BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran (Kotler & Keller, 2009:5) The American Marketing Association merupakan sebuah lembaga yang mejadi acuan kita dalam mempelajari pemasaran, mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan, dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan sasaran dan organisasi. (Kotler P, 2004:10) Pemasaran adalah sebagai suatu proses social dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Dalam (Kotler & Keller, 2007:6) pemasaran adalah suatu proses social yang didalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Gambar 2.1 Proses Marketing Sumber: (Kotler & Armstrong, 2012:6) Dari beberapa definisi yang saya ambil dari beberapa pakar marketing tersebut, definisi yang diberikan tidak terlalu jauh berbeda dan dapat dicermati intisari dari pengertian pemasaran tersebut. Pemasaran bukan sekedar perluasan dari penjualan. Pemasaran sama sekali bukan aktifitas khusus, tetapi merupakan 11 12 keseluruhan bisnis yang dilihat dari sudut pandang sasaran akhir yang dibidik, yaitu pelanggan. Dalam setiap bisnis hanya pemasaran dan inovasi yang menciptakan nilai (value) sedangkan yang lain hanya menciptakan biaya. Jadi, pemasaran adalah proses atau kegiatan perencanaan atau penciptaan yang harus dilakukan perusahaan dalam mendistribusikan produk kepada pelanggan dengan produk yang bernilai dan bermanfaatkan untuk pelanggan. 2.2 Brand (Keller, 2013:30) Brand (merek) telah ada selama berabad-abad sebagai sarana untuk membedakan barang dari satu produsen dari orang-orang lain. Menurut asosiasi pemasaran Amerika (AMA), merek adalah "nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari mereka, dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaing.” (Kotler, 2005:82) merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan mutu, tetapi merek lebih dari sekedar simbol. (Janita, 2005:15) merek adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa brand adalah nama, istilah, tanda, simbol atau desain maupun kombinasi dari semuanya yang memberikan tampilan dan simbolisasi atas apa yang perusahaan produksi atau kembangkan. Merek memiliki tiga fungsi utama: • Navigasi: merek membantu konsumen memilih dari pilihan yang membingungkan. • Jaminan: merek mengkomunikasikan kualitas intrinsik dari produk atau jasa dan meyakinkan pelanggan bahwa mereka telah membuat pilihan yang tepat. • Keterlibatan: merek menggunakan citra khas, bahasa, dan asosiasi untuk mendorong pelanggan untuk mengidentifikasi dengan merek. 13 2.2.1 Brand Equity Menurut Aaker (1997) dalam (Humdiana, 2005: 43), Brand Equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan (Kotler, 2005:10) Philip Kotler mendefinisikan brand equity sebagai sejumlah aset dan liabilitas yang berhubungan dengan merek,nama, dan simbol yang menambah atau mengurangi nilai dari produk atau pelayanan bagi perusahaan atau pelanggan perusahaan. (Kotler & Keller 2007:334) mendefinisikan merek sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini dapat mencerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan dengan jelas apa yang dimaksud brand equity dengan melihat penjelasan yang hampir mirip yang diberikan oleh kedua pakar tersebut adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari merek itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual. Brand equity (Simamora, 2001: 68) memiliki beberapa sumber yaitu: • Brand Awareness (kesadaran merek) • Brand Asociation (asosiasi merek) • Perceived Quality (persepsi kualitas) • Brand Loyalty (loyalitas merek) • Other Proprietary Brand Assets (aset-aset merek lainnya). 2.2.2.1 Brand Image Menciptakan brand image yang positif membutuhkan program pemasaran yang menghubungkan kuat, menguntungkan, dan asosiasi unik di merek ke dalam memori. Menurut Aaker dalam (Simamora, 2003:96) Brand Image adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara para pemasar. Asosiasi – asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikannya kepada konsumen. 14 Marketing Association (AMA) pada tahun 1955 dalam Wijaya (2013) menyatakan bahwa Brand Image adalah gambar yang dibawa orang-orang di benak pemikiran mereka untuk sebuah merek, itu adalah jumlah berwujud atribut suatu produk: nama, kemasan, dan harga, sejarah, reputasi, dan cara produk itu diiklankan. Menurut Kotler dan Armstrong (2010) Brand Image dalam sebuah website merupakan hal penting dalam membangun loyalitas pelanggan. Brand image dalam sebuah website di desain untuk membangun nama baik dari pelanggan, menggumpulkan feedback dari pelanggan, dan melengkapi saluran penjualan sebuah perusahaan menjual produknya secara langsung. (Franzen & Moriarty, 2009:114) Brand image adalah persepsi dari sebuah brand di benak seseorang. Image adalah refleksi dari brand personality yang merupakan apa yang orang yakini tentang suatu merek. Menurut Susanto (Farid Yuniar Nugroho, 2011:11) Brand Image adalah apa yang dipersepsikan oleh konsumen mengenai sebuah merek. Dimana hal ini menyangkut bagaimana seorang konsumen menggambarkan apa yang mereka rasakan mengenai merek tersebut ketika mereka memikirkannya. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Brand Image adalah bagaimana penilaian pelanggan mengenai citra merek sebuah perusahaan dan apa yang mereka rasakan dan yakini terhadap merek perusahaan tersebut sehingga dapat membangun nama baik dari perusahaan itu sendiri di benak konsumen. (Keller, 2013:78)Faktor – faktor pendukung terbentuknya brand image dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek: • Favorability of brand association / Keunggulan asosiasi merek. Salah satu faktor pembentuk Brand Image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. • Strength of brand association / familiarity of brand association / Kekuatan asosiasi merek. Contoh membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui periklanan atau media komunikasi lain: Perusahaan mobil Chevrolet memberi sponsor mobil pada film “Transformer”, terutama dengan peran robot bumblebee yang menjadi robot utama dalam film. Film “transformer” yang selalu menjadi box office tersebut di tonton jutaan orang di dunia dan secara langsung mengangkat popularitas dan penjualan mobil Chevrolet. 15 • Uniquesness of brand association / Keunikan asosiasi merek. Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk tersebut. 2.2.2.1.1 Dimensi Brand Image Dimensi dari Brand Image menurut Aaker dalam Wijaya (2013: 8): • Brand Identity: Dimensi pertama adalah brand identity (identitas merek). Identitas merek mengacu pada identitas fisik atau nyata terkait dengan merek atau produk yang membuat konsumen mudah mengidentifikasi dan membedakan dengan merek atau produk lain, seperti logo, warna, kemasan, lokasi, identitas perusahaan, slogan, dan lain-lain. • Brand Personality: dimensi kedua adalah brand personality (kepribadian merek). Kepribadian merek adalah karakter khas dari merek yang membentuk kepribadian tertentu sebagai manusia, sehingga khalayak konsumen dapat dengan mudah dibedakan dengan merek lain dalambentuk kreatif, mandiri, dan sebagainya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Aaker (1997) menyebutkan beberapa dimensi kompetensi kepribadian merek yaitu ketulusan, kegembiraan, kecanggihan, dan kekasaran, sementara Plummer menggambarkan kepribadian merek dengan nada karakter seperti 'muda', 'warna-warni' dan 'lembut'. • Brand Association: dimensi ketiga adalah brand association (asosiasi merek). Asosiasi Merek adalah hal-hal tertentu yang layak atau selalu dikaitkan dengan merek, dapat timbul dari penawaran yang unik dari produk, kegiatan misalnya berulang dan konsisten dalam hal kegiatan sponsorship atau tanggung jawab sosial, isu-isu yang sangat kuat terkait dengan merek, atau orang, simbol tertentu dan makna yang sangat kuat melekat pada sebuah merek, seperti "ingat Body Shop ingat Recycle", "Cocacola = Keceriaan”. • Brand Attitude: dimensi keempat adalah brand attitude (sikap merek). Sikap Merek adalah sikap merek ketika berkomunikasi dan berinteraksi dengan konsumen untuk menawarkan manfaat-manfaat dan nilai-nilai yang telah diberikan. Seringkali merek dalam komunikasinya dengan cara yang tidak tepat dan melanggar etika, 16 atau memberikan layanan yang buruk sehingga mempengaruhi persepsi publik tentang sikap merek, atau sebaliknya, sikap simpatik, jujur, consitent antara janji dan kenyataan, pelayanan yang baik, dan kekhawatiran bagi lingkungan dan masyarakat luas akan berpotensi membentuk persepsi yang baik dari sikap. Jadi sikap merek meliputi sikap komunikasi, kegiatan, dan atribut yang melekat pada merek ketika berhadapan dengan khalayak konsumen (Keller, 1993). • Brand Benefit: dimensi kelima adalah brand benefit (manfaat merek). Manfaat merek adalah nilai-nilai dan keuntungan yang ditawarkan oleh merek dalam memecahkan masalah konsumen, yang memungkinkan konsumen untuk mendapatkan keuntungan karena kebutuhan, keinginan, mimpi dan obsesi yang diwujudkan dengan apa yang ditawarkan. Nilai-nilai dan manfaat di sini dapat fungsional emosional,simbolik atau social seperti merek produk deterjen pakaian dengan manfaat yang mampu membersihkan pakaian menjadi bersih (fungsional manfaat / nilai), membuat pemakainya lebih percaya diri dan merasa nyaman (emosional manfaat / nilai), menjadi simbol dari gaya hidup bersih dan pelestarian lingkungan (simbolik manfaat / nilai), dan menginspirasi masyarakat yang lebih besar untuk peduli tentang gaya hidup sehat dan pelestarian lingkungan (manfaat sosial / value). 2.2 Perceived Service Quality Di dalam (Siddiqui, 2010) Service Quality (Kualitas layanan) didefinisikan sebagai penilaian atau persepsi konsumen terhadap keseluruhan keunggulan atau keunggulan layanan (Perceived Service Quality) (Zeithaml et al., 1993). Hal ini dipandang sebagai sikap atau penilaian global mengenai keunggulan keseluruhan layanan, dengan perbandingan harapan dan kinerja sebagai alat ukur. Namun, yang paling banyak digunakan alat ukur kualitas pelayanan termasuk SERVQUAL (Parasuraman et al, 1988;.. Boulding et al, 1993). Skala SERVQUAL mengukur kualitas pelayanan, berdasarkan perbedaan antara harapan dan persepsi kinerja pelanggan yang menggunakan 22 item dan struktur lima dimensi. Dalam skala SERVPERF (Cronin dan Taylor, 1992), kualitas layanan yang dioperasionalkan melalui kinerja saja. 17 Dalam (markovic´ & raspor, 2010:2)Perceived Service Quality adalah sejauh mana sebuah perusahaan berhasil melayani tujuan pelanggan.Pelanggan menentukan nilai yang dirasakan atau kognitif pelayanan berdasarkan pengalaman mereka dengan layanan yang disampaikan. Yoo dan Park dalam (markovic´ & raspor, 2010:3) menemukan bahwa karyawan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses pelayanan dan merupakan elemen yang penting dalam meningkatkan Perceived Service Quality. Perceived Service Quality ini terbentuk selama produksi, pengiriman, dan proses konsumsi. Di dalam (Boone & Kurtz,1995:439) bahwa kualitas layanan mengacu pada kualitas yang diharapkan dalam penawaran jasa. Kualitas ditentukan dalam kepuasan atau ketidak puasan konsumen. Di dalam (Obeidat, Sweiss, Zyod, & Masa'deh, 2012:228) menurut Zeithaml (1987) mendefinisikan persepsi kualitas layanan sebagai penilaian pelanggan tentangkeunggulan keseluruhan layanan atau superioritas. Dalam studi mereka, Yu, et al. (2005) menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan kustomisasi dan kehandalan. Lainnya dilihat sebagai sejauh mana persepsi pelanggan dan harapan layanan tertentu berbeda satu sama lain dan arah (Xu, et al, 2006;. Shonk dan Chelladurai, 2008). Jadi Perceived Service Quality adalah persepsi kualitas service yang dinilai dan diharapkan oleh pelanggan terhadap perusahaan yang menawarkan jasa dengan mempertimbangkan puas atau tidak puasnya dengan service yang diberikan oleh perusahaan penawar jasa. 2.3.1 Dimensi Perceived Service Quality Di dalam (Obeidat, Sweiss, Zyod, & Masa'deh, 2012:228) pengukuran kualitas di perusahaan jasa berbeda dari pengukuran kualitas dalam perusahaan manufaktur.Ketika mengukur kualitas layanan, fokus utama harus pada kualitas eksternal yang merupakan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan (Holmund dan Kock, 1996). Menurut Xu, et al. SERVQUAL, skala 22-item yang dikembangkan oleh Parasuraman et al. dianggap sebagai salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kualitas layanan dan didasarkan pada lima dimensi: • Tangible: Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi. 18 • Reliable: Merupakan kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. • Responsiveness: Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. • Assurance: Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan. • Emphaty: Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan 2.4 Brand Trust Dalam (Geçti1 & Zengin, 2013:2) Brand Trust (kepercayaan merek) adalah faktor mediator penting pada perilaku pelanggan sebelum dan setelah pembelian produk; dan hal itu menyebabkan loyalitas dan jangka panjang memperkuat hubungan antara dua pihak. Kepercayaan merek dapat didefinisikan sebagai kesediaan konsumen rata-rata mengandalkan kemampuan merek untuk melakukan fungsi yang dinyatakannya(Chaudhuri & Holbrook, 2001: 82). Di dalam (Zehir, Sahin, Kitapçıb, & Özsahin, 2011:3) Brand Trust sebagai kesediaan konsumen rata-rata mengandalkan kemampuan merek untuk menjalankan fungsinya dinyatakan (Moormal et al 1993:315). Definisi ini mencakup dua pendekatan umum untuk percaya dalam literatur (Dwyer dan LaGace., 1986). Pertama, kepercayaan telah dilihat sebagai keyakinan, sentimen, atau harapan tentang kepercayaan mitra pertukaran yang dihasilkan dari pasangan keahlian, kehandalan, atau harapan tentang kepercayaan mitra pertukaran yang dihasilkan dari pasangan keahlian, kehandalan, atau intensionalitas. Kedua, kepercayaan telah dilihat sebagai niat perilaku atau perilaku yang mencerminkan ketergantungan pada pasangan dan melibatkan kerentanan dan ketidakpastian pada bagian dari wali (Moormal et al 1993:315). Dalam (Sahin, Zehir, & Kitapçı, 2011:4) Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai keyakinan percaya diri konsumen bahwa ia bisa mengandalkan penjual untuk memberikanlayanan yang dijanjikan, sedangkan nilai relasional dapat didefinisikan sebagai persepsi konsumen manfaat menikmati versus biaya yang dikeluarkan dalam pemeliharaan hubungan pertukaran yang sedang berlangsung. Kepercayaan pada merek yang dibeli dapat dilihat sebagai leverage kredibilitasnya, yang pada kembali dapat memperkuat perilaku berulang pembelian konsumen. 19 Di dalam (Soong, Kao, & Juang, 2011:4) Chaudhuri&Holbook berpendapat bahwa kepercayaan merek mewakili konsumen untuk percaya merek yang selain menyediakan kebutuhan fungsi bernilai dan juga menghasilkan persetujuan terhadap kualitas dan merek produk. Jadi dapat disimpulkan Brand Trust adalah kepercayaan merek yang dimiliki dan apa yang diharapkan oleh pelanggan terhadap brand dan memiliki perasaan aman yang berdasarkan persepsi pelanggan tersebut sehingga brand tersebut dapat diandalkan dan dapat memperkuat perilaku berulang pembelian pelanggan. Kepercayaan menjadi faktor terutama yang penting dalam bertransaksi secara online di mana konsumen tidak memiliki kendali langsung atas tindakan penjual. Studi tentang kepercayaan dalam e-commerce telah terbatas pada anteseden atau konsekuensi dari kepercayaan. Akibatnya, ada kesenjangan dalam menghubungkan anteseden kepercayaan online untuk dirasakan nilai produk dan jasa sehingga menciptakan brand loyalty. 2.4.1 Dimensi Brand Trust Dalam (Sahin, Zehir, & Kitapçı, 2011: 4) dimensi dari Brand Trust yaitu: • Brand Reliabilty (keandalan merek), memiliki sifat teknis atau berbasis kompetensi, yang melibatkan kemampuan dan kesediaan untuk menepati janji dan memenuhi kebutuhan konsumen. • Brand Intention (niat pada merek), atribusi niat baik untuk merek dalam kaitannya dengan kepentingan konsumen dan kesejahteraan, misalnya ketika masalah yang tak terduga dengan produk timbul. Akibatnya, merek yang dipercaya adalah salah satu yang secara konsisten untuk terus menepati janjinya untu memberikan nilai kepada konsumen melalui produk yang dikembangkan, diproduksi, dijual, dilayani dan diiklankan, dan bahkan di saat kejadian buruk ketika beberapa jenis krisis merek muncul. • Reputation of the Brand, reputasi merek memberikan konsumen melihat merek reputasi atau apa yang dilihat dari konsumen tentang merek tersebut. Reputasi merek menyediakan dengan keaslian, kredibilitas atau relialitas. Sebuah reputasi merek terdiri dari bagaimana konsumen menganggap kualitas merek tersebut (Sicco Van Gelder, 2005). 20 2.5 Brand Loyalty Di (GLYNN & Woodside, 2009:143) dalam hal brand equity (ekuitas merek), Brand Loyalty (loyalitas merek) merupakan dimensi penting yang mencerminkan bagaimana mungkin pelanggan untuk beralih ke merek lain ketika merek yang membuat perubahan baik dalam harga maupun fitur produk (Aaker, 1991). Pengembangan loyalitas merek adalah salah satu tujuan setiap brand manager (manajer merek) yang paling penting untuk dicapai (Feldwick, 1996), yang mengapa loyalitas merek muncul dalam kebanyakan model ekuitas merek berbasis pelanggan. Retailers (Pengecer) tidak akan mempercayai merek jika mereka tidak dapat mengenali Brand Image. Selain itu, loyalitas pengecer terhadap merek tidak dapat dicapai tanpa pertama mereka mengetahui tentang merek (Nguyen & Nguyen, 2002). Dalam (Hill, 2014:48) Konsep Brand Loyalty (loyalitas merek) melibatkan membeli produk dari produsen tunggal berulang kali daripada membeli dengan suppliers(pemasok) lain. Loyalitas merek dianggap keadaan komitmen di mana pelanggan memilih melanjutkan penggunaan dari merek atau membeli kembali merek yangsama. Loyalitas merek sama artinya dengan keputusan pembelian berdasarkan motivasi yang kuat untuk membeli kembali. Hal ini juga dapat dilihat sebagai preferensi pelanggan untuk merek tertentu yang mengakibatkan penggunaan lanjutan dari merek yang dengan membeli setiap kali. Untuk menjadi loyal kepada merek tertentu, pelanggan harus mampu untuk memahami merek yang sebagai pilihan yang tepat yang menawarkan kualitas yang baik dengan harga yang wajar. (Hill, 2014:50) Perbedaan utama antara loyalitas pelanggan dan loyalitas merek adalah bahwa loyalitas pelanggan adalah tentang berbagi dompet sedangkan loyalitas merek seperti betukar atau membagi pikiran. Pelanggan yang loyal terhadap merek dianggap benar-benar loyal kepada perusahaan. Sebaliknya, pelanggan yang memilih loyalitas pelanggan setia kepada diri mereka sendiri dan apa yang bekerja untuk mereka. Dalam (Dahlen, 2012) The American Marketing Association mendefinisikan brand loyalty (loyalitas merek) sebagai situasi di mana konsumen umumnya membeli produk atau jasa dengan produsen yang berasal sama daripada membeli dari beberapa pemasok dalam kategori (definisi sales promotion). Sejauh mana konsumen secara konsisten membeli merek yang sama dalam kelas produk (definisi perilaku konsumen). 21 (Zehir, Sahin, Kitapçıb, & Özsahin, 2011:4) Brand Loyalty merupakan prasyarat untuk daya saing perusahaan dan profitabilitas (Aaker, 1995, 1997; Reichheld, Markey, dan Hopton, 2000).Setiap perusahaan keinginan untuk memiliki merek dengan loyalitas pelanggan yang tinggi. Sayangnya, semua merek tidak dapat menarik loyalitas yang tinggi. Pengembangan dan pemeliharaan Brand Loyalty konsumen ditempatkan di jantung rencana pemasaran perusahaan, terutama dalam menghadapi pasar yang sangat kompetitif dengan meningkatnya ketidakpastian dan mengurangi diferensiasi produk (Fournier dan Yao, 1997:90). Loyalitas merek merupakan preferensi konsumen untuk membeli merek dalam kelas produk; itu merupakan hasil dari persepsi kualitas merek dan bukan dari harga (Chaudri, 1999:137). Hal ini secara luas dianggap bahwa loyalitas merek adalah salah satu cara dengan mana konsumen mengungkapkan persepsinya atas kepuasan dengan performa produk atau service (jasa) yang diterima (Bloemer dan Kasper, 1995; Ballester dan Aleman, 2001). Berikut beberapa fungsi dari Brand Loyalty (Rangkuti, 2009:63): • Dapat mengurangi biaya pemasaran • Mampu meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. • Mampu menarik minat pelanggan baru. • Memberikan waktu untuk merespons ancaman persaingan. Dengan demikian Brand Loyalty dapat diartikan sebagai merek yang sudah memberikan kepuasan kepada pelanggan sehingga pelanggan akan membeli produk dengan merek yang sama dan akan terjadi pembelian yang berulang-ulang terhadap merek tersebut tanpa melihat merek lain lagi. 2.5.1 Tingkat Brand Loyalty Dalam (Kahn, 2011:195) Menurut Aaker dalam Kahn (2011) loyalitas merek didefinisikan sebagai "sebuah ukuran lampiran yang pelanggan membuatnya menjadi merek". Lampiran tersebut dapat dikategorikan menjadi lima tingkat yang berbeda dari loyalitas: • Switchers: Tingkat terendah dari loyalitas adalah tidak memili loyalitas sama sekali. Pelanggan ini tidak peduli tentang merek dan sangat responsif terhadap harga sehingga mereka akan sering beralih produk didasarkan pada harga. 22 • Habitual buyer: tingkat berikutnya loyalitas terdiri dari pelanggan yang tidak memiliki alasan untuk berubah karena mereka puas. Namun, pelanggan ini akan berubah jika diberi alasan kuat untuk mengubah. • Satisfied buyer with switching costs: tingkat ketiga loyalitas adalah pelanggan yang puas dengan merek, Meskipun kemungkinan bahwa mereka berpindah denganmenanggung switching cost (biaya ke demikian ada merek lain peralihan) yang berhubungan dengan waktu, uang atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan, mereka akan beralih merek. • Likes the brand, consider it a friend: tingkat keempat loyalitas pelanggan yang suka dengan merek dan menganggapnya sebagai "teman." Pada titik ini, pelanggan sedang mengembangkan hubungan “personal” dengan merek. • Commited buyer: tingkat akhir loyalitas adalah komitmen pembeli. Tahap ini pelanggan dianggap sebagai seorang pembeli yang setia, dimana mereka memiliki suatu kebanggaan menjadi merek pengguna dan mereka menganggap bahwa merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka baik dipandang dari segi fungsinya maupun dipandang sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. 23 Gambar 2.2 Tingkatan Brand Loyalty Sumber: Kahn(2011:198) 2.5.2 Dimensi Brand Loyalty Menurut Rangkuti dalam (Kusuma, 2014) menjelaskan bahwa loyalitas merek dapat diukur melalui: • Behavior measures: Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk habitual behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian aktual. • Measuring satisfaction: pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada faktor penarik yang cukup kuat • Measuring liking the brand: kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormnat membangkitkan atau kehangatan bersahabat, dan dengan kedekatan suatu dalam merek perasaan pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan yang berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan 24 untuk membayar harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut. • Measuring commitment: salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan. 2.6 Hubungan antara variabel penilitian Menurut jurnal “The Influence of Brand Image on Purchase Behaviour Through Brand Trust”(Fianto & Hadiwidjojo, 2014) menyatakan bahwa Brand Image berpengaruh signifikan terhadap Brand Trust. Brand image juga disebut sebagai persepsi pelanggan baik alasan atau dasar rasional atau melalui lebih emosi terhadap merek tertentu (Malhotra, 2010; Cannon, Perreault, & McCarthy, 2009; Assael, 2004). Brand image adalah persepsi dalam benak pelanggan kesan yang baik dari sebuahmerek (Hawkins, terbaik, & Coney, 2004). Kesan yang baik bisa muncul jika merek memiliki keunggulan yang unik, reputasi yang baik, populer, dapat dipercaya dan bersedia untuk memberikan pelayanan yang terbaik (Kotler & Keller, 2012; Keller, 1993; Aaker, 1997). Dalam jurnal “The effect of the product quality mediation and brand image on the influence ofpricing policy and service quality towards trust” kualitas layanan yang lebih baik adalah dengan mediasi citra merek, itu akan menghasilkan kepercayaan yang lebih baik. Jurnal “The Effects of Brand Communication and Service Quality In Building Brand Loyalty Through Brand Trust; The Empirical Research On Global Brands” menyatakan bahwa Kepercayaan merek mengarah ke loyalitas merek atau komitmen karena kepercayaan menciptakan hubungan pertukaran yang sangat dihargai (Morgan dan Hunt 1994, Chaudhuri dan Holbrook, 2001). Kualitas layanan memiliki efek positif pada kepercayaan merek. Temuan ini juga didukung oleh Parasuraman et al (1988). Kepercayaan merek memiliki efek positif pada loyalitas merek. Hasil ini konsisten dengan yang Moorman, Zaltman, dan Deshpande (1992); Morgan dan Berburu (1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi komunikasi merek dan layanan / kualitas produk dapat dilihat suatu anteseden brand trust, pada gilirannya mempengaruhi loyalitas merek. 25 Jurnal “Online satisfaction, trust and loyalty, and the impact of the offline parent brand” Consequently, trust has been identified as a major driver of loyalty (e.g. Garbarino and Johnson, 1999; Lau and Lee,2000; Chaudhuri and Holbrook, 2001; Berry, 2000). Morgan and Hunt (1994) menunjukkan bahwa kepercayaan merek mengembangkan sikap positif yang meningkatkan loyalitas merek, dan Ha (2004) berpendapat bahwa tingkat tinggi kepercayaan merek dapat berubah pelanggan yang puas menjadi satu setia. Yoon (2002) menunjukkan bahwa situs web kepercayaan mungkin timbul ketika loyalitas merek tertentu tersebut diberikan untuk kepuasan dengan pengalaman online yang masa lalu, dan itu akan memperkuat jika pengalaman memuaskan ditegaskan kembali. Kami mengikuti Corritore et al. (2003, hal. 740) pendekatan dalam makalah ini, dan menetapkan kepercayaan online individu dalam sebuah situs web tertentu sebagai "sikap harapan percaya diri dalam situasi online risikobahwa kerentanan seseorang tidak akan dieksploitasi ".Ribbink et al. (2004) mengandaikan bahwa situs web kepercayaan secara langsung mempengaruhi loyalitas situs web, dan Flavia'n et al. (2006) menunjukkan bahwa situs web yang lebih tinggi kepercayaan mengarah ke yang lebih tinggi loyalitas situs web. Menurut Reichheld dan Schefter (2000), dengan bisnis internet, yang dilakukan pada jarak dan beresiko, itu lebih penting daripada sebelumnya untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan untuk memenangkan loyalitas mereka. 26 2.7 Kerangka penelitian Perceived Service Quality (X2) Brand Image (X1) • Brand Identity • Tangible • Brand Personality • Reliable • Brand Association • Responsiveness • Brand Attitude • Assurance • Brand Benefit • Empathy Brand Trust (Y) • Brand Reliability • Reputation of the Brand • Brand Intention Brand Loyalty (Z) • Loyalty in Attitude • The Tolerance to Price • Continuous in Purchase • Recommendation Behavior Gambar 2.3 Kerangka Peneltian Sumber: Penulis, 2015 Beberapa indikator dari variable-variabel ada beberapa yang tidak dipakai dikarenakan tidak relevan sama kondisi objek yang diteliti. 2.8 Hipotesa penelitian 27 Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesa yang dikembangkan berdasarkan penelitian ini. Tujuan 1: Ho : Tidak ada pengaruh antara brand image dan perceived service quality terhadap brand trust secara individual maupun simultan di PT. OpenTrolley Bookstore. H1 : Ada pengaruh antara brand image dan perceived service quality terhadap brand trust secara individual maupun simultan di PT. OpenTrolley Bookstore Tujuan 2: Ho : Tidak ada pengaruh antara brand image,perceived service quality dan brand trust terhadap brand loyalty secara individual maupun simultan di PT. OpenTrolley Bookstore. H1: Ada pengaruh antara brand image,perceived service quality dan brand trust terhadap brand loyalty secara individual maupun simultan di PT. OpenTrolley Bookstore. 28