perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bakteri Ice Nucleation Active (INA) Bakteri ice nucleation active (INA) merupakan bakteri yang biasa hidup di permukaan daun (filosfer) yang dapat menginisiasi pembentukan inti es di dalam air pada suhu di atas -10oC (Lindow et al., 1982). Bakteri ini telah terbukti dapat mendorong kerusakan beku pada beberapa tanaman (Gross et al., 1984). Bakteri INA secara alami dapat menginisiasi pembentukan inti es karena adanya substansi pembentuk inti es (Lindow, 1983). Bakteri INA umumnya ditemukan pada hampir seluruh tanaman di alam. Bakteri INA dari strain Pseudomonas syringae paling banyak ditemukan pada beberapa tanaman yang telah diteliti (Rostami, 2012). Namun saat ini telah terdapat enam spesies bakteri INA yang berhasil teridentifikasi, antara lain Pseudomonas syringae, Pseudomonas fluorescence (Maki et al., 1974), Pseudomonas virdiflava (Obata et al., 1989), Pantoea herbicola (Lindow, 1985), Pantoea ananas, dan Xanthomonas campestris (Goto et al., 1988). Selain bakteri, beberapa strain Fusarium dan genera yang berhubungan dengan Fungi juga aktif dalam pembentukan inti es (Pouleur et al., 1992). Bakteri INA diketahui dapat menyebabkan terjadinya frost injury pada beberapa spesies tanaman karena sebagian besar bakteri INA merupakan bakteri filosfer. Sebagian besar jaringan tanaman dapat mengalami supercooled water commit to user 7 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id secara meluas, namun kerusakan akibat pembekuan baru timbul pada suhu – 2oC (Lindow, 1983). 2. Protein dan Gen Pengkode Protein Pembentuk Inti Es pada Bakteri INA Pembentukan inti es pada bakteri dikendalikan oleh gen tunggal dalam semua bakteri pembentuk inti es yang telah diuji, dan gen tersebut telah diklon dari hampir semua spesies bakteri tersebut. Walaupun gen pembentuk inti es panjangnya sedikit berbeda namun semua strukturnya serupa. Gen ini menyandikan protein yang unik atau khas pada ujung amino dan karboksilnya. Pada bagian ujung aminonya bermuatan listrik positif maupun negatif. Sedangkan bagian tengah terdapat 16 asam amino yang diulang-ulang hingga 120 kali ulangan (80% hingga 90% dari total protein) dan kaya akan asam amino polar serin dan threonin yang berperan dalam mengorientasikan molekul-molekul air tertata rapi hingga membentuk kristal es (Kozloff et al., 1991b; Gurian-Sherman dan Lindow, 1993). Protein aktif pembentuk inti kristal es (INA) dari P. syringae terdapat pada membran luar sel dan untuk aktivitasnya diperlukan kesatuan dengan lipid membran (Kozloff et al., 1991) serta karbohidrat (Turner et al., 1991). Kebanyakan protein ini bersifat hidrofilik, hal ini memungkinkannya terdapat pada permukaan membran luar bakteri (Kozloff et al., 1991b). Dengan demikian protein INA tersebut akan menjadi aktif bila telah disisipkan pada membran sel luar bakteri. Sejauh ini protein INA dilaporkan tidak mempunyai aktivitas enzimatik. Lipid yang turut berperan dalam pembentukan inti es ialah fosfatidil inositol (Kozloff et al., commit to user perpustakaan.uns.ac.id 9 digilib.uns.ac.id 1991), sedangkan karbohidratnya dapat berupa manosa, kompleks manan dan glukosamin (Turner et al., 1991). Protein INA dilihat dari aktivitasnya terbagi atas tiga kelas utama, yaitu kelas A, B, dan C. Kelas A aktif membentuk inti es pada suhu -2 hingga -5oC, kelas B aktif pada suhu -5 hingga -7oC, dan kelas C aktif pada suhu -7 hingga -10oC (Rugless et al., 1993). Pembagian ketiga kelas tersebut berhubungan dengan adanya lipid (fosfatidil inositol) maupun karbohidrat pada protein INA. Kelas A strukturnya mengandung protein pembentuk inti es yang bergabung dengan fosfatidil inositol dan manosa, sebagai kompleks manan serta glukosamin. Kelas B strukturnya mengandung protein pembentuk inti es yang bergabung dengan manan dan glukosamin, tapi tidak bergabung dengan fosfatidil inositol. Kelas C, strukturnya mengandung protein pembentuk inti es yang bergabung dengan beberapa residu manosa saja (Turner et al., 1991). Model sederhana dari pembentukan dan aktivitas protein pembentuk inti es terlihat pada Gambar 1. Ukuran protein INA berkisar antara 150 kilo Dalton (aktif membentuk inti es pada suhu -12oC) hingga 190.000 kilo Dalton (aktif membentuk inti es pada suhu -2oC), yang ditentukan melalui radiasi sinar gamma (Govindarajan dan Lindow, 1988). Fragmen DNA yang membawa gen ice+ yang berperan menghasilkan protein aktif pembentuk inti es telah diklon dan dikarakterisasi memperlihatkan bahwa ukuran gen tersebut berkisar antara 3,5 sampai 4,0 kilo pasangan basa (kpb). Fragmen yang diklon mampu mengekspresikan protein pembentuk inti es dalam Eschericia coli. Ekspresi pembentukan inti es pada E. coli secara kuantitatif dan kualitatif sebagian besar serupa atau mirip dengan protein yang dihasilkan oleh commit to user perpustakaan.uns.ac.id 10 digilib.uns.ac.id bakteri asalnya. Hal ini menunjukkan bahwa produk gen ice+ kemungkinan dapat menentukan ekspresi dan aktivitas pembentukan inti es pada membran biologi (Orser et al., 1985). Kelas A Gambar 1. Pembentukan dan Aktivitas Protein Pembentuk Inti Es (Kozloff et al., 1991b) Aktifitas inti es dari bakteri disebabkan karena protein berhenti di membran sel bakteri dan terpapar dengan lingkungan eksternal. Membran sel bakteri seperti semua membran biologis lainnya, merupakan bilayer phospolipid yang memiliki banyak protein yang tertanam. Banyak dari protein ini yang memainkan peran penting dalam penginderaan kondisi lingkungan eksternal dan sitoplasma. Peran yang tepat dari protein inti es yang berhubungan dengan fungsi fisiologis bakteri masih belum diketahui. Namun demikian, protein ini dapat menginisiasi formasi inti es dengan mengorientasikan molekul air menjadi suatu struktur yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 11 digilib.uns.ac.id menyerupai es yang kemudian mengkatalisis pembentukan formasi es pada suhu sedikit di bawah 0oC (Morris et al., 2004) Diantara spesies bakteri yang berbeda, perbedaan bentuk protein INA dan gen yang bertanggung jawab untuk biosintesis bakteri tersebut terbagi menjadi beberapa bagian. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri INA berasal dari suatu single protein dan leluhur yang sama. Selain itu, protein unik ini tidak memiliki kemiripan dengan protein yang ada pada bakteri spesies lainnya, baik dari segi fungsi ataupun urutan asam aminonya (Morris et al., 2004). Gen yang mengontrol aktivitas inti es pada bakteri telah berhasil diklon dari tujuh strain bakteri berbeda dan sekuens dari nukloetida bakteri tersebut (building block DNA) telah ditentukan. Urutan asam amino dari protein dapat digunakan untuk membuat model teoritis sekunder dan tersier struktur protein, menentukan sifat biokimia dasar seperti hidrofobik atau hidrofilik, serta sebagai lokasi yang berpotensi dan aktivitas dalam sel bakteri. Seluruh analisis di atas dilakukan untuk gen ina dan protein dengan tingkat kesamaan yang telah ditentukan (Warren, 1995). Gen ina dalam kromosom yang berasal dari tujuh strain yang dipelajari tidak sama panjang, tetapi bakteri tersebut berbagi kesamaan dalam fitur. Bagian dari gen yang bertanggungjawab untuk ujung-N dari protein, contohnya yaitu akhir dari grup amino bebas (NH2), mengkode untuk bagian hidrofobik dari protein yang memiliki sifat protein yang sesuai untuk disisipkan ke dalam membran. Bagian dari gen yang responsibel untuk ujung-C dari protein mengkode untuk domain hidrofilik yang sangat bervariasi antara gen yang berbeda. Porsi terbesar dari gen pengkode untuk inti pusat protein. Pada semua gen yang dipelajari, inti ini memiliki motif umum commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id suatu sekuens yang diulang dari 24, 48, dan 144 nukleotida. Hal ini mengulangi pembentukan 8, 16, dan 48 asam amino (Kajava dan Lindow, 1993). 3. Habitat Bakteri INA Sebagian besar bakteri INA merupakan bakteri filosfer. Filosfer merupakan daerah pada daun yang dihuni oleh mikroorganisme. Bakteri filosfer dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti bakteri endofit, epifit, dan fitopatogen (Azevado et al., 2000). Bakteri filosfer dapat ditemukan pada stomata, di sepanjang tulang daun dan dinding sel epidermis. Bakteri ini hidup pada daun yang disebabkan adanya senyawa organik seperti fruktosa, sukrosa, asam organik, asam amino, dan vitamin yang dijadikan sebagai sumber karbon, energi, dan senyawa pemicu tumbuh untuk bakteri tersebut (Beattie dan Lindow, 1999). Bakteri filosfer yang diisolasi dari tempat ternaungi memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bakteri di tempat terbuka. Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena tanaman di tempat terbuka memiliki kondisi stres lingkungan yang lebih tinggi. Kondisi stres lingkungan tersebut meliputi ketersediaan air, fluktuasi panas, tekanan osmotik, dan paparan radiasi sinar UV dari matahari, sedangkan di daerah ternaung kondisisnya lebih stabil bagi bakteri filosfer untuk tumbuh (Beattie dan Lindow, 1999). Menurut Santosa et al., (2003), spesies bakteri yang paling sering dijumpai pada filosfer adalah Pseudomonas, Xanthomonas, Flavobacterium, Archromobacterium, Bacillus, Mycobacterium, dan Azotobacter. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 13 digilib.uns.ac.id Total keseluruhan luas permukaan daun yang dapat dihuni oleh bakteri mencapai 0,1-1% dan dari jumlah tersebut lebih dari 90% bekteri mati karena terpapar sinar Ultra Violet (UV) dari matahari. Selain harus bertahan terhadap radiasi UV, bakteri juga harus dapat bertahan dari keadaan lingkungan yang berubah-ubah dengan cepat. Bakteri filosfer secara langsung dapat terpapar oleh lingkungan, angin, hujan, perubahan suhu dan pemangsa yang dapat setiap saat membunuhnya (Morris, 2001). Selain itu bakteri filosfer juga harus berkompetisi dengan bakteri lainnya untuk mendapatkan nutrisi yang terbatas pada permukaan daun. Bakteri yang hidup pada habitat dan lingkungan yang sama akan berkompetisi mendapatkan sumber daya yang terbatas daripada berkompetisi dengan bakteri yang lain. Agar tetap dapat bertahan dari kondisi di atas, bakteri INA mempunya mekanisme yang unik, salah satunya dengan membentuk protein pembentuk kristal es. Adanya protein pembentuk kristal es menyebabkan bakteri dapat mematikan jaringan tanaman inangnya. Sel-sel jaringan tanaman yang mati akibat luka beku menjadi bocor atau rusak sehingga mudah diuraikan dan digunakan untuk nutrisi bakteri. Hal ini memberikan konotasi negatif bagi bakteri pembentuk kristal es karena sifatnya yang parasit (Morris et al., 2004). Bakteri-bakteri yang hidup pada permukaan daun dihadapkan pada situasi lingkungan yang berubah-ubah dengan cepat. Di siang hari yang panas, banyak dari bakteri tersebut diterbangkan oleh angin hingga mencapai ketinggian tertentu sehingga sinar UV dan radiasi lainnya mudah membunuh bakteri-bakteri yang sedang berterbangan tersebut. Meskipun demikian, bakteri-bakteri yang mampu membentuk kristal es akan jatuh kembali ke permukaan tanah atau daun-daun yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 14 digilib.uns.ac.id merupakan habitat alaminya. Dalam hal ini bakteri pembentuk kristal es secara tidak langsung juga ikut berperan memelihara iklim mikro di sekitar tanamantanaman inangnya (Christner et al., 2008). 4. Distribusi Bakteri INA Lindow et al. (1978) telah meneliti distribusi dari bakteri yang aktif membentuk inti es pada tanaman di beberapa tempat pengambilan sampel. Bakteri INA telah ditemukan pada 74 spesies tanaman yang telah diambil sebagai sampel dari California, Colorado, Florida, Lousiana dan Wisconsin, Amerika Serikat. Ternyata semua bakteri pembentuk es yang mereka isolasi mewakili spesies Pseudomonas syringae dan Pantoea herbicola yang jumlahnya paling melimpah. Jumlah bakteri INA yang cukup banyak ditemukan pada sampel menunjukkan bahwa permukaan daun merupakan sumber pembentuk inti es yang akan dilepaskan ke atmosfer. Dalam penelitian yang dilakukan Kieft et al. (1988), bakteri INA juga dapat ditemukan di berbagai lichenes yang ada di wilayah barat daya Amerika Serikat. Beberapa genus lichenes yang mengandung bakteri INA antara lain Rhizoplaca, Xanthoparmelia, dan Xanthoria. Keberadaan bakteri INA pada lichenes antara sekitar 2,3 x 106 hingga 1 x 108 per gram pada suhu antara -2,3oC sampai -5oC. Data distribusi bakteri INA di daerah subtropis telah banyak ditemukan, baik di permukaan daun ataupun di atmosfer yang berperan dalm kondensasi dan pembentukan inti es di awan. Bakteri INA juga ditemukan berlimpah dalam sampel salju dan air hujan (Morris et al., 2004; Christner et al., 2008). commit to user 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bakteri nukleasi es telah banyak ditemukan di antaranya pada tahun 1966 yang menyerang tanaman kentang di Dieng, atau yang lebih sering disebut dengan embun upas. Selain di Dieng, embun upas juga dilaporkan terjadi di kebun teh Patuha dan Pangalengan pada ketinggian 1.500-2.300 m dpl. Bakteri nukleasi es di Jepang ditemukan pada tanaman teh, brokoli, murbei dan kubis, sedangkan di Amerika Serikat bakteri nukleasi es dapat ditemukan pada tanaman jagung, jeruk, tomat, gandum dan beberapa tanaman keras (Arwiyanto, 2009). Peran bakteri INA di daerah tropis, khususnya Indonesia sudah mulai dipelajari meskipun belum sebanyak di daerah subtropis. Riupassa et al. (2005) mempelajari beberapa tanaman pangan Indonesia yang permukaan daunnya banyak ditemukan bakteri filosfer. Waturangi et al. (2008) telah berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri INA dari tanaman Poh-pohan (Pilea glaberina) yang berasal dari Indonesia. Penelitian lain yang telah dilakukan di Indonesia menunjukkan bakteri INA terdapat pada tanaman mengkudu (Morindra citrifolia), sirih (Piper betle), pepaya (Carica papaya), dan strawberi (Fragaria vesca) (Waturangi dan Amelia, 2009). Bakteri INA hanya dapat tumbuh di tumbuhan dataran tinggi dengan suhu rendah dan tidak memiliki tumbuhan yang spesifik untuk hidup. Bakteri INA dapat terbawa dalam air hujan yang kemudian tumbuh dan berkembang di permukaan daun sebagai habitat asli bakteri filosfer pembentuk kristal es (Stephanie dan Waturangi, 2011). commit to user perpustakaan.uns.ac.id 16 digilib.uns.ac.id 5. Peran Bakteri INA dalam Biopresipitasi Mikroorganisme filosfer sangat mudah menyebar dengan jarak sebaran yang luas melalui pergerakan angin. Salah satu mikroorganisme yang terdapat pada permukaan daun yaitu bakteri INA yang telah berhasil diidentifikasi dari sampel udara pada awal tahun 1980-an. Awal mulanya, penemuan ini menimbulkan gagasan bahwa pergerakan angin dapat mengakibatkan penyebaran penyakit tanaman yang dapat semakin meluas yang kemudian menimbulkan gagasan baru bahwa beberapa bakteri INA di udara mampu mengkatalisis pembentukan inti es di atmosfer dan berperan dalam pembentukan hujan (Sands et al., 1982). Ada dua hal yang memperkuat gagasan bahwa bakteri INA dapat berdampak pada hujan. Pertama, sejak 1930-an telah diketahui prinsip penting dari mikrofisika awan bahwa inti es diperlukan untuk menginisiasi pembentukan hujan dari awan dingin. Awan troposfer bagian bawah baru mampu membentuk inti es heterogen dalam pembentukan es pada suhu -40oC. Dalam awan stratokumulus dan awan kumulus kecil yang suhunya lebih hangat dari -5oC tidak mampu melakukan pembentukan es karena tidak ada yang menginisiasi, padahal inti es baru spontan dapat terbentuk pada suhu -40oC. Oleh karena itu beberapa strategi utama untuk modifikasi cuaca seperti penyemaian awan dengan inti es, didasarkan pada asumsi bahwa pembentukan partikel es dari penyemaian awan dengan inti es tersebut dapat menyebabkan peningkatan curah hujan di bawah kondisi tertentu. Iklim mikro dapat dipengaruhi oleh komposisi, distribusi, dan jumlah bakteri pembentuk kristal es yang hidup di lingkungan tersebut. Berbagai bahan kimia dapat menjadi inti pembentukan inti kristal es pada suhu -10oC atau lebih rendah, tetapi jarang sekali commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang dapat membentuk inti kristal pada suhu yang lebih hangat (yaitu -2oC sampai -5oC) (Vali, 1996). Kedua, yaitu berkaitan dengan pengamatan bahwa sifat permukaan tanah tampaknya menjadi pendorong variabilitas atmosfer. Secara khusus ada bukti bahwa pola vegetasi dan intensitas irigasi dapat memiliki pengaruh yang signifikan pada curah hujan. Vegetasi yang mengubah sifat permukaan tanah banyak berkait dengan pembentukan hujan. Ahli meteorologi menjelaskan bahwa sifat tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan air yang dapat ditransfer sebagai uap ke udara, energi yang diperlukan untuk penguapan ini, dan jumlah mikroorganisme yang tumbuh di permukaan daunnya (Lindermann et al., 1982). Siklus biologi berupa kolonisasi tanaman oleh bakteri INA dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan curah hujan yang bisa meningkatkan pertumbuhan tanaman serta bakteri INA itu sendiri. Curah hujan juga berkontribusi terhadap penyebaran bakteri INA pada tanaman baru. Siklus ini dinamakan biopresipitasi (Morris et al., 2004). Studi tentang bakteri INA saat ini adalah mencoba untuk menghubungkan keberadaan bakteri tersebut dengan cuaca di bagian atas atmosfer. Sebagai partikel aerosol, sel-sel bakteri dapat bertindak sebagai inti kondensasi awan untuk membentuk tetesan awan. Strain bakteri nukleasi es telah terdeteksi dalam hujan dan salju, serta dalam atmosfer. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri nukleasi es dapat disebarkan melalui siklus air global dan bakteri nukleasi es merupakan bagian yang penting dari penelitian inisiasi presipitasi (Amato et al., 2007; Morris et al., 2008). commit to user perpustakaan.uns.ac.id 18 digilib.uns.ac.id Bakteri INA mempunyai implikasi penting pada pola iklim lokal dan regional karena bakteri INA melimpah di atmosfer dan mempunyai kemampuan mengkatalisis pembentukan es pada suhu jauh lebih hangat dari yang dibutuhkan untuk pembentukan es secara spontan. Bakteri INA memainkan peran kunci dalam mengatur curah hujan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa bakteri INA penting sebagai nucleators dalam troposfer (Christner et al., 2008). Berdasarkan penelitian Stephanie dan Waturangi (2011), bakteri INA ditemukan dalam beberapa sampel air hujan yang diambil dari beberapa daerah di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Aktivitas dan keselimpahan bakteri INA di beberapa lokasi geografis terkait dengan musim dan banyaknya curah hujan. Bakteri INA tersebar luas di atmosfer dan dapat mempengaruhi proses meteorologi yang menyebabkan presipitasi (Morris et al., 2008). 6. Aktivitas Pembentukan Inti Es pada Lichenes Lichens merupakan organisme hasil simbiosis antara fungi dan alga. Fungi yang bersimbiosis ini disebut dengan mycobiont sedangkan alga yang bersimbiosis ini disebut dengan photobiont. Meskipun dua organisme yang bersimbiosis utama ini berbeda secara sitologi, namun kedua organisme ini menyusun suatu kesatuan sistem fisiologis yang utuh. Sebagian besar photobiont tersusun atas Chlorophyceae atau Cyanobacteria, sedangkan fungi yang ditemukan pada lichenes sebagian besar tersusun atas Ascomycota (Newberry, 2004). Istilah thallus digunakan untuk menunjukkan jaringan tanaman yang tidak berpembuluh, seperti pada fungi, alga, lumut, atau lichens. Para ahli Lichens biasa commit to user perpustakaan.uns.ac.id 19 digilib.uns.ac.id menggunakan istilah thallus untuk menunjukkan tubuh dari lichens. Secara morfologi, sebuah lichens tersusun atas tiga lapis jaringan, yaitu korteks, lapisan alga, dan medula. Korteks merupakan lapisan eksternal dari lichens yang tersusun oleh hifa yang menyerupai anyaman. Korteks terletak di bagian atas (upper cortex) dan di bagian bawah thallus (lower cortex). Simbion alga tidak terdapat pada bagian korteks, tetapi terletak pada bagian di bawahnya, yaitu lapisan alga. Photobiont tersusun atas gumpalan-gumpalan kecil dari sel tunggal atau filamen yang membentuk anyaman yang terikat erat oleh fungi haustoria. Lapisan medula terletak di bawah lapisan alga. Medula terdiri dari susunan longgar hifa fungi yang biasanya tidak berasosiasi dengan photobiont (Newberry, 2004). Adapun struktur thallus lichenes dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2. Gambar 2. Thallus lichenes yang terdiri dari 4 lapisan: upper cortex, alga layer, medulla layer, dan lower cortex (Buaruang et al., 2009). Saat ini telah ditemukan banyak spesies dari lichenes yang memiliki kemampuan untuk membentuk inti es di atas suhu -10oC. Aktivitas pembentukan inti es pada lichenes ini mirip dengan kemampuan dalam membentuk inti es pada beberapa strain bakteri epifitik, seperti P. syringae, P. fluorescens, dan E. herbicola commit to user yang menginisiasi pembekuan dari supercool water pada suhu yang lebih hangat 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dari biasanya misalnya -2oC. Lichenes yang dikoleksi dari lapangan yang diketahui memiliki kemampuan ice nucleation active pada suhu sekitar -5oC termasuk ke dalam beberapa genera Rhizoplaca, Xanthoparmelia, dan Xanthoria. Dalam hal ini Rhizoplaca chrysoleuca memiliki suhu INA paling hangat yaitu sekitar -2,3oC (Kieft, 1988). Hampir semua lichenes yang diuji dalam penelitian Kieft (1988) menunjukkan kemampuan INA pada suhu sekitar -8oC hingga -5oC. Namun pada sampel jenis R. chrysoleuca, Xanthoria elegans, dan Xanthoparmelia sp., memiliki aktivitas INA pada kisaran suhu -3oC. Namun isolasi bakteri INA dengan menggunakan media selektif dari lichenes belum berhasil dilakukan. Bakteri INA yang telah berhasil diisolasi dari lichenes di jalur pendakian Cemara Sewu Gunung Lawu oleh Fu’adah berasal dari Parmelia sp. (Fu’adah, 2014). Parmelia merupakan salah satu genus yang ada dalam famili Parmeliaceae yang termasuk ke dalam ordo Lecanorales dari kelas Ascomycetes yang mempunyai sekitar 85 genus dan 2.319 spesies (Hawksworth et al., 1995). Tubuh terbentuk oleh adanya simbiosis antara fungi dan alga yang membentuk beberapa lapisan. Mempunyai rhizines yang terletak di bagian bawah permukaan dan berfungsi untuk melekat pada substratnya, seperti pohon-pohonan, tanah dan bebatuan. Korteks atas berwarna abu-abu hingga hijau. Phycobionts terdiri dari alga hijau, biasanya Treuboxia (Awasthi, 1988). commit to user 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Kerangka Pemikiran Bakteri INA merupakan salah satu bakteri yang dapat ditemukan di permukaan tumbuhan. Bakteri INA mampu membentuk protein yang mampu menginisiasi pembentukan kristal es pada suhu yang relatif lebih hangat. Pada awalnya bakteri INA dikenal sebagai bakteri patogen pada tumbuhan karena dapat menimbulkan frost injury, namun saat ini telah diketahui bahwa bakteri INA dapat membantu proses biopresipitasi. Sebagian besar penelitian tentang bakteri INA dilakukan di daerah subtropis. Penelitian yang dilakukan oleh Fu’adah (2014) telah berhasil diisolasi bakteri INA dari lichenes di jalur pendakian Cemara Sewu Gunung Lawu. Informasi tentang bakteri INA yang diisolasi dari lichenes tersebut masih sedikit, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat mengetahui spesies bakteri INA dari lichenes di jalur pendakian Cemara Sewu Gunung Lawu berdasarkan gen 16S rRNA dan mengetahui karakter gen penyandi protein pembentuk inti es bakteri INA pada lichenes di jalur pendakian Cemara Sewu Gunung Lawu, sehingga keragaman spesies bakteri INA dan peran di alam dapat lebih diketahui. Skema kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bakteri ice nucleation active (INA) Menghasilkan protein pembentuk inti es Menyebabkan frost injury pada tanaman Membantu proses biopresipitasi Berhasil diisolasi dari Lichens di Gunung Lawu Informasi isolat bakteri INA masih sedikit Identifikasi dan karakterisasi gen Keragaman spesies dan peran di alam Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian C. Hipotesis 1. Berdasarkan identifikasi dengan gen 16S rRNA, bakteri yang ditemukan pada lichenes di jalur pendakian Cemara Sewu Gunung Lawu merupakan bakteri ice nucleation active (INA) yang termasuk ke dalam spesies Pseudomonas syringae, Pantoea ananas, Pseudomonas fluorescens, atau Xanthomonas campestris. 2. Gen penyandi protein pembentuk inti es pada masing-masing bakteri INA yang commit to user ditemukan pada lichenes di jalur pendakian Cemara Sewu Gunung Lawu 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id berbeda-beda sesuai dengan jenis gennya, seperti inaX yang memiliki panjang gen sebesar 4701 bp atau terdiri atas 1567 asam amino, inaW yang memiliki panjang gen sebesar 3630 bp atau terdiri atas 1210 asam amino, inaZ yang memiliki panjang gen sebesar 3600 bp atau terdiri atas 1200 asam amino dan inaA yang memiliki panjang gen sebesar 3774 bp atau terdiri atas 1258 asam amino. commit to user