Ringkasan Khotbah - 12 Mei 2013 Iman adalah Dasar dan Bukti dari Segala Sesuatu Ibr. 11:13-16, 32-40 Pdt. Andi Halim, M. Th. Dalam agama Kristen ada sebagian orang yang mengajarkan bahwa kita memerlukan bukti agar iman kita makin teguh. Banyak orang membutuhkan penglihatan atau pengalaman sebagai bukti imannya. Iman sejati bukan seperti yang diajarkan oleh kelompok teologia sukses yang mengatakan bahwa iman itu butuh bukti-bukti. Teologia sukses mengidentikkan iman dengan keyakinan, sugesti diri, positive thinking, atau kepastian bahwa apa yang kita mau bisa kita dapatkan. Alkitab mengatakan bahwa hal-hal tersebut salah. Meski demikian, iman Kristen bukan sama sekali tanpa bukti. Tuhan memberikan bukti bagi iman orang-orang pilihan-Nya. Apakah bukti tersebut? 1. Janji Allah itu sendiri (Rm.17). 2. Iman itu sendiri (Ibr.11:1). 3. Bukti yang sudah Tuhan nyatakan dalam sejarah (Yoh.3:16). Dalam Roma 17 dijelaskan secara gamblang dari mana iman itu berasal yaitu dari pendengaran akan firman Kristus. Jika iman timbul dari pendengaran akan firman Tuhan berarti orang Kristen perlu mengerti dan belajar firman Tuhan. Iman seharusnya berarti percaya kepada firman dan janji-Nya. Sekarang, bagaimana pengertian kita akan janji Tuhan? Jika pengertian kita akan firman dan janji Tuhan keliru maka iman kita juga akan keliru. Karena itu diperlukan pembelajaran akan firman yang benar. Dalam Ibrani 11:13 tercatat banyak orang beriman tidak memperoleh apa yang dijanjikan. Namun dalam ayat 39 dikatakan bahwa meskipun mereka tidak memperoleh apa yang dijanjikan mereka tetap beriman. Teologi Reformed tidak setuju dengan ajaran bahwa iman memerlukan bukti, meskipun bukan berarti iman tidak ada bukti sama sekali. Umumnya bukti yang diinginkan manusia adalah bukti yang konkrit dan dapat dialami. Namun iman adalah percaya kepada bukti yang diberikan Allah yaitu janji Allah sendiri. Janji manusia bisa saja tidak ditepati tetapi tidak demikian dengan janji Allah. Dalam teologi Reformed kita percaya bahwa iman adalah anugerah Tuhan, bukan sugesti diri. Jika Tuhan tidak memberikan anugerah supaya kita bisa percaya maka kita tidak mungkin bisa percaya. Dalam Ibrani 11:1 dikatakan bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Iman adalah dasar dari segala yang kita harapkan. Iman adalah dasar dari yang belum terjadi. 1/4 Ringkasan Khotbah - 12 Mei 2013 Sesuatu yang belum terjadi tetapi saya bisa percaya, maka bukti atau dasar dari pengharapan saya itu adalah iman saya. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Kita tidak bisa melihat janji Allah. Kita hanya sampai pada tahap pengharapan dan tidak bisa melihat. Meski demikian kita tetap punya iman dan percaya. Iman itu sendiri adalah bukti. Iman yang benar bukanlah iman yang membabi buta. Banyak iman yang keliru dan sesat yaitu iman yang mempercayai sesuatu yang bukan dari kebenaran, misalnya: percaya kepada Mormon, Saksi Jehovah, Children Of God, dll. Iman tersebut keliru dan menyeleweng dari kebenaran firman Tuhan. Jadi kedua hal ini tidak boleh dipisahkan yaitu: iman timbul dari pendengaran akan firman Tuhan dan bagaimana kita mengerti firman Tuhan dengan benar. Iman merupakan anugerah. Iman yang merupakan anugerah ini berkaitan dengan firman Tuhan yang dimengerti dengan benar, yang kembali pada Alkitab, dan bukan firman menurut kebenaran kita sendiri. Jadi, apakah iman memerlukan bukti? Iman tidak membutuhkan bukti yang bisa dilihat atau pengalaman yang nyata karena iman merupakan fondasi dari semua yang diharapkan dan yang tidak dilihat. Semua hal ini berasal dari firman bukan dari sugesti diri. Seringkali kita tidak tepat dalam mengerti firman Tuhan. Misalnya: saat memberikan penghiburan pada orang lain kita seringkali mengutip Rm. 8:28, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang mengasihi Dia. Memang benar Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Tetapi seringkali ayat ini diterjemahkan dengan sempit. Misalnya: saat sedang bangkrut kita menggunakan ayat ini dan percaya bahwa Tuhan akan memberikan bisnis yang lebih baik lagi. Padahal ayat ini tidak berkaitan dengan kepentingan sempit dan pribadi. Ayat ini ditulis dalam konteks jaman penyiksaan orang percaya. Pada saat itu orang percaya sedang dijajah dalam kekaisaran Romawi. Mereka diancam dihukum mati karena menolak menyembah kaisar Romawi. Dalam kondisi seperti inilah Rasul Paulus memberikan penghiburan Rm.8:28 ini bagi orang-orang percaya waktu itu. Meskipun mereka dibunuh namun Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Konteks ayat ini adalah penyertaan Tuhan dalam masa-masa mengerikan dan peneguhan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan mereka dalam masa-masa gelap. Segalanya diberikan Tuhan untuk kebaikan. Inilah jaminan Tuhan. Contoh lain: Tuhan tidak akan memberikan pencobaan yang melebihi kekuatan kita. Orang 2/4 Ringkasan Khotbah - 12 Mei 2013 Kristen seringkali salah mengartikan firman Tuhan ini dengan mengatakan bahwa manusia tidak akan jatuh ke dalam dosa. Padahal banyak tokoh dalam Alkitab yang jatuh ke dalam dosa. Semua anak Tuhan bisa jatuh ke dalam dosa. Lalu apakah yang dimaksud dengan tidak melebihi kekuatan? Maksudnya adalah orang Kristen masih bisa jatuh ke dalam dosa tetapi tidak mungkin sampai meninggalkan iman dan kehilangan keselamatan sampai binasa. Rasul Petrus berdosa karena menyangkal Yesus tetapi Allah tidak pernah meninggalkan Petrus. Tuhan selalu menyertai Petrus sehingga Petrus tidak pernah meninggalkan imannya. Inilah berkat bagi kita yaitu Tuhan tidak akan mencobai kita melebihi kekuatan kita. Dalam kejatuhan kita, Allah tetap menyertai dan melindungi kita dari kebinasaan. Inilah penghiburan sejati bagi orang percaya yang sedang mengalami banyak tantangan dalam pergumulan hidupnya. Jadi jika Allah sendiri yang berjanji maka kita harus percaya karena janji Allah itu benar dan tidak mungkin salah. Jika Allah berjanji dan saya tidak percaya maka saya menghina Allah dan bersikap kurang ajar kepada-Nya. Dalam hal ini kita harus beriman dan berespon kepada janji Allah yang tepat dan benar. Iman diuji melalui banyak halangan dan kesulitan. Orang beriman justru akan menghadapi banyak kesulitan dan tantangan (Ibr.11). Orang yang beriman adalah saat ia menghadapi tembok kesulitan besar namun pandangannya tidak tertuju pada tembok tersebut melainkan kepada Allah yang telah berjanji. Iman melatih kita menghadapi kesulitan dan hambatan. Jadi waktu kita diuji adalah supaya kita semakin bersandar kepada firman-Nya dan bukan supaya kita meminta bukti dan pengalaman yang nyata. Pengalaman dan bukti diberikan oleh Tuhan kepada orang yang sudah beriman. Bukan karena bukti dan pengalaman baru kita dapat beriman dan percaya. Orang Israel menerima tanda-tanda yang begitu luar biasa, laut yang terbelah, manna dari langit, tiang awan dan tiang api yang menyertai mereka selama perjalanan. 40 tahun mereka diberi tanda dan disertai Allah tetapi mereka tetap menjadi bangsa yang tegar tengkuk dan tidak mau tunduk kepada Tuhan. Hal ini membuktikkan bahwa bukan pengalaman yang membuat seseorang menjadi percaya melainkan anugerah Tuhan. 3/4 Ringkasan Khotbah - 12 Mei 2013 Dalam 2Kor. 4:17-18 Rasul Paulus mengatakan bahwa yang kelihatan adalah sementara dan yang tidak kelihatan adalah kekal. Penderitaan berat dan beragam yang dialami Rasul Paulus tidak menyebabkan dia goyah melainkan menjadikannya terus berpegang pada janji Tuhan. Janji Tuhanlah yang menyebabkan Rasul Paulus kuat dalam menghadapi setiap pencobaan. Karena penderitaan yang dialami sekarang tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kemuliaan kelak. Jika orientasi orang Kristen tertuju pada iman yang kekal maka apa yang sementara sekarang ini menjadi kecil. Dalam hidup ini kita tidak menjalani kehidupan untuk kepentingan pribadi. Sebagai orang Kristen hidup kita harusnya dipersembahkan untuk Allah. Hidup kita tidak lagi bagi diri sendiri. Ibadah yang sejati adalah mempersembahkan hidup kita sebagai hidup yang kudus dan berkenan kepada Allah. Sesungguhnya banyak orang Kristen datang ke gereja tidak beribadah karena ia tidak mempersembahkan hidupnya bagi Allah. Orientasi ibadah adalah mempersembahkan hidup bagi Tuhan. Paulus dalam Rm. 12:1 mengatakan supaya kita mempersembahkan hidup kita sebagai ibadah yang sejati. Dalam ibadah di Perjanjian Lama, orang Israel selalu memberikan persembahan. Dalam Perjanjian Baru, korban tersebut sudah digenapi oleh Yesus Kristus sehingga kita tidak perlu lagi memberikan korban seperti pada jaman Perjanjian Lama. Tetapi sekarang kita harus mempersembahkan hidup kita sebagai hidup yang kudus dan berkenan pada Allah. Inilah orientasi hidup orang percaya. Inilah ibadah. Iman kita harus berfokus pada misi Kerajaan Allah. Seringkali orang Kristen egois dalam memikirkan keselamatannya sendiri. Ia bersyukur dan sudah puas karena ia tidak binasa. Pemikiran ini sungguh egosentris. Kristus menyelamatkan kita supaya kita hidup memuliakan Allah. Semua yang diberikan Tuhan kepada kita baik itu kesehatan, kekayaan, pekerjaan, adalah untuk kita persembahkan bagi kemuliaan Tuhan dan misi Kerajaan Allah. Bagaimana menjalankan misi Kerajaan Allah? Pasti ada yang dapat kita kerjakan. Jika kita merasa tidak ada yang bisa kita kerjakan maka artinya kita belum melibatkan diri secara penuh dalam pekerjaan Tuhan. Hal paling mendasar yang bisa kita lakukan misalnya mengajak jiwa-jiwa untuk beribadah bersama di gereja, mengikuti KTB, seminar-seminar, STRIS, dan lain-lain. (Transkrip ini belum diperiksa oleh pengkhotbah, MD). 4/4