sistem sitoskeleton sistem sitoskeleton

advertisement
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
SISTEM SITOSKELETON
SISTEM SITOSKELETON
Achmad Farajallah, Departemen Biologi FMIPA IPB
Berbagai aktifitas selular biasanya dihubungkan dengan aktifitas berbagai
organel bermembran, baik dalam sistem endomembran maupun endosimbion, dan
aktiftas ribosomal (ekspresi genetik). Semua aktifitas diatas terjadi di dalam sitosol
yang mengikuti kompartementasi sistem organel. Jadi pada saat itu, pemahaman
bahwa sitosol adalah cairan agak kental adalah untuk mendukung aktifitas-aktifitas
sel yang diatur oleh organel sel. Kandungan protein cairan sitosol yang mencapai
20-30% dianggap sebagai bagian dari aktifitas enzimatik yang diatur oleh organel
dan sebagai protein terlarut yang bebas.
Pendapat diatas menjadi wajar karena kemampuan resolusi mikroskop pada saat itu
belum mampu menguraikan lebih ditil ultrastruktur cairan sitosol. Kemajuan teknik
mikroskopi dan berbagai teknik laboratorium lainnya kemudian berhasil
mengungkapkan bahwa cairan sitosol yang agak kental mempunyai ultrastruktur
filamen dan tubulus membentuk jejaring sangat rumit, menjulur-julur mulai dari
sekitar nukleus sampai ke membran plasma yang kemudian dikenal sebagai
sitoskeleton. Jadi sitoskeleton adalah matriks protein yang memberikan kerangka
arsitektural bagi sel. Kesimpulan itu kemudian cocok dengan kenyataan bahwa
organisasi organel di dalam sel adalah teratur. Sitoskeleton kemudian dikategorikan
sebagai organel yang tidak bermembran. Selain itu, istilah sitoskeleton tidak
merujuk ke kondisi yang dinamis, yang selalu berubah dan terlibat dalam berbagai
aktifitas selular yang sangat vital.
Akumulasi pengetahuan yang terjadi sgat pesat tentang ultrastruktur sel kemudian
merubah pandangan tentang sitoskeleton. Ternyata sitoskeleton berperan penting
dalam pergerakan sel, pembelahan sel, pengaturan arsitektural organel berikut
mobilitasnya dalam sitosol, dan proses pembentukan mRNA dan komponen selular
lainnya. Selain itu, kemudian diketahui juga bahwa berbagai enzim tidak semuanya
terlarut dalam cairan sitosol, melainkan menggerombol dan terikat ke sitoskeleton
dan beberapa jenis enzim dalam lintasan biokimia yang sama ditemukan berada
page 1 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
dalam lokasi yang berdekatan akibat terikat ke sitoskeleton yang sama. Studi yang
mendalam tentang hubungan antara sitoskeleton dengan pergerakan sel kemudian
mengungkapkan lebih jauh bahwa fungsi sitoskeleton bukan hanya yang berkaitan
dengan pergerakan sel saja. Sitoskeleton ternyata terlibat dalam berbagai aktifitas
intraselular dan membangun interaksi berbagai jenis sel dalam tubuh, mulai dari
pengaturan sinyal, pengenalan dan pengikatan antar mereka.
KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA SITOSKELETON
Berdasarkan komponen-komponen penyusun strukturnya, sitoskeleton bisa dibagi
menjadi tiga komponen, yaitu filamen mikro, tubulus mikro dan filamen
intermediet. Ketiganya sangat unik untuk sel eukariot yang berhasil diungkapkan
akibat penggunaan mikroskop elektron. Teknik-teknik biokimia dan imunologi
kemudian memperdalam pengetahuan kita tentang ketiga struktur penyusun
sitoskeleton diatas. Akhirnya, teknik immunofluorescence microscopy dan biologi
molekular (termasuk rekayasa genetik) masing-masing berperan dalam
mengkarakterisasi lebih lanjut setiap protein penyusun sitoskeleton, mulai dari
ukuran, struktur, distribusi intraselularnya sampai ke mode polimerasinya.
Filamen mikro berdiamater 7 nm merupakan polimer dari protein aktin sehingga
seringkali disebut dengan filamen aktin. Tubulus mikro mempunyai diameter luar
page 2 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
25 nm yang disusun oleh protein tubulin. Sedangkan filamen intermediet
mempunyai diamater diantara filamen mikro dan tubulus mikro, yaitu 8-12 nm,
dengan monomer-monomer yang beragam tergantung jenis selnya walaupun dari
segi ukuran dan strukturnya sama. Selain komponen struktural yang utama diatas,
setiap jenis sitoskeleton juga berasosiasi dengan berbagai jenis protein lainnya
yang dikategorikan sebagai protein-protein asesoris.
Fungsi filamen mikro dan tubulus mikro yang paling banyak dikenal adalah
mengatur pergerakan sel. Filamen mikro adalah komponen yang membentuk
serabut-serabut otot, sedangkan tubulus mikro adalah komponen utama alat gerak
sel dalam lingkungan cairan atau mengalirkan cairan yang mengenainya, yaitu silia
dan flagela. Struktur serabut otot, silia maupun flagela dikenal lebih awal karena
ukurannya yang relatif besar menjadikan bisa diamati menggunakan mikroskop
cahaya biasa. Pengungkapan strukturnya lebih lanjut ternyata diketahui bahwa
mereka mempunyai komponen-kompon penyusun yang sama dan menyatu dengan
sitoskeleton. Walaupun kemudian setiap jenis sitoskeleton sepertinya saling
terpisah (untuk keperluan pembahasan yang rinci), pada kenyataanya ketiganya
tidak bisa saling dipisahkan dalam menunjang arsitektur sel dan aktifitas sel.
Strukt
ur
Diame
ter
Filamen mikro
Dua rantai
F-aktin yang
saling
menganyam
Tubulus mikro
Tabung dengan
dinding dari 13
protofilamen
7 nm
Sisi luar: 25 nm, sisi
dalam 15 nm
Filamen intermediet
8 protofilamen
digabung ujung
ketemu ujung dan
pada beberapa
tempat saling
tumpang-tindih
8 -12 nm
page 3 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Mono
mer
page 4 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
G-aktin
page 5 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
a- dan b-tubulin
page 6 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Beberapa jenis
protein
page 7 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
page 8 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Fungsi
page 9 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Kontraksi tot;
pergerakan
ameboid;
lokomosi sel,
distribusi
sitoplasmik;
pembelahan sel,
menjaga bentuk
sel
page 10 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Motilitas sel
(aksonemal);
organisasi dan
menjaga bentuk sel;
pergerakan
kromosom,
penambatan dan
mobilitas organel sel
page 11 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Penyokong
struktural; memberi
bentuk sel,
membentuk inti sel,
memperkokoh
serabut syaraf dan
menjaga kekuatan
elastis otot
page 12 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
CATATAN TEKNIK MEMPELAJARI SITOSKELETON
Sebagai komponen cairan sitosol dengan indeks refraksi yang rendah, sitoskeleton
tidak bisa diamati menggunakan mikroskop cahaya biasa, kecuali yang berbentuk
meraksasa seperti serabut otot dan benang-benang gelendong selama mitosis, atau
berbentuk yang mudah terlihat seperti silia dan flagela. Dengan begitu,
pengetahuan ultrastruktur sitoskeleton bisa dipelajari akibat kemajuan yang pesat
dari teknik-teknik mikroskopik, antara lain immunofluorescence microscopy, digital
video microcopy dan electron microscopy.
§ immunofluorescence microscopy. Antibodi primer akan mengenali dan mengikat
protein sitoskeleton. Antibodi sekunder yang diberi label dengan fluoresen
kemudian mengikat antibodi primer yang sudah terikat. Sitoskeleton yang
membentuk kompleks dengan antibodi berlabel akan terlihat berpendar di bawah
pengamatan mikroskop.
§ fluorescence techniques. Teknik ini biasa digunakan untuk melacak rangkaian
reaksi secara in vivo atau sel dalam keadaan hidup. Protein sitoskeleton sintetik
dilabel dengan fluoresen kemudian disuntikkan ke sel yang hidup. Aktifitas
sitoskeleton berlabel fluoresen kemudian bisa diikuti dengan bantuan mikroskop
fuoresen yang dilengkapi dengan kamera video digital.
§ computer-enhanced digital video microscopy. Teknik ini digunakan untuk
memproses gambar video digital (high resolution image) agar semakin kontras dan
gambar-gambar di latar belakang yang tidak dikehendaki bisa disamarkan.
§ electron microscopy. Salah satu mikroskop yang menggunakan elektron sebagai
pengganti cahaya tampak dan menggunakan medan magnet sebagai pengganti
sistem lensa.
page 13 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Teknik-teknik mikroskopik diatas berhasil mengungkapkan dari sisi struktur
sitoskeleton yang jika dideduksi ke fungsinya seringkali kurang tepat. Pendekatan
teknik-teknik biokimia modern memanfaatkan pengrusakan secara selektif (dan
terkontrol) fungsi-fungsi suatu protein yang terlibat dalam suatu struktur maupun
aktifitas selular. Dengan begitu, fungsi normal protein penyusun struktur
sitoskeleton bisa dipelajari. Setelah molekul yang bisa menginaktifkan protein aktin
dan tubulin ditemukan maka berbagai aktifitas selular yang tergantung ke filamen
mikro dan tubulus mikro berhasil diungkapkan satu persatu. Beberapa molekul
racun yang biasa digunakan untuk mempelajari sitoskeleton antara lain
· kolkisin (alkaloid dari tanaman crocus, Colchicum autumnale) mengikat
protein tubulin bebas menjadi kompleks tubulin-kolkisin yang sangat kuat.
Akibatnya tubulin terikat ini tidak bisa digunakan untuk menyusun tubulus mikro.
· Nocodazol adalah substitusi kolkisin untuk mempelajari funvgsi tubulin dalam
sel hidup. Kompleks tubulin-nocodazol tidak sekuat kompleks tubulin-kolkisin. Jika
nocodazol dihilangkan maka tubulin menjadi bebas kembali.
· Vinblastine dan Vincristine (diekstrak dari tanaman Vinca minor) bisa
menyebabkan tubulin bebas di dalam sitosol membentuk agregat.
· taxol (diekstrak dari Taxus brevifolis) bekerja berkebalikan dengan kolkisin
maupun nocodazol, yaitu membuat tubulus mikro menjadi sangat stabil sehingga
tidak bisa terurai menjadi subunit-subunit penyusunnya.
Þ keempat obat-obatan diatas bisa dikelompokkan sebagai obat antimitosis –
karena menganggu proses mitosis. Dalam kondisi tertentu, jika pembelahan mitosis
tidak bisa berlangsung maka pembelahan yang cepat dari sel-sel kanker juga bisa
dihambat. Dengan begitu, keempatnya bisa juga disebut sebagai antikanker
(terutama vinblastine dan vincristine). Taxol seringkali diresepkan untuk mengatasi
pertumbuhan yang sangat cepat sel-sel kanker payudara.
· Cytochalasin D (suatu metabolit jamur) dan Latrunculin A (diekstrak dari
spons Laut Merah, Latrunculia magnifica) menghambat polimerasi (penambahan
page 14 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
subunit-subunit baru di ujung positif) filamen mikro
· Phalloidin (peptida siklik dari jamur merah mematikan, Amanita phalloides)
menghambat depolimerasi filamen mikro atau menghambat penguraian filamen
mikro menjadi subunit-subunitnya
· Thymosin B4 mengikat monomer G-aktin yang larut dalam sitosol sehingga
tidak bisa bergabung dengan protofilamen
· ADF/cofilin mempercepat penguraian subunit-subunit filamen mikro
Selain teknik mikroskopik dan penggunaan racun diatas, rekayasa genetik
(kombinasi teknik biologi molekular dan genetik) telah berhasil mengintroduksikan
mutasi yang spesifik pada gen penyandi protein dari penyusun sitoskeleton. Mutasi
buatan kemudian bisa digunakan untuk memetakan dan sekaligus melacak
rangkaian aktifitas selular sebagai fungsi dari suatu sitoskeleton tertentu.
Agar bisa mengamati sel dalam keadaan hidup, maka teknik-teknik kultur sel yang
telah berkembang lebih awal masih tetap relevan dan merupakan teknik penyokong
yang utama.
page 15 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
TUBULUS MIKRO
Dalam sel-sel eukariotik, tubulus mikro (TM) bisa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
aksonemal dan sitoplasmik. TM aksonemal merupakan penyusun flagela dan silia,
suatu substruktur sel spesifik yang berfungsi dalam motilitas sel; dan badan basal.
TM aksonemal ini bersifat sangat stabil dan terorganisasi dengan baik. Dalam
batang tengah silia dan flagela, TM berasosiasi dengan protein-protein asesoris
membentuk bundel TM. Dalam bentuk bundel yang meraksasa, TM bisa diamati
menggunakan mikroskop cahaya. Akumulasi pengetahuan TM sampai saat ini
banyak yang berasal dari pengamatan terhadap TM silia dan flagela.
Tipe TM yang kedua adalah yang tersebar dan membentuk jejaring yang dinamis di
dalam sitoplasma. Tm ini diketahui setelah teknik fiksasi (mematikan dan
mendiamkan sel yang akan diamati) yang lebih baik. Teknik-teknik fiksasi
sebelumnya hanya bisa melihat butiran (granul) dalam larutan sitosol yang
seringkali diartikan sebagai artefak teknik pengamatan. Kombinasi dengan
visualisasi yang juga semakin baik, ternyata granul-granul dalam sitosol sel eukariot
membentuk jejaring halus yang sangat kompleks. TM sitoplasmik ini kemudian
diketahui mempunyai beragam fungsi, mulai dari meregangkan serabut akson sel
syaraf, polaritas sel yang bermigrasi sampai ke pembangkitan listrik sel. Pada
sel-sel tumbuhan, TM sitoplasmik berperan dalam membentuk orientasi serabut
selulosa selama pertumbuhan dinding sel. Selain itu, TM sitoplasmik diketahui juga
berfungsi dalam menarik kromosom ke arah kutub-kutub yang berlawanan selama
mitosis dan meiosis. Penggunakan kamera video digital kemudian berhasil
mengungkapkan lebih jauh bahwa TM sitoplasmik mengatur juga posisi dan
mobilitas organel dan vesikula di dalam sel eukariot.
TM Disusun oleh Heterodimer Protein Tubulin
Sebagaimana disajikan dalam Tabel diatas, diameter berbagai jenis TM yang ada di
dalam sel adalah sama, dan yang berbeda adalah panjangnya. Panjang TM bisa
mencapai beberapa mikrometer (misalnya pada flagela) atau kurang dari 200 nm.
Dinding TM disusun secara longitudinal oleh polimer-polimer linear protofilamen.
page 16 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Sekitar 13 protofilamen disusun samping-menyamping yang akhirnya membentuk
tabung.
Protofilamen disusun oleh subunit dasar dari heterodimer protein tubulin. Dari lima
jenis protein tubulin yang sudah dikenal mempunyai struktur mirip, yang menjadi
komponen penyusun TM adalah a-tubulin dan b-tubulin. Segera setelah disintesis,
keduanya langsung bergabung membentuk ab-heterodimer (atau disingkat dimer
tubulin). Struktur heterodimer ini tidak bisa terurai pada kondisi normal. Secara
individual, molekul a-tubulin dan b-tubulin mempunyai diameter 4-5 nm dengan
berat molekul sekitar 50.000 dalton. Setiap molekul protein tersebut berlipat
menjadi tiga domain, yaitu domain ujung N (pengikat GTP), domain tengah
(mempunyai situs pengikatan dengan kolkisin) dan domain ujung C (mempunyai
situs pengikatan dengan berbagai protein asesoris). Perbedaan-perbedaan antar
penyusun TM biasanya terdapat pada domain ujung C akibat mengikat
protein-protein asesoris yang berbeda. Subunit-subunit tubulin yang berbeda diatas
disebut isotipe tubulin. Setidaknya di dalam sel-sel otak bisa ditemukan lima isotipe
untuk a-tubulin dan lima isotipe untuk b-tubulin.
Dalam setiap protofilamen, ab-heterodimer atau penyusunan a-tubulin
dan b-tubulin mempunyai orientasi yang tetap. Dengan kata lain molekul
protofilamen mempunyai ujung-ujung yang berbeda dengan karakteristik kimia
yang berbeda. Setelah protofilamen membentuk berbagai jenis TM di dalam sel
maka orientasi penyusunan a-tubulin dan b-tubulin-nya masih tetap sehingga
TM merupakan molekul dengan struktur yang mempunyai orientasi polaritas.
Proses Pembentukan TM
Polimerasi dimer tubulin dalam membentuk TM bersifat reversibel (dapat
bolak-balik). Secara in vitro, jika konsentrasi dimer tubulin, GTP dan ion Mg
mencukupi maka pada suhu antara 0-37oC akan terjadi sintesis TM. Titik kritis
sintesis TM adalah pembentukan agregat dimer tubulin menjadi oligomer yang
disebut dengan nukleasi atau pembentukan inti. Dari struktur inti oligomer ini
polimerasi untuk membentuk TM selanjutnya terjadi dengan cara menambahkan
dimer tubulin yang disebut elongasi atau pemanjangan.
page 17 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Agregasi dimer tubulin bebas menjadi oligomer sebagai inti pada awal
pembentukan TM terjadi sangat lambat yang dikenal dengan fase lag. Proses
pemanjangan terjadi sangat cepat. Jika kondisi jumlah dimer tubulin dalam sitosol
menjadi terbatas maka pertumbuhan MT melambat dan akhirnya mencapai titik
keseimbangan yang dikenal dengan fase plateu. Pada fase plateu ini, laju
penambahan dimer tubulin di salah satu ujung adalah sama dengan laju penguraian
dimer tubulin di ujung yang lain.
Secara in vitro arah pertumbuhan TM mengikuti konsentrasi dimer tubulin. Pada
konsentrasi dimer tubulin tinggi maka TM akan tumbuh, sebaliknya pada
konsentrasi dimer tubulin rendah maka TM akan terurai. Kondisi tumbuh dan terurai
ternyata setimbang. Secara keseluruhan, konsentrasi dimer tubulin bebas yang ada
dalam sitosol adalah faktor pembatas utama pertumbuhan TM.
Polaritas struktur yang inheren pada TM berarti bahwa karakteristik kimia kedua
ujungnya saling berbeda. Kedua ujung MT mempunyai laju pertumbuhan yang
berbeda akibat perbedaan laju penambahan atau pengurangan dimer tubulin. Ujung
TM yang tumbuh lebih cepat disebut sebagai ujung positif dan yang lebih lambat
tumbuh disebut ujung minus. Dalam kondisi normal, laju penambahan dimer tubulin
di ujung positif adalah sama dengan laju penguraian dimer tubulin di ujung minus.
Kondisi ini disebut treadmilling condition. Dengan kata lain, TM berada dalam
kondisi yang stabil dan dinamis. Sifat stabil dan dinamis tersebut diatur oleh
ketersediaan dimer-dimer tubulin bebas di sitosol. Pada saat konsentrasi dimer
tubulin yang ada disekitar ujung positif tinggi maka TM akan tumbuh cepat ke arah
positif.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa penambahan dimer tubulin ke ujung TM
secara in vitro membutuhkan ion Mg dan GTP. Dimer tubulin harus diaktifkan
terlebih dahulu dengan mengikat dua molekul GTP. Setiap satu molekul tubulin
mengikat satu molekul GTP untuk membentuk kompleks GTP-tubulin. Ketika dimer
tubulin ditambahkan ke ujung TM maka GTP-tubulin dihidrolisis menjadi
GDP-tubulin. Pengikatan GTP oleh dimer tubulin membutuhkan ion Mg sebagai
kofaktor. Di lain eksperimen, ternyata beberapa dimer tubulin bebas bisa langsung
berikatan dengan ujung TM tanpa terlebih dahulu membentuk kompleks
GTP-tubulin. Dengan begitu, ada dua mode penambahan dimer tubulin, yang satu
lebih mahal karena membutuhkan GTP sedangkan yang lain lebih murah karena
tanpa membutuhkan GTP.
page 18 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Dalam eksperimen yang lain, ternyata ditemukan bahwa GTP membentuk
kompleks molekul bukan dengan dimer tubulin bebas melainkan dengan tubulin
yang ada di ujung positif TM. Untuk menerangkan hasil eksperimen diatas, ternyata
ditemukan kenyataan yang lain bahwa kompleks GTP-tubulin bebas yang
bergabung dengan tubulin di ujung positif tidak segera dihidrolisis menjadi
GDP-tubulin melainkan kemudian membentuk ujung positif bertudung GTP.
Keterangan ini bisa menjelaskan pengaturan cepat tidaknya pertumbuhan TM.
Ujung positif bertudung GTP akan jauh lebih cepat menangkap dimer tubulin bebas
yang mengikat GTP dibanding dengan dimer tubulin yang tidak mengikat GTP.
Konsentrasi GTP-tubulin bebas sangat menentukan model stabilitas dinamis
TM. Jika konsentrasi GTP-tubulin bebas tinggi maka pembentukan ujung positif
bertudung GTP terjadi dengan cepat yang kemudian mempercepat pertumbuhan
selanjutnya. Pertumbuhan TM menyebabkan tudung GTP bergeser ke arah ujung
minus. Jika konsentrasi GTP tubulin bebas rendah maka penguraian ujung minus
terjadi dengan cepat. Sampai kemudian TM tidak lagi mengandung tudung GTP
atau tudung GTP terlepas. TM tanpa tudung GTP menjadi tidak stabil dan terurai
menjadi oligomer atau malah menjadi subunit-subunit penyusunnya. Kondisi ini
disebut dengan microtubule catastrophe, yaitu molekul TM tidak ada lagi dan untuk
membentuknya kembali membutuhkan tahapan dari awal lagi, yaitu agregasi dimer
tubulin membentuk oligomer (nukleasi) dan pemanjangan.
Titik Pertumbuhan TM dari Pusat Pengorganisasi TM (MTOC)
Proses pertumbuhan TM secara in vivo terjadi lebih teratur dengan lokasi di dalam
sel yang lebih spesifik untuk setiap fungsi sel yang juga spesifik. Pada umumnya,
TM tumbuh dari struktur sel yang disebut pusat pengorganisasi TM atau
microtubule-organizing center (MTOC). MTOC ini merupakan tempat inisiasi
pembentukan oligomer atau titik awal pertumbuhan TM. MTOC pada saat sel
sedang dalam fase pembelahan mitosis disebut sentrosom yang berada di dekat
nukleus. Pada sel-sel hewan normal, sentrosom terdiri atas dua sentriol yang
dikelilingi oleh material berbentuk granula yang disebut parasentriol. Dari
gambaran mikroskop elektron, titik pertumbuhan TM berasal dari material
parasentriol ini.
Struktur sentriol dalam sentrosom sangat simetris, yaitu dinding masing-masing
sentriol tersusun atas sembilan pasang dari TM bersusun triplet. Pada sebagian
page 19 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
besar sel, satu sentriol membentuk sudut dengan sentriol pasangannya. Walaupun
keuntungan struktur menyudut ini belum diketahui, sentriol berperan penting
dalam membentuk badan basal sebagai titik melekat (titik asal) TM yang menyusun
aksonema flagela dan silia. Peran sentriol pada sel-sel yang tidak mempunyai silia
maupun flagela belum diketahui. Pada sel-sel hewan, peran sentriol yang terlihat
adalah mengumpulkan material parasentriol membentuk sentrosom sebagai titik
nukleasi TM. Jika sentriol dihilangkan secara in vitro maka material
microtubule-nucleating (»parasentriol) dan MTOC tidak terbentuk. Meskipun begitu,
sel yang tidak mempunyai sentriol masih bisa melakukan pembelahan sel karena
kromosom bisa mengorganisasikan TM-nya sendiri. Jika dilihat pada sel-sel tanaman
yang tidak mempunyai sentriol bisa diartikan bahwa sentriol tidak terlalu berperan
penting dalam pembentukan MTOC.
Material parasentriol didominasi oleh protein g-tubulin yang berbentuk cincin.
Beberapa molekul yang lain adalah protein pericentrin. Kompleks protein cincin
dari g-tubulin diketahui berperan dalam membentuk nukleasi MT yang kemudian
tumbuh ke arah luar dari sentrosom. Selain sentrosom, badan basal juga diketahui
bisa bertindak sebagai MTOC.
Pemanjangan TM ke seluruh bagian sel berpusat di beberapa MTOC yang ada di
dalam sel. Artinya ujung minus TM ada di kompleks MTOC sedangkan ujung
positifnya ada di posisi distal MTOC. Dengan begitu, MTOC juga bisa berperan
dalam mengatur jumlah TM yang ada di setiap sel sebagai manifestasi kemampuan
MTOC membentuk inti TM. Kemampuan MTOC ini bisa meningkat dengan pesat
akibat meningkatnya jumlah molekul pericentrin ketika sel masuk ke fase profase
dan metafase.
Pengaturan Stabilitas TM dalam Sel
Kemampuan MTOC dalam membentuk inti TM sebagaimana yang terjadi dalam
sentrosom mempunyai konsekuensi dinamika TM dalam sel. Ujung minus TM ada di
sentrosom maka ujung positifnya akan menjulur ke arah periferal sel. Dalam kondisi
tertentu, TM bisa melepaskan diri dari sentrosom dengan cara menguraikan ujung
minusnya. Biasanya TM yang telah lepas dari sentrosom akan lenyap dalam sitosol
karena terurai menjadi subunit-subunit penyusunnya. Di lain pihak, beberapa TM
terus bertahan lama di sitosol dan tidak mengalami pertumbuhan akibat ujung
positifnya diproteksi dari penambahan dimer tubulin. Misalnya, TM yang tumbuh
page 20 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
dari sentrosom menuju ke kinetokor sejak profase sampai ke pembelahan sel akan
terus bertahan. Jika dalam selang waktu itu terjadi penguraian maka TM baru akan
tumbuh lagi dari sentrosom. Jadi ujung positif TM yang berikatan dengan kinetokor
tidak bisa mengalami penambahan dimer tubulin sehingga pertumbuhan tidak
terjadi.
Protein Asesoris TM (MAPs)
Beragam protein diketahui mempengaruhi struktur, pembentukan dan fungsi TM
yang dikenal sebagai protein asesoris TM atau microtubule-associated proteins
(MAPs). Dari isolasi sel, kandungan MAPs bisa mencapai 10-15% dari massa TM.
Beberapa jenis MAPs berikatan di sepanjang dinding TM pada jarak yang teratur
maupun tidak teratur. Tonjolan MAPs ini menyebabkan TM bisa berikatan dengan
TM lain, filamen dan struktur-struktur sel lainnya. MAPs yang ditemukan berikatan
pada ujung positip TM diketahui berfungsi menyetabilkan subunit-subunit dalam
pemanjangan TM, sedangkan yang berikatan pada ujung negatif diketahui
membantu penguraian subunit-subunit menjadi monomer bebas.
Beberapa MAPs yang sangat intensif dipelajari adalah yang ada di sel-sel
otak.
MAPs tersebut bisa dibagi menjadi motor dan nonmotor. MAPs motor menggunakan
ATP sebagai sumber energinya untuk mendorong organel sel dan vesikula, dan
mengatur pergeseran dua TM yang saling berdekatan. Sedangan MAPs nonmotor
berfungsi mengontrol organisasi TM dalam sitosol. Di dalam sel syaraf, MAPS
nonmotor ini berperan dalam pembentukan penjuluran-penjuluran akson dan
dendrit. Aktifitas pengaliran rangsang (listrik) dalam akson jauh lebih banyak
dibanding dalam dendrit diduga karena TM di akson membentuk bundel-bundel
yang jauh lebih banyak, selain karena jenis MAPs-nya antara akson dan dendrit juga
berbeda. Jadi, perbedaan-perbedaan jenis MAPs antar sel menyebabkan organisasi
TM juga berbeda, walaupun struktur TM-nya sendiri sangat stabil.
page 21 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
FILAMEN MIKRO
Filamen mikro (FM) atau lebih dikenal dengan filamen aktin merupakan komponen
sitoskeleton dengan ukuran paling kecil, yaitu sekitar 7 nm. Akumulasi pengetahuan
tentang filamen mikro ini berasal dari penelahaan yang intensif terhadap
serabut-serabut kontraktil sel-sel otot. Kontraksi otot dihasilkan oleh interaksi
antara filamen aktin atau filamen tipis dengan miosin atau filamen tebal. FM ini
bukan hanya bisa ditemukan dalam sel-sel otot melainkan dalam hampir semua sel
eukariot dengan fungsi yang sangat beragam, baik yang berhubungan dengan
fungsi-fungsi pergerakan sel maupun struktur sel. Beberapa fungsi pergerakan yang
dibantu oleh FM adalah gerak ameboid, migrasi sel diatas permukaan dan
pergerakan teratur cairan sitosol (cytoplasmic streaming) pada sel-sel tumbuhan
maupun hewan. Selain itu, FM membantu mekanisme pelekukan membran sel pada
awal-awal sitokinesis. Keterlibatan FM dalam fungsi-fungsi struktural terlihat pada
peranan FM dalam jejaring yang memperkuat pengikatan antar sel melalui matriks
ekstraselular.
Sebagai pemberi bentuk sel, sitosol beberapa jenis sel dipenuhi oleh jejaring FM
yang disebut dengan sel korteks, biasanya jejaring FM tadi mengumpul membentuk
lapisan di bawah membran sel. Dalam hal ini, jejaring FM bisa disebutkan sebagai
yang memberi bentuk sel sekaligus bisa juga disebutkan sebagai yang memberi
kekuatan mekanis sel. Pada sel-sel epitel saluran pencernaan, jejaring FM
mengorganisasikan diri membentuk bundel yang kemudian mengisi pelekukan
membran sel yang disebut mikrovili.
Protein Aktin adalah Subunit Penyusun FM
Dalam sitosol sel-sel eukariot, protein aktin berada dalam jumlah yang sangat
banyak. Protein aktin disintesis sebagai polipeptida tunggal yang terdiri dari 375
asam amino dengan berat molekul sekitar 42 kDa. Polipeptida aktin yang baru
disintesis akan mengalami pelipatan-pelipatan membentuk banyak huruf U saling
menyambung yang kemudian bagian tengahnya mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap ATP ataupun ADP.Satu molekul aktin yang aktif disebut G-aktin. Pada
page 22 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
kondisi yang tepat, molekul-molekul G-aktin bebas mengalami polimerasi
membentuk FM yang kemudian disebut F-aktin. Molekul aktin, baik dalam bentuk
monomer (G) maupun polimernya (F) bisa berikatan dengan beragam protein
lainnya. Molekul aktin yang berikatan dengan suatu protein kemudian memberikan
fungsi yang berlain-lainan tergantung protein yang diikatnya.
Pada dasarnya, struktur protein aktin bersifat sangat stabil atau identik di berbagai
jenis sel, malah yang paling stabil dibanding TM dan FI (filamen intermediet).
Protein aktin fungsional bisa jadi sangat beragam di dalam satu sel, antar jenis sel
maupun antar sel dari spesies yang berbeda. Berdasarkan kesamaan runutan asam
aminonya, setidaknya protein aktin bisa dibedakan menjadi dua kelompok utama,
yaitu aktin spesifik untuk otot (a-aktin) dan aktin selain di sel-sel otot (b- aktin
dan g-aktin). Selain itu, b- aktin dan g-aktin yang ditemukan di dalam satu sel atau
di berbagai jenis sel bisa jadi saling berbeda. Misalnya, pada sel epitel dengan
orientasi basal-apikal, biasanya b- aktin paling banyak ditemukan di bagian apikal
sedangkan g-aktin paling banyak ditemukan di bagian basal dan lateral.
Selain jenis aktin yang beragam, kelompok protein yang mempunyai runutan asam
amino serupa dengan protein aktin kemudian disebut sebagai actin-related proteins
(Arps). Misalnya, protein aktin di sel-sel ayam dan di sel ragi mempunyai kesamaan
runutan asam amino lebih dari 90%, sedangkan Arps memperlihatkan kesamaan
runutan asam amino hanya sekitar 50%. Arps2 dan Arps3 ternyata ditemukan
terlibat dalam pengaturan pembentukan inti polimerasi FM pada sel-sel yang
sedang bermigrasi.
Proses Pembentukan FM
Sebagaimana dimer tubulin, monomer G-aktin akan mengalami polimerasi menjadi
FM dan sebaliknya FM akan mengalami depolimerase menjadi G-aktin kembali. Awal
polimerase G-aktin bebas terjadi sangat pelan sampai terbentuk inti filamen (fase
lag) kemudian dilanjutkan dengan pemanjangan filamen yang terjadi sangat cepat.
Akhirnya, dua filamen yang sudah memanjang saling berpilin membentuk struktur
molekul heliks. Satu pilinan terdiri atas 13.5 monomer F-aktin dengan panjang
sekitar 36-37 nm. Molekul-molekul aktin dalam FM mempunyai orientasi yang sama
yang menyebabkan FM secara inheren mempunyai polaritas struktur, yaitu
ujung-ujungnya saling berbeda. Sifat polaritas FM bisa dibuktikan dengan
menginkubasi FM dengan myosin subfragmen (S1). Fragmen S1 akan berikatan
page 23 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
dengan F-aktin layaknya menghias FM dengan rumbai-rumbai yang mengarah ke
satu arah. Berdasarkan pola arah dari setiap molekul miosin yang melekat ke
F-aktin maka ujung positif adalah yang di depan dan ujung minus adalah yang
dibelakang sesuai arah rumbai molekul miosin. Polaritas FM menjadi sangat penting
berkaitan dengan penambahan dan penguraian monomer-monomer aktin.
Pada kondisi penambahan monomer G-aktin lebih cepat di ujung positif dibanding
penguraiannya di ujung minus maka FM disebut mengalami pertumbuhan, atau
sebaliknya. Kondisi arah rumbah protein miosin pada beberapa FM tidak bisa
dijadikan patokan. Jika G-aktin mengalami polimerasi menjadi filamen berukuran
pendek yang kemudian mengikat S1 maka polimerasi selanjutnya bisa ke arah yang
berlawanan dari arah rumbai-rumbai S1. Dengan begitu, ujung filamen yang
mengalami penambahan kemudian disebut ujung positif. Artinya, akan
disebut ujung positif jika mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding
penguraian di ujung minusnya.
Pada saat monomer G-aktin mengalami polimerasi membentuk filamen, maka ATP
yang berikatan dengan G-aktin akan dihidrolisis menjadi ADP. Hal yang serupa
dengan GTP yang berikatan dengan dimer tubulin dalam pertumbuhan TM. Dengan
begitu, ujung-ujung FM yang mengalami pertumbuhan (ujung positif) akan
mempunyai tudung kompleks ATP-F-aktin. Semakin ke ujung negatif maka
kompleks ATP-F-aktin akan berubah menjadi ADP-F-Aktin. Dari hasil eksperimen in
vitro, ternyata kompleks ATP-G-aktin dan ADP-G-aktin mempunyai peluang yang
sama untuk membuat pertumbuhan FM. Hal ini berarti kebutuhan pengaturan
dengan pembentukan kompleks ATP-G-aktin tidak terlalu diperlukan untuk
pertumbuhan FM.
Pengaturan pembentukan dan penguraian FM terjadi sangat kompleks di dalam sel
hidup, yaitu melibatkan berbagai jenis protein berukuran kecil (antara lain protein
G, Rac, Rho dan Cdc42) maupun membran fosfolipid (yaitu fosfolipid inositol).
Pengaturan tersebut meliputi tahap-tahap awal pembentukan nukleasi (agregasi
G-aktin) dan perpanjangan FM yang sebelumnya sudah ada dan pengaturan
depolimerasi. Semua molekul yang terlibat dalam pengaturan FM melakukannya
dengan mekanisme yang berbeda-beda, walaupun semuanya melibatkan
(setidaknya di tahap-tahap awal pengaturannya) pengikatan GTP.
Jika tidak ada faktor-faktor yang lain, maka pertumbuhan FM sangat tergantung
pada ketersediaan monomer ATP-G-aktin bebas dalam sitosol. Jika dalam sitosol
page 24 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
terdapat molekul yang menyebabkan G-aktin menjadi tidak bebas, misalnya
thymosin B4, maka pertumbuhan FM akan terganggu. Sebagaimana disebutkan
diatas, peluang ATP-G-aktin dan ADP-G-aktin adalah sama untuk ditambahkan ke
ujung positif FM. Berarti jika ATP-G-aktin tidak tersedia bebas dan yang tersedia
bebas adalah ADP-G-aktin maka FM tetap mengalami pertumbuhan sampai
kemudian ADP-G-aktin juga tidak tersedia akibat diikat oleh ADF/cofilin. Dalam
kondisi tertentu, ADF/cofilin mengikat ADP-G-aktin dari ujung minus FM yang
kemudian dilepaskan ke sitosol. Jika hal tersebut yang terjadi maka pertumbuhan
FM tetap normal karena ADP-G-aktin menjadi tersedia bebas kembali.
Protein Tudung Berfungsi Menstabilkan ujung-ujung FM
Sebagaimana halnya pada TM, ujung-ujung FM tidak bisa tumbuh atau terurai
karena ditutupi oleh protein tudung. Salah satu jenis protein tudung yang
menghalangi penambahan monomor G-aktin di ujung sitif adalah Cap-Z. Dengan
begitu, Cap-Z bisa dianggap sebagai molekul penstabil FM.
Interaksi antar FM diatur oleh Protein Pengikat Aktin
Sebagai bagian dari sitoskeleton, FM fungsional bisa membentuk polimer aktin
dengan berbagai derajat organisasi, mulai dari struktur yang membutuhkan
kekuatan (misalnya mikrovilli, pemanjangan ujung akrosomal sperma avertebrata
laut) sampai ke struktur jejaring yang longgar (misalnya struktur korteks sel).
Keragaman struktur yang luas tersebut sangat tergantung pada protein-protein
pengikat aktin (= protein asesoris pada TM).
Mikrovilli
page 25 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Mikrovilli adalah penjuluran-penjuluran yang terdapat pada sisi apikal sel-sel epitel
saluran pencernaan. Satu sel bisa mempunyai ratusan mikrovili dengan diameter
0.1 μm dan panjang 1-2 μm sehingga luas permukaan sel bisa bertambah 20 kali
lipat. Untuk menyokong struktur mikrovili, di bagian tengahnya terdapat susunan
sejajar dari FM membentuk bundel yang sangat kuat. Setiap FM yang menyusun
bundel saling diikat oleh protein fimbrin dan villin. Keduanya dikenal sebagai actin-bundling proteins. Ujung-ujung positif FM berada di ujung mikrovili berikatan
dengan membran sel melalui plaque padat elektron. Bundel dari FM juga
membentuk ikatan saling-silang dengan membran plasma di sisi lateral melalui
struktur protein miosin I dan kalmodulin. Sedangkan di bagian dasar mikrovilli,
setiap bundel FM membentuk jejaring filamen yang lebih longgar yang disebut
terminal web. Dalam terminal web ini, setiap FM saling diikat oleh miosin dan
spektrin, yang kemudian diikatkan ke protein terikat membran plasma atau ke
filamen intermediet yang ada di sitoplasma. Dengan begitu, terminal web berfungsi
sebagai fondasi (penambat) agar penjuluran mikrovilli yang perpendikular (tegak
lurus) dengan dinding saluran pencernaan bisa kokoh.
Korteks Sel
Pada sebagian besar sel-sel hewan bisa ditemukan adanya korteks sel. Korteks sel
ini merupakan jejaring tiga dimensi FM tepat dibawah membran plasma. Di
beberapa bagian, FM penyusun korteks membentuk ikatan dengan protein terikat
membran sel. Dari struktur seperti di atas, fungsi FM adalah untuk memperkokoh
membran plasma, membentuk permukaan sel yang kuat, mengatur
perubahan-perubahan bentuk sel dan terlibat dalam pergerakan sel. Untuk
membentuk jejaring tiga dimensi, beberapa FM dianyam atau saling dilekatkan oleh
protein-protein pengikat aktin yang dikenal sebagai actin-binding proteins. Salah
satu protein tersebut adalah protein filamin yang terdiri dari gabungan dua utas
polipeptida yang saling identik dan ujung-ujung keduanya melekat ke situs
pelekatan protein dalam F-aktin. Dalam hal ini, dua FM disilangkan dan pada posisi
silangan diikat oleh dua tali dari protein filamin. Struktur seperti itu memungkinkan
terbentuknya jejaring tiga dimensi dari FM sehingga cairan sitosol di bagain korteks
mempunyai tekstur gel (kondisi gel). Jika struktur jejaring FM diputus maka sitosol
di bagian korteks akan semakin encer (kondisi sol). Perubahan kondisi gel ke sol
page 26 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
atau sebaliknya berarti diatur oleh pembentukan dan pemutusan jejaring FM yang
ada di sitosol. Mekanismenya melibatkan protein gelsolin yang bisa memutuskan
jejaring FM yang dibangun oleh filamin dan juga bisa membentuk tudung protein di
ujung-ujung FM.
Lamellipodia
Struktur khusus pada sel yang bisa melakukan lokomosi antara lain adalah
lamellipodia. Organisasi jejaring FM yang menyusun lamellipodia lebih baik
dibanding yang menyusun korteks tapi masih lebih baik yang menyusun mikrovilli.
Struktur FM pada lemellipodia tumbuh bercabang-cabang. Percabangan filamen
aktin dibantu oleh molekul profilin. Pada awal pembentukannya, inisiasi nukleasi
dibantu molekul mirip aktin, yaitu kompleks Arp2/3. Selain itu, kompleks Arp2/3
juga menginisiasi titik tumbuh cabang. Percabangan yang dibuat oleh Arp2/3 ini
bisa diinaktifasi oleh suatu kelompok protein yang dikenal dengan Wiskott Aldrich
syndrome protein (WASP). Sindrom ini menyebabkan platelet tidak bisa berubah
bentuk sehingga tidak bisa menjadi penyumbat jika pembuluh darah bocor
(mekanisme pembekuan darah terganggu).
Fungsi lain dari FM adalah membentuk pelekukan membran sel pada saat
sitokinesis. Untuk bisa melakukan fungsi diatas maka FM harus berikatan dengan
protein yang tertanam ke membran plasma dengan bantuan molekul penghubung
(linker). Beberapa molekul penghubung FM dengan protein membran adalah band
4.1, ezrin, radixin dan moesin yang dikenal sebagai kelompok protein FERM. Mutasi
yang menyebabkan protein kelompok Ferm ini tidak berfungsi akan menyebabkan
berbagai proses selular terganggu, misalnya sitokinesis, sekresi dan pembentukan
mikrovili. Dalam sel darah merah, protein penghubung antara FM dengan protein
membran adalah spektrin dan ankyrin. Keperluan FM yang ada dalam sel-sel darah
page 27 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
mamalia adalah untuk mengatur perubahan-perubahan bentuk sel selama masa
fungsionalnya (misalnya melalui pembuluh kaplier yang sangat sempit dan
pengangkutan oksigen).
FILAMEN INTERMEDIET
Filamen intermediet (FI) mempunyai diameter 8-12 nm yang berada diantara
filamen mikro (7 nm) dan tubulus mikro (15-25 nm), atau berada diantara filamen
tebal dan filamen tipis sel-sel otot. Sampai saat ini, akumulasi pengetahuan tentang
ultrastruktur FI banyak diperoleh dari sel-sel hewan, terutama yang ada di otot
sebagaimana ditemukan pertama kalinya.
FI merupakan komponen sitoskeleton yang paling stabil dan komponennya paling
sedikit larut dalam sitosol. Kestabilan ini diperlihatkan oleh kenyataan tidak
rusaknya FI dalam perlakuan detergen dan larutan berion tinggi maupun rendah
pada saat sel dipecah. Sebaliknya, teknik pemecahan sel diatas menguraikan FM
maupun TM menjadi subunit-subunit penyusunnya. Karena kestabilannya dalam
menopang sitoplasma, sebenarnya istilah sitoskeleton lebih merujuk ke filamen
intermediet ini dibanding ke FM dan TM.
FI Bersifat Spesifik Jaringan
FI hanya ditemukan pada sel-sel eukariot yang menyusun organisme multiselular.
Polipeptida yang membentuk subunit-subunit penyusun FM dan TM relatif sama
pada berbagai jenis sel, sebaliknya, polipeptida yang menyusun subunit-subunit FI
sangat beragam dengan runutan asam amino yang berbeda-beda, baik antar
jaringan dalam satu tubuh organisme multiselular maupun antar organisme itu
sendiri. Berdasarkan pada jenis sel ditemukannya, setidaknya FI bisa
page 28 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
dikelompokkan menjadi 6 kelas. Kelas I dan II terdiri dari protein-protein keratin
yang banyak ditemukan membentuk tonofilamen di dalam sel-sel epitel. Sel-sel
epitel merupakan sel pembentuk jaringan epitel yang biasa ditemukan di sisi paling
luar dari suatu organ atau melapisi rongga tubuh, misalnya jaringan epitel yang
membentuk lapisan mukosa dari saluran pencernaan. FI kelas I merupakan keratin
yang bersifat asam, sedangkan kelas II bersifat basa atau netral; dan keduanya bisa
terdiri atas 15 macam protein keratin yang berbeda.
FI kelas III meliputi vimentin, desmin dan protein-protein GFA (glial fibrilliary
acidic). Vimentin ditemukan dalam jaringan ikat dan sel-sel lain yang berkembang
dari sel-sel non epitel. Dalam kultur sel-sel fibroblas, filamen vimentin sangat jelas
terlihat menjulur-julur dari titik tengah ke arah perifer sel. Desmin banyak
ditemukan dalam sel-sel otot, dan protein GFA hanya ditemukan dalam sel-sel
penyokong syaraf, termasuk sel-sel glial yang mengelilingi akson (sel Schwann). FI
kelas IV adalah protein-protein neurofilamen (NF) yang hanya ditemukan dalam
sel-sel syaraf yang kemudian bisa dibedakan menjadi dua, yaitu NF major (NF-L)
dan NF minor (NF-M dan NF-H). FI kelas V adalah protein lamin atau nuclear lamin
yang ditemukan di sisi dalam dari membran yang membungkus inti sel. FI kelas IV
adalah nestin yang hanya ditemukan pada sel-sel syaraf yang bersifat embrional.
Selain berdasarkan jenis selnya, pembagian FI menjadi enam kelas diatas juga
didasarkan pada gen-gen penyandi proteinnya yang masih saling berhubungan
sebagai satu keluarga gen penyandi FI. Perbedaan-perbedaan antar jenis sel dalam
satu tubuh kemudian ditentukan oleh mode ekspresi dan modifikasi
pascatranslasinya. Dengan begitu, spesifisitas setiap kelas FI kemudian membuat FI
bisa digunakan sebagai pelacak jenis-jenis sel dalam satu tubuh. Pada saat ini,
analisis FI biasanya menggunakan mikroskop fluoresensi. Pelacakan jenis-jenis sel
dalam tubuh organisme multiselular biasa dilakukan untuk menentukan asal-usul
sel kanker yang mengalami metastasis sebagai dasar dari pemilihan tindakan
medis selanjutnya.
Protein Fibrosa adalah Subunit Penyusun FI
Walaupun subunit-subunit protein penyusun FI sangat beragam dari segi ukuran
dan sifat-sifat kimianya, mereka disandikan oleh gen-gen yang masih berhubungan.
Semua subunit penyusun FI bisa dikategorikan sebagai protein fibrosa. Bandingkan
dengan protein globular yang menjadi subunit-subunit penyusun FM dan TM. Semua
page 29 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
protein fibrosa penyusun FI mempunyai domain tengah berbentuk batang yang
saling homolog dengan ukuran yang sangat stabil (berkisar antara 310-318 asam
amino) dan bisa membentuk struktur sekunder yang juga stabil. Domain tengah
tersebut terdiri atas empat segmen berstruktur heliks yang saling disambung oleh
segmen penyambung berukuran pendek. Domain tengah diapit oleh ujung N dan
ujung C yang sangat beragam dari segi ukuran, runutan asam amino dan fungsinya.
Dengan begitu, fungsi dari setiap FI ditentukan oleh ujung N maupun oleh ujung
C-nya.
Pembagian kelas filamen intermediet
Kela Protein FI
s
I
Keratin bersifat
asam
II
Keratin bersifat
basa atau
netral
III
Vimentin
BM
(kDa)
40-56.
5
53-67
III
53-54
Desmin
54
Jaringan
Epitel
Epitel
Fibroblas, sel-sel yang
berasal dari mesenkim,
lensa mata
Otot, terutama otot
polos
Fungsi
Kekuatan
mekanis
Kekuatan
mekanis
Mengatur
bentuk sel
Menyokong
sifat
kontraktil
page 30 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
page 31 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
III
page 32 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Protein GFA
page 33 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
50
page 34 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Sel-sel glial dan
asterosit
page 35 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Mengatur
bentuk sel
page 36 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
IV
page 37 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Protein
neurofilamen
page 38 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
page 39 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Syaraf pusat dan tepi
page 40 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Pemanjanga
n dan
diameter
akson
page 41 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
page 42 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
NF-L (major)
page 43 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
62
page 44 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
page 45 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
102
page 48 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
110
page 53 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
V
page 56 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Nuclear lamin
Lamin A
page 62 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
70
FI Membangun Kekuatan Mekanis Jaringan
FUNGSI-FUNGSI SEL TERKAIT SITOSKELETON
Ketiga komponen sitoskeleton, yaitu filamen mikro, tubulus mikro dan filamen
intermediet yang sebelumnya dibahas secara terpisah, pada kenyataannya di
page 80 / 174
page 89 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
page 118 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
page 138 / 174
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON
Copyright Achmad Farajallah [email protected]
http://achamad.staff.ipb.ac.id/2011/11/23/sistem-sitoskeleton/
Download