CEREBRAL PALSY I.PENDAHULUAN Cerebral Palsy

advertisement
CEREBRAL PALSY
I. PENDAHULUAN
Cerebral Palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam
susunan saraf pusat, bersifat kronik dan non progresif akibat kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. 1
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah Cerebral Diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah Cerebral Palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.1
Cerebral Palsy atau paralisis otak merupakan kelainan dengan beberapa tipe
dan tingkatan, dapat terjadi segera sebelum lahir, pada waktu lahir atau sesaat
setelah lahir. Kelainan ini dapat bermanifestasi mulai pada masa bayi, anak-anak
dan menetap seumur hidupnya, secara klinis berupa gangguan terhadap fungsi otot
volunter dan persepsi dan kadang-kadang disertai gangguan mental. Kelainan
tersebut adalah kondisi seumur hidup yang mempengaruhi komunikasi antara otak
dan otot, menyebabkan keadaan permanen dan sikap gerakan yang tidak
terkoordinasi.2,3,4,5,6
Secara umum, beberapa ahli mengartikan Cerebral Palsy sebagai kondisi
yang ditemukan pada anak berupa kejang atau kekakuan disertai mobilitas dan
kemampuan bicara yang rendah. Cerebral merujuk pada otak, yang merupakan
wilayah yang terkena dampak dari otak (meskipun kemungkinan besar melibatkan
gangguan koneksi antara korteks dan bagian-bagian lain dari otak seperti
serebelum), dan palsy mengacu pada gangguan pergerakan, suatu kondisi yang
ditandai dengan tremor pada tubuh yang tidak dapat terkontrol.7 The International
1
Classification of Diseases Handbook edisi ke 6, mencantumkan lebih dari 50
klasifikasi yang berbeda dari Cerebral Palsy. Maka daripada itu hingga saat ini
masih terdapat kesulitan untuk mendiagnosis Cerebral Palsy dengan jelas.8
Setiap 100.000 kelahiran, terdapat 7 kasus paralisis otak. Satu diantaranya
akan meninggal sebelum berumur 6 tahun. Cerebral Palsy dapat terjadi selama
kehamilan (75 %), selama persalinan (5 %) atau setelah lahir (15 %) sampai sekitar
usia tiga tahun. Cerebral Palsy merupakan kelainan pada anak yang paling sering
memberikan masalah sosial, psikologis dan pendidikan. Cerebral Palsy tidak dapat
diprediksikan secara pasti akan mengenai siapa, serta tidak dapat berpindah dari
seseorang ke orang lain.2,5,7
Walaupun sulit, etiologi Cerebral Palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam
penanganan penderita Cerebral Palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah luar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat.1
II. PREVALENSI1
Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi dan rendahnya
angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka
kejadian Cerebral Palsy akan menurun. Namun di negara-negara berkembang,
kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi risiko
tinggi,
belum
dapat
menurunkan
jumlah
anak-anak
dengan
gangguan
perkembangan.
2
Adanya variasi angka kejadian di berbagai negara karena pasien Cerebral
Palsy datang ke berbagai klinik seperti klinik saraf, klinik anak, klinik bedah
tulang, klinik rehabilitasi medik dan sebagainya. Di samping itu juga karena para
klinikus tidak konsisten menggunakan definisi dan terminologi Cerebral Palsy.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu:
populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya insidensi
Cerebral Palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan
di Skandinavia sebanyak 1,2 - 1,5 per 1000 kelahiran hidup. Gilroy memperoleh 5
dari 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan Cerebral Palsy,
50% kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud
ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang
tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus; 25%
mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30% kasus menunjukkan IQ
di bawah 70, 35% disertai kejang, sedangkan 50% menunjukkan adanya gangguan
bicara. Laki-laki lebih banyak daripada wanita (1,4 : 1). Insiden relatif Cerebral
Palsy yang digolongkan berdasarkan keluhan motorik adalah sebagai berikut:
spastik 65%, atetosis 25%, dan rigid, tremor, ataktik sebesar 10%.
III. ETIOLOGI
Sebelum menegakkan diagnosa dari Cerebral Palsy, akan sangat berguna
untuk mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. Kelainan ini disebabkan
perkembangan yang abnormal atau kerusakan pada daerah di otak yang
mengontrol fungsi motorik. Beberapa hal yang menyebabkan Cerebral Palsy, dapat
dibagi berdasarkan:2,3,5,6,9
• Prenatal
3
Proses perkembangan otak yang kompleks sebelum lahir rentan terhadap
kekeliruan yang dapat menyebabkan abnormalitas dengan derajat yang berbedabeda. Beberapa dari abnormalitas ini menunjukkan anomali pada struktur otak.
Masih belum diketahui secara pasti apakah abnormalitas ini terjadi secara
genetik (herediter) ataupun idiopatik.
Stroke sebagai penyebab kerusakan neurologik pada orang dewasa, dapat juga
terjadi pada fetus, dimana pembuluh darah pada otak pecah diikuti oleh
perdarahan yang tidak terkontrol (koagulopati) atau pembuluh darah otak yang
mengalami obstruksi akibat emboli (clot), yang dikenal dengan perdarahan
intraserebral yang menyebabkan fetal stroke. Kelainan ini dapat diturunkan
secara herediter oleh ibu yang memiliki kelainan faktor koagulasi.
Angiopati amiloid dapat menyebabkan perdarahan intraserebral spontan,
kelainan angiopati amiloid ini khas yaitu terbentuknya deposit fibril amiloid
pada tunika media dan tunika intima arteria kecil dan sedang. Perdarahan terjadi
akibat robeknya dinding pembuluh darah yang lemah atau mikro aneurisma.
Ibu dengan autoimmune anti-thyroid atau anti phospholipid antibodies (APA)
dapat meningkatkan resiko Cerebral Palsy pada bayinya. Terjadi akibat
tingginya level sitokin dalam sirkulasi darah ibu dan janin yang dapat menjadi
salah satu faktor resiko potensial terjadinya Cerebral Palsy. Sitokin merupakan
protein yang berhubungan dengan inflamasi, misalnya oleh sebab infeksi atau
penyakit autoimun, yang dapat bersifat toksik pada neuron-neuron otak janin.
Rendahnya oksigenasi pada otak janin akibat abnormalitas struktur plasenta
seperti abruptio plasenta (pelepasan prematur plasenta dari dinding uterus),
chorioamnionitis (infeksi pada plasenta), ataupun plasenta previa (plasenta letak
serviks) dapat menyebabkan anoksia janin.
4
Infeksi prenatal dapat menghambat perkembangan dari neuron-neuron otak
pada masa fetus. Infeksi-infeksi yang dimaksud dapat berupa sindrom TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes) dan HIV-AIDS.
Selain itu hal-hal berikut juga dapat menyebabkan Cerebral Palsy yaitu
malformasi kongenital dari otak, ibu yang mengalami malnutrisi berat pada saat
kehamilan ataupun mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol yang juga dapat
mempengaruhi perkembangan otak janin. Alkohol, tobacco dan kokain
menyebabkan peningkatan resiko kelahiran prematur dan berat badan lahir
rendah yang merupakan salah satu resiko terjadinya Cerebral Palsy.
5
Perbedaan rhesus antara ibu dan anak seperti pada penyakit eritoblastosis
foetalis di mana terjadi kerusakan sel-sel saraf basalis yang menyebabkan
atetosis.
• Perinatal
6
Prematuritas dianggap penyebab tersering pada masa kelahiran, akan tetapi
hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti apakah prematuritas yang
menyebabkan Cerebral Palsy ataukah karena bayi yang lahir prematur sudah
memiliki kelainan otak sejak awal yang justru menyebabkan Cerebral Palsy.
Banyak bayi yang dilahirkan prematur dapat mengalami perdarahan otak dan
perdarahan intraventrikular. Frekuensi tertinggi perdarahan otak ini terutama
terjadi pada bayi dengan berat badan lahir yang sangat rendah, sedangkan pada
bayi prematur dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, kelainan
perdarahan ini jarang ditemukan. Perdarahan ini dapat menyebabkan kerusakan
pada bagian otak yang mengontrol fungsi motorik yang akhirnya berkembang
menjadi Cerebral Palsy. Jika perdarahan otak menghasilkan gambaran
kerusakan pada jaringan otak normal yang dinamakan periventrikular
leukomalacia (cystic periventricular leukomalacia) yang merupakan kista kecil
di seputar ventrikel dan region motorik pada otak maka kemungkinan untuk
menderita Cerebral Palsy menjadi lebih tinggi.
Trauma mekanis otak pada waktu lahir, biasanya penggunaan forsep yang tidak
adekuat, kontraksi uterus yang berlebihan, bahkan asfiksia selama proses
kelahiran yang terus berkelanjutan pada waktu lahir misalnya akibat tali pusat
yang melilit leher bayi, prolaps tali pusat (tali pusat keluar mendahului bayi)
dapat menyebabkan asfiksia saat lahir. Anoksia dapat terjadi akibat pemberian
analgetik dan anastetik.
• Postnatal
Kausa pasca natal dapat berupa trauma kepala, meningitis, encephalitis, kejangkejang oleh bermacam-macam sebab pada waktu bayi.
7
IV. ANATOMI NEUROMUSKULAR10,11,12
Serebrum dilapisi oleh lapisan yang terdiri dari kumpulan sel-sel yang
disebut korteks serebri. Lapisan ini terdiri dari 6 lamina. Korteks serebri
mempunyai fungsi-fungsi motorik untuk pergerakan (presentralis), sensorik (post
sentralis), bicara (area Broca), auditorik (temporalis) dan visual (oksipitalis).
Gambar 1.
Kortek
s Serebri
Korteks Motoris dan Sistem Piramidal
Pergerakan berpusat di korteks presentalis (motorik) pada lobus frontalis,
mulai dari sel-sel yang berada di lamina ke-3 dan ke-5 (lamina piramidalis
eksterna dan interna). Sistem ini mempunyai penataan somatotopik di korteks
motorik primer, yaitu sebagai manusia terbalik (homunkulus motorik).
8
Gambar 2.
Homunkulus Motorik
9
Homunkulus motorik memperlihatkan pengaturan somatotropik pada
korteks motorik primer disepanjang girus presentralis lobus frontalis.
Dari sel-sel motorik dilanjutkan oleh traktus piramidalis yang menuju ke
subkorteks dan batang otak, menyilang garis tengah di medulla oblongata akhir,
kemudian menuju ke otot tubuh sisi kontralateral. Kerusakan area motorik
hemisfer kiri menyebabkan hemiparesis kanan (kontralateral).
10
Gambar 3.
Traktus Piramidalis
Traktus piramidalis (traktus kortikospinalsis) berakhir di kornu anterior
medulla spinalis (neuron motorik sentral, upper motor neuron). Terjadi sinaps
dengan neuron motorik perifer (lower motor neuron) yang menuju ke otot-otot.
1. Upper Motor Neuron (UMN)
Yaitu semua neuron yang menyalurkan impuls dari area motorik di korteks
motorik sampai inti-inti motorik saraf kranial di batang otak (traktus
kortikobulbaris) atau sampai kornu anterior di medulla spinalis (traktus
kortikospinalis)
Tanda-tanda lesi UMN:
− Kelumpuhan (paralisis) atau kelemahan (paresis) dengan tonus otot yang
meningkat (spastik)
− Refleks tendon fisiologik meningkat (hiperrefleksi)
− Adanya refleks-refleks patologik
− Tidak dijumpai atrofi pada otot
2. Lower Motor Neuron (LMN)
Yaitu semua neuron yang menyalurkan impuls motorik dari motor neuron
sampai akhir perjalanannya ke otot. Disebut juga final common pathway
Tanda-tanda lesi LMN:
− Paralisis atau paresis dengan tonus otot menurun (flaksid)
11
− Refleks tendon fisiologis menurun (hiporefleksia) atau hilang sama
sekali (arefleksia)
− Tidak dijumpai refleks patologik
− Atrofi pada otot-otot
Sistem Ekstrapiramidal dan Ganglia Basalis
Menggambarkan sistem ekstrapiramidalis (seluruh serabut motorik yang
tidak melalui piramidal) secara anatomi tidaklah mudah. Bila sistem dipandang
sebagai suatu unit anatomis, maka sistem itu terdiri dari (1) ganglia basalis dan
sirkuit-sirkuitnya, (2) area pada korteks yang mempunyai proyeksi pada ganglia
basalis, (3) daerah serebelum yang mempunyai proyeksi pada ganglia basalis, (4)
bagian dari formasio retikularis yang berhubungan dengan ganglia basalis dan
korteks serebri, dan (5) nukleus thalamus yang menghubungkan ganglia basalis
dan formasio retikularis.
Fungsi utama sistem ekstrapiramidalis adalah mengatur secara kasar otototot voluntary (sistem piramidalis dan sistem kortikospinalis mengatur secara
halus).
12
Gambar 4.
Traktus Ekstrapiramidalis
Ganglia basalis adalah massa yang terdiri dari sekumpulan inti-inti di
substansia abu-abu pada bagian dalam hemisfer otak. Terdiri dari nukleus
kaudatus, putamen, globus palidus, dan amigdala. Secara umum, ganglia basalis
berperan dalam dua aktivitas umum: pengaturan tonus motorik tubuh dan gerakangerakan yang bertujuan yang kasar. Pengaruh umum eksitasi ganglia basalis adalah
penghambatan sinyal yang menuju daerah fasilitasi bulboretikularis, dan sinyal-
13
sinyal eksitasi yang menuju ke daerah inhibisi bulboretikularis. Bila ganglia
basalis tidak berfungsi secara adekuat, daerah fasilitasi menjadi terlalu aktif
sedangkan daerah inhibisi menjadi kurang aktif. Hal ini mengakibatkan seluruh
tubuh menjadi kaku.
Gambar 5. Ganglia Basalis
Pada gangguan sistem ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot
(rigid), gerakan otot abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan pada
kelancaran gerakan otot volunter dan gangguan gerak otot asosiatif.
Serebelum
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Serebelum terdiri dari bagian tengah (vermis) dan dua
hemisfer lateral. Semua aktivitas serebelum berada dibawah kesadaran.
14
Gambar 6. Serebelum
Tiga lobus serebelum (gambar 7):
1. Lobus anterior (paleoserebelum)
Mempunyai peran penting dalam mengatur tonus otot.
2. Lobus posterior (neoserebelum)
Mempunyai peran penting dalam koordinasi gerakan.
3. Lobus flokulonodularis (arkiserebelum)
Mempunyai peran penting dalam mengatur tonus otot, keseimbangan dan sikap
tubuh.
15
Gambar 7. Skema Lobus serebelum
Tiga fungsi penting dari serebelum ialah keseimbangan tubuh, pengatur
tonus otot, dan pengelolaan serta pengkoordinasi gerakan volunter. Gangguan pada
serebelum mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap dan tonus.
Selain itu, juga terjadi ataksia, dismetria, dan tremor intensi.
V. PATOFISIOLOGI
Cerebral Palsy terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel otak yang
berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Ketika sel-sel tersebut mati, maka
tidak ada lagi impuls yang diteruskan ke sel otot. Ataupun hilangnya kontrol pada
otot dapat terlihat pada gejala-gejala yang terdapat pada penderita Cerebral Palsy.5
Lesi otak pada suatu paralisis otak walaupun bersifat permanen tetapi tidak
progresif. Hilangnya fungsi neuron otak menyebabkan terjadinya pelepasan sistem
kontrol yang menyebabkan beban berlebihan dan disebut release phenomenon.
16
Gambaran lesi otak pada anak-anak dibagi berdasarkan luas dan lokasi lesi,
termasuk pada korteks motoris serebral, ganglia basalis atau serebelum.2
Gambar anatomi otak
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu
induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral
yang berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini
bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis,
anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya1
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi
bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali,
makrosefali.1
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi
bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu (1) secara radial, daerah
periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks serebri. (2)
sedangkan migrasi secara tangensial zona germinal menuju ke permukaan korteks
serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.1
17
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa
tahun pasca natal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi
genetik, gangguan metabolisme.1
Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca
natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi neuron, dan pembentukan selubung
myelin.1
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya
kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus
yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler
ganglia basalis, batang otak dan serebelum.1
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler
dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa
menyebabkan nekrosis.1
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh
dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa
menyebabkan Cerebral Palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental
retardasi.1
Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi
obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak
bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel.1
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan
sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang irreversibel. Lesi irreversibel
lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada
kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.1
VI. GEJALA KLINIK
Beberapa tipe paralisis otak tidak menunjukkan gambaran klinis yang nyata
pada satu bulan pertama setelah kelahiran, oleh karena adanya gambaran release
18
phenomenon dan juga karena kecilnya aktivitas serebral pada awal kelahiran. Pada
Cerebral Palsy perkembangan pergerakan terlambat sering disertai dengan
retardasi mental. Penilaian intelegensia sulit dilakukan karena adanya penurunan
fungsi sensoris dan motoris.2
Gejala Dini
Secara pasti penyebab dari sebagian besar kasus Cerebral Palsy belum diketahui.
Akan tetapi bayi yang beresiko menderita Cerebral Palsy dapat diperkirakan dari
tanda-tanda klinis dini yang bermanifestasi antara lain:13
• Sesaat setelah lahir bayi tampak terkulai lemah tetapi tidak jarang juga terlihat
normal seperti biasa,
• Bayi lahir rendah yang tidak menangis pada 5 menit pertama kelahirannya, dan
biasanya berubah menjadi biru atau tampak anoksia,
• Bayi yang membutuhkan ventilator lebih dari 4 minggu setelah kelahiran,
• Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital,
• Kejang-kejang pada bayi baru lahir juga dapat meningkatkan resiko Cerebral
Palsy,
19
• Bayi yang mengalami pendarahan otak, hal ini dikarenakan perdarahan dapat
merusak bagian otak yang berfungsi mengatur fungsi motorik,
• Pergerakannya lambat dibandingkan dengan anak seusianya, dimana anak
tersebut terkesan terlambat untuk bisa menegakkan kepala, duduk, ataupun
bergerak ke sekitarnya.
• Anak tersebut tidak menggunakan
kedua tangannya,
ataupun hanya
menggunakan satu dari tangannya untuk menggenggam atau meraih sesuatu,
• Timbul masalah pada intake, karena bayi tersebut mengalami kesulitan dalam
hal mengisap, menelan ataupun mengunyah. Ia akan sering tersedak atau batuk
20
secara tiba-tiba. Walaupun anak tetap akan tumbuh besar teapi masalah intake
ini akan terus berlanjut,
• Timbul kesulitan dalam merawat anak tersebut, hal ini dikarenakan tubuhnya
yang kaku ketika digendong, dikenakan pakaian, dimandikan, atau saat ia
bermain. Di kemudian hari ia tidak juga belajar bagaimana cara berpakaian
sendiri, makan, mandi ataupun ke kamar kecil bahkan ia tidak tahu cara bermain
dengan orang lain. Hal ini mungkin disebabkan kekakuan yang tiba-tiba
ataupun kelemahan yang menyebabkannya sering terjatuh atau terkulai
kapanpun dan di mana saja.
Gambaran klinik Cerebral Palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan
otak yang mengalami kerusakan:1
1. Paralisis
21
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
2. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat
bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
3. Ataksia
Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita
biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan
perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan
semua pergerakan serba canggung.
4. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
5. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan Cerebral Palsy
terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral Palsy
yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia
serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami
kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan
secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh
anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
6. Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia,
strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
7. Problem emosional terutama pada saat remaja.
VII. KLASIFIKASI
22
Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis yang
nampak yaitu berdasarkan pergerakan:
• Tipe Spastik (65%)
Pada tipe ini gambaran khas yang dapat ditemukan adalah paralisis spastik atau
dengan paralisis pada pergerakan volunter dan peningkatan tonus otot
(hipertoni, spastisitas, peningkatan refleks tendo dan klonus). Gangguan
pergerakan volunter disebabkan kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan otot.
Bila anak menggapai atau mengangkat sesuatu, terjadi kontraksi otot secara
bersamaan sehingga pada pergerakan terjadi retriksi dan membutuhkan tenaga
yang banyak.2
Paralisis akan mengenai sejumlah otot-otot, tetapi derajat paralisis berbedabeda, sehingga didapat ketidakseimbangan dalam tarikan otot dan akan
menghasilkan suatu deformitas tertentu, sehingga pada spastik Cerebral Palsy
deformitas akan berupa: fleksi, aduksi, dan internal rotasi. Gambaran khas
spastic gait berupa kekakuan dan kejang-kejang yang mengenai anggota gerak
yang terjadi di luar kontrol karena adanya deformitas posisi dan tampak nyata
23
pada saat penderita berjalan ataupun berlari. Paralisis spastik yang mengenai
otot bicara menyebabkan kesulitan pengucapan kata secara jelas. Paralisis
spastik pada otot menelan menyebabkan hipersekresi saliva yang berlebihan
sehingga air liur tampak menetes.2,3,7
Tergantung dari luasnya lesi pada korteks serebral dapat terjadi spastik paralisis,
yang dapat di bagi menjadi :
∗ Monoplegia
: mengenai salah satu anggota gerak
∗ Hemiplegia
: mengenai anggota gerak atas dan bawah pada
salah satu sisi
∗ Diplegia
: mengenai anggota gerak bawah
∗ Quadriplegia/tetraplegia
: mengenai seluruh anggota gerak
24
Pasien dengan tipe spastik biasanya mengalami kerusakan pada korteks motorik
ataupun traktus piramidalis.5,9,7,13
• Tipe Atetoid (20%)
Gambaran khas atetosis adalah gerakan involunter yang tidak terkontrol pada
otot muka dan seluruh anggota gerak. Gerakan otot atetotik menyebabkan
perputaran, gerakan menggeliat pada anggota gerak dan muka sehingga
penderita tampak menyeringai dan bila mengenai otot yang digunakan untuk
berbicara maka akan timbul kesulitan berkomunikasi untuk menyampaikan
keinginan ataupun kebutuhannya.2,3,7
Tipe atetosis pada pergerakan tangan dan lengan nampak sebagai getaran yang
bersifat regular atau spasme yang tiba-tiba. Terkadang pergerakan tidak
mempunyai tujuan, ataupun ketika ingin melalukan sesuatu maka anggota
badannya akan bergerak terlalu cepat dan terlalu jauh. Keseimbangannya juga
sangat buruk sehingga ia juga akan mudah terjatuh. Pada tipe ini kerusakan
terjadi pada sistem motorik ekstrapiramidal atau hingga ke ganglia basalis.7,13,14
25
• Tipe Ataksia (5 %)
Gambaran khas berupa ataksia serebral karena adanya gangguan koordinasi otot
dan hilangnya keseimbangan. Cara berjalan pada anak bersifat tidak stabil dan
sering terjatuh walaupun telah menggunakan tangan untuk mempertahankan
keseimbangan. Pada lesi sereberal primer terjadi spastisitas dan atetosis tanpa
disertai gangguan intelegensi. Anak yang menderita tipe ataksia mengalami
kesulitan ketika mulai duduk atau berdiri. Lesi biasanya mengenai serebelum,
sehingga intelegensia tidak terganggu.2,3,13,14
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, dibagi atas:1
26
1. Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari-hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2. Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan
khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan
penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat
bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
3. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus
yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini
ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya
untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan
gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
VIII.
DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis pasti dari Cerebral Palsy tidaklah begitu mudah,
terutama pada bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Pada kenyataannya untuk
mendiagnosis Cerebral Palsy ada suatu fase dimana dokter hanya mengawasi
ataupun menunggu untuk melihat apakah kerusakan motorik bersifat permanen
dan spesifik. Banyak anak-anak yang menderita Cerebral Palsy dapat didiagnosis
pada usia 18 bulan, akan tetapi 18 bulan merupakan waktu yang sangat lama bagi
orang tua pasien untuk menantikan diagnosa dari penyakit anak mereka, dan ini
menjadi saat-saat yang paling sulit untuk dilalui.14,15
27
1. Anamnesis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat
kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya
Cerebral Palsy.1
Cerebral Palsy biasa didiagnosis atau dicurigai pada bayi atau anak dengan
riwayat mengalami keterlambatan dalam perkembangan pergerakan seperti
tengkurap (5 bulan), duduk (7 bulan), belajar berdiri (10 bulan), berdiri sendiri (14
bulan), berjalan (15 bulan). Dalam menegakkan diagnosis Cerebral Palsy seorang
dokter biasanya memperhitungkan keterlambatan gerakan-gerakan tersebut. 2,5,14,15
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat kelainan tonus otot, kelainan gerak, dan
kelainan refleks pada bayi.2,5,14,15
Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan dengan memperhatikan perkembangan
motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap. Pada bayi
yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejala
dapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan
perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua Cerebral Palsy melalui fase
hipotoni.1
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dari Cerebral Palsy tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan darah ataupun pemeriksaan radiologi (X-Ray, CTScan, dan MRI), namun demikian pemeriksaan tersebut dapat saja dilakukan untuk
menyingkirkan kecurigaan-kecurigaan mengenai penyakit yang lainnya. MRI dan
CT Scan merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada pasien-pasien
dengan kecurigaan Cerebral Palsy. Pemeriksaan-pemeriksaan ini memberi
kecurigaan berupa Hidrocephalus atau pun dapat menyingkirkan penyakit lain
28
yang juga menyebabkan gangguan motorik. Akan tetapi pemeriksaaan ini tidak
dapat membuktikan bahwa seorang anak menderita Cerebral Palsy.5,15
Menurut data yang berhasil dikumpulkan pada sekelompok anak yang
menderita Cerebral Palsy ditemukan kelainan pada hasil CT Scannya, baik berupa
skar, pendarahan, ataupun kelainan-kelainan lainnya yang tidak ditemukan pada
anak normal. Maka dari itu pada anak-anak dengan hasil CT Scan yang
menunjukkan suatu kelainan dan didukung dengan pemeriksaan fisis yang
mengarah kepada Cerebral palsy, dapat didiagnosis sebagai Cerebral Palsy.5,15
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala,
pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang
memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena
sering disertai kejang. Pemeniksaan psikologi untuk menentukan tingkat
kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa
atau sekolah luar biasa.1
IX. PENGOBATAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral Palsy. Terapi bersifat
simptomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang
sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk
menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan
keberhasilannya
maka
perlu
diperhatikan
penggolongan
Cerebral
Palsy
berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat.1
Tujuan terapi pasien Cerebral Palsy adalah membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta
penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin
memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri.1
29
Pada anak-anak penanganannya membutuhkan keterpaduan antara keluarga,
ahli rehabilitasi, ahli neurologi, ahli ortopedi, ahli psikologi, terapi bicara, pekerja
medis, sosial dan guru. Sebaiknya pengobatan ini diarahkan pada suatu
tempat/pusat khusus.
1. Pertimbangan psikologis
Orang tua penderita membutuhkan pendekatan khusus karena diagnosis jarang
ditegakkan pada awal kehidupan sehingga orang tua beranggapan bahwa
anaknya normal dan kecewa bila mengetahui anaknya tidak normal. Banyak
orang tua yang tidak dapat menerima hal ini. Perkembangan psikologis anak
tergantung pada usia dan perkembangan mentalnya. Beberapa anak kurang
dapat memusatkan perhatian dan labil sehingga sulit untuk diajar.
2. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang bersifat kausatif. Biasanya beberapa pasien diterapi
dengan obat-obatan untuk mengatasi epilepsi dengan harapan dapat mengontrol
perluasannya dengan pemberian obat jenis antikonvulsan. Antikonvulsan
bekerja dengan mengurangi stimulasi yang berlebihan pada otak tanpa
menyebabkan depresi pada pusat vital lainnya seperti pusat pernapasan dan
bersifat non sedatif. Beberapa jenis antikonvulsan yang sering digunakan yaitu :
barbiturate, hidantoin, benzodiazepine.15
Beberapa pengobatan juga dianjurkan untuk beberapa pasien dengan tipe
spastik, sebelum terjadinya kontraktur dapat diberikan diazepam, dantrolene dan
baclofen. Penemuan terbaru yaitu dengan menggunakan Botulinium Toxin
(Botox) sangat berguna untuk mengatasi tipe spastik, biasanya diinjeksikan
langsung ke otot yang mengalami spastik, diperkirakan dapat mengurangi tonus
otot selama beberapa bulan. Tipe athetosis dapat diterapi dengan pemberian
trihexyphenidil HCl dan benztropine.16
30
3. Terapi fisik dan okupasional (Occupational therapy)
Terapi fisik dan okupasional berfungsi untuk relaksasi otot, memperbaiki
koordinasi otot dan meningkatkan kontrol otot volunter sehingga pergerakan
dapat dikontrol. Terapi fisik bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan
mobilitas, hal ini diusahakan melalui latihan-latihan, berusaha untuk
memperbaiki posisi dan belajar jalan sendiri atau belajar untuk menggunakan
beberapa alat bantu seperti kursi roda, skuter, sepeda beroda dua atau beroda
tiga, alat bantu berupa penyangga pada kaki.
Aktivitas yang ringan dapat dipelajari sendiri meskipun memerlukan latihan
yang berulang-ulang. Meregangkan otot spastik secara aktif setiap hari berguna
untuk mencegah deformitas yang ditandai dengan adanya spastisitas dan
ketidakseimbangan otot. Terapi okupasional dirancang untuk aktivitas-aktivitas
tertentu yang menggunakan keterampilan motorik, seperti untuk makan, duduk
dan belajar menggunakan peralatan mandi.
4. Terapi bicara (speech therapy)
31
Pengertian terapi bicara adalah memperbaiki pengucapan kata yang kurang baik
sehingga dapat dimengerti.
5. Penanganan deformitas2,14,17
• Pemakaian bidai diperlukan untuk mengatasi deformitas serta mencegah
rekurensi yang telah dikoreksi.
• Pemakaian penyangga pada anggota gerak bawah diperlukan untuk
membantu anak berdiri dan berjalan dengan bantuan tongkat.
• Untuk mengoreksi deformitas dan memperbaiki fungsi diperlukan tindakan
operatif sehingga anak dapat terbebas dari pemakaian penyangga.
6. Penanganan pembedahan18
Pengobatan dengan operasi merupakan suatu hal yang penting di mana
penanganan yang dilakukan melalui beberapa pendekatan operasi:
a. Selective Dorsal Root Rhizotomy
Memotong saraf pada tungkai yang paling terpengaruh oleh gerakan dan
kejang. Prosedur ini, yang disebut rhizotomi (dalam bahasa Yunani “rhizo”
yang berarti akar dan “tomy” yang berarti “pemotongan”), mengurangi
spastisitas dan memungkinkan lebih banyak fleksibilitas dan kontrol yang
terkena anggota badan dan sendi. Teknik ini bertujuan untuk mengurangi
spastisitas di kaki dengan mengurangi jumlah rangsangan yang mencapai
otot-otot kaki melalui saraf (nerve). Dalam prosedur, dokter berusaha untuk
menemukan dan secara selektif memutuskan saraf yang terlalu aktif dalam
mengendalikan otot-otot kaki. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa teknik
ini dapat mengurangi spastisitas pada beberapa pasien terutama mereka yang
telah spastik diplegia.
32
b. Chronic Cerebellar Stimulation
Dalam teknik ini, elektroda ditanamkan pada permukaan serebelum, bagian
dari otak yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pergerakan, dan
digunakan untuk merangsang saraf serebelar tertentu. Diharapkan bahwa
teknik ini dapat menurunkan spastisitas dan meningkatkan fungsi motorik
c. Stereotactic Neurosugery
Bedah stereotatik digunakan untuk mempermudah pengelolaan pergerakan
yang abnormal, teknik ini berhubungan dengan penanganan gejala dan bukan
penyakit itu sendiri.
Bergantung pada sisi dan bagian dari tubuh yang ingin diperbaiki, para ahli
bedah saraf dapat mengetahui secara pasti titik target dari otak yang harus
diubah untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Teknik ini merupakan teknik tiga dimensi utuk bedah saraf. Terdiri dari
pengambilan sinar-X (atau pencitraan lain) untuk memetakan struktur dalam
otak. Setelah hal tersebut dilakukan, koordinat dipindahkan ke stereotactic
frame yang akan memandu elektroda ke lokasi yang tepat. Stereotactic frame
tetap berada dalam tengkorak dan elektroda didorong lubang (burr hole) ke
dalam otak. Sementara lucutan listrik kecil diterapkan sebentar-sebentar, ahli
bedah dapat melihat respon dari pasien dan sekaligus mengetahui posisi tepat
elektroda dalam otak. Setelah sampai di titik target, impuls listrik yang lebih
besar dikirim melalui elektroda untuk memodifikasi sel-sel otak di tempat
itu.
Sebagian besar waktu, prosedur dilakukan di bawah anastesi lokal,
tergantung pada kondisi pasien. Biasanya pasien dapat pulang sehari setelah
prosedur operasi dilakukan.
33
d. Stereotaxic Thalamotomy
Teknik ini meliputi operasi di area spesifik dari otak, yaitu thalamus yang
merupakan stasiun pada otak yang menerima pesan-pesan dari otot dan
organ-organ indera (organ sensoris). Prosedur ini terbukti efektif hanya untuk
menggurangi tremor hemiparetik.
e. Bedah pada kontraktur
Operasi yang dilakukan didasarkan atas prinsip penanganan ortopedi
terhadap kelainan neurologi dan trauma.
Secara umum operasi bermanfaat terutama pada tipe spastik, tetapi tidak
diindikasikan sampai anak mencapai perkembangan keseimbangan tubuh.
Orang tua harus diingatkan bahwa operasi bertujuan untuk memperbaiki
fungsi tapi tidak dapat memperbaiki anggota gerak yang spastik menjadi
normal, teknik pembedahan yang dapat dilakukan yaitu pemanjangan tendon
dan pemindahan tendon.
Pembedahan sering dianjurkan ketika kontraktur yang cukup parah untuk
menyebabkan masalah gerakan. Di ruang operasi, dokter bedah dapat
memperpanjang otot dan tendon yang proporsional terlalu pendek. Pertama,
dokter bedah harus menentukan otot-otot tepat, karena memperpanjang otot
yang salah bisa membuat masalah lebih buruk.
Menemukan masalah otot yang perlu koreksi dapat menjadi tugas yang sulit.
Hal ini disebabkan berjalan dua langkah dengan gaya berjalan (gait) normal,
dibutuhkan lebih dari 30 otot besar bekerja di waktu yang tepat dan gaya
yang tepat. Kelainan dalam salah satu otot tersebut dapat menyebabkan gaya
berjalan abnormal. Sedangkan penyesuaian alami tubuh untuk mengimbangi
dan mengkompensasi kelainan otot tersebut dapat menyesatkan. Sebuah alat
baru yang memungkinkan para dokter untuk menemukan kelainan gaya
34
berjalan abnormal, kelainan pada otot, dan memisahkan kelainan yang nyata
dari
mekanisme
kompensasi
disebut
gait
analysis.
Gait
analysis
menggabungkan kamera yang merekam pasien ketika sedang berjalan,
komputer yang menganalisis setiap porsi gaya berjalan pasien, force plates
yang mendeteksi ketika kaki menyentuh tanah, dan teknik perekaman khusus
yang dapat mendeteksi aktivitas otot (yang dikenal sebagai Elektromiografi).
Dengan menggunakan data ini, dokter akan lebih siap untuk memperbaiki
masalah-masalah yang signifikan. Mereka juga dapat menggunakan gait
analysis untuk memeriksa hasil bedah.
Karena pemanjangan otot membuat otot menjadi lebih lemah, operasi
kontraktur biasanya diikuti dengan bulan pemulihan. Untuk alasan ini, para
dokter berusaha untuk memperbaiki fungsi otot-otot sebanyak mungkin. Jika
lebih dari satu prosedur bedah tidak dapat dihindari, operasi dijadwalkan
berdekatan.
f. Bedah pada tipe atetoid
Pada tipe athetoid hanya sedikit yang dapat dibantu dengan tindakan operasi
yaitu dengan cara khusus yang bertujuan untuk mengurangi pergerakan
athetoid berupa neurektomi yang selektif.
X. PROGNOSIS
Hingga saat ini Cerebral Palsy tidak dapat disembuhkan, tetapi berdasarkan
masalah yang timbul menyangkut sistem pernapasan dapat teratasi. Bila seorang
anak mulai bertambah usia ataupun ketika mulai mengikuti kegiatan sekolah, maka
ia akan berlatih untuk tidak terlalu bergantung pada orang lain, akan tetapi ada
juga anak yang membutuhkan bantuan seumur hidupnya.14,19
Kerusakan pada otak yang terjadi pada Cerebral Palsy tidak dapat
diperbaiki, tetapi setiap anak dapat mencoba untuk menggunakan bagian lain dari
otak yang tidak mengalami kerusakan untuk melakukan hal-hal yang
35
diinginkannya. Seorang anak yang menderita Cerebral Palsy akan menjadi dewasa
tetap sebagai penderita Cerebral Palsy. Mencari kesembuhan mutlak hanyalah
mendatangkan kekecewaan. Bantuan yang dapat diberikan yaitu membantunya
untuk dapat melanjutkan hidup dengan kemampuan yang ada tanpa bergantung
kepada orang lain selama ia bisa melakukannya sendiri.13,19
Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis
bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang,
gangguan penglihatan dan pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Denpasar: UPF
Neurologi Universitas Udayana; 1995. p. 37-40.
2.
Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue;
2003. p. 255-8.
3.
Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara;
1995. p. 621-7.
4.
Cerebral Palsy Info [Online]. 2004 [cited 2010 Feb 27]; [3 screens]. Available
from: URL: http://www.noahsworldusa.com
5.
Nath. Cerebral Palsy [Online]. 2005 [cited 2010 Mar 3]; [7 screens].
Available from: URL: http://thomsoncorporation.org/health.htm
6.
Children’s Memorial Hospital. Cerebral Palsy [Online]. 2009 [cited 2010 Mar
3]; [2 screens]. Available from:
36
URL: http://www.childrensmemorial.org/depts/orthopaedic/default.aspx
7.
Cerebral Palsy [Online], 2006 [cited 2010 Feb 27]; [5 screens]. Available
from: URL http://en.wikipedia.org/wiki/Cerebral_palsy
8.
Cerebral Palsy [Online], 2005 [cited 2010 Mar 3]; [3 screens]. Available
from:
URL: http://www.familyhopecenter.org/english/condition/cerebral_palsy.html
9.
Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fiscer JE, Galloway AC.
Principle of Surgery. 7th ed. United States: McGraw-Hill Companies; 1999.
Vol 2 p.1922-4.
10. Islam MS. Neuroanatomi Fungsional. Surabaya: UPF Ilmu Penyakit Saraf FK
Airlangga; 1996. p. 14-20, 40-1, 90-7.
11. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p.
87-8.
12. Price & Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2005. Vol 2 p. 1026, 1028-30, 1039-42.
13. Werner D. Cerebral Palsy [Online]. 1999 [cited 2010 Mar 3]; [18 screens].
Available from:
URL: http://www.dnf.ne.jp/doc/english/global/david/dwe002/dwe00210.html
14. Office and Communication of Public Liasion Bethesda. What is Cerebral
Palsy [Online]. 2006 [cited 2010 Feb 27]; [3 screens]. Available from: URL:
http://www.askthelawdoc.com/about-cp.html
15. Miller B. Cerebral Palsy: A Guide for Care [Online]. 2006 [cited 2010 Feb
27]; [9 screens]. Available from:
37
URL: http://gait.aidi.udel.edu/res695/homepage/pd_ortho/clinics/cpalsy.html
16. Fox AM. A Guide to Cerebral Palsy [Online]. 1999 [cited 2010 Mar 3]; [12
screens]. Available from: URL: http://www.ofcp.on.ca-images-brain.gif.html
17. Treathing Cerebral Palsy [Online]. 2007 [cited 2010 Mar 3]; [5 screens].
Available from: URL: http://treatmentofcerebralpalsy.com/index.html
18. Madrona LM. Cerebral Palsy An Introduction and Overview [Online]. 2001
[cited 2010 Mar 3]; Available from:
URL: http://www.healing-arts.org/children/cp/cpoverview.htm
19. Polzin SJ. Cerebral Palsy [Online]. 2006 [cited 2010 Mar 3]; [6 screens].
Available from:
URL: http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/cerebral_palsy.htm
38
Download