BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memeperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan perusahaan. para pemasar diberi keterampilan untuk merangsang permintaan akan produk-produk dari sebuah perusahaan. Akan tetapi, hal itu hanya merupakan pandangan yang terlalu sempit terhadap tugas-tugas yang dijalankan oleh para pemasar. Pemasaran berusaha untuk mempengaruhi tingkat, waktu, dan komposisi permintaan untuk mencapai sasaran org anisasi. Perusahaan-perusahaan yang menjual barang dan jasa konsumen, menghabiskan sejumlah besar waktu untuk membangun suatu citra merek yang unggul. Pembangunan citra itu menuntut di dapatkannya suatu pengertian yang jelas tentang konsumen sasaran mereka, kebutuhan-kebutuhan apa yang akan dipenuhi oleh produk mereka, dan mengkomunikasikan positioning mereka secara gencar. Pemasaran memainkan peran dalam mendapatkan dan mempertahankan distribusi perdagangan, tetapi hal ini berkaitan dengan membangun citra merek. Pemasar memutuskan tentang ciri, tingkat mutu, cakupan distribusi, dan pengeluaran biaya promosi yang akan membantu mereka mencapai posisi nomor satu di pasar sasaran mereka. 2.1.1 Pengertian Pemasaran Orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu ada kebutuhan akan penjualan. Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan hingga ke mana-mana. Tujuan pemasaran bukan untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk tersebut Pemasaran berarti bekerja dengan para pemasar untuk mewujudkan pertukaran potensial dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jika satu pihak lebih aktif mencari sebuah pertukaran di banding pihak lain, ia disebut pemasar dan pihak kedua disebut prospek. Dengan demikian pemasar dapat bertindak sebagai seorang penjual atau pembeli. Definisi pemasaran menurut Kartajaya (2006;18) adalah sebagai berikut : Pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan values dan inisiator kepada stake holdernya . Sedangkan menurut Stanton yang dikutip oleh Dharmesta (2005;5), memberikan pengertian pemasaran sebagai berikut : Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial . Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran lebih berurusan dengan pelanggan dibandingkan fungsi bisnis lainnya. Memahami, menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai serta kepuasan kepada konsumen adalah inti pemikiran dan praktek pemasaran modern. Atau dengan kata lain pemasaran adalah proses pemberian kepuasan kepada konsumen untuk mendapatkan laba. Dua sasaran pemasaran yang utama adalah menarik konsumen dan menjanjikan nilai yang unggul dan mempertahankan konsumen saat ini dengan memberikan kepuasan. Strategi pemasaran yang tepat memberikan kekuatan pada perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan lainnya sehingga memberikan keuntungan pada perusahaan tersebut. 2.1.2 Pengertian Bauran Pemasaran Untuk meraih sukses, suatu produk akan tergantung pada sejumlah faktor, diantaranya produk itu sendiri, harga, distribusi, dan promosi yang dilakukan. Faktor-faktor ini dikenal dengan nama Marketing Mix yang merupakan controllable marketing variables, artinya faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan sepenuhnya oleh perusahaan. Sedangkan uncotrollable marketing variables tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan secara individu, seperti perubahan faktor-faktor kependudukan, kondisi perekonomian, sosial, undangundang, kebijaksanaan pemerintah dan faktor alam. Menurut Prof. Dr. Buchari Alma (2007;205) bauran pemasaran adalah sebagai berikut: Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan . Sedangkan menurut Kartajaya (2006;18) adalah sebagai berikut : Marketing mix merupakan taktik dalam meintegrasi tawaran, logistik, dan komunikasi produk atau jasa anda . Dari defenisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan perpaduan dari variabel pemasaran yang terkait dan dapat dikendalikan serta dikombinasikan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah 4 komponen yang tercakup dalam kegiatan marketing mix yang terkenal dengan sebutan 4 P menurut Prof. Dr. Buchari Alma (2007;205) : 1. Produk (Product) Produk adalah merupakan titik sentral dari kegiatan marketing. Produk ini bisa berupa barang dan dapat pula berupa jasa. Jika tidak ada produk, tidak ada pemindahan hak milik maka tidak ada marketing. 2. Harga (Price) Masalah kebijakan harga adalah turut menentukan keberhasilan pemasaran produk. Kebijakan harga dapat dilakukan pada setiap tingkatan distribusi, seperti oleh produsen, oleh grosir dan retailer (pedagang eceran). 3. Distribusi (Place) Sebelum produsen memasarkan produknya, maka sudah ada perencanaan tentang pola distribusi yang akan dilakukan. Disini penting sekali perantara dan pemilihan saluran distribusinya. Perantara ini adalah sangat penting karena dalam segala hal mereka berhubungan dengan konsumen. 4. Promosi (Promotion) Promosi ini sangat berkembang pada masa selling concept dimana produsen sangat mengandalkan, sangat memberi harapan tinggi akan meningkatnya penjualan dengan mempergunakan promosi. Strategi pemasaran yang efektif adalah mengkombinasikan seluruh unsurunsur bauran pemasaran ke dalam suatu strategi terintegrasi yang didesain untuk mencapai tujuan pemasaran perusahaan. Bauran pemasaran menjadi peralatan taktis bagi perusahaan untuk membentuk penempatan yang kuat (strong positioning) di pasar sasaran. 2.2 Produk 2.2.1 Pengertian Produk Pengertian sempit dari produk adalah sekumpulan sifat-sifat fisik dan kimia yang berwujud dan dihimpun dalam suatu bentuk yang serupa dan telah dikenal. Pengertian luas dari produk adalah sekelompok sifat-sifat yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, harga, kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer dan pelayanan yang diberikan produsen dan pengecer yang dapat diterima oleh konsumen sebagai kepuasan yang ditawarkan terhadap keinginan atau kebutuhan-kebutuhan konsumen. Menurut Kotler yang dikutip oleh Prof. Dr. Buchari Alma (2007;139) produk ialah: Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk terdiri atas barang, jasa, pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan ide. Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pelanggan yang diciptakan oleh perusahaan untuk digunakan dan dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen baik bersifat berwujud maupu n yang bersifat tidak berwujud. 2.2.2 Klasifikasi Produk Produk merupakan bagian dalam bauran pemasaran (marketing mix) yang memiliki peranan penting dalam penjualan. Pada dasarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan berasal dari penjualan produk atau j asa yang dihasilkan. Produk merupakan sesuatu yang dijual perusahaan ke pasar dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari penjualan produk tersebut. Dalam kenyataannya, produk yang tersedia di pasar sangat beraneka ragam dan tidak terhitung jumlahnya. Setiap produk memiliki ciri masing-masing dan hal itulah yang menjadikan suatu produk terlihat unik dan berbeda dari yang lain. Menurut Kotler & Keller (2007;6), produk dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut daya tahan dan wujudnya yaitu: a. Barang yang Tidak Tahan Lama (Non Durable Goods) Barang yang tidak tahan lama adalah barang-barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan. Contoh: bir dan sabun. b. Barang Tahan Lama (Durable Goods) Barang tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya bertahan walaupun sudah digunakan berkali -kali. Contoh: peralatan mesin, lemari es, pakaian. c. Jasa (Services) Jasa adalah produk-produk yang tidak berwujud, tidak terpisahkan, dan mudah habis. Contoh: reparasi dan potongan rambut. Sedangkan klasifikasi produk menurut kebiasaan berbelanja konsumen dibedakan menjadi: 1. Barang Konsumen ( Consumer Goods ) Yaitu barang-barang yang dibeli konsumen akhir untuk dikonsumsi pribadi. Barang-barang ini dapat dikelompokan menjadi empat golongan ya itu: a. Barang sehari-hari ( Convinience Goods ) Yaitu barang-barang yang biasanya sering dibeli pelanggan dengan cepat dan dengan upaya yang sangat sedikit. Barang convinience dapat dikelompokan kedalam tiga jenis, yaitu: Staples Goods, yaitu barang yang dibeli konsumen secara teratur. Contoh: Sabun Mandi dan Pasta Gigi Impulse Goods, yaitu barang yang dibeli berdasarkan keinginan seketika, tanpa perencanaan atau usaha pencarian. Contoh: permen dan majalah Emergency Goods, yaitu barang-barang yang dibeli saat kebutuhan mendesak. Contoh: Payung dan Jas Hujan di musim hujan b. Barang Toko ( Shopping Goods ) Yaitu barang-barang yang biasanya dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses pemilihan dan pembeliannya. Barang shopping dapat dikelompokan kedalam dua jenis, yaitu: Homogenous Shopping Goods, yaitu barang-barang yang oleh konsumen dianggap memiliki mutu serupa tetapi mempunyai harga cukup berbeda. Contohnya: TV, Komputer, Handphone, dll. Heterogenous Shopping Goods, yaitu barang yang berbeda dalam hal keistimewaan dan jasa produk yang mungkin lebih penting dari pada harganya. Contoh: Pakaian dan Peralatan Rumah Tangga. c. Barang Khusus ( Speciality Goods ) Barang-barang dengan mempunyai ciri-ciri atau identifikasi merek yang unik dan karena itulah cukup banyak pembeli bersedia melakukan upaya pembelian yang khusus. Contoh: Mobil Mewah BMW dan Pakaian Karya Perancang Terkenal d. Barang yang Tidak Dicari ( Unsought Goods ) Unsought Goods adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau biasanya mereka tidak terpikir untuk membelinya. Contoh : tanah kuburan dan batu nisan. 2. Barang Industri (industrial goods) Organisasi membeli barang dan jasa, barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan cara barang itu memasuki proses produksi dan harga relatifnya. Barang-barang ini dapat dikelompokan menjadi tiga golongan yaitu: a. Bahan baku dan suku cadang ( Material and Parts ) Yaitu barang-barang yang sepenuhnya memasuki produk yang dihasilkan. Barang-barang ini terbagi menjadi dua, yaitu: Bahan mentah, bahan-bahan yang belum diolah secara mekanik.bahan mentah dibagi menjadi dua, yaitu produk pertanian dan produk alam. Bahan baku dan suku cadang hasil manufaktur, barang-barang yang sudah dikelola secara mekanik. Dibagi menjadi dua, yaitu bahan baku komponen dan suku cadang komponen. b. Barang modal ( capital items ) Adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan dan atau pengelolaan produk akhir. Barang modal meliputi: Instalasi Contoh: peralatan dan bangunan Peralatan Meliputi peralatan dan perkakas pabrik yang dapat dibawa -bawa Contoh: Perkakas pertukangan, truk pengangkut. c. Perlengkapan dan jasa bisnis ( complete and service business ) Adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan atau pengelolaan produk jadi. Meliputi: Perlengkapan operasi Contoh : pelumas, batu bara, kertas, dll. Barang untuk pemeliharaan dan perbaikan Contoh : cat, paku, dan sapu. 2.2.3 Bauran Produk Disamping klasifikasi produk juga terdapat Bauran Produk yaitu kumpulan dari semua produk dan unit produk yang ditawarkan penjual tertentu kepada pembeli. Bauran produk suatu perusahaan memiliki lebar, kedalaman, keluasan dan konsistensi tertentu. Menurut Kotler & Keller (2007;16) bauran produk terdiri dari : Lebar; mengacu pada berapa banyak lini produk yang berbeda dimiliki perusahaan itu. Contoh : P&G memiliki banyak lini berupa produk perawatan rambut, produk perawatan kesehatan, produk kebersihan pribadi, minuman ringan, makanan, dll. Kedalaman; mengacu pada jumlah seluruh bara ng dalam bauran tersebut. Contoh : Panjang lini produk detergen P&G sebanyak 9 buah yang terdiri dari: Ivory Snow, Dreft, Tide, Cheer, dll. Keluasan; mengacu pada berapa banyak jenis yang ditawarkan masingmasing produk dalam lini tersebut. Contoh : Produk pasta gigi P&G yang bemerek Crest memiliki tiga ukuran dan dua formula yaitu regular dan mint. Konsistensi bauran produk; mengacu pada seberapa erat hubungan berbagai lini produk dalam penggunaan akhir, ketentuan produksi, saluran distribusi, atau hal lainnya. Contoh : Berbagai lini produk P&G memang konsisten dalam hal mereka merupakan barang konsumsi yang melalui saluran distribusi yang sama 2.3 Merek Merek adalah salah satu atribut penting dari sebuah produk yang penggunaannya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan dimana memberikan merek pada suatu produk berarti memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Merek tidak hanya merupakan sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan identitas yang membedakan produk perusahaan dengan produk yang dihasilkan pesaing. Dengan adanya identitas khusus, hal ini akan mempermudah bagi konsumen untuk mengenali produk tertentu dan tentunya akan memudahkan pada saat memutuskan untuk membeli suatu produk. Merek memegang peranan penting dalam penjualan suatu produk karena jika merek yang diposisikan di pasar memiliki citra yang baik, maka hal itu akan menjadi salah satu pendorong untuk menumbuhkan minat beli konsumen. Selain itu juga merek memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan posisi pasar yang spesifik bagi suatu produk, misalnya dengan melepaskan suatu produk pada posisi yang berkualitas tinggi dan posisi ini dapat diperkuat oleh harga, saluran distribusi, dan promosi 2.3.1 Pengertian Merek Merek merupakan atribut yang penting dan dapat mempengaruhi kegiatan pemasaran di sebuah perusahaan. Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai merek, maka penulis mengemukakan pengertian merek sebagai berikut: Menurut Kotler & Keller (2007;332), definisi merek adalah: Merek adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual untuk mediferensiasikan dari barang atau jasa pesaing . Sedangkan menurut Prof. Dr. Buchari Alma (2007;147) merek adalah : Merek atau cap ialah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa katakata, gambar atau kombinasi keduanya . Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian merek dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kepada konsumen. Menurut Kotler ( 2005;82) merek memiliki enam level pengertian yaitu: 1. Atribut Atribut sama dengan brand mengingatkan atribut- atribut tertentu. 2. Manfaat Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan mangfaat emosional. 3. Nilai Brand tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya. 4. Budaya Merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. 5. Kepribadian Merek tersebut dapat mencermi nkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Dengan enam tingkatan pengertian merek, pemasar harus menentukan pada tingkat mana akan menanamkan identitas merek. Merupakan satu kesalahan untuk mempromosikan hanya atribut merek saja karena: 1. Pembeli tidak begitu tertarik pada atribut merek dibandingkan dengan manfaat merek. 2. Pesaing dapat dengan mudah meniru atribut tersebut. 3. Atribut yang sekarang mungkin nanti akan kurang bernilai, sehingga merugikan mereka yang telah terlalu terikat pada atribut tersebut. Mempromosikan merek hanya berdasarkan satu atau beberapa manfaatnya juga beresiko. Pengertian merek yang paling tahan lama adalah nilai, budaya, dan kepribadiaannya karena hal-hal tersebut menentukan inti sebuah merek. Pemahaman mengenai peran strategik merek tidak bisa dipisahkan dari tipe-tipe utama merek, karena masing-masing tipe memiliki citra merek yang berbeda. Menurut Fandy Tjiptono (2007;22) ketiga tipe tersebut meliputi : Attribute Brands Yakni merek-merek yang memiliki citra yang mampu mengkomunikasikan keyakinan/kepercayaan terhadap atribut fungsional produk. Kerap kali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas dan fitur secara obyektif atas begitu banyak tipe produk, sehingga mereka cenderung memilih merek-merek yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya. Aspirational Brands Yaitu merek-merek yang menyampaikan citra tentang tipe orang yang membeli merek bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan. Contoh : prestisius, golongan kekayaan, dan populer Experience Brands Mencerminkan merek-merek yang menyampaikan citra asosiasi dan emosi bersama (shared associations and e motions). Tipe ini memiliki citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenaan dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen individual. Menurut David. A. Aker (M.G Parameswaran,2006;35) ada sepuluh langkah untuk membangun merek yang kuat : 1. Brand Identity (identitas merek), mempunyai identitas yang berbeda pada tiap merek 2. Value Proposition (pernyataan nilai), mengetahui nilai pada tiap merek dalam menjalankan perannya 3. Brand Position (posisi merek), mempunyai posisi merek akan dapat menyediakan pedoman untuk implementasi dan komunikasikan merek 4. Execution (eksekusi), eksekusi cemerlang dapat menjalankan program komunikasi yang tahan lama 5. Consistency Overtime (konsistensi janka panjang), mempunyai konsistensi terhadap merek, posisi, dan eksekusi jangka panjang 6. Brand System (sistem merek), yakinkan bahwa merek konsisten dan sinergis 7. Brand Leverage (keuntungan merek), memperluas merek dan mengembangkan co-branding program 8. Tracking Brand Equity (menjalankan ekuitas merek), menjalankan ekuitas merek dalam jangka waktu panjang, termasuk kesadaran,kualitas, loyalitas merek, dan asosiasi 9. Brand responsibility (Tanggung jawab merek), mempunyai orang yang bertanggung jawab terhadap merek 10. Invest in Brand (Investasi di dalam merek), investasi dalam merek yang berkelanjutan Langkah langkah diatas sangat penting dan berkaitan erat dengan kinerja masa depan perusahaan,pengembangan konsep dapat terus menerus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang baik adalah dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen di dalam merek, sehingga brand image dapat terus di tingkatakan. Menurut Al Ries (Hermawan Kartajaya,2006;54) mengemukakan, kuat tidaknya sebuah merek di benak konsumen atau calon konsumen juga dipengaruhi oleh pilihan warna untuk logo. Jika semua merek memilih warna yang ternyata tidak kontras dengan warna yang dipilih market leader, bisa kecil kemungkinan untuk gampang disadari oleh para konsumen ataupun calon konsumen. 2.3.2 Tujuan Pemberian Merek Setiap perusahaan tentu menginginkan merek yang digunakan oleh produknya menjadi pilihan konsumen sehingga akan memberikan dorongan yang besar bagi keberhasilan produk tersebut di pasar. Menurut Prof. Dr. Buchari Alma (2007;147) tujuan pemberian merek adalah sebagai berikut: 1. Pengusaha menjamin konsumen bahwa barang yang dibeli sungguh berasal dari perusahaannya. Ini adalah untuk meyakinkan pihak konsumen membali suatu barang dari merek dan perusahaan yang dikehendakinya, yang cocok dengan seleranya, keinginannya dan juga kemampuannya. 2. perusahaan menjamin mutu barang. Dengan adanya merek ini perusahaan menjamin mutu bahwa barang yang dikeluarkannya berkualitas baik. 3. Pengusaha memberi nama pada merek barangnya supaya mudah diingat dan disebut sehingga konsumen dapat menyebutkan mereknya saja. 4. Meningkatkan ekuitas merek, yang memungkinkan memperoleh margin lebih tinggi, memberi kemudahan dalam mempertahankan kesetiaan konsumen. 5. Memberi motivasi pada saluran distribusi, karena barang dengan merek terkenal akan cepat laku, dan mudah disalurkan. Suatu merek yang baik harus dapat memenuhi tujuan-tujuan di atas, meskipun pada kenyataannya tidak semua merek tersebut dapat memenuhi tujuan tersebut. Tetapi bagi perusahaan yang ingin memiliki keunggulan bersaing, mereka akan berusaha untuk memenuhi kriteria-kriteria tersebut bagi produk yang dihasilkannya sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dari pemberian merek. 2.4 Keputusan-keputusan dalam Branding 2.4.1 Keputusan Pemberian Nama Merek ( Brand Name Decision) Pemilihan merek, untuk suatu jenis barang perlu sekali dipikirkan karena jelas, bahwa bagaimanapun kecilnya merek yang telah kita pilih mempunyai pengaruh terhadap kelancaran penjualan. Pemberian merek terhadap hasil produksi ini harus hati-hati jangan menyimpang dari keadaan dan kualitas serta kemampuan perusahaan. nama merek harus disesuaikan dengan keadaan produk dan perusahaan yang bersangkutan. Menurut Kotler ( 2005;94 ) ada beberapa strategi pemberian nama merek yaitu: 1. Nama masing-masing (individual name) Keuntungan utama strategi ini adalah bahwa perusahaan tersebut tidak mengkaitkan reputasinya dengan reputasi produk. Jika produk tersebut gagal dan tampaknya memiliki mutu yang rendah, nama atau citra perusahaan tidak akan rusak. Contoh: Seiko, dapat memperkenalkan lini jam tangan yang bermutu rendah (yang di sebut Pulsar) tenpa melunturkan nama Seiko . 2. Nama Kelompok Bersama ( blanket family) Nama kelompok bersama juga mempunyai keutungan biaya pembangunan akan berkurang karena tidak dibutuhkan riset nama atau pengeluaran iklan besar-besaran untuk menciptakan pengakuan nama merek. Contoh : Sup Campbell memperkenalkan sup baru dengan nama mereknya yang sangat sederhana dan langsung memperoleh pengakuan. 3. Nama Kelompok Terpisah untuk semua produk (separate family names for all products) Jika perusahaan menghasilkan produk yang agak berbeda, tidak di anjurkan menggunakan satu nama kelompok yang berbeda. Perusahaanperusahaan sering menemukan nama kelompok yang berbeda untuk lini mutu yang berbeda dalam kelas produk yang sama. Contoh : perusahaan Kao memberikan nama family name brand Biore untuk pembersih muka, Kemudian produk tersebut dibagi lagi sesuai dengan jenis seperti Biore facial scrub dll. 4. Nama Perusahaan yang Digabung Dengan Nama masing-masing produk (corporate name combined wit h individual product names ) Nama perusahaan tersebut melegitimasikan dan nama masing-masing mengindividualisasikan produk baru tersebut. Contoh: Microsoft Word, Microsoft Power Point,dll. Perusahaan dapat memilih strategi mana yang akan diberikan pada produk yang dihasilkannya setiap strategi memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. 2.4.2 Keputusan Strategi Merek ( Brand Strategy Decision) Ada lima pilihan dalam penentuan strategi merek, yaitu: 1. Perluasan Lini ( line extension ) Perluasan lini terjadi apabila perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan baru, seperti bentuk, rasa, warna, kandungan, ukuran kemasan,dan sebagainya. Contoh : Kacang garuda rasa bawang d an kacang garuda kulit. 2. Perluasan Merek ( brand extension ) Perluasan merek dapat terjadi apabila perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Strategi perluasan merek memberikan sejumlah keuntungan, karena merek tersebut pada umumnya lebih cepat dihargai. Contoh : sabun Lifebuoy, shampo Lifebuoy. 3. Merek Ganda ( multi brand ) Multi brand dapat terjadi apabila perusahaan memperkenalakan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk mencoba membentuk kesan, serta daya tarik lain pada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. Contoh : Unilever (mengeluarkan sabun mandi Lux untuk kecantikan dan sabun mandi Lifebouy untuk kesehatan. 4. Merek Baru ( new brand ) Merek baru dapat dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki satupun merek yang sesuai deng produk yang akan dihasilkan atau apabila citra merek tersebut tidak membantu untuk produk baru tersebut. Contoh : ketika Timex memutuskan untuk membuat sikat gigi Timex menciptakan nama lain karena dirasa tidak tepat apabila sikat gigi tersebut disebut sikat gigi Timex. 5. Merek Bersama ( co-branding ) Co-branding terjadi apabila dua merek terkenal atau lebih digabung dalam satu penawaran. Tujuan co-branding adalah agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain sehingga dapat menarik minat konsumen. Contoh: ATM BCA banyak dimanfaatkan oleh bank lain dengan melakukan co-branding. Strategi apapun yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk menguatkan merek yang dimilikinya sangat tergantung pada positioning nya di pasar. Untuk itu positioning merek tersebut harus dievaluasi secara terusmenerus di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat. Sehingga perusahaan dapat melakukan repositioning. Repositioning dapat terjadi karena setiap saat selera konsumen selera berubah. Preferensi konsumen terus berubah seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan keinginan. 2.5 Citra Merek ( Brand Image ) Para pembeli mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap citra perusahaan atau merek. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor di luar kontrol perusahaan. Citra yang efektif melakukan tiga hal yaitu: 1. Memantapkan karakter produk dan usulan nilai 2. Menyampaikan karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan karakter pesaing 3. Memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental. Supaya bisa berfungsi citra itu harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dan kontak merek. Pesan ini harus diekspresikan melalui lambang-lambang, media tertulis dan audiovi sual, suasana, serta perilaku karyawan. 2.5.1 Pengertian Citra Merek ( Brand Image ) Citra merek pada dasarnya merupakan suatu hasil pandang atau persepsi konsumen terhadap suatu merek tertentu, yang didasarkan atas pertimbangan dan perbandingan dengan beberapa merek-merek lainnya, pada jenis produk yang sama. Citra merek memperlihatkan persepsi yang akurat dari suatu merek, tetapi untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan pengertian brand image menurut beberapa ahli: Adapun pengertian brand image menurut Ismail Solihin (2005;19) adalah: Brand image adalah segala sesuatu tentang merek suatu produk yang dipikirkan, dirasakan dan divisualisasi oleh konsumen . Sedangkan menurut Hermawan Kartajaya (2006;6) adalah : Citra merek adalah gebyar dari seluruh asosiasi yang terkait pada suatu merek yang sudah ada di benak konsumen . Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa brand image merupakan pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan, yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak. Citra merek berarti kepercayaan konsumen terhadap suatu merek tertentu, dan bagaimana konsumen memandang suatu merek. Selanjutnya apabila konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus-menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu yang disebut dengan loyalitas merek. 2.5.2 Diferensiasi Citra Merek ( Brand Image ) Para pembeli mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap citra perusahaan. Setiap perusahaan bekerja keras untuk mengembangkan citra yang membedakan untuK merek-merek mereka. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor di luar kontrol perusahaan. Supaya bisa berfungsi citra itu harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dan kontak merek pesan ini dapat disampaikan melalui hal -hal di bawah ini, Kotler (2004;338): Lambang Citra dapat diperkuat dengan menggunakan simbol yang kuat, perusahaan dapat memilih sebuah simbol atau suatu warna pengidentif ikasi. Contoh : Simbol singa untuk Harris Bank dan apel untuk Apple Computer. Media Citra yang dipilih harus ditampilkan dalam iklan yang menyampaikan suatu cerita, suasana hati, pernyataan sesuatu yang jelas berbeda dengan yang lain. Contoh : Pesan itu harus tampak di laporan tahunan, brosur dan katalog, peralatan kantor perusahaan serta kartu nama. Suasana Ruang fisik yang ditempati organisasi merupakan pencipta citra yang kuat lainnya. Contoh : Hyatt Regency mengembangkan suatu cutra tersendidri melalui lobby atriumnya. Peristiwa Suatu perusahaan dapat membangun suatu identitas melalui jenis kegiatan yang disponsorinya. Contoh : Perrier, perusahaan air botolan, tampil menonjol dengan membangun sarana olahraga dan mensponsori acara -acara olahraga. 2.5.3 Manfaat Brand Image Image atau pandangan konsumen tentang suatu merek adalah penting untuk strategi pemasaran dalam sejumlah cara. Manfaat Brand Image yaitu : 1. Image dapat dibuat sebagai tujuan (goals) di dalam strategi pemasaran. 2. Image dipakai sebagai suatu dasar untuk bersaing dengan brandbrand lain. 3. Brand Image juga dapat membantu memperbaharui penjualan suatu brand. 4. Brand Image dapat dipergunakan untuk mengevaluasi efek kualitas dari strategi pemasaran. 5. Brand Image juga dapat dihasilkan dari faktor-faktor lain diluar usaha-usaha strategi marketing. Menurut Homel dan Prahalod (2001;484) terdapat 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam sebuah brand, yaitu : 1. Recognition Adalah tingkat dikenalnya sebuah brand oleh konsumen. Kalau sebuah brand tidak dikenal, produk yang dipakai brand tersebut harus dijual dengan mengandalkan harga murah. 2. Reputation Adalah tingkat atau status yang cukup tinggi bagi suatu barang karena terbukti mempunyai track-record yang baik. 3. Affinity Adalah semacam emotional relationship yang timbul antara sebuah brand dengan konsumennya. Sebuah brand yang disukai oleh konsumen akan lebih mudah dijual. 4. Domain Menyangkut seberapa lebar scope dari suatu produk yang mau menggunakan brand yang bersangkutan. 2.6 Loyalitas Konsumen 2.6.1 Pengertian Loyalitas Konsumen Secara harfiah, loyal berarti setia atau loyalitas diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini sesuatu yang timbul tanpa adanya paksaan tetapi timbul dari keadaan sendiri, pada masa lalu usaha yang dilakukan untuk menciptakan kepuasan pelanggan lebih cenderung kepada mempengaruhi sikap pelanggan, konsep loyalitas konsumen. Menurut Griffin (Alma, 2007:274) yaitu: Loyalty is defined as nonrandom purchase expressed over time by some decision-making unit. Pelanggan dapat dikatakan loyal apabila ketika prilaku pembeliannya tidak dihabiskan dengan mengacak (non random) beberapa unit keputusan. Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu: 1. Loyalitas Merek (Brand loyalty) Loyalitas merek menurut Sutisna (2003:41) adalah: Loyalitas merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek yang bisa dipresentasikan dalam pembelian yang konsisiten terhadap merek tersebut sepanjang waktu. 2. Loyalitas Toko (Store loyalty) Store loyalty ditunjukkan oleh prilaku konsisten, tetapi dalam store loyalty prilaku konsisiten ditunjukkan dengan mengunjungi toko idaman konsumen bisa membeli merek produk yang mereka inginkan. Pelanggan yang loyal mempunyai kecenderungan yang pasti dalam membeli apa dan dari siapa. Pembelian yang dilakukan bukan pembelian yang bersifat acak, loyalitas juga dapat juga dianggap sebagai suatu kondisi yang berhubungan dengan rentang waktu dalam melakukan pembelian tidak lebih dari dua kali dalam mempertimbangkannya. Unit keputusan dapat diartikan sebagai suatu keputusan pembelian yang dapat dilakukan oleh lebih dari satu orang. Sedangkan menurut Oliver (1995:392), (Ratih Hurriyati, 2005:129) loyalitas adalah: Customer loyality is deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product or service consistenly in the future, despite situasional influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior. Dari definisi diatas terlihat bahwa loyalitas pada dasarnya merupakan suatu sikap dari konsumen atau pelanggan yang melakukan pembelian berulang untuk produk atau jasa yang sama secara konsisten yang ditawarkan oleh perusahaan atau produsen, dimana komitmen konsumen terhadap produk/jasa tersebut positif dan melalui suatu proses evaluasi. 2.6.2 Loyalitas dan Siklus Pemb elian Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Menurut Griffin (2005;18) pembelian pertama kali akan bergerak melalui lima langkah: (1), menyadari produk, (2), melakukan pembelian awal, kemudian bergerak melalui dua tahap pembentukan yaitu (3), evaluasi pasca pembelian dan (4), keputusan membeli kembali, jika keputusan membeli kembali disetujui maka langkah terakhir adalah kembali. Gambar 2.1 Siklus Pembelian Keterangan: 1. Kesadaran Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk perusahaan. Pada tahap inilah perusahaan mulai membentuk pangsa pikiran yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk dan jasa perusahaan lebih unggul dari pesaing. Kesadaran dapat timbul dengan cara: iklan kovensional ( tv, radio, surat kabar, ), iklan di Web, melalui pos secara langsung, e-mail, komunikasi, dari mulut ke mulut ( online dan offline). 2. Pembelian awal Pembeliaan pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara loyalitas. Baik itu dilaksanakan secara online dan offline, pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan. Sehingga perusahaan harus menanamkan kesan positif kepada pelanggan atas produk atau jasa yang diberikan perusahaan. 3. Evaluasi pasca pembelian Setelah pembeliaan dilakukan, pelanggan secara sadar dan tidak sadar dan tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila pembeli merasa puas atau ketidak puasanya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih kepada pesaing. 4. Keputusan membeli kembali Komitmen untuk melakukan pembelian kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas, bahkan lebih pentingdari kepuasan. Artinya tanpa pembelian berulang tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari ting ginya sikap positif yang ditunjukkan pada produk atau jasa tertentu, dibanding sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif yang potensial. 5. Pembelian kembali Langkah terakhir dari siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga sampai langkah kelima berkali -kali. 2.6.3 Jenis-Jenis Loyalitas Menurut Griffin (2005:22) ada empat jenis yang dikemukakan tentang loyalitas pelanggan, yaitu: 1. Tanpa Kesetiaan (No loyalty) Untuk berbagai alasan yang berbeda, ada pelanggan yang tidak mengembangkan suatu kesetiaan terhadap produk atau jasa tertentu. Tingkat keterkaitan (attachment) dengan pembeliaan ulang yang rendah menunjukan absennya kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus menghindari kelompok tidak ada kesetiaan ini untuk dijadikan target pasar karena mereka tidak pernah menjadi pelanggan yang setia. 2. Loyalitas yang lemah (Inertia Loyalty) Suatu tingkat keterkaitan yang rendah dengan pembelian berulang yang tinggi akan mewujudkan suatu kesetiaan yang tidak aktif. Pelanggan yang memiliki sikap ini biasanya membeli berdasarkan kebiasaan. Dasar yang digunakan untuk pembelian produk dan jasa biasanya karena sudah terbiasa memakai atau karena faktor kemudahan situasional. Kesetiaan macam ini biasanya banyak terjadi terhadap produk atau jasa yang sering dipakai, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat mengubah pelanggan tidak aktif dengan cara mendekatkan diri kepada pelanggan tersebut melalui produk atau jasa yang lebih dibandingkan dengan pesaing, misalnya dengan meningkatkan keamanan dan fasilitas pengiriman bagi pelanggan. 3. Kesetiaan Tersembunyi ( Latent Loyalty) Suatu keterkaitan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat pembelian ulang yang rendah menggambarkan suatu kesetiaan yang tersembunyi dari pelanggan. Bagi pelanggan yang memiliki sikap kesetiaan yang kesetiaan yang tersembunyi, pembeliaan ulang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor situasional dari pada sikapnya. 4. Kesetiaan Premium (Premium loyalty) Merupakan jenis kesetiaan yang terjadi bilamana suatu tingkat ketertaikan yang tinggi berjalan selaras dengan aktifitas pembelian kembali, kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dalam setiap usaha. Pada tingkat preference yang tinggi maka orang-orang akan bangga bilamana menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan dari pengalaman mereka kepada teman atau keluarga mereka. 2.6.4 Karakteristik Loyalitas Pelanggan Menurut Griffin (2005:31), pelanggan yang loyal merupakan asset yang tidak ternilai bagi perusahaan sehingga membagi karakteristik pelanggan yang loyal sebagai berikut: Menurut Griffin (2005:31) pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur (Makes regular repeat purchase) 2. Membeli antar lini produk dan jasa (Purchase across product and service lines) 3. Mereferensikan kepada orang lain ( Refers other) 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing (Demonstrates an immunity to the full of the competition ) 2.6.5 Tahap Pembentukan Loyalitas Konsumen Griffin (2005:35) mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan terdiri dari tujuh tahapan yaitu: 1. Suspects Merupakan orang yang mungkin akan membeli produk atau jasa perusahaan. Disebut suspects karena perusahaan percaya atau menyangka mereka akan membeli tapi perusahaan belum cukup yakin. 2. Prospek (Prospects) Merupakan orang yang membutuhkan produk atau jasa tertentu dan memiliki kemampuan untuk membelinya. Meskipun prospek belum melakukan pembelian dari perusahaan, tetapi mereka telah mendengar tentang keberadaan perusahaan, membaca tentang perusahaan atau ada seseorang yang merekomendasikan perusahaan kepadanya. Prospect mungkin mengetahui siapa kita, dimana kita dan apa yang kita jual, tetapi mereka belum membeli dari perusahaan. 3. Pelanggan yang dikualifikasi ( Disqualified Prospect) Merupakan prospek yang sudah cukup perusahaan pelajari untuk mengetahiu bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk perusahaan. 4. Pelanggan yang pertama kali ( First Time Customer) Merupakan orang yang telah membeli dari perusahaan satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan perusahaan sekaligus pelanggan pesaing perusahan. 5. Pelanggan berulang (Repeat Customers) Merupakan orang-orang yang telah membeli dari perusahaan sebanyak dua kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali atau membeli dua produk atau jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih. 2.6.6 Faktor-Faktor Untuk Mengembangkan Loyalitas Menurut Griffin (2005:20) terdapat dua faktor penting untuk mengembangkan loyalitas: 1. Keterkaitan (attachment) yang tinggi terhadap produk atau jasa tertentu dibanding terhadap produk atau jasa pesaing potensial. Keterkaitan yang dirasakan pelanggan terhadap produk atau jasa dibentuk oleh dua dimensi yaitu: a. Tingkat preferensi yaitu seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu. b. Tingkat differensiasi produk yang dipersepsikan yaitu seberapa signifikan pelanggan membedakan produk aatau jasa tertentu dari alternatif-alternatif lain. c. Pembelian berulang. 2.6.7 Alasan Perusahaan Harus Mempertahankan Pelanggannya Kotler, Hayes, Bloom (Alma, 2007:275) menyatakan ada enam alasan mengapa lembaga harus menjaga dan mempertahankan pelanggan. Alasan tersebut antara lain: a. Pelanggan yang sudah ada prospeknya akan memberikan keuntungan cenderungan lebih besar. b. Biaya menjaga dan mempertahankan pelanggan jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya untuk mencari pelanggan baru. c. Pelanggan yang sudah percaya pada suatu lembaga dalam suatu urusan bisnis, cenderungan akan percaya juga dalam urusan bisnis yang lain. d. Jika suatu perusahaan banyak mempunyai pelanggan lama, akan memperoleh keuntungan karena adanya Langganan lama tidak akan banyak tuntutan. peningkatan efisiensi. e. Pelanggan lama ini tentu banyak pengalaman positif berhubungan dengan perusahaan, sehingga mengurangi biaya psikologis dan sosialisasi. f. Pelanggan lama, akan selalu membela perusahaan, dan berusaha pula menarik atau memberi referensi teman-teman lain dan lingkungannya untuk mencoba berhubungan dengan perusahaan. 2.6.8 Agar Pelanggan Tetap Loyal Menurut Griffin (2005:182) ada empat cara agar pelanggan tidak beralih kepada produk atau jasa pesaing, keempat cara tersebut antara lain: 1. Permudahlah pelanggan untuk memberi umpan balik kepada anda Salah satu kegiatan paling menguntungkan bagi perusahaan adalah mencari keluhan pelanggan, memudahkan pelanggan untuk memberikan umpan balik. Tanyalah kepada pelanggan secara teratur mengenai pembelian terakhir mereka. Apakah pembelian itu memenuhi kebutuhan mereka, apakah sesuai dengan apa yang mereka harapkan, bagaimana cara meningkatkannya. 2. Bila pelanggan membutuhkan bantuan, berilah dengan segera Setelah anda memperoleh umpan balik dari pelanggan, anda harus bertindak secara tepat. Bila ia menghubungi untuk menyampaikan keluhan, anda harus memberi respon dengan segera dan berusaha membantu menyelesaika masalahnya. Tetapi setidaknya dengan menegaskan maksud anda untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin. Bila ia harus menghubungi lebih dari satu kali atas suatu masalah, ia lebih cenderung untuk mersa tidak puas, walaupun pembicaraan kedua menghasilkan penyelesaian. 3. Kurangi kejengkelan atas reparasi, pembayaran kembali dan pemberian jaminan Reparasi pembayaran kembali, dan pemberian jaminan sering menjadi sumber kekecewaan para pelanggan. Perhatikan bagaimana sebuah perusahaan bekerja untuk mencegah ketidakpuasan yang timbul selama penanganan masalah semacam itu: a. Tawaran produk bermutu saja Anda tidak dapat memperoleh loyalitas pelanggan bila produk yang anda jual terus mengalami kerusakan. b. Percayakan perbaikan kepada orang yang memiliki barang yang serupa Dengan mengalami masalah yang harus ia betulkan, orang-orang reparasi menjadi pemberi pelayanan yang lebih baik. Keterampilan teknis mereka meningkat, dan demikian pula simpati mereka terhadap pelanggan. c. Tetapkan jam pelayanan sesuai dengan jam panggilan pelanggan Analisis kapan orang menelepon untuk meminta bantuan dan kemudian tugaskan staff sesuai dengan kebutuhan. d. Kerjakan dengan benar atau tidak akan dibayar Setiap pelanggan menginginkan agar pekerjaan reparasi dilakukan dengan benar saat pertama kali dilakukan dan bila tidak maka akan timbul rasa tidak puas. 4. Belajar cara menghibur pelanggan ya ng marah Dengan sistem umpan balik dan keluhan pelanggan yang meningkat mutunya, terjadi beberapa interaksi dengan pelanggan. Prinsip-prinsip yang dirancang untuk membantu mengurangi ketidakpuasan pada awal tahap awal dan mencegah meningkatnya amarah pelanggan. Tetapi bahkan terbaik, pelanggan yang marah kadang-kadang muncul. Tetapi pelanggan yang marah dapat diselamatkan dengan cara berikut: a. Biarkan pelanggan mengeluarkan kemarahnnya. b. Beritahu pelanggan bahwa anda mengerti masalahanya. c. Cari tahulah apa yang diinginkan pelanggan. d. Sarankan solusi berdasarkan keinginan pelanggan. e. Bila pelanggan tidak senang dengan solusi anda, tanyakan kepadanya apa yang mereka inginkan. f. Lakukan telepon tindak lanjut. 2.6.9 Keuntungan dari Pelanggan yang Loyal Ismail Solihin (2004:103), mengemukakan beberapa keuntungan yang yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain: 1. Sales growth Pertumbuhan penjualan yang berlangsung dalam jangka panjang tidak dapat dicapai oleh perusahaan tanpa adanya loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Menaikkan pangsa pasar dan menurunkan biaya untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan yang loyal terhadap perusahaan dan menginformasikan kepada calon-calon pelanggan baru perusahaan. Dengan demikian akan mengurangi biaya untuk mendapatkan pelanggan (promosi). Menaikkan laba perusahaan, artinya pelanggan-pelanggan yang loyal terhadap perusahaan akan cenderung memesan lebih banyak terhadap produk perusahaan. 2. Profitability Sejalan dengan menigkatnya penjualan, perusahaan memiliki peluang besar untuk memperoleh laba apabila produk perusahaan memiliki pertumbuhan penjualan yang baik. Menurunkan biaya untuk melayani pelanggan, artinya biaya untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan baru bisa jadi sangat besar. Dengan adanya pelanggan-pelanggan yang loyal terhadap perusahaan berarti lebih sedikit pelanggan-pelanggan yang diperlukan. Pelangganpelanggan yang loyal terhadap perusahaan akan sering dan konsisiten melakukan pemesanan sehingga menurunkan biaya untuk melayani. Sehingga laba yang didpat perusahaan melalui loyalitas konsumen akan semakin besar. 3. Referral Konsumen yang loyal dan terpuasakan kebutuhanya dengan produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan saat ini akan memberikan saran penggunaan produk dan jasa kepada orang lain. 2.6.10 Dasar-dasar Program Loyalitas Dasar-dasar program loyalitas menurut Griffin (2005:200) antara lain: 1. Ukur dan telusuri loyalitas dengan menggunakan variabel-variabel di atas. Tergantung pada situasi khusus Anda, akan sangat membantu bila variabel tersebut dikalkulasi pada berbagai tingkatan, misalnya, tingkat retensi total perusahaan, tingkat retensi pada masing -masing tenaga penjual professional, dan tingkat retensi berdasar tim pelanggan atau kelompok lainnya. Dengan menggunakan tinhkat terkini sebagi dasar, tetapkan tujuan retensi pelanggan Anda 5 tahun berikutnya, Analisis yang sama dapat dilakukan terhadap pangsa pelanggan, tingkat retensi pelanggan baru, dan sebagainya. 2. Perkenalkan terhadap semua pegawai perusahaan arti dan pentingnya loyalitas klien. Bila Anda mempunyai staf yang sedikit, Anda dapat memilih untuk memperkenalkan informasi itu ke dalam pertemuan yang dihadiri semua personalia. Bila perusahaan Anda besar, pertimbangkan sarana komunikasi lainnya, seperti pertemuan divisi, newsletter perusahaan, dan video pelatihan, untuk memperoleh dan menyampaikan berita. Pembahasan tentang tingkat loyalitas terkini dan tingkat loyalitas yang diproyeksikan harus merupakan bagian utama dari komunikasi itu. Mulailah evaluasi kinerja bulanan terhadap para pegawai yang mengadakan kontak langsung dengan menggunakan pelanggan. Gunakan faktor-faktor pengukuran loyalitas sebagai dasar tinjauan. 3. Masukkan sasaran loyalitas pelanggan dan klien ke dalam pengukuran kinerja pegawai dan rencana kompensasi. Berilah bonus dan kenaikan gaji kepada pegawai yang menghasilkan tingkat loyalitas yang istimewa. Segera atasi setiap tingkat kinerja yang berada di bawah standar atau yang menurun. Tetapkan batas waktu perbaikan kinerja dan kemudian latihlah dan bimbinglah pegawai supaya kinerjanya membaik. Lepaskan para pegawai yang tidak dapat memenuhi sasaran loyalitas. 4. Evaluasi dan tijau kembali tingkat loyalitas setiap bulannya. Pertimbangkan untuk menempelkan tingkat loyalitas pelanggan pada rung istirahat pegawai atau tempat lain yang mudah dilihat oleh para pegawai. Hal itu dapat memperkuat komitmen perusahaan terhadap loyalitas dan memotivasi para pegawai untuk memperjuangkan tingkat retensi yang tinggi. 5. Libatkan para pegawai dalam mengembangkan dan mempertahankan program loyalitas. Masukan, rekomendasi, dan ide anggota staf memainkan peran penting bagi keberhasilan program itu. Bukan rahasia lagi bahwa para pegawai lebih cenderung mendukung program yang disusun dengan bantuan mereka. Salah satu cara untuk melaksanakan keterlibatkan itu adalah dengan membentuk tim pegawai untuk melaksanakan tugas loyalitas tertentu, seperti evaluasi retensi dan tinjauan program pelanggan pertama kali. 6. Susunlah gabungan alat-alat pemasaran, penjualan, dan customer care yang ditujukan untuk memupuk loyalitas pada masing-masing tahapan pelanggan. Dikembangkan setidak-tidaknya satu program loyalitas penting untuk setiap tahap pelanggan. Dua contoh adalah promosi untuk menyambut pelanggan baru yang memotivasi pelanggan pertama kali untuk membeli lagi, dan promosi untuk pelanggan berulang yang memicu penjual silang (cross-sell) terhadap produk dan jasa lain. 7. Identifikasi lima penyebab utama hancurnya loyalitas pelanggan perusahaan anda (penundaan on hold yang sering diperoleh para penelepon ketika mereka menelepon perusahaan anda , kebijakan yang terlalu rumit untuk pengembalian barang yang dibeli dan sebagainya dan kembangkan rencana untuk menghilangkannya). Mulailah pelaksanaanya dengan segera. 8. Lanjutkan dengan modifikasi, fine-tune dan course-correct sistem loyalitas anda. Waktu dan pengalaman langsung merupakan guru terbaik. 2.6.11 Hukum Loyalitas Ada 12 hukum loyalitas menurut Griffin (Alma, 2007:276), yakni: 1. Bangun loyalitas staf (Build staff loyalty) Ini merupakan kenyataan: perusahaan dengan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi juga memperoleh tingkat loyalitas staf yang tinggi. Hampir tidak mungkin membangun loyalitas pelanggan yang kuat dengan staf yang mungkin selalu berganti-ganti. Karena para pelanggan membeli hubungan dan kekerabatan. Mereka ingin membeli dari orang-orang yang mengenal dan mengetahui kesukaan mereka. Peraturan kunci loyalitas konsumen; layanilah pegawai anda terlebih dahulu, sehingga mereka pada giliranya, dapat melayani pelanggan anda. 2. Praktikan peraturan (Pratice the 80/20 rule) Dalam membangun loyalitas pelanggan, peraturan 20/80 berlaku. Secara kasar 80 persen dari penerimaan anda merupakan hasil penjualan kepada 20 persen pelanggan anda. Setiap pelanggan tidak berkontribusi dalam jumlah yang sama. Sebagian memberikan lebih banyak nilai jangka panjang kepada perusahaan anda dari pada yang lainnya. Perusahaan yang pandai akan mensegmentasikan pelanggan menurut nilai dan memantau kegiatan mereka dari dekat untuk menjamin pelanggan bernilai tinggi mendapatkan secar adil pangsa tawaran dan promosi khusus. 3. Kenali tahap-tahap loyalitas anda, dan pastikan pelanggan dan pastikan pelanggan anda bergerak melaui tahpa tersebut. (Know your loyalty stages and ensure your custemers are moving through them ). Pandangan menjadi loyal kepada perusahaan dan produk serta jasanya selangkah demi selangkah. Dengan memahami tahap loyalitas pelanggan pada saat ini, anda dapat menentukan dengan lebih baik apa yang diperlukan untuk memindahkan pelanggan tersebut ke tingkat l oyalitas berikutnya. 4. Layani dahulu, menjual kemudian ( Serve firs, sell second) Utamakan pelayanan, penjualan kebelakang, karena penjualan adalah sebagai hasil dari layanan yang baik. 5. Cari keluhan pelanggan yang agresif (Aggressively seek out customer complaints) Cari dan teliti secara aktif, apa sebenarnya keluhan dari pelanggan. Jaringan informasi harus dipasang seluas mungkin dan dengan laporan mereka dengan baik. 6. Bersikap responsive dan tetaplah demikian (Get responsive, and stay the way) Harus responsive dan mempertahankan sikap seperti itu. 7. Kenali definisi pelanggan hilang ( Win back lost customers) Pahami dan cari nilai-nilai apa yang dihrapkan oleh konsumen. 8. Rebut kembali pelanggann hilang ( Win back lost customers) Dekati dan wawancara konsumen yang lari, tanyakan mengapa mereka berpindah, sehingga mereka dapat ditarik kembali. 9. Gunakan banyak saluran untuk melayani pelanggan yang sama dengan baik (Use multiple channels to serve the same customers well) Konsumen biasanya memperoleh berbagai macam layanan dari berbagai macam personel. Konsumen harus memperoleh pelayanan yang sama, artinya tidak ada layanan yang berbeda secara mencolok. Apalagi layanan informasi yang berlawanan dari para pegawai, karena mungkin karyawan tidak mengetahui informasi yang harus disampaikan. 10. Berikan pegawai front line anda keahlian kerja (Give your front line the skill to perform) Karyawan yang berdiri di garis depan yang melayani konsumen, harus tampil secara terampil, professional terutama dalam menjawab segala pertanyaan, permasalahan yang diajukan oleh konsumen. 11. Bekerja sama dengan mitra ( Colaborate with your channel patner) Gunakan channel yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan, terutama lembaga pemerintah atau nonpemerintah, yang berhubungan dengan perusahaan. Channel tersebut dapat dimanfaatkan agar mensyaratkan lebih tertarik dan loyal terhadap perusahaan. 12. Simpan data dalam suatu data base yang tersentralisasi (Store your data in one centralized database) Ini perlu dilakukan untuk memudahkan akses informasi, apa yang dikehendaki, serta analisis apa yang akan dilakukan oleh manajemen. Data konsumen dapat dianalisis dari aspek pendidikan, daerah, pekerjaan, penghasilan, jenis kelammin, dsb 2.7 Pengaruh Brand Image terhadap Loyalitas Image yang diyakini oleh konsumen mengenai suatu merek sangat bervariasi tergantung dari persepsi masing masing individu. Seorang konsumen mungkin akan memandang sebuah Mercedez Benz sebagai kendaraan yang sangat mahal, tahan lama, mesin yang berkualitas, dapat dipercaya dan seterusnya kesan yang baik . Kepribadian manusia pada umumnya ditentukan melalui nilai dan keyakinan yang mereka punyai. Apabila merek sustu produk memiliki citra yang positif dan diyakini dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka loyalitas untuk membeli, memiliki suatu produk atau jasa akan timbul dalam diri manusia. Sebaliknya apabila merek suatu produk memiliki citra yang negatif maka loyalitas untuk membeli, memiliki konsumen terhadap produk atau jasa tersebut akan rendah. Citra yang positif dapat memjadi kekuatan bagi merek yang digunakan produk tersebut. (ZIkmund, Mc Leod Jr, and Gilbert ; 2003 ; 70)