BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan hidup manusia dikelompokkan dalam beberapa tahapan kehidupan, yaitu : masa pra kelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting, sangat kritis, dan sangat rentan. Jika manusia melewati masa remajanya dengan kegagalan, dimungkinkan akan menemukan kegagalan dalam perjalanan kehidupan pada masa berikutnya. Demikian pula sebaliknya, jika remaja itu diisi dengan penuh kesuksesan, kegiatan yang sangat produktif dan berhasil guna dalam rangka menyiapkan diri untuk memasuki tahapan kehidupan selanjutnya, dimungkinkan remaja itu akan mendapatkan kesuksesan dalam perjalanan kehidupannya. Dengan demikian, masa remaja menjadi kunci sukses dalam memasuki tahapan kehidupan sehari-hari (Irianto, 2013). Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2014 yang memperkirakan remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18 % dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia, jumlah remaja sebanyak 66.004.800 remaja. Sumatera Utara memiliki remaja sebanyak 3.922.441 remaja. Di Kota Gunungsitoli jumlah remaja 42.001 remaja (Badan Pusat Statistik, 2015). Remaja mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun kejiwaan. Perubahan fisik berkembang dengan cepat pada masa remaja, termasuk perkembangan organ reproduksi untuk mencapai kematangan sehingga mampu melangsungkan fungsi reproduksi yang ditandai dengan munculnya tanda seks Universitas Sumatera Utara primer dan sekunder. Pada proses perubahan kejiwaan terjadi perubahan emosi dan perubahan intelegensia. Remaja lebih sensitif dan agresif serta mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar yang berpengaruh. Remaja sudah mampu berpikir abstrak dan ingin mencoba segala hal baru sehingga muncul perilaku coba-coba, dari kesehatan reproduksi, perilaku ingin mencoba hal-hal baru yang didorong oleh rangsangan seksual yang tidak dibimbing dengan baik dapat membawa remaja, khususnya remaja perempuan terjerumus dalam hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya (Pinem, 2011). Pada masa kehidupan remaja terjadi eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri. Pada masa transisi dari masa anak-anak ke masa remaja, individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. Remaja mulai memandang diri dengan penilaian dan standar pribadi, tetapi kurang dalam interpretasi perbandingan sosial. Remaja mempunyai sifat yang unik, salah satunya adalah sifat ingin meniru sesuatu hal yang dilihat, kepada keadaan, serta lingkungan di sekitarnya. Di samping itu, remaja mempunyai kebutuhan akan kesehatan seksual, dimana pemenuhan kebutuhan kesehatan tersebut sangat bervariasi (Kusmiran, 2011). Permasalahan kesehatan reproduksi remaja termasuk pada saat pertama kali anak perempuan mengalami haid/menarche dan anak laki-laki mengalami mimpi basah. Selain itu menyangkut kehidupan remaja yang menginjak masa dewasa bila kurang pengetahuan dapat tertular penyakit hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS (Widyastuti, 2011). Universitas Sumatera Utara Masalah kesehatan reproduksi remaja menurut Lestari (2014) antara lain: pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah seksualitas, kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan seksualitas., penyakit menular seksual, penyalahgunaan seksual, kehamilan remaja, kehamilan pranikah/ di luar ikatan pernikahan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 didapatkan bahwa terdapat kehamilan pada usia yang paling muda (<15 tahun), meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,02%), terutama di pedesaan (0,03%). Sedangkan proporsi kehamilan pada usia 15-19 tahun adalah 1,97%, pedesaan (2,71%) lebih tinggi dibanding perkotaan (1,28%). Selain itu, data Riset Kesehatan Dasar jumlah remaja umur 10-24 tahun di Indonesia sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah penduduk. Sekitar 1 juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) menyatakan secara terbuka bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku seks beresiko terjadi pada usia remaja. Survei BKKBN (2011) mengungkapkan perilaku seksual remaja. Terkait dengan perilaku seksualnya, 71% mengaku pernah berpacaran. Perilaku seks selama berpacaran yaitu berpegangan tangan 88%, ciuman bibir 32%, meraba/merangsang 11%. Pengalaman melakukan hubungan seksual dilakukan oleh 2% remaja putri dan 5% remaja putra. Tempat melakukan hubungan seksual 34% di rumah. Umur melakukan hubungan seksual pertama kali yaitu 17.7 tahun untuk putri dan 18.2 tahun putra. Remaja melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi ada 49%, menggunakan kondom 34%, senggama terputus 15% dan sisanya menggunakan kontrasepsi lain. Sebanyak 90% hubungan seksual Universitas Sumatera Utara dilakukan bersama pacar, 6% dengan teman dan 3% dilakukan dengan pelacur. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI, 2012) terutama komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), yang mewawancarai remaja yang berusia 15-24 tahun dan belum menikah. Pada remaja usia 15-19 tahun, proporsi terbesar berpacaran pertama kali pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33,3 % remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat mereka belum berusia 15 tahun. Pada usia tersebut dikhawatirkan belum memiliki keterampilan hidup yang memadai, sehingga mereka berisiko memiliki perilaku pacaran yang tidak sehat, antara lain melakukan hubungan seks pra nikah. Dari survei didapatkan persentase seks pranikah pada remaja putri sebesar 19,1 % dan pada remaja laki-laki sebesar 2,5% dari populasi Indonesia. Dari survei yang sama didapatkan alasan hubungan seksual pranikah tersebut sebagian besar karena penasaran/ingin tahu (57,5%), terjadi begitu saja (38% perempuan) dan dipaksa oleh pasangan (12,6% perempuan). Pengetahuan remaja terhadap reproduksi kesehatan manusia masih sangat rendah. Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Indonesia (SKRRI, 2002-2003) menunjukkan bahwa 21% perempuan dan 28% laki-laki tidak mengetahui tanda perubahan fisik apapun dari lawan jenisnya. Kurangnya pengetahuan tentang biologi dasar pada remaja mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang risiko yang berhubungan dengan tubuh mereka dan cara menghindarinya. Demikian juga halnya dengan pengetahuan mereka tentang masa subur dan risiko kehamilan. Hanya 29 % perempuan dan 32% laki-laki menjawab benar bahwa Universitas Sumatera Utara seorang perempuan mempunyai kemungkinan besar menjadi hamil pada siklus periode haid. Secara umum, pengetahuan perempuan tentang resiko menjadi hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seksual lebih tinggi (50%) dibandingkan dengan laki-laki yaitu 46%. (Pinem, 2011). Menurut Sarwono (2006 dalam Harahap, 2010), pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah dibuktikan 83,7% remaja kurang memahami kesehatan reproduksi dan hanya 3,6% yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi. Terbatasnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sering kali mengarah pada masalah kesehatan reproduksi remaja. Kasus kesehatan reproduksi remaja juga terjadi di Kota Gunungsitoli, berdasarkan penelitian Delfi Krista Daeli (2016) yang melakukan wawancara dengan guru bimbingan penyuluhan SMK Negeri 1 Gunungsitoli diperoleh data jumlah siswa kelas XII, tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 343 orang, dimana jumlah siswa ketika masuk pada tahun ajaran 2013/2014 berjumlah 394 orang, ditemukan jumlah siswa yang terpaksa dikeluarkan dari sekolah berjumlah 51 orang diantaranya disebabkan karena berpacaran dan perilaku seks pranikah sebanyak 15 kasus dengan rincian 13 kasus kehamilan pada siswa perempuan, 2 siswa laki-laki yang menghamili teman sekelas. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli tentang Profil Kesehatan Kota Gunungsitoli 2015 ditemukan satu remaja yang menderita penyakit HIV (Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli, 2015). Masalah-masalah kesehatan reproduksi dan pentingnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja menjadi beban bagi orang tua. Terlebih lagi orang Universitas Sumatera Utara tua mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan anak remaja, terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan baik secara fisik dan psikis. Geldard (2010) menyatakan bahwa kebanyakan orang tua tidak mengetahui apakah harapan mereka normal dan realistis terhadap anak-anak mereka yang sedang tumbuh pada tahap remaja. Banyak orang tua merasa khawatir dan kadang merasa tertekan oleh perilaku-perilaku yang normal bagi remaja.Orang tua berusaha menerapkan pola asuh dalam rangka meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Ada orang tua yang berusaha menerapkan disiplin yang tinggi, menerapkan kebebasan kepada anak remaja, dan ada yang ada yang menerapkan keterlibatan anak remaja dalam pengambilan keputusan (Sunarti, 2004). Keterbatasan pengetahuan dan informasi tentang kesehatan reproduksi orang tua juga dapat menjadi pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja. Hal ini berawal dari sikap orang tua yang menabukan pertanyaan remaja tentang fungsi dan proses reproduksi, serta penyebab rangsangan seksualitas. Orang tua cenderung risih dan tidak mampu memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses reproduksi itu. Tiadanya informasi dari orang tua membuat remaja mengalami kebingungan akan fungsi dan proses reproduksinya. Ketakutan kalangan orang tua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya akan mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah, justru mengakibatkan remaja diliputi oleh ketidaktahuan atau mencari informasi yang belum tentu benar, yang pada akhirnya justru dapat menjerumuskan remaja kepada ketidaksehatan reproduksi (Respati, 2012). Universitas Sumatera Utara Risiko kesehatan reproduksi remaja ini dapat ditekan dengan pengetahuan yang baik tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Pengetahuan tentang KRR ini dapat ditingkatkan dengan pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai dari usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi diusia remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diharapkan atau kehamilan berisiko tinggi (BKKBN, 2011). Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Di Kecamatan Gunungsitoli.” 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja di Kecamatan Gunungsitoli. 1.3. TujuanPenelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Untuk mengidentifikasi pola asuh orang tua yang diterapkan kepada remaja di Kecematan Gunungsitoli. 1.3.2.2. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja di Kecamatan Gunungsitoli. Universitas Sumatera Utara 1.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja di Kecamatan Gunungsitoli. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan Dapat digunakan sebagai acuan dalam menerapkan asuhan keperawatan keluarga kepada remaja tentang pola asuh dan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. 1.4.2. Bagi Praktek Keperawatan Dapat digunakan sebagai acuan untuk mengidentifikasi pola asuh orang tua dan tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja. 1.4.3. Bagi Penelitian Keperawatan Dapat digunakan sebagai evidance base tentang hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja serta dapat dijadikan sebagai referensi dan dasar bagi penelitian selanjutnya yang membahas topik yang sama. Universitas Sumatera Utara