EVALUASI PEMUNGUTAN PPH FINAL PERUSAHAAN PELAYARAN PADA PT. RIMBA SEGARA LINES SKRIPSI Program Studi Akuntansi N a m a : BAMBANG SUPRIYADI N I M : 43206110009 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008 EVALUASI PEMUNGUTAN PPH FINAL PERUSAHAAN PELAYARAN PADA PT. RIMBA SEGARA LINES SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Akuntansi N a m a : BAMBANG SUPRIYADI N I M : 43206110009 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008 i LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Nama : Bambang Supriyadi. N I M : 43206110009. Program Studi : Akuntansi/S1 Judul Skripsi : Evaluasi Pemungutan PPh Final Perusahaan – Pelayaran Pada PT. Rimba Segara Lines. Tanggal Ujian Skripsi : 11 April 2008. Disahkan Oleh : Pembimbing, (Yudhi Herliansyah SE, Ak, MSi) Tanggal : Dekan, Ketua Jurusan Akuntansi, (Drs. Hadri Mulya, MSi) (Sabaruddin Muslim SE, MSi) Tanggal : Tanggal : ii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Alloh swt yang hanya kepadaNya penulis selalu mohon pertolongan dan kekuatan atas segala urusan dunia maupun akhirat. Dengan berkah daripadaNya pula penulis telah mampu menyelesaikan tulisan skripsi ini ditengahtengah kesibukan sebagai karyawan. Adapun penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1). Penulis mengharapkan tulisan ini memberikan manfaat serta masukan ke berbagai pihak yang membutuhkannya, terutama kepada perusahaan yang menjadi objek penelitian. Tulisan ini tentu saja tidak dapat diselesaikan tanpa dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Kedua orang tua yaitu Bpk. H. Maharuddin serta ibunda Hj. Musinah Afifa atas dorongan dan motivasi beliau kepada penulis agar segera dapat menuntaskan jenjang Program Pendidikan Sarjana (S1). 2. Keluarga yaitu istri Sri Murdiningsih serta anak-anakku tercinta Iva, Alfin dan Fira yang penuh kesabaran dan pengertian perihal waktu penulis yang tersita. 3. PT. Rimba Segara Lines khususnya Kepala Urusan Bidang Akuntansi dan Pajak yaitu Bapak Agus Saputra yang telah memberikan banyak informasi, sehingga mempermudah penulis dalam menyusun skripsi ini. 4. Dekan yaitu Bapak Drs. Hadi Mulya, Msi yang telah memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk dapat membuat suatu tulisan yang bersifat ilmiah. iii 5. Dosen pembimbing yaitu Bapak Yudhi Herliansyah SE. Ak, Msi yang telah bersedia memberikan ilmu serta meluangkan waktunya untuk selesainya tulisan ini. 6. Ketua Jurusan Akuntansi yaitu Bapak Sabaruddin SE, Msi atas dorongan serta perhatiannya kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada rekan-rekan mahasiswa Universitas Mercu Buana yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. Jakarta, 02 April 2008. Penulis. iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI …………………………………….. ii KATA PENGANTAR ……………………………………………………... iii DAFTAR ISI ……………………………………………………………..… v DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..… viii BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………….... 1 A. Latar Belakang ……………………………………………….. 1 B. Perumusan Masalah ………………………………………….. 6 C. Tujuan Penelitian …………………………………………….. 7 D. Kegunaan Penelitian …………………………………………. 7 BAB II. LANDASAN TEORITIS ……………………………………....... 9 A. Pengertian Pajak ……………………………………………… 9 B. Fungsi Pajak Dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara … 9 C. Jenis Pajak …………………………………………………….. 12 1. Menurut Golongannya …………………………………….. 12 2. Menurut Sifatnya ………………………………………….. 12 3. Menurut Lembaga Pemungutnya …………………………. 13 D. Tarif Pajak ……………………………………………………... 13 1. Tarif Tetap ………………………………………………….. 14 2. Tarif Proporsional ………………………………………….. 14 3. Tarif Progresif ……………………………………….……… 14 4. Tarif Degresif ………………………………………………. 15 v E. Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak ………………… 16 1. Official Assesment System ………………………………… 16 2. Self Assesment System …………………………………….. 16 3. Withholding System ……………………………………….. 16 F. Pelunasan Pemotongan dan Pemungutan Final ...................... 17 G. Metode Akuntansi Perpajakan .................................................. 17 H. Stelsel Pengakuan Penghasilan dan Biaya ................................ 19 I. Tahun Buku ……………………………………………………. 22 J. Metode Penilaian Persediaan …………………………………. 24 K. Metode Penyusutan ..................................................................... 25 L. Peraturan Perpajakan Pada Perusahaan Pelayaran ............... 27 M. Ruang Lingkup KegiatanPerusahaan Pelayaran ..................... 27 N. Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto .................... 29 1. Penghasilan Bruto .................................................................. 29 2. Menghitung Penghasilan Netto ............................................. 30 3. Menghitung PPh Final Atas Jasa Perusahaan Pelayaran ... 30 O. Tata Cara Pelunasan dan Pemotongan PPh Jasa Pelayaran .. 30 P. Sanksi Tidak Memungut/Memotong PPh Final ...................... 32 Q. Angsuran PPh Pasal 25 Atas Perusahaan Pelayaran .............. 35 R. Pencatatan Atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran ............. 35 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….. 37 A. Gambaran Umum …………………………………………….. 37 1. Sejarah Singkat Perusahaan …………………………….… 37 2. Struktur Organisasi ……………………………………….. 39 3. Kebijakan Akuntansi Perusahaan ………………………… 41 vi 4. Kegiatan Usaha Perusahaan ………………………………. 44 B. Metode Penelitian ………………………………………………. 51 C. Definisi Operasional Variabel …………………………………. 53 D. Metode Pengumpulan Data ……………………………………. 56 E. Metode Analisa Data …………………………………………… 57 BAB IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………… 58 A. Perlakuan akuntansi atas penghasilan dan PPh Final ………. 58 B. Perlakuan Akuntansi atas beban maupun biaya …………….. 69 C. Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Final …….. 71 D. Cara Perhitungan PPh Final Perusahaan ……………………. 76 E. Analisa faktor kesukaran Penghasilan Kena Pajak Netto ……. 77 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 80 A. Kesimpulan ……………………………………………………… 80 B. Saran – saran ……………………………………………………. 81 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN - LAMPIRAN =========//\\========= vii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman I. Laporan Keuangan Audited ………………………………………… II. Jurnal dan Transaksi : 1–3 a. Jurnal Freight KM. Rimba Lima ……………………………….. 1 – 9 b. Debit Note KM. Rimba Lima …………………………………… 2 – 9 c. Jurnal Freight KM. Rimba Satu ………………………………... 3–9 d. Debit Note KM. Rimba Satu …………………………………..… 4 – 9 e. Jurnal Freight KM. Rimba Tiga ………………………………... 5–9 f. Debit Note KM. Rimba Satu …………………………………..… 6–9 g. Jurnal Freight KM. Rimba Tujuh ……………………………… 7 – 9 h. Debit Note KM. Rimba Tujuh ………………………………….. 8–9 i. Debit Note Transaksi Demmurage / Despatch …………………. 9–9 III. Realisasi Laba (Rugi) Eksploitasi KM. Rimba ……………………. 1 – 1 viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan iuran kepada negara. Sebuah iuran yang wajar, mengingat negara dan mereka yang membayar iuran sesungguhnya saling membutuhkan. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak yang disetor kepada negara itu digunakan untuk menjalankan berbagai kewajiban negara, seperti pelayanan publik, menjaga pertahan dan keamanan, serta menyelenggarakan pemerintahan yang baik. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Indonesia hingga saat ini merupakan penyumbang terbesar di dalam membiayai anggaran dan belanja negara (APBN). Tercatat sampai dengan akhir bulan Oktober 2007, penerimaan pajak mencapai 76,8% atau senilai Rp.377,8 triliun dari target yang dipatok dalam APBN-P 2007 sebesar Rp.492 triliun.(sumber http://www.pajak.go.id: tgl.18 November 2007). Penerimaan negara dari sektor pajak telah menempati suatu posisi yang sangat strategis bagi keuangan negara, sehingga pemungutan maupun pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A perubahan ketiga, yang berbunyi : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Hal demikian juga tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Pasal 8 yang berbunyi : 1 2 “ Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : ...... h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.” Untuk dapat mewujudkan keteraturan dan kepastian hukum yang memenuhi rasa keadilan dan kesamaan maka sistem pemajakan beserta ketentuan-ketentuan perpajakan harus selalu ditinjau dan disempurnakan. Indonesia telah melakukan beberapa kali reformasi (pembaruan) di bidang perpajakan, yaitu : 1. Reformasi Perpajakan Tahun 1983. Undang-Undang yang dikeluarkan dalam reformasi perpajakan tahun 1983 adalah : a. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; b. UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; c. UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; d. UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan; e. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. 2. Reformasi Perpajakan Tahun 1994. Dalam tahun 1991, terdapat revisi kecil atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan terutama menyangkut perluasan pengecualian pemajakan atas deviden. Selanjutnya perubahan undang-undang yang termasuk dalam reformasi perpajakan tahun 1994 adalah: 3 a. UU Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Pertama UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; b. UU Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; c. UU Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Pertama UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; d. UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan; 3. Reformasi Perpajakan Tahun 1997. Beberapa undang-undang yang dihasilkan dalam reformasi perpajakan tahun 1997 adalah sebagai berikut : a. UU Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak; b. UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah; c. UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (sebagai pengganti UU Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa); d. UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 4. Reformasi Perpajakan Tahun 2000. Berikut ini merupakan produk-produk perubahan peraturan pada reformasi perpajakan Tahun 2000 : 4 a. UU Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; b. UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; c. UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; d. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa; e. UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh seseorang atau badan usaha dalam Tahun Pajak. Pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan ada yang dikenakan tarif pajak yang bersifat masa (PPh Masa) maupun bersifat final (PPh Final). Pajak Penghasilan yang bersifat masa merupakan pembayaran angsuran pajak setiap bulan yang dilakukan oleh wajib pajak, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan melalui : 1. Pemotongan pajak oleh pihak lain dalam hal wajib pajak memperoleh penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan. Sebagaimana PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23. 2. Pembayaran oleh wajib pajak sendiri, seperti PPh Pasal 25. 5 PPh Masa tersebut di atas merupakan kredit pajak dalam hal menghitung Pajak Penghasilan Tahunan. Pembayaran tahunan dilakukan apabila jumlah pajak yang terhutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari jumlah kredit pajaknya, pajak dibayar dimuka (prepaid tax). Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan, Pemerintah diberi wewenang menerbitkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilanpenghasilan tertentu secara final. Diantara penghasilan yang dikenai PPh Final adalah jasa pengangkutan orang dan/atau barang bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri. Pengertian pajak penghasilan yang bersifat final menurut Gunadi (2002:58) dalam Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan sebagai berikut : Dalam sistem pemajakan agar sederhana pengenaan pajak dilakukan dengan pemotongan pada sumbernya, berdasar penghasilan bruto (gross base), dengan tarif sepadan (flate rate) dan bersifat final.. Gross base artinya bahwa pajak dihitung berdasar penerimaan bruto tanpa memperhatikan jumlah biaya dan keadaan diri pembayar pajak. Tarif sepadan dimaksudkan untuk mengimplementasikan prinsip pengenaan pajak sama rata kepada semua Wajib Pajak. Sedangkan final (rampung) bertujuan untuk menyederhanakan pengenaan pajak dengan memperlakukan pembayaran pajak tersebut sebagai pelunasan rampung kewajiban pajak atas objek pajak tersebut tidak ada kewajiban tambahan lainnya lagi. Karakteristik penghasilan tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan Final adalah : 1. Penghasilan yang dikenai PPh Final tidak perlu digabung dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan. 6 2. Jumlah PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat menjadi kredit pajak. 3. Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan. Perusahaan pelayaran di dalam menentukan penghasilan kena pajak telah ditetapkan oleh Pemerintah dengan menggunakan norma penghitungan khusus. Ketetapan ini dilakukan menurut penjelasan Pasal 15 UU No.10 Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan karena adanya kesukaran dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak netto bagi perusahaan pelayaran, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang usaha tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisa implementasi atas pemotongan maupun pemungutan pajak penghasilan atas jasa yang bersifat final beserta kebijakan pembukuan berkaitan dengan norma penghitungan khusus pada perusahaan pelayaran dalam negeri. Sehingga penulis menyajikan penelitian ini dengan judul “EVALUASI PEMUNGUTAN PPH FINAL PERUSAHAAN PELAYARAN PADA PT. RIMBA SEGARA LINES”. A. Perumusan Masalah Dengan terdapatnya masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis melakukan perumusan permasalahan tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap pemungutan PPh Final atas jasa perusahaan pelayaran ? 7 2. Bagaimana cara penghitungan penghasilan kena pajak pada perusahaan pelayaran berkaitan dengan penerapan norma penghitungan khusus? 3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesukaran pada perusahaan pelayaran didalam menghitung penghasilan kena pajak netto? B. Tujuan Penelitian Tujuan penulis melakukan penelitian atas PPh Final pada perusahaan pelayaran beserta implementasinya adalah : 1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi terhadap pemungutan PPh Final atas jasa perusahaan pelayaran. 2. Untuk mengetahui penerapan norma penghitungan khusus terhadap penghitungan penghasilan kena pajak pada perusahaan pelayaran. 3. Untuk mengetahui serta menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan kesukaran pada perusahaan pelayaran didalam menghitung penghasilan kena pajak netto. C. Kegunaan Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, diantaranya : 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan keilmuan, teori dan konsep serta aplikasi di bidang akuntansi dan perpajakan. 2. Bagi Perusahaan 8 Dapat dijadikan sebagai pedoman maupun masukkan dalam perlakuan akuntansi atas jasa perusahaan pelayaran dan menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan kesukaran didalam menghitung penghasilan kena pajak netto. 3. Bagi Pembaca Untuk kalangan yang dalam kegiatannya berkaitan dengan jasa perusahaan pelayaran dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan seperti : Auditor yang hendak melakukan pemeriksaan perusahaan pelayaran atau mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dengan obyek yang sama. BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Pajak Definisi pajak menurut Andriani dalam The Indonesian Tax in Brief (2007:1): Pajak adalah iuran kepada negara berdasarkan Undang-Undang yang terhutang oleh yang wajib membayarnya, yang penagihannya dapat dipaksakan dan tidak mendapatkan imbalan langsung yang dapat ditunjuk bagi pembayarnya, serta gunanya untuk biaya umum menjalankan roda pemerintahan dan melaksanakan pembangunan nasional berkesinambungan. Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah. 4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah Berdasarkan pada definisi pajak beserta kesimpulannya, maka dapat dipahami bahwa pemungutan dalam bentuk apapun yang tidak didasarkan undang-undang tidak dapat disebut pajak. B. Fungsi Pajak dalam Kehidupan Negara dan Masyarakat Pembayaran pajak umumnya dipandang sebagai suatu kewajiban satu arah kepada negara, sebab ciri khas pajak adalah dapat dipaksakan kepada masyarakat, tanpa masyarakat memperoleh imbal balik secara langsung. 9 10 Hal ini mengakibatkan pajak hanya dianggap sebagai beban semata. Jika diteliti lebih jauh, pajak yang telah diterima negara juga menjadi hak masyarakat. Artinya, masyarakat memperoleh kembali pajak itu tanpa terkecuali dalam bentuk lain, yakni melalui penyediaan berbagai barang dan jasa publik. Pajak dalam The Indonesian Tax in Brief (2007:71) memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat, yaitu : 1. Fungsi budgeter Rencana penyediaan dana dan barang serta jasa publik, terangkum dalam APBN. Oleh karena penyediaan dana ini menyangkut budgeter, pelaksanaannya harus dibahas lebih dulu oleh pemerintah dengan DPR, kemudian disetujui DPR. Struktur penerimaan dalam APBN bersumber dari : (1) Penerimaan perpajakan, dan; (2) Penerimaan bukan pajak. Dengan demikian terlihat bahwa pajak memiliki fungsi budgeter, yaitu sebagai sumber penerimaan negara bagi APBN untuk membiayai tugas-tugas negara. 2. Fungsi regulerend Pajak mempunyai fungsi regulerend, yang berarti ikut serta dalam proses kebijakan nasional dalam berbagai aspek kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan sesuai tujuan yang diharapkan pemerintah. Misalnya untuk membangun dan mengembangkan suatu kawasan tertentu, dibutuhkan insentif di bidang perpajakan, sehingga investor mau mengucurkan investasinya. Atau untuk mendorong kegiatan ekspor, diberikan kemudahan atau keringanan pajak, sehingga mendorong dunia usaha melakukan ekspor. 11 3. Fungsi distribusi Fungsi distribusi ini dibagi dua: berdasarkan sektor dan wilayah. Fungsi distribusi berdasarkan sektor dijalankan oleh instansi pemerintah sesuai dengan tugas pokoknya. Misalnya, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, keamanan, dan lainnya. Sedangkan fungsi distribusi berdasarkan wilayah, dilakukan melalui pembagian anggaran belanja untuk masing-masing daerah. Distribusi ini dilakukan melalui dana perimbangan, dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus; juga lewat dana otonomi khusus dan penyeimbang. 4. Fungsi demokrasi Pajak merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi dalam suatu negara. Pajak berasal dari masyarakat, yaitu dibayar masyarakat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pajak juga dibuat oleh rakyat melalui wakilnya di DPR dalam bentuk Undang-Undang Perpajakan. Pada akhirnya, pajak yang dipungut tersebut digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat melalui penyediaan barang dan jasa publik yang dibutuhkan masyarakat. Jelaslah bahwa pajak sesuai dengan fungsinya merupakan faktor yang sangat strategis bagi kelangsungan roda kepemerintahan maupun kehidupan suatu negara, sehingga hal demikian mendatangkan suatu kesadaran bagi masyarakat untuk membayar pajak. 12 A. Jenis Pajak Pajak dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya, dimana menurut Siti dalam Perpajakan Teori dan Kasus (2005:6) menjadi tiga, yaitu : 1. Menurut Golongannya Pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai yang dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen. 2. Menurut Sifatnya Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Pajak Subyektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak. Contoh: Pengenaan Pajak Penghasilan untuk orang pribadi dengan memperhatikan keadaan pribadinya sepeerti; status perkawinan, banyaknya anak dan tanggungan lainnya. b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada obyeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak maupun tempat tinggal. 13 Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. 1) Contoh Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi): Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya. 2) Contoh Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya): Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas Reklame, Pajak Anjing dan lain-lain. B. Tarif Pajak Dalam rangka memenuhi rasa keadilan bagi Wajib Pajak maupun penerapan tariff pajak yang sesuai dengan kemampuan rata-rata berdasarkan sumber penghasilan maupun kegiatan usahanya, maka pemerintah mengimplementasikan tariff pajak yang berbeda-beda. 14 Menurut Siti dalam Perpajakan Teori dan Kasus (2005:13) jenis tarif pajak dibedakan menjadi : 1. Tarif Tetap Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapapun besarnya dasar pengenaan pajak. Tarif tetap diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk berapapun jumlahnya dikenakan pajak Rp.3.000,2. Tarif Proporsional (sebanding) Tarif proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikkan yang proporsional atau sebanding. Tarif proporsional diterapkan pada Pajak Pertambahan Nilai (tarif 10%), Pajak Penghasilan Pasal 26 (tarif 20%), dan lain-lain. 3. Tarif Progresif (meningkat) Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Tarif Progresif-Proporsional, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap. Contoh : 15 No Dasar Pengenaan Pajak 1 Sampai dengan Rp.10.000.000,2 3 Di atas Rp.10.000.000,- s/d Rp.25.000.000,Di atas Rp.25.000.000,- Tarif Pajak Kenaikan % Tarif 15% - 25% 35% 10% 10% b. Tarif Progresif-Progresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut juga semakin meningkat. Contoh : No Dasar Pengenaan Pajak 1 Sampai dengan Rp.50.000.000,2 3 Di atas Rp.50.000.000,- s/d Rp.100.000.000,Di atas Rp.100.000.000,- Tarif Pajak Kenaikan % Tarif 10% - 15% 30% 5% 15% c. Tarif Progresif-Degresif, merupakan tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut semakin menurun Contoh : No Dasar Pengenaan Pajak 1 Rp.50.000.000,2 Rp.100.000.000,3 Rp.200.000.000,- Tarif Pajak 10% 15% 18% Kenaikan % Tarif 5% 3% 4. Tarif Degresif (menurun) Tarif degresif atau menurun adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Contoh : 16 No Dasar Pengenaan Pajak 1 Rp.50.000.000,2 Rp.100.000.000,3 Rp.200.000.000,- Tarif Pajak 30% 20% 10% A. Sistem Pemotongan dan Pemungutan Pajak Pemotongan dan pemungutan pajak oleh pemberi hasil dengan mengurangi (memotong) pembayaran atau menambah (memungut) pembayaran dan kemudian menyetorkan ke Kas Negara, secara universal diakui sebagai salah satu upaya melibatkan aktif masyarakat (pemotong dan pemungut) dalam sistem pemungutan pajak yang paling efektif dan murah untuk mengumpulkan Pajak Penghasilan. Pada dasarnya tiap pembayaran dapat dijadikan sasaran pemotongan/pemungutan, karena pembayaran pada umumnya mempunyai karakter atau berpotensi sebagai penghasilan. Baik itu merupakan penghasilan usaha (laba) maupun penghasilan bukan usaha (non business income). Dalam The Indonesian Tax in Brief (2007) memotong atau memungut pajak dikenal beberapa sistem, yaitu : 1. Official Assesment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. 2. Self Assesment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. 17 3. Withholding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak yang berlaku. B. Pelunasan Pemotongan dan Pemungutan Final Pengenaan pajak bersifat final artinya bahwa pajak penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun. Dengan demikian penghasilan yang sudah dikenai pajak bersifat final tersebut tidak perlu ditambahkan dengan penghasilan lainnya dalam menentukan total penghasilan kena pajak diakhir tahun. C. Metode Akuntansi Perpajakan Sesuai dengan Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan No. 16 Tahun 2000 pembukuan didefinisikan sebagai berikut : Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 18 Pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 26. Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Secara umum di dalam PSAK No.1 paragraf 05 mengungkapkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusankeputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak badan. Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku-buku, catatan- 19 catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas daluwarsa penetapan pajak. D. Stelsel Pengakuan Penghasilan dan Biaya Di dalam PSAK mengatur bahwa pengakuan penghasilan dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan kenaikkan asset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Demikian pula dalam hal pengakuan beban dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan asset atau kenaikkan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan No. 16 Tahun 2000 mengatur penyelenggaraan pembukuan untuk keperluan perpajakan dengan ketentuan bahwa pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan : 1. Stelsel pengakuan penghasilan; 2. Tahun buku; 3. Metode penilaian persediaan; 4. Metode penyusutan dan amortisasi 20 Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar tunai dalam suatu periode tertentu. Pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut : 1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan. 2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. 3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran. 21 Di dalam penyusunan pelaporan dan penghitungan pajak yang terutang dikenal adanya penggunaan konsep waktu yang berbeda (time of difference), melalui konsep waktu yang berbeda ini dapat diketahui bahwa penggunaan metode stelsel kas (the cash method) dibandingkan dengan stelsel akrual (the accrual method) akan menghasilkan besarnya penghasilan terutang pajak yang berbeda. Hal demikian berdampak pula terhadap besaran pajak yang terutang, terlebih lagi jika terdapat perubahan tarif pajak antar tahun pajak atau perubahan lapisan penghasilan kena pajak. Perbedaan penafsiran mengenai kepastian periode dari suatu pembayaran dimuka atas sewa, bunga dan asuransi dapat terjadi, terutama bagi wajib pajak yang menggunakan stelsel kas sebagai dasar pembukuannya. Pada umumnya pembayaran dimuka semacam itu dialokasikan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati untuk masa pembayaran tersebut. Beban yang dibayar dimuka untuk barang-barang dan jasa dapat diakui sebagai biaya pada tahun diterimanya barang-barang dan jasa tersebut, sedangkan pengeluaran dalam rangka pembelian aktiva tetap seperti mesin-mesin dan peralatan lainnya harus dikapitalisasi dan kemudian dilakukan penyusutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Stelsel campuran yang terdapat pada penjelasan pasal 28 ayat (5) dimaksudkan untuk mencegah terdapatnya pergeseran laba (profit shifting) akibat penggunaan stelsel kas. Secara umum aturannya adalah walaupun penghasilan secara aktual belum diterima, tetapi sesungguhnya secara konstruktif telah 22 diterima oleh wajib pajak dan juga sudah disisihkan dalam tahun pajak tersebut dengan dapat diambilnya barang tersebut setiap waktu. E. Tahun Buku Pada Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan No. 16 Tahun 2000 mengatur sebagai berikut: Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan di dalam penjelasannya dikatakan: Pada dasarnya metodemetode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan tahuntahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan dan sebagainya. Namun demikian, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibatakibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut. Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri. Misalnya dalam metode pengakuan biaya yang 23 berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu. Contoh : Wajib Pajak dalam tahun 2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method. Dalam tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method. Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003 dengan menyebutkan alasanalasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan tersebut. Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak, oleh karena itu perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Tahun Pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun kalender) kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, maka penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) enam bulan pertama atau lebih. Contoh : a. Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2002. b. Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2003. 24 F. Metode Penilaian Persediaan Metode penilaian persediaan ini diatur dalam Pasal 10 ayat (6) UU PPh No. 10 Tahun 1994 sebagai berikut : Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Di dalam penjelasannya dikatakan : Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Ketentuan pada ayat ini mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama ("first-in first-out atau disingkat FIFO"). Hal demikian juga diatur oleh PSAK No 14 paragraf 20 bahwa biaya persediaan harus dihitung menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weighted average cost method), atau masuk terakhir keluar pertama (MTKP ata LIFO). Sesuai dengan kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas. Contoh : 1. Persediaan Awal 2. Pembelian 3. Pembelian 4. Penjualan/dipakai 5. Penjualan/dipakai 100 satuan 100 satuan 100 satuan 100 satuan 100 satuan @ Rp 9,00 @ Rp 12,00 @ Rp 11,25 25 Penghitungan harga pokok dan nilai persediaan dengan menggunakan cara ratarata misalnya sebagai berikut : No. Didapat Dipakai 1. 2. 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,3. 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,4. 100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075,5. 100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075,- Sisa/Persediaan 100s @Rp 9,00 = Rp 900,200s @Rp. 10,50 = Rp. 2.100,300s @Rp.10,75 = Rp. 3.225,200s @Rp. 10,75 = Rp. 2.150,100s @Rp. 10,75 = Rp. 1.075,- Penghitungan harga pokok penjualan dan nilai persediaan dengan menggunakan cara FIFO misalnya sebagai berikut : No. Didapat Dipakai 1. 2. 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,3. 100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,- 4. 100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,- 5. 100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,- Sisa/Persediaan 100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,100s @Rp.12,00 = Rp. 1.200,100s @Rp. 9,00 = Rp. 900,100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,100s @Rp. 12,00 = Rp. 1.200,100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,100s @Rp. 11,25 = Rp. 1.125,- Sekali Wajib Pajak memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok tersebut, maka untuk tahun-tahun selanjutnya harus digunakan cara yang sama. G. Metode Penyusutan Menurut PSAK No. 16 paragraf 65 bahwa berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode-metode tersebut antara lain metode garis lurus (straight line), metode saldo menurun (diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method). 26 Sistem penyusutan fiskal yang berlaku saat ini menggunakan Modified Accelerated Cost Recovery System (MACRS) yang terjemahan bebasnya dapat diartikan sebagai Modifikasi Sistem Pengembalian Biaya Dipercepat. Menurut Mohammad (2007:242) dalam Manajemen Perpajakan format sistem MACRS secara garis besar dilakukan sebagai berikut : 1. Harta berwujud/harta tidak berwujud perusahaan dibagi-bagi dalam kelompok bangunan dan bukan bangunan dan amortisasi. Kelompok bangunan dipisahkan lagi antara kelompok bangunan yang sifatnya permanen dan bangunan tidak permanen, sedangkan kelompok bukan bangunan dirinci lagi atas kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4. Harta tidak berwujud hanya dibagi atas empat kelompok saja, yaitu kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4. 2. Masing-masing kelompok harta berwujud tersebut ditetapkan pula masa manfaatnya, yaitu dimulai dengan masa manfaat 20 tahun untuk bangunan yang permanen dan 10 tahun untuk bangunan tidak permanen, sedangkan untuk yang bukan bangunan dan harta tidak berwujud masa manfaatnya ditetapkan 4 tahun (kelompok 1), 8 tahun (kelompok 2), 16 tahun (kelompok 3), dan 20 tahun (kelompok 4). 3. Wajib pajak dapat memilih, apakah akan menggunakan metode garis lurus atau saldo ganda menurun bergantung pada kebijakan perusahaan, dengan catatan tarifnyapun baik harta berwujud maupun harta tidak berwujud telah ditetapkan seperti terlihat pada tampilan berikut ini : 27 Tarif Penyusutan Tarif Penyusutan Kelompok Harta Garis Saldo Kelompok Garis Saldo Berwujud Lurus Ganda Harta Tidak Lurus Ganda Menurun Berwujud Bukan Bangunan Menurun Amortisasi Kelompok 1 25 % 50 % Kelompok 1 25 % 50 % Kelompok 2 12,5 % 25 % Kelompok 2 12,5 % 25 % Kelompok 3 6,25 % 12,5 % Kelompok 3 6,25 % 12,5 % Kelompok 4 5 % 10 % Kelompok 4 5 % 10 % Bangunan Permanen 5 % Tidak Permanen 10 % H. Peraturan Perpajakan Pada Perusahaan Pelayaran Guna lebih mendalami secara khusus kegiatan/usaha pokok (core business) perusahaan pelayaran dalam negeri dari aspek pajak penghasilannya yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka penulis berusaha menuangkannya dalam tulisan ini dengan mengambil serta meneliti seluruh peraturan perpajakan yang masih berlaku sampai dengan bulan Desember tahun 2007, dimulai dari undangundang perpajakan sampai dengan aturan pelaksanaannya. I. Ruang Lingkup Kegiatan Yang Menimbulkan Kewajiban Perpajakan Pada Perusahaan Pelayaran Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia 28 maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain. Sehingga yang menjadi obyek pajak penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari : 1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia. 2. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia. 3. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia. 4. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia. Pengangkutan barang antarpelabuhan laut di dalam negeri wajib diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional, penyelenggara angkutan laut khusus dan perusahaan pelayaran rakyat dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia. Adapun barang/muatan antarpelabuhan dalam negeri tersebut meliputi: 1. minyak dan gas bumi; 2. barang umum (general cargo); 3. batubara; 4. kayu dan olahan primer; 5. beras; 6. minyak kelapa sawit; 7. pupuk; 8. semen; 9. bahan galian tambang (bahan galian logam, bahan galian non logam, bahan galian golongan C); 29 10. biji-bijian lainnya (other grains); 11. muatan cair dan bahan kimia Iainnya; 12. bijian hasil pertanian; serta 13. sayur, buah-buahan dan ikan segar (fresh product); 14. penunjang kegiatan usaha hulu dan hilir minyak dan gas bumi; Pelaksanaan pengangkutan barang/muatan, antarpelabuhan laut dilakukan dengan cara.: 1. pengangkutan barang/muatan yang menggunakan peti kemas. 2. pengangkutan barang umum (general cargo) yang tidak menggunakan petikemas. J. Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto Sesuai dengan Pasal 15 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak tertentu, perlu ditetapkan Norma Penghitungan Khusus tentang penghasilan neto. Sehingga pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan menindaklanjuti dengan mengeluarkan keputusan No. 416/KMK.04/1996 Perihal: Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri. Di dalam keputusan Menteri Keuangan tersebut memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Peredaran Bruto 30 Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya. 2. Menghitung Penghasilan Neto Penghasilan neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari peredaran bruto. 3. Menghitung PPh Final Atas Jasa Perusahaan Pelayaran Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto, dan bersifat final. K. Tata Cara Pelunasan dan Pemotongan PPh Atas Perusahaan Pelayaran Pelunasan pajak penghasilan yang terutang atas jasa pelayaran dalam negeri dilakukan sebagai berikut : 1. Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib : a. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti; 31 b. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan. c. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan. 2. Jika penghasilan diperoleh selain dari perjanjian persewaan atau charter maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib : a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). b. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan. 3. Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya di luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal, pajak yang dibayar di luar negeri tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang dimana untuk masing-masing 32 negara setinggi-tingginya 1,2% (satu koma dua persen) dari penghasilan yang diterima atau diperolehnya diluar negeri tersebut. 4. Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan lainnya selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 1, 2 dan 3 di atas, maka atas penghasilan lainnya dikenakan PPh berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. L. Pengenaan Sanksi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Memungut/Memotong PPh Final Bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban memungut/memotong atau membayar PPh Final akan dikenakan sanksi sebagai berikut : 1. Sanksi bagi Pemungut/Pemotong Pajak. Pemungut/Pemotong PPh final berkewajiban untuk memungut/memotong, menyetor, dan melaporkan PPh yang terutang secara bulanan. Oleh karena itu Pemungut/Pemotong PPh final dapat dikenakan sanksi apabila : a. Wajib Pajak terlambat menyetor sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan (berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000). b. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp.50.000,(berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000). 33 c. Wajib Pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak atau kurang menyetor PPh final yang terutang namun menyampaikan laporan bulanan, sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selamalamanya dua puluh empat bulan (berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP No.9 Tahun 1994). d. Wajib Pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan tidak menyampaikan laporan bulanan walaupun telah ditegor, sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan (berdasarkan Pasal 13 ayat (3) UU KUP No.9 Tahun 1994). e. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh final yang seharusnya terutang lebih besar dari SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP No.16 Tahun 2000). 34 2. Sanksi bagi Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh finalnya dan wajib melaporkan secara bulanan. Contoh: golongan Wajib Pajak ini adalah perusahaan real estat, perusahaan persewaan tanah dan/atau bangunan, perusahaan pelayaran. Terhadap Wajib Pajak golongan ini dapat dikenakan sanksi dalam hal : a. Wajib Pajak terlambat membayar sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan (berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000). b. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan sehingga oleh Kantor Pelayanan Pajak diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp.50.000,(berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000). c. Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final bulanan diterbitkan STP (Surat Tagihan Pajak) untuk bulan yang bersangkutan dan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan (berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP No.16 Tahun 2000). d. Apabila dilakukan pemeriksaan ternyata kewajiban PPh final dalam satu tahun pajak kurang dibayar, diterbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan (berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP No.9 Tahun 1994). 35 e. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh final yang terutang lebih besar dari SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP No.16 Tahun 2000). M. Angsuran PPh Pasal 25 Atas Perusahaan Pelayaran Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 416/KMK.04/1996 pengenaan PPh yang bersifat final terhadap penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penghasilan penyewaan kapal diberlakukan mulai tahun pajak 1996, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal tidak lagi diwajibkan menyetor PPh Pasal 25 (angsuran PPh Badan). N. Perlakuan Pencatatan Atas Penghasilan Pada Perusahaan Pelayaran Oleh karena atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal telah dikenakan PPh yang bersifat final, maka : 36 1. dalam pembukuan Wajib Pajak, wajib dipisahkan penghasilan dan biaya yang berkenaan dengan pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penghasilan penyewaan kapal dari penghasilan dan biaya lainnya. 2. Biaya yang berkenaan dengan pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penghasilan penyewaan kapal tidak boleh dikurangkan dalam melakukan penghitungan penghasilan kena pajak. BAB. III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Fokus daripada penyusunan skripsi ini adalah mengevaluasi pemungutan PPh Final atas jasa pelayaran dan faktor-faktor penyebab kesulitan perhitungan penghasilan kena pajak (menurut penjelasan Pasal 15 UU PPh No.10 Tahun 1994 jo. UU PPh No. 17 tahun 2000) maka pada uraian Bab.III ini penulis merasa perlu menyajikan mekanisme pemungutan/perhitungan PPh maupun kegiatan usaha perusahaan secara lebih detail dan terperinci sehingga akan mempermudah di dalam menganalisa maupun mengambil suatu kesimpulan. Adapun data-data yang penulis ungkapkan maupun sajikan dalam skripsi ini merupakan kondisi dari laporan keuangan audited tahun 2006 pada Lampiran I, laporan operasional tahun 2006 serta wawancara dengan pejabat yang berwenang, sedangkan data-data yang tidak mendukung maksud tersebut di atas akan penulis abaikan. 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Rimba Segara Lines didirikan berdasarkan akte pendirian No. 59 tanggal 21 November 1974 yang dibuat dihadapan Eliza Pondaag, SH Notaris di Jakarta, telah mengalami perubahan yaitu dengan Akte No. 33 tanggal 14 April 1975 dan Akte No.33 tanggal 12 Maret 1976 yang dibuat dihadapan notaris yang sama. Akte tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.YA.5/174/24 tanggal 27 Maret 1976 dan telah diumumkan 37 38 dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 446, tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 48 tanggal 15 Juni 1976. Akte pendirian perusahaan beberapa kali mengalami perubahan antara lain : a. Akte Pernyataan Keputusan Rapat No. 14 tanggal 6 Desember 2000, yang dibuat dihadapan Budiono Widjaya, SH, Notaris di Jakarta yaitu mengenai Perubahan Anggaran Dasar Perseroan. Akte perubahan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-2859.HT.01.04.T.2001. Berita Negara R.I. No. 5214, tambahan Berita Negara R.I. No. 43 tanggal 28 Mei 2002. b. Akte Pernyataan Keputusan Rapat No. 24 tanggal 23 Mei 2002, yang dibuat dihadapan Budiono Widjaya, SH, Notaris di Jakarta, selanjutnya diadakan perubahan kembali dengan Akte Pernyataan Rapat No. 13 tanggal 24 Juli 2003 dengan notaris yang sama dan telah mendapatkan pesetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C.18861.HT.01.04.T.2004 telah diumumkan dalam Berita Negara R.I. No. 3291, tambahan Berita Negara R.I. No.26 tanggal 1 April 2005. c. Akte Pernyataan Keputusan Rapat No. 05 tanggal 21 Februari 2005 dan No. 02 tanggal 04 Juli 2005, yang dibuat dihadapan Budiono Widjaya, SH, Notaris di Jakarta yaitu mengenai Perubahan Anggaran Dasar Perseroan perihal Susunan Komisaris dan Direksi. Akte Perubahan tersebut telah didaftarkan dan dicatat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 28 Februari 2005 dan tanggal 13 Juli 2005. 39 Saham yang beredar berjumlah 1.750 lembar yang terdiri dari 200 lembar saham Seri A dan 1.550 lembar saham Seri B, maka komposisi pemegang saham per 31 Desember 2006 dapat diungkapkan dalam persentase (%) kepemilikan sebagai berikut : a. Yayasan Kesejahteraan Pegawai dan Pensiunan BPD Kaltim 30,40% b. PT. Hanurata Coy Ltd 23,20% c. PT. Bina Samaktha 12,40% d. PT. Firmansyah & Son’s 6,40% e. KOPKARBARA 4,80% f. Perorangan 22,80% 1. Struktur Organisasi Berdasarkan Akte pernyataan keputusan rapat No. 05 tanggal 21 Februari 2005 tentang penggantian Direktur Administrasi dan Keuangan serta Rapat Umum Tahunan Para Pemegang Saham pada tanggal 14 April 2005 dan dikuatkan dalam akte pernyataan rapat No. 02 tanggal 4 Juli 2005 dibuat oleh Notaris Budiono Widjaya, SH, notaris di Jakarta, maka kepengurusan serta struktur organisasi PT. Rimba Segara Lines secara lengkap sebagai berikut : a. Komisaris Utama : Tn. Sugiono. b. Komisaris : Tn. H.R. Susilo Museno, SH. c. Komisaris : Tn. Drs. Dahryl Irxan. d. Komisaris : Tn. H. Sukardi. e. Direktur Utama : Tn. Drs. Abdul Madjidhan. 40 f. Direktur Operasi : Tn. I. Komang Kotha. g. Direktur Administrasi/Keuangan : Tn. Imbar Sarwono SD. SE. Bagan Struktur Organisasi PT. Rimba Segara Lines KOMISARIS DIREKTUR UTAMA SEKRETARIS DIREKTUR OPERASI DIREKTUR ADM&KEUANGAN KEAGENAN/CBG PERUANGAN STU USAHA TERMINAL MARKETING ARMADA TEKNIKA NAUTIKA INT.KONTROL AKUNTING BENDAHARA UMUM R.TANGGA PERSONALIA LOGISTIK Sumber : Laporan Tahunan Operasional PT. Rimba Segara Lines (2006). 41 2. Kebijakan Akuntansi Perusahaan a. Penyajian Laporan Keuangan Laporan Keuangan disusun dengan menggunakan prinsip-prinsip praktek akuntansi yang berlaku umum, dan persyaratan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia dan disusun berdasarkan prinsip harga perolehan dan mengikuti prinsip kesinambungan (going concern) serta mengikuti konversi harga historis (historical cost). Dengan demikian dalam laporan keuangan PT. Rimba Segara Lines tidak memperhatikan perubahan pada nilai uang maupun nilai sekarang (current valuation) dari aktiva-aktiva tidak lancar milik perusahaan. b. Persediaan Persediaan dicatat dengan biaya perolehan dan ditentukan dengan menggunakan harga perolehan terakhir. Tercatat bahwa total persediaan per 31 Desember 2006 adalah sebesar Rp.2.169.931.332,80. Persediaan tersebut meliputi bahan bakar kapal dan lubricant oil yang terdapat pada masing-masing kapal, hal ini untuk mempermudah apabila setiap saat kapal-kapal membutuhkannya. Adapun jenis-jenis barang persediaan pada masing-masing kapal meliputi : 1) C. Oil MFO 2) A. Oil MDO 3) Cyl. Oil Medripal 440 4) Turbo Oil T.68 5) Purifier Omala 150 6) Sys ME Medripal 308 42 7) Sys ME Medripal 311 8) Sys AE Medripal 330 9) Sys AE Medripal 412 10) Hyd Oil Tellus 68/Turalik 52 c. Aktiva Tetap Aktiva tetap dinyatakan berdasarkan nilai buku, yaitu nilai perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Penyusutan dihitung dengan metode saldo menurun (double declining method) untuk armada kapal, sedangkan bangunan, kendaraan bermotor dan inventaris kantor menggunakan metode garis lurus (straight line method), dengan persentase sebagai berikut : 1) Armada Kapal : 25% per tahun 2) Bangunan : 5% per tahun 3) Inventaris Kantor : 25% per tahun 4) Kendaraan Bermotor : 25% per tahun Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi pada periode terjadinya, pemugaran/perbaikan dan peningkatan daya guna dalam jumlah besar dikapitalisasi. Hal demikian juga diatur dalam PSAK No.16 paragraf 07 yaitu biaya perolehan asset tetap harus diakui sebagai asset jika dan hanya jika besar kemungkinan manfaat ekonomi di masa depan berkenaan dengan asset tersebut akan mengalir ke entitas. Sebagai ilustrasi bahwa dari 6 (enam) armada kapal yang dioperasikan tercatat untuk total biaya penyusutan armada angkutan tahun 2006 sebesar Rp.1.288.819.204,94 terdiri dari : 1) KM Rimba Tujuh 335.373.815,82 43 2) Modifikasi KM Rimba Tujuh 3) KM Rimba Delapan Total Biaya Penyusutan 30.593.826,62 922.851.562,50 1.288.819.204,94 Hal demikian dikarenakan ke-4 (empat) armada kapal lainnya telah nihil nilai sisa bukunya. Aktiva tetap yang tidak dipergunakan lagi atau dijual dikeluarkan dari kelompok aktiva tetap berikut akumulasi penyusutan. Keuntungan atau kerugian dari penjualan aktiva tetap tersebut dibukukan dalam laporan laba rugi tahun berjalan. d. Pengakuan Pendapatan dan Beban Dasar perlakuan akuntansi terhadap pendapatan dan beban berdasarkan accrual basis, kecuali untuk transaksi kas diperlakukan berdasarkan cash basis. Pendapatan dari jasa freight diakui pada saat penyerahan barang atau jasa kepada langganan sedangkan beban diakui sesuai timbulnya kewajiban dan berdasarkan masa manfaat. e. Pajak Penghasilan Final Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 416/KMK.04/1996 jo SE. 29/PJ.4/1996 perihal Norma Penghitungan Penghasilan Netto untuk perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebagai berikut : Norma penghasilan netto 4% dan tariff PPh (maksimal) = 30%, sehingga tarif PPh Pasal 15 adalah 4% x 30% = 1,2% dari seluruh penghasilan/peredaran bruto dan bersifat final. 44 3. Kegiatan Usaha Perusahaan a. Dalam tahun 2006 PT. Rimba Segara Lines mengoperasikan 6 (enam) buah kapal yaitu : 1) KM. Rimba Satu DWT 6,178 KT 2) KM. Rimba Tiga DWT 6,013 KT 3) KM. Rimba Empat DWT 7,388 KT 4) KM. Rimba Lima DWT 8,304 KT 5) KM. Rimba Tujuh DWT 6,675 KT 6) KM. Rimba Delapan DWT 6,257 KT b. Pola trayek yang ditempuh yaitu: 1) KM. Rimba Satu, KM. Rimba Tiga, KM. Rimba Empat dan KM. Rimba Delapan dioperasikan dengan Pola Trayek Tramper, yaitu pola trayek yang berubah-ubah sesuai dengan tujuan,rute dan jadwal yang tercantum di dalam kontrak jasa pengangkutan komoditi. 2) KM. Rimba Tujuh dioperasikan dengan Pola Trayek Tetap dari Tanjung Priok – Teluk Bayur dan juga Pola Trayek Tetap Surabaya – Pantoloan – Bontang, sedangkan KM. Rimba Lima dengan Pola Trayek Tetap dari Teluk Bayur – Belawan. c. Jenis komoditi yang diangkut per kapal tahun 2006. (dalam ton) Kondisi muatan di tahun 2006 masih berfluktuasi, tetapi tidak mengakibatkan kapal idle. Demikian pula dengan waktunya, ada bulanbulan muatan booming serta ada juga bulan-bulan muatan yang sulit terutama menjelang akhir tahun maupun awal tahun. 45 Berikut ini disajikan table jenis-jenis komoditi yang diangkut per kapal selama tahun 2006 (dalam ton) : Tabel 1 Jenis-Jenis Komoditi Yang Diangkut Per-Kapal (dalam ton), Tahun 2006 No Komoditi R-Satu R-Tiga R-Empat R-Lima R-Tujuh R-Delapan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Gula Beras Semen Pupuk Woodpulp Tepung Terigu Copperslag Tapioka Pasir Besi Clinker in Bulk Container Plywood Iron Ore Sulfur Gencar Pipa Pulp 8,300 7,704 40,031 4,560 3,276 9,676 8,739 1,308 10,004 52,100 7,316 11,613 16,512 11,408 16,866 - 6,700 47,893 11,246 4,114 5,098 - 163,464 - 8,874 - 4,500 86,097 12,720 4,200 10,566 - 8,300 11,200 271,161 144,690 28,447 4,200 16,512 4,560 11,408 16,866 8,874 8,374 9,676 8,739 10,566 1,308 10,004 Total 93,598 115,815 75,051 163,464 8,874 118,083 574,885 Sumber : Laporan Tahunan Opersional PT. Rimba Segara Lines (2006). d. Performance Hasil/Beban Eksploitasi masing-masing kapal tahun 2006. Peredaran Bruto selama tahun 2006 sebagai penghasilan dari jasa freight (hasil eksploitasi) sebesar Rp. 82.566.655.824,59 dengan total beban ekploitasi sebesar Rp.70.121.293.749,96 sehingga menghasilkan laba kotor 15,07% atau sebesar Rp.12.445.362.074,63 Apabila ditinjau performance masing-masing kapal maka terlihat KM Rimba Empat mengalami kerugian sebesar Rp.113.908.747,41 sedangkan KM Rimba Delapan sebesar Rp.1.634.043.890,58 46 Berikut disajikan table performance hasil dan beban eksploitasi masingmasing kapal : Tabel 2 Performance Hasil/Beban Eksploitasi Per-Kapal (dalam Rp), Tahun 2006 Nama Kapal KM Rimba Satu KM Rimba Tiga KM Rimba Empat KM Rimba Lima KM Rimba Tujuh KM Rimba Delapan Total Hasil Eksploitasi 9,615,523,807.80 14,657,522,392.70 12,156,887,757.55 23,697,239,026.54 7,922,895,765.00 14,516,587,075.00 82,566,655,824.59 Beban Eksploitasi 9,033,638,196.08 14,143,841,160.69 12,270,796,504.96 14,415,604,037.82 4,106,782,884.83 16,150,630,965.58 70,121,293,749.96 Laba Kotor 581,885,611.72 513,681,232.01 (113,908,747.41) 9,281,634,988.72 3,816,112,880.17 (1,634,043,890.58) 12,445,362,074.63 Sumber : Laporan Keuangan Audited PT. Rimba Segara Lines (2006). e. Klasifikasi Beban Eksploitasi yang melekat pada masing-masing kapal meliputi : 1) Variable Cost a) Bunker/Lub. Oil/Water 35.503.896.541,20. b) Running Store 8.572.122.121,56 c) Port Debursement 2.654.175.807,27 d) Agency Expenses 214.637.000,00 e) Administrative & General Expenses 864.078.809,46 f) Marketing Expenses 355.458.585,00 g) Depreciation/Amortization 1.288.819.204,94 Jumlah Variable Cost 49.453.188.069,43 2) Fixed Cost a) Salaries/wages (crew) 4.651.687.304,00 b) Viktualing (crew) 1.147.200.000,00 47 c) Insurance 1.918.472.500,76 d) Docking, Repair & Maintenance 12.950.745.875,77 Jumlah Fixed Cost 20.668.105.680,53 Jumlah Beban Eksploitasi 70.121.293.749,96 Dari klasifikasi beban ekploitasi armada angkutan tersebut di atas dapat diketahui bahwa biaya pemeliharaan dan perawatan berkaitan langsung dengan phisik kapal sebesar 81,33% dari total beban ekploitasi sebesar Rp.70.121.293.749,96 serta menempati ranking biaya yang paling besar, meliputi : 1) Bunker/Lub. Oil/Water 35.503.896.541,20 2) Running Store 3) Docking, Repair & Maintenance Jumlah 8.572.122.121,56 12.950.745.875,77 57.026.764.538,53 f. Pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan kapal Pemeliharaan dan perawatan kapal dilakukan secara intensif oleh Bagian Armada dengan mengacu kepada Manual Book (Buku Petunjuk) serta peraturan dari Biro Klasifikasi Indonesia dan Direktorat Jendral Perhubungan Laut. Tujuan pemeliharaan dan perawatan agar kapal dapat beroperasi secara lancar, aman dan efisien sehingga pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan kapal membutuhkan biaya yang sangat besar. Pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan kapal meliputi : 1) Store Supply (Spare part & Running Store) 48 Dilakukan dengan mengadakan supply spare parts untuk mengganti yang rusak dan Running Store sesuai kebutuhan. Pada umumnya store supply ini berdasarkan rekomendasi hasil pemeriksaan Biro Klasifikasi Indonesia dan Marine Inspector dari Administrator Pelabuhan Tanjung Priok pada saat kapal Docking. Pembelian sparepart dilakukan untuk mengganti yang rusak melalui import jika di dalam negeri tidak tersedia dan sangat banyak jenisnya, misalnya : a) Air Head Pipe b) Ring Bronze c) Sheave Block d) Cover Fair Lead e) Inner Pipe for Piston Cooling of Main Engine f) Supporter Piston Cooling of Main Engine g) Torochoid pump complete Main Engine h) Holder Fuel Injection pump Main Engine i) Silistor j) Kilowatt Meter dan Ampere Meter Main Switch Board k) Canal Chock / Mooring Hole l) Dan lain-lain. 2) Repair dan Maintenance Untuk pelaksanaan repair dan maintenance tergantung daripada tingkat kerusakannya, jika kondisinya ringan dan tidak memerlukan peralatan 49 khusus maka pekerjaan dilaksanakan oleh crew kapal dengan diberikan incentive atau bonus. Seperti pekerjaan overhaule Cylinder Main Engine, penggantian pipa-pipa di kamar mesin dan di deck. Apabila tingkat kerusakannya cukup berat dan memerlukan tenaga ahli dan peralatan khusus maka ditunjuk kontraktor dari darat untuk melaksanakan repair selama kapal berada di pelabuhan atau ikut berlayar. 3) Docking dan Floating Repair Pekerjaan ini dilaksanakan oleh kontraktor yang meliputi mesin kapal, system kelistrikan maupun badan kapal baik secara paket maupun dengan kontraktor yang berbeda sesuai spesifikasi keahlian masingmasing kontraktor. Lamanya docking dan floating repair pada umumnya membutuhkan waktu 2 – 3 bulan. Pekerjaan docking dilakukan dengan menaikkan kapal ke atas dock, dimana pada umumnya guna dilakukan pemeriksaan phisik kapal secara keseluruhan oleh Biro Klasifikasi Indonesia dan Marine Inspector dari Administrator Pelabuhan Tanjung Priok. Jenis-jenis pekerjaan docking ini misalnya: a) Pembersihan lambung kapal b) Pemeriksaan kemudi c) Baling-baling d) Pembersihan Sea Chest e) Cabut poros baling-baling untuk pemeriksaan oleh yang berwenang 50 f) Penggantian plat lambung di bawah garis air g) Pengecatan h) Penggantian aluminium anode i) Dan lain-lain Pekerjaan floating repair ini dilakukan sementara kapal dalam kondisi berlabuh di dermaga dan tetap berada di atas permukaan air. Adapun jenis-jenis pekerjaan floating repair ini misalnya: a) Perbaikan / Replating Main Deck b) Tank top c) Fore castle deck d) Poop deck e) Boat deck f) Sekat-sekat tanki g) Sandblasting ruang muat h) Perbaikan Ponton Mac Gregor (tutup palka) i) Dan lain-lain 4) Bunker Bunker ini berisi bahan bakar kapal, fresh water, lubricating oil serta air ballast kapal yang ditampung dalam tanki-tanki. Perawatan dan perbaikan bunker ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kebocoran terhadap bahan bakar kapal yang meliputi C. Oil MFO dan A. Oil MDO sehingga dapat dicegah pencemaran lingkungan, selain itu juga menjaga kebersihannya dari sisa-sisa bahan bakar ataupun 51 pada saat melakukan kegiatan pengisian bahan bakar kapal, fresh water maupun lubricatin oil. 5) Lubricating Oil Pemakaian lubricating oil ini ditujukan untuk perawatan mesin kapal dan pemakaiannya sangat tergantung pada jarak tempuh ataupun banyaknya voyage (pelayaran) yang dilakukan dan setiap pengisian dicatat dalam oil record book. Diantara lubricating oil yang dipergunakan adalah : a) Cyl. Oil Medripal 440 b) Turbo Oil T.68 c) Purifier Omala 150 d) Sys ME Medripal 308 e) Sys ME Medripal 311 f) Sys AE Medripal 330 g) Sys AE Medripal 412 h) Hyd Oil Tellus 68/Turalik 52 A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif dalam hal mencari fakta-fakta dari prosedur atau kejadian yang terjadi dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis dan akurat. Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh penulis di dalam mencari dan memahami fakta-fakta dari prosedur atau kejadian yang terjadi, sebagai berikut : 52 1. Mengumpulkan data-data transaksi secara sampling. Di dalam hal ini penulis melakukannya dengan foto-copy data transaksitransaksi yang dianggap perlu dan berkaitan dalam penulisan ini, beserta jurnal-jurnalnya. 2. Laporan Hasil Pemeriksaan Akuntan Publik tahun 2006. Melalui laporan hasil pemeriksaan dari pihak independen ini sangat membantu penulis memahami transaksi-transaksi keuangan yang terjadi maupun kebijakan-kebijakan akuntansi yang diambil oleh perusahaan. 3. Laporan Tahunan Operasional tahun 2006. Dari laporan ini penulis memperoleh gambaran mengenai job description masing-masing divisi/bagian beserta laporan-laporan yang dihasilkannya, terutama dalam hal penanganan/pengelolaan armada kapal. 4. Wawancara dengan pejabat berwenang. Penulis juga melakukan wawancara terhadap pejabat berkompeten/berwenang dengan level manager. Hal ini guna memberikan gambaran kepada penulis terhadap kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur yang diambil oleh perusahaan. 53 B. Definisi Operasional Variabel 1. Jasa Pelayaran (Freight) Yang dimaksud dengan Jasa Pelayaran (Freight) adalah jasa yang diterima dari penyewa kapal/pengguna jasa. Sedangkan di dalam PSAK No. 23 paragraf 03 mengatakan bahwa penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas yang secara kontraktual telah disepakati untuk dilaksanakan selama suatu periode yang disepakati oleh perusahaan. Jasa tersebut dapat diserahkan selama satu atau lebih dari satu periode. 2. Penghasilan Pengertian penghasilan dalam Penjelasan Pasal 4 UU PPh No. 17 Tahun 2000 adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Penghasilan yang merupakan tambahan ekonomis dapat dikelompokkan menjadi : a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; b. penghasilan dari usaha dan kegiatan; c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya. 54 Dari uraian di atas menunjukkan pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Menurut PSAK penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Menurut penulis terdapat perbedaan yang sangat mendasar mengenai pengertian penghasilan menurut perpajakan dengan PSAK. Pengertian penghasilan menurut perpajakan tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Sedangkan pengertian penghasilan menurut PSAK sangat menekankan pada penghasilan dari pengelolaan sumber daya yang terdapat di dalam perusahaan. Lebih jauh lagi hal ini dapat menyebabkan suatu transaksi menurut PSAK adalah sebagai suatu penghasilan, dilain pihak menurut perpajakan transaksi tersebut dianggap bukanlah suatu penghasilan. Sebagai contoh adalah penghasilan dalam bentuk deviden yang diterima oleh perseroan terbatas dalam negeri atau penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun. 3. Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Penghasilan menurut Pasal 1 UU PPh No. 10 Tahun 1994 adalah pajak yang dikenakan terhadap Subyek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. 55 Menurut PSAK No.46 Paragraf 07 mendefinisikan Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. 4. Pajak Penghasilan Final PSAK No.46 Paragraf 07 mendefinisikan Pajak Penghasilan Final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak Penghasilan Final dilakukan melalui pemotongan dari penghasilan bruto dikalikan dengan tariff sepadan. Adapun karakteristik daripada pajak penghasilan final ini telah diuraikan pada Bab.1 Pendahuluan. 5. Penghasilan Kena Pajak Pada Pasal 6 UU PPh No.17 Tahun 2000 yang dimaksud Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan bruto dikurangi biaya ataupun beban yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Di dalam PSAK No. 46 paragraf 07 juga mendefinisikan Penghasilan Kena Pajak adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan. 6. Norma Penghitungan Berdasarkan pada penjelasan Pasal 14 ayat (1) UU Perpajakan No.17 Tahun 2000 yang dimaksud dengan Norma Penghitungan adalah pedoman untuk 56 menentukan besarnya penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus menerus. Penggunaan Norma Penghitungan pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal : a. Tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap; atau b. Pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar. 7. Norma Perhitungan Penghasilan Khusus Di dalam Pasal 15 UU PPh No. 10 Tahun 1994 yang dimaksud dengan Norma Perhitungan Penghasilan Khusus adalah norma yang dipergunakan dalam penghitungan penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan : a. Penghasilan bruto dikurangi biaya ataupun beban yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. b. Norma Penghitungan sebagaimana yang dimaksud pada point C.6. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis meliputi : 1. Penelitian Kepustakaan Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh teori-teori ataupun konsepkonsep dengan cara membaca dan menelaah sehingga diperoleh landasan teori 57 serta konsep yang memadai guna dijadikan sebagai pembanding dengan hasil penelitian lapangan. 2. Penelitian Lapangan Penelitian ini meliputi pengumpulan data-data mengenai perusahaan seperti laporan-laporan, ruang lingkup usaha, keuangan dan kebijakan akuntansi perpajakan. Teknik lain adalah wawancara dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada pejabat yang berkompeten. Tujuan dari penelitian lapangan ini untuk memperoleh gambaran berupa data dan fakta mengenai transaksi dan kejadian yang berhubungan dengan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final. D. Metode Analisa Data Guna menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan, peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan cara sebagai berikut : 1. Menguraikan keadaan, kejadian atau prosedur yang sesungguhnya terjadi. Hal ini akan memberikan suatu gambaran kepada penulis mengenai praktek transaksi-transaksi perusahan pelayaran yang terjadi di lapangan. 2. Komparasi terhadap landasan teori yang ada. Langkah ini ditempuh oleh penulis dalam rangka mempermudah penulis untuk mengambil suatu kesimpulan maupun saran-saran kepada perusahaan. BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perlakuan akuntansi atas penghasilan dan PPh Final pada PT. Rimba Segara Lines. Perlakuan akuntansi atas penghasilan dari usaha pokok PT. Rimba Segara Lines pada umumnya diakui secara accrual basis. Di dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) paragraf 19 mengenai Dasar Akrual menjelaskan bahwa penghasilan dan beban diakui pada saat kejadian bukan saat kas atau setara kas diterima dan dicatat serta disajikan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya. Penghasilan atas jasa pelayaran (freight) yang diterima dari para pengguna jasa meliputi 3 (tiga) unsur pokok yaitu : 1. Freight adalah jasa yang diterima dari penyewa kapal/pengguna jasa. 2. Demurrage adalah penyewa harus membayar biaya keterlambatan bongkar/muat dari kapal kepada PT. Rimba Segara Lines. 3. Despatch adalah kecepatan bongkar/ muat barang dimana waktunya lebih cepat dari waktu yang ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa kapal (charter party) sehingga PT. Rimba Segara Lines memberikan uang insentif kepada penyewa. Besarnya demurrage dan despatch dapat diketahui dan dihitung dari time sheet di pelabuhan muat dan di pelabuhan bongkar. Adapun yang dimaksud time sheet adalah daftar yang memuat perhitungan waktu dan akan terlihat waktu yang diijinkan dan yang terpakai, kelebihan atau penghematan waktu. 58 59 PT. Rimba Segara Lines menerbitkan invoice terkadang meliputi ketiga unsur tersebut sekaligus tetapi terkadang juga terpisah. Demikian juga para pengguna jasa terkadang membayar invoice yang diterbitkan oleh PT. Rimba Segara Lines sudah termasuk ketiga unsur tersebut, tetapi terkadang juga dibayar secara terpisah. Dalam hal tagihan yang dilakukan dalam mata uang asing (valas), maka pada saat pencatatan pengakuan pendapatan terlebih dahulu dikonversi ke mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia. PSAK No. 10 pada paragraf 07 menjelaskan bahwa Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Penerbitan invoice dilakukan oleh PT. Rimba Segara Lines setelah selesai dilakukannya penyerahan jasa kepada penyewa kapal sebanyak 4 lembar : 1. Lembar 1 – untuk Penyewa (aseli). 2. Lembar 2 – untuk Pembukuan. 3. Lembar 3 – untuk Kasir. 4. Lembar 4 – untuk Arsip. Jika di dalam kontrak sewa menyewa kapal mengatur system pembayaran atas freight oleh penyewa dengan cara 2 (dua) kali bayar maka PT. Rimba Segara Lines mengirimkan 2 (dua) invoice sekaligus kepada penyewa. Sedangkan total nominal tagihan sudah termasuk PPN sebesar 10%. Atas tagihan tersebut PT. Rimba Segara Lines langsung mengakui sebagai penghasilan, sehingga jurnal yang terbentuk adalah sebagai berikut : 60 (Dr) Piutang Usaha xxxx (Cr) Freight Kapal xxxx (Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%) xxxx Berikut ini berbagai contoh transaksi yang terjadi (untuk dokumen transaksi lihat pada Lampiran II) : 1. Pada tanggal 05 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines melakukan tagihan kepada PT. Semen Padang dengan total sebesar Rp.1.829.414.400,- atas voyage 23/06 dan voyage 24/06 yang menggunakan KM. Rimba Lima. Masing-masing voyage memuat 8.000 tons semen curah dengan freight Rp.103.944 per ton. Pelabuhan muat dari Teluk Bayur sedangkan pelabuhan bongkar di Belawan. Jurnal yang terbentuk : (Dr) PT. Semen Padang Rp.1.829.414.400 (Cr) Freight MV. Rimba Lima Voy-23/06 Rp.831.552.000 (Cr) Freight MV. Rimba Lima Voy-24/06 Rp.831.552.000 (Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%) Rp.166.310.400 2. PT. Rimba Segara Lines pada tanggal 12 Desember 2006 menerbitkan invoice sebesar US$. 64.800 kepada PT. Urbantara Karya QQ Cement Industries (Sabah) dengan kurs tengah BI $1=Rp.9.165 atas freight MV. Rimba Satu Voy-21/06 dengan data sebagai berikut : a. Loading Port : Makassar b. Discharging Port : Tawau c. Cargo Loading : Cement in bags 5.400 MT 61 d. F r e i g h t : 5.400 x US$.12 = US$.64.800 Jurnal yang terbentuk : (Dr) PT. Urbantara Karya Rp.593.892.000 (Cr) Freight MV. Rimba Satu Voy-21/06 Rp.593.892.000 Nilai Konversi sebesar Rp.593.892.000 (=US$.64.800 x 9165) 3. Tanggal 30 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines menerbitkan 2 buah invoice sekaligus untuk pembayaran-1 dan pembayaran-2 ditujukan kepada PT. Semen Padang. Masing-masing pembayaran sebesar 50% dengan total Rp.577.456.198,- (sebelum PPN 10%) atas freight MV. Rimba Tiga Voy22/06 dengan muatan 5.633.719 M/T Pasir Besi @ Rp.102.500,-/ton data dari kedua invoice sebagai berikut : a. Invoice untuk Pembayaran-1 1) Pelabuhan muat : Cilacap 2) Pelabuhan bongkar : Teluk bayur 3) Selesai muat : 28 Desember 2006 4) Pembayaran-1 (50%) : Rp. 288.728.099,- 5) PPN 10% : Rp. 28.872.810,- b. Invoice untuk Pembayaran-2 1) Pelabuhan muat : Cilacap 2) Pelabuhan bongkar : Teluk bayur 3) Selesai muat : 28 Desember 2006 4) Pembayaran-2 (50%) : Rp. 288.728.099,- 5) PPN 10% : Rp. 28.872.810,- Data- 62 Jurnal yang terbentuk : (Dr) PT. Semen Padang Rp.635.201.818 (Cr) Freight MV. Rimba Tiga Voy-22/06 Rp.577.456.198 (Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%) Rp. 57.745.620 4. PT. Pelayaran Meratus menyewa kapal MV. Rimba Tujuh milik PT. Rimba Segara Lines dengan system time charter selama 2 (dua) periode : a. Periode 1 : 02/12/06 jam 16.00 s/d 17/12/06 jam 16.00 (=15 hari) b. Periode 2 : 17/12/06 jam 16.00 s/d 01/01/07 jam 16.00 (=15 hari) Biaya sewa sebesar Rp.22.750.000,-/hari. PT. Rimba Segara Lines akan menerbitkan 2 (dua) buah invoice sesuai dengan masing-masing periode di atas. Jurnal yang terbentuk : (Dr) PT. Pelayaran Meratus Rp.682.500.000 (Cr) Time Charter MV. Rimba Tujuh Rp.341.250.000 (02/12/06 s/d 17/12/06 jam 16.00) (Cr) Time Charter MV. Rimba Tujuh Rp.341.250.000 (17/12/06 s/d 01/01/07 jam 16.00) 1. Pada tanggal 30 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines melakukan tagihan atas demmurage MV. Rimba Lima Voy-23/06 kepada PT. Semen Padang dengan perincian sebagai berikut : a. Pelabuhan Teluk Bayur (Despatch) (Rp. 7.999.088,90) b. Pelabuhan Belawan Rp.134.857.244,62 (Demmurage) Rp.126.858.155,72 63 c. PPN 10% Rp. 12.685.816,-Rp.139.543.971,72 Jurnal yang terbentuk : (Dr) PT. Semen Padang Rp.139.543.971,72 (Cr) Demmurage (Despatch) Rp.126.858.155,72 MV. Rimba Lima Voy-23/06 (Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%) Rp. 12.685.816 2. Pada tanggal 30 Desember 2006 PT. Rimba Segara Lines melakukan tagihan atas demmurage MV. Rimba Lima Voy-24/06 kepada PT. Semen Padang dengan perincian sebagai berikut : a. Pelabuhan Teluk Bayur (Despatch) (Rp. 7.434.758,80) b. Pelabuhan Belawan Rp.232.653.561,23 (Demmurage) Rp.225.218.802,43 c. PPN 10% Rp. 22.521.880,-Rp.247.740.682,43 Jurnal yang terbentuk : (Dr) PT. Semen Padang Rp. 247.740.682,43 (Cr) Demmurage (Despatch) Rp. 225.218.802,43 MV. Rimba Lima Voy-24/06 (Cr) Pajak YMH Dibayar (PPN 10%) Rp. 22.521.880 Seluruh penerimaan pembayaran dari para penyewa kapal PT. Rimba Segara Lines baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing ditransfer via bank, sehingga dapat direkonsiliasi atas penerimaan pembayaran menurut nostro bank 64 dengan pencatatan internal pembukuan. Adapun nominal pembayaran yang ditransfer via bank sudah dipotong pajak final sebesar 1,2% oleh penyewa, dimana selanjutnya pihak penyewa kapal berkewajiban memberikan Bukti Potong Pajak kepada PT. Rimba Segara Lines. PT. Rimba Segara Lines di dalam mencatat penerimaan pembayaran menyelenggarakan sub-ledger khusus untuk bank maupun piutang usaha baik dalam rupiah maupun valas, hal ini dilakukan untuk mempermudah kontrol maupun rekonsiliasi atas transaksi tersebut. Sehingga setiap penerimaan pembayaran selalu mendebet maupun mengkredit terlebih dahulu kedua perkiraan dengan jurnal : (Dr) Bank xxxxx (Cr) Piutang Usaha xxxxx Penerimaan pembayaran atas tagihan dalam valuta asing akan dikonversi kembali dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada saat itu, sehingga hal demikian menimbulkan rugi/laba selisih kurs. Seluruh rugi/laba selisih kurs yang terjadi dalam tahun berjalan diakumulasi pada akhir tahun buku, sehingga dapat diketahui apakah bersaldo laba atau rugi. Jika hasil akumulasi tersebut menghasilkan saldo laba maka PT. Rimba Segara lines berkewajiban membayar pajak penghasilan final Pasal 29 sesuai dengan tariff progressif pada Pasal 17 UU Perpajakan No.17 Tahun 2000. PSAK No. 10 paragraf 14 perihal Pengakuan Selisih Kurs (Recognition of Exchange Differences) mengatur bahwa Selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement 65 date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu periode akuntansi yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut. Adapun pajak penghasilan final sebesar 1,20% atas freight kapal yang langsung dipotong oleh penyewa dicatat dalam jurnal memorial sebagai berikut : 1. (Dr) Biaya Pajak Final xxxxx (Cr) Hutang Pajak Final 2. (Dr) Hutang Pajak Final xxxxx xxxxx (Cr) Bank xxxxx Apabila pajak yang dipotong oleh penyewa dalam valuta asing maka pajak penghasilan final atas freight kapal yang diakui adalah mengalikan besarnya pajak dalam valuta asing tersebut dengan kurs pajak pada saat terjadinya pembayaran. Berikut ini menggambarkan jurnal yang terbentuk pada saat penerimaan pembayaran dari transaksi di atas : 1. Jurnal yang terbentuk terhadap penerimaan pembayaran dari PT. Semen Padang dengan total sebesar Rp.1.829.414.400,-(termasuk PPN 10%) atas voyage 23/06 dan voyage 24/06 yang menggunakan KM. Rimba Lima. Pencatatan atas penerimaan pembayaran : (Dr) Bank Rp.1.829.414.400 (Cr) PT. Semen Padang Rp.1.829.414.400 Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk : a. (Dr) Biaya Pajak Final Rp.19.957.248 (Cr) Hutang Pajak Final Rp.19.957.248 66 Htg Pajak Final Rp.19.957.248 (= Rp.1.663.104.000 x 1.2%) b. (Dr) Hutang Pajak Final Rp.19.957.248 (Cr) Bank Rp.19.957.248 2. Penerimaan pembayaran dari PT. Urbantara Karya QQ Cement Industries (Sabah) sebesar US$. 64.800 atas freight MV. Rimba Satu Voy-21/06 dengan kurs tengah BI US$1=Rp.9.180 dan kurs pajak pada saat itu US$1=Rp.9.096. Pencatatan atas penerimaan pembayaran : (Dr) Bank Rp.594.864.000 (Cr) PT. Urbantara Karya Rp.593.892.000 (Cr) Laba Selisih Kurs Rp. 972.000 Nilai Konversi sebesar Rp.594.864.000(=US$.64.800 x 9180) Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk : a. (Dr) Biaya Pajak Final Rp.7.073.050 (Cr) Hutang Pajak Final Rp.7.073.050 Htg Pjk Final Rp.7.073.050 (= (US$64.800 x 1.2%)x9096) b. (Dr) Hutang Pajak Final Rp.7.073.050 (Cr) Bank Rp.7.073.050 3. Jurnal yang terbentuk atas pembayaran PT. Semen Padang untuk freight MV. Rimba Tiga Voy-22/06 sebagai berikut : Pencatatan atas penerimaan pembayaran-1 : (Dr) Bank Rp.317.600.909 (Cr) PT. Semen Padang Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk : Rp.317.600.909 67 a. (Dr) Biaya Pajak Final Rp.3.464.737 (Cr) Hutang Pajak Final Rp.3.464.737 Htg Pajak Final Rp.3.464.737 (=Rp. 288.728.099,- x 1.2%) b. (Dr) Hutang Pajak Final Rp.3.464.737 (Cr) Bank Rp.3.464.737 Perlakuan akuntansi untuk pembayaran-2 dari PT. Semen Padang adalah sama dengan pembayaran-1 di atas. 4. Jurnal penerimaan pembayaran PT. Pelayaran Meratus atas sewa kapal MV. Rimba Tujuh dengan system time charter selama 2 (dua) periode. Pencatatan atas penerimaan pembayaran : (Dr) Bank Rp.682.500.000 (Cr) PT. Pelayaran Meratus Rp.682.500.000 Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk : a. (Dr) Biaya Pajak Final Rp.8.190.000 (Cr) Hutang Pajak Final Rp.8.190.000 Htg Pajak Final Rp.8.190.000 (=Rp.682.500.000 x 1.2%) b. (Dr) Hutang Pajak Final Rp.8.190.000 (Cr) Bank Rp.8.190.000 5. Jurnal atas penerimaan pembayaran demmurage MV. Rimba Lima Voy-23/06 dari PT. Semen Padang. Pencatatan atas penerimaan pembayaran : (Dr) Bank Rp.139.543.971,72 68 (Cr) PT. Semen Padang Rp.139.543.971,72 Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk : a. (Dr) Biaya Pajak Final Rp.1.522.298 (Cr) Hutang Pajak Final Rp.1.522.298 Htg Pajak Final Rp.1.522.298 (=Rp.126.858.155,72 x 1.2%) b. (Dr) Hutang Pajak Final Rp.1.522.298 (Cr) Bank Rp.1.522.298 6. Jurnal yang terbentuk atas penerimaan pembayaran demmurage MV. Rimba Lima Voy-24/06 dari PT. Semen Padang dengan perincian sebagai berikut : Pencatatan atas penerimaan pembayaran : (Dr) Bank Rp. 247.740.682,43 (Cr) PT. Semen Padang Rp. 247.740.682,43 Sedangkan jurnal memorial yang terbentuk : a. (Dr) Biaya Pajak Final Rp.2.702.626 (Cr) Hutang Pajak Final Rp.2.702.626 Hutang Pajak Final Rp.2.702.626 (=Rp.225.218.802,43 x 1.2%) b. (Dr) Hutang Pajak Final (Cr) Bank Rp.2.702.626 Rp.2.702.626 69 A. Perlakuan Akuntansi atas beban maupun biaya pada PT. Rimba Segara Lines Pengeluaran-pengeluaran ataupun biaya yang terjadi pada PT. Rimba Segara Lines diperlakukan dengan menggunakan cash basis, dengan jurnal : (Dr) Biaya-biaya xxxxx (Cr) Cash xxxxx Hal ini diatur dalam PSAK mengenai Kerangka Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan pada Pengakuan Beban paragraf 97 bahwa beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aktiva. Adapun pengakuan beban atas penyusutan aktiva tetap dijurnal sebagai berikut : (Dr) Biaya Penyusutan Aktiva Tetap xxxxx (Cr) Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap xxxxx Dalam sub-bab ini penulis lebih menekankan pada pembahasan biaya maupun pengeluaran yang terjadi, guna mempermudah analisa yang akan dilakukan. Didalam laporan laba rugi audited tahun 2006 terlihat 4 golongan beban ataupun biaya usaha yaitu : (lihat lampiran III) 1. Beban Eksploitasi Rp.70.121.293.749,96 93,96% 2. Beban Umum Rp. 3.389.748.098,50 4,54% 3. Beban Kantor Rp. 1,27% 945.364.024,50 70 4. Beban Penyusutan Total Beban Usaha Rp. 171.739.738,71 Rp.74.628.145.611,67 0,23% 100,00% Data di atas memperlihatkan bahwa beban ekploitasi (biaya operasional armada kapal) sangat mendominasi beban usaha yaitu sebesar 93,96%, sedangkan beban usaha lainnya hanya sebesar 6,04%. Perihal macam maupun jenis beban eksploitasi amada kapal telah dibahas pada Bab. III yang lalu sehingga penulis tidak akan mengulasnya kembali dalam bagian ini. Adapun macam dan jenis beban umum meliputi : 1. Gaji 2. Perawatan Kesehatan dan Santunan Uang Duka 3. Perjalanan Dinas 4. Perbaikan dan pemeliharaan kendaraan kantor 5. Perbaikan dan pemeliharaan inventaris kantor 6. Tunjangan Hari Raya 7. Latihan, kursus/penataran 8. Lembur karyawan 9. Pemeriksaan akuntan 10. Biaya notaris dan konsultan 11. Dan lain-lain. Berikut ini macam dan jenis beban kantor meliputi : 1. Transport local 2. Barang cetakan 3. Alat tulis kantor 71 4. Telex, telegram, telepon 5. Perangko dan materai 6. Ongkos-ongkos bank 7. Bahan bakar/bensin 8. Iuran-iuran, Koran,majalah 9. Dan lain-lain Terhadap pengakuan beban atas biaya dibayar dimuka seperti uang persekot kerja, uang muka keagenan maka jurnal yang terbentuk : Pada saat pengeluaran uang muka : 1. (Dr) Biaya dibayar dimuka xxxxx (Cr) Cash/Bank xxxx Pada saat pertanggung jawaban atas uang muka : 2. (Dr) Biaya-biaya xxxxx (Cr) Biaya dibayar dimuka xxxxx B. Pemungutan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Final PT. Rimba Segara Lines oleh Pengguna Jasa. Pada umumnya penghasilan yang diperoleh PT. Rimba Segara Lines dari armada kapal baik secara pola trayek tramper maupun pola trayek tetap berasal dari voyage charter. Dimana dalam voyage charter ini kapal disewa untuk memuat barang antara suatu tempat ke tempat lainnya. Pemilik kapal dalam hal ini adalah PT. Rimba Segara Lines membayar semua biaya, kecuali biaya bongkar 72 muat. Penyewa membayar freight yang besarnya tergantung barang diangkut dalam jumlah ton atau jumlah tertentu untuk satu pelayaran (voyage). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak voyage charter diantaranya : 1. Tanggal, nama dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa kapal 2. Perincian dari kapal yaitu nama, tempat registrasi, tonnage, kapasitas. 3. Jenis muatan yang akan dimuat. 4. Nama tempat memuat dan membongkar barang 5. Tanggal kapal harus tiba di tempat pemuatan 6. Biaya angkut (freight rate) dan mata uang yang digunakan Tetapi adapula penyewa yang menginginkan dalam hal sewa menyewa kapal dengan menggunakan system time charter. Yang dimaksud time charter yaitu kapal disewa oleh suatu badan, yang beroperasi dan dipakai untuk suatu waktu tertentu. Penyewa membayar uang sewa dan bunker serta kapal dioperasikan sesuai kemauan penyewa. Uang sewa dapat dinyatakan sebagai biaya per hari atau biaya per ton DWT. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak time charter diantaranya : 1. Tanggal, nama dan alamat dari pemilik kapal dan penyewa 2. Perincian dari kapal, seperti nama, tempat registrasi, kapasitas, horse power, kecepatan, pemakaian bahan bakar, peralatan bongkar muat dan sebagainya. 3. Keadaan kapal dan kelasnya. 4. Batas pelayaran 5. Uang sewa, cara pembayaran, dan mata uang yang digunakan. 6. Waktu penyewaan dimulai 73 Berikut ini adalah beberapa contoh pada table pelayaran (voyage): Tabel 3 Vessel Name : MV. Rimba Satu. Deadweight : 6.178 Built : 1976 Arrived/ Departure Voyage Port Names Date Hours Loading(L)/Discharging (D) 01/06 Surabaya 09.02.06 07.47 Pupuk 20.02.06 02.06 = 3.500 Ton (L/D) 21.02.06 20.13 Semen 23.02.06 05.25 = 2.304 Ton (L/D) 27.03.06 05.35 Pipa 30.03.06 11.07 = 559 Pcs (L/D) 01.04.06 07.07 06.04.06 20.57 Tanjung Priok 03/06 Batam Tanjung Priok Sumber : Laporan Tahunan Operasional PT. Rimba Segara Lines. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh PT. Rimba Segara Lines selama kapal berlabuh di pelabuhan muat maupun di pelabuhan bongkar meliputi : 1. Port Disbursement yaitu semua tagihan yang timbul selama kapal di pelabuhan sampai dengan pemberangkatannya. 2. Agency Expense yaitu biaya atas jasa agen yang diberikan kepada kapal-kapal yang telah menunjuknya untuk melayani semua kegiatan di pelabuhan dimana agen pelayaran berada. Selain Kantor Cabang PT. Rimba Segara Lines bertindak sebagai agen, dapat pula perusahan-perusahaan lain yang ditunjuk. Hal ini terlihat dari daftar agen sebagai berikut : 1. PT. Rimba Segara Lines Belawan 2. PT. Rimba Segara Lines Padang 74 3. PT. Rimba Segara Lines Tanjung Priok 4. PT. Jaya Utama Dumai 5. PT. Bahtera Adhiguna Lhokseumawe 6. PT. Haluan Segara Cirebon 7. PT. Nugraha Bhakti Bontang 8. PT. Bahana Utama Lines Semarang 9. PT. Bahana Utama Lines Bontang 10. PT. Bahari Nusantara Makassar 11. PT. Kumala Lagun Marina Panjang 12. PT. Bahtera Adhiguna Cilacap 13. PT. Gurita Lintas Samudera Surabaya 14. PT. Gurita :intas Samudera Jakarta 15. PT. Samudera Indonesia Surabaya 16. PT. Samudera Indonesia Pekanbaru 17. PT. Tonasa Lines Biringkasi 18. PT. Gesuri Lloyd Surabaya 19. PT. Pertamina Tongkang Lhokseumawe 20. PT. Sapta Jaya Mandiri Jakarta 21. PT. Pelni Biak Tercatat biaya-biaya yang dikeluarkan selama tahun 2006 untuk Port Disbursement sebesar Rp. 2.654.175.807,27 atau 3,79% dari total beban eksploitasi, sedangkan Agency Expenses sebesar Rp.214.637.000,00 atau 0,31% dari total beban eksploitasi. 75 Diantara perusahaan-perusahaan yang menggunakan jasa pelayaran PT. Rimba Segara Lines sebagai berikut : 1. PT. Semen Padang 2. PT. Djasa Transindo Utama Mandiri 3. PT. Quanta Indonesia 4. PT. Unitama Pacific Lines 5. PT. Carisma Setra Persada 6. PT. Bina Sinar Amity 7. PT. Cendrawasih Jaya Raya 8. PT. Manik Mas Jakarta 9. PT. Handal Pacific 10. PT. Sakareksa Pacific 11. PT. Pelayaran Mega Sukses Perusahaan-perusahaan pengguna jasa secara langsung memungut/memotong Pajak Penghasilan Final sebesar 1,2 % dari jumlah tagihan diluar PPN pada saat melakukan pembayaran, selanjutnya mereka mengirimkan Bukti Pemotongan Pajak kepada PT. Rimba Segara Lines. Adapun Bukti Pemotongan Pajak tersebut dapat dijadikan sebagai bukti pembayaran ataupun pelunasan Pajak Penghasilan Finalnya. Tercatat total penghasilan bruto selama tahun 2006 sebesar Rp. 82.566.655.824,59 sehingga dapat diketahui besarnya Pajak Penghasilan Final yang dipungut/dipotong langsung oleh perusahaan pengguna jasa yaitu sebesar Rp. 990.799.869,90 atau sebesar 1,2% dari penghasilan bruto. 76 C. Cara Perhitungan PPh Final Perusahaan Perhitungan Pajak Penghasilan Final ini dikutip dari catatan atas laporan keuangan tahun 2006 PT. Rimba Segara Lines yang telah diaudit oleh Akuntan Publik : 1. Pendapatan Eksploitasi KM Rimba Satu 9.615.523.807,80 KM Rimba Tiga 14.657.522.392,70 KM Rimba Empat 12.156.887.757,55 KM Rimba Lima 23.697.239.026,54 KM Rimba Tujuh 7.922.895.765,00 KM Rimba Delapan Jumlah Pendapatan Eksploitasi Tarif Pajak : 14.516.587.075,00 82.566.655.824,59 1,2% x 82.566.655.824,59 2. Sewa Ruangan Kantor Tarif Pajak : 10% x 421.102.070,00 3. Pendapatan Beda Kurs Tarif Pajak Pasal 29 10% x 33.893.362,50 Jumlah Pajak Penghasilan Final = 990.799.869,90 421.102.070,00 = 42.110.207,00 33.893.362,50 = 3.389.336,25 1.036.299.413,15 Dari total Pajak Penghasilan Final sebesar Rp.1.036.299.413,15 dimana untuk Pajak Penghasilan Final Jasa Pelayaran (hasil eksploitasi) sebesar Rp.990.799.869,90 telah dipungut/dipotong langsung oleh contra party (pemberi hasil ) pada saat PT. Rimba Segara Lines menerima pembayaran, demikian pula 77 Pajak Penghasilan Final Atas Sewa Ruangan Kantor sebesar Rp.42.110.207,00 telah dipotong/dipungut langsung oleh Penyewa (pemberi hasil). Para pemungut/pemotong pajak tersebut berkewajiban menyetorkannya ke Bank Persepsi /Kantor Pos dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana mereka terdaftar sebagai Wajib Pajak. Adapun PT. Rimba Segara Lines hanya menerima Bukti Potong PPh Final dari masing-masing pemberi hasil yang dapat dijadikan sebagai bukti atas pelunasan kewajiban pajak penghasilannya. Sedangkan Pajak Penghasilan atas pendapatan beda kurs sebesar Rp.3.389.336,25 merupakan jenis Pajak Penghasilan Perusahaan Pasal 29 yang harus dicatat oleh PT. Rimba Segara Lines sebagai kewajiban pajak pada perkiraan Hutang Pajak Yang Masih Harus Dibayar dimana harus disetorkan dan dilaporkan sendiri. D. Analisa terhadap faktor yang menyebabkan kesukaran perhitungan Penghasilan Kena Pajak Netto pada PT. Rimba Segara Lines Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang. Pada umumnya Penghasilan Kena Pajak dihitung dengan cara mengurangkan penghasilan dengan biaya-biaya yang terjadi sebagaimana yang dimaksud di dalam UU Perpajakan. Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan diberikan wewenang khusus untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus bagi perusahaan pelayaran guna menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Netto. 78 Sesuai dengan penjelasan Pasal 15 UU PPh No. 17 Tahun 2000 dikatakan bahwa yang demikian itu dilakukan untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak serta berdasarkan pertimbangan praktis. Dari hasil penelitian penulis di PT. Rimba Segara Lines ditemukan bahwa kesukaran sebagaimana dimaksud terletak pada menentukan besarnya komponen biaya. Hal ini dapat dilihat dari faktor-faktor karakteristik komponen biaya sebagai berikut : 1. Beban Eksploitasi yang sangat dominan dibandingkan dengan biaya lainnya. Dalam uraian terdahulu telah diperlihatkan bahwa beban ekploitasi yang merupakan biaya operasional kapal mencapai 93,96% dari seluruh beban usaha. Selain daripada itu telah diuraikan pula bahwa kapal tidak pernah idle dalam mengangkut komoditi milik penyewa, hal ini menunjukan posisi kapal yang selalu berpindah-pindah melakukan pelayaran (voyage) dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya bahkan sampai keluar negeri. Dengan demikian jelas terlihat factor kesulitan tersendiri dalam mengumpulkan informasi maupun laporan biaya-biaya secara akurat dan cepat atas armada kapal. 2. Kesukaran di dalam melakukan stock opname persediaan. Di dalam Bab. III telah diinformasikan bahwa total persediaan per 31 Desember 2006 sebesar Rp.2.169.931.332,80 meliputi bahan bakar kapal dan lubricant oil yang semuanya terdapat di atas kapal. Persediaan tersebut 79 berkaitan dengan biaya Bunker/Lub. Oil/Water sebesar Rp.35.503.896.541,20 atau sebesar 50,63% dari beban eksploitasi dan sebesar 47,57% dibandingkan seluruh biaya usaha. Dengan demikian terlihat bahwa biaya tersebut sangat besar dan material diantara pos-pos biaya lainnya, tetapi dengan tingkat aktivitas pelayaran (voyage) yang tinggi sehingga sangat menyulitkan di dalam melakukan stock opname atas persediaan yang ada di atas kapal. 3. Adanya biaya-biaya dibayar dimuka yang masih harus dipertanggungjawabkan oleh para agen yang ditunjuk. Dengan adanya biaya dibayar dimuka yang belum dipertanggungjawabkan, dimana sebenarnya biaya tersebut telah terjadi di lapangan sementara itu perusahaan harus menghitung penghasilan kena pajak. Hal ini mempengaruhi tingkat keakuratan di dalam memperhitungkan penghasilan kena pajak. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil analisa dan pembahasan serta penelitian pada PT. Rimba Segara Lines maka penulis berkesimpulan bahwa : 1. Perlakuan akuntansi terhadap pemungutan PPh Final atas jasa pelayaran (freight) yang dilakukan oleh penyewa kapal yaitu dengan menampungnya ke dalam perkiraan Biaya Pajak Final. Adapun jurnal tersebut dicatat dalam jurnal memorial setelah menerima pembayaran melalui transfer via bank. 2. Perhitungan penghasilan kena pajak dengan menggunakan metode Norma Penghitungan Khusus bagi perusahaan pelayaran dalam negeri adalah dengan melakukan perkalian antara Tarif Pajak Final yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan Penghasilan Bruto Perusahaan. 3. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kesukaran didalam menghitung Penghasilan Kena Pajak Netto terletak pada karakteristik komponen biaya yang terjadi, meliputi : a. Beban Eksploitasi yang sangat dominan dibandingkan dengan biaya lainnya. b. Kesukaran di dalam melakukan stock opname persediaan. 80 81 c. Adanya biaya-biaya dibayar dimuka yang masih harus dipertanggungjawabkan oleh para agen yang ditunjuk. A. Saran - saran Sedangkan saran-saran yang dapat penulis ajukan adalah : 1. Di dalam penerimaan pembayaran hendaknya lebih diteliti lagi mengenai adanya demurrage dan despatch, karena pada kenyataannya ketika dilakukan pembayaran kedua unsur pendapatan tersebut selalu di net-off oleh pengguna jasa. 2. Mengingat sebagian besar armada kapal dengan biaya penyusutan nihil atau dengan kata lain dengan nilai sisa buku nihil, maka sangat dapat diharapkan PT. Rimba Segara Lines dapat meningkatkan perolehan labanya melalui kinerja yang lebih baik. 3. Untuk lebih meningkatkan efektivitas serta netralitas fungsi pengawasan melalui Internal Kontrol, maka sebaiknya Bagian Internal Kontrol berada langsung di bawah instruksi Direktur Utama. Daftar Pustaka Gunadi. 2002. Ketentuan Perhitungan & Pelunasan Pajak Penghasilan, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta. Gunadi. 2002. Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia. 1999. Solusi Perpajakan Terlengkap (Tanya Jawab dan Ilustrasi), Cetakan Pertama, Majalah Berita Pajak, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan, Edisi Revisi 1 April 2002, Salemba Empat, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Edisi Revisi 1 September 2007, Salemba Empat, Jakarta. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. 2007. The Indonesian Tax in Brief, Koperasi Pegawai, Jakarta. Mohammad Zain. 2007. Manajemen Perpajakan, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta. R.P. Suyono. 2005. Shipping, Edisi 3, Penerbit PPM, Jakarta. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Pajak Penghasilan. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Sophar Lumbantoruan. 2005. Akuntansi Pajak, Cetakan ketujuh, PT Grasindo, Jakarta. Siti Resmi. 2005. Perpajakan : Teori dan Kasus, Edisi 2 Salemba Empat, Jakarta. Sofware Pajak : EXAC Library Compendium, Enterprise Edition PT.Softindo, Jakarta. Website Internet http://www.pajak.go.id ==========//\\========== Pembuat: Daftar Riwayat Hidup Nama : Bambang Supriyadi. Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 06 Agustus 1964. Agama : I s l a m. Status : Menikah. Nama Ayah : Maharuddin. Nama Ibu : Musinah Afifa. Riwayat Pendidikan : Pendidikan terakhir di Akademi Akuntansi Veteran, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta. Tamat tahun 1986. Riwayat Pekerjaan : 1. Kepala Bagian Akuntansi pada Bank Anrico tahun 1987-1989. 2. Kepala Seksi Akuntansi pada Bank Harapan Santosa tahun 1989-1991. 3. Kepala Operasional Bank pada Bank Harapan Santosa tahun 1991-1997. 4. Finance and Tax Manager pada PT. Sago Transindo tahun 1998-1999. 5. Assistant Tax Service Manager pada PT. Bank Mega Tbk. tahun 1999 sampai sekarang. Lain – lain : 1. Sebagai Trainer Operasional dan Akuntansi Perbankan pada PT. Bank Mega Tbk. Tahun 1999 – 2001. 2. Sebagai Trainer Perpajakan Mega Training Centre pada PT. Bank Mega Tbk. Tahun 2001 sampai sekarang. 3. Membuat dan merancang system perpajakan all taxes pada PT. Bank Mega Tbk. Yang dipergunakan melalui website internal. 4. Membuat dan merancang system kontroll dan system rekonsiliasi perpajakan pada PT. Bank Mega Tbk, dengan Microsoft Access. Cita-cita : Ingin menyumbangkan pengalaman sebagai bakti kepada Negara ini dengan menjadi dosen. Motto : Skill and Professional.. ==========//\\==========