sadd dzari`ah ( دُّ َ ِ َ ْ ِرلذَّا )

advertisement
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
SADD DZARI’AH ( ِ َ ْ ‫) َ ُّد َّذلا ِر‬
Muchamad Toif Chasani1
Abstrak
Sadd al-dzari’ah sebagai salah satu metode dalam penafsiran atau penggalian hukum
Islam, dalam aplikasinya senantiasa bersandar pada konsep maslahah dengan
berbagai ragamnya. Metode ini lebih berkesan preventif, karena segala sesuatu yang
pada mulanya mengandung pengertian boleh (mubah) menjadi dilarang (haram)
karena akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut ada indikasi yang mengarah
kepada mafsadat baik dari segi jenis maupun kualitasnya.
Kata kunci: Sadd al-dzari’ah, maslahah, mafsadat.
1
Dosen di STAINU Kebuman, saat ini sedang melanjutkan studi di S3 Islamic Studies SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
149
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
Pendahuluan
penggalian hukum dalam kajian hukum
Al-Qur’an
dan
al-Sunnah
Islam.
adalah sumber hukum utama dalam
berbagai
permasalahan
yang
Tujuan
ada,
Islam
disyariatkan
adalah
untuk
hukum
memelihara
dengan
kemaslahatan manusia sekaligus untuk
waktu
menghindari mafsadat, baik di dunia
muncul peristiwa dengan beraneka
maupun di akhirat. Tujuan tersebut
ragam permasalahannya, sementara itu
harus dipahami secara menyeluruh
masa turunnya wahyu dari Allah swt
oleh orang yang akan menggali atau
telah
menafsirkan hukum (mujtahid) dalam
namun
berbarengan
perkembangan
ruang
berakhir
dan
ditandai
dengan
wafatnya Rasulullah saw. Berbagai
rangka
permasalahan
dalam
hukum Islam dan menjawab persoalan-
masyarakat setelah berakhirnya masa
persoalan hukum kontemporer yang
kenabian
kasusnya
yang
(ba`da
muncul
bi`tsah)
akan
mengembangkan
belum
pemikiran
ditemukan
secara
menimbulkan persoalan tersendiri bagi
eksplisit di dalam nash al-Qur’an.
para ahli hukum Islam, apabila tidak
Lebih dari itu, tujuan hukum harus
ditemukan jawaban hukum dari al-
diutamakan
Quran
secara
mengetahui apakah suatu hukum yang
tekstual. Dalam menghadapi berbagai
telah ada masih dapat diterapkan
masalah baru inilah para ahli hukum
terhadap permasalahan yang muncul
Islam dituntut untuk selalu berkreasi
belakangan karena adanya perubahan
secara inovatif melalui berbagai metode
struktur
penafsiran
karenanya
maupun
atau
al-Sunnah
penggalian
hukum
dalam
sosial
rangka
untuk
masyarakat.
pengetahuan
Oleh
tentang
terhadap ayat-ayat al-Quran maupun
maqasid al-syari’ah atau tujuan utama
al-sunnah. Berkreasi secara inovatif
hukum
untuk mencari jawaban hukum ini
penting dalam upaya pembentukan
dalam kajian hukum Islam dikenal
hukum Islam yang sesuai dengan nilai-
dengan istinbath ahkam. Sadd al-
nilai universal al-Quran.
dzari`ah merupakan salah satu dari
sekian banyak metode penafsiran atau
150
Islam
memegang
peranan
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
Paradigma Sadd al-dzari’ah dalam
adalah wajib juga tatkala memang
Hukum Islam
mampu melakukannya.3
Secara
( ِ َ ْ ِ‫) َّذلار‬
berarti
etimologi,
“jalan
Dzari’ah
yang
Sedangkan secara terminologis,
menuju
2
kepada sesuatu ( ِ ‫مل‬
ْ ‫ ) مْ َ ِ ِس َ ُي إ َ َّذل‬.”
Imam al-Qarafy al-Maliki menyatakan:
Dari
‫ أو يه عبارة‬،‫ مت ال مبباح إ ما فيو جناح‬:‫اططال ًا‬
sisi etimologis, maka ketentuan hukum
‫ار‬
4
.‫عن أم ٍر ِري ممه ع يف هفسو خياف من رتاكبو م ق ع يف ممن ع‬
yang berlaku pada Dzari’ah adalah
Artinya: “Dzari’ah adalah perantara
mengikuti
yang
dengan perkara mubah kepada sesuatu
terdapat pada perbuatan yang menjadi
yang berdosa, atau bisa dikatakan
sasarannya. Jelasnya, perbuatan yang
bahwa ia adalah sesuatu yang tidak
membawa ke arah mubah adalah
dilarang,
mubah’ perbuatan yang membawa ke
karena ditakutkan jatuh kepada hal
arah
yang dilarang.
ketentuan
haram
adalah
hukum
haram;
dan
(tetapi
menjadi
dilarang)
perbuatan yang menjadi perantara atas
terlaksananya perbuatan wajib adalah
Akan tetapi, Ibn Qayyim al-
wajib. Misalnya, zina adalah haram.
Jauziyah (691-751 H/1292-1350M)
Maka,
mengatakan
melihat
aurat
wanita
yang
bahwa
pembatasan
menyebabkan seseeorang melakukan
pengertian Dzari’ah kepada sesuatu
perbuatan zina adalah haram juga.
yang dilarang saja tidak tepat, karena
Shalat Jum’at adalah fardhu (wajib),
ada juga Dzari’ah yang bertujuan
maka
guna
kepada yang dianjurkan. Oleh sebab
menjalankan
itu, menurutnya, pengertian Dzari’ah
ibadah shalat Jum’at adalah wajib,
lebih baik dikemukakan yang bersifat
karena hal ini merupakan Dzari’ah.
umum, sehingga Dzari’ah mengandung
Menunaikan ibadah haji adalah fardhu
dua pengertian, yaitu: yang dilarang,
(wajib),
disebut dengan sadd dhari’ah ( ِ َ ْ ‫َ ُّد َّذلا ِر‬
meninggalkan
memenuhi
kewajiban
maka
pergi
jual-beli
menuju
ke
Baitullah untuk menunaikan ibadah haji
3
Abu Zahroh, Ushul Fiqih, Pustaka Firdaus,
Jakarta, 2008. Hal: 439.
:‫أب م باس شياب دلين أمح بن إدريس بن عب مرمحن ملاميك مشيري ابمقر يف ( ملت ىف‬4
‫ انرص بن عيل‬:‫ إع د مطامب‬،‫ جز من رشح تنقيح مفص ل يف عمل لا ل‬،(‫ىـ‬684
‫ محزة بن‬/‫ فض ي مشِس خ ل ِستاذ دلكت ر‬:‫ إرش ف‬،)‫بن انرص مغام ي (ر اةل ماجسِستري‬
:‫ عام منرش‬،‫ جام أم مقرى‬- ‫ لك مرش‬، ‫ ر اةل علم‬:‫ منارش‬،‫حسني مف ر‬
503 :‫ ص‬،‫ م‬2000 - ‫ ىـ‬1421
‫ مفروق‬،‫أب م باس شياب دلين أمح بن إدريس بن عب مرمحن ملاميك مشيري ابمقر يف‬2
،‫ ب ون طب وب ون اترخي‬: ‫ مطب‬،‫ عامل مكتب‬:‫ منارش‬،‫= أه ر مربوق يف أه مفروق‬
274 :‫ص‬
151
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
) dan yang dituntut untuk dilaksanakan,
c.
disebut fath Dzari’ah ( ِ َ ْ ِ‫) فَ ْت ُح َّذلار‬.
tidak diungkapkan secara langsung
Imam al-Syaţibi mendefinisikan
oleh al-Qur’an dan al-sunnah dan
Dzari’ah dengan:
tidak pula bertentangan dengan
‫َمتَّذل َ ُّد ُل ِب َما ُى َ َم ْصل َ َ ٌ ِ َ َم ْف َس َ ٍة‬
“Melakukan
semula
suatu
pekerjaan
mengandung
keduanya.
yang
kemaslahatan
Dzari’ah merupakan salah satu
untuk menuju kepada kemafsadatan.”
Maksudnya;
sumber pokok (ashl) yang secara
seseorang
eksplisit dituturkan dalam kitab-kitab
melakukan suatu pekerjaan yang pada
dasarnya
dibolehkan
mengandung
suatu
lain dari madhab Maliki dan Hanbali.
karena
Adapun kitab-kitab madhab yang lain
kemaslahatan,
tidak menuturkannya dengan judul itu.
tetapi tujuan yang akan ia capai
Tetapi secara implisit bab ini dibahas
berakhir pada suatu kemafsadatan.
dalam
mu’tabaroh,
maslahat
Untuk
lebih
jelasnya
dapat
hukum terbagi atas dua bagian:
sunnah.
1.
Maslahat mulghat, maslahat yang
dengan
dan
dikemukakan, bahwa sumber ketetapan
baik oleh al-Qur’an maupun al-
bertentangan
Hanafy
kesamaan pada bagian-bagian lain.6
yang diungkapkan secara langsung
b.
Madzhab
bagian-bagian tertentu dan ada pula
tiga maslahat, yaitu5:
Maslahat
fiqh
Syafi’I, meski terdapat perbedaan pada
Di dalam ilmu ushul fiqh dikenal ada
a.
Maslahat mursalah, maslahat yang
Maqasid (tujuan/sasaran), yakni
perkara-perkara yang mengandung
ketentuan
maslahat atau mafsadat.
yang termaktub di dalam al-Qur’an
2. Wasail
dan al-sunnah.
(perantaraan),
yaitu
jalan/perantaraan yang membawa
kepada
5
Imron, Ali, Dr., Menerapkan Hukum Islam
Yang Inovatif dengan Metode Sadd al-Dzari’ah,
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI, dengan
mengutip dari: al-Ghozali, al-Mustashfa Min
`Ilmi al-Ushul, Matba’ah Mustafa Muhammad,
Mesir, 1356 H, hal. 139.Dimuat di:
http://unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php
/QISTIE/article/viewFile/593/710
maqasid,
dimana
hukumnya mengikuti hukum dari
perbuatan
6
yang
menjadi
Abu Zahroh, Ushul Fiqih, Pustaka Firdaus,
Jakarta, 2008. Hal: 438.
152
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
(maqasid),
sasarannya
baik
perbuatan buruk, maka ia menjadi
berupa halal atau haram.7
terlarang.
Imam al-Shaţibi mengemukakan tiga
Hanya
saja
dari
segi
syarat yang harus dipenuhi sehingga
derajat/tingkatan hukumnya, ketetapan
suatu perbuatan itu dilarang, yaitu:
hukum terhadap wasail lebih ringan
1.
dibanding
ketetapan
hukum
membawa kepada kemafsadatan,
yang
terdapat pada maqasid. Imam al-Qarafi
”Wasilah
berkata:
2. Kemafsadatan
maqasid
kepada
Perbuatan yang boleh dilakukan itu
lebih
kuat
dari
kemaslahatan pekerjaan, dan
yang paling baik adalah sebaik-baik
3.
Dalam melakukan perbuatan yang
wasilah; wasilah kepada maqasid yang
dibolehkan unsur kemafsadatannya
paling buruk adalah seburuk-buruk
lebih banyak.
wasilah dan wasilah kepada maqasid
yang bertentangan adalah pertengahan
Sedangkan
Imam
al-Subki
membagi Dzari’ah menjadi :
pula.
Dengan demikian, yang menjadi
dasar
diterimanya
dzara’i
1.
Dzari’ah
secara
pasti
dapat
sebagai
menyampaikan pada yang haram,
sumber pokok hukum Islam adalah
maka ia adalah haram menurut
tinjauan
kami
terhadap
akibat
suatu
perbuatan. Perbuatan yang menjadi
perantara
mendapatkan
dan
menurut
Malikiyah.
ketetapan
2. Yang
dipastikan
hukum sama dengan perbuatan yang
menyampaikan
menjadi
akibat
haram,
perbuatan itu dikehendaki atau tidak
dengan
dikehendaki
sasarannya,
baik
Ulama
akan
tidak
pada
tetapi
perkara
perkara
bercampur
yang
dapat
terjadinya.
Apbila
menyampaikan pada yang haram,
mengarah
kepada
maka untuk kehati-hatian adalah
sesuatu yang diperintahkan (mathlub)
dengan menutup kesempatan ini
maka ia menjadi mathlub. Sebaliknya
(‫)سد الذرائع‬.
perbuatan
itu
jikalau perbuatan itu mengarah kepada
3. Sesuatu
yang
kemungkinannya
setengah-setengah, maka dalam
hal ini dilihat dari tingkatan kuat
7
Abu Zahroh, Ushul Fiqih, Pustaka Firdaus,
Jakarta, 2008. Hal: 439.
153
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
atau
lemahnya
kemungkinan
dalam beramal, adalah sabda Nabi
tersebut. 8
saw:
Tinggalkanlah
Dasar pegangan ulama untuk
antara
Begitu pula sabda Nabi yang
maslahat dan mafsadat. Bila maslahat
berbunyi:
‫بي ٌةن َو ه َْبُيو َم أُأ ُم ْو ٌر ُم َت ِب َو تٌ أَأ َ َو َّذلن ُح َى ِ ُم َح َّذلر َم ٌة‬
َ ّ ِ َ ‫َ ْ َلح َ ُل َو ْ َلح َر ُم‬
ِ
ِ ْ ِ ‫َ َمف ْن َح َم َح ْو َل ْ ُلح َمى ُْوي َ كُ أَأ ْن ُْوي َق َع‬
.‫فيه‬
yang dominan, maka boleh dilakukan;
dan bila mafsadat yang doniman, maka
harus ditinggalkan. Bila sama kuat dia
Yang halal itu sudah jelas dan yang
antara keduanya, maka untuk menjaga
kehati-hatian
yang
harus
berlaku,
yaitu
diambil
haram itu sudah jelas. Yang terletak di
prinsip
antara keduanya termasuk urusan yang
sebagaimana
meragukan
dirumuskan dalam kaidah:
ِ َ ‫َد ْر ُأأ ْ َلم‬
‫فس َد ُم َ َّذلقد ٌم ع َ َ ْل ِب ْ َلم َصلِ ِح‬
Menolak
kerusakan
yang
yang tidak meragukanmu.
kehati-hatian dalam beramal ketika
perbenturan
apa-apa
meragukanmu untuk mengambil apa
menggunakan sadd al-dzari’ah adalah
menghadapi
َ ‫َد ْع َما يُ ِر ْ ُب َ ِ َ َما َ يُ ِر ْ ُب‬
(syubhat).
Ketahuilah
bahwa ladang Allah itu adlaah padang
yang
diutamakan
diharamkan.
menggembala
ketimbang mengambil kemaslahatan.
di
Siapa
sekitar
yang
padang
larangan Allah itu diragukan akan
terjatuh ke dalamnya.
Bila antara yang halal dan yang
haram berbaur (bercampur), maka
Terdapat perbedaan pendapat
prinsipnya dirumuskan dalam kaidah:
‫َذ ْجتَ َم َ مْ َ َط ُل َو مْ َ َر ُم ُ ِل ّ َب مْ َ َر ُم‬
ِ
ulama terhadap keberadaan sadd al-
Bila berbaur yang haram dengan yang
dzari’ah sebagai alat atau dalil dalam
halal, maka yang haram mengalahkan
menetapkan hukum (istinbath) syara’.
yang halal.
Ulama yang menolak metode sadd al-
dzari’ah secara mutlak adalah ulam
Sebagai pegangan bagi ulama
Zhahiriyah.
yang mengambil tindakan kehati-hatian
Penolakan
itu
secara
panjang lebar dibeberkan Ibnu Hazm
yang intisarinya adalah sebagai berikut:
a.
،‫ لشِسباه و منظائر‬،)‫ىـ‬771 :‫ ات دلين عب م ىاب بن تقي دلين مسِسبيك ( ملت ىف‬8
Haditst yang dikemukakan oleh
ulama yang mengamalkan sadd al-
.120 :‫ ص‬،‫م‬1991 -‫ىـ‬1411 ‫ لو‬: ‫ مطب‬، ‫ د ر مكتب م لم‬:‫منارش‬
154
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
dzari’ah itu dilemahkan dari segi
dengan nash atau ijma’, hanyalah
sanad dan maksud artinya. Hadits
hukum
itu
sedangkan hukum pada washilah
diriwayatkan
versi
yang
dalam
berbeda
banyak
peawinya.
dzari’ah
atau
maqashid,
tidak
pernah
oleh nash atau ijma’.
ditetapkan
yang
adalah
Oleh karena itu cara seperti ini
yang
ditolak, sesuai dengan firman Allah
sedangkan
dalam surat al-Nahl: 116:
َ َ‫َو ت َ ُق مُ ِم َما ت َِص ُ أَأمْ ِسن َ ُت ُ ُ مْكَ ِ َب َى َ َالط ٌل َو َى َ َح َر ٌم ِمتَ ْف ََتُو ع‬
‫َّذل ِا مْكَ ِ َب‬
diharamkan
di
padang
terlarang,
menggembala di sekitarnya tidak
dilarang. Antara menggembala di
dalam dengan di sektiar padang
Artinya:
itu, hukumnya tidak sama. Karena
itu
hukumnya
hukum
kembali
asalnya,
yaitu
adalah
ijtihad
mubah
apa
kamu
yang
kebohongan
terhadap Allah.”
dengan
Dengan argumentasi di atas, kalangan
ulama
Zhahiriyah menolak secara mutlak
Zhahiriyah
dengan
tegas
menolak sadd al-dzari’ah.
ijtihad dengan ra’yu (daya nalar)
seperti ini.
Landasan Hukum Sadd al-dzari’ah:
Hukum syara’ hanya menyangkut
Ulama mazhab Malikiyah dan
apa-apa yang diterapkan Allah
atau
terhadap
mengada-adakan
kemaslahatan, sedangkan ulama
al-Qur’an
janganlah
dusta "Ini halal dan ini haram", untuk
berpatokan kepada pertimbangan
dalam
Dan
disebut-sebut oleh lidahmu secara
Dasar pemikiran sadd al-dzari’ah
itu
”
mengatakan
kepada
(boleh).
c.
atau
Maksud hadis tersebut ialah bahwa
menggembala
b.
pokok
ulama mazhab Hanabilah menyatakan
dalam
bahwa sadd al-dzari’ah dapat diterima
Sunnah dan Ijma’ Ulama. Adapun
sebagai salah satu alat atau dalil untuk
yang ditetapkan di luar ketiga
menetapkan hukum.
sumber itu bukanlah hukum syara’.
1.
Dalam hubungannya dengan sadd
Firman Allah dalam surat al-An’am
(6) ayat 108:
ِ ُ ‫وال تَسبُّوا ااَّل ِ ي ْد و َو ِ ي‬
ِ‫وو االَّل ِ فَيَسبُّوا االَّل َ َ ْد وا ِ َ ْد‬
ُ َ َ
‫ْد‬
ً
ُ
ُ َ
... ‫ِلْد ٍم‬
al-dzari’ah dalam bentuk kehatihatian yang ditetapkan hukumnya
155
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
Artinya
“Dan
:
jangan
kamu
Muslim dan Abu Daud). Hadits ini
memaki sesembahan yang mereka
menurut
Ibn
sembah selain Allah, karena nanti
menunjukkan
bahwa
mereka akan memaki Allah dengan
dzari’ah
tanpa batas tanpa pengetahuan
alasan untuk menetapkan hukum
...”.
syara’. Walaupun hanya masih
2. Firman Allah:
‫اْسَ ُعوا‬
‫َا أَُّ َها ااَّل ِ َي آ َ نُوا ال تَ ُقواُوا َرا ِنَا َوقُواُوا انْدظُْدرنَا َو ْد‬
ِ َ ‫واِلْد َ افِ ِر ي‬
‫َ َ ٌب‬
‫اا أَاي ٌب‬
َ
Artinya: ” Hai orang-orang yang
4. Nabi Muhammad saw mencegah
para
terang-terangan
orang-
saw.,
saat
dosa
besar
Dzari’ah
“Wahai
Rasulullah
bagiamana
mungkin
Rasulullah
orang
kepada perbuatan riba dimana
menjawab,
itu,
dikatakan
agar hal tersebut tidak mengarah
penerimaan hadiah itu dianggap
sebagai ganti dari bunga.
lain, maka ayahnya juga akan
maki
Nabi
yang
hadiah dari orang yang berutang
“Seseorang mencaci ayah orang
dicaci
(perantaraan)
orang ang mengutangi menerima
seseorang melaknat kedua orang
tuanya?”
merupakan
5. Nabi Muhammad saw melarang
melaknat kedua orang tuanya. Lalu
ditanya,
mereka
Sebab
membunuh para shahabatnya.
seseorang
Rasulullah
menyebarkan
bencana.
menyebabkan
sebesar-besar
adalah
terjadi
membunuh
yang
artinya:
“Sesungguhnya
membunuh
fitnah di kalangan kaum muslimin
(QS. Al-Baqarah: 104).
Rasulullah
sahabatnya
orang-orang munafik yang dengan
orang kafir siksaan yang pedih.
3. Hadits
satu
melarang perbuatan tersebut.
tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan
bagi
salah
al-
dugaan itu pula Rasulullah saw.
(kepada Muhammad): "Raa`ina",
Dan
termasuk
sadd
berupa praduga, namun atas dasar
beriman, janganlah kamu katakan
"dengarlah".
Taimiyah
6. Nabi Muhammad saw melarang
dan
memotong tangan pencuri pada
seseorang mencaci maki ibu orang
masa perang bagi orang yang
lain, maka ibunya juga akan dicaci
tidak bergabung dengan orang-
maki orang itu”. (HR. Al-Bukhari,
orang musyrikin.
156
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
7. Para ulama salaf al-shalih
kalangan
shahabat
dari
yang telah dikeluarkan untuk orang
memberikan
lain
karena
Allah,
meskipun
‘iwadh/pengganti.
hak warisan kepada perempuan
dengan
yang ditalak ba’in oleh suaminya
Kadangkala itu menjadi Dzari’ah
pada saat sakit yang membawa
untuk memperdaya kaum mfakir
kematiannya, agar perceraian itu
miskin dengan jalan menyerahkan
Dzari’ah
sedekah hartanya, lalu menarik
(perantaraan) bagi terhalanginya si
kembali melalui cara pembelian
istri
dengan
tidak
menjadi
dari
mendapatkan
bagian
warisan.
yang
keji,
malahan kadang-kadang hal itu
8. Nabi Muhammad saw melarang
dijadikan
perbuatan menimbun harta. Beliau
bersabda:
ِ َ‫تحـ ـ‬
ٌ ‫َاا‬
‫تكـ ُر ِ َّذل ِ ـ‬
ْ َ‫َ ـ‬
mazhab Syafi’iyyah dapat menerima
sadd al-dzari’ah sebagai dalil dalam
berbuat salah.”
penimbunan
masalah-masalah
harta
kesulitan/krisis
masyarakat,
yang
perbuatan
menampakkan
hadapan
hukumnya.
udzur
untuk
tidak
tidak
umum
puasanya
(bagi
yang
di
tidak
mengetahui udzurnya). Contoh ini -
9. Nabi Muhammad saw melarang
membeli
karena
berpuasa, tetapi tidak membolehkan
menimbun harta itu sendiri haram
seseorang
dan
Imam al-Syafi’i membolehkan orang
terjadinya
perekonomian
selain
tertentu
menolaknya dalam kasus-kasus lain.
merupakan Dzari’ah (perantaraan)
menyebabkan
untuk
Ulama mazhab Hanafiyah dan
harta kecuali orang-orang yang
Sebab
persaratan
pemberian sedekah tersebut.
Artinya: “Tidak berbuat menimbun
yang
penipuan
paling tidak - berprinsip pada metode
kembali
sadd al-dzari’ah.
barang yang telah disedekahkan
Ulama mazhab Hanafiyah dan
kepada orang lain, walaupun ia
ulama
mendapatkannya terjual di pasar,
mazhab
menerima
demi menghindarkan dari Dzari’ah
berupa ditariknya kembali barang
157
kaidah
Syafi’iyyah
sadd
apabila
kemafsadatan
muncul
itu
dapat
dapat
al-dzari’ah
yang
akan
dipastikan
akan
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
terjadi,
atau
sekurang-kurangnya
b. Perbuatan yang dilakukan itu
praduga keras (ghilbah al-dhan) akan
biasanya membawa kepada
terjadi.
mafsadat
Para
ulama
mengelompokkan
ushul
Dzari’ah
fiqh
ghalib)
kedalam
membawa
al-
kepada
mafsadat. Misalnya, seseorang
mafsadatnya dan Dzari’ah
dilihat dari segi jenis mafsadatnya.
1.
besar
(dhann
kemungkinan
dua kategori. Dzari’ah dilihat dari segi
kualitas
atau
menjual
anggur
kepada
produsen
minuman
keras.
Dzari’ah dari kualitas mafsadatnya.
Pada
Imam al-Syathibi mengemukakan
barang (anggur) itu boleh-
bahwa
boleh saja, akan tetapi apabila
dari
segi
kualitas
dasarnya
menjual
kemafsadatannya, Dzari’ah terbagi
ternyata
dijual
kepada empat macam, yaitu :
produsen
minuman
a. Perbuatan yang dilakukan itu
besar kemungkinan anggur itu
membawa
kepada
kemafsadatan
secara
diproses
pasti
keras
menjadi
yang
kepada
keras
minuman
memabukkan
(qat’i). Misalnya, seseorang
(khamar). Perbuatan seperti
menggali sumur di depan pintu
ini
rumahnya sendiri dan ia tahu
dugaan
pada malam yang gelap itu
perbuatan
ada
kepada kemafsadatan.
orang
berkunjung
yang
ke
akan
dilarang,
karena
keras
itu
ada
bahwa
membawa
rumahnya.
c. Perbuatan yang dilakukan itu
Perbuatan ini pada dasarnya
jarang atau kecil kemungkinan
boleh-boleh saja (mubah fi
membawa kepada mafsadat.
dzatih), akan tetapi dengan
Misalnya
melihat
yang
mengendarai sepeda motor di
perbuatannya
jalan raya dengan kecepatan
akibat
ditimbulkan
secara
pasti
akan
seseorang
30 sampai 50 km/jam pada
mendatangkan mafsadat maka
jalur
menjadi dilarang.
normal. Perbuatan seperti ini
serta
kondisi
boleh-boleh saja.
158
yang
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
d. Perbuatan yang dilakukan itu
mengandung
tetapi
b. Perbuatan itu pada dasarnya
kemaslahatan,
memungkinkan
perbuatan
juga
bahkan
yang
dibolehkan
dianjurkan,
tetapi
perbuatan tersebut membawa
dijadikan
kepada mafsadat. Misalnya,
melakukan
seseorang
pisau,
haram, baik dengan tujuan
sabit, gunting, jarum dan yang
yang disengaja maupun tidak.
sejenisnya di pasar tradisional
Perbuatan yang mempunyai
secara bebas pada malam
tujuan yng disengaja, misalnya
hari. Untuk jenis yang pertama
seorang yang menikahi wanita
dan
para
yang telah dithalaq tiga oleh
ulama’ sepakat melarangnya
suaminya dengan tujuan agar
sehingga perbuatan tersebut
suami
(Dzari’ah)
perlu
menikahinya lagi (nikah al-
dicegah/ditutup (sadd). Untuk
tahlil). Sedangkan perbuatan
jenis yang ketiga para ulama’
yang dilakukan tanpa tujuan
tidak melarangnya, sedangkan
sejak
jenis
seseorang yang memaki-maki
menjual
kedua
di
atas,
keempat
perbedaan
terjadi
pendapat
di
ibu
kalangan para ulama’.
jalan
untuk
perbuatan
yang
pertama
dapat
semula
bapak
seperti
orang
lain.
Akibatnya orang tuanya sendiri
2. Dzari’ah dari jenis mafsadat yang
akan dibalas caci-makian.
ditimbulkan. Menurut Ibn Qayyim
al-Jauziyyah, Dzari’ah dilihat dari
Dzari’ah diakui seluruh madzhab
jenis mafsadat yang ditimbulkan
Abu Zahroh dalam bukunya
terbagi menjadi:
Ushul Fiqh mengatakan bahwa dzari’ah
a. Perbuatan itu membawa kepada
diakui
mafsadat.
suatu
oleh
seluruh
madzhab.
Seperti
Perbedaan pendapat di sini hanya
minuman
keras
terletak pada penentuan kriterianya.
menimbulkan
mabuk
Mereka pad aprinsipnya tetpa sepakat
dan mabuk itu suatu mafsadat.
bahwa dzaar’ah ini merupakan sumber
meminum
dapat
pokok yang diakui dan berdiri sendiri.
159
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
Imam Syafi’I dan Hanafy meski tidak
dzari’ah
mengakui
berdiri
terjatuh ke dalam perbuatan haram.
sendiri,
Oleh karena , Ibnu ‘Arabi di dalam
namun tidaklah menolaknya secara
kitabnya
‘Ahkam
total. Hanya saja Imam Syafi’I dan
menetapkan
kriteria
Hanafy tidak menganggapnya sebagai
perbuatan yang diharamkan karena
sumber hukum yang berdiri sendiri tapi
dzari’ah
secara implisit termasuk ke dalam
landasan nashnya, bukan semata-mata
sumber-sumber pokok lain yang diakui,
karena qiyas atau dzari’ah saja.
seperti qiyas dan isthsan yang dipakai
madzhab
Hanafy
berbeda
dari
yang
tidak
sumberpokok
harus
al-Qur’an’
bahwa
setiap
diseetai
dengan
Maka tidak bisa dibenarkan
jauh
mininggalkan
kewajiban
yang
harta anak yatim karena takut berbuat
dipakai Imam Syafi’I kecuali dalam hal
zhalim.
‘Urf.
berkata: “Jika dikatakan bahwa Imam
Meski
demikian,
pemakaian
Malik
Karenanya
mengelola
harus
Imam
Qurtuby
meinggalkan
sumber
dzara’I tentu saja tidak diterapkan
pokoknya (sadd al-dzari’ah) dalam hal
secara
adanya
berlebihan.
diterapkan
dengan
tekadang
Sebab
kalau
tanpa
batas,
pelaksanaan
munculnya
persangkaan buruk, maka jawabnya:
mengakibatkan
terhambatnya
kekhawatiran
Tidak
perkara
harus
dianggap
demikian.
sebagai
Yang
dari’ah
bisa
adalah
yang sebenarnya mubah, mandub,
perbuatan-perbuatan
atau
takut
mengacu kepada perbuatan terlarang
terperosik ke dalam kelaliman, seperti
yang jelas ada nash-nya. Sedang
keengganan sebagian orang yang adil
dalam hal mengelola harta anak yatim
untuk mengelola harta benda anak
di sini, Allah swt telah memberikan izin
yatim
dalam bentuk pergaulan yang baik, dan
bahkan
atau
wajib,
harta
karena
waqaf,
karena
terlarang
yang
khawatir timbulnya berbadai tuduhan
menyerahkan
sepenuhnya
orang atau takut dirinya tereleset dalam
amanat
diemban
kelaliman. Dan memang berdasarkan
dengan firman Allah:
ِ ِ‫َواالَّل ُ َ ْدعلَ ُ ااْد ُ ْد ِس َ ِ َي ْدااُ ْد ل‬
Artinya: “…dan Allah mengetahui siapa
obsevasi diketahui bahwa sebagain
orang
tidak
mau
mengerjakan
yang
kepada
para
wali,
yang membuat kerusakan dari yang
berbeagai perbuatan gara-gara takut
160
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
mengadakan
perbaikan.”
(QS.
Al-
segera melunasinya. Akan tetapi, bila
Baqarah : 220).
Jadi
ditakutkan
kendaraan itu - yang dibeli seharga
setiap
perkara
yang
tigapuluh juta rupiah – dijual kembali
dimana
Allah
telah
kepada
menyerahkan
(pemberi
kredit)
kepada
dengan harga tunai sebesar lima belas
mukallaf, tidak bisa dikatakan sebagai
juta rupiah, maka tujuan ini akan
dzari’ah
yang
membawa kepada suatu kemafsadatan,
mau
karena
terlarang,
sepenuhnya
penjual
kepada
perbuatan
sehingga
ia
tdak
seakan-akan
mengerjakannya (karena menganggap
diperjualbelikan
haram).
Allah
pedagang
menjadikan wanita terpercaya dalam
menunggu
hal
Maksudnya,
Sebagaimana
menyangkut
pengakuan
akan
tidak
kendaraan
barang
yang
ada
dan
itu
tinggal
keuntungan
pembeli
saja.
pada
saat
kesuciannya, meskipun mengandung
membeli kendaraan mendapatkan uang
akibat yang cukup besar sehubungan
sebesar limabelas juta rupiah, tetapi ia
dengan ucapan itu, dan menyangkut
tetap harus melunasi hutangnya (kredit
pula soal kehalalan, keharaman dan
kendaraan itu) sebesar tiga puluh juta
hubungan nasab, walaupun adalah
rupiah. Jual beli seperti ini dalam fiqh
sangat mungkin wanita itu berbuat
disebut dengan bay’u al-‘ajal ( ‫َب ْي ُعع‬
‫)ا ْيل َبع َبجل‬. Gamabaran jual beli seperti ini,
bohong.
menurut al-Syathibi, tidak lebih dari
Penggunaan Sadd al-dzari’ah dalam
pelipatgandaan hutang tanpa sebab.
Penyelesaian Isu-Isu Kontemporer
Karenanya,
Contohnya, pada dasarnya jual
perbuatan
seperti
ini
dilarang.
beli itu adalah halal, karena jual beli
Contoh
lain
adalah
dalam
merupakan salah satu sarana tolong-
masalah zakat. Sebelum waktu haul
menolong untuk memenuhi kebutuhan
(batas
hidup manusia. Seseorang membeli
sehingga
sebuah kendaraan seharga tiga puluh
zakatnya) datang, seseorang yang
juta rupiah secara kredit adalah sah
memiliki sejumlah harta yang wajib
karena
dizakatkan,
pihak
penjual
memberi
keringanan kepada pembeli untuk tidak
waktu
perhitungan
wajib
zakat
mengeluarkan
menghibahkan
sebagian
hartanya kepada anaknya, sehingga
161
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013
berkurang nishab harta itu dan ia
hukum dalam hukum Islam. Dengan
terhindar dari kewajiban zakat.
menggunakan metode sadd al-dzari`ah
Pada dasarnya, menghibahkan
diharapkan hukum Islam akan selalu
harta kepada anak atau orang lain
dianjurkan
syara’,
oleh
mengedepankan
karena
kemanfaatan
dan
kemaslahatan hukum.
perbuatan ini merupakan salah satu
akad tolong menolong. Akan tetapi,
karena tujuan hibah yang dilakukan itu
Daftar Pustaka
adalah untuk menghindari kewajiban –
maka
Haroen, Nasrun, Dr.H., Ushul Fiqh 1,
perbuatan ini dilarang. Pelanggaran ini
Logos Wacana Ilmu, Jakarta,
didasarkan
1997.
yaitu
membayar
zakat
pemikiran
–
bahwa
hibah
Imron, Ali, Dr., Menerapkan Hukum
yang hukumnya sunat menggugurkan
Islam Yang Inovatif dengan
zakat yang hukumnya wajib.
Metode
Penutup
Jurnal
Sadd
Ilmiah
al-dzari’ah,
Ilmu
Hukum
Ada tidaknya hukum senantiasa
QISTI, dengan mengutip dari:
ditentukan oleh ‘ilat. Sementara itu
al-Ghozali, al-Mustashfa Min
pertumbuhan
`Ilmi
dinamika
dan
perkembangan
sosial
masyarakat
al-Ushul,
Matba’ah
Mustafa Muhammad,
Mesir,
kontemporer terus bergerak sehingga
1356 H, hal. 139. Dimuat di:
mempengaruhi sistem hukum yang ada
http://unwahas.ac.id/publika
di dalamnya. Oleh karenanya hukum
siilmiah/index.php/QISTIE/ar
dituntut
ticle/viewFile/593/710
untuk
selalu
mengikuti
perubahan yang ada. Metode sadd al-
dzari’ah
cukup
merupakan
fleksibel
tawaran
untuk
Syarifuddin, Amir, Prof. Dr. H., Ushul
Fiqh 2, Kencana Prenada
yang
menghadapi
Media Group, Jakarta, 2011.
Zahroh, Abu, Prof. Dr., Ushul Fiqih,
perubahan sosial masyarakat tersebut,
mengingat
unsur
maslahat
dan
Pustaka
mafsadat serta tujuan syara’ menjadi
2008.
pilar utama dalam metode istibath
162
Firdaus,
Jakarta,
‫‪Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 10 Nomor 2 Desember 2013‬‬
‫أب م باس شياب دلين أمح بن إدريس بن عب مرمحن ملاميك مشيري‬
‫ابمقر يف ) ملت ىف‪684 :‬ىـ(‪ ،‬جز من رشح تنقيح‬
‫مفص ل يف عمل لا ل‪ ،‬إع د مطامب‪ :‬انرص بن عيل‬
‫بن انرص مغام ي )ر اةل ماجسِستري(‪ ،‬إرش ف‪ :‬فض ي‬
‫مشِس خ ل ِستاذ دلكت ر‪ /‬محزة بن حسني مف ر‪،‬‬
‫منارش‪ :‬رسةل علم ‪ ،‬لك مرش ‪ -‬جام أم مقرى‪،‬‬
‫عام منرش‪ 1421 :‬ىـ ‪ 2000 -‬م‪ ،‬ص‪:‬‬
‫‪503‬‬
‫أب م باس شياب دلين أمح بن إدريس بن عب مرمحن ملاميك مشيري‬
‫ابمقر يف‪ ،‬مفروق = أه ر مربوق يف أه‬
‫مفروق‪،‬‬
‫منارش‪ :‬عامل مكتب‪ ،‬مطب ‪ :‬ب ون طب وب ون اترخي‪،‬‬
‫ص‪274 :‬‬
‫ات دلين عب م ىاب بن تقي دلين مسِسبيك ) ملت ىف‪771 :‬ىـ(‪،‬‬
‫لشِسباه و منظائر‪ ،‬منارش‪ :‬د ر مكتب م لم ‪ ،‬مطب ‪:‬‬
‫لو ‪1411‬ىـ‪1991 -‬م‬
‫‪163‬‬
Download