ordo Perciformes. Ikan nila hitam termasuk ke dalam famili Cichlidae, sub famili Pseudocrenilabrinae, genus Oreochromis, dan spesiesnya adalah Oreochromis niloticus. Gambar 1 Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus) Sumber: Fishbase (2012) Ikan nila hitam awalnya memiliki nama latin Tilapia niloticus, berasal dari genus Tilapia yang memiliki perilaku khas yaitu tidak mengerami telur dan larva berada di dalam mulut induknya. Genus Tilapia dipecah menjadi tiga genus, yakni genus Tilapia, Sarotherodon, dan Oreochromis. Ikan dalam genus Tilapia memijah dan menaruh telur pada suatu tempat. Induk jantan dan betina secara bersama-sama menjaga telur dan anak-anaknya. Ikan dalam genus Sarotherodon memiliki ciri khas induk jantan mengerami telur dan mengasuh anaknya, sedangkan ikan dalam genus Orechromis induk betina mengerami telur di dalam rongga mulut dan mengasuh sendiri anak-anaknya (Trewavas 1982 dalam Suyanto 2010). Ikan nila hitam berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis, sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila hitam tidak dapat hidup baik (Menegristek 2000). Ikan nila pertama kali dibawa dari Taiwan ke Bogor pada tahun 1969. Nila berwarna hitam selanjutnya banyak didatangkan dari Thailand pada tahun 1989 dengan strain Chitralada, dari Filipina pada tahun 1994 dan 1997 dengan strain Genetic Improvement of Farmed Tilapia (GIFT), sedangkan untuk nila berwarna merah didatangkan dari Thailand pada tahun 1989 dengan strain National Inland Fish Institute (NIFI) (Gustiano & Arifin 2010). Ikan nila hitam masih bersaudara dengan ikan mujair (Oreochromis massambiccus) yang sudah tersebar luas di Indonesia sebelum adanya ikan nila hitam. Ikan mujair kurang digemari baik oleh pembudidaya maupun petani karena pertumbuhannya yang lambat, rakus tetapi tidak gemuk, cepat beranak pinak sehingga mengganggu ikan lain dalam satu kolam (Suyanto 2010). Ikan nila hitam selanjutnya didatangkan untuk mengatasi hal ini karena mempunyai nilai efisiensi yang lebih tinggi. Amri dan Kahiruman (2003) menjelaskan bentuk tubuh ikan nila hitam, berbentuk panjang dan ramping dengan sisik yang berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi atau linea literalis terputus di bagian tengah badan dan berlanjut kembali tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung berwarna hitam dan sirip dada juga tampak berwarna hitam, sedangkan bagian pinggir sirip punggung berwarna abu abu (Gambar 1). Perbedaan antara ikan nila hitam dengan ikan mujair terletak pada pola garis vertikal berwarna gelap yang terlihat sangat jelas di sirip ekor dan sirip punggung. Jumlah garis pada ikan nila hitam berjumlah enam buah di sirip ekor dan delapan buah di sirip punggung. Garis dengan pola yang sama juga terdapat di kedua sisi tubuh ikan nila dengan jumlah delapan buah (Suyanto 2010). Perbedaan lain juga terdapat pada perbandingan ukuran tubuh, ikan nila hitam memiliki perbandingan panjang dan tinggi 3:1, sedangkan ikan mujair 2:1 (Amri & Kahiruman 2003). Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawarawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0-35 ppt, namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0-30 ppt. Ikan nila masih dapat hidup pada salinitas 31–35 ppt, tetapi pertumbuhannya lambat (Ghufran & Kordi 2010). Trematoda Trematoda atau cacing pipih merupakan kelas dari filum Platyhelminthes. Cacing trematoda umumnya memiliki bentuk pipih seperti daun dan disebut cacing daun, kecuali Schistosoma sp yang merupakan trematoda darah (Natadisastra & Agoes 2009). Trematoda secara umum berbentuk pipih, tidak bersegmen, bentuk memanjang seperti daun, berbentuk telur, kerucut, silindris, dan mempunyai batil isap kepala dan perut. Trematoda bersifat hermafrodit kecuali pada genus Schistosoma (Muslim 2009). Kelas trematoda terbagi menjadi dua sub kelas utama, yaitu Monogenea dan Digenea. Sub kelas Monogenea memiliki siklus hidup langsung dan tidak membutuhkan inang perantara, sedangkan sub kelas Digenea membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya (Urquhart et al. 1996). Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), tubuh cacing trematoda diliputi integumen mesenkimatus, aseluler halus, dan sering kali ditumbuhi oleh semacam sisik atau duri yang tampak jelas pada bagian anterior tubuh. Dua batil hisap atau sucker ditemukan pada cacing trematoda. Batil hisap anterior atau oral sucker berfungsi sebagai kanal untuk makanan dan batil hisap posterior atau ventral sucker berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada tubuh inang (Muller 2001). Bagian dalam tubuh trematoda terdapat otot dengan tiga arah serabut, yaitu longitudinal, oblik, dan sirkuler. Otot ini berguna untuk mengubah bentuk badan cacing agar dapat bergerak. Cacing trematoda tidak memiliki rongga badan dan juga sistem sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009). Sistem pencernaan trematoda sangat sederhana, dimulai dari mulut yang kemudian mengarah ke faring, esofagus, dan bercabang menjadi dua bagian sekum yang berakhir buntu. Makanan yang tidak dicerna diregurgitasi kembali ke mulut (Urquhart et al. 1996). Cacing trematoda bersifat hermafrodit, kecuali pada genus Schistosoma. Alat kelamin jantan dimulai dari testis yang biasanya berjumlah dua dan letaknya berurutan tergantung spesies, berbentuk oval dengan permukaan rata, berlobus atau bercabang. Ovarium berbentuk bulat atau oval dengan permukaan rata, berlobus, atau bercabang. Umumnya ovarium terletak di anterior dari testis. Kedua alat kelamin bermuara pada antrum genitale dan keluar melalui lubang porus genitalis yang berdekatan dengan batil hisap posterior (Natadisastra & Agoes 2009). Monogenea Monogenea adalah sub kelas dari Trematoda. Cacing Monogenea adalah cacing yang tidak membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya dan umumnya ditemukan sebagai parasit di ikan (Urquhart 1996). Kabata (1985) menjelaskan bahwa cacing Monogenea adalah salah satu parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh ikan, terutama kulit dan insang, jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan. Cacing Monogenea memiliki ukuran yang kecil (mikroskopik) sampai yang berukuran sedang. Bentuk tubuh larva cacing dengan cacing dewasa tidak terlalu berbeda jauh. Organ utama untuk menempel pada tubuh inang dan juga sebagai identitas dari Monogenea adalah haptor (Gambar 2). Organ ini terletak pada bagian posterior dan dilengkapi dengan kait kecil yang berjumlah 12 sampai 16 buah dan kadang terdapat kait yang lebih besar dengan jumlah 2 sampai 4 buah (Hoffman 1967). Cacing Monogenea menempel dan melekat pada tubuh inang dengan mencari lapisan mukosa dan mengelupasnya, kemudian bagian posterior ditancapkan ke jaringan. Bagian anterior atau bagian dimana terdapat mulut diletakan dan didekatan kepada jaringan dari inang, terkadang cacing Monogenea melingkarkan badannya di sekeliling insang (Dawes 1946). Oral sucker pada cacing Monogena tergolong lemah atau terkadang tidak ada sama sekali (Puranik & Bhate 2007). Gambar 2 Struktur Umum Cacing Monogenea Sumber: Smith & Halton (1967) Bagian tubuh cacing monogenea terbagi atas bagian anterior dan posterior. Pada tiap bagian terdapat alat pelekat. Prohaptor adalah bagian pelekat pada anterior yang berfungsi melekatkan bagian anterior ke jaringan saat sedang makan. Prohaptor dapat menjadi alat pelekat sementara ketika bagian haptor posterior mencari jaringan baru untuk menempel. Haptor bagian anterior dan posterior dapat bekerja sama sebagai alat gerak dimana cacing akan membentuk loop dan bergerak seperti seekor ulat, tetapi cacing monogenea jarang berpindah saat sudah menetap. Opisthaptor adalah bagian pelekat pada posterior cacing monogenea yang berbentuk seperti cakram. Opisthaptor biasanya dilengkapi dengan kait besar dan kecil yang berfungsi seperti jangkar pada kapal dan alat untuk melukai jaringan inang (Dawes 1946). Dawes (1946) juga menjelaskan bahwa tidak semua cacing monogenea memiliki buccal sucker. Sebagian cacing monogenea yang tidak memiliki buccal sucker, mereka menggunakan faring sebagai sucker. Saluran digesti cacing monogenea terdiri dari tiga bagian, yaitu faring, esofagus, dan usus. Faring dan esofagus berbentuk dan berukuran sama yang selanjutnya bercabang dua menjadi usus yang sederhana dan berakhir buntu (Gambar 2). Siklus hidup dari monogenea adalah siklus langsung yang tidak membutuhkan inang antara. Cacing dewasa bertipe ovipar mengeluarkan telur ke air kemudian telur menetas dan mencari inang baru. Cacing dewasa bertipe vivipar bertelur dan telur tetap berada di dalam tubuh cacing dewasa hingga menetas. Larva selanjutnya keluar dari tubuh cacing dewasa dan terbawa air untuk mencari inang yang baru (Gambar 3) (Reed et al. 2012). Cacing monogenea tidak dapat hidup sebagai parasit pada lebih dari satu spesies ikan, oleh karena itu cacing monogenea memiliki spesifisitas inang yang sangat tinggi (Williams 1961). Gambar 3 Siklus Hidup Cacing Monogenea Sumber: Reed et al. (2012) Spesies dari kelas monogenea yang paling sering muncul pada ikan air tawar adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. Dactylogyrus sp. Dactylogyrus merupakan genus dari famili Dactylogyridae dengan sub famili Dactylogyrinae. Cacing dalam genus ini memiliki ciri khas, yaitu memiliki empat titik mata, sepasang kait besar, dan 16 kait kecil, usus bercabang menjadi dua, testes dan ovarium berbentuk bulat, ovari terletak diatas testes, terdapat vagina, dan bersifat ovovipar (Hoffman 1967). Dactylogyrus hidup sebagai parasit dengan menghisap darah dan dapat menyebabkan kerusakan pada insang jika jumlahnya terlalu banyak. Gejala klinis dari manifestasi Dactylogyrus sering keliru dengan gejala defisiensi oksigen atau infeksi insang lainnya (Robert & Piper 2010). Gyrodactylus sp. Gyrodactylus merupakan genus dari famili Gyrodactyridae dengan sub famili Gyrodactyrinae. Cacing genus Gyrodactylus tidak memiliki prohaptor, opisthaptor berbentuk lebar dan dilengkapi dengan satu pasang kait besar dan 16 kait kecil, usus bercabang dua, lubang genital berada di tengah, tidak terdapat vagina, tidak terdapat titik mata, ovarium berbentuk V atau berlobus dan terletak di belakang testes, serta bersifat vivipara (Dawes 1946). Parasit ini sangat umum dan sering ditemukan pada hampir semua ikan. Jumlah Gyrodactylus yang terlalu banyak dapat menyebabkan iritasi dan lesio (Robert & Piper 2010). Gambar 4 Cacing Gyrodactylus sp. (1) Cacing Dactylogyrus sp. (2) Sumber: Robert & Piper (2010) Nematoda Filum Nemathelminthes terbagi ke dalam enam kelas, tetapi hanya kelas nematoda yang bersifat sebagai parasit. Nematoda disebut sebagai cacing gilig atau round worm karena bentuknya yang bulat jika dipotong secara melintang. Nematoda berbentuk bulat panjang, tidak bersegmen, meruncing di kedua ujungnya, dan tubuhnya dilapisi oleh kutikula. Kutikula diproduksi oleh bagian hipodermis yang pada bagian tersebut tedapat saluran ekskresi dan saraf (Urquhart 1996). Gambar 5 menjelaskan bahwa cacing nematoda memiliki kepala, ekor, dinding dan rongga badan yang disebut pseudoselom, saluran pencernaan, sistem saraf, sistem ekskresi, dan sistem reproduksi terpisah, tetapi tidak memiliki sistem sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009). Muslim (2009) menjelaskan ukuran cacing jantan lebih kecil dari cacing betina dan ujung posterior melengkung ke depan. Spikulum serta bursa kopulasi dimiliki oleh beberapa spesies dari cacing nematoda. Gambar 5 Struktur Umum Cacing Nematoda Sumber: Sharonapbio-taxonomy (2012) Sistem digesti dari cacing nematoda berbentuk tubular. Mulut, umumnya dikelilingi oleh tiga bibir, langsung terhubung oleh esofagus. Beberapa genus seperti Strongyloides, esofagus berukuran besar dan terbuka menjadi kapsul bukal bergigi. Saat sedang makan, cacing akan menembus mukosa menggunakan kapsul bukal untuk menghisap darah. Esofagus menyalurkan makanan ke usus dan memiliki bentuk yang bervariasi dan berguna untuk identifikasi karakter setiap spesies. Usus berbentuk tabung yang dindingnya dilapisi oleh lapisan tipis syncytium. Lumen ususnya memiliki mikro villi yang meningkatkan kapasitas absorpsi dari sel (Urquhart 1996). Urquhart (1996) juga menjelaskan bahwa organ reproduksi betina berjumlah sepasang dan terdiri dari ovarium, oviduct, uterus, vagina,dan berakhir pada vulva. Ovejector adalah penghubung antara uterus dan vagina yang berupa otototot yang berfungsi dalam penetasan telur. Organ reproduksi jantan terdiri dari satu buah testis berlanjut menjadi vas deferens dan berakhir pada saluran ejakulatori di kloaka. Organ tambahan berupa spikulum yang berfungsi sebagai alat kopulasi dan gubernakulum yang berfungsi mengarahkan spikulum terdapat pada beberapa spesies cacing nematoda. Siklus hidup nematoda terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium telur, larva, dan dewasa. Cacing betina dewasa dapat bertelur antara 20-200.000 butir telur per hari (Natadisastra & Agoes 2009). Dalam perkembangan hidupnya, beberapa spesies nematoda menggunakan ikan sebagai inang definitif maupun sebagai inang antara dari siklus hidup nematoda. Siklus hidup nematoda dibagi menjadi dua, yaitu siklus hidup langsung dan siklus hidup tidak langsung. Siklus hidup langsung tidak membutuhkan inang antara dan infeksi dapat terjadi ketika ikan menelan telur atau larva cacing (Yanong 2012). Yanong (2012) juga menjelaskan bahwa siklus hidup tidak langsung terbagi menjadi dua, yaitu siklus hidup saat ikan menjadi inang definitif dan siklus hidup saat ikan menjadi inang antara. Ikan sebagai inang definitif yang terinfeksi cacing nematoda mengeluarkan feses bersama telur yang kemudian tertelan oleh cepopoda atau hewan invertebrata lainnya. Telur berkembang dan menjadi larva yang siap menginfeksi ikan dewasa lainnya ketika cepopoda dimakan oleh ikan. Larva akan berkembang menjadi cacing dewasa dan siklus akan terulang. Nematoda yang memiliki inang definitif mamalia atau burung pemakan ikan menggunakan ikan sebagai inang antara (Gambar 6). Gambar 6 Siklus Hidup Tidak Langsung Cacing Nematoda dengan Ikan sebagai Inang Definitif Sumber: Yanong (2012) Gambar 7 Siklus Hidup Langsung Cacing Nematoda pada Ikan Sumber: Yanong (2012) Gambar 8 Siklus Hidup Tidak Langsung Nematoda dengan Ikan sebagai Inang Antara Sumber: Yanong (2012) Cestoda Cestoda adalah kelas dari filum Platyhelminthes. Perbedaan antara cacing kelas Cestoda dengan Trematoda adalah cacing Cestoda memiliki bentuk tubuh yang pipih dan memanjang seperti pita tanpa saluran pencernaan. Bagian tubuhnya bersegmen dan setiap segmen memiliki satu atau lebih sepasang organ reproduksi (Urquhart et al. 1996). Cacing Cestoda dapat digolongkan berdasarkan tempat hidupnya menjadi dua golongan, yaitu Cestoda usus dan Cestoda jaringan. Seluruh Cestoda mempunya inang antara kecuali spesies Hymenolepis nana (Muslim 2009). Gambar 9 menunjukkan Cestoda dewasa memiliki kepala atau scolex sebagai organ pelekat, leher yang tidak bersegmen, dan untaian segmen yang membentuk pita. Setiap segmen disebut proglotid dan rantai penghubung proglotid disebut strobila. Organ pelekat terdiri dari empat sucker di bagian tepi dan biasanya terdapat kait. Setiap proglotid bersifat hermafrodit dan ketika proglotid menjadi dewasa dan terbuahi bagian internal hilang dan diisi oleh telurtelur Castoda atau gravid. Proglotid garvid akan terlepas dan keluar bersama feses (Urquhart et al. 1996). Siklus hidup Castoda bersifat tidak langsung dengan satu inang antara. Cestoda dewasa berada pada usus halus inang definitif dan menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama feses. Telur termakan oleh inang antara dan embryophore berubah menjadi oncosphere ketika berkontak dengan enzim-enzim pencernaan. Kait pada oncosphere melukai mukosa usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limfe menuju tempat yang sesuai untuk berkembang menjadi stadium larva atau metacestoda. Bentuk metacestoda berbeda-beda tergantung spesies Cestoda tersebut. Jenis-jenis metacestoda diantaranya Cysticercus, Coenurus, Strobilocercus, Hydatid, Cysticercoid, dan Tetrahyridium (Gambar 10). Ketika metacestoda termakan oleh inang definitif, scolex-nya akan menempel pada mukosa usus dan untaian proglotid akan mulai tumbuh dari basis scolex (Urquhart et al. 1996). Gambar 9 Bentuk Umum Cacing Cestoda Sumber: Urquhart et al. (1996) Gambar 10 Jenis-Jenis Metacestoda Sumber: Urquhart et al. (1996) Bakteri Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang hidup bebas dan mampu bereproduksi sendiri, tetapi sebagian besar menggunakan hewan sebagai pejamu untuk mendapatkan makanan. Bakteri tergolong ke dalam prokariot yang tidak memiliki membran inti. Bakteri terdiri atas sitoplasma yang dikelilingi oleh dinding sel terbuat dari peptidoglikan. Materi genetik, baik DNA maupun RNA, terdapat dalam inti yang diperlukan untuk metabolisme. Bakteri bereproduksi dengan cara aseksual melalui replikasi DNA dan pembelahan sel sederhana. Sebagian besar bakteri membentuk kapsul yang mengelilingi dinding sel sehingga bakteri lebih tahan terhadap kondisi luar (Corwin 2008). Bakteri secara umum terbagi atas bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri yang sering menginfeksi ikan diantaranya Streptococcus agalactiae, Aeromonas hydrophila, dan Edwardsiella tarda. Streptococcus agalctiae Bakteri Streptococcus agalactiae adalah bakteri Gram positif yang berbentuk kokus, berantai pendek, serta secara morfologi mirip dengan S. pyogenes (Parija 2009). Bakteri ini termasuk ke dalam anggota antigen grup B dan memiliki antigen kapsular polisakarida. Kapsul dari S. agalactiae terdiri dari asam sialik yang menyebabkan streptokokus golongan B tahan terhadap opsonofagositosis oleh mekanisme pertahanan tubuh (Shimeld & Rodgers 1998). S. agalactiae termasuk ke dalam kingdom Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, famili Streptococcaceae, genus Streptococcus, dan spesies Streptococcus agalactiae. Gambar 11 Streptococcus agalactiae Sumber: Vetbact (2011) Shimeld dan Rodgers (1998) menjelaskan bahwa S. agalactiae memiliki bentuk koloni yang lebih besar dibanding S. pyogenes dan juga memproduksi lebih sedikit β-hemolisis. S. agalactiae memproduksi ekstraselular protein yang disebut CAMP. Protein tersebut berkerja secara sinergis bersama β-lisin dan menyebabkan hemolisis. CAMP adalah kependekan dari Christie, Atkins, dan Munch-Petersen, penemu protein tersebut (Shimeld & Rodgers 1998). Aeromonas hydrophila Aeromonas hydrophila adalah bakteri anaerob fakultatif yang termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif. Menurut Corry et al. (1995) Aeromonas hydrophila memiliki flagel pada ujung tubuhnya sehingga bakteri ini bersifat motil. A. hydrophila memiliki kapsul dan mampu memfermentasi glukosa baik secara jalur respirasi maupun secara fermentasi. A. hydrophila hidup bebas di air dan dapat diisolasi dari air asin dan air tawar (Shimeld & Rodgers 1999). A. hydrophila digolongkan ke dalam kingdom Bacteria, filum Proteobacteria. kelas Gammaproteobacteria, dan ordo Aeromonadales. A. hydrophila termasuk ke dalam famili Aeromonadaceae, genus Aeromonas, dan spesies Aeromonas hydrophila. Gambar 12 Aeromonas hydrophila Sumber: Wikipedia (2012) A. hydrophila menjadi bakteri penyebab ulcer disease atau red sore disease pada ikan. Gejala pada ikan yang terinfeksi adalah timbulnya edema (dropsy), yaitu gejala yang ditandai dengan perut ikan tampak mengembung sebagai akibat adanya pelepasan aerolysin cytotoxic enterotoxyn (ACE-gene) yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan (Austin B dan Austin DA 2007). Aeromonas menyebabkan gastroenteritis yang parah pada manusia dan hewan jika tertelan dan jika kontak dengan kulit menyebabkan infeksi di luka yang terbuka (Burlage 2012) Edwardsiella tarda Edwardsiella tarda merupakan bakteri golongan Gram negatif dan bersifat motil karena memiliki flagela (Austin B dan Austin DA 2007). Kapsul tidak ditemukan pada anggota Edwardsiella, tetapi beberap strain memproduksi substansi berupa lendir. E. tarda diklasifikasikan ke dalam kingdom Bacteria, filum Proteobacteria, kelas Gammaproteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae, genus Edwardsiella, dan spesies Edwardsiella tarda. Gambar 13 Edwardsiella tarda Sumber: Kushawa et al. (2010) Koloni Edwardsiella tumbuh lebih lambat dan berukuran lebih kecil dibanding anggota yang lain di dalam famili Enterobacteriaceae (Sakazaki et al. 2005). Austin B dan Austin DA (1999) juga menjelaskan gejala yang ditunjukkan pada infeksi Edwardsiella adalah lesi kecil pada kulit berukuran sekitar 3-5 mm dan terletak di postero-lateral tubuh ikan. Seiring berkembangnya infeksi, abses menyebar ke otot dan seluruh tubuh hingga sirip caudal. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 hingga bulan Maret 2012 bertempat di Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan dan Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medis, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel ikan nila hitam, NaCl fisiologis, alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%, 100%), alkohol absolut, alkohol 70%, kalium hidroksida 10%, minyak cengkeh, pewarna Semichon’s Acetocarmine, entelan, xylol, aquades, agar darah (Blood Agar), agar Mac Conkey Agar (MCA), Nutrient Agar, pewarna Gram, agar miring, glukosa, sukrosa, maltosa, laktosa, manitol, indol, TSIA, sitrat, KOH 10% dan KOH 4%. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat bedah, timbangan, cawan petri, pinset, kait, pipet tetes, gunting, botol kaca, spidol, label nama, gelas objek dan kaca penutup, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, video mikroskop, bunsen, ose, needle, tabung reaksi dan rak tabung reaksi. Metode Penelitian Teknik Pengambilan Sampel Sampel ikan diambil dari kolam petani ikan nila hitam di daerah Parung Kabupaten Bogor sebanyak 10 ekor dengan berat rata-rata 300 gram. Ikan nila hitam yang masih hidup dimatikan dengan cara menusuk bagian medial kepala tepat di otak. Insang ikan dikeluarkan kemudian diletakkan ke dalam cawan petri yang telah diisi dengan NaCl fisiologis. Rongga perut ikan dibuka kemudian saluran pencernaan (usus dan lambung) dikeluarkan diletakkan ke dalam cawan petri yang telah diisi NaCl fisiologis. Teknik Parasitologi Insang dan saluran pencernaan yang sudah dipreparir selanjutnya disimpan dalam refrigerator selama 10 jam untuk merelaksaskikan cacing yang ada. Kemudian insang disisir di bawah mikroskop stereo untuk mengoleksi cacing. Saluran pencernaan dibuka lumennya kemudian diamati di bawah mikroskop stereo untuk mengoleksi cacingnya. Cacing yang ditemukan kemudian difiksasi di dalam alkohol 70% sebelum diwarnai. Pewarnaan Cacing Pada penelitian ini digunakan dua jenis teknik pewarnaan, yaitu pewarnaan permanen untuk trematoda dan pewarnaan semi permanen untuk nematoda. Pewarnaan permanen atau dikenal juga dengan pewarnaan Semichon’s-Acetocarmine biasa digunakan untuk mengindentifikasi cacing pipih (golongan trematoda). Tahap pertama dalam pewarnaan ini adalah dengan merendam spesimen dalam larutan Semichon’s-Acetocarmine selama 15-20 menit (sampai warna terserap dan spesimen berubah warna menjadi merah cerah). Setelah itu spesimen dibilas dengan menggunakan alkohol 70% kemudian direndam di dalam larutan asam alkohol (99 bagian alkohol 70%, dicampur dengan 1 bagian HCl). Kemudian dilakukan dehidrasi pada spesimen dengan menggunakan alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%, 100%) dengan cara merendamnya selama 5 menit pada setiap konsentrasi alkohol. Setelah itu spesimen direndam di dalam xylol sampai spesimen terlihat tembus pandang. Langkah terakhir adalah spesimen di-mounting dengan entelan sebagai media fiksasi (Soulbsy 1982). Teknik pewarnaan semi permanen menggunakan KOH dan minyak cengkeh yang diaplikasikan untuk pewarnaan nematoda. Menurut Khairunnisa (2007) tahapan pewarnaannya ialah penipisan dan penghilangan lapisan kutikula cacing yang dilakukan dengan cara merendam spesimen dalam KOH 10% selama 1-3 menit sampai lapisan kutikula terlihat tembus pandang. Setelah itu spesimen dipindahkan ke dalam minyak cengkeh selama kurang lebih 30 detik sampai 1 menit sampai organ-organ tubuh terlihat jelas. Kemudian cacing didehidrasi dengan dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat (70%, 85%, 95%) masing- masing selama 15 sampai 30 detik. Spesimen yang telah didehidrasi di-mounting dengan entelan sebagai media fiksasi. Teknik Bakteriologi Ikan ï‚· ï‚· ï‚· Penimbangan Pengambilan sampel (insang & digesta) Penggerusan Pewarnaan Gram Agar Darah Agar Mc Conkey Koloni Koloni Isolat Murni Agar Nutrien Pewarnaan Gram (-) (+) Uji Oksidase (-) (+) Enterobacteriaceae TSIA MRVP Urea Non-Enterobacteriaceae Indol Sitrat Fermentasi Karbohidrat Coccus Batang Berspora Uji Katalase Bacillus sp. (+) (-) Micrococcaceae Streptococcaceae w Uji Mikroaerofilik (+) (-) Staphylococcus Micrococcus MSA (-) Staphylococcus epidermidis (+) Staphylococcus aureus Gambar 14 Diagram Alir Identifikasi Bakteri Sumber: Lay (1994) Batang Tidak Berspora ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Mycobacterium Corynebacterium Propionobacterium Lactobacillus Persiapan Bahan Contoh berupa insang dan organ saluran pencernaan (lambung dan usus) yang berasal dari ikan nila hitam diambil dan diberi perlakuan. Insang diletakan dalam cawan petri steril, dipotong kecil-kecil dan digerus dalam mortar untuk membebaskan bakteri dari tenunan insang. Digesta dari saluran pencernaan dimasukkan ke dalam mortar dan digerus. Aquades steril ditambahkan pada gerusan. Isolasi Bakteri Suspensi hasil gerusan ditanam di atas media agar darah dan agar Mac-Conkey untuk menumbuhkan koloni dengan teknik goresan T. Pengerjaan dilakukan secara steril. Media yang telah digores diinkubasi pada inkubator bersuhu 37o C selama kurang lebih 24 jam. Koloni yang tumbuh pada agar darah dan agar Mac-Conkey diambil dan dilakukan karakterisasi berdasarkan persamaan morfologis, yaitu ukuran, warna, bentuk, tepi permukaan, dan transparansi. Koloni terpisah selanjutnya ditanam kembali pada agar nutrient dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37o C. Selanjutnya dari koloni yang tumbuh dilakukan pewarnaan Gram. Teknik pewarnaan Gram yaitu spesimen yang telah difiksasi ditetesi kristal violet dan didiamkan selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquades. Spesimen selanjutnya dibilas dengan larutan pemucat (alkohol) selama 10-20 detik. Tahap terakhir ialah spesimen ditetesi safranin dan didiamkan selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquades serta dikeringkan dengan kertas pengering. Koloni tersebut juga dipindahkan ke agar nutrien, kemudian diinkubasi pada inkubator bersuhu 37o C selama 24 jam. Identifikasi Bakteri Koloni dengan hasil Gram positif yang berbentuk coccus selanjutnya diuji dengan uji katalase. Katalase adalah enzim yang mengkatalisiskan (H 2O2) menjadi air dan oksigen. Penentuan adanya katalase diuji dengan penambahan 3% H 2O2 pada koloni terpisah. Uji ini dilakukan untuk membedakan antara kelompok Staphylococcus dan Streptococcus (Lay 1994). Kelompok Streptococcus bersifat katalase negatif, sedangkan Staphylococcus bersifat katalase positif. Bakteri yang bersifat katalase positif akan terlihat pembentukan gelembung udara di sekitar koloni. Reaksi kimiawai yang dikatalisasikan oleh enzim katalase terlihat berikut ini: Bakteri dengan sifat katalase positif selanjutnya dilakukan uji Manitol Salt Agar (MSA) yang mengandung kadar NaCl tinggi, sehingga akan menghambat pertumbuhan bakteri lain namun Staphylococcus tidak dihambat pertumbuhannya. Media ini terutama digunakan untuk membedakan kelompok Staphylococcus yang berifat patogen dan non-patogen. S. aureus pada umumnya bersifat patogen dan menghasilkan warna kuning pada agar. S. epidermidis bersifat tidak patogen dan membentuk zona merah pada agar. Warna kuning disebabkan oleh fermentasi manitol disertai pembentukan asam, sedangkan warna merah disebabkan manitol yang tidak difermentasikan. Bakteri yang bersifat Gram positif dengan bentuk batang terbagi menjadi dua, yaitu batang besar memiliki spora dapat diidentifikasi sebagai Bacillus sp., sedangkan batang yang tidak memiliki spora dapat termasuk bakteri Mycobacterium, Corynebacterium, Propionobacterium, dan Lactobacillus. Uji Oksidase berfungsi untuk menentukan adanya oksidase sitokrom pada mikroorganisme. Uji ini berguna dalam identifikasi mikroorganisme patogen seperti Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas aeruginosa yang menunjukkan hasil positif terhadap uji oksidase. Reagen uji oksidase terdiri dari 1:1 (vol/vol) laruran 1% alpha-naphtol dan 1% dimetil-p-fenillendiamin oksalat. Tahapan dalam uji oksidase ialah dengan pencampuran koloni terpisah dengan reagen. Hasil oksidase positif ditunjukkan dengan warna koloni yang berubah menjadi berwarna hitam setelah 30 menit. Hal ini disebabkan oksidase sitokrom mengoksidasikan larutan reagen (Lay 1994). Hasil positif uji oksidase dapat dilanjutkan dengan proses identifikasi menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), indol, Methyl Red-Voges proskauer (MRVP), sitrat, urea, uji fermentasi karbohidrat. Uji oksidase yang menunjukkan hasil negatif mengindikasikan jenis bakteri Pseudomonas dan Bordetella. Uji TSIA dilakukan dengan menggunakan Triple Sugar Iron Agar . Media mengandung tiga macam gula yaitu glukosa, laktosa dan sukrosa, selain itu media juga mengandung indikator merah fenol dan FeSO4 untuk memperlihatkan pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan hitam. Konsentrasi glukosa adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa atau sukrosa agar fermentasi glukosa saja dapat terlihat. Media TSIA terdiri dari dua bagian yaitu butt (bawah) dan slant (atas). Tahapan uji TSIA yaitu koloni bakteri diambil dengan menggunakan needle, kemudian ditusukkan pada bagian tengah butt dan langsung dilanjutkan dengan penggoresan di bagian slant. Setelah itu media diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48 jam (Lay 1994). Reaksi yang dapat terlihat pada media TSIA adalah jika bagian butt bersifat asam dan berwarna kuning dan bagian slant bersifat basa dan berwarna merah,. hal ini menunjukkan adanya fermentasi glukosa. Jika pada keseluruhan media terjadi pembentukan asam sehingga seluruh media berwarna kuning, hal ini menunjukkan terjadi fermentasi laktosa atau sukrosa atau keduanya. Jika terbentuk gas, seperti H2 dan CO2, pada bagian butt media akan terpecah. Jika seluruh media berwarna merah hal ini berarti ketiga jenis gula tidak difermentasi. Jika terjadi pembentukan H2S, akan terlihat adanya endapan hitam pada butt (Lay 1994). Uji indol dilakukan dengan menggunakan media indol yang kaya akan triptofan. Isolat bakteri yang telah diambil dengan menggunakan needle ditusukkan ke bagian tengah media kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24-48 jam. Untuk melihat reaksi uji indol dilakukan dengan penambahan reagen Erlich-Bohme sebanyak 2-3 tetes dan ditunggu selama 2-3 menit. Hasil uji positif terlihat dengan terbentuknya warna merah pada permukaan media. Media indol berbentuk semi padat sehingga dapat digunakan untuk mengetahui pergerakan bakteri. Bakteri yang bersifat motil terlihat pertumbuhan koloni di sekitar tusukan dan dipermukaan media (Lay 1994). Uji Methyl Red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran. Fermentasi asam campuran ditentukan dengan cara menumbuhkan mikroorganisme dalam kaldu yang mengandung glukosa dan menambahkan reagens methyl red ke dalam kaldu setelah masa inkubasi pada suhu 37° C selama 24 jam. Hasil positif ditunjukkan dengan kaldu biakan yang berubah menjadi kuning atau jingga jika tidak terjadi fermentasi asam campuran. Uji ini sangat berguna dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang menempati saluran pencernaan. Uji Voges Proskauer digunakan untuk mengidentifikasi mikroorgnisme yang memfermentasi 2,3-butanadiol yang mengakibatkan penumpukan bahan dalam pertumbuhan. Penambahan 10 tetes 40% KOH dan 15 tetes 5% larutan alphanapthol dalam etanol dapat menentukan adanya asetoin (asetilmetilkarbinol), yaitu suatu senyawa pemuka dalam sintesis 2,3-butanadiol. Keberadaan asetoin ditunjukan oleh perubahan warna kaldu menjadi merah muda. Hasil reaksi dapat terlihat paling lambat setelah 30 menit. Perubahan warna kaldu biakan akan lebih jelas pada bagian yang berhubungan dengan udara karena sebagian 2,3-butanadiol dioksidasikan kembali menjadi asetoin sehingga memperjelas hasil reaksi. Uji sitrat dilakukan dengan menggunakan media Simmon’s citrate yang berbentuk padat dan berwarna hijau. Media merupakan medium sintetik dengan Na sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, NH4+ sebagai sumber N dan brom thymol blue sebagai indikator pH. Koloni bakteri yang telah diambil dengan menggunakan ose kemudian digoreskan pada permukaan media dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48 jam. Hasil uji positif diperlihatkan dengan perubahan warna media dari warna hijau menjadi biru. Hal ini menunjukan kemampuan dari bakteri yang diuji dalam menggunakan sitrat dari media sebagai satu-satunya sumber karbon (Lay 1994). Uji urea dilakukan dengan menggunakan media urea yang berbentuk padat dan berwarna merah-jingga. Isolat bakteri yang telah diambil dengan menggunakan ose digoreskan pada permukaan media dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48 jam. Hasil uji positif terlihat dengan perubahan warna media dari merah-jingga menjadi merah-ungu. Hal ini terjadi karena terjadinya proses hidrolisis urea (Lay 1994). Uji fermentasi karbohidarat dilakukan dengan menggunakan media kaldu karbohidrat yaitu glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa dan manitol yang mengandung indikator brom cresol purple (BCP) dan di dalam tabung terdapat tabung Durham sebagai indikator pembentukan gas. Isolat bakteri yang telah diambil dengan menggunakan ose diinokulasi ke dalam media, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24-48 jam. Hasil positif uji fermentasi karbohidrat diperlihatkan perubahan pH (warna kuning). dan pembentukan gas yang terlihat dengan adanya gelembung gas pada tabung Durham (Lay 1994). HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi cacing parasitik didasarkan pada Bychowsky (1961) dan Hoffman (1967) dan identifikasi bakteri didasarkan pada Jang, Biberstein, dan Hirsh (1976). Cacing parasitik yang berhasil dikoleksi hanya berasal dari insang dan tidak ditemukan pada saluran pencernaan. Hasil identifikasi cacing parasitik dan bakteri pada ikan nila hitam dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Hasil Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Ikan Nila Hitam Ikan 1 Cacing (Jumlah) Insang Saluran Pencernaan Dactylogyrus sp (12) Dactylogyridae (1) 2 - - 3 - - 4 - 6 Pseudodactylogyrus sp. (9) Dactylogyrus sp. (24) Pseudodactylogyrus sp. (7) Dactylogyridae (1) - 7 - - 8 Dactylogyrus sp. (9) Pseudodactylogyrus sp. (4) Dactylogyrus sp. (15) Pseudodactylogyrus sp. (4) Dactylogyrus sp. (12) - 5 9 10 - - - - Insang Bakteri Saluran Pencernaan Escherichia coli Vibrio parahaemolyticus Escherichia coli Klebsiella pneumonia Staphylococcus epidermidis Bacillus sp. Escherichia coli Aeromonas sp. Edwardsiella tarda Escherichia coli Edwardsiella tarda Escherichia coli Edwardsiella tarda Sterptococcus sp. Edwardsiella tarda Edwardsiella tarda Streptococcus sp. Pasteurella sp. Vibrio parahaemolyticus Pasteurella sp. Bacillus sp. Edwardsiella tarda Enterobacter aerogenes Escherichia coli Escherichia coli Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis Escherichia coli Escherichia coli Escherichia coli Aeromonas sp. Escherichia coli Vibrio parahaemolyticus Bacillus sp. Escherichia coli Bacillus sp. Edwardsiella tarda Identifikasi Cacing Parasitik pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Hasil identifikasi didapatkan jenis cacing parasitik pada insang ikan nila hitam adalah cacing kelas Monogenea, yaitu dari genus Dactylogyrus sp., Pseudodactylogyrus sp., dan famili Dactylogyridae. Infestasi terbanyak disebabkan oleh Dactylogyrus sp., dengan jumlah cacing sebanyak 72 cacing, sedangkan Pseudodactylogyrus sp. berjumlah 24 cacing, dan Dactylogyridae berjumlah 8 cacing. Cacing parasitik pada insang diidentifikasi sebagai Dactylogyrus sp. karena memiliki ukuran sekitar 0,1 mm, memiliki 14 kait pinggir, dan dua pasang kait utama. Genus Dactylogyrus sp. juga memiliki kitin yang berada di antara kait utama dan memiliki dua pasang spot mata. Bagian anterior Dactylogyrus sp. berlekuk-lekuk sebanyak 1-3 pasang lekukan dengan head organs di dalamnya (Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14). Gambar 15 Dactylogyrus sp. Keterangan: p=0,82 mm; l=0,15 mm; k= kait utama Gambar 16 Dactylogyrus sp. Keterangan: p=0,66 mm; l=0,13 mm; k=kait utama Gambar 17 Bagian Anterior Dactylogyrus sp. Gambar 18 Gyrodactylidae dan Dactylogiridae Sumber: Noga (2010) Cacing parasitik lain yang dapat teridentifikasi adalah cacing Monogenea dari genus Pseudodactylogyrus sp. Ciri dari cacing genus Pseudodactylogyrus sp. adalah sama dengan Dactylogyrus sp., tetapi dengan haptor yang lebih ventral. Gambar 19 Pseudodactylogyrus sp. Keterangan: p=0,57 mm; l=0,08 mm. Cacing parasitik lain yang teridentifikasi adalah cacing Monogenea dari famili Dactylogyridae. Identifikasi tidak dapat spesifik hingga genus karena secara mikroskopis cacing tersebut hanya memiliki satu pasang spot mata tetapi ciri-ciri lain pada famili Dactylogyridae dapat ditemukan. Famili Dactylogyridae memiliki dua pasang spot mata, terkadang satu pasang, dan sangat jarang tidak memiliki spot mata (Bychowsky 1961) Gambar 20 Dactylogiridae Keterangan: p=0,66 mm; l=0,12 mm; k=kait utama Cacing Monogenea Cacing kelas Monogenea terdiri dari ordo Monopisthocotylean dan Polyopisthocotylean. Anggota dari ordo Monopisthocotylean adalah famili Dactylogyridae dan Gyrodactyridae, yang sering menyerang ikan, baik ikan air tawar maupun ikan air laut. Dactylogyridae dan Gyrodactyridae umumnya menyerang bagian superfisial kulit dan insang dan mengambil nutrisi dengan melakukan penetrasi ke dalam mukosa. Kait pinggir, kait utama, dan sucker dari Monogenea berkontak dengan jaringan inang dan menyebabkan kerusakan secara langsung (Woo et al. 2002). Proses pengambilan nutrisi dari cacing Dactylogyridae dan Gyrodactyridae menyebabkan iritasi yang berakibat timbulnya bercak-bercak, fokus kemerahan akibat dari produksi mukus berlebih, hiperplasi epitel, dan hemoragi. Infestasi cacing yang sedikit juga mampu menyebabkan produksi mukus berlebih dan pruritus. Beberapa spesies tertentu dapat menyebabkan luka yang dalam (Noga 2010). Gambar 21 Bercak Kulit pada Ikan Akibat Produksi Mukus Berlebih Sumber: Noga (2010) Infestasi cacing sebenarnya tidak mematikan, bersifat kronis, akan tetapi dalam kondisi dengan jumlah banyak dapat menimbulkan kematian, khususnya pada ikan kecil. Cacing Monogenea dapat mentransmisikan bakteri atau patogen lainnya walau jarang terjadi (Noga 2010). Beberapa penulis menyebutkan bahwa Monogenea dapat berperan sebagai vektor agen patogen, seperti bakteri dan virus (Woo et al. 2002). Gambar 22 Infestasi Dactylogyridae pada Insang Ikan Patin Sumber: Noga (2010) Identifikasi Bakteri pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Hasil identifikasi bakteri dari sampel pada insang dan saluran pencernaan diperoleh sepuluh genus bakteri. Identifikasi dilakukan berdasarkan Jang, Biberstein, dan Hirsh (1976). Hasil uji biokimia bakteri dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Hasil Uji Biokimiawi Bakteri pada Ikan Nila Bakteri TSIA Indol Urea Sitrat G Mi Ma L S Slant Butt Gas Aeromonas sp. K K + + - + + + + + + Escherichia coli M K - + - - + - + - + Enterobacter aerogenes M K - - + + + + + + + Edwardsiella tarda M K + + - + + + + + + Klebsiella pneumoniae K K + - + + + + + + + Pasteurella sp. K K - - - - + + + + + Vibrio parahaemolyt icus M = Merah K = Kuning G = Glukosa M K - Mi = Manitol Ma = Maltosa L = Laktosa + - + + + + + + S = Sukrosa Aeromonas sp. Hasil uji identifikasi didapatkan bakteri ini merubah agar TSIA menjadi kuning pada daerah slant dan butt serta memproduksi gas. Hasil uji urease menunjukkan bakteri tidak mampu mendegradasi urea tetapi mampu menggunakan sitrat sebagai sumber karbon pada uji sitrat. Uji indol menunjukkan hasil yang positif. Hasil uji fermentasi gula-gula didapatkan hasil bahwa bakteri ini mampu memfermentasikan glukosa, manitol, laktosa, sukrosa, dan maltosa. Menurut Woo dan Bruno (2011), Aeromonas sp. mampu memfermentasi fruktosa, galaktosa, maltosa, trehalosa, manitol, sukrosa, glukosa, dextrin dan glikogen, memberikan hasil uji positif pada uji indol, memproduksi gas dari glukosa. Aeromonas sp adalah bakteri Gram negatif, motil, berbentuk batang, dan menyebabkan penyakit pada ikan. Motile aeromonas septicemia (MAS) atau motile aeromonas infection (MAI) adalah penyakit pada ikan yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas sp. (Camus et al. 1998). MAS sering disebabkan oleh A. hydrophila, tetapi jarang disebabkan oleh A. sobria dan A. caviae (Woo et al. 2002). Aeromonas sp. banyak ditemukan di perairan air tawar, sedikit ditemukan di air payau, dan jarang ditemukan pada air dengan silinitas di atas 15 ppt. Aeromonas sp. hidup pada perairan yang kaya akan zat organik seperti kolam dan sistem pembudidayaan lainnya. Selain hidup secara bebas, Aeromonas sp. dapat diisolasi dari kulit dan saluran pencernaan ikan sehat. Aeromonas sp. dianggap sebagai patogen oportunis karena hanya menyebabkan penyakit pada saat kondisi ikan stres atau menderita penyakit lain (Camus et al. 1998). Gejala dari infeksi Aeromonas tidak spesifik dan dapat dikelirukan dengan penyakit lainnya. Ikan yang terinfeksi Aeromonas akan kehilangan nafsu makan, lemah, dan berenang dekat permukaan. Aeromonas sp. pada ikan nila menyebabkan hemoragi pada kulit, ulcer, penurunan bobot badan, luka pada mulut, ketidaknormalan pada mata, dan pembusukan pada sirip (Woo et al. 2002). Diagnosa dilakukan dengan mengambil sampel dari ikan mati dengan identifikasi bakteri dan tes sensitivitas antibiotik. Penggunaan KMnO 4 sangat berguna untuk pengobatan infeksi Aeromonas pada kulit. Infeksi sistemik dapat diobati dengan pemberian pakan yang mengandung antibiotik, tetapi jika proses diagnosa memakan waktu terlalu lama, pemberian pakan tidak efektif karena ikan akan kehilangan nafsu makan terlebih dahulu (Camus et al. 1998). Gambar 23 Pembusukan pada Sirip Sumber: Camus et al. (1998) Gambar 24 Aeromonas sp. Bacillus sp. Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini berwarna ungu dan berbentuk batang dan mampu membentuk spora. Menurut Carter & Cole (1990), Bacillus sp. berukuran lebih besar dan mampu membentuk spora. Bacillus sp adalah genus dari bakteri yang berbentuk batang, aerob atau fakultatif aerob, Gram positif, tetapi beberapa spesies mampu menjadi Gram negatif ketika dikultur. Bacillus memiliki banyak spesies dan memiliki beragam kemampuan fisiologis sehingga mampu hidup di lingkungan. Bacillus mampu membentuk spora yang tahan terhadap panas, dingin, radiasi, pengawetan, dan disinfektan (Baron 1996). Bacillus terdiri dari spesies yang hidup di lingkungan maupun sebagai patogen. B. cereus, B. mycoides, dan B. subtilis, adalah spesies dari Bacillus yang bersifat patogen pada ikan. Infeksi Bacillus pada ikan menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%. Infeksi ditandai dengan kelemahan, lesu, kurus, dan nekrosa pada bagian kulit, serta kematian setelah beberapa hari pasca infeksi. Edema dan sedikit darah dapat ditemukan pada rongga perut, ptechie dan nekrosa dapat ditemukan pada hati dan ginjal (Austin B dan Austin D 2007) B. cereus dan B. subtilis biasa ditemukan pada ikan gurami dan berasosiasi dengan penyakit branchionecrosis. B. mycoides dilaporkan pernah menjadi epizootik pada ikan lele dan patin di Alabama pada tahun 1992. Infeksi ditandai dengan warna kulit yang gelap, tidak nafsu makan, ulcer pada bagian dorsal, dan nekrosa otot epaksial (Austin B dan Austin D 2007). Gambar 25 Bacillus sp. Beberapa spesies Bacillus digunakan sebagai probiotik dalam budidaya ikan. Spesies Bacillus yang sering digunakan sebagai probiotik adalah B. coagulans, B. lentis, B. pumilus, B. brevis, B. alvei, B. circulan, dan B. apiarius. Bacillus sp. mampu meningkatkan kualitas air dengan mengurangi bakteri patogen. B. subtilis juga digunakan sebagai probiotik pada ikan nila. B. subtilis adalah bakteri yang terdapat pada tanah, air, dan udara. Strain yang berbeda dari B. subtilis dapat digunakan sebagai agen kontrol biologis. B. subtilis memproduksi senyawa antibiotik lipopetida termasuk iturins. Iturins membantu B. subtilis untuk bersaing dengan mikroorganisme lainnya dengan membunuh atau menahan pertumbuhannya (NRG 2008) Beberapa penelitian membuktikan bahwa probiotik pada ikan dan udang tahan terhadap patogen seperti Aeromonas salmonicida dan meningkatkan imunitas (Liu et al. 2010; Irianto 2002; Randelli et al. 2008; Nayak 2010 dalam Mohamed & Refat 2011). Probiotik B. subtilis mampu mengurangi jumlah Vibrio sp. pada kolam budidaya setelah 14 hari pemberian dan meningkatkan protein serum total dan globulin setelah 60 hari (Moriarty 1998; Baleazar & Rojas-Luna 2007; Nayak et al 2007 dalam Mohamed & Refat 2011). Escherichia Coli Hasil uji TSIA menunjukkan hasil bakteri ini mampu memfermentasikan semua gula, terlihat pada daerah slant dan butt yang berwarna kuning. Uji urease dan sitrat menujukkan hasil yang negatif. Uji indol memberikan hasil yang positif dan hasil dari uji fermentasi gula menunjukkan bakteri ini mampu memfermentasi glukosa, sukrosa, dan maltosa. Hasil positif didapatkan dari uji Methyl Red dan Voges Proskauer. Percival et al. (2004) menyebutkan bahwa Escherichia coli bersifat motil, dapat tumbuh pada media Mac-Conkey, memberikan hasil positif pada uji Methyl Red, negatif pada uji Voges Proskauer, dan negatif pada uji urease. Menurut Cowan dan Steel (1974), E. coli mampu memfermentasi sukrosa, maltosa, manitol, dan memproduksi gas dari glukosa. Theodor Escherich, bakteriologis asal Jerman, pertama kali mengisolasi bakteri dari feses dengan nama Bacteria coli pada tahun 1885. Selanjutnya, pada tahun 1888, Bacteria coli berubah nama menjadi Escherichia coli. E. coli adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek, aerob, dan motil. E. coli bersifat non patogen dan merupakan mikroflora normal pada usus manusia dan hewan berdarah panas. Beberapa E. coli bersifat patogen dan diklasifikasikan ke dalan enam virotipe berdasarkan kemampuan virulensi terhadap sel atau jaringan mamalia. Virotipe tersebut adalah Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enteroaggregative E. coli (EAEC), dan Diffusely Adhering E. coli (DAEC) (Bhunia 2008). Gambar 26 Escherichia coli Edwardsiella tarda Hasil uji TSIA menunjukkan slant berwarna merah dengan butt berwarna kuning disertai adanya gas. Hal ini berarti bakteri mampu memfermentasi glukosa dan memproduksi gas. Hasil uji indol menunjukkan hasil yang positif. Uji urease didapatkan hasil yang negatif sedangkan uji sitrat didapatkan hasil yang positif. Uji fermentasi gula didapatkan hasil glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa dapat difermentasikan. Woo dan Bruno (2011) menyatakan bahwa Edwardseilla tarda bersifat motil, memberikan hasil positif pada uji indol, uji sitrat, dan memproduksi gas dari fermentasi glukosa. Edwardsiella tarda merupakan bakteri golongan Gram negatif, bersifat motil karena memiliki flagela (Austin B dan Austin D 2007). Edwarsiella tarda menyebabkan penyakit yang disebut dengan Edwardsiella septicaemia (ES). Edwardsiella tarda menginfeksi berbagai macam jenis ikan, tetapi jenis ikan yang peka adalah belut dan patin (Woo & Bruno 1999). Edwardsiella septicaemia menujukan gejala dari sedang hingga parah, tetapi hal tersebut tergantung pada spesies yang terinfeksi. E. tarda pada ikan patin menyebabkan lesio kecil pada kulit di bagian otot dorsal dan akan berkembang menjadi nekrosa yang besar, menyebar hingga caudal. E. tarda pada ikan nila menyebabkan exophthalmia dan katarak, serta abses pada organ interna. Ginjal mengalami kebengkakan dan hati menjadi berbintik (Woo & Bruno 1999). E. tarda dapat menginfeksi manusia melalui rute oral dan menyebabkan meningitis, abses hati, infeksi pada luka, dan gastroenteritis (Noga 2010). Gambar 27 Infeksi Edwardsiella tarda. Hemoragi pada Kulit dan Fistula di bawah Sirip Dada Sumber: Noga (2010) Predisposisi penyakit ES sering disebabkan stress akibat kondisi lingkungan, karena E. tarda merupakan bakteri yang dapat ditemukan di perairan. ES juga dapat terjadi karena ikan sebelumnya telah terinfeksi oleh bakteri lain, seperti A. hydrophila dan protoza seperti Trichodina (Woo & Bruno 1999) Sistemik antibiotik berupa oksitetrasiklin perlu dilakukan untuk mengobati penyakir ES karena infeksi ini bersifat sistemik, akan tetapi beberapa strain dari E. tarda resistan terhadap oksitetrasiklin. Perbaikan manajemen air juga menjadi hal penting karena E. tarda adalah bakteri perairan (Noga 2010). Gambar 28 Edwarsiella tarda Enterobacter aerogenes Hasil uji TSIA menunjukkan bahwa bakteri ini mampu memfermentasi glukosa, dengan warna butt kuning. Uji urease dan sitrat didapatkan hasil yang positif, sedangkan uji indol didapatkan hasil negatif. Hasil positif juga ditunjukkan dari hasil uji fermentasi gula, yaitu glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa. Carter dan Cole (1990) menyebutkan bahwa Enterobacter aerogenes, pada uji TSIA, memberikan hasil butt berwarna kuning, hasil negatif pada uji indol dan uji urease. Hasil positif pada sitrat, uji fermentasi glukosa, manitol, sukrosa, dan laktosa. Cowan dan Steel (1990) juga menyebutkan E. aerogenes mampu memfermentasi hampir semua jenis gula, diantaranya glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, maltosa, adonitol, arabinosa, inositol, rafinosa, rhamnosa, dan trehalosa. Enterobacter aerogenes berbentuk batang, motil, lebih kecil, dan berkapsul dibandingkan dengan bakteri yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae (Microbewiki 2012). Enterobacter banyak ditemukan di alam, seperti di air, tanah, dan produk peternakan, juga dapat ditemukan pada saluran pencernaan hewan. E. aerogenes adalah oportunistik patogen dan bisa berasosiasi dengan mastitis pada sapi (Carter & Cole 1990). E. aerogenes dapat menyebabkan infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi ketika penderita menjalani perawatan di rumah sakit. Infeksi dapat bersumber dari peralatan operasi dan cairan infus yang terkontaminasi (Grimont F dan Grimont PAD 2006). Infeksi E. aerogenes pada ikan jarang terjadi. E. aerogenes dapat diidentifikasi dari ikan karena E. aerogenes adalah bakteri yang tersebar hampir di berbagai tempat, termasuk saluran pencernaan hewan. E. aerogenes hanya menyebabkan infeksi pada hewan atau manusia yang mengalami imunosupresi karena sifatnya sebagai oportunistik patogen (Microbewiki 2012). Gambar 29 Enterobacter aerogenes Klebsiella pneumoniae Hasil uji TSIA memberikan hasil daerah slant dan butt berwarna kuning dan disertai dengan pembentukan gas. Hasil positif didapatkan dari uji urease dan sitrat, sedangkan hasil negatif didapatkan dari uji indol. Uji fermentasi gula, glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa, menunjukkan hasil yang posit if dari kelimanya. Menurut Carter & Cole (1990), Klebsiella pneumoniae memberikan hasil negatif pada uji indol, positif pada uji sitrat, negatif pada pembentukan endapan H2S, positif pada uji urease, positif pada uji fermentasi glukosa, manitol, sukrosa, dan laktosa. Cowan dan Steel (1990) menyebutkan Klebsiella pneumoniae mampu memfermentasi hampir semua jenis gula-gula. K. pneumoniae adalah bakteri dari famili Enterobacteriaceae. K. pneumoniae merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak motil, dan tidak berkapsul (Percival et al. 2004). K. pneumoniae banyak ditemukan di alam, seperti di air, tanah, dan produk yang berasal dari kayu yang digunakan sebagai kandang. K. pneumoniae dapat menyebabkan mastitis yang parah ketika kandang terbuat dari kayu yang terkontaminasi K. pneumoniae. K. pneumoniae juga pernah diisolasi dari infeksi pada hewan, diantaranya pada kasus cervicitis dan metritis pada kuda, luka, septikemia, dan pneumonia pada anjing (Carter & Cole 1990). Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan infeksi yang bersifat sepsis, terutama pada luka akbiat operasi, dan infeksi pada saluran urinaria (Percival et al. 2004). K. pneumoniae termasuk ke dalam bakteri penyebab infeksi nosokomial. Infeksi K. pneumoniae terjadi sebagai infeksi sekunder yang bersumber dari peralatan di rumah sakit, seperti ventilator, jarum suntik, dan, kateter. K. pneumonia menyebabkan pneumonia, septikemia, dan meningitis (CDC 2012). Infeksi K. pneumoniae pada ikan jarang terjadi. Infeksi K. pneumoniae dapat menyebabkan infeksi pada kulit dan perubahan warna kulit dari hitam menjadi pucat. K. pneumoniae bebas yang hidup pada air di kolam perikanan, dapat menurunkan level oksigen pada air sehingga menyebabkan kematian pada ikan akibat hipoksia (Udeze et al. 2012). K. pneumoniae pada ikan dapat berpindah ke manusia akibat mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi K. pneumoniae. Selain menyebabkan infeksi pada manusia, hal yang penting lainnya adalah bahwa K. pneumoniae resisten terhadap beberapa antibiotik standar (Ampofo & Clerk 2010). K. pneumoniae mampu memproduksi extended spectrum beta laktamase (ESBL) dan carbapenemase (KPC) sehingga resisten terhadap antibiotik yang memiliki cincin beta laktam dan antibiotik carbapenem (Kumar et al. 2011). Gambar 30 Klebsiella pneumoniae Pasteurella sp. Hasil uji TSIA menunjukkan hasil daerah slant dan butt berwarna kuning tetapi tidak disertai pembentukan gas. Hasil negatif didapatkan dari uji urease, sitrat, dan indol. Uji fermentasi gula, glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa menujukan hasil yang positif. Menurut Carter dan Cole (1990), Pasteurella sp. memberikan hasil yang beragam pada pertumbuhan di agar Mac-Conkey, uji indol, uji urease, dan uji fermentasi gula. Kebanyakan Pasteurella sp. memberikan hasil negatif pada uji urease. Hasil negatif juga ditunjukkan pada uji indol, kecuali untuk spesies P. multocida. Hasil uji fermentasi glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa memberikan hasil positif. Pasteurella adalah bakteri Gram negatif, tidak motil, anaerob fakultatif, dan berbentuk batang atau kokobasil (Carter & Cole 1990). Pasteurella adalah flora normal yang dapat ditemukan di bagian oral, saluran pernafasan, saluran genital, dan saluran gastrointestinal dari berbagai hewan domestik maupun satwa liar (Microbewiki 2012). Pasteurella skyensis dilaporkan menjadi penyakit emerging pada ikan, terutama salmon. Pertama kali dilaporkan terjadi pada ikan salmon di Skotlandia pada tahun 1995 hingga 1998 (Toranzo et al. 2004). P. skyensis berasal dari pulau Skye di Skotlandia (Birkbeck et al. 2002) Infeksi P. skyensis menunjukkan lesio katarak dan penurunan bobot badan. Pemeriksaan bagian dalam pada ikan yang telah mati ditemukan ptechie pada sekum dan peritoneum, dan fokus fokus lesio pada ginjal, limpa, dan jantung. Sampel lain menunjukkan adanya pericarditis, peritonitis, dengan granuloma (Toranzo et al. 2004). P. skyensis bersifat pleomorfik, tidak motil, berbentuk batang, dan anaerob fakultatif (Birkbeck et al. 2002) Gambar 31 Pasteurella sp. Staphylococcus aureus Bedasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini bewarna ungu dan berbentuk kokus. Uji katalase memberikan hasil yang positif dan penanaman pada MSA agar juga memberikan reaksi positif. Menurut Carter dan Cole (1990), Staphylococcus aureus bersifat katalase positif, koagulase positif, β-hemolisis, dan mampu memfermentasi manitol. Staphylococcus adalah bakteri Gram positif, berbentuk kokus, tersusun secara gerombol, berpasangan, atau sendiri, tidak berflagel, tidak motil, tidak membentuk spora, dan bersifat aerob tetapi juga bersifat fakultatif anaerob (Ryan & Ray 2004). Staphylococcus banyak ditemukan sebagai bakteri komensal di kulit dan mukosa membran hewan dan manusia (Carter & Cole 1990). Staphylococcus juga ditemukan dalan jumlah lebih sedikit di udara, air, dan tanah (Percival et al. 2004). Spesies Staphylococcus yang menjadi bakteri patogen pada ikan diantaranya S. aureus, S. epidermidis, dan S. warneri (Austin B dan Austin D 2007). Ikan yang mati akibat infeksi S. aureus menunjukkan kelainan pada mata, kornea menjadi kemerahan akibat vaskularisasi, kemudian menjadi opaque. Selanjutnya terjadi degenerasi pada jaringan mata dan menyebabkan terbentuknya hollow cup. Infeksi menyebar hingga ke saraf optik. Ikan hidup yang terinfeksi S. aureus menunjukkan gejala letarghi dan melanosis pada kulit. Organ dalam ikan tidak terinfeksi oleh S. aureus (Austin B dan Austin D 2007). Mengkonsumsi ikan yang terinfeksi S. aureus dapat menyebabkan gastroenteritis akibat dari toksin yang diproduksi. Kontaminasi S. aureus dapat terjadi tidak hanya pada pembudidayaan, tetapi juga dalam proses pengolahan (Novotny et al. 2004). Staphylococcus epidermidis Bedasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini bewarna ungu dan berbentuk kokus. Uji katalase memberikan hasil yang positif dan penanaman pada MSA agar memberikan reaksi negatif. Staphylococcus epidermidis Menurut bersifat Carter koagulase dan positif, Cole (1990), katalase positif, β-hemolisis fakultatif, tidak mampu memfermentasi manitol, dan patogen oportunistik. S. epidermidis terdapat dimana-mana dan kasus infeksi S. epidermidis sering terjadi. S. epidermidis dapat diisolasi dari kulit, rongga hidung, dan saluran telinga manusia (Ryan & Ray 2004). Infeksi S. epidermidis pada ikan menyebabkan exophthalmia, kongesti, dan ulserasi di ekor. Ikan mati yang terinfeksi S. epidermidis dapat ditemukan lesio hemoragi pada operkulum dan sirip pelvis. Bagian dalam dapat ditemukan ptechie dan ascites. Isolasi dari saluran pencernaan yang terinfestasi oleh cacing pita juga dapat ditemukan S. epidermidis (Austin B dan Austin D 2007). Gambar 32 Staphylococcus sp. Streptococcus sp. Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri ini berwarna ungu dengan bentuk kokus. Pemeriksaan mikroskopis terlihat susunan bakteri tidak terlalu berantai, hal ini diduga disebabkan karena proses pembuatan preparat pewarnaan Gram. Uji katalase menunjukkan hasil negatif. Streptococcus merupakan bakteri gram positif yang tersusun berantai. Streptococcus ditemukan di oropharynx sebagai mikroflora (Ryan & Ray 2004). Streptococcus yang sering menyebabkan infeksi pada ikan diantaranya, S. difficilis, S. iniae, dan S. agalactiae (Austin B dan Austin D 2007). Streptococcosis sangat kontagius dan transmisi antar ikan dapat dengan sangat mudah terjadi (Noga 2010). Infeksi S. difficilis menyebabkan lethargi, kebengkakan abdomen, perut dan usus dipenuhi dengan massa yang bersifat gelatin dan berwarna kuning. Beberapa ikan yang terinfeksi terlihat adanya hemoragi pada mata, exophthalmia, dan kornea yang opaque. Hati mengalami pembesaran, limpa dan ginjal mengalami kongesti, dan akumulasi cairan di peritoneum (Austin B dan Austin D 2007). Ikan nila yang terinfeksi S. iniae menunjukkan gejala lethargi dan tetany-like. Infeksi pada jenis ikan lain menyebabkan septikemia dengan kerusakan pada otak, meningitis, perubahan warna kulit menjadi lebih gelap, dan kehilangan orientasi (Austin B dan Austin D 2007). S. iniae juga menyebabkan infeksi pada manusia dengan lesio abrasi kulit dan luka-luka. Transmisi terjadi ketika manusia kontak dengan ikan yang terinfeksi S. iniae (Noga 2010) Pretto-Giordano et al. (2010) melakukan penelitian menginfeksi ikan nila dengan Streptococcus agalactiae dan didapatkan hasil bahwa S. agalactiae menyebabkan lethargia, anoreksia, erractic swimming, exophthalmia pada unilateral atau bilateral, ascites, hemoragi kulit, dan mortalitas yang tinggi. Hati dan Limpa mengalami pembesaran, dan pada rongga perut ditemukan ascites. Gambar 33 Streptococcosis pada Ikan Nila dengan Gejala Tetany-Like Akibat Kontraksi Otot Sumber: Noga 2010 Gambar 34 Streptococcosis pada Ikan Atlantic Menhaden dengan Hemoragi Operkulum Sumber: Noga 2010 Gambar 35 Streptococcus sp. Vibrio parahaemolyticus Hasil uji TSIA menunjukkan daerah slant berwarna merah dan daerah butt berwarna kuning, serta tidak disertai pembentukan gas. Uji urease didapatkan hasil negatif, sedangkan uji indol dan sitrat didapatkan hasil yang positif. Hasil uji fermentasi gula menujukkan hasil positif pada fermentasi glukosa, manitol, sukrosa, laktosa, dan maltosa. Merwad et al. (2011) menyebutkan bahwa Vibrio parahaemolyticus menunjukkan hasil positif pada uji sitrat dan negatif pada uji urease. Menurut Alcaide et al. (1999), Vibrio parahaemolyticus mampu memfermentasi glukosa, manitol, dan arabinosa, tetapi tidak mampu memfermentasi sukrosa dan laktosa. Perbedaan ini mungkin terjadi karena karakteristik bakteri dapat berubah. V. parahaemolyticus adalah bakteri gram negatif yang dapat ditemukan di perairan muara. V. parahaemolyticus bersifat motil, berbentuk batang, dan anaerob fakultatif. V. parahaemolyticus dapat ditemukan di air laut, sedimen, plankton, ikan laut, kerang laut, kepiting, lobster, dan hewan laut lainnya (Nelapati et al. 2012). V. parahaemolyticus juga dapat diisolasi dari ikan nila dan ikan patin serta menyebabkan infeksi (Noorlish et al. 2011). Lesio yang ditemukan pada infeksi V. parahaemolyticus di ikan nila adalah adanya spot merah di kulit seperti infeksi yang disebabkan oleh V. anguillarum (Tang 1998). Infeksi oleh V. parahaemolyticus jarang terjadi dibandingkan dengan V. anguillarum yang menyebabkan penyakit red pest pada ikan laut (Austin B dan Austin D 2007). V. parahaemmolyticus dapat menyebabkan gastroenteritis akut yang dapat sembuh dengan sendirinya, akan tetapi beberapa kasus dapat menjadi septikemia. Transmisi terjadi akibat dari mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi V. parahaemolyticus (Novotny et al. 2004). Gambar 36 Vibrio parahaemolyticus KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diketahui bahwa terdapat sepuluh genus bakteri yang diisolasi dan diidentifikasi dari insang dan saluran pencernaan ikan nila hitam. Beberapa bakteri dapat menginfeksi manusia akibat kontak langsung dengan ikan atau mengkonsumsi ikan yang terinfeksi, diantaranya Escherichia coli, Edwardsiella tarda, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Vibrio parahaemolyticus. Cacing yang dapat diisolasi dari ikan nila hitam adalah Dactylogyrus sp., Pseudodactylogyrus sp., dan Dactylogyridae. Hasil identifikasi cacing parasitik dan bakteri menunjukkan belum terlihat adanya hubungan yang spesifik antara keberadaan cacing jenis tertentu dengan bakteri jenis tertentu atau pun sebaliknya. Infestasi cacing pada ikan nila hitam dapat menjadi faktor predisposisi infeksi bakteri atau pun sebaliknya. Saran Pemeliharaan ikan nila hitam dengan kondisi lingkungan yang kondusif diperlukan untuk mencegah cacing dan bakteri menginfeksi dan menyebabkan sakit. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai identifikasi cacing parasitik dengan metode tanpa pewarnaan dan menggunakan teknologi yang lebih modern. Beberapa bakteri patogen berisfat zoonosis dan diperlukan kesadaran dari berbagai pihak untuk melakukan pencegahan dan pengendalian. DAFTAR PUSTAKA Alcaide E, Amaro C, Todoli R, Oltra R. 1999. Isolation and characterization of Vibrio parahaemolyticus causing infection in iberian toothcarp aphanius iberus. Dis Aqua Org 35: 77-80. Ampofo JA, Clerk GC. 2010. Diversity of bacteria contaminants in tissue of fish cultured in organic waste-fertilized ponds: health implications. Open Fish Sci J 3: 142-146. Amri K, Kahiruman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Austin B, Austin D. 2007. Bacterial Fish Pathogens: Diseseas of Farmed and Wild Fish 4th Edition. Chichester: Praxis Publishing UK. Aydin S, Ciltas A, Yetim H, Akyurt I. 2005. Clinical, pathological, and haematological effects of Micrococcus luteus infections in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum). J Ani Vet Adv 4: 167-174. Baron S. 1996. Medical Microbiology 4th Edition. University of Texas Medical Branch. Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial Pathogens: Machanisms and Pathogenesis. New York: Springer Science & Business Media, LLC. Birkbeck TH, Laidler LA, Grant AN, Cox DI. 2002. Pasteurella skyensis sp. nov., isolated from atlantic salmon (Salmo salar L). Int J Sys Eva Microb 52: 699-704. Burlage RS. 2012. Principles of Public Health Microbiology. Jones and Barlett Learnig, LCC. Bychowsky BE. 1961. Monogenetic Trematodes: Their Systematics and Phylogeny. Washington DC: American Institute of Biological Science. Camus AC, Durborow RM, Hemstreet WG, Thune RL, Hawke JP. 1998. Aeromonas Bacterial Infection – Motile Aeromonad Septicemia. SRAC Publication. Carter GR, Cole JR. 1 990. Diagnostic Procedures in Veterinary Bacteriology and Mycology. San Diego: Academic Press, Inc. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Klebsiella pneumoniae in Healthcare Settings. [Terhubung Berkala] http://www.cdc.gov/HAI/organisms/klebsiella/klebsiella.html#a8. [25 Juni 2012]. Corry JEL, Curtis GDW, Baird RM. 1995. Culture Media for Food Microbiology. Elsevier Science B.V. Sara Burgerhartstraat Amsterdam. Corwin EJ. 2008. Handbook of Pathophysiology 3rd Ed. Nike Budhi Subekti, penerjemah; Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cowan ST, Steels. 1990. Manual for The Identification of Medical Bacteria 2nd Edition. London: Cambridge Press. Dawes. 1946. The Trematode. Cambridge University Press. The Edinburgh Building Cambring United Kingdom. Fishbase. 2012. Oreochromis niloticus niloticus. [Terhubung Berkala] http://www.fishbase.org/summary/Oreochromis-niloticus+niloticus.html [19 April 2012]. Grimont F, Grimont PAD. 2006. The genus Enterobacter. Prokaryotes 6: 197214. Gustiano R, Arifin OZ, Nugroho E. 2008. Perbaikan Pertumbuhan Ikan Nila dengan Seleksi Famili. Media Akuakultur 3: 98-106. Gustiano R, Arifin OZ. 2010. Menjaring Laba dari Budidaya Nila BEST. Institut Pertanian Bogor Press. Hadi UK. 2010. Apakah Ektoparasit itu?. [Terhubung Berkala] http://upikke.staff.ipb.ac.id/2010/06/04/apakah-ektoparasit-itu/ [19 April 2012]. Hoffman GL. 1967. Parasite of North American Freshwater Fishes. University of California Press Berkeley and Los Angeles California. Jang SS, Biberstein EL, Hirsh DC. 1976. A Manual of Veterinary Clinical Bacteriology and Mycology. University of California. K Kordi MGH. 2010. Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher. Kabata Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Culture In the Tropics. Taylor and Francis. London and Philadelpia. Khairunisa. 2007. Minyak Cengkeh (Eugenia aromatica) dan Kalium Hidroksaida 10% sebagai Bahan Pewarna Semi Permanen pada Cacing Nematoda dan Acatocephala Ikan Air Laut [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor Kismiyati, Iskhaq NM, Triastuti J. 2010. Obyek kesukaan untuk penempelan telur (oviposisi) ektoparasit Argulus japonicus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 2: 165-169. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Produksi Nila Naik 43,54 persen, Semua Provinsi Mencapai Target. [Terhubung Berkala] www.perikanan-budidaya.kkp.go.id [18 Februari 2012]. Kumar V, et al. 2011. Comparative Genomics of Klebsiella pneumoniae strains with Different Antibiotic Resistance Profiles. American Society for Microbiology. Kushawa A, et al. 2010. Necrotising fasciitis with Vibrio vulnificus: a limb threatening dermatologic complication following exposure to marine life. BMJ Case Reports. [Terhubung Berkala] http://casereports.bmj.com/content/2010/bcr.11.2009.2478/F1.large.jpg. [4 Mei 2012] Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Orafindo Persada. Maulana F, Budi DS, Jasmadi. 2011. Induksi Ikan Nila Triploid dengan Teknologi Heat Shock Manipulation [PKM-AI]. Institut Pertanian Bogor. [MDNR] Missouri Department of Natural Resources. 2011. E. coli Monitoring at The Lake of The Ozarks. Missouri Department of Natural Resources, Jefferson city. [Menegristek] Menteri Negara Riset dan Teknologi. 2000. Budidaya Ikan Nila. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jakarta Merwad AMA, El-Ghareeb WR, Taisir SM. 2011. Occurance of some zoonotic vibriosis in shellfish and diarrheic patients with regard to the gene in Vibrio parahaemolyticus. J Am Sci 7: 449-459. Microbewiki. 2012. Enterobacter. [Terhubung Berkala] http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Enterobacter [9 Juni 2012]. Microbewiki. 2012. Micrococcus. [Terhubung Berkala] http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Micrococcus [23 Juni 2012] Microbewiki. 2012. Pasteurella. [Terhubung Berkala] http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Pasteurella [24 Juni 2012]. Mohamed MH, Refat NAGA. 2011. Pathological evaluation of probiotic, Bacillus subtilis, against Flavobacterium columnare in tilapia nilotica (Oreochromis niloticus) fish in sharkia governorate, egypt. J Am Sci 7: 244-256. Muller R. 2001. Worms and Human Disease Second Edition. CABI Publishing New York. Muslim HM. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Natadisastra D, Agoes R. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nelepati S, Nelepati K, Chinnam BK. 2012. Vibrio parahaemolyticus – an emerging foodborne pathogen – a review. Vet World 5: 48-62 Noble ER, Noble GA. 1989. Parasitologi. Biologi Parasit Hewan Edisi ke V. Wardiarto, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Noga EJ. 2010. Fish Diseases: Diagnosis and Treatment 2nd Edition. Iowa: Wiley-Balckwell. Noorlis A, et al. 2011. Prevalence and quantification of Vibrio species and Vibrio parahaemolyticus in freshwater fish at hypermarket level. Int Food Research J 18: 689-695. Novotny L, Dvorska L, Lorencova A, Beran V, Pavlik I. 2004. Fish: a potential source of bacterial pathogens for human beings. Vet Med-Czech 49: 343358. [NRG] Natural Resources Group. 2008. Bacillus subtilis. Natural Resources Group Woodlake California. Parija SC. 2009. Textbook of Microbiology and Immunology. division of Reed Elsiver India Pvt. Ltd. Elsivier, A Percival, et al. 2004. Microbiology of Waterborne Diseases. London: Elsevier Ltd. Puranik P, Bhate A. 2007. Animal Forms and Functions: Invertebrata. Sarup and Sons. Darya Ganj New Delhi. Pretto-Giordanp LG, Muller EE, Caesar de Freitas J, Gomes da Silva V. 2010. Evaluation on the pathogenesis of Streptococcus agalactiae in nile tilapia (Oreochromis niloticus). Bra Arch Biol Technol 53: 87-92. Reed P, Francis-Floyd R, Klinger RE. 2012. Monogenean Parasites of Fish. University of Florida IFAS Extension. [Terhubung Berkala] http://edis.ifas.ufl.edu/fa033 [1 Mei 2012]. Robert, Piper. 2010. Service. Fish Hatchery Management. U.S. Fish and Wildlife Ryan KJ, Ray CG. 2004. Sherris Medical Microbiology: An Introduction to Infectious Diseases 4th Edition. McGraw Hill Medical Publishing Division. Sakazaki R, et al. 2005. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology Second Edition, Volume Two The Proteobacteria, Part B The Gammaproteobacteria. Springer New York. Sharonapbio-taxonomy. 2012. Nematoda Roundworms. [Terhubung Berkala] http://sharonapbiotaxonomy.wikispaces.com/file/view/nematode.jpg/50864359/nematode.jp g. [4 Mei 2012]. Shimeld LA, Rodgers AT. 1998. Essential of Diagnostic Microbiology. Delmar Cengage Learning. Clifton Park New York. Smith DJ, Halton DW. 1966. The Physiology of Trematodes Second Edition. Press Syndicate of The University of Cambridge. Soulsby EJL. 1982. Helminths, Anthropods, and Protozoa of Domesticated Animals. Eds Seveb London: Bailiere-Tindall. Suyanto SR. 2009. Nila cetakan ke-XV. Jakarta: Penebar Swadaya. Suyanto SR. 2010. Swadaya Pembenihan dan Pembesaran Nila. Jakarta: Penebar Tang KFJ, Nelson SG. 1998. Identification, Control, and Prevention of Diseases on Fish Farms in Guam. University of Guam Marine Laboratory. Toranzo AE, Magarinos B, Romalde JL. 2005. A review of the main bacterial fish diseases in marineculture systems. J Aqua 246: 37-61. Udeze AO, et al. 2012. The effect of Klebsiella pneumoniae on catfish (Clarias gariepinus). Researcher 4: 51-59. Urquhart GM, et al. 1996. Veterinary Parasitology Second Edition. WileyBlackwell. Hoboken New Jersey. Vetbact. 2011. Streptococcus agalactiae and S. uberis – new Gram staining images. [Terhubung Berkala] http://www.vetbact.org/vetbactblog/wpcontent/uploads/2011/04/Str_aga_2o3-SB1.jpg. [4 Mei 2012]. Wikipedia. 2012. Edwardsiella tarda. [Terhubung Berkala] http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/06/Aeromonas_ hydrophila.jpg/220px-Aeromonas_hydrophila.jpg. [4 Mei 2012]. Williams HH. 1961. Parasitic Worms in Marine Fishes: A Neglected Study. Majalah. New Scientist No 257. Woo PTK, Bruno DW, Lim LHS. 2002. Diseases and Disorders of Finfish in Cage Culture. Oxfordshire: CAB International. Woo PTK, Bruno DW. 1999. Fish Diseases and Disorders Volume 3: Viral, Bacterial, and Fungal Infection 1st Edition. Oxforshire: CAB International Woo PTK, Bruno DW. 2011. Fish Diseases and Disorders Volume 3: Viral, Bacterial, and Fungal Infection 2nd Edition. Oxfordshire: CAB International. Yanong RPE. 2012. Nematode (Roundworm) Infections in Fish. University of Florida IFAS Extension. [Terhubung Berkala] http://edis.ifas.ufl.edu/fa091 [1 Mei 2012].