11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran (Kotler

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pemasaran
(Kotler & Keller, 2009:5) The American Marketing Association merupakan
sebuah lembaga yang mejadi acuan kita dalam mempelajari pemasaran,
mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan, dan pelaksanaan konsepsi,
penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang, dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memuaskan sasaran dan organisasi.
(Kotler P, 2004:10) Pemasaran adalah sebagai suatu proses social dan
managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan
nilai dengan orang lain.
Dalam (Kotler & Keller, 2007:6) pemasaran adalah suatu proses social yang
didalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Gambar 2.1 Proses Marketing
Sumber: (Kotler & Armstrong, 2012:6)
Dari beberapa definisi yang saya ambil dari beberapa pakar marketing
tersebut, definisi yang diberikan tidak terlalu jauh berbeda dan dapat dicermati
intisari dari pengertian pemasaran tersebut. Pemasaran bukan sekedar perluasan dari
penjualan. Pemasaran sama sekali bukan aktifitas khusus, tetapi merupakan
11
12
keseluruhan bisnis yang dilihat dari sudut pandang sasaran akhir yang dibidik, yaitu
pelanggan. Dalam setiap bisnis hanya pemasaran dan inovasi yang menciptakan
nilai (value) sedangkan yang lain hanya menciptakan biaya.
Jadi, pemasaran adalah proses atau kegiatan perencanaan atau penciptaan
yang harus dilakukan perusahaan dalam mendistribusikan produk kepada pelanggan
dengan produk yang bernilai dan bermanfaatkan untuk pelanggan.
2.2
Brand
(Keller, 2013:30) Brand (merek) telah ada selama berabad-abad sebagai
sarana untuk membedakan barang dari satu produsen dari orang-orang lain. Menurut
asosiasi pemasaran Amerika (AMA), merek adalah "nama, istilah, tanda, simbol,
atau desain, atau kombinasi dari mereka, dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang dan jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan
mereka dari para pesaing.”
(Kotler, 2005:82) merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten
memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik
memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek
terbaik memberikan mutu, tetapi merek lebih dari sekedar simbol.
(Janita, 2005:15) merek adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang
mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa
tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa brand adalah
nama, istilah, tanda, simbol atau desain maupun kombinasi dari semuanya yang
memberikan tampilan dan simbolisasi atas apa yang perusahaan produksi atau
kembangkan.
Merek memiliki tiga fungsi utama:
•
Navigasi: merek membantu konsumen memilih dari pilihan yang
membingungkan.
•
Jaminan: merek mengkomunikasikan kualitas intrinsik dari produk atau
jasa dan meyakinkan pelanggan bahwa mereka telah membuat pilihan
yang tepat.
•
Keterlibatan: merek menggunakan citra khas, bahasa, dan asosiasi untuk
mendorong pelanggan untuk mengidentifikasi dengan merek.
13
2.2.1 Brand Equity
Menurut Aaker (1997) dalam (Humdiana, 2005: 43), Brand Equity adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah
barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan
(Kotler, 2005:10) Philip Kotler mendefinisikan brand equity sebagai
sejumlah aset dan liabilitas yang berhubungan dengan merek,nama, dan simbol yang
menambah atau mengurangi nilai dari produk atau pelayanan bagi perusahaan atau
pelanggan perusahaan.
(Kotler & Keller 2007:334) mendefinisikan merek sebagai nilai tambah yang
diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini dapat mencerminkan dalam cara konsumen
berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud
yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan dengan jelas apa yang dimaksud brand
equity dengan melihat penjelasan yang hampir mirip yang diberikan oleh kedua
pakar tersebut adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi
nilai dari merek itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap
barang atau jasa yang dijual.
Brand equity (Simamora, 2001: 68) memiliki beberapa sumber yaitu:
•
Brand Awareness (kesadaran merek)
•
Brand Asociation (asosiasi merek)
•
Perceived Quality (persepsi kualitas)
•
Brand Loyalty (loyalitas merek)
•
Other Proprietary Brand Assets (aset-aset merek lainnya).
2.2.2.1 Brand Image
Menciptakan brand image yang positif membutuhkan program pemasaran
yang menghubungkan kuat, menguntungkan, dan asosiasi unik di merek ke dalam
memori. Menurut Aaker dalam (Simamora, 2003:96) Brand Image adalah
seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara para pemasar.
Asosiasi – asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang
dijanjikannya kepada konsumen.
14
Marketing Association (AMA) pada tahun 1955 dalam Wijaya (2013)
menyatakan bahwa Brand Image adalah gambar yang dibawa orang-orang di benak
pemikiran mereka untuk sebuah merek, itu adalah jumlah berwujud atribut suatu
produk: nama, kemasan, dan harga, sejarah, reputasi, dan cara produk itu diiklankan.
Menurut Kotler dan Armstrong (2010) Brand Image dalam sebuah website
merupakan hal penting dalam membangun loyalitas pelanggan. Brand image dalam
sebuah website di desain untuk membangun nama baik dari pelanggan,
menggumpulkan feedback dari pelanggan, dan melengkapi saluran penjualan sebuah
perusahaan menjual produknya secara langsung.
(Franzen & Moriarty, 2009:114) Brand image adalah persepsi dari sebuah
brand di benak seseorang. Image adalah refleksi dari brand personality yang
merupakan apa yang orang yakini tentang suatu merek.
Menurut Susanto (Farid Yuniar Nugroho, 2011:11) Brand Image adalah apa
yang dipersepsikan oleh konsumen mengenai sebuah merek. Dimana hal ini
menyangkut bagaimana seorang konsumen menggambarkan apa yang mereka
rasakan mengenai merek tersebut ketika mereka memikirkannya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Brand
Image adalah bagaimana penilaian pelanggan mengenai citra merek sebuah
perusahaan dan apa yang mereka rasakan dan yakini terhadap merek perusahaan
tersebut sehingga dapat membangun nama baik dari perusahaan itu sendiri di benak
konsumen.
(Keller, 2013:78)Faktor – faktor pendukung terbentuknya brand image
dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek:
•
Favorability of brand association / Keunggulan asosiasi merek. Salah
satu faktor pembentuk Brand Image adalah keunggulan produk,
dimana produk tersebut unggul dalam persaingan.
•
Strength of brand association / familiarity of brand association /
Kekuatan asosiasi merek. Contoh membangun kepopuleran merek
dengan
strategi
komunikasi
melalui
periklanan
atau
media
komunikasi lain: Perusahaan mobil Chevrolet memberi sponsor mobil
pada film “Transformer”, terutama dengan peran robot bumblebee
yang menjadi robot utama dalam film. Film “transformer” yang selalu
menjadi box office tersebut di tonton jutaan orang di dunia dan secara
langsung mengangkat popularitas dan penjualan mobil Chevrolet.
15
•
Uniquesness of brand association / Keunikan asosiasi merek.
Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk tersebut.
2.2.2.1.1 Dimensi Brand Image
Dimensi dari Brand Image menurut Aaker dalam Wijaya (2013: 8):
•
Brand Identity: Dimensi pertama adalah brand identity (identitas
merek). Identitas merek mengacu pada identitas fisik atau nyata
terkait dengan merek atau produk yang membuat konsumen mudah
mengidentifikasi dan membedakan dengan merek atau produk lain,
seperti logo, warna, kemasan, lokasi, identitas perusahaan, slogan,
dan lain-lain.
•
Brand Personality: dimensi kedua adalah brand personality
(kepribadian merek). Kepribadian merek adalah karakter khas dari
merek yang membentuk kepribadian tertentu sebagai manusia,
sehingga khalayak konsumen dapat dengan mudah dibedakan dengan
merek lain dalambentuk kreatif, mandiri, dan sebagainya. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, Aaker (1997) menyebutkan beberapa
dimensi kompetensi kepribadian merek yaitu ketulusan, kegembiraan,
kecanggihan, dan kekasaran, sementara Plummer menggambarkan
kepribadian merek dengan nada karakter seperti 'muda', 'warna-warni'
dan 'lembut'.
•
Brand Association: dimensi ketiga adalah brand association (asosiasi
merek). Asosiasi Merek adalah hal-hal tertentu yang layak atau selalu
dikaitkan dengan merek, dapat timbul dari penawaran yang unik dari
produk, kegiatan misalnya berulang dan konsisten dalam hal kegiatan
sponsorship atau tanggung jawab sosial, isu-isu yang sangat kuat
terkait dengan merek, atau orang, simbol tertentu dan makna yang
sangat kuat melekat pada sebuah merek, seperti "ingat Body Shop
ingat Recycle", "Cocacola = Keceriaan”.
•
Brand Attitude: dimensi keempat adalah brand attitude (sikap
merek). Sikap Merek adalah sikap merek ketika berkomunikasi dan
berinteraksi dengan konsumen untuk menawarkan manfaat-manfaat
dan nilai-nilai yang telah diberikan. Seringkali merek dalam
komunikasinya dengan cara yang tidak tepat dan melanggar etika,
16
atau memberikan layanan yang buruk sehingga mempengaruhi
persepsi publik tentang sikap merek, atau sebaliknya, sikap simpatik,
jujur, consitent antara janji dan kenyataan, pelayanan yang baik, dan
kekhawatiran bagi lingkungan dan masyarakat luas akan berpotensi
membentuk persepsi yang baik dari sikap. Jadi sikap merek meliputi
sikap komunikasi, kegiatan, dan atribut yang melekat pada merek
ketika berhadapan dengan khalayak konsumen (Keller, 1993).
•
Brand Benefit: dimensi kelima adalah brand benefit (manfaat merek).
Manfaat merek adalah nilai-nilai dan keuntungan yang ditawarkan
oleh
merek
dalam
memecahkan
masalah
konsumen,
yang
memungkinkan konsumen untuk mendapatkan keuntungan karena
kebutuhan, keinginan, mimpi dan obsesi yang diwujudkan dengan apa
yang ditawarkan. Nilai-nilai dan manfaat di sini dapat fungsional
emosional,simbolik atau social seperti merek produk deterjen pakaian
dengan manfaat yang mampu membersihkan pakaian menjadi bersih
(fungsional manfaat / nilai), membuat pemakainya lebih percaya diri
dan merasa nyaman (emosional manfaat / nilai), menjadi simbol dari
gaya hidup bersih dan pelestarian lingkungan (simbolik manfaat /
nilai), dan menginspirasi masyarakat yang lebih besar untuk peduli
tentang gaya hidup sehat dan pelestarian lingkungan (manfaat sosial /
value).
2.2
Perceived Service Quality
Di dalam (Siddiqui, 2010) Service Quality (Kualitas layanan) didefinisikan
sebagai penilaian atau persepsi konsumen terhadap keseluruhan keunggulan atau
keunggulan layanan (Perceived Service Quality) (Zeithaml et al., 1993). Hal ini
dipandang sebagai sikap atau penilaian global mengenai keunggulan keseluruhan
layanan, dengan perbandingan harapan dan kinerja sebagai alat ukur. Namun, yang
paling banyak digunakan alat ukur kualitas pelayanan termasuk SERVQUAL
(Parasuraman et al, 1988;.. Boulding et al, 1993). Skala SERVQUAL mengukur
kualitas pelayanan, berdasarkan perbedaan antara harapan dan persepsi kinerja
pelanggan yang menggunakan 22 item dan struktur lima dimensi. Dalam skala
SERVPERF (Cronin dan Taylor, 1992), kualitas layanan yang dioperasionalkan
melalui kinerja saja.
17
Dalam (markovic´ & raspor, 2010:2)Perceived Service Quality adalah sejauh
mana sebuah perusahaan berhasil melayani tujuan pelanggan.Pelanggan menentukan
nilai yang dirasakan atau kognitif pelayanan berdasarkan pengalaman mereka
dengan layanan yang disampaikan. Yoo dan Park dalam (markovic´ & raspor,
2010:3) menemukan bahwa karyawan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
proses pelayanan dan merupakan elemen yang penting dalam meningkatkan
Perceived Service Quality. Perceived Service Quality ini terbentuk selama produksi,
pengiriman, dan proses konsumsi.
Di dalam (Boone & Kurtz,1995:439) bahwa kualitas layanan mengacu pada
kualitas yang diharapkan dalam penawaran jasa. Kualitas ditentukan dalam kepuasan
atau ketidak puasan konsumen.
Di dalam (Obeidat, Sweiss, Zyod, & Masa'deh, 2012:228) menurut Zeithaml
(1987) mendefinisikan persepsi kualitas layanan sebagai penilaian pelanggan
tentangkeunggulan keseluruhan layanan atau superioritas. Dalam studi mereka, Yu,
et al. (2005) menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan
kustomisasi dan kehandalan. Lainnya dilihat sebagai sejauh mana persepsi
pelanggan dan harapan layanan tertentu berbeda satu sama lain dan arah (Xu, et al,
2006;. Shonk dan Chelladurai, 2008).
Jadi Perceived Service Quality adalah persepsi kualitas service yang dinilai
dan diharapkan oleh pelanggan terhadap perusahaan yang menawarkan jasa dengan
mempertimbangkan puas atau tidak puasnya dengan service yang diberikan oleh
perusahaan penawar jasa.
2.3.1 Dimensi Perceived Service Quality
Di dalam (Obeidat, Sweiss, Zyod, & Masa'deh, 2012:228) pengukuran
kualitas di perusahaan jasa berbeda dari pengukuran kualitas dalam perusahaan
manufaktur.Ketika mengukur kualitas layanan, fokus utama harus pada kualitas
eksternal yang merupakan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan
(Holmund dan Kock, 1996). Menurut Xu, et al. SERVQUAL, skala 22-item yang
dikembangkan oleh Parasuraman et al. dianggap sebagai salah satu instrumen yang
paling banyak digunakan dalam pengukuran kualitas layanan dan didasarkan pada
lima dimensi:
•
Tangible: Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan
bahan komunikasi.
18
•
Reliable: Merupakan kemampuan melaksanakan layanan yang
dijanjikan secara meyakinkan dan akurat.
•
Responsiveness: Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan
jasa dengan cepat.
•
Assurance: Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan
mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan.
•
Emphaty: Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan
khusus kepada masing-masing pelanggan
2.4
Brand Trust
Dalam (Geçti1 & Zengin, 2013:2) Brand Trust (kepercayaan merek) adalah
faktor mediator penting pada perilaku pelanggan sebelum dan setelah pembelian
produk; dan hal itu menyebabkan loyalitas dan jangka panjang memperkuat
hubungan antara dua pihak. Kepercayaan merek dapat didefinisikan sebagai
kesediaan konsumen rata-rata mengandalkan kemampuan merek untuk melakukan
fungsi yang dinyatakannya(Chaudhuri & Holbrook, 2001: 82).
Di dalam (Zehir, Sahin, Kitapçıb, & Özsahin, 2011:3) Brand Trust sebagai
kesediaan konsumen rata-rata mengandalkan kemampuan merek untuk menjalankan
fungsinya dinyatakan (Moormal et al 1993:315). Definisi ini mencakup dua
pendekatan umum untuk percaya dalam literatur (Dwyer dan LaGace., 1986).
Pertama, kepercayaan telah dilihat sebagai keyakinan, sentimen, atau harapan
tentang kepercayaan mitra pertukaran yang dihasilkan dari pasangan keahlian,
kehandalan, atau harapan tentang kepercayaan mitra pertukaran yang dihasilkan dari
pasangan keahlian, kehandalan, atau intensionalitas. Kedua, kepercayaan telah
dilihat sebagai niat perilaku atau perilaku yang mencerminkan ketergantungan pada
pasangan dan melibatkan kerentanan dan ketidakpastian pada bagian dari wali
(Moormal et al 1993:315).
Dalam (Sahin, Zehir, & Kitapçı, 2011:4) Kepercayaan dapat didefinisikan
sebagai keyakinan percaya diri konsumen bahwa ia bisa mengandalkan penjual
untuk memberikanlayanan yang dijanjikan, sedangkan nilai relasional dapat
didefinisikan sebagai persepsi konsumen manfaat menikmati versus biaya yang
dikeluarkan dalam pemeliharaan hubungan pertukaran yang sedang berlangsung.
Kepercayaan pada merek yang dibeli dapat dilihat sebagai leverage kredibilitasnya,
yang pada kembali dapat memperkuat perilaku berulang pembelian konsumen.
19
Di dalam (Soong, Kao, & Juang, 2011:4) Chaudhuri&Holbook berpendapat
bahwa kepercayaan merek mewakili konsumen untuk percaya merek yang selain
menyediakan kebutuhan fungsi bernilai dan juga menghasilkan persetujuan terhadap
kualitas dan merek produk.
Jadi dapat disimpulkan Brand Trust adalah kepercayaan merek yang dimiliki
dan apa yang diharapkan oleh pelanggan terhadap brand dan memiliki perasaan
aman yang berdasarkan persepsi pelanggan tersebut sehingga brand tersebut dapat
diandalkan dan dapat memperkuat perilaku berulang pembelian pelanggan.
Kepercayaan menjadi faktor terutama yang penting dalam bertransaksi secara online
di mana konsumen tidak memiliki kendali langsung atas tindakan penjual. Studi
tentang kepercayaan dalam e-commerce telah terbatas pada anteseden atau
konsekuensi dari kepercayaan. Akibatnya, ada kesenjangan dalam menghubungkan
anteseden kepercayaan online untuk dirasakan nilai produk dan jasa sehingga
menciptakan brand loyalty.
2.4.1 Dimensi Brand Trust
Dalam (Sahin, Zehir, & Kitapçı, 2011: 4) dimensi dari Brand Trust yaitu:
•
Brand Reliabilty (keandalan merek), memiliki sifat teknis atau
berbasis kompetensi, yang melibatkan kemampuan dan kesediaan
untuk menepati janji dan memenuhi kebutuhan konsumen.
•
Brand Intention (niat pada merek), atribusi niat baik untuk merek
dalam kaitannya dengan kepentingan konsumen dan kesejahteraan,
misalnya ketika masalah yang tak terduga dengan produk timbul.
Akibatnya, merek yang dipercaya adalah salah satu yang secara
konsisten untuk terus menepati janjinya untu memberikan nilai
kepada konsumen melalui produk yang dikembangkan, diproduksi,
dijual, dilayani dan diiklankan, dan bahkan di saat kejadian buruk
ketika beberapa jenis krisis merek muncul.
•
Reputation of the Brand, reputasi merek memberikan konsumen
melihat merek reputasi atau apa yang dilihat dari konsumen tentang
merek tersebut. Reputasi merek menyediakan dengan keaslian,
kredibilitas atau relialitas. Sebuah reputasi merek terdiri dari
bagaimana konsumen menganggap kualitas merek tersebut (Sicco
Van Gelder, 2005).
20
2.5
Brand Loyalty
Di (GLYNN & Woodside, 2009:143) dalam hal brand equity (ekuitas
merek), Brand Loyalty (loyalitas merek) merupakan dimensi penting yang
mencerminkan bagaimana mungkin pelanggan untuk beralih ke merek lain ketika
merek yang membuat perubahan baik dalam harga maupun fitur produk (Aaker,
1991). Pengembangan loyalitas merek adalah salah satu tujuan setiap brand
manager (manajer merek) yang paling penting untuk dicapai (Feldwick, 1996), yang
mengapa loyalitas merek muncul dalam kebanyakan model ekuitas merek berbasis
pelanggan. Retailers (Pengecer) tidak akan mempercayai merek jika mereka tidak
dapat mengenali Brand Image. Selain itu, loyalitas pengecer terhadap merek tidak
dapat dicapai tanpa pertama mereka mengetahui tentang merek (Nguyen & Nguyen,
2002).
Dalam (Hill, 2014:48) Konsep Brand Loyalty (loyalitas merek) melibatkan
membeli produk dari produsen tunggal berulang kali daripada membeli dengan
suppliers(pemasok) lain. Loyalitas merek dianggap keadaan komitmen di mana
pelanggan memilih melanjutkan penggunaan dari merek atau membeli kembali
merek yangsama. Loyalitas merek sama artinya dengan keputusan pembelian
berdasarkan motivasi yang kuat untuk membeli kembali. Hal ini juga dapat dilihat
sebagai preferensi pelanggan untuk merek tertentu yang mengakibatkan penggunaan
lanjutan dari merek yang dengan membeli setiap kali. Untuk menjadi loyal kepada
merek tertentu, pelanggan harus mampu untuk memahami merek yang sebagai
pilihan yang tepat yang menawarkan kualitas yang baik dengan harga yang wajar.
(Hill, 2014:50) Perbedaan utama antara loyalitas pelanggan dan loyalitas merek
adalah bahwa loyalitas pelanggan adalah tentang berbagi dompet sedangkan
loyalitas merek seperti betukar atau membagi pikiran. Pelanggan yang loyal
terhadap merek dianggap benar-benar loyal kepada perusahaan. Sebaliknya,
pelanggan yang memilih loyalitas pelanggan setia kepada diri mereka sendiri dan
apa yang bekerja untuk mereka.
Dalam (Dahlen, 2012) The American Marketing Association mendefinisikan
brand loyalty (loyalitas merek) sebagai situasi di mana konsumen umumnya
membeli produk atau jasa dengan produsen yang berasal sama daripada membeli
dari beberapa pemasok dalam kategori (definisi sales promotion). Sejauh mana
konsumen secara konsisten membeli merek yang sama dalam kelas produk (definisi
perilaku konsumen).
21
(Zehir, Sahin, Kitapçıb, & Özsahin, 2011:4) Brand Loyalty merupakan
prasyarat untuk daya saing perusahaan dan profitabilitas (Aaker, 1995, 1997;
Reichheld, Markey, dan Hopton, 2000).Setiap perusahaan keinginan untuk memiliki
merek dengan loyalitas pelanggan yang tinggi. Sayangnya, semua merek tidak dapat
menarik loyalitas yang tinggi. Pengembangan dan pemeliharaan Brand Loyalty
konsumen ditempatkan di jantung rencana pemasaran perusahaan, terutama dalam
menghadapi pasar yang sangat kompetitif dengan meningkatnya ketidakpastian dan
mengurangi diferensiasi produk (Fournier dan Yao, 1997:90). Loyalitas merek
merupakan preferensi konsumen untuk membeli merek dalam kelas produk; itu
merupakan hasil dari persepsi kualitas merek dan bukan dari harga (Chaudri,
1999:137). Hal ini secara luas dianggap bahwa loyalitas merek adalah salah satu
cara dengan mana konsumen mengungkapkan persepsinya atas kepuasan dengan
performa produk atau service (jasa) yang diterima (Bloemer dan Kasper, 1995;
Ballester dan Aleman, 2001).
Berikut beberapa fungsi dari Brand Loyalty (Rangkuti, 2009:63):
•
Dapat mengurangi biaya pemasaran
•
Mampu meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan
perantara pemasaran.
•
Mampu menarik minat pelanggan baru.
•
Memberikan waktu untuk merespons ancaman persaingan.
Dengan demikian Brand Loyalty dapat diartikan sebagai merek yang sudah
memberikan kepuasan kepada pelanggan sehingga pelanggan akan membeli produk
dengan merek yang sama dan akan terjadi pembelian yang berulang-ulang terhadap
merek tersebut tanpa melihat merek lain lagi.
2.5.1 Tingkat Brand Loyalty
Dalam (Kahn, 2011:195) Menurut Aaker dalam Kahn (2011) loyalitas merek
didefinisikan sebagai "sebuah ukuran lampiran yang pelanggan membuatnya
menjadi merek". Lampiran tersebut dapat dikategorikan menjadi lima tingkat yang
berbeda dari loyalitas:
•
Switchers: Tingkat terendah dari loyalitas adalah tidak memili
loyalitas sama sekali. Pelanggan ini tidak peduli tentang merek dan
sangat responsif terhadap harga sehingga mereka akan sering beralih
produk didasarkan pada harga.
22
•
Habitual buyer: tingkat berikutnya loyalitas terdiri dari pelanggan
yang tidak memiliki alasan untuk berubah karena mereka puas.
Namun, pelanggan ini akan berubah jika diberi alasan kuat untuk
mengubah.
•
Satisfied buyer with switching costs: tingkat ketiga loyalitas adalah
pelanggan yang puas dengan merek, Meskipun
kemungkinan
bahwa
mereka
berpindah
denganmenanggung switching cost (biaya
ke
demikian
ada
merek
lain
peralihan)
yang
berhubungan dengan waktu, uang atau resiko kinerja yang
melekat dengan tindakan, mereka akan beralih merek.
•
Likes the brand, consider it a friend: tingkat keempat loyalitas
pelanggan yang suka dengan merek dan menganggapnya sebagai
"teman." Pada titik ini, pelanggan sedang mengembangkan hubungan
“personal” dengan merek.
•
Commited buyer: tingkat akhir loyalitas adalah komitmen pembeli.
Tahap ini pelanggan dianggap sebagai seorang pembeli yang setia,
dimana mereka memiliki suatu kebanggaan menjadi
merek
pengguna
dan mereka menganggap bahwa merek tersebut menjadi
sangat penting bagi mereka baik dipandang dari segi fungsinya
maupun dipandang sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya
mereka.
23
Gambar 2.2 Tingkatan Brand Loyalty
Sumber: Kahn(2011:198)
2.5.2 Dimensi Brand Loyalty
Menurut Rangkuti dalam (Kusuma, 2014) menjelaskan bahwa loyalitas
merek dapat diukur melalui:
•
Behavior measures: Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas
terutama untuk habitual behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan
memperhitungkan pola pembelian aktual.
•
Measuring
satisfaction:
pengukuran
terhadap
kepuasan
atau
ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator paling
penting dalam loyalitas merek. Bila ketidakpuasan pelanggan
terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup
alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada
faktor penarik yang cukup kuat
•
Measuring liking the brand: kesukaan terhadap merek, kepercayaan,
perasaan
hormnat
membangkitkan
atau
kehangatan
bersahabat,
dan
dengan
kedekatan
suatu
dalam
merek
perasaan
pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan yang
berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan
24
untuk membayar harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk
tersebut.
•
Measuring commitment: salah satu indikator kunci adalah jumlah
interaksi dan komitmen pelanggan terkait dengan produk tersebut.
Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan mendorong mereka
untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain dalam taraf
menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan.
2.6
Hubungan antara variabel penilitian
Menurut jurnal “The Influence of Brand Image on Purchase Behaviour
Through Brand Trust”(Fianto & Hadiwidjojo, 2014) menyatakan bahwa Brand
Image berpengaruh signifikan terhadap Brand Trust. Brand image juga disebut
sebagai persepsi pelanggan baik alasan atau dasar rasional atau melalui lebih emosi
terhadap merek tertentu (Malhotra, 2010; Cannon, Perreault, & McCarthy, 2009;
Assael, 2004). Brand image adalah persepsi dalam benak pelanggan kesan yang baik
dari sebuahmerek (Hawkins, terbaik, & Coney, 2004). Kesan yang baik bisa muncul
jika merek memiliki keunggulan yang unik, reputasi yang baik, populer, dapat
dipercaya dan bersedia untuk memberikan pelayanan yang terbaik (Kotler & Keller,
2012; Keller, 1993; Aaker, 1997).
Dalam jurnal “The effect of the product quality mediation and brand image
on the influence ofpricing policy and service quality towards trust” kualitas layanan
yang lebih baik adalah dengan mediasi citra merek, itu akan menghasilkan
kepercayaan yang lebih baik.
Jurnal “The Effects of Brand Communication and Service Quality In Building
Brand Loyalty Through Brand Trust; The Empirical Research On Global Brands”
menyatakan bahwa Kepercayaan merek mengarah ke loyalitas merek atau komitmen
karena kepercayaan menciptakan hubungan pertukaran yang sangat dihargai
(Morgan dan Hunt 1994, Chaudhuri dan Holbrook, 2001). Kualitas layanan
memiliki efek positif pada kepercayaan merek. Temuan ini juga didukung oleh
Parasuraman et al (1988). Kepercayaan merek memiliki efek positif pada loyalitas
merek. Hasil ini konsisten dengan yang Moorman, Zaltman, dan Deshpande (1992);
Morgan dan Berburu (1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi
komunikasi merek dan layanan / kualitas produk dapat dilihat suatu anteseden brand
trust, pada gilirannya mempengaruhi loyalitas merek.
25
Jurnal “Online satisfaction, trust and loyalty, and the impact of the offline
parent brand” Consequently, trust has been identified as a major driver of loyalty
(e.g. Garbarino and Johnson, 1999; Lau and Lee,2000; Chaudhuri and Holbrook,
2001; Berry, 2000). Morgan and Hunt (1994) menunjukkan bahwa kepercayaan
merek mengembangkan sikap positif yang meningkatkan loyalitas merek, dan Ha
(2004) berpendapat bahwa tingkat tinggi kepercayaan merek dapat berubah
pelanggan yang puas menjadi satu setia. Yoon (2002) menunjukkan bahwa situs web
kepercayaan mungkin timbul ketika loyalitas merek tertentu tersebut diberikan untuk
kepuasan dengan pengalaman online yang masa lalu, dan itu akan memperkuat jika
pengalaman memuaskan ditegaskan kembali. Kami mengikuti Corritore et al. (2003,
hal. 740) pendekatan dalam makalah ini, dan menetapkan kepercayaan online
individu dalam sebuah situs web tertentu sebagai "sikap harapan percaya diri dalam
situasi online risikobahwa kerentanan seseorang tidak akan dieksploitasi ".Ribbink
et al. (2004) mengandaikan bahwa situs web kepercayaan secara langsung
mempengaruhi loyalitas situs web, dan Flavia'n et al. (2006) menunjukkan bahwa
situs web yang lebih tinggi kepercayaan mengarah ke yang lebih tinggi loyalitas
situs web. Menurut Reichheld dan Schefter (2000), dengan bisnis internet, yang
dilakukan pada jarak dan beresiko, itu lebih penting daripada sebelumnya untuk
mendapatkan kepercayaan pelanggan untuk memenangkan loyalitas mereka.
26
2.7
Kerangka penelitian
Perceived Service Quality (X2)
Brand Image (X1)
•
Brand Identity
•
Tangible
•
Brand Personality
•
Reliable
•
Brand Association
•
Responsiveness
•
Brand Attitude
•
Assurance
•
Brand Benefit
•
Empathy
Brand Trust (Y)
•
Brand Reliability
•
Reputation of the Brand
•
Brand Intention
Brand Loyalty (Z)
•
Loyalty in Attitude
•
The Tolerance to Price
•
Continuous in Purchase
•
Recommendation Behavior
Gambar 2.3 Kerangka Peneltian
Sumber: Penulis, 2015
Beberapa indikator dari variable-variabel ada beberapa yang tidak dipakai
dikarenakan tidak relevan sama kondisi objek yang diteliti.
2.8 Hipotesa penelitian
27
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat
praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesa yang
dikembangkan berdasarkan penelitian ini.
Tujuan 1:
Ho : Tidak ada pengaruh antara brand image dan perceived service quality
terhadap brand trust secara individual maupun simultan di PT. OpenTrolley
Bookstore.
H1 : Ada pengaruh antara brand image dan perceived service quality terhadap
brand trust secara individual maupun simultan di PT. OpenTrolley Bookstore
Tujuan 2:
Ho : Tidak ada pengaruh antara brand image,perceived service quality dan
brand trust terhadap brand loyalty secara individual maupun simultan di PT.
OpenTrolley Bookstore.
H1: Ada pengaruh antara brand image,perceived service quality dan brand
trust terhadap brand loyalty secara individual maupun simultan di PT. OpenTrolley
Bookstore.
28
Download