Pengaruh pemangkasan pohon dan letak benih

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah berupa herba
dari kelas Dicofyledonae, Ordo Caricales, familia Caricaceae, dan genus
Caricn Tanaman pepaya merupakan tanaman yang beraneka ragam tipe
(Wills et al. 1990). El Moussaoui el al. (2001) melaporkan bahwa buah pepaya
biasanya dikonsumsi sebagai buah segar juga dapat diolah menjadi berbagai
bentuk makanan dan minuman yang diminati oleh pasar domestik dan
mancanegara. Olahan pure, pasta pepaya, sari buah pepaya, manisan kering dan
manisan basah, serta saus, obat tradisional, pakan ternak, industri penyamakan
kulit, bahan untuk kosmetik dan sebagainya. Menurut Nakasone dan Paul1 (1998)
biji pepaya dapat diolah menjadi minyak dan tepung. Minyak biji pepaya yang
berwama kuning, mengandung asam oleat (71,60%), asam palmitat (15,13%),
asam linoleat (7,68%), asam stearat (3,60%), dan asam lemak lainnya dalam
persentase yang kecil.
Buah pepaya sangat berair dan mengandung vitamin A dan C, serta
mengandung 4-10% gula. Kandungan gizi dalam buah serta daun pepaya adalah
sebagai berikut: Protein 0.50 g, karbohidrat 12.20 g, kalsium 23.00 g, fosfor 12.00
g, zat besi 1.70 g, vitamin A 365 .OO ST, vitamin B1 0.04 mg, vitamin C 78.00 mg,
air 87.70 g, kalori 46.00 kkal (Verheij dan Coronel 1997).
Pepaya termasuk tanaman tropis yang sangat peka terhadap suhu dingin,
suhu optimum untuk pertumbuhan dan produksi antara 21-33
OC
dan curah hujan
minimum 100 mmlbulan akan mendorong pertumbuhan dengan baik tanpa
tambahan penyiraman. Pepaya dapat tumbuh pada tipe tanah yang bervariasi,
namuu dengan drainase yang baik (Elder et al. 2000).
Pembentukan Bunga dan Benih
Tanaman pepaya dikenal memiliki dua tipe pohon yaitu pohon bertipe
dioecious dan gynodioecious. Tanaman pepaya tipe dioecious memiliki bunga
jantan dan betina pada tanaman yang terpisah sedangkan gynodioecious adalah
.
bunga jantan dan betina berada pada satu tanaman atau disebut juga sebagai
hermaprodit (biseksual), tetapi umunlnya tanaman dioecious yang akan
menghasilkan buah. Tipe yang dioecious direkomendasikan untuk dikembangkan,
karena tipe ini dapat berproduksi tinggi. Jenis pepaya dapat dibedakan sampai
pada fase generatif yaitu pada saat munculnya bunga, hanya bunga betina dan
bunga hermaprodit saja yang dapat memproduksi buah dan akan dipanen setelah
sembilan sampai dua belas bulan setelah tanam (Drew ef aal. 1998; OECD 2003).
Bunga pepaya umumnya muncul dalam ketiak daun, bunga betina
memiliki panjang 33-5 cm dan kelopaknya berbentuk cawan panjangnya 3-4 mm,
daun mahkota tersusun lima yang saling lepas dan berbentuk lanset serta melilit
serla tebal, buah berbentuk bulat sampai lonjong memiliki rongga tengah yang
berisi calon biji, kepala putiknya lima berbentuk kipas dan bertangkai serta terdiri
dari lima karpel. Bunga hermaprodit berkelompok biasanya bertangkai pendek,
daun mahkota menyatu dan berbenang sari 10 utas yang tersusun dalam dua seri,
bakal buah memanjang dan kesepuluh benang sari tersusun melingkar pada bakal
buah. Lima buah benang sari bertangkai pendek dan lainnya bertangkai panjang
(Khan et al. 2002; Kalie 2005).
Pada tanaman pepaya terjadi penyerbukan silang, penyerbukan sendiri dan
secara partenokarpi (pembentukan buah tanpa melalui fertilisasi) tergantung pada
tipe tanaman tersebut (Louw 2000). Rodrigues-Pastor el al. (1990) melaporkan
bahwa saat penyerbukan silang pada pepaya Sunrise Solo dan Kapoho Solo
akan menghasilkan 90-94,7% buah. Buah yang terbentuk berasal dari bunga
hermaprodit. Bentuk buah pepaya tergantung varietas dan jenis pohon (betina atau
hermaprodit). Bentuk buah dari pohon betina adalah sperikal dan hermaprodit
menunjukkan bermacam-macam bentuk tergantung pada modifikasi faktor yang
mempengaruhi morfologi bunga selama penyerbukan. Ukuran buah 0,255 kg
sampai 6,8 kg dengan ketebalan daging buah 1,O-1,5 cm tergantung varietas.
Karpel buah normal terdiri dari lima, sebagai pusat rongga yang berisi biji.
Buah merupakan hasil perkembangan bakal buah yang berfungsi sebagai
tempat berkembangnya bakal biji. Buah berfungsi untuk melindungi benih dan
membantu penyebarannya serta terkadang merupakan faktor yang menentukan
perkecambahan benih.
Pembungaan merupakan peristiwa-perisliwa reprodukiif yang terjadi pada
tanaman dan diikuti dengan penyerbukan untuk menghasilkan buah dan biji,
melalui sejumlah proses adaptasi, termasuk adaptasi terhadap suhu rendah seperti
vernalisasi dan kepekaan terhadap panjang hari dan intensitas cahaya matahari
yang diterima oleh tanaman. Proses pembungaan tanaman dibagi menjadi empat
stadia yaitu: (1) induksi bunga, inisiasi, atau evokasi, (2) defferensiasi bunga,
(3) pendewasaan bagian-bagian bunga, dan (4) antesis. Pada stadia induksi terjadi,
apeks vegetatif diselubungi oleh suatu selaput bunga, terbentuknya kubah
apikal merupakan indikasi bahwa tunas berubah dari vegetatif ke reproduktif
(Ryugo 1988).
Keberhasilan tanaman bertransisi ke fase reproduktif tergantung atas
kemampuan tanaman menginduksi bunga (Koshita et al. 1999). Induksi
pembungaan menurut Krajawski dan Rabe (1995) merupakan suatu proses dimana
terjadi rangsangan dari luar menuju ke titik tumbuh (shoot apex) dan ha1 tersebut
yang menginduksi terjadinya inisiasi bunga. Pada prinsipnya terdapat tiga konsep
pokok tentang induksi pembungaan: (1) adanya l~ormonpembungaan (florigen)
atau stimulus pembungaan pada daun yang mengalilkan pertumbuhan vegetatif ke
pertumbuhan reproduktif, (2) adanya kondisi nutrisi optimum bersamaan dengan
perubahan di dalam apeks, (3) terjadi perubahan pada apeks yang mengubah dan
mengkonversi nutrisi sehingga terjadi induksi pembungaan. Induksi pembungaan
berkaitan dengan hubungan karbohidrat dan nitrogen atau nisbah C/N pada
tanaman. Jika nisbah C/N lebih tinggi maka tanaman menginduksi bunga.
Sebaliknya jika nisbah C/N rendah maka tanaman dipacu lebih kearah
pertumbuhan vegetatif (Hampel et al. 2000).
Proses pembentukan bunga sangat menentukan dalam produksi benih,
karena kapasitas pada suatu tanaman akan menentukan banyaknya buah maupun
benih yang terbentuk. Dalam buah pepaya terdapat banyak benih yang
menunjukkan bahwa dalanl bakal buah terdapat banyak ovul-ovul yang harus
dibualli. Klein et al. (2003) melaporkan bahwa produksi benih tergantung pada
jumlah serbuk sari yang dihasilkan oleh tanaman tersebut dan faktor-faktor yang
dapat mendukung terjadinya proses penyerbukan. Jahns el a1.(1997) mengatakan
bahwa yang mendukung penyerbukan adalah faktor genetik tanaman terdiri dari
posisi dan letak bunga, waktu berbunga, kemampuan putik menerima serbuk sari
dan turunnya serbuk sari ke kepala putik.
Fotosintesis berperan penting dalam pembungaan karena berhubungan
dengan kandungan karbohidrat yang dibutulkan sebagai sumber energi bagi
induksi pembungaan, differensiasi dan inisiasi bunga. Peranan penting fotosintesis
antara lain dalam penyediaan ATP dan kerangka karbon dalam lintasan respirasi.
Meningkatnya kebntuhan fotosjntat selama inisiasi dan perkembangan bunga
menyebabkan meningkatnya laju fotosintesis dam-daun pada pohon yang
mendukung perkembangan bunga tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan
kekuatan sink (sink s ~ e n g t hdengan
)
adanya organ reproduksi pada bagian pohon
iersebut (Shivashankara dan Mathai 1999).
Pembentukan benih pada tanaman pepaya tergantung pada proses
reproduksi seksual yang terjadi di dalam bunga. Jadi benih berkembang dari
bunga, tetapi tidak setiap bunga berkembang menjadi buah dan benih yang
matang. Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990) bahwa perkembangan struktur
reproduksi tanaman dalam pembentukan benih melalui tahap berikut:
(a) pembentukan benang sari dan putik dalanl kuncup bunga, (b) pembukaan
bunga,
menandakan
organ
reproduksi
telah
matang
secara
seksual,
(c) penyerbukan, yang terdiri dari pemindahan serbuk sari dari benang sari ke
kepala putik, perkecambaban serbuk sari dan pembentukan tabung sari,
(d) pembuahan sel telur dan inti kutub oleh inti spenna dari tabung serbuk sari,
(e) pertumbuhan telur yang teIah dibuahi dan differensiasi menjadi embrio dan
selaput benih,
(q pemasakan benih yang ditandai dengan
akumulasi cadangan
makanan ke dalam benih.
Perkembangan kuncup menjadi bunga dan bakal benih sangat tergantung
dari pasokan air, hara mineral, dan cahaya. Untuk itu selalu ada kompetisi antar
organ pada tanaman. Jika terdapat keterbatasan faktor-faktor tadi, maka tanaman
akan mengugurkan sebagian dari bagian organnya untuk menjaga keseimbangan
pertumbuhannya. Menurut Weber el al. (1998) bahwa akumulasi pati, protein dan
lemak dalam benih tergantung pada spesies tanaman. Produk yang disintesis di
dalam organ penyimpanan umumnya berdasarkan pada sukrosa dan asam amino
yang diimpor kedalam benih.
Sumber dan translokasi asimilat yang dipasok bagi benih yang
berkembang pada suatu tanaman, pasokan karbohidrat seperti gula, pati, dan
polisakarida lain mencapai konsentrasi maksimum dalam bagian-bagian vegetatif
tanaman induk pada waktu bunga antesis dan setelah itu konsentrasinya mulai
menurun. Sebagian besar karbohidrat yang disimpan ini akan ditranslokasikan
ke dalam benih yang sedang tumbuh dan berkembang (Mugnisjah dan
Setiawan 1990).
Pemangkasan Pohon dan Produksi Benih Bermutu
Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang bertujuan untuk
pembentukan tajuk tananlan yang efektif dan efisien dalam memproduksi buah.
Hal ini merupakan upaya idealisasi tajuk secara agronomis. Pemangkasan
bertujuan untuk menghentikan pengangkutan fotosintesis ke mahkota bunga atau
kuncup tunas sehingga hasil fotosintesis dapat terakumulasi sehingga diperoleh
produksi buah dan benih yang bermutu tinggi. Selain itu pemangkasan juga dapat
meningkatkan jurnlah tunas; mengatur bentuk tanaman, meningkatkan jumlah
bunga, dan mengatur waktu pembungaan, inengurangi kerusakan yang disebabkan
oleh angin (Widodo 1995).
Pemangkasan pohon pepaya dilakukan pada batang atas dengan
ketinggian 10-15 cm dari permukaan tanah. Menurut hasil penelitian VicenteChandler et al. dnlam Napitupulu (1980) pada tanaman kudzu pemangkasan pada
posisi yang lebih tinggi akan meningkatkan bahan kering total dan kadar protein
pada bagian batang dibandingkan di posisi lebih rendah selain itu pemangkasan
pada posisi lebih tinggi tidak akan mengganggu ketersediaan makanan pada akar
dan perkembangan akar pada tanaman.
Menurut Harjadi (1989) beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum
pemangkasan adalah (1) waktu saat tunas berdeferensiasi dalam kaitannya dengan
pembungaan; (2) umur batang yang menghasilkan tunas yang paling banyak tunas
dengan lnutu yang paling bagus. Pohon yang di bentuk dan dipangkas dengan
sempuma akan sehat, berbunga dan berbuah serentak dan meughasilkan
buab yang bermuh~ dan memudahkan pemeliharaan pohon. Selanjutnya
Purwanto (2000) inengatakan bahwa pemangkasan yang tepat perlu dilakukan
agar diperoleh ikliin makm yang sehat dan produktivitas yang tinggi.
Pemangkasan yang tepat berarti hasil bersih fotosintesis yang diperoleh
maksimum dan efisiensi yang tinggi dalam pembagian asimilat. Melalui
percabangan diperoleh hasil produksi buah yang banyak meskipun ukurannya
nlenjadi lebih kecil.
Menurut Warisno (2003) bahwa pemangkasan tauaman pepaya sebaiknya
dilakukan saat musim kemarau dan dengan cara sebagai berikut: (a) batang
pepaya yang sudah tua dipotong dengan menggunakan gergaji atau sabit tajam
beberapa centimeter di atas permukaan tanah; (b) lubang di dalam batang bekas
dipotong harus ditutup
dengan plastik; (c) bersamaan dengan pemotongan
dilakukan juga pemupukan tanaman; (d) setelah kurang lebih 15 hari akan muncul
tunas-tunas baru. Dipilih tunas baru yang sehat dan kuat, yang tumbuh pada
batang pohon dengan arah yang berlawanan. Tunas lain selain yang tidak dipilih
sebaiknya dibuang; (e) tunas baru yang dipilih dipelihara dan akan menghasilkan
buah pepaya lagi setelah enam sampai tujuh bulan setelah pemotongan.
Pemangkasan pada tanaman pepaya akan membentuk cabang-cabang, dan
cabang-tersebut tersebut aka11 menghasilkan jurnlah daun yang banyak
dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipangkas. Hal ini akan mempengaruhi
produksi asimilat yang dihasilkan oleh daun dari hasil fotosintesis. Hasil
fotosintesis yang tersedia untuk pertumbuhan dan beberapa metabolisme dalam
buah dan benih, sangat tergantung pada nisbah luas daun per jumlah buah dan
aktivitas daun. Peningkatan ketersediaan asimilat akan meningkatkan akumulasi
fraksi karbobidrat tertentu di seluruh sistem, seperti pati di daun dan bahan kering
di dalam buah dan biji (Harjadi 1989; French 1999). FIubungan pemangkasan
pohon pepaya dengan produksi buah dilaporkan oleh Sudaryati (2006) bahwa
produktivitas dan potensi panen pada pollon yang dipangkas maupun lid&
dipangkas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Berbagai Indikasi Fisiologi dan Biokimiawi Vigor Benih
Vigor benih merupakan sifat benih yang inengindikasikan peitumbul~an
dan perkernbangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi
lapang yang beragam. Lot benih mempunyai vigor yang tinggi akan mampu
menghasilkan tanaman normal pada kondisi lapang yang suboptimum
(Perry 1973; Ching 1973; Sadjad 1983; Sutopo 2002). Vigor benih menurut
AOSA (2001) adalah suatu indikator yang dapat menunjukkan bagaimana benih
tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor merupakan gabungan antara
umur benih, ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang diukur melalui
kondisi fisiologisnya, yaitu pengujian stress atau melalui analisis biokimia.
Selanjutnya menurut ISTA (2006) adalah sekumpulan sifat yang dimiliki
benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan performa benih atau
lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Performa tersebut
adalah (1) proses dan reaksi biokimia selama perkecambahan seperti reaksi enzim
dan aktivitas respirasi, (2) rata-rata dan keseragaman perkecambahan benih dan
pertumbuhan kecambah, (3) rata-rata dan keseragaman munculnya kecambah dan
pertumbuhannya di lapang dan (4) kemampuan rnunculnya kecambah pada
kondisi lingkungan yang sub optimum.
Penggunaan benih bervigor tinggi dari varietas unggul merupakan
persyaratan yang harus dipenuhi karena dengan benih bervigor tinggi akan
mampu tumbuh pada kondisi lahan yang suboptimum dan menghasilkan produksi
yang tinggi. Status benih yang bervigor tinggi sangat ditentukan oleh komposisi
kimiawi benih (Copeland 1976). Menurut Heydecker (1972) ciri benih bervigor
tinggi sebagai berikut: (1) tahan simpan, (2) berkecambah cepat, (3) bebas dari
penyakit terbawa benih, (4) tahan terhadap gangguan berbagai mikroorganismne,
(5) bibit tumbuh kuat baik ditanah basah maupun tanah kering, (6) bibit dapat
memanfaatkan
bahan
makanan
dalam
benih
semaksimal
mungkin,
(7) menghasilkan tanaman yang berproduksi tinggi dalam waktu tertentu.
Ching (1973) menyatakan bahwa vigor benih ditinjau dari beberapa aspek:
(1) efisiensi kepulihan dan reaktivasi keseluruhan sistem pada benih, semakin
kompeten awal pembentukan sistem-sistem dari membran, enzim, protein, asam
nukleat dan organel-organel sel maka semakin tinggi vigor benih; (2) sintesis yang
cepat dan cukup bagi enzim-enzirn dan organel untuk degradasi cadangan
makanan dalam nlensuplai substrat untuk pertumbuhan bibit; (3) kecepatan
penyampaian informasi genetik dalam transkripsi dan translasi mRNA untuk
enzim-enzim anabolik dan protein struktural tRNA untuk sintesis protein dari
organ yang berbeda, rRNA untuk ribosom dan replikasi DNA untuk sel-sel baru;
(4) adanya lingkungan mikro biosintesis yang optimum khusus substrat, energi,
koenzim, kofaktor, aktifator, pH, air, suhu, dan oksigen.
Komposisi kimiawi benih yang merupakan salah satu indikator vigor
benih adalah kandungan unsur hara makro yaitu: N, P dan K. Unsur N dalam
tanaman berperan sebagai penyusun setiap sel hidup enzim, asam amino, protein
dan klorofil. Unsur nitrogen banyak dijumpai pada jaringan muda dan
terakumulasi dalarn daun dan benih. Dilaporkan oleh Novizan (2001) bahwa unsur
nitrogen dibutuhkan tanaman untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil,
asam nukleat dan enzim. Karena itu nitrogen biasanya dibutuhkan dalam jumlah
yang relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada
perturnbuhan vegetatif. Schenk (1996) mengatakan nitrogen diserap tanaman
dalam bentuk NO? dan N H ~ Kebutuhan
.
tanaman akan nitrogen diambil dalam
bentuk N03.. Pengambilan ion oleh akar sangat tergantung pada proses
metabolisme, sedangkan laju pengangkutannya tergantung pada permukaan akar
tanaman tersebut.
Setelah nitrat diserap oleh tanaman umumnya tidak langsung digunakan
dalam proses sintesis asam amino. Bentuk nitrat harus diubah dalam bentuk
ammonium oleh enzim nitrat reduktase dan nitrit reduktase. Reduksi nitrat dapat
terjadi diakar dan tajuk tanaman (Dubey dan Pessakli 1995). Nitrat sangat
berpengaruh pada perkembangan tanaman dipengaruhi oleh waktu dan cara
pemupukan, kombinasi efek osmotik pada pengambilan air dan hara dan sintesis
protein (Mclntyre 1997).
Salah satu unsur hara makro lain yang berperan dalam vigor benih adalah
unsur fosfor (P). Peranan P sangat penting bagi pertumbuhan tanaman mulai dari
awal perkecambahail sampai tumbuh dan berkembang menghasilkan benih lagi.
IJnsur P dalam benih sebagai cadangan makanan dalam benih yang biasanya
disimpan dalam bentuk P fitin sebagai bentuk utama P total dalam benih yang
sangat menentukan status vigor benih karena senyawa ini berfungsi sebagai
cadangan fosfor sebagai penghasil energi bersama dengan unsur N saat benih
mengalami fase perkecambahan ( Sadjad 1983; Raboy 2000).
Kandungan P yang tinggi dalam benih akan mempengaruhi viabilitas dan
vigor benih, karena fosfor akan mendorong pembentukan akar, mempercepat
perkembangan dan pemasakan benih. Pemupukan P juga dapat meningkatkan
produksi dan mutu benih. Senyawa P total benih sebagian besar dalam bentuk
senyawa fitin, sedangkan sisanya dalam bentuk P anorganik, fosfolipida,
fosfoprotein dan asam nukleat (Bewley dan Black 1985; Suwarno 1991;
Wilcox et al. 2000).
on
OW
I
.a-p0-J-O.
-*
a
I
A.
0.
& o+J-o.
OI H
Gambar 1 Strzrktur Molekul Asarn Fitat (rnyo-Ir~ositol-1,2,3,4,5,6hemphosphate (Sunlber: WikzpediaEncyclbpedia, 2006)
Senyawa P dalam benih sebagian besar dalam bentuk organik, sedangkan
dalam bentuk anorganik dalam jumlah sedikit. Senyawa P disimpan dalam
bentuk fitin yaitu dalam bentuk garam (Ca, Mg) dari asam fitat (myo-inositol
heksafosfat). Fitin dalam benih biasanya disimpan dalam bentuk kristal globoid
protein. Dalam benih kedelai konvensional mengandung 4,3 g/kg fitin
dan
0,7g/kg P anorganik. Unsur P dalam benih merupakan salah satu indikator
biokimia vigor benih dan unsur P diperlukan untuk biosintesis makromolekular,
antara lain fosfolipid, gula fosfat, nukleotida dan koenzim. Asam fitat
merupakan sumber P bagi proses metabolisme selama perkecambahan (Mayer dan
Mayber 1982; Suwarno 1995; Wilcox et al. 2000).
Fitin sebagai bentuk utama P total dalam benih sangat menentukan status
vigor benih dan bei-fungsi sebagai cadangan fosfor yang berperan untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk perkecambahan. Kandungan fitin
yang lebih tinggi akan mempengaruhi vigor benih, sehingga mampu turnbuh dan
berkembang pada kondisi lingkungan yang optimum maupun suboptimum. Benih
yang bewigor tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan perkembangan
akar yang cepat sehingga menghasilkan tanaman yang mampu tumbuh dalam
berbagai kondisi lingkungan tumbuh dan akan menghasilkan produksi yang tinggi
(Sadjad 1993).
Menurut Willams dalanz Widajati (1999) menyatakan bahwa akuinulasi
asam fitat selama perkembangan benih sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan tumbuh tanaman induk. Pada kondisi cekaman kecepatan akurnulasi
~naksilnum asam fitat pada aleuron benih gandum terjadi pada hari ke-23,
sedangkan pada kondisi normal terjadi pada hari ke-28. Dilanjutkan oleh
Duff et al. (1989) bahwa fungsi dari P dalam benih antara lain: (1) pembelahan
sel; (2) pembentukan lemak dan albumin; (3) pembentukan bunga; (4) buah dan
biji; (5) mempercepat kematangan biji; (6) perkenlbangan akar; (7) peningkatan
ketahanan terl~adappenyakit. Sedangkan senyawa fitin menurut Copeland (1976)
berfungsi sebagai cadangan fosfor dan untuk pemeliharaan energi dalam benih,
sebab dapat bergabung dengan nukleutida ADP menjadi ATP.
Biosintesis fitin dalam benih jagung dilaporkan oleh Djamaluddin, (1986)
terjadi selama periode reproduktif, yaitu pada minggu kedua sainpai keempat
sesudah polinasi, sedangkan aka11meningkat kembali pada saat terjadi kemasakan
benih. Menurut Murniati (1990) bahwa fosfor dapat inembantu pembentukan biji,
mempercepat kematangan biji serta membantu pengangkutan asimilat dari bagian
lain ke biji sehingga menjadi padat dan berisi.
Menurut Pollock dan Ross (1972) Kandungan fitin yang lebih tinggi akan
mempengaruhi vigor benih, sehingga rnampu turnbull dan berkembang pada
kondisi lingkungan yang optimuin mauptln suboptimum. Dilanjutkan ole11
Sadjad (1983) Bahwa benih yang kandungan fitin rendah akan memiliki vigor
yang rendah pula, benih yang bewigor tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat
dengan perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan tanaman yang
inantap dalam berbagai kondisi lingkungan tumbuh dan menghasilkan produksi
yang tinggi.
Menurut Maschener (1995) unsur K diperlukan untuk pembentukan
bunga, mengatur respirasi, transpirasi, dan translokasi nitrogen dan fosfat. Jensen,
Andersen dan Losch (1992) menyatakan bahwa pengaruh penggunaan K adalah
untuk meningkatkan konsentrasi kadar air daun dan ~nenurunkan potensial
osmotik, karena fungsi utama K adalah mengatur potensial osmotik. Dala~n
perkecambahan, benih akan melakukan proses respirasi untuk menghasilkan ATP
untuk suplai energi (Pranoto el aZ. 1990).
Menurut Ahnadi et al. (1994) bahwa kekurangan K akan menghambat
proses fotosintesis, metabolisme dan translokasi karbohidrat dari daun ke biji,
akibatnya produksi bahan kering menurun serta menyebabkan terjadinya penyakit
fisiologi, kehamnpaan biji tinggi.
Untuk mendapatkan produksi benih dengan vigor tinggi harus
mengupayakan faktor lingkungan tumbuh tanaman harus n~enunjangantara lain:
(1) kondisi yang mempengdu pembentukan bunga dan biji; (2) iklim; (3)
kesuburan tanall dan (4) bahan kimia untuk proteksi, tolok ukur yang digunakan
menilai vigor benih lnasih memerlukan perhatian seksatna untuk menentukan
vigor benih. Benih bewigor tinggi selain tahan bersaing dalam pertumbuhan juga
dapat terhindar dari serangan hama dan penyakit karena kemarnpuan turnbuhnya
yang tinggi. Dengan demikian laju tumnb~thbibit lebih cepat pada keadaan lapang
secara umum (Ching 1973; Sadjad 1983).
Download