EVALUASI PEMUNGUTAN PPH FINAL PERUSAHAAN

advertisement
EVALUASI PEMUNGUTAN PPH FINAL PERUSAHAAN PELAYARAN
PADA PT. RIMBA SEGARA LINES
SKRIPSI
Program Studi Akuntansi
N a m a
: BAMBANG SUPRIYADI
N I M
: 43206110009
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
EVALUASI PEMUNGUTAN PPH FINAL PERUSAHAAN PELAYARAN
PADA PT. RIMBA SEGARA LINES
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar SARJANA EKONOMI
Program Studi Akuntansi
N a m a
: BAMBANG SUPRIYADI
N I M
: 43206110009
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Bambang Supriyadi.
N I M
: 43206110009.
Program Studi
: Akuntansi/S1
Judul Skripsi
: Evaluasi Pemungutan PPh Final Perusahaan –
Pelayaran Pada PT. Rimba Segara Lines.
Tanggal Ujian Skripsi
: 11 April 2008.
Disahkan Oleh :
Pembimbing,
(Yudhi Herliansyah SE, Ak, MSi)
Tanggal :
Dekan,
Ketua Jurusan Akuntansi,
(Drs. Hadri Mulya, MSi)
(Sabaruddin Muslim SE, MSi)
Tanggal :
Tanggal :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh swt yang hanya kepadaNya penulis selalu mohon
pertolongan dan kekuatan atas segala urusan dunia maupun akhirat. Dengan berkah
daripadaNya pula penulis telah mampu menyelesaikan tulisan skripsi ini ditengahtengah kesibukan sebagai karyawan.
Adapun penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1). Penulis mengharapkan
tulisan ini memberikan manfaat serta masukan ke berbagai pihak yang
membutuhkannya, terutama kepada perusahaan yang menjadi objek penelitian.
Tulisan ini tentu saja tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Kedua orang tua yaitu Bpk. H. Maharuddin serta ibunda Hj. Musinah Afifa atas
dorongan dan motivasi beliau kepada penulis agar segera dapat menuntaskan
jenjang Program Pendidikan Sarjana (S1).
2. Keluarga yaitu istri Sri Murdiningsih serta anak-anakku tercinta Iva, Alfin dan
Fira yang penuh kesabaran dan pengertian perihal waktu penulis yang tersita.
3. PT. Rimba Segara Lines khususnya Kepala Urusan Bidang Akuntansi dan Pajak
yaitu Bapak Agus Saputra yang telah memberikan banyak informasi, sehingga
mempermudah penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Dekan yaitu Bapak Drs. Hadi Mulya, Msi yang telah memberikan kesempatan
kepada para mahasiswa untuk dapat membuat suatu tulisan yang bersifat ilmiah.
iii
5. Dosen pembimbing yaitu Bapak Yudhi Herliansyah SE. Ak, Msi yang telah
bersedia memberikan ilmu serta meluangkan waktunya untuk selesainya tulisan
ini.
6. Ketua Jurusan Akuntansi yaitu Bapak Sabaruddin SE, Msi atas dorongan serta
perhatiannya kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada rekan-rekan mahasiswa Universitas Mercu Buana yang telah memberikan
dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.
Jakarta, 02 April 2008.
Penulis.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……………………………………..
ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...
iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..…
v
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..…
viii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………....
1
A. Latar Belakang ………………………………………………..
1
B. Perumusan Masalah …………………………………………..
6
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………..
7
D. Kegunaan Penelitian ………………………………………….
7
BAB II. LANDASAN TEORITIS …………………………………….......
9
A. Pengertian Pajak ………………………………………………
9
B. Fungsi Pajak Dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara …
9
C. Jenis Pajak ……………………………………………………..
12
1. Menurut Golongannya ……………………………………..
12
2. Menurut Sifatnya …………………………………………..
12
3. Menurut Lembaga Pemungutnya ………………………….
13
D. Tarif Pajak ……………………………………………………...
13
1. Tarif Tetap …………………………………………………..
14
2. Tarif Proporsional …………………………………………..
14
3. Tarif Progresif ……………………………………….………
14
4. Tarif Degresif ……………………………………………….
15
v
E. Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak …………………
16
1. Official Assesment System …………………………………
16
2. Self Assesment System ……………………………………..
16
3. Withholding System ………………………………………..
16
F. Pelunasan Pemotongan dan Pemungutan Final ......................
17
G. Metode Akuntansi Perpajakan ..................................................
17
H. Stelsel Pengakuan Penghasilan dan Biaya ................................
19
I. Tahun Buku …………………………………………………….
22
J. Metode Penilaian Persediaan ………………………………….
24
K. Metode Penyusutan .....................................................................
25
L. Peraturan Perpajakan Pada Perusahaan Pelayaran ...............
27
M. Ruang Lingkup KegiatanPerusahaan Pelayaran .....................
27
N. Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto ....................
29
1. Penghasilan Bruto ..................................................................
29
2. Menghitung Penghasilan Netto .............................................
30
3. Menghitung PPh Final Atas Jasa Perusahaan Pelayaran ...
30
O. Tata Cara Pelunasan dan Pemotongan PPh Jasa Pelayaran ..
30
P. Sanksi Tidak Memungut/Memotong PPh Final ......................
32
Q. Angsuran PPh Pasal 25 Atas Perusahaan Pelayaran ..............
35
R. Pencatatan Atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran .............
35
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………..
37
A. Gambaran Umum ……………………………………………..
37
1. Sejarah Singkat Perusahaan …………………………….…
37
2. Struktur Organisasi ………………………………………..
39
3. Kebijakan Akuntansi Perusahaan …………………………
41
vi
4. Kegiatan Usaha Perusahaan ……………………………….
44
B. Metode Penelitian ……………………………………………….
51
C. Definisi Operasional Variabel ………………………………….
53
D. Metode Pengumpulan Data …………………………………….
56
E. Metode Analisa Data ……………………………………………
57
BAB IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………
58
A. Perlakuan akuntansi atas penghasilan dan PPh Final ……….
58
B. Perlakuan Akuntansi atas beban maupun biaya ……………..
69
C. Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Final ……..
71
D. Cara Perhitungan PPh Final Perusahaan …………………….
76
E. Analisa faktor kesukaran Penghasilan Kena Pajak Netto …….
77
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….
80
A. Kesimpulan ………………………………………………………
80
B. Saran – saran …………………………………………………….
81
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN - LAMPIRAN
=========//\\=========
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
I.
Laporan Keuangan Audited …………………………………………
II.
Jurnal dan Transaksi :
1–3
a. Jurnal Freight KM. Rimba Lima ……………………………….. 1 – 9
b. Debit Note KM. Rimba Lima …………………………………… 2 – 9
c. Jurnal Freight KM. Rimba Satu ………………………………...
3–9
d. Debit Note KM. Rimba Satu …………………………………..… 4 – 9
e. Jurnal Freight KM. Rimba Tiga ………………………………...
5–9
f. Debit Note KM. Rimba Satu …………………………………..…
6–9
g. Jurnal Freight KM. Rimba Tujuh ……………………………… 7 – 9
h. Debit Note KM. Rimba Tujuh …………………………………..
8–9
i. Debit Note Transaksi Demmurage / Despatch ………………….
9–9
III. Realisasi Laba (Rugi) Eksploitasi KM. Rimba ……………………. 1 – 1
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan iuran kepada negara. Sebuah iuran yang wajar, mengingat
negara dan mereka yang membayar iuran sesungguhnya saling membutuhkan.
Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak
yang disetor kepada negara itu digunakan untuk menjalankan berbagai kewajiban
negara, seperti pelayanan publik, menjaga pertahan dan keamanan, serta
menyelenggarakan pemerintahan yang baik. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Indonesia hingga saat ini merupakan penyumbang terbesar di dalam membiayai
anggaran dan belanja negara (APBN). Tercatat sampai dengan akhir bulan
Oktober 2007, penerimaan pajak mencapai 76,8% atau senilai Rp.377,8 triliun
dari target yang dipatok dalam APBN-P 2007 sebesar Rp.492 triliun.(sumber
http://www.pajak.go.id: tgl.18 November 2007).
Penerimaan negara dari sektor pajak telah menempati suatu posisi yang
sangat strategis bagi keuangan negara, sehingga pemungutan maupun
pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 23A perubahan ketiga, yang berbunyi : “Pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.”
Hal demikian juga tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.17
Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Pasal 8 yang berbunyi :
1
2
“ Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri
Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : ...... h) melaksanakan tugas-tugas
lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.”
Untuk dapat mewujudkan keteraturan dan kepastian hukum yang memenuhi
rasa keadilan dan kesamaan maka sistem pemajakan beserta ketentuan-ketentuan
perpajakan harus selalu ditinjau dan disempurnakan. Indonesia telah melakukan
beberapa kali reformasi (pembaruan) di bidang perpajakan, yaitu :
1. Reformasi Perpajakan Tahun 1983.
Undang-Undang yang dikeluarkan dalam reformasi perpajakan tahun 1983
adalah :
a. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan;
b. UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
c. UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
d. UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
e. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
2. Reformasi Perpajakan Tahun 1994.
Dalam tahun 1991, terdapat revisi kecil atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan terutama menyangkut perluasan pengecualian
pemajakan atas deviden. Selanjutnya perubahan undang-undang yang
termasuk dalam reformasi perpajakan tahun 1994 adalah:
3
a. UU Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Pertama UU Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. UU Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan;
c. UU Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Pertama UU Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
d. UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan UU Nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
3. Reformasi Perpajakan Tahun 1997.
Beberapa undang-undang yang dihasilkan dalam reformasi perpajakan tahun
1997 adalah sebagai berikut :
a. UU Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;
b. UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah;
c. UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(sebagai pengganti UU Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak
Negara dengan Surat Paksa);
d. UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
4. Reformasi Perpajakan Tahun 2000.
Berikut ini merupakan produk-produk perubahan peraturan pada reformasi
perpajakan Tahun 2000 :
4
a. UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
c. UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
d. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
e. UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun
1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh seseorang atau badan usaha dalam Tahun Pajak.
Pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan ada yang dikenakan tarif pajak
yang bersifat masa (PPh Masa) maupun bersifat final (PPh Final).
Pajak Penghasilan yang bersifat masa merupakan pembayaran angsuran
pajak setiap bulan yang dilakukan oleh wajib pajak, dimana dalam
pelaksanaannya dilakukan melalui :
1. Pemotongan pajak oleh pihak lain dalam hal wajib pajak memperoleh
penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan. Sebagaimana PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23.
2. Pembayaran oleh wajib pajak sendiri, seperti PPh Pasal 25.
5
PPh Masa tersebut di atas merupakan kredit pajak dalam hal menghitung
Pajak Penghasilan Tahunan. Pembayaran tahunan dilakukan apabila jumlah pajak
yang terhutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari jumlah kredit
pajaknya, pajak dibayar dimuka (prepaid tax).
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang
Pajak Penghasilan, Pemerintah diberi wewenang menerbitkan Peraturan
Pemerintah untuk mengatur pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilanpenghasilan tertentu secara final. Diantara penghasilan yang dikenai PPh Final
adalah jasa pengangkutan orang dan/atau barang bagi wajib pajak perusahaan
pelayaran dalam negeri.
Pengertian pajak penghasilan yang bersifat final menurut Gunadi (2002:58) dalam
Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Dalam sistem pemajakan agar sederhana pengenaan pajak dilakukan dengan
pemotongan pada sumbernya, berdasar penghasilan bruto (gross base),
dengan tarif sepadan (flate rate) dan bersifat final.. Gross base artinya
bahwa pajak dihitung berdasar penerimaan bruto tanpa memperhatikan
jumlah biaya dan keadaan diri pembayar pajak. Tarif sepadan dimaksudkan
untuk mengimplementasikan prinsip pengenaan pajak sama rata kepada
semua Wajib Pajak. Sedangkan final (rampung) bertujuan untuk
menyederhanakan pengenaan pajak dengan memperlakukan pembayaran
pajak tersebut sebagai pelunasan rampung kewajiban pajak atas objek pajak
tersebut tidak ada kewajiban tambahan lainnya lagi.
Karakteristik penghasilan tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan Final adalah :
1. Penghasilan yang dikenai PPh Final tidak perlu digabung dengan penghasilan
lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT
Tahunan.
6
2. Jumlah PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain
sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat menjadi kredit pajak.
3. Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan.
Perusahaan pelayaran di dalam menentukan penghasilan kena pajak telah
ditetapkan oleh Pemerintah dengan menggunakan norma penghitungan khusus.
Ketetapan ini dilakukan menurut penjelasan Pasal 15 UU No.10 Tahun 1994
Tentang Pajak Penghasilan karena adanya kesukaran dalam menghitung besarnya
penghasilan
kena
pajak
netto
bagi
perusahaan
pelayaran,
berdasarkan
pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam
bidang usaha tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisa
implementasi atas pemotongan maupun pemungutan pajak penghasilan atas jasa
yang bersifat final beserta kebijakan pembukuan berkaitan dengan norma
penghitungan khusus pada perusahaan pelayaran dalam negeri. Sehingga penulis
menyajikan penelitian ini dengan judul “EVALUASI PEMUNGUTAN PPH
FINAL PERUSAHAAN PELAYARAN PADA PT. RIMBA SEGARA LINES”.
A. Perumusan Masalah
Dengan terdapatnya masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis melakukan perumusan permasalahan tersebut sebagai berikut :
1. Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap pemungutan PPh Final atas jasa
perusahaan pelayaran ?
7
2. Bagaimana cara penghitungan penghasilan kena pajak pada perusahaan
pelayaran berkaitan dengan penerapan norma penghitungan khusus?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesukaran pada perusahaan
pelayaran didalam menghitung penghasilan kena pajak netto?
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian atas PPh Final pada perusahaan
pelayaran beserta implementasinya adalah :
1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi terhadap pemungutan PPh Final atas
jasa perusahaan pelayaran.
2. Untuk
mengetahui
penerapan
norma
penghitungan
khusus
terhadap
penghitungan penghasilan kena pajak pada perusahaan pelayaran.
3. Untuk mengetahui serta menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan
kesukaran pada perusahaan pelayaran didalam menghitung penghasilan kena
pajak netto.
C. Kegunaan Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai
pihak, diantaranya :
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan keilmuan, teori dan konsep serta aplikasi di bidang
akuntansi dan perpajakan.
2. Bagi Perusahaan
8
Dapat dijadikan sebagai pedoman maupun masukkan dalam perlakuan
akuntansi atas jasa perusahaan pelayaran dan menganalisa faktor-faktor yang
menyebabkan kesukaran didalam menghitung penghasilan kena pajak netto.
3. Bagi Pembaca
Untuk kalangan yang dalam kegiatannya berkaitan dengan jasa perusahaan
pelayaran dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan seperti :
Auditor yang hendak melakukan pemeriksaan perusahaan pelayaran atau
mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dengan obyek yang sama.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut
Andriani dalam The Indonesian Tax in Brief
(2007:1):
Pajak adalah iuran kepada negara berdasarkan Undang-Undang yang
terhutang oleh yang wajib membayarnya, yang penagihannya dapat
dipaksakan dan tidak mendapatkan imbalan langsung yang dapat ditunjuk bagi
pembayarnya, serta gunanya untuk biaya umum menjalankan roda
pemerintahan dan melaksanakan pembangunan nasional berkesinambungan.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah
Berdasarkan pada definisi pajak beserta kesimpulannya, maka dapat dipahami
bahwa pemungutan dalam bentuk apapun yang tidak didasarkan undang-undang
tidak dapat disebut pajak.
B. Fungsi Pajak dalam Kehidupan Negara dan Masyarakat
Pembayaran pajak umumnya dipandang sebagai suatu kewajiban satu arah
kepada negara, sebab ciri khas pajak adalah dapat dipaksakan kepada masyarakat,
tanpa masyarakat memperoleh imbal balik secara langsung.
9
10
Hal ini mengakibatkan pajak hanya dianggap sebagai beban semata. Jika diteliti
lebih jauh, pajak yang telah diterima negara juga menjadi hak masyarakat.
Artinya, masyarakat memperoleh kembali pajak itu tanpa terkecuali dalam bentuk
lain, yakni melalui penyediaan berbagai barang dan jasa publik.
Pajak dalam The Indonesian Tax in Brief (2007:71) memiliki beberapa
fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat, yaitu :
1. Fungsi budgeter
Rencana penyediaan dana dan barang serta jasa publik, terangkum dalam
APBN.
Oleh
karena
penyediaan
dana
ini
menyangkut
budgeter,
pelaksanaannya harus dibahas lebih dulu oleh pemerintah dengan DPR,
kemudian disetujui DPR. Struktur penerimaan dalam APBN bersumber dari :
(1) Penerimaan perpajakan, dan; (2) Penerimaan bukan pajak. Dengan
demikian terlihat bahwa pajak memiliki fungsi budgeter, yaitu sebagai sumber
penerimaan negara bagi APBN untuk membiayai tugas-tugas negara.
2. Fungsi regulerend
Pajak mempunyai fungsi regulerend, yang berarti ikut serta dalam proses
kebijakan nasional dalam berbagai aspek kegiatan, agar kegiatan tersebut
dapat berjalan dengan baik dan sesuai tujuan yang diharapkan pemerintah.
Misalnya untuk membangun dan mengembangkan suatu kawasan tertentu,
dibutuhkan
insentif
di
bidang
perpajakan,
sehingga
investor
mau
mengucurkan investasinya. Atau untuk mendorong kegiatan ekspor, diberikan
kemudahan atau keringanan pajak, sehingga mendorong dunia usaha
melakukan ekspor.
11
3. Fungsi distribusi
Fungsi distribusi ini dibagi dua: berdasarkan sektor dan wilayah. Fungsi
distribusi berdasarkan sektor dijalankan oleh instansi pemerintah sesuai
dengan tugas pokoknya. Misalnya, pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
keamanan, dan lainnya. Sedangkan fungsi distribusi berdasarkan wilayah,
dilakukan melalui pembagian anggaran belanja untuk masing-masing daerah.
Distribusi ini dilakukan melalui dana perimbangan, dana bagi hasil, dana
alokasi umum dan dana alokasi khusus; juga lewat dana otonomi khusus dan
penyeimbang.
4. Fungsi demokrasi
Pajak merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi dalam suatu
negara. Pajak berasal dari masyarakat, yaitu dibayar masyarakat sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku. Pajak juga dibuat oleh rakyat melalui
wakilnya di DPR dalam bentuk Undang-Undang Perpajakan. Pada akhirnya,
pajak yang dipungut tersebut digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat
melalui penyediaan barang dan jasa publik yang dibutuhkan masyarakat.
Jelaslah bahwa pajak sesuai dengan fungsinya merupakan faktor yang sangat
strategis bagi kelangsungan roda kepemerintahan maupun kehidupan suatu
negara, sehingga hal demikian mendatangkan suatu kesadaran bagi masyarakat
untuk membayar pajak.
12
A. Jenis Pajak
Pajak dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya, dimana menurut Siti
dalam Perpajakan Teori dan Kasus (2005:6) menjadi tiga, yaitu :
1. Menurut Golongannya
Pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri
oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada
pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh
pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai yang dibayarkan oleh produsen atau pihak yang
menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen.
2. Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Pajak Subyektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
keadaan pribadi wajib pajak. Contoh: Pengenaan Pajak Penghasilan untuk
orang pribadi dengan memperhatikan keadaan pribadinya sepeerti; status
perkawinan, banyaknya anak dan tanggungan lainnya.
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang
mengakibatkan
timbulnya
kewajiban
membayar
pajak,
tanpa
memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak maupun tempat tinggal.
13
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik
daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah masing-masing.
1) Contoh Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi): Pajak Kendaraan
Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya.
2) Contoh Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya): Pajak
Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas Reklame, Pajak
Anjing dan lain-lain.
B. Tarif Pajak
Dalam rangka memenuhi rasa keadilan bagi Wajib Pajak maupun penerapan
tariff pajak yang sesuai dengan kemampuan rata-rata berdasarkan sumber
penghasilan maupun kegiatan usahanya, maka pemerintah mengimplementasikan
tariff pajak yang berbeda-beda.
14
Menurut Siti dalam Perpajakan Teori dan Kasus (2005:13) jenis tarif pajak
dibedakan menjadi :
1. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapapun
besarnya dasar pengenaan pajak.
Tarif tetap diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan menggunakan
cek atau bilyet giro untuk berapapun jumlahnya dikenakan pajak Rp.3.000,2. Tarif Proporsional (sebanding)
Tarif proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap
terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar
pengenaan pajak maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang
dengan kenaikkan yang proporsional atau sebanding.
Tarif proporsional diterapkan pada Pajak Pertambahan Nilai (tarif 10%), Pajak
Penghasilan Pasal 26 (tarif 20%), dan lain-lain.
3. Tarif Progresif (meningkat)
Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin
meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.
Tarif progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Tarif Progresif-Proporsional, merupakan tarif berupa persentase tertentu
yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak dan
kenaikan persentase tersebut adalah tetap.
Contoh :
15
No Dasar Pengenaan Pajak
1 Sampai dengan
Rp.10.000.000,2
3
Di atas Rp.10.000.000,- s/d
Rp.25.000.000,Di atas Rp.25.000.000,-
Tarif Pajak
Kenaikan % Tarif
15%
-
25%
35%
10%
10%
b. Tarif Progresif-Progresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang
semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan
kenaikan persentase tersebut juga semakin meningkat.
Contoh :
No
Dasar Pengenaan Pajak
1 Sampai dengan
Rp.50.000.000,2
3
Di atas Rp.50.000.000,- s/d
Rp.100.000.000,Di atas Rp.100.000.000,-
Tarif Pajak
Kenaikan % Tarif
10%
-
15%
30%
5%
15%
c. Tarif Progresif-Degresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang
semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi
kenaikan persentase tersebut semakin menurun
Contoh :
No
Dasar Pengenaan Pajak
1 Rp.50.000.000,2 Rp.100.000.000,3 Rp.200.000.000,-
Tarif Pajak
10%
15%
18%
Kenaikan % Tarif
5%
3%
4. Tarif Degresif (menurun)
Tarif degresif atau menurun adalah tarif berupa persentase tertentu yang
semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.
Contoh :
16
No
Dasar Pengenaan Pajak
1 Rp.50.000.000,2 Rp.100.000.000,3 Rp.200.000.000,-
Tarif Pajak
30%
20%
10%
A. Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Pemotongan dan pemungutan pajak oleh pemberi hasil dengan mengurangi
(memotong) pembayaran atau menambah (memungut) pembayaran dan kemudian
menyetorkan ke Kas Negara, secara universal diakui sebagai salah satu upaya
melibatkan aktif masyarakat (pemotong dan pemungut) dalam sistem pemungutan
pajak yang paling efektif dan murah untuk mengumpulkan Pajak Penghasilan.
Pada
dasarnya
tiap
pembayaran
dapat
dijadikan
sasaran
pemotongan/pemungutan, karena pembayaran pada umumnya mempunyai
karakter atau berpotensi sebagai penghasilan. Baik itu merupakan penghasilan
usaha (laba) maupun penghasilan bukan usaha (non business income).
Dalam The Indonesian Tax in Brief (2007) memotong atau memungut pajak
dikenal beberapa sistem, yaitu :
1. Official Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur
perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
2. Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
17
3. Withholding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak yang berlaku.
B. Pelunasan Pemotongan dan Pemungutan Final
Pengenaan pajak bersifat final artinya bahwa pajak penghasilan yang telah
dipotong/dipungut oleh pihak lain tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari
total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun. Dengan demikian penghasilan
yang sudah dikenai pajak bersifat final tersebut tidak perlu ditambahkan dengan
penghasilan lainnya dalam menentukan total penghasilan kena pajak diakhir
tahun.
C. Metode Akuntansi Perpajakan
Sesuai dengan Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum
Perpajakan No. 16 Tahun 2000 pembukuan didefinisikan sebagai berikut :
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak
berakhir.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
18
Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 26. Pengaturan
dalam ayat ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang. Secara umum di dalam PSAK No.1 paragraf 05
mengungkapkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusankeputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban manajemen atas
penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau
sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah
dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang
pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan.
Buku-buku,
catatan-catatan,
dan
dokumen-dokumen
termasuk
hasil
pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila
Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan
pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan-
19
catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa
penetapan pajak.
D. Stelsel Pengakuan Penghasilan dan Biaya
Di dalam PSAK mengatur bahwa pengakuan penghasilan dalam laporan
laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan
kenaikkan asset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan
andal. Demikian pula dalam hal pengakuan beban dalam laporan laba rugi kalau
penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan asset
atau kenaikkan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan No.
16 Tahun 2000 mengatur penyelenggaraan pembukuan untuk keperluan
perpajakan dengan ketentuan bahwa pembukuan diselenggarakan dengan prinsip
taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode
pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba
atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan :
1. Stelsel pengakuan penghasilan;
2. Tahun buku;
3. Metode penilaian persediaan;
4. Metode penyusutan dan amortisasi
20
Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya
dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu
terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu
dibayar tunai.
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas
penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel
ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah
diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai
biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu.
Pemakaian
stelsel
kas
dapat
mengakibatkan
penghitungan
yang
mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke
tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas.
Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas
harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut :
1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga
pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan
demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga
dinamakan stelsel campuran.
21
Di dalam penyusunan pelaporan dan penghitungan pajak yang terutang
dikenal adanya penggunaan konsep waktu yang berbeda (time of difference),
melalui konsep waktu yang berbeda ini dapat diketahui bahwa penggunaan
metode stelsel kas (the cash method) dibandingkan dengan stelsel akrual (the
accrual method) akan menghasilkan besarnya penghasilan terutang pajak yang
berbeda. Hal demikian berdampak pula terhadap besaran pajak yang terutang,
terlebih lagi jika terdapat perubahan tarif pajak antar tahun pajak atau perubahan
lapisan penghasilan kena pajak.
Perbedaan penafsiran mengenai kepastian periode dari suatu pembayaran
dimuka atas sewa, bunga dan asuransi dapat terjadi, terutama bagi wajib pajak
yang menggunakan stelsel kas sebagai dasar pembukuannya. Pada umumnya
pembayaran dimuka semacam itu dialokasikan sesuai dengan jangka waktu yang
disepakati untuk masa pembayaran tersebut.
Beban yang dibayar dimuka untuk barang-barang dan jasa dapat diakui
sebagai biaya pada tahun diterimanya barang-barang dan jasa tersebut, sedangkan
pengeluaran dalam rangka pembelian aktiva tetap seperti mesin-mesin dan
peralatan lainnya harus dikapitalisasi dan kemudian dilakukan penyusutan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Stelsel campuran yang terdapat pada penjelasan pasal 28 ayat (5)
dimaksudkan untuk mencegah terdapatnya pergeseran laba (profit shifting) akibat
penggunaan stelsel kas. Secara umum aturannya adalah walaupun penghasilan
secara aktual belum diterima, tetapi sesungguhnya secara konstruktif telah
22
diterima oleh wajib pajak dan juga sudah disisihkan dalam tahun pajak tersebut
dengan dapat diambilnya barang tersebut setiap waktu.
E. Tahun Buku
Pada Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum
Perpajakan No. 16 Tahun 2000 mengatur sebagai berikut: Perubahan terhadap
metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak.
Sedangkan di dalam penjelasannya dikatakan: Pada dasarnya metodemetode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan tahuntahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan
penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap,
metode penilaian persediaan dan sebagainya. Namun demikian, perubahan metode
pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada
Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan
dengan menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibatakibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam
prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau
sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau
pengakuan biaya itu sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang
23
berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode
penyusutan tertentu.
Contoh : Wajib Pajak dalam tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis
lurus atau straight line method. Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud
mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan
saldo menurun atau declining balance method. Untuk keperluan tersebut, Wajib
Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak
yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan menyebutkan alasanalasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan
tersebut. Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya
jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak, oleh karena itu perubahan tersebut
juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
takwim, maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun
yang di dalamnya termasuk 6 (enam) enam bulan pertama atau lebih. Contoh :
a. Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah
tahun 2002.
b. Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun
pajaknya adalah tahun 2003.
24
F. Metode Penilaian Persediaan
Metode penilaian persediaan ini diatur dalam Pasal 10 ayat (6) UU PPh No.
10 Tahun 1994 sebagai berikut : Persediaan dan pemakaian persediaan untuk
penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan
secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh
pertama.
Di dalam penjelasannya dikatakan : Pada umumnya terdapat 3 (tiga)
golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang
dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu.
Ketentuan pada ayat ini mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh
menggunakan
harga
perolehan.
Penilaian
pemakaian
persediaan
untuk
penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau
dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama ("first-in first-out
atau disingkat FIFO"). Hal demikian juga diatur oleh PSAK No 14 paragraf 20
bahwa
biaya persediaan harus dihitung menggunakan rumus biaya masuk
pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weighted
average cost method), atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP ata LIFO).
Sesuai dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap
sekuritas.
Contoh :
1. Persediaan Awal
2. Pembelian
3. Pembelian
4. Penjualan/dipakai
5. Penjualan/dipakai
100 satuan
100 satuan
100 satuan
100 satuan
100 satuan
@ Rp 9,00
@ Rp 12,00
@ Rp 11,25
25
Penghitungan harga pokok dan nilai persediaan dengan menggunakan cara ratarata misalnya sebagai berikut :
No.
Didapat
Dipakai
1.
2. 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,3. 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,4.
100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075,5.
100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075,-
Sisa/Persediaan
100s @Rp 9,00 = Rp 900,200s @Rp. 10,50 = Rp. 2.100,300s @Rp.10,75 = Rp. 3.225,200s @Rp. 10,75 = Rp. 2.150,100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075,-
Penghitungan harga pokok penjualan dan nilai persediaan dengan menggunakan
cara FIFO misalnya sebagai berikut :
No.
Didapat
Dipakai
1.
2. 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,3. 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,-
4.
100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,-
5.
100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,-
Sisa/Persediaan
100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,100s @Rp.12,00 = Rp. 1.200,100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,-
Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan
untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya
harus digunakan cara yang sama.
G. Metode Penyusutan
Menurut PSAK No. 16 paragraf 65 bahwa berbagai metode penyusutan
dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis
dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode-metode tersebut antara lain
metode garis lurus (straight line), metode saldo menurun (diminishing balance
method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method).
26
Sistem penyusutan fiskal yang berlaku saat ini menggunakan Modified
Accelerated Cost Recovery System (MACRS) yang terjemahan bebasnya dapat
diartikan sebagai Modifikasi Sistem Pengembalian Biaya Dipercepat.
Menurut Mohammad (2007:242) dalam Manajemen Perpajakan format sistem
MACRS secara garis besar dilakukan sebagai berikut :
1. Harta berwujud/harta tidak berwujud perusahaan dibagi-bagi dalam kelompok
bangunan dan bukan bangunan dan amortisasi. Kelompok bangunan
dipisahkan lagi antara kelompok bangunan yang sifatnya permanen dan
bangunan tidak permanen, sedangkan kelompok bukan bangunan dirinci lagi
atas kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4. Harta tidak
berwujud hanya dibagi atas empat kelompok saja, yaitu kelompok 1,
kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4.
2. Masing-masing kelompok harta berwujud tersebut ditetapkan pula masa
manfaatnya, yaitu dimulai dengan masa manfaat 20 tahun untuk bangunan
yang permanen dan 10 tahun untuk bangunan tidak permanen, sedangkan
untuk yang bukan bangunan dan harta tidak berwujud masa manfaatnya
ditetapkan 4 tahun (kelompok 1), 8 tahun (kelompok 2), 16 tahun (kelompok
3), dan 20 tahun (kelompok 4).
3. Wajib pajak dapat memilih, apakah akan menggunakan metode garis lurus
atau saldo ganda menurun bergantung pada kebijakan perusahaan, dengan
catatan tarifnyapun baik harta berwujud maupun harta tidak berwujud telah
ditetapkan seperti terlihat pada tampilan berikut ini :
27
Tarif Penyusutan
Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Garis
Saldo
Kelompok
Garis
Saldo
Berwujud
Lurus
Ganda
Harta Tidak
Lurus
Ganda
Menurun
Berwujud
Bukan Bangunan
Menurun
Amortisasi
Kelompok 1
25 %
50 %
Kelompok 1
25 %
50 %
Kelompok 2
12,5 %
25 %
Kelompok 2
12,5 %
25 %
Kelompok 3
6,25 %
12,5 %
Kelompok 3
6,25 %
12,5 %
Kelompok 4
5 %
10 %
Kelompok 4
5 %
10 %
Bangunan
Permanen
5 %
Tidak Permanen
10 %
H. Peraturan Perpajakan Pada Perusahaan Pelayaran
Guna lebih mendalami secara khusus kegiatan/usaha pokok (core business)
perusahaan pelayaran dalam negeri dari aspek pajak penghasilannya yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, maka
penulis berusaha menuangkannya dalam
tulisan ini dengan mengambil serta meneliti seluruh peraturan perpajakan yang
masih berlaku sampai dengan bulan Desember tahun 2007, dimulai dari undangundang perpajakan sampai dengan aturan pelaksanaannya.
I. Ruang Lingkup Kegiatan Yang Menimbulkan Kewajiban Perpajakan
Pada Perusahaan Pelayaran
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang
bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang
melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia
28
maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain. Sehingga yang menjadi
obyek pajak penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan
kapal yang dilakukan dari :
1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia.
2. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia.
3. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia.
4. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
Pengangkutan barang antarpelabuhan laut di dalam negeri wajib
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional, penyelenggara angkutan
laut khusus dan perusahaan pelayaran rakyat dengan menggunakan kapal
berbendera Indonesia. Adapun barang/muatan antarpelabuhan dalam negeri
tersebut meliputi:
1. minyak dan gas bumi;
2. barang umum (general cargo);
3. batubara;
4. kayu dan olahan primer;
5. beras;
6. minyak kelapa sawit;
7. pupuk;
8. semen;
9. bahan galian tambang (bahan galian logam, bahan galian non logam, bahan
galian golongan C);
29
10. biji-bijian lainnya (other grains);
11. muatan cair dan bahan kimia Iainnya;
12. bijian hasil pertanian; serta
13. sayur, buah-buahan dan ikan segar (fresh product);
14. penunjang kegiatan usaha hulu dan hilir minyak dan gas bumi;
Pelaksanaan pengangkutan barang/muatan, antarpelabuhan laut dilakukan
dengan cara.:
1. pengangkutan barang/muatan yang menggunakan peti kemas.
2. pengangkutan barang umum (general cargo) yang tidak menggunakan
petikemas.
J. Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto
Sesuai dengan Pasal 15 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak tertentu, perlu
ditetapkan Norma Penghitungan Khusus tentang penghasilan neto. Sehingga
pemerintah
dalam
hal
ini
Menteri
Keuangan
menindaklanjuti
dengan
mengeluarkan keputusan No. 416/KMK.04/1996 Perihal: Norma Penghitungan
Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.
Di dalam keputusan Menteri Keuangan tersebut memuat hal-hal sebagai
berikut :
1. Peredaran Bruto
30
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau
nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia
ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.
2. Menghitung Penghasilan Neto
Penghasilan neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri
ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari peredaran bruto.
3. Menghitung PPh Final Atas Jasa Perusahaan Pelayaran
Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang
dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah
sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto, dan bersifat final.
K. Tata Cara Pelunasan dan Pemotongan PPh Atas Perusahaan Pelayaran
Pelunasan pajak penghasilan yang terutang atas jasa pelayaran dalam negeri
dilakukan sebagai berikut :
1. Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter
dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil
tersebut wajib :
a. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nilai pengganti;
31
b. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan.
c. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah
bulan pembayaran atau terutangnya imbalan.
2. Jika penghasilan diperoleh selain dari perjanjian persewaan atau charter maka
Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib :
a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP).
b. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan.
3. Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak di luar negeri atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya di luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapal, pajak yang dibayar di luar negeri tersebut
dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang dimana untuk masing-masing
32
negara setinggi-tingginya 1,2% (satu koma dua persen) dari penghasilan yang
diterima atau diperolehnya diluar negeri tersebut.
4. Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan lainnya
selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 1, 2 dan 3 di atas, maka
atas penghasilan lainnya dikenakan PPh berdasarkan ketentuan perpajakan
yang berlaku.
L. Pengenaan Sanksi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Memenuhi Kewajiban
Memungut/Memotong PPh Final
Bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban memungut/memotong
atau membayar PPh Final akan dikenakan sanksi sebagai berikut :
1. Sanksi bagi Pemungut/Pemotong Pajak.
Pemungut/Pemotong PPh final berkewajiban untuk memungut/memotong,
menyetor, dan melaporkan PPh yang terutang secara bulanan. Oleh karena itu
Pemungut/Pemotong PPh final dapat dikenakan sanksi apabila :
a. Wajib Pajak terlambat menyetor sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak
diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dikenakan sanksi berupa bunga
sebesar 2% sebulan (berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun
2000).
b. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan sehingga
oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan
dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp.50.000,(berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000).
33
c. Wajib Pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak atau kurang
menyetor PPh final yang terutang namun menyampaikan laporan bulanan,
sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan
SKPKB (Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar) untuk bulan yang bersangkutan ditambah
sanksi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selamalamanya dua puluh empat bulan (berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP
No.9 Tahun 1994).
d. Wajib Pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan tidak
menyampaikan laporan bulanan walaupun telah ditegor, sehingga oleh
Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar) untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa
kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak
atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang
disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan
(berdasarkan Pasal 13 ayat (3) UU KUP No.9 Tahun 1994).
e. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata
PPh final yang seharusnya terutang lebih besar dari SKPKB (Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar) yang telah diterbitkan, maka diterbitkan
SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) ditambah
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah kekurangan pajak tersebut. (berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU
KUP No.16 Tahun 2000).
34
2. Sanksi bagi Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh
finalnya dan wajib melaporkan secara bulanan.
Contoh: golongan Wajib Pajak ini adalah perusahaan real estat, perusahaan
persewaan tanah dan/atau bangunan, perusahaan pelayaran.
Terhadap Wajib Pajak golongan ini dapat dikenakan sanksi dalam hal :
a. Wajib Pajak terlambat membayar sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak
diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dikenakan sanksi berupa bunga
sebesar 2% sebulan (berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun
2000).
b. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan sehingga
oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan
dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp.50.000,(berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000).
c. Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final bulanan diterbitkan
STP (Surat Tagihan Pajak) untuk bulan yang bersangkutan dan dikenakan
sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan (berdasarkan Pasal 14 ayat (1)
huruf a jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000).
d. Apabila dilakukan pemeriksaan ternyata kewajiban PPh final dalam satu
tahun pajak kurang dibayar, diterbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar) untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi berupa
bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh
empat bulan (berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP No.9 Tahun 1994).
35
e. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata
PPh final yang terutang lebih besar dari SKPKB (Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar) yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT (Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) ditambah sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan
pajak tersebut. (berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP No.16 Tahun
2000).
M. Angsuran PPh Pasal 25 Atas Perusahaan Pelayaran
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 416/KMK.04/1996
pengenaan PPh yang bersifat final terhadap penghasilan dari pengangkutan orang
dan/atau barang termasuk penghasilan penyewaan kapal diberlakukan mulai tahun
pajak 1996, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri yang menerima
atau memperoleh penghasilan semata-mata dari pengangkutan orang dan/atau
barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal tidak lagi diwajibkan menyetor
PPh Pasal 25 (angsuran PPh Badan).
N. Perlakuan Pencatatan Atas Penghasilan Pada Perusahaan Pelayaran
Oleh karena atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang,
termasuk penghasilan penyewaan kapal telah dikenakan PPh yang bersifat final,
maka :
36
1. dalam pembukuan Wajib Pajak, wajib dipisahkan penghasilan dan biaya yang
berkenaan dengan pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penghasilan
penyewaan kapal dari penghasilan dan biaya lainnya.
2. Biaya yang berkenaan dengan pengangkutan orang dan/atau barang termasuk
penghasilan penyewaan kapal tidak boleh dikurangkan dalam melakukan
penghitungan penghasilan kena pajak.
BAB. III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum
Fokus daripada penyusunan skripsi ini adalah mengevaluasi pemungutan
PPh Final atas jasa pelayaran dan faktor-faktor penyebab kesulitan perhitungan
penghasilan kena pajak (menurut penjelasan Pasal 15 UU PPh No.10 Tahun 1994
jo. UU PPh No. 17 tahun 2000) maka pada uraian Bab.III ini penulis merasa perlu
menyajikan mekanisme pemungutan/perhitungan PPh maupun kegiatan usaha
perusahaan secara lebih detail dan terperinci sehingga akan mempermudah di
dalam menganalisa maupun mengambil suatu kesimpulan.
Adapun data-data
yang penulis ungkapkan maupun sajikan dalam skripsi ini merupakan kondisi dari
laporan keuangan audited tahun 2006 pada Lampiran I, laporan operasional tahun
2006 serta wawancara dengan pejabat yang berwenang, sedangkan data-data yang
tidak mendukung maksud tersebut di atas akan penulis abaikan.
1. Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Rimba Segara Lines didirikan berdasarkan akte pendirian No. 59
tanggal 21 November 1974 yang dibuat dihadapan Eliza Pondaag, SH Notaris di
Jakarta, telah mengalami perubahan yaitu dengan Akte No. 33 tanggal 14 April
1975 dan Akte No.33 tanggal 12 Maret 1976 yang dibuat dihadapan notaris yang
sama. Akte tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman
Republik Indonesia No.YA.5/174/24 tanggal 27 Maret 1976 dan telah diumumkan
37
38
dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 446, tambahan Berita Negara
Republik Indonesia No. 48 tanggal 15 Juni 1976.
Akte pendirian perusahaan beberapa kali mengalami perubahan antara lain :
a.
Akte Pernyataan Keputusan Rapat No. 14 tanggal 6 Desember 2000, yang
dibuat dihadapan Budiono Widjaya, SH, Notaris di Jakarta yaitu mengenai
Perubahan Anggaran Dasar Perseroan. Akte perubahan tersebut telah
mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia No. C-2859.HT.01.04.T.2001. Berita Negara R.I. No.
5214, tambahan Berita Negara R.I. No. 43 tanggal 28 Mei 2002.
b. Akte Pernyataan Keputusan Rapat No. 24 tanggal 23 Mei 2002, yang dibuat
dihadapan Budiono Widjaya, SH, Notaris di Jakarta, selanjutnya diadakan
perubahan kembali dengan Akte Pernyataan Rapat No. 13 tanggal 24 Juli
2003 dengan notaris yang sama dan telah mendapatkan pesetujuan dari
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.
C.18861.HT.01.04.T.2004 telah diumumkan dalam Berita Negara R.I. No.
3291, tambahan Berita Negara R.I. No.26 tanggal 1 April 2005.
c. Akte Pernyataan Keputusan Rapat No. 05 tanggal 21 Februari 2005 dan No.
02 tanggal 04 Juli 2005, yang dibuat dihadapan Budiono Widjaya, SH, Notaris
di Jakarta yaitu mengenai Perubahan Anggaran Dasar Perseroan perihal
Susunan Komisaris dan Direksi. Akte Perubahan tersebut telah didaftarkan
dan dicatat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
tanggal 28 Februari 2005 dan tanggal 13 Juli 2005.
39
Saham yang beredar berjumlah 1.750 lembar yang terdiri dari 200 lembar
saham Seri A dan 1.550 lembar saham Seri B, maka komposisi pemegang saham
per 31 Desember 2006 dapat diungkapkan dalam persentase (%) kepemilikan
sebagai berikut :
a. Yayasan Kesejahteraan Pegawai dan Pensiunan BPD Kaltim
30,40%
b. PT. Hanurata Coy Ltd
23,20%
c. PT. Bina Samaktha
12,40%
d. PT. Firmansyah & Son’s
6,40%
e. KOPKARBARA
4,80%
f. Perorangan
22,80%
1. Struktur Organisasi
Berdasarkan Akte pernyataan keputusan rapat No. 05 tanggal 21 Februari
2005 tentang penggantian Direktur Administrasi dan Keuangan serta Rapat
Umum Tahunan Para Pemegang Saham pada tanggal 14 April 2005 dan dikuatkan
dalam akte pernyataan rapat No. 02 tanggal 4 Juli 2005 dibuat oleh Notaris
Budiono Widjaya, SH, notaris di Jakarta, maka kepengurusan serta struktur
organisasi PT. Rimba Segara Lines secara lengkap sebagai berikut :
a. Komisaris Utama
: Tn. Sugiono.
b. Komisaris
: Tn. H.R. Susilo Museno, SH.
c. Komisaris
: Tn. Drs. Dahryl Irxan.
d. Komisaris
: Tn. H. Sukardi.
e. Direktur Utama
: Tn. Drs. Abdul Madjidhan.
40
f. Direktur Operasi
: Tn. I. Komang Kotha.
g. Direktur Administrasi/Keuangan : Tn. Imbar Sarwono SD. SE.
Bagan Struktur Organisasi PT. Rimba Segara Lines
KOMISARIS
DIREKTUR
UTAMA
SEKRETARIS
DIREKTUR
OPERASI
DIREKTUR
ADM&KEUANGAN
KEAGENAN/CBG
PERUANGAN
STU
USAHA
TERMINAL
MARKETING
ARMADA
TEKNIKA
NAUTIKA
INT.KONTROL
AKUNTING
BENDAHARA
UMUM
R.TANGGA
PERSONALIA
LOGISTIK
Sumber : Laporan Tahunan Operasional PT. Rimba Segara Lines (2006).
41
2. Kebijakan Akuntansi Perusahaan
a. Penyajian Laporan Keuangan
Laporan Keuangan disusun dengan menggunakan prinsip-prinsip praktek
akuntansi yang berlaku umum, dan persyaratan yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntansi Indonesia dan disusun berdasarkan prinsip harga perolehan dan
mengikuti prinsip kesinambungan (going concern) serta mengikuti konversi harga
historis (historical cost). Dengan demikian dalam laporan keuangan PT. Rimba
Segara Lines tidak memperhatikan perubahan pada nilai uang maupun nilai
sekarang (current valuation) dari aktiva-aktiva tidak lancar milik perusahaan.
b. Persediaan
Persediaan dicatat dengan biaya perolehan dan ditentukan dengan
menggunakan harga perolehan terakhir. Tercatat bahwa total persediaan per 31
Desember 2006 adalah sebesar Rp.2.169.931.332,80. Persediaan tersebut
meliputi bahan bakar kapal dan lubricant oil yang terdapat pada masing-masing
kapal,
hal
ini
untuk
mempermudah
apabila
setiap
saat
kapal-kapal
membutuhkannya. Adapun jenis-jenis barang persediaan pada masing-masing
kapal meliputi :
1) C. Oil MFO
2) A. Oil MDO
3) Cyl. Oil Medripal 440
4) Turbo Oil T.68
5) Purifier Omala 150
6) Sys ME Medripal 308
42
7) Sys ME Medripal 311
8) Sys AE Medripal 330
9) Sys AE Medripal 412
10) Hyd Oil Tellus 68/Turalik 52
c. Aktiva Tetap
Aktiva tetap dinyatakan berdasarkan nilai buku, yaitu nilai perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan. Penyusutan dihitung dengan metode saldo
menurun (double declining method) untuk armada kapal, sedangkan bangunan,
kendaraan bermotor dan inventaris kantor menggunakan metode garis lurus
(straight line method), dengan persentase sebagai berikut :
1) Armada Kapal
: 25% per tahun
2) Bangunan
: 5% per tahun
3) Inventaris Kantor
: 25% per tahun
4) Kendaraan Bermotor
: 25% per tahun
Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi pada
periode terjadinya, pemugaran/perbaikan dan peningkatan daya guna dalam
jumlah besar dikapitalisasi.
Hal demikian juga diatur dalam PSAK No.16
paragraf 07 yaitu biaya perolehan asset tetap harus diakui sebagai asset jika dan
hanya jika besar kemungkinan manfaat ekonomi di masa depan berkenaan dengan
asset tersebut akan mengalir ke entitas. Sebagai ilustrasi bahwa dari 6 (enam)
armada kapal yang dioperasikan tercatat untuk total biaya penyusutan armada
angkutan tahun 2006 sebesar Rp.1.288.819.204,94 terdiri dari :
1) KM Rimba Tujuh
335.373.815,82
43
2) Modifikasi KM Rimba Tujuh
3) KM Rimba Delapan
Total Biaya Penyusutan
30.593.826,62
922.851.562,50
1.288.819.204,94
Hal demikian dikarenakan ke-4 (empat) armada kapal lainnya telah nihil
nilai sisa bukunya.
Aktiva tetap yang tidak dipergunakan lagi atau dijual dikeluarkan dari
kelompok aktiva tetap berikut akumulasi penyusutan. Keuntungan atau kerugian
dari penjualan aktiva tetap tersebut dibukukan dalam laporan laba rugi tahun
berjalan.
d. Pengakuan Pendapatan dan Beban
Dasar perlakuan akuntansi terhadap pendapatan dan beban berdasarkan
accrual basis, kecuali untuk transaksi kas diperlakukan berdasarkan cash basis.
Pendapatan dari jasa freight diakui pada saat penyerahan barang atau jasa kepada
langganan sedangkan beban diakui sesuai timbulnya kewajiban dan berdasarkan
masa manfaat.
e. Pajak Penghasilan Final
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 416/KMK.04/1996 jo
SE. 29/PJ.4/1996 perihal Norma Penghitungan Penghasilan Netto untuk
perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebagai berikut :
Norma penghasilan netto 4% dan tariff PPh (maksimal) = 30%, sehingga tarif PPh
Pasal 15 adalah 4% x 30% = 1,2% dari seluruh penghasilan/peredaran bruto
dan bersifat final.
44
3. Kegiatan Usaha Perusahaan
a. Dalam tahun 2006 PT. Rimba Segara Lines mengoperasikan 6 (enam)
buah kapal yaitu :
1) KM. Rimba Satu
DWT 6,178 KT
2) KM. Rimba Tiga
DWT 6,013 KT
3) KM. Rimba Empat
DWT 7,388 KT
4) KM. Rimba Lima
DWT 8,304 KT
5) KM. Rimba Tujuh
DWT 6,675 KT
6) KM. Rimba Delapan
DWT 6,257 KT
b. Pola trayek yang ditempuh yaitu:
1) KM. Rimba Satu, KM. Rimba Tiga, KM. Rimba Empat dan KM.
Rimba Delapan dioperasikan dengan Pola Trayek Tramper, yaitu pola
trayek yang berubah-ubah sesuai dengan tujuan,rute dan jadwal yang
tercantum di dalam kontrak jasa pengangkutan komoditi.
2) KM. Rimba Tujuh dioperasikan dengan Pola Trayek Tetap dari
Tanjung Priok – Teluk Bayur dan juga Pola Trayek Tetap Surabaya –
Pantoloan – Bontang, sedangkan KM. Rimba Lima dengan Pola
Trayek Tetap dari Teluk Bayur – Belawan.
c. Jenis komoditi yang diangkut per kapal tahun 2006. (dalam ton)
Kondisi muatan di tahun 2006 masih berfluktuasi, tetapi tidak
mengakibatkan kapal idle. Demikian pula dengan waktunya, ada bulanbulan muatan booming serta ada juga bulan-bulan muatan yang sulit
terutama menjelang akhir tahun maupun awal tahun.
45
Berikut ini disajikan table jenis-jenis komoditi yang diangkut per kapal
selama tahun 2006 (dalam ton) :
Tabel 1
Jenis-Jenis Komoditi Yang Diangkut Per-Kapal
(dalam ton), Tahun 2006
No
Komoditi
R-Satu
R-Tiga
R-Empat
R-Lima
R-Tujuh R-Delapan
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Gula
Beras
Semen
Pupuk
Woodpulp
Tepung Terigu
Copperslag
Tapioka
Pasir Besi
Clinker in Bulk
Container
Plywood
Iron Ore
Sulfur
Gencar
Pipa
Pulp
8,300
7,704
40,031
4,560
3,276
9,676
8,739
1,308
10,004
52,100
7,316
11,613
16,512
11,408
16,866
-
6,700
47,893
11,246
4,114
5,098
-
163,464
-
8,874
-
4,500
86,097
12,720
4,200
10,566
-
8,300
11,200
271,161
144,690
28,447
4,200
16,512
4,560
11,408
16,866
8,874
8,374
9,676
8,739
10,566
1,308
10,004
Total
93,598
115,815
75,051
163,464
8,874
118,083
574,885
Sumber : Laporan Tahunan Opersional PT. Rimba Segara Lines (2006).
d. Performance Hasil/Beban Eksploitasi masing-masing kapal tahun 2006.
Peredaran Bruto selama tahun 2006 sebagai penghasilan dari jasa freight
(hasil eksploitasi) sebesar Rp. 82.566.655.824,59 dengan total beban
ekploitasi sebesar Rp.70.121.293.749,96 sehingga menghasilkan laba
kotor 15,07% atau sebesar Rp.12.445.362.074,63
Apabila ditinjau performance masing-masing kapal maka terlihat KM
Rimba Empat mengalami kerugian sebesar Rp.113.908.747,41 sedangkan
KM Rimba Delapan sebesar Rp.1.634.043.890,58
46
Berikut disajikan table performance hasil dan beban eksploitasi masingmasing kapal :
Tabel 2
Performance Hasil/Beban Eksploitasi Per-Kapal
(dalam Rp), Tahun 2006
Nama Kapal
KM Rimba Satu
KM Rimba Tiga
KM Rimba Empat
KM Rimba Lima
KM Rimba Tujuh
KM Rimba Delapan
Total
Hasil Eksploitasi
9,615,523,807.80
14,657,522,392.70
12,156,887,757.55
23,697,239,026.54
7,922,895,765.00
14,516,587,075.00
82,566,655,824.59
Beban Eksploitasi
9,033,638,196.08
14,143,841,160.69
12,270,796,504.96
14,415,604,037.82
4,106,782,884.83
16,150,630,965.58
70,121,293,749.96
Laba Kotor
581,885,611.72
513,681,232.01
(113,908,747.41)
9,281,634,988.72
3,816,112,880.17
(1,634,043,890.58)
12,445,362,074.63
Sumber : Laporan Keuangan Audited PT. Rimba Segara Lines (2006).
e. Klasifikasi Beban Eksploitasi yang melekat pada masing-masing kapal
meliputi :
1) Variable Cost
a) Bunker/Lub. Oil/Water
35.503.896.541,20.
b) Running Store
8.572.122.121,56
c) Port Debursement
2.654.175.807,27
d) Agency Expenses
214.637.000,00
e) Administrative & General Expenses
864.078.809,46
f) Marketing Expenses
355.458.585,00
g) Depreciation/Amortization
1.288.819.204,94
Jumlah Variable Cost
49.453.188.069,43
2) Fixed Cost
a) Salaries/wages (crew)
4.651.687.304,00
b) Viktualing (crew)
1.147.200.000,00
47
c) Insurance
1.918.472.500,76
d) Docking, Repair & Maintenance
12.950.745.875,77
Jumlah Fixed Cost
20.668.105.680,53
Jumlah Beban Eksploitasi
70.121.293.749,96
Dari klasifikasi beban ekploitasi armada angkutan tersebut di atas dapat
diketahui bahwa biaya pemeliharaan dan perawatan berkaitan langsung
dengan phisik kapal sebesar 81,33% dari total beban ekploitasi sebesar
Rp.70.121.293.749,96 serta menempati ranking biaya yang paling besar,
meliputi :
1) Bunker/Lub. Oil/Water
35.503.896.541,20
2) Running Store
3) Docking, Repair & Maintenance
Jumlah
8.572.122.121,56
12.950.745.875,77
57.026.764.538,53
f. Pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan kapal
Pemeliharaan dan perawatan kapal dilakukan secara intensif oleh Bagian
Armada dengan mengacu kepada Manual Book (Buku Petunjuk) serta
peraturan dari Biro Klasifikasi Indonesia dan Direktorat Jendral
Perhubungan Laut.
Tujuan pemeliharaan dan perawatan agar kapal dapat beroperasi secara
lancar, aman dan efisien sehingga pelaksanaan pemeliharaan dan
perawatan kapal membutuhkan biaya yang sangat besar. Pelaksanaan
pemeliharaan dan perawatan kapal meliputi :
1) Store Supply (Spare part & Running Store)
48
Dilakukan dengan mengadakan supply spare parts untuk mengganti
yang rusak dan Running Store sesuai kebutuhan. Pada umumnya store
supply ini berdasarkan rekomendasi hasil pemeriksaan Biro Klasifikasi
Indonesia dan Marine Inspector dari Administrator Pelabuhan Tanjung
Priok pada saat kapal Docking.
Pembelian sparepart dilakukan untuk mengganti yang rusak melalui
import jika di dalam negeri tidak tersedia dan sangat banyak jenisnya,
misalnya :
a) Air Head Pipe
b) Ring Bronze
c) Sheave Block
d) Cover Fair Lead
e) Inner Pipe for Piston Cooling of Main Engine
f) Supporter Piston Cooling of Main Engine
g) Torochoid pump complete Main Engine
h) Holder Fuel Injection pump Main Engine
i) Silistor
j) Kilowatt Meter dan Ampere Meter Main Switch Board
k) Canal Chock / Mooring Hole
l) Dan lain-lain.
2) Repair dan Maintenance
Untuk pelaksanaan repair dan maintenance tergantung daripada tingkat
kerusakannya, jika kondisinya ringan dan tidak memerlukan peralatan
49
khusus maka pekerjaan dilaksanakan oleh crew kapal dengan diberikan
incentive atau bonus. Seperti pekerjaan overhaule Cylinder Main
Engine, penggantian pipa-pipa di kamar mesin dan di deck.
Apabila tingkat kerusakannya cukup berat dan memerlukan tenaga ahli
dan peralatan khusus maka ditunjuk kontraktor dari darat untuk
melaksanakan repair selama kapal berada di pelabuhan atau ikut
berlayar.
3) Docking dan Floating Repair
Pekerjaan ini dilaksanakan oleh kontraktor yang meliputi mesin kapal,
system kelistrikan maupun badan kapal baik secara paket maupun
dengan kontraktor yang berbeda sesuai spesifikasi keahlian masingmasing kontraktor. Lamanya docking dan floating repair pada
umumnya membutuhkan waktu 2 – 3 bulan.
Pekerjaan docking dilakukan dengan menaikkan kapal ke atas dock,
dimana pada umumnya guna dilakukan pemeriksaan phisik kapal
secara keseluruhan oleh Biro Klasifikasi Indonesia dan Marine
Inspector dari Administrator Pelabuhan Tanjung Priok.
Jenis-jenis
pekerjaan docking ini misalnya:
a) Pembersihan lambung kapal
b) Pemeriksaan kemudi
c) Baling-baling
d) Pembersihan Sea Chest
e) Cabut poros baling-baling untuk pemeriksaan oleh yang berwenang
50
f) Penggantian plat lambung di bawah garis air
g) Pengecatan
h) Penggantian aluminium anode
i) Dan lain-lain
Pekerjaan floating repair ini dilakukan sementara kapal dalam kondisi
berlabuh di dermaga dan tetap berada di atas permukaan air. Adapun
jenis-jenis pekerjaan floating repair ini misalnya:
a) Perbaikan / Replating Main Deck
b) Tank top
c) Fore castle deck
d) Poop deck
e) Boat deck
f) Sekat-sekat tanki
g) Sandblasting ruang muat
h) Perbaikan Ponton Mac Gregor (tutup palka)
i) Dan lain-lain
4) Bunker
Bunker ini berisi bahan bakar kapal, fresh water, lubricating oil serta
air ballast kapal yang ditampung dalam tanki-tanki. Perawatan dan
perbaikan bunker ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
kebocoran terhadap bahan bakar kapal yang meliputi C. Oil MFO dan
A. Oil MDO sehingga dapat dicegah pencemaran lingkungan, selain
itu juga menjaga kebersihannya dari sisa-sisa bahan bakar ataupun
51
pada saat melakukan kegiatan pengisian bahan bakar kapal, fresh water
maupun lubricatin oil.
5) Lubricating Oil
Pemakaian lubricating oil ini ditujukan untuk perawatan mesin kapal
dan pemakaiannya sangat tergantung pada jarak tempuh ataupun
banyaknya voyage (pelayaran) yang dilakukan dan setiap pengisian
dicatat dalam oil record book. Diantara lubricating oil yang
dipergunakan adalah :
a) Cyl. Oil Medripal 440
b) Turbo Oil T.68
c) Purifier Omala 150
d) Sys ME Medripal 308
e) Sys ME Medripal 311
f) Sys AE Medripal 330
g) Sys AE Medripal 412
h) Hyd Oil Tellus 68/Turalik 52
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif
dalam hal mencari fakta-fakta dari prosedur atau kejadian yang terjadi dengan
tujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis dan akurat.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis di dalam mencari dan
memahami fakta-fakta dari prosedur atau kejadian yang terjadi, sebagai berikut :
52
1. Mengumpulkan data-data transaksi secara sampling.
Di dalam hal ini penulis melakukannya dengan foto-copy data transaksitransaksi yang dianggap perlu dan berkaitan dalam penulisan ini, beserta
jurnal-jurnalnya.
2. Laporan Hasil Pemeriksaan Akuntan Publik tahun 2006.
Melalui laporan hasil pemeriksaan dari pihak independen ini sangat membantu
penulis memahami transaksi-transaksi keuangan yang terjadi maupun
kebijakan-kebijakan akuntansi yang diambil oleh perusahaan.
3. Laporan Tahunan Operasional tahun 2006.
Dari laporan ini penulis memperoleh gambaran mengenai job description
masing-masing divisi/bagian beserta laporan-laporan yang dihasilkannya,
terutama dalam hal penanganan/pengelolaan armada kapal.
4. Wawancara dengan pejabat berwenang.
Penulis juga melakukan wawancara terhadap pejabat berkompeten/berwenang
dengan level manager. Hal ini guna memberikan gambaran kepada penulis
terhadap kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur yang diambil oleh
perusahaan.
53
B. Definisi Operasional Variabel
1. Jasa Pelayaran (Freight)
Yang dimaksud dengan Jasa Pelayaran (Freight) adalah jasa yang diterima
dari penyewa kapal/pengguna jasa. Sedangkan di dalam PSAK No. 23 paragraf 03
mengatakan bahwa penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas yang
secara kontraktual telah disepakati untuk dilaksanakan selama suatu periode yang
disepakati oleh perusahaan. Jasa tersebut dapat diserahkan selama satu atau lebih
dari satu periode.
2. Penghasilan
Pengertian penghasilan dalam Penjelasan Pasal 4 UU PPh No. 17 Tahun
2000 adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau
menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Penghasilan yang merupakan tambahan ekonomis dapat dikelompokkan
menjadi
:
a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti
gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya;
b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang
tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
54
Dari uraian di atas menunjukkan pengertian penghasilan yang luas maka
semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak
digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak.
Menurut PSAK penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan asset atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanam modal.
Menurut penulis terdapat perbedaan yang sangat mendasar mengenai
pengertian
penghasilan
menurut
perpajakan
dengan
PSAK.
Pengertian
penghasilan menurut perpajakan tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Sedangkan
pengertian penghasilan menurut PSAK sangat menekankan pada penghasilan dari
pengelolaan sumber daya yang terdapat di dalam perusahaan. Lebih jauh lagi hal
ini dapat menyebabkan suatu transaksi menurut PSAK adalah sebagai suatu
penghasilan, dilain pihak menurut perpajakan transaksi tersebut dianggap
bukanlah suatu penghasilan. Sebagai contoh adalah penghasilan dalam bentuk
deviden yang diterima oleh perseroan terbatas dalam negeri atau penghasilan dari
modal yang ditanamkan oleh dana pensiun.
3. Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak Penghasilan menurut Pasal 1 UU PPh No. 10 Tahun 1994
adalah pajak yang dikenakan terhadap Subyek Pajak atas Penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
55
Menurut PSAK No.46 Paragraf 07 mendefinisikan Pajak Penghasilan adalah
pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan
atas penghasilan kena pajak perusahaan.
4. Pajak Penghasilan Final
PSAK No.46 Paragraf 07 mendefinisikan Pajak Penghasilan Final adalah
pajak penghasilan yang bersifat final, kewajiban pajak telah selesai dan
penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan
jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final.
Pajak Penghasilan Final dilakukan melalui pemotongan dari penghasilan
bruto dikalikan dengan tariff sepadan. Adapun karakteristik daripada pajak
penghasilan final ini telah diuraikan pada Bab.1 Pendahuluan.
5. Penghasilan Kena Pajak
Pada Pasal 6 UU PPh No.17 Tahun 2000 yang dimaksud Penghasilan Kena
Pajak adalah penghasilan bruto dikurangi biaya ataupun beban yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Di dalam PSAK No. 46 paragraf 07 juga mendefinisikan Penghasilan Kena
Pajak adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan.
6. Norma Penghitungan
Berdasarkan pada penjelasan Pasal 14 ayat (1) UU Perpajakan No.17 Tahun
2000 yang dimaksud dengan Norma Penghitungan adalah pedoman untuk
56
menentukan besarnya penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak dan disempurnakan terus menerus.
Penggunaan Norma Penghitungan pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal :
a. Tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang
lengkap; atau
b. Pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan
secara tidak benar.
7. Norma Perhitungan Penghasilan Khusus
Di dalam Pasal 15 UU PPh No. 10 Tahun 1994 yang dimaksud dengan
Norma Perhitungan Penghasilan Khusus adalah norma yang dipergunakan dalam
penghitungan penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat
dihitung berdasarkan :
a.
Penghasilan bruto dikurangi biaya ataupun beban yang mempunyai hubungan
langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
b.
Norma Penghitungan sebagaimana yang dimaksud pada point C.6.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis meliputi :
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh teori-teori ataupun konsepkonsep dengan cara membaca dan menelaah sehingga diperoleh landasan teori
57
serta konsep yang memadai guna dijadikan sebagai pembanding dengan hasil
penelitian lapangan.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian ini meliputi pengumpulan data-data mengenai perusahaan seperti
laporan-laporan, ruang lingkup usaha, keuangan dan kebijakan akuntansi
perpajakan. Teknik lain adalah wawancara dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada pejabat yang berkompeten.
Tujuan dari penelitian lapangan ini untuk memperoleh gambaran berupa
data dan fakta mengenai transaksi dan kejadian yang berhubungan dengan
pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
D. Metode Analisa Data
Guna menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan,
peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan cara
sebagai berikut :
1. Menguraikan keadaan, kejadian atau prosedur yang sesungguhnya terjadi.
Hal ini akan memberikan suatu gambaran kepada penulis mengenai praktek
transaksi-transaksi perusahan pelayaran yang terjadi di lapangan.
2. Komparasi terhadap landasan teori yang ada.
Langkah ini ditempuh oleh penulis dalam rangka mempermudah penulis untuk
mengambil suatu kesimpulan maupun saran-saran kepada perusahaan.
BAB IV
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perlakuan akuntansi atas penghasilan dan PPh Final pada PT. Rimba
Segara Lines.
Perlakuan akuntansi atas penghasilan dari usaha pokok PT. Rimba Segara
Lines pada umumnya diakui secara accrual basis. Di dalam PSAK No. 1 (Revisi
1998) paragraf 19 mengenai Dasar Akrual menjelaskan bahwa penghasilan dan
beban diakui pada saat kejadian bukan saat kas atau setara kas diterima dan
dicatat serta disajikan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya.
Penghasilan atas jasa pelayaran (freight) yang diterima dari para pengguna
jasa meliputi 3 (tiga) unsur pokok yaitu :
1. Freight adalah jasa yang diterima dari penyewa kapal/pengguna jasa.
2. Demurrage
adalah
penyewa
harus
membayar
biaya
keterlambatan
bongkar/muat dari kapal kepada PT. Rimba Segara Lines.
3. Despatch adalah kecepatan bongkar/ muat barang dimana waktunya lebih cepat
dari waktu yang ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa kapal (charter
party) sehingga PT. Rimba Segara Lines memberikan uang insentif kepada
penyewa.
Besarnya demurrage dan despatch dapat diketahui dan dihitung dari time
sheet di pelabuhan muat dan di pelabuhan bongkar. Adapun yang dimaksud time
sheet adalah daftar yang memuat perhitungan waktu dan akan terlihat waktu yang
diijinkan dan yang terpakai, kelebihan atau penghematan waktu.
58
59
PT. Rimba Segara Lines menerbitkan invoice terkadang meliputi ketiga
unsur tersebut sekaligus tetapi terkadang juga terpisah. Demikian juga para
pengguna jasa terkadang membayar invoice yang diterbitkan oleh PT. Rimba
Segara Lines sudah termasuk ketiga unsur tersebut, tetapi terkadang juga dibayar
secara terpisah.
Dalam hal tagihan yang dilakukan dalam mata uang asing (valas), maka
pada saat pencatatan pengakuan pendapatan terlebih dahulu dikonversi ke mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. PSAK No. 10
pada paragraf 07 menjelaskan bahwa Transaksi dalam mata uang asing dibukukan
dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi.
Penerbitan invoice dilakukan oleh PT. Rimba Segara Lines setelah selesai
dilakukannya penyerahan jasa kepada penyewa kapal sebanyak 4 lembar :
1. Lembar 1 – untuk Penyewa (aseli).
2. Lembar 2 – untuk Pembukuan.
3. Lembar 3 – untuk Kasir.
4. Lembar 4 – untuk Arsip.
Jika di dalam kontrak sewa menyewa kapal mengatur system pembayaran
atas freight oleh penyewa dengan cara 2 (dua) kali bayar maka PT. Rimba Segara
Lines mengirimkan 2 (dua) invoice sekaligus kepada penyewa. Sedangkan total
nominal tagihan sudah termasuk PPN sebesar 10%.
Atas tagihan tersebut PT. Rimba Segara Lines langsung mengakui sebagai
penghasilan, sehingga jurnal yang terbentuk adalah sebagai berikut :
60
(Dr) Piutang Usaha
xxxx
(Cr) Freight Kapal
xxxx
(Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%)
xxxx
Berikut ini berbagai contoh transaksi yang terjadi (untuk dokumen transaksi
lihat pada Lampiran II) :
1. Pada tanggal 05 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines melakukan tagihan
kepada PT. Semen Padang dengan total sebesar Rp.1.829.414.400,- atas
voyage 23/06 dan voyage 24/06 yang menggunakan KM. Rimba Lima.
Masing-masing voyage memuat 8.000 tons semen curah dengan freight
Rp.103.944 per ton. Pelabuhan muat dari Teluk Bayur sedangkan pelabuhan
bongkar di Belawan.
Jurnal yang terbentuk :
(Dr) PT. Semen Padang
Rp.1.829.414.400
(Cr) Freight MV. Rimba Lima Voy-23/06
Rp.831.552.000
(Cr) Freight MV. Rimba Lima Voy-24/06
Rp.831.552.000
(Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%)
Rp.166.310.400
2. PT. Rimba Segara Lines pada tanggal 12 Desember 2006
menerbitkan
invoice sebesar US$. 64.800 kepada PT. Urbantara Karya QQ Cement
Industries (Sabah) dengan kurs tengah BI $1=Rp.9.165 atas freight MV.
Rimba Satu Voy-21/06 dengan data sebagai berikut :
a. Loading Port
: Makassar
b. Discharging Port
: Tawau
c. Cargo Loading
: Cement in bags 5.400 MT
61
d. F r e i g h t
: 5.400 x US$.12 = US$.64.800
Jurnal yang terbentuk :
(Dr) PT. Urbantara Karya
Rp.593.892.000
(Cr) Freight MV. Rimba Satu Voy-21/06
Rp.593.892.000
Nilai Konversi sebesar Rp.593.892.000 (=US$.64.800 x 9165)
3. Tanggal 30 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines menerbitkan 2 buah
invoice sekaligus untuk pembayaran-1 dan pembayaran-2 ditujukan kepada
PT. Semen Padang. Masing-masing pembayaran sebesar 50% dengan total
Rp.577.456.198,- (sebelum PPN 10%) atas freight MV. Rimba Tiga Voy22/06 dengan muatan 5.633.719 M/T Pasir Besi @ Rp.102.500,-/ton
data dari kedua invoice sebagai berikut :
a. Invoice untuk Pembayaran-1
1) Pelabuhan muat
: Cilacap
2) Pelabuhan bongkar
: Teluk bayur
3) Selesai muat
: 28 Desember 2006
4) Pembayaran-1 (50%)
: Rp. 288.728.099,-
5) PPN 10%
: Rp. 28.872.810,-
b. Invoice untuk Pembayaran-2
1) Pelabuhan muat
: Cilacap
2) Pelabuhan bongkar
: Teluk bayur
3) Selesai muat
: 28 Desember 2006
4) Pembayaran-2 (50%)
: Rp. 288.728.099,-
5) PPN 10%
: Rp. 28.872.810,-
Data-
62
Jurnal yang terbentuk :
(Dr) PT. Semen Padang
Rp.635.201.818
(Cr) Freight MV. Rimba Tiga Voy-22/06
Rp.577.456.198
(Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%)
Rp. 57.745.620
4. PT. Pelayaran Meratus menyewa kapal MV. Rimba Tujuh milik PT. Rimba
Segara Lines dengan system time charter selama 2 (dua) periode :
a. Periode 1 : 02/12/06 jam 16.00 s/d 17/12/06 jam 16.00 (=15 hari)
b. Periode 2 : 17/12/06 jam 16.00 s/d 01/01/07 jam 16.00 (=15 hari)
Biaya sewa sebesar Rp.22.750.000,-/hari.
PT. Rimba Segara Lines akan
menerbitkan 2 (dua) buah invoice sesuai dengan masing-masing periode di
atas.
Jurnal yang terbentuk :
(Dr) PT. Pelayaran Meratus Rp.682.500.000
(Cr) Time Charter MV. Rimba Tujuh
Rp.341.250.000
(02/12/06 s/d 17/12/06 jam 16.00)
(Cr) Time Charter MV. Rimba Tujuh
Rp.341.250.000
(17/12/06 s/d 01/01/07 jam 16.00)
1. Pada tanggal 30 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines melakukan tagihan
atas demmurage MV. Rimba Lima Voy-23/06 kepada PT. Semen Padang
dengan perincian sebagai berikut :
a. Pelabuhan Teluk Bayur (Despatch)
(Rp. 7.999.088,90)
b. Pelabuhan Belawan
Rp.134.857.244,62
(Demmurage)
Rp.126.858.155,72
63
c. PPN 10%
Rp. 12.685.816,-Rp.139.543.971,72
Jurnal yang terbentuk :
(Dr) PT. Semen Padang
Rp.139.543.971,72
(Cr) Demmurage (Despatch)
Rp.126.858.155,72
MV. Rimba Lima Voy-23/06
(Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%) Rp. 12.685.816
2. Pada tanggal 30 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines melakukan tagihan
atas demmurage MV. Rimba Lima Voy-24/06 kepada PT. Semen Padang
dengan perincian sebagai berikut :
a. Pelabuhan Teluk Bayur (Despatch)
(Rp. 7.434.758,80)
b. Pelabuhan Belawan
Rp.232.653.561,23
(Demmurage)
Rp.225.218.802,43
c. PPN 10%
Rp. 22.521.880,-Rp.247.740.682,43
Jurnal yang terbentuk :
(Dr) PT. Semen Padang
Rp. 247.740.682,43
(Cr) Demmurage (Despatch)
Rp. 225.218.802,43
MV. Rimba Lima Voy-24/06
(Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%) Rp. 22.521.880
Seluruh penerimaan pembayaran dari para penyewa kapal PT. Rimba Segara
Lines baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing ditransfer via bank,
sehingga dapat direkonsiliasi atas penerimaan pembayaran menurut nostro bank
64
dengan pencatatan internal pembukuan. Adapun nominal pembayaran yang
ditransfer via bank sudah dipotong pajak final sebesar 1,2% oleh penyewa,
dimana selanjutnya pihak penyewa kapal berkewajiban memberikan Bukti Potong
Pajak kepada PT. Rimba Segara Lines.
PT. Rimba Segara Lines di dalam mencatat penerimaan pembayaran
menyelenggarakan sub-ledger khusus untuk bank maupun piutang usaha baik
dalam rupiah maupun valas, hal ini dilakukan untuk mempermudah kontrol
maupun rekonsiliasi atas transaksi tersebut. Sehingga setiap penerimaan
pembayaran selalu mendebet maupun mengkredit terlebih dahulu kedua perkiraan
dengan jurnal :
(Dr) Bank
xxxxx
(Cr) Piutang Usaha
xxxxx
Penerimaan pembayaran atas tagihan dalam valuta asing akan dikonversi
kembali dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada saat itu, sehingga
hal demikian menimbulkan rugi/laba selisih kurs.
Seluruh rugi/laba selisih kurs yang terjadi dalam tahun berjalan diakumulasi
pada akhir tahun buku, sehingga dapat diketahui apakah bersaldo laba atau rugi.
Jika hasil akumulasi tersebut menghasilkan saldo laba maka PT. Rimba Segara
lines berkewajiban membayar pajak penghasilan final Pasal 29 sesuai dengan
tariff progressif pada Pasal 17 UU Perpajakan No.17 Tahun 2000.
PSAK No. 10 paragraf 14 perihal Pengakuan Selisih Kurs (Recognition of
Exchange Differences) mengatur bahwa Selisih kurs timbul apabila terdapat
perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement
65
date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila
timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu periode akuntansi
yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut.
Adapun pajak penghasilan final sebesar 1,20% atas freight kapal yang
langsung dipotong oleh penyewa dicatat dalam jurnal memorial sebagai berikut :
1. (Dr) Biaya Pajak Final
xxxxx
(Cr) Hutang Pajak Final
2. (Dr) Hutang Pajak Final
xxxxx
xxxxx
(Cr) Bank
xxxxx
Apabila pajak yang dipotong oleh penyewa dalam valuta asing maka pajak
penghasilan final atas freight kapal yang diakui adalah mengalikan besarnya pajak
dalam valuta asing tersebut dengan kurs pajak pada saat terjadinya pembayaran.
Berikut ini menggambarkan jurnal yang terbentuk pada saat penerimaan
pembayaran dari transaksi di atas :
1. Jurnal yang terbentuk terhadap penerimaan pembayaran dari PT. Semen
Padang dengan total sebesar Rp.1.829.414.400,-(termasuk PPN 10%) atas
voyage 23/06 dan voyage 24/06 yang menggunakan KM. Rimba Lima.
Pencatatan atas penerimaan pembayaran :
(Dr) Bank
Rp.1.829.414.400
(Cr) PT. Semen Padang
Rp.1.829.414.400
Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk :
a. (Dr) Biaya Pajak Final
Rp.19.957.248
(Cr) Hutang Pajak Final
Rp.19.957.248
66
Htg Pajak Final Rp.19.957.248 (= Rp.1.663.104.000 x 1.2%)
b. (Dr) Hutang Pajak Final
Rp.19.957.248
(Cr) Bank
Rp.19.957.248
2. Penerimaan pembayaran dari PT. Urbantara Karya QQ Cement Industries
(Sabah) sebesar US$. 64.800 atas freight MV. Rimba Satu Voy-21/06 dengan
kurs tengah BI US$1=Rp.9.180 dan kurs pajak pada saat itu US$1=Rp.9.096.
Pencatatan atas penerimaan pembayaran :
(Dr) Bank
Rp.594.864.000
(Cr) PT. Urbantara Karya
Rp.593.892.000
(Cr) Laba Selisih Kurs
Rp.
972.000
Nilai Konversi sebesar Rp.594.864.000(=US$.64.800 x 9180)
Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk :
a. (Dr) Biaya Pajak Final
Rp.7.073.050
(Cr) Hutang Pajak Final
Rp.7.073.050
Htg Pjk Final Rp.7.073.050 (= (US$64.800 x 1.2%)x9096)
b. (Dr) Hutang Pajak Final
Rp.7.073.050
(Cr) Bank
Rp.7.073.050
3. Jurnal yang terbentuk atas pembayaran PT. Semen Padang untuk freight MV.
Rimba Tiga Voy-22/06 sebagai berikut :
Pencatatan atas penerimaan pembayaran-1 :
(Dr) Bank
Rp.317.600.909
(Cr) PT. Semen Padang
Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk :
Rp.317.600.909
67
a. (Dr) Biaya Pajak Final
Rp.3.464.737
(Cr) Hutang Pajak Final
Rp.3.464.737
Htg Pajak Final Rp.3.464.737 (=Rp. 288.728.099,- x 1.2%)
b. (Dr) Hutang Pajak Final
Rp.3.464.737
(Cr) Bank
Rp.3.464.737
Perlakuan akuntansi untuk pembayaran-2 dari PT. Semen Padang adalah sama
dengan pembayaran-1 di atas.
4. Jurnal penerimaan pembayaran PT. Pelayaran Meratus atas sewa kapal MV.
Rimba Tujuh dengan system time charter selama 2 (dua) periode.
Pencatatan atas penerimaan pembayaran :
(Dr) Bank
Rp.682.500.000
(Cr) PT. Pelayaran Meratus
Rp.682.500.000
Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk :
a. (Dr) Biaya Pajak Final
Rp.8.190.000
(Cr) Hutang Pajak Final
Rp.8.190.000
Htg Pajak Final Rp.8.190.000 (=Rp.682.500.000 x 1.2%)
b. (Dr) Hutang Pajak Final
Rp.8.190.000
(Cr) Bank
Rp.8.190.000
5. Jurnal atas penerimaan pembayaran demmurage MV. Rimba Lima Voy-23/06
dari PT. Semen Padang.
Pencatatan atas penerimaan pembayaran :
(Dr) Bank
Rp.139.543.971,72
68
(Cr) PT. Semen Padang
Rp.139.543.971,72
Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk :
a. (Dr) Biaya Pajak Final
Rp.1.522.298
(Cr) Hutang Pajak Final
Rp.1.522.298
Htg Pajak Final Rp.1.522.298 (=Rp.126.858.155,72 x 1.2%)
b. (Dr) Hutang Pajak Final
Rp.1.522.298
(Cr) Bank
Rp.1.522.298
6. Jurnal yang terbentuk atas penerimaan pembayaran demmurage MV. Rimba
Lima Voy-24/06 dari PT. Semen Padang dengan perincian sebagai berikut :
Pencatatan atas penerimaan pembayaran :
(Dr) Bank
Rp. 247.740.682,43
(Cr) PT. Semen Padang
Rp. 247.740.682,43
Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk :
a. (Dr) Biaya Pajak Final
Rp.2.702.626
(Cr) Hutang Pajak Final
Rp.2.702.626
Hutang Pajak Final Rp.2.702.626 (=Rp.225.218.802,43 x 1.2%)
b. (Dr) Hutang Pajak Final
(Cr) Bank
Rp.2.702.626
Rp.2.702.626
69
A. Perlakuan Akuntansi atas beban maupun biaya pada PT. Rimba Segara
Lines
Pengeluaran-pengeluaran ataupun biaya yang terjadi pada PT. Rimba Segara
Lines diperlakukan dengan menggunakan cash basis, dengan jurnal :
(Dr) Biaya-biaya
xxxxx
(Cr) Cash
xxxxx
Hal ini diatur dalam PSAK mengenai Kerangka Dasar Penyusunan Dan
Penyajian Laporan Keuangan pada Pengakuan Beban paragraf 97 bahwa beban
segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan
manfaat ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat ekonomi masa depan
tidak memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam
neraca sebagai aktiva.
Adapun pengakuan beban atas penyusutan aktiva tetap dijurnal sebagai
berikut :
(Dr) Biaya Penyusutan Aktiva Tetap
xxxxx
(Cr) Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap
xxxxx
Dalam sub-bab ini penulis lebih menekankan pada pembahasan biaya maupun
pengeluaran yang terjadi, guna mempermudah analisa yang akan dilakukan.
Didalam laporan laba rugi audited tahun 2006 terlihat 4 golongan beban
ataupun biaya usaha yaitu : (lihat lampiran III)
1. Beban Eksploitasi
Rp.70.121.293.749,96
93,96%
2. Beban Umum
Rp. 3.389.748.098,50
4,54%
3. Beban Kantor
Rp.
1,27%
945.364.024,50
70
4. Beban Penyusutan
Total Beban Usaha
Rp. 171.739.738,71
Rp.74.628.145.611,67
0,23%
100,00%
Data di atas memperlihatkan bahwa beban ekploitasi (biaya operasional
armada kapal) sangat mendominasi beban usaha yaitu sebesar 93,96%, sedangkan
beban usaha lainnya hanya sebesar 6,04%.
Perihal macam maupun jenis beban eksploitasi amada kapal telah dibahas
pada Bab. III yang lalu sehingga penulis tidak akan mengulasnya kembali dalam
bagian ini. Adapun macam dan jenis beban umum meliputi :
1.
Gaji
2.
Perawatan Kesehatan dan Santunan Uang Duka
3.
Perjalanan Dinas
4.
Perbaikan dan pemeliharaan kendaraan kantor
5.
Perbaikan dan pemeliharaan inventaris kantor
6.
Tunjangan Hari Raya
7.
Latihan, kursus/penataran
8.
Lembur karyawan
9.
Pemeriksaan akuntan
10. Biaya notaris dan konsultan
11. Dan lain-lain.
Berikut ini macam dan jenis beban kantor meliputi :
1. Transport local
2. Barang cetakan
3. Alat tulis kantor
71
4. Telex, telegram, telepon
5. Perangko dan materai
6. Ongkos-ongkos bank
7. Bahan bakar/bensin
8. Iuran-iuran, Koran,majalah
9. Dan lain-lain
Terhadap pengakuan beban atas biaya dibayar dimuka seperti uang persekot
kerja, uang muka keagenan maka jurnal yang terbentuk :
Pada saat pengeluaran uang muka :
1. (Dr) Biaya dibayar dimuka
xxxxx
(Cr) Cash/Bank
xxxx
Pada saat pertanggung jawaban atas uang muka :
2. (Dr) Biaya-biaya
xxxxx
(Cr) Biaya dibayar dimuka
xxxxx
B. Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Final PT. Rimba
Segara Lines oleh Pengguna Jasa.
Pada umumnya penghasilan yang diperoleh PT. Rimba Segara Lines dari
armada kapal baik secara pola trayek tramper maupun pola trayek tetap berasal
dari voyage charter. Dimana dalam voyage charter ini kapal disewa untuk
memuat barang antara suatu tempat ke tempat lainnya. Pemilik kapal dalam hal
ini adalah PT. Rimba Segara Lines membayar semua biaya, kecuali biaya bongkar
72
muat. Penyewa membayar freight yang besarnya tergantung barang diangkut
dalam jumlah ton atau jumlah tertentu untuk satu pelayaran (voyage).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak voyage charter diantaranya :
1. Tanggal, nama dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa kapal
2. Perincian dari kapal yaitu nama, tempat registrasi, tonnage, kapasitas.
3. Jenis muatan yang akan dimuat.
4. Nama tempat memuat dan membongkar barang
5. Tanggal kapal harus tiba di tempat pemuatan
6. Biaya angkut (freight rate) dan mata uang yang digunakan
Tetapi adapula penyewa yang menginginkan dalam hal sewa menyewa kapal
dengan menggunakan system time charter. Yang dimaksud time charter yaitu
kapal disewa oleh suatu badan, yang beroperasi dan dipakai untuk suatu waktu
tertentu. Penyewa membayar uang sewa dan bunker serta kapal dioperasikan
sesuai kemauan penyewa. Uang sewa dapat dinyatakan sebagai biaya per hari atau
biaya per ton DWT.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak time charter diantaranya :
1. Tanggal, nama dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa
2. Perincian dari kapal, seperti nama, tempat registrasi, kapasitas, horse power,
kecepatan, pemakaian bahan bakar, peralatan bongkar muat dan sebagainya.
3. Keadaan kapal dan kelasnya.
4. Batas pelayaran
5. Uang sewa, cara pembayaran, dan mata uang yang digunakan.
6. Waktu penyewaan dimulai
73
Berikut ini adalah beberapa contoh pada table pelayaran (voyage):
Tabel 3
Vessel Name : MV. Rimba Satu.
Deadweight : 6.178
Built
: 1976
Arrived/ Departure
Voyage
Port Names
Date
Hours
Loading(L)/Discharging (D)
01/06
Surabaya
09.02.06
07.47
Pupuk
20.02.06
02.06
= 3.500 Ton (L/D)
21.02.06
20.13
Semen
23.02.06
05.25
= 2.304 Ton (L/D)
27.03.06
05.35
Pipa
30.03.06
11.07
= 559 Pcs (L/D)
01.04.06
07.07
06.04.06
20.57
Tanjung Priok
03/06
Batam
Tanjung Priok
Sumber : Laporan Tahunan Operasional PT. Rimba Segara Lines.
Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh PT. Rimba Segara Lines selama
kapal berlabuh di pelabuhan muat maupun di pelabuhan bongkar meliputi :
1. Port Disbursement yaitu semua tagihan yang timbul selama kapal di pelabuhan
sampai dengan pemberangkatannya.
2. Agency Expense yaitu biaya atas jasa agen yang diberikan kepada kapal-kapal
yang telah menunjuknya untuk melayani semua kegiatan di pelabuhan dimana
agen pelayaran berada.
Selain Kantor Cabang PT. Rimba Segara Lines bertindak sebagai agen,
dapat pula perusahan-perusahaan lain yang ditunjuk. Hal ini terlihat dari daftar
agen sebagai berikut :
1.
PT. Rimba Segara Lines Belawan
2.
PT. Rimba Segara Lines Padang
74
3.
PT. Rimba Segara Lines Tanjung Priok
4.
PT. Jaya Utama Dumai
5.
PT. Bahtera Adhiguna Lhokseumawe
6.
PT. Haluan Segara Cirebon
7.
PT. Nugraha Bhakti Bontang
8.
PT. Bahana Utama Lines Semarang
9.
PT. Bahana Utama Lines Bontang
10. PT. Bahari Nusantara Makassar
11. PT. Kumala Lagun Marina Panjang
12. PT. Bahtera Adhiguna Cilacap
13. PT. Gurita Lintas Samudera Surabaya
14. PT. Gurita :intas Samudera Jakarta
15. PT. Samudera Indonesia Surabaya
16. PT. Samudera Indonesia Pekanbaru
17. PT. Tonasa Lines Biringkasi
18. PT. Gesuri Lloyd Surabaya
19. PT. Pertamina Tongkang Lhokseumawe
20. PT. Sapta Jaya Mandiri Jakarta
21. PT. Pelni Biak
Tercatat biaya-biaya yang dikeluarkan selama tahun 2006 untuk Port
Disbursement sebesar Rp. 2.654.175.807,27 atau 3,79% dari total beban
eksploitasi, sedangkan Agency Expenses sebesar Rp.214.637.000,00 atau 0,31%
dari total beban eksploitasi.
75
Diantara perusahaan-perusahaan yang menggunakan jasa pelayaran PT.
Rimba Segara Lines sebagai berikut :
1.
PT. Semen Padang
2.
PT. Djasa Transindo Utama Mandiri
3.
PT. Quanta Indonesia
4.
PT. Unitama Pacific Lines
5.
PT. Carisma Setra Persada
6.
PT. Bina Sinar Amity
7.
PT. Cendrawasih Jaya Raya
8.
PT. Manik Mas Jakarta
9.
PT. Handal Pacific
10. PT. Sakareksa Pacific
11. PT. Pelayaran Mega Sukses
Perusahaan-perusahaan
pengguna
jasa
secara
langsung
memungut/memotong Pajak Penghasilan Final sebesar 1,2 % dari jumlah tagihan
diluar PPN pada saat melakukan pembayaran, selanjutnya mereka mengirimkan
Bukti Pemotongan Pajak kepada PT. Rimba Segara Lines. Adapun Bukti
Pemotongan Pajak tersebut dapat dijadikan sebagai bukti pembayaran ataupun
pelunasan Pajak Penghasilan Finalnya.
Tercatat total penghasilan bruto selama tahun 2006 sebesar Rp.
82.566.655.824,59 sehingga dapat diketahui besarnya Pajak Penghasilan Final
yang dipungut/dipotong langsung oleh perusahaan pengguna jasa yaitu sebesar
Rp. 990.799.869,90 atau sebesar 1,2% dari penghasilan bruto.
76
C. Cara Perhitungan PPh Final Perusahaan
Perhitungan Pajak Penghasilan Final ini dikutip dari catatan atas laporan
keuangan tahun 2006 PT. Rimba Segara Lines yang telah diaudit oleh Akuntan
Publik :
1. Pendapatan Eksploitasi
KM Rimba Satu
9.615.523.807,80
KM Rimba Tiga
14.657.522.392,70
KM Rimba Empat
12.156.887.757,55
KM Rimba Lima
23.697.239.026,54
KM Rimba Tujuh
7.922.895.765,00
KM Rimba Delapan
Jumlah Pendapatan Eksploitasi
Tarif Pajak :
14.516.587.075,00
82.566.655.824,59
1,2% x 82.566.655.824,59
2. Sewa Ruangan Kantor
Tarif Pajak :
10% x 421.102.070,00
3. Pendapatan Beda Kurs
Tarif Pajak Pasal 29 10% x 33.893.362,50
Jumlah Pajak Penghasilan Final
=
990.799.869,90
421.102.070,00
=
42.110.207,00
33.893.362,50
=
3.389.336,25
1.036.299.413,15
Dari total Pajak Penghasilan Final sebesar Rp.1.036.299.413,15 dimana
untuk Pajak Penghasilan Final Jasa Pelayaran (hasil eksploitasi) sebesar
Rp.990.799.869,90 telah dipungut/dipotong langsung oleh contra party (pemberi
hasil ) pada saat PT. Rimba Segara Lines menerima pembayaran, demikian pula
77
Pajak Penghasilan Final Atas Sewa Ruangan Kantor sebesar Rp.42.110.207,00
telah dipotong/dipungut langsung oleh Penyewa (pemberi hasil).
Para pemungut/pemotong pajak tersebut berkewajiban menyetorkannya ke
Bank Persepsi /Kantor Pos dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
dimana mereka terdaftar sebagai Wajib Pajak. Adapun PT. Rimba Segara Lines
hanya menerima Bukti Potong PPh Final dari masing-masing pemberi hasil yang
dapat dijadikan sebagai bukti atas pelunasan kewajiban pajak penghasilannya.
Sedangkan Pajak Penghasilan atas pendapatan beda kurs sebesar
Rp.3.389.336,25 merupakan jenis Pajak Penghasilan Perusahaan Pasal 29 yang
harus dicatat oleh PT. Rimba Segara Lines sebagai kewajiban pajak pada
perkiraan Hutang Pajak Yang Masih Harus Dibayar dimana harus disetorkan dan
dilaporkan sendiri.
D. Analisa terhadap faktor yang menyebabkan kesukaran perhitungan
Penghasilan Kena Pajak Netto pada PT. Rimba Segara Lines
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan
besarnya pajak penghasilan yang terutang. Pada umumnya Penghasilan Kena
Pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan dengan biaya-biaya yang
terjadi sebagaimana yang dimaksud di dalam UU Perpajakan.
Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan diberikan wewenang khusus
untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus bagi perusahaan pelayaran guna
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Netto.
78
Sesuai dengan penjelasan Pasal 15 UU PPh No. 17 Tahun 2000 dikatakan
bahwa yang demikian itu dilakukan untuk menghindari kesukaran dalam
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak serta berdasarkan pertimbangan
praktis.
Dari hasil penelitian penulis di PT. Rimba Segara Lines ditemukan bahwa
kesukaran sebagaimana dimaksud terletak pada menentukan besarnya komponen
biaya. Hal ini dapat dilihat dari faktor-faktor karakteristik komponen biaya
sebagai berikut :
1. Beban Eksploitasi yang sangat dominan dibandingkan dengan biaya lainnya.
Dalam uraian terdahulu telah diperlihatkan bahwa beban ekploitasi yang
merupakan biaya operasional kapal mencapai 93,96% dari seluruh beban
usaha. Selain daripada itu telah diuraikan pula bahwa kapal tidak pernah idle
dalam mengangkut komoditi milik penyewa, hal ini menunjukan posisi kapal
yang selalu berpindah-pindah melakukan pelayaran (voyage) dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lainnya bahkan sampai keluar negeri. Dengan
demikian jelas terlihat factor kesulitan tersendiri dalam mengumpulkan
informasi maupun laporan biaya-biaya secara akurat dan cepat atas armada
kapal.
2. Kesukaran di dalam melakukan stock opname persediaan.
Di dalam Bab. III telah diinformasikan bahwa total persediaan per 31
Desember 2006 sebesar Rp.2.169.931.332,80 meliputi bahan bakar kapal dan
lubricant oil yang semuanya terdapat di atas kapal. Persediaan tersebut
79
berkaitan dengan biaya Bunker/Lub. Oil/Water sebesar Rp.35.503.896.541,20
atau sebesar 50,63% dari beban eksploitasi dan sebesar 47,57% dibandingkan
seluruh biaya usaha. Dengan demikian terlihat bahwa biaya tersebut sangat
besar dan material diantara pos-pos biaya lainnya, tetapi dengan tingkat
aktivitas pelayaran (voyage) yang tinggi sehingga sangat menyulitkan di
dalam melakukan stock opname atas persediaan yang ada di atas kapal.
3. Adanya biaya-biaya dibayar dimuka yang masih harus dipertanggungjawabkan oleh para agen yang ditunjuk.
Dengan adanya biaya dibayar dimuka yang belum dipertanggungjawabkan,
dimana sebenarnya biaya tersebut telah terjadi di lapangan sementara itu
perusahaan harus menghitung penghasilan kena pajak. Hal ini mempengaruhi
tingkat keakuratan di dalam memperhitungkan penghasilan kena pajak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa dan pembahasan serta penelitian pada PT. Rimba Segara
Lines maka penulis berkesimpulan bahwa :
1. Perlakuan akuntansi terhadap pemungutan PPh Final atas jasa pelayaran
(freight) yang dilakukan oleh penyewa kapal yaitu dengan menampungnya ke
dalam perkiraan Biaya Pajak Final. Adapun jurnal tersebut dicatat dalam
jurnal memorial setelah menerima pembayaran melalui transfer via bank.
2. Perhitungan penghasilan kena pajak dengan menggunakan metode Norma
Penghitungan Khusus bagi perusahaan pelayaran dalam negeri adalah dengan
melakukan perkalian antara Tarif Pajak Final yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dengan Penghasilan Bruto Perusahaan.
3. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kesukaran didalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak Netto terletak pada karakteristik komponen biaya
yang terjadi, meliputi :
a. Beban Eksploitasi yang sangat dominan dibandingkan dengan biaya
lainnya.
b. Kesukaran di dalam melakukan stock opname persediaan.
80
81
c. Adanya biaya-biaya dibayar dimuka yang masih harus dipertanggungjawabkan oleh para agen yang ditunjuk.
A. Saran - saran
Sedangkan saran-saran yang dapat penulis ajukan adalah :
1. Di dalam penerimaan pembayaran hendaknya lebih diteliti lagi mengenai
adanya demurrage dan despatch, karena pada kenyataannya ketika dilakukan
pembayaran kedua unsur pendapatan tersebut selalu di net-off oleh pengguna
jasa.
2. Mengingat sebagian besar armada kapal dengan biaya penyusutan nihil atau
dengan kata lain dengan nilai sisa buku nihil, maka sangat dapat diharapkan
PT. Rimba Segara Lines dapat meningkatkan perolehan labanya melalui
kinerja yang lebih baik.
3. Untuk lebih meningkatkan efektivitas serta netralitas fungsi pengawasan
melalui Internal Kontrol, maka sebaiknya Bagian Internal Kontrol berada
langsung di bawah instruksi Direktur Utama.
Daftar Pustaka
Gunadi. 2002. Ketentuan Perhitungan & Pelunasan Pajak Penghasilan, Edisi
Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Gunadi. 2002. Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan, Edisi Pertama, Salemba Empat,
Jakarta.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia. 1999. Solusi Perpajakan Terlengkap (Tanya
Jawab dan Ilustrasi), Cetakan Pertama, Majalah Berita Pajak, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan, Edisi Revisi 1 April
2002, Salemba Empat, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Edisi Revisi 1
September 2007, Salemba Empat, Jakarta.
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. 2007. The Indonesian Tax in Brief, Koperasi
Pegawai, Jakarta.
Mohammad Zain. 2007. Manajemen Perpajakan, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta.
R.P. Suyono. 2005. Shipping, Edisi 3, Penerbit PPM, Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Pajak
Penghasilan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Pajak
Penghasilan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum Perpajakan.
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No.17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara.
Sophar Lumbantoruan. 2005. Akuntansi Pajak, Cetakan ketujuh, PT Grasindo,
Jakarta.
Siti Resmi. 2005. Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 2 Salemba Empat, Jakarta.
Sofware Pajak : EXAC Library Compendium, Enterprise Edition
PT.Softindo, Jakarta.
Website Internet http://www.pajak.go.id
==========//\\==========
Pembuat:
Daftar Riwayat Hidup
Nama
:
Bambang Supriyadi.
Tempat, tanggal lahir
:
Jakarta, 06 Agustus 1964.
Agama
:
I s l a m.
Status
:
Menikah.
Nama Ayah
:
Maharuddin.
Nama Ibu
: Musinah Afifa.
Riwayat Pendidikan
:
Pendidikan terakhir di Akademi Akuntansi
Veteran, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran, Jakarta. Tamat tahun 1986.
Riwayat Pekerjaan
:
1. Kepala Bagian Akuntansi pada Bank Anrico tahun 1987-1989.
2. Kepala Seksi Akuntansi pada Bank Harapan Santosa tahun 1989-1991.
3. Kepala Operasional Bank pada Bank Harapan Santosa tahun 1991-1997.
4. Finance and Tax Manager pada PT. Sago Transindo tahun 1998-1999.
5. Assistant Tax Service Manager pada PT. Bank Mega Tbk. tahun 1999 sampai
sekarang.
Lain – lain :
1. Sebagai Trainer Operasional dan Akuntansi Perbankan pada PT. Bank Mega
Tbk. Tahun 1999 – 2001.
2. Sebagai Trainer Perpajakan Mega Training Centre pada PT. Bank Mega Tbk.
Tahun 2001 sampai sekarang.
3. Membuat dan merancang system perpajakan all taxes pada PT. Bank Mega
Tbk. Yang dipergunakan melalui website internal.
4. Membuat dan merancang system kontroll dan system rekonsiliasi perpajakan
pada PT. Bank Mega Tbk, dengan Microsoft Access.
Cita-cita : Ingin menyumbangkan pengalaman sebagai bakti kepada Negara ini
dengan menjadi dosen.
Motto
: Skill and Professional..
==========//\\==========
Download