DOSEN PEMBIMBING : Prof. Ir Ontoseno Penangsang, M.Sc.Phd Dr. Ardyono Priyadi, ST.M.Eng NAMA : GEDHE ARJANA PERMANA PUTRA NRP : 2210105016 1. PENDAHULUAN 2. TEORI PENUNJANG 3. PEMODELAN SISTEM 4. ANALISA DAN SIMULASI 5. PENUTUP 2 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebutuhan listrik dimasyarakat semakin meningkat, dan hal itu juga harus diikuti tersedianya pasokan listrik yang cukup. Selain tersedianya pembangkitan yang cukup, apakah kesetabilan sistem (transient) juga mempengaruhi operasi normal sistem atau tidak. Disamping itu pula sifat beban non-linear yang lebih berkontribusi terhadap fluktuasi sistem. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui pengaruh beban non-linear. 2. Mengamati dampak perubahan speed rotor generator terhadap sistem. 3. Mengamati dampak perubahan respon tegangan dan arus terhadap sistem. 1.3 Perumusan Masalah Perbedaan respon antara penggunaan beban linear dengan non-linear baik sebelum short circuit maupun sesudah short circuit pada sistem tenaga listrik dengan mempertimbangkan perubahan respon tegangan, arus, dan speed rotor generator. 1.4 Batasan Masalah 1. Dalam tugas akhir ini, desain dilakukan melalui pemodelan dan simulasi sistem dengan menggunakan software yaitu MATLAB Simulink 7.10.0 (R2010a). 2. Model sistem tenaga listrik yang digunakan untuk simulasi adalah sistem 9 bus 3 mesin IEEE, yang dipopulerkan oleh Fouad and Anderson. 3. Analisis sistem pada tugas akhir ini adalah analisis sistem dalam kondisi transient. 2. Teori Penunjang 2.1 Stabilitas Sistem Tenaga Listrik Keseimbangan daya antara kebutuhan beban dengan pembangkitan generator merupakan salah satu ukuran kestabilan operasi sistem tenaga listrik. Jika hal ini tidak dilakukan maka akan menyebabkan keseimbangan daya dalam sistem terganggu dan efisiensi pengoperasian sistem menurun menyebabkan kinerja sistem memburuk. Secara umum permasalahan stabilitas sistem tenaga listrik terkait dengan kestabilan sudut rotor (Rotor Angle Stability) dan kestabilan tegangan (Voltage Stability). Klasifikasi ini berdasarkan rentang waktu dan mekanisme terjadinya ketidakstabilan. Gambar 2.1 Skema Stabilitas Sistem Tenaga Listrik 2.2 Karakteristik Beban Linear Beban linear tidak mempengaruhi karakteristik pada tegangan, arus, frekuensi, dan bentuk gelombang, artinya bentuk tidak berubah. Gambar 2.2 Rangkaian Pengganti Beban Linear Gambar 2.3 Bentuk Gelombang Tegangan dan Arus Beban Linear 2.3 Karakteristik Beban Non-Linear Bentuk gelombang arus maupun tegangan keluarannya tidak sama dengan gelombang masukannya. Mengambil arus dalam bentuk nonsinusoidal. Gambar 2.4 Rangkaian Pengganti Beban Non-Linear Gambar 2.5 Bentuk Gelombang Tegangan dan Arus Beban Non-Linear 3. Pemodelan SiStem 3.1 Konfigurasi Sistem Sistem yang digunakan adalah sistem 9 bus 3 mesin IEEE, yang dipopulerkan oleh Fouad dan Anderson. Pemodelan sistem untuk simulasi menggunakan MATLAB Simulink 7.10.0 (R2010a). Sistem kelistrikan terdiri dari 3 buah generator (192 MVA/18-230 kV, 128 MVA/13.8-230 kV, 247.5 MVA/16.5-230 kV) yang dibebani dua jenis beban yang berbeda yaitu beban non-linear dan beban linear. SC : 0,01-0,08 s CB Open : 0,085 s CB Close : 0,2 s Gambar 3.1 Pemodelan Sistem 9 Bus 3 Mesin IEEE Beban Non Linear Gambar 3.2 Pemodelan Sistem 9 Bus 3 Mesin IEEE Menggunakan MATLAB SIMULINK Beban Non-Linear Beban Linear Gambar 3.3 Pemodelan Sistem 9 Bus 3 Mesin IEEE Menggunakan MATLAB SIMULINK Beban Linear 3.2 Pemodelan Beban Non-Linear Beban jenis non-linear yang digunakan disini adalah hasil pemodelan dari persamaan ‘load transient response’ yang terdapat pada IEEE TRANSACTIONS ON POWER SISTEMS, VOL. 25, NO. 2, MAY 2010, dengan judul ‘Power Electronic Transient Load Model for Use in Stability of Electric Power Grids’, menggunakan MATLAB Simulink 7.10.0 (R2010a). Dimana parameter yang ada sesuai dengan referensi. Load transient response equations[1] [2] : Keterangan : P : Daya input (W) τpf : Post fault time constant (s) Tpf : Fault cleared time (s) E1 : Capacitive energy dissipated (pu) Gambar 3.4 Rangkaian Beban Non-Linear Menggunakan MATLAB Simulink 7.10.0 (R2010a) 4. AnAlisA dan SimulaSi 4.1 Respon Tegangan dan Arus Beban NonLinear Sebelum Short-Circuit Pada Bus 9 Nilai puncak tegangan steady adalah 185 kV. Respon tegangan ini mengalami penurunan 1,5 % dari nominal. Dan nilai puncak arus steady adalah 2348 A. Gambar 4.1 (a) Respon Tegangan, (b) Respon Arus 4.2 Respon Tegangan dan Arus Beban Linear Sebelum Short-Circuit Pada Bus 9 Nilai puncak tegangan steady adalah 185 kV. Respon tegangan ini mengalami penurunan 1,5 % dari nominal. Dan nilai puncak arus steady adalah 2348 A. Gambar 4.2 (a) Respon Tegangan, (b) Respon Arus 4.3 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Non-Linear Sebelum Short-Circuit Gambar 4.3 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Non-Linear Sebelum Short Circuit penurunan speed terbesar sebanyak 0.0014 pu (0.14 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0.2 sekon, kondisi steady (1 pu = 3600 rpm) pada saat t = 0,6 sekon. 4.4 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear Sebelum Short-Circuit Gambar 4.4 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear Sebelum Short Circuit penurunan speed terbesar sebanyak 0.0014 pu (0.14 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0.2 sekon, kondisi steady (1 pu = 3600 rpm) pada saat t = 0,6 sekon. 4.5 Respon Tegangan dan Arus Beban NonLinear Setelah Short-Circuit Pada Bus 9 Gambar 4.5 (a) Respon Tegangan, (b) Respon Arus Short circuit di-set 0,01-0,08 s. Saat terjadi short circuit tegangan mencapai 20 kV (89,34%) dari nominal, CB1 open t = 0,085 s tegangan mencapai 320 kV (70,4%) dari nominal, CB1 reclosing t = 0,2 s tegangan mencapai 205 kV ( 9,2 %) dari nominal. Saat short circuit arus sebesar 2350 A, CB1 open arus sebesar 2500 A, CB1 reclosing arus sebesar 2348A (steady). 4.6 Respon Tegangan dan Arus Beban Linear Setelah Short-Circuit Pada Bus 9 Gambar 4.6 (a) Respon Tegangan, (b) Respon Arus Short circuit di-set 0,01-0,08 s. Saat terjadi short circuit tegangan mencapai 20 kV (89,34%) dari nominal, CB1 open t = 0,085 s tegangan mencapai 285 kV (51,7%) dari nominal, CB1 reclosing t = 0,2 s tegangan mencapai 185 kV ( 1,5 %) dari nominal. Saat short circuit arus sebesar 2300 A, CB1 open arus sebesar 1200 A, CB1 reclosing arus sebesar 2348 A (steady). 4.7 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Non-Linear Setelah Short-Circuit Gambar 4.7 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Non-Linear Setelah Short Circuit penurunan speed terbesar sebanyak 0.0012 pu (0.12 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0.1 sekon, mengalami kenaikan 0,0002 pu (0.02 % dari respon speed steady-nya) saat t = 0,4 s, steady (1 pu = 3600 rpm) saat t = 0,7 s. 4.8 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear Setelah Short-Circuit Gambar 4.8 Respon Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Non-Linear Setelah Short Circuit penurunan speed terbesar sebanyak 0.0018 pu (0.18 % dari respon speed steady-nya) pada saat t = 0.03 sekon, mengalami kenaikan 0,0003 pu (0.03 % dari respon speed steady-nya) saat t = 0,2 s, steady (1 pu = 3600 rpm) saat t = 0,3 s. 4.9 Perbandingan Tegangan dan Arus Pada Bus 9 Serta Speed Rotor Generator 192 MVA Beban Linear dan Non-Linear Gambar 4.9 Tegangan Bus 9 Beban Linear dan Non-Linear Gambar 4.10 Arus Bus 9 Beban Linear dan Non-Linear Gambar 4.11 Speed Rotor Gen 192 MVA Beban Linear dan Non-Linear 5. PenutuP 5.1 Kesimpulan 1. Terhadap speed rotor generator penerapan beban non-linear lebih buruk dibandingkan dengan beban linear, dimana beban non-linear memiliki osilasi lebih banyak, tidak beraturan, lebih lama steady (selisih waktu ± 0,4 s). 2. Terjadi perbedaan signifikan tegangan dan arus sebelum dan sesudah gangguan (terjadi perbedaan 7,8 s) antara beban linear dengan non-linear. Ini dikarenakan terjadi ketimpangan antara daya input (prime mover) dengan daya output (beban). 3. Sebelum terjadi gangguan tidak terlihat ada perbedaan respon. Hal ini karena input > output (pembangkitan = 567,5 MVA, beban = 315 MVA). TERIMAKSIH