BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Internet di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Internet di jaman globalisasi seperti saat ini telah mengambil peran
penting dalam hampir semua aktivitas manusia. Internet sendiri awalnya
diperkenalkan pada tahun 1969 di Amerika Serikat. Perkembangan internet
pada masa itu sangat pesat, ditambah lagi dengan adanya teknologi World
Wide Web (WWW) yang semakin menunjang perkembangan internet dimasa
itu (Laudon dan Laudon., 2007: 51 dalam Ferisca, 2014). Berdasarkan data
yang
diperoleh
pada
https://augmentercapital.wordpress.com/2014/09/
menyatakan bahwa jumlah pengguna internet kini mencapai 139 juta
pengguna. Angka tersebut menunjukan bahwa betapa besarnya peran internet
pada kehidupan saat ini sehingga setiap tahunnya semakin diminati
penggunanya.
Gambar 1.1 Jumlah Pengguna Internet di Indonesia
Sumber : https://augmentercapital.wordpress.com/2014/09/ diakses 11 Mei 2015
1
Data dari http://www.balebengong.net/kabaranyar/2012/07/12/inilah10-faktapengguna internet-bali.html menunjukkan sejak awal kehadirannya
di Bali, internet masih terpusat di daerah perkotaan, yaitu Denpasar dan
sekitarnya. Hasil ini memperlihatkan bahwa hampir 85 % pengguna internet
di Bali berada di Kota Denpasar (54,2 %), Badung (15,7%), Tabanan (7,1%),
dan Gianyar (6,8%).
Dewasa ini, internet banyak digunakan sebagai media belanja dan
pemasaran online suatu produk. Media pemasaran melalui internet atau sosial
media lebih banyak diminati karena jangkauannya yang lebih besar dan luas
dibandingkan dengan jaringan komersial lainnya (Kotler & Armstrong.,
2001:256). Media sosial dianggap media yang paling kompeten dalam
memasarkan produk karena begitu dekat dengan target pemasar yaitu
konsumen. Dengan demikian media sosial dapat menjadi sebuah penghubung
yang baik untuk intelijen pasar (Balakrishnan et al., 2014)
Media sosial yang banyak diminati untuk online marketing adalah
Instagram.
Instagram
adalah sebuah
aplikasi
berbagi
foto
yang
memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital, dan
membagikannya keberbagai layanan
jejaring sosial, termasuk milik
Instagram sendiri (http://id.wikipedia.org/). Instagram banyak memberikan
maanfaat bagi pemasar dan konsumen dalam pemasaran online. Manfaat bagi
pemasar adalah dapat dengan mudah memasarkan produknya. Hal ini
dikarenakan pemasar dapat mengunggah gambar pada Instagram yang secara
otomatis gambar yang sama akan terunggah juga pada Facebook, Twitter,
2
Tumblir sehingga pengaplikasiannya menjadi sangat praktis. Disamping itu,
pemasar dapat lebih hemat biaya beriklan, mudah mengetahui respon dari
konsumen yang berminat membeli produk tersebut, dan merupakan media
sosial yang banyak digunakan saat ini oleh semua kalangan. Bagi konsumen
manfaat yang diterima adalah mendapat lebih banyak referensi produk dalam
katalog, dan lebih efisiennya waktu berbelanja (Kotlet &Armstrong,
2001:260).
Salah satu jenis produk yang paling banyak dipasarkan pada
instagram adalah produk fashion, baik pria, wanita maupun untuk anak –
anak. Data yang dilansir pada http://id.techinasia.com/hasil-survei-jakpattingkah-laku-pengguna-instagram/ diakses tanggal 16 April 2015, pengguna
instagram kebanyakan pada rentang usia antara 18 – 24 tahun, dimana
75,47% adalah mereka yang mengikuti akun – akun instagram yang khusus
memasarkan produk fashion. Akun instagram tersebut diantaranya ZaloraID
dan AdorableProject yang memang mengkhusus memasarkan produk
fashion. Alasan para pengguna instagram mengikuti akun vendor tersebut
adalah karena mereka akan selalu di-update dengan informasi produk terbaru
dari vendor, dan akun–akun vendor ini merupakan salah satu akun vendor
yang terpercaya sehingga para konsumennya merasa lebih aman dan yakin
dalam berbelanja online.
Penelitian Khairunnisa (2014) yang membahas mengenai perilaku
konsumtif remaja dalam menggunakan instagram mendapati hasil yakni
sebelum adanya Instagram, remaja hanya dapat membeli barang-barang
3
yang mereka inginkan jika memiliki waktu senggang saja, namun
sekarang setiap saat mereka dapat selalu melihat contoh barang tersebut
didalam handphone-nya sendiri. Ini menimbulkan adanya perilaku konsumtif
konsumen karena seringnya frekuensi mereka menggunakan instagram untuk
melihat barang-barang di online shop.
Selain kelebihan, terdapat pula beberapa kekurangan dari pemasaran
atau
belanja
online
menggunakan
instagram.
Kekurangan
tersebut
diantaranya banyaknya pemasar yang memasarkan produknya di instagram
membuat konsumen kesulitan menentukan pemasar yang kredibel yang
mereka bisa percayai. Selain itu, tidak jarang adanya perbedaan ekspektasi
atau penafsian konsumen terhadap barang yang mereka lihat di foto pemasar.
Tidak jarang para konsumen merasa kecewa setelah membeli produk yang
dijual oleh pemasar dikarenakan barang yang mereka terima tidak sesuai
dengan yang mereka bayangkan ketika melihat foto dalam katalog produk
tersebut diakun pemasar. Berbagai kekurangan ini dapat dikarenakan dalam
berbelanja online, terutama bagi konsumen yang belum pernah melakukan
belanja online, mereka belum sama sekali mengetahui pemasar ataupun
keadaan barang yang dipasarkan, dengan demikian menjadi sulit untuk
membangun kepercayaan konsumen terhadap akun - akun pemasar tersebut.
Kepercayaan konsumen inilah yang kemudian memainkan peran kunci dalam
menciptakan kepuasan yang diharapkan dalam transaksi online (Ling et al.,
2010).
4
Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis terhadap 20
responden yang dilakukan di Kota Denpasar dan memperlihatkan bahwa 18
dari 20 orang menjawab kepercayaan merupakan hal mendasar yang menjadi
alasan mereka untuk mengurangi persepsi risiko dalam memutuskan niat beli
mereka melalui instagram. Hasil ini memperlihatkan bahwa masih ada
keraguan pada konsumen ketika akan melakukan belanja online untuk
pertama kalinya melalui Instagram¸ dan kepercayaan adalah hal yang sangat
mempengaruhi mereka untuk mengurangi keraguan tersebut. Berbagai
kekurangan inilah yang kemudian membuat para konsumen menjadi ragu,
takut ataupun berpikir berulang kali untuk berbelanja melalui instagram ini.
Pertimbangan konsumen seperti ini dapat dikatakan sebagai salah satu
persepsi risiko yang cenderung negatif terhadap barang – barang yang
dipasarkan melalui instagram.
Resiko mencakup ketidakpastian dan konsekuensi yang berkaitan
dengan setiap kegiatan yang sedang dilakukan oleh seseorang, dimana dari
ketidakpastian tersebut menyebabkan setiap orang akan memikirkan alternatif
yang aman bagi mereka (Leeraphong & Mardjo, 2013). M. Hanafi (2006:1)
mengatakan bahwa, resiko dianggap sebagai kejadian yang konotasinya
merugikan atau negatif. Pada belanja online melalui instagram, resiko
muncul dikarenakan tidak adanya interaksi langsung antara pemasar dan
konsumen, sehingga konsumen cenderung berspekulasi terhadap kredibilitas
pemasar dan kualitas barang yang mereka pesan. Persepsi risiko sendiri
muncul dalam situasi dimana para pengambil keputusan memiliki apriori
5
pengetahuan tentang konsekuensi dari alternatif dan probabilitas mereka
(Kuhlmeier dan Knight., 2005).
Hal lain yang juga sangat mempengaruhi konsumen dalam menarik
minat belinya dalam berbelanja online adalah kepercayaan. Kepercayaan
didefinisikan sebagai kecenderungan salah satu pihak yang bersedia
menerima tindakan oleh pihak lain meskipun pihak pertama tidak dilindungi
oleh pihak kedua dan gagal untuk mengontrol tindakan pihak kedua (Ling et
al., 2011). Selanjutnya Flavianus dan Guinaliu, 2006; Monsuwe, Dellaert,
dan Ruyter, 2004 dalam Ling et al. (2011) dijelaskan bahwa dalam belanja
online tidak ada interaksi fisik antara pembeli dan penjual,
ini
memperlihatkan bahwa dalam belanja online pembelian produk dilakukan
tanpa tatap muka langsung antara pemasar dengan konsumen, sehingga hanya
kepercayaan konsumen terhadap pemasar saja yang menjadi kunci bagi
konsumen dalam berbelanja online untuk memutuskan niat belinya.
Tractinsky (1999) dan Gefen dan Straub (2004) dalam Ling et al.
(2010). menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan konsumen,
maka semakin tinggi pula niat pembelian konsumen tersebut. Kepercayaan
didefinisikan sebagai kesediaan pelanggan untuk menerima kelemahan dalam
transaksi online berdasarkan ekspektasi positif mereka tentang perilaku
pemasar online.
Persepsi risiko dan kepercayaan merupakan hal–hal yang berpengaruh
pada niat beli konsumen. Niat beli datang dalam musyawarah ketika seorang
pelanggan kemungkinan besar mencoba untuk membeli beberapa produk atau
6
layanan (Dodds, Monroe dan Grewal, 1991 dalam Rizwan et al., 2014).
Menurut Pavlou dalam Peng et al. 2014, konsumen akan lebih memilih
berbelanja online dibandingkan dengan belanja tradisional, karena belanja
online lebih membawa kenyamanan dan kesenangan tersendiri kepada
konsumen yang membuat konsumen mendapatkan barang dan jasa dengan
harga yang lebih rendah, walaupun juga tetap membawa berbagai risiko pada
konsumen termasuk kualitas produk yang tidak dijamin yang berpengaruh
negatif terhadap niat pembelian konsumen
Melihat kondisi tersebut, tentu berbelanja produk fashion melalui
Instagram ini tidak semudah apa yang dibayangkan. Ketika berbelanja secara
langsung, konsumen pasti bisa menilai baik buruknya pemasar dan kualitas
produk tersebut secara langsung. Bandingkan dengan berbelanja melalui
Instagram, para konsumen hanya melihat produk dari foto atau katalog
vendor tanpa mengetahui kualitas barangnya langsung. Disinilah letak
pertimbangan, keraguan, dan pengambilan resiko ditentukan. Pertimbangan
dan pengambilan resiko inilah yang menyebabkan konsumen menjadi ragu,
takut atau berpikir berulang kali untuk membeli suatu produk secara online.
Hasil penelitian Yuliati dan Sylvia, (2011) menyebutkan bahwa
terjadi perbedaan pada persepsi risiko terhadap niat beli untuk remaja yang
belum bekerja dan yang sudah bekerja, dimana remaja yang belum bekerja
65,9 % mengaku selalu mengevaluasi informasi sebelum melakukan belanja
online dan 34,1 % mengatakan kadang – kadang bahkan cenderung tidak
pernah melakukan evaluasi informasi sebelum melakukan belanja online.
7
Berlainan
dengan
yang
sudah
bekerja
70,1%
mengatakan
sering
mengevaluasi informasi sebelum melakukan belanja online dan 29,9 %
mengatakan kadang dan cenderung tidak pernah mengevaluasi informasi.
Hasil ini memperlihatkan responden yang sudah bekerja cenderung lebih
berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam melihat risiko yang ada ketika
memutuskan melakukan pembelian online dari pada remaja yang belum
bekerja.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan pada latar belakang
ini dan merujuk pada beberapa hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti
tertarik membahas mengenai “Peran Kepercayaan dalam Memediasi Persepsi
Resiko pada Niat Beli Produk Fashion Via Instagram di Kota Denpasar”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada latar belakang,
rumusan masalah yang ada pada penelitian ini adalah :
1) Bagaimanakah pengaruh persepsi risiko pada niat beli via
instagram ?
2)
Bagaimanakah pengaruh persepsi risiko terhadap kepercayaan ?
3)
Bagaimanakah pengaruh kepercayaan pada niat beli via instagram?
4) Bagaimanakah peran kepercayaan dalam memediasi persepsi risiko
pada niat beli via instagram ?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih
spesifik mengenai variabel – variabel sebagai berikut :
1) Untuk menganalisis pengaruh persepsi risiko pada niat beli via
instagram
2) Untuk menganalisis pengaruh persepsi risiko terhadap kepercayaan
3) Untuk menganalisis pengaruh kepercayaan terhadap niat beli via
instagram.
4) Untuk menganalisis peran kepercayaan dalam memediasi persepsi
risiko pada niat beli via instagram.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah
1) Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan,
wawasan
dan
informasi
mengenai
pengaruh
kepercayaan dalam memediasi persepsi risiko pada niat beli produk
fashion via instagram, serta dapat menjadi bahan referensi bagi
penelitian berikutnya
2) Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada para pemasar mengenai pengaruh persepsi risiko,
kepercayaan terhadap niat beli konsumen via instagram, agar para
9
pemasar bisa memacu diri untuk bisa mengatasi persepsi risiko
konsumen dan menjadi vendor fashion terpercaya agar konsumen
memiliki rasa aman ketika berbelanja via instagram.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dapat dibagi menjadi lima bagian,
yaitu sebagai berikut: BAB I berisikan latar belakang yang mendasari
munculnya masalah yang akan diteliti dalam penelitian
ini, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II merupakan pemahaman terhadap masalah yang diteliti dengan
mengacu pada teori – teori yang melandasi atau yang berkaitan dengan
penelitian ini,
yang selanjutnya menjadi dasar acuan teori untuk
menganalisis, menggambarkan kerangka teori dan merumuskan hipotesis.
BAB III dalam penelitian ini menjelaskan tentang metode penelitian yang
dipakai. BAB IV memperlihatkan dan membahas hasil – hasil dari penelitian.
BAB V berikan kesimpulan dan saran.
10
Download