universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16 JANUARI – 27 JANUARI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MARVEL, S.Far.
1106047152
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16 JANUARI – 27 JANUARI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MARVEL, S.Far.
1106047152
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
iii
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmatnya sehingga
penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai
salah satu syarat kelulusan dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia untuk
mencapai gelar Apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1.
Drs. Masrul, Apt, selaku Kasubdit Standardisasi dan Sertifikasi, beserta
jajaran dan staf yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk
dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2.
Dr. Katrin, MS., Apt. sebagai pembimbing dari Program Profesi Apoteker
Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penyusunan laporan.
3.
Dra. Lili Sa’diah Jusuf, Apt., selaku Kasie Standardisasi dan Sertifikasi
Produksi dan Distribusi yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk
dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam
penyusunan laporan ini.
4.
Dra. Nasirah Bahaudin, Apt, MM, selaku Direktur Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI.
6.
Dr. Harmita, Apt. sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Departemen
Farmasi FMIPA UI.
7.
Lucia Dina K, SH., M.Si, beserta jajaran dan staf yang telah memberikan
pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8.
drg. Arianti A. Indrajid, MKM, selaku Kepala Subdit Penilaian Alat
Kesehatan beserta jajaran dan staf.
iv
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
9.
Dra. Rully Makarawo, selaku Kepala Subdit Penilaian Produk Diagnostik
Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, beserta jajaran dan staf.
10. Drs. Rahbudi, selaku Kepala Subdit Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT,
beserta jajaran dan staf.
11. Nurlaili Isnaeni, Apt, MKM selaku Kasie Alkes Non Elektromedik dan Ibu
Siti Nurhasanah, S.Si, Apt selaku Kasie Alat Kesehatan Elektromedik beserta
jajaran dan staf.
12. Dra. Ema Viaza, Apt selaku Kasie Produk Diagnostik Invitro dan Ibu Dra.
Nurhidayat, S.Si, Apt Kasie Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga beserta
jajaran dan staf.
13. Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt. selaku Kasie Inspeksi Produk dan Kasie
Inspeksi Sarana dan Distribusi beserta jajaran dan staf.
14. Dra. Ninik Haryati, Apt selaku Kasie Standardisasi Produk beserta jajaran
dan staf.
15. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
16. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.
17. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 74 yang
saling membantu dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan
PKPA.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
2012
v
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………………...…….
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...……….
i
iii
iv
vi
viii
BAB 1. PENDAHULUAN …………………………………………………
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….
1.2 Tujuan …………………………………………………………..
1
1
2
BAB 2. TINJAUAN UMUM …………………..………………….………..
2.1 Kementerian Kesehatan Republik ……………………………...
2.1.1 Dasar Hukum ……………………………………………
2.1.2 Visi dan Misi …………………………………………….
2.1.3 Rencana Strategis ………………………………………..
2.1.4 Tugas …………………………………………………….
2.1.5 Fungsi ……………………………………………………
2.1.6 Struktur Organisasi ……………………………………...
2.2 Tinjauan tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan …………………………………………………
2.2.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi …………………………..
2.2.2 Struktur Organisasi ……………………………………...
3
3
3
4
4
5
5
5
6
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN ………………………
3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ……...
3.2 Tugas Pokok dan Fungsi ……………………………………….
3.3 Struktur Organisasi …………………………………………….
3.3.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan ………………...
3.3.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) …………
3.3.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ……………………...
3.3.4 Subdiraktorat Standardisasi dan Sertifikasi ……………..
3.3.5 Subbagian Tata Usaha …………………………………...
3.3.6 Kelompok Jabatan Fungsional …………………………..
3.4 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan ………………………………………………………
3.4.1 Sertifikasi Produksi ……………………………………...
3.4.2 Izin Penyalur Alat Kesehatan ……………………………
3.4.3 Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan …………………..
3.4.4 Izin Toko Alat Kesehatan ……………………………….
3.4.5 Pemberian Izin Edar Produk …………………………….
3.4.6 Pelayanan Surat Keterangan …………………………….
3.5 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat
vi
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
6
7
17
17
17
18
18
20
22
23
25
25
25
25
29
32
33
35
40
41
Universitas Indonesia
Kesehatan dan PKRT …………………………………………..
3.5.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ……... 41
3.5.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat
42
Kesehatan dan PKRT ……………………………………
BAB 4. PEMBAHASAN ………………………...…………………………
44
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………..…. 50
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 50
5.2 Saran …………………………………………………………… 51
DAFTAR REFERENSI …………………………………………………….
52
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 53
vi
vii
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2.1
Lampiran 2.2
Lampiran 2.3
Lampiran 2.4
Lampiran 2.5
Lampiran 2.6
Lampiran 2.7
Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI....................
Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ..................................................
Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ................................
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan ..........................................................
Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan ...................................................
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian ........................................................
viii
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
54
55
56
57
58
59
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tantangan di bidang pembangunan kesehatan dalam menuju pelayanan
kesehatan berkeadilan telah meningkatkan upaya pemerintah di sektor kesehatan.
Pemerintah Indonesia mengusung pencapaian sasaran Millennium Development
Goals (MDGs) pada tahun 2015 dengan target pencapaian kesejahteraan rakyat
dan kemudahan dalam mendapat akses kesehatan pada 2015 (Kementerian
Kesehatan RI, 2011a).
Salah satu sasaran MDGs yaitu memerangi HIV/AIDS, malaria, dan
penyakit menular lainnya. Faktor resiko penularan AIDS di Indonesia adalah
hubungan seks heteroseksual tanpa pelindung (kondom) dan tukar-menukar jarum
suntik di antara pengguna narkotik suntik, sehingga penilaian, pengawasan dan
pengendalian alat-alat kesehatan menjadi penting (Kementrian Kesehatan RI,
2011b). Untuk mencapai peningkatan pembangunan kesehatan perlu adanya
upaya promosi kesehatan terhadap individu masyarakat mengenai kesehatan diri
dan lingkungannya. Hal ini terutama untuk mendukung sasaran MDGs dalam
mencegah terjadinya penyakit menular, sehingga upaya pengadaan perbekalan
kesehatan rumah tangga menjadi penting.
Adanya harmonisasi ASEAN juga turut meningkatkan eksistensi
pemerintah dalam meningkatkan pengawasan produk-produk lokal dan impor.
Harmonisasi ASEAN telah membuka persaingan antar negara ASEAN untuk
dapat memasarkan produk-produknya, salah satunya sektor kesehatan di bidang
regional ASEAN.
Pemerintah dalam hal penilaian alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga perlu melaksanakan pembinaan terhadap perusahaan rumah tangga
atau industri yang bergerak di bidang sarana dan produk alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga, meningkatkan keamanan, mutu dan khasiat
dari alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar serta
1
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
2
melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan
yang salah maupun penyalahgunaan pemakaian.
Berdasarkan PERMENKES No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah unsur pelaksana yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian,
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sebagai salah satu
direktorat yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian dapat berperan serta
dalam upaya pelayanan kesehatan di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga, sehingga untuk mendapatkan
pengetahuan dan gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, maka diadakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
1.2
Tujuan
a. Memahami secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
b. Memahami struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan.
c. Memahami peran apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Republik Indonesia, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
3
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian
Kesehatan
adalah
salah
satu
kementerian
dalam
pemerintahan Indonesia yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di
bidang kesehatan dan membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara. Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden, serta dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan
RI, 2010b).
2.1.1
Dasar Hukum (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
1144/MENKES/PER/2010, yaitu:
a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916).
b. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 5063).
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009.
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.
f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara.
g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010.
3
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
4
h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan.
i. Keputusan Menteri Kesehatan No. 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
2.1.2
Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2010a)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai Visi Rencana
Strategis yang ingin dicapai, yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan”. Visi tersebut dituangkan menjadi 4 misi, yaitu :
a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik
2.1.3
Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a)
Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-2014
dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan
dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif dan
preventif.
c. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
5
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna,
dan
berhasilguna
untuk
memantapkan
desentralisasi
kesehatan
yang
bertanggungjawab.
2.1.4
Tugas (Kementerian kesehatan RI, 2010b)
Tugas Kementerian Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010
pasal
2
adalah
menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
2.1.5
Fungsi (Kementerian kesehatan RI, 2010b)
Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan
fungsi, yaitu:
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan RI.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.6
Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 yang dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010,
struktur organisasi Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri
Kesehatan terdiri atas :
a. Sekretariat Jenderal.
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
6
f. Inspektorat Jenderal.
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal
n. Pusat Data dan Informasi
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
r. Pusat Komunikasi Publik
s. Pusat Promosi Kesehatan
t. Pusat Inteligensia Kesehatan
u. Pusat Kesehatan Haji
Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 2.1.
2.2
Tinjauan tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah unsur pelaksana yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur
Jenderal (Kementerian kesehatan RI, 2010b).
2.2.1
Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
7
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.2
Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Bagan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2.2.
2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan
teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai
fungsi:
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran
b. Pengelolaan data dan informasi
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan
hubungan masyarakat
d. Pengelolaan urusan keuangan
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan
f. Evaluasi dan penyusunan laporan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
8
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas:
a. Bagian Program dan Informasi
Bagian
Program
dan
Informasi
mempunyai
tugas
melaksanakan
penyusunan rencana, program, dan anggaran, pengelolaan data dan informasi,
serta evaluasi dan penyusunan laporan. Bagian Program dan Informasi terdiri
dari Subbagian Program, Subbagian Data dan Informasi, dan Subbagian
Evaluasi dan Pelaporan.
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat
Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, dan hubungan
masyarakat. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat terdiri atas
Subbagian Hukum, Subbagian Organisasi, dan Subbagian Hubungan
Masyarakat.
c. Bagian Keuangan
Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan urusan keuangan.
Bagian Keuangan terdiri atas Subbagian Anggaran, Subbagian Perbendaharaan, dan
Subbagian Verifikasi dan Akuntansi.
d. Bagian Kepegawaian dan Umum
Bagian Kepegawaian dan Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan
kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan.
Bagian Kepegawaian dan Umum terdiri atas Subbagian Kepegawaian,
Subbagian Tata Usaha dan Gaji dan Subbagian Rumah Tangga.
e. Kelompok Jabatan Fungsional
Struktur organisasi Sekretariat Direktorat Jendral dapat dilihat pada Lampiran 2.3.
2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (Kementerian
Kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
9
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas:
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas Seksi
Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat.
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
10
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan
laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Subdirektorat ini terdiri dari Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan.
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta
bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat ini terdiri dari Seksi
Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta Seksi
Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan
di bidang pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan
kesehatan. terdiri dari Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan serta Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
e. Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat
dilihat pada Lampiran 2.4.
2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI,
2010b)
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
11
pelayanan
kefarmasian.
Direktorat
Bina
Pelayanan
Kefarmasian
dalam
melaksanakan tugasnya, mempunyai fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas:
a. Subdirektorat Standardisasi
Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
rasional. Subdirektorat Standardisasi terdiri dari Seksi Standardisasi Pelayanan
Kefarmasian dan Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional.
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas
Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan
norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Subdirektorat Farmasi
Komunitas terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi
Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas.
c. Subdirektorat Farmasi Klinik
Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
12
di bidang farmasi klinik. Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas Seksi
Pelayanan Farmasi Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik.
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional
Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang
penggunaan obat rasional. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas
Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi
Penggunaan Obat Rasional.
e. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat.
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada
Lampiran 2.5.
2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian
Kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
13
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas:
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan bertugas menyiapkan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat
Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat
Kesehatan Non Elektromedik.
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan
perbekalan
kesehatan
rumah
tangga.
Subdirektorat
Penilaian
Produk
Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri dari Seksi
Produk Diagnostik in vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
14
Subdirektorat ini terdiri atas Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana
Produksi dan Distribusi.
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
Subdirektorat
Standardisasi
dan
Sertifikasi
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk
dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga. Subdirektorat ini terdiri dari 2 seksi yaitu Seksi Standardisasi
Produk dan juga Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.
e. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat. Tata Usaha mempunyai tugas diantaranya dalam
pengelolaan urusan keuangan, bagian kepegawaian dan peralatan (inventaris
alat).
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat
dilihat pada Lampiran 2.6.
2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian
Kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian menyelenggarakan fungsi, yaitu:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
15
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas:
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan,
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan
di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat
Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri atas Seksi
Standardisasi Produksi dan Distribusi dan Seksi Perizinan Sarana Produksi dan
Distribusi.
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan
teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
produksi kosmetika dan makanan. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan
Makanan terdiri atas Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika dan Makanan;
dan Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika.
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan
Sediaan Farmasi Khusus
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika,
psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus. Subdirektorat Produksi
dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
16
Khusus terdiri atas Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; dan
Seksi Sediaan Farmasi Khusus.
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan
bahan baku obat. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat
terdiri atas Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat; dan Seksi Kerjasama.
e. Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat.
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat
dilihat pada Lampiran 2.7.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
17
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
3.1
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian
Kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah
satu direktorat yang terdapat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat ini dibentuk
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh
seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
3.2
Tugas Pokok dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut, Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
b. pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
17
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
18
d. penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga
e. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
f. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
3.3
Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas:
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik in vitro
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi
dan Distribusi
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi
Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produk dan Distribusi
e. Subbagian Tata Usaha
f. Kelompok Jabatan Fungsional
3.3.1
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI,
2010b)
Berdasarkan
Peraturan
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
Menteri
tentang
Kesehatan
Organisasi
Republik
dan
Indonesia
Tata
Kerja
Kementerian Kesehatan yang dituliskan pada Pasal 591, Subdirektorat Penilaian
Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
19
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian
alat kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 591,
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu :
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
alat kesehatan;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
penilaian alat kesehatan;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan.
Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.3.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik
Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan
laporan
di
bidang
penilaian
alat
kesehatan
elektromedik
(Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam
penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit
elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring
maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert),
sehingga cara penggunaan alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan, tetapi
harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.
Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung,
inkubator, dan lain-lain.
3.3.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik
Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
20
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik
(Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Alat kesehatan non-elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam
pengunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Pengunaan alat kesehatan ini
beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara
pengunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada
kemasannya. Penggunaan dicantumkan dalam rangka meningkatkan tingkat
keamanan dalam penggunaan alat kesehatan non-elektromedik dan juga
menghindari bahaya yang besar saat terjadi penyalahgunaan alat kesehatan nonelektromedik. Namun beberapa alat kesehatan non-elektromedik juga memerlukan
tenaga ahli untuk penggunaannya sebagai contoh implan jantung yang sangat
beresiko apabila tidak menggunakan bantuan tenaga ahli dalam aplikasinya selain
itu penggunaan reagensia dalam rangka diagnostik seperti larutan benedict,
larutan seliwanoff, dan juga reagensia lainnya. Jika reagen-reagen tersebut tidak
menggunakan bantuan ahli dalam penggunaannya maka bisa terjadi postif palsu
ataupun negatif palsu yang kemudian akan membuat diagnostik menjadi bias.
Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer, plester, kursi
roda, reagensia dan lain-lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
3.3.2
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Subdirektorat
Penilaian
Produk
Diagnostik in vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
21
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in
vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT, terdiri dari
Seksi Produk Diagnostik in vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
3.3.2.1 Seksi Produk Diagnostik in vitro
Seksi Produk Diagnostik in vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro (Kementerian
Kesehatan RI, 2010b).
Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang
digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan
kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit
atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi
pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh
manusia. Produk diagnostik in vitro terdiri dari 4 kategori, yaitu: kategori 1
peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, kategori 2 peralatan hematologi dan
patologi, kategori 3 peralatan imunologi dan mikrobiologi, dan kategori 11
peralatan obstretrik dan ginekologi. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah
cholesterol (total) test system, uric acid test system, glucose test system, tes
kehamilan, dan lain – lain (Kementerian Kesehatan RI, 2010c).
3.3.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
22
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga
(Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No
1189/MENKES/PER/VIII/2010, perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT)
adalah alat, bahan, atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga, dan
tempat-tempat umum. Contoh PKRT adalah alkohol, anti nyamuk bakar, repelan,
tissue, kapas, deterjen, dan lain - lain (Kementerian Kesehatan RI, 2010c).
3.3.3
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT) (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Dalam melaksanakan
tugas-tugasnya, Subdirektorat
Inspeksi
Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi
produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
23
Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas Seksi Inspeksi Produk dan Seksi
Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi.
3.3.3.1 Seksi Inspeksi Produk
Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
3.3.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga
(Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
3.3.4
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi (Kementerian Kesehatan RI,
2010b)
Tugas Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010
adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
menyelenggarakan fungsi:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
24
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi
produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari dua seksi yaitu
Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan
Distribusi.
3.3.4.1 Seksi Standardisasi Produk
Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
3.3.4.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
25
3.3.5
Subbagian Tata Usaha (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat.
3.3.6
Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas
sejumlah Jabatan Fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan
fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing Kelompok Jabatan
Fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk
oleh Kepala Satuan Organisasi. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan
kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.4
Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT, meliputi: sertifikasi produksi,
pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan. Selain itu, ada
juga pelayanan surat keterangan.
3.4.1
Sertifikasi Produksi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c)
Sertifikat produksi adalah sertifikat yang diberikan oleh Menteri
Kesehatan kepada pabrik yang telah melaksanakan cara pembuatan yang baik
untuk memproduksi alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga
yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Sebelumnya yang
berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh
perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah
memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi
dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan Yang Baik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
26
(CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan dan Rumah Tangga
Yang Baik (CPPKRTB).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kesiapan pabrik dalam penerapan
CPAKB atau CPPKRTB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
maka sertifikasi produksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT) dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas meliputi:
a. Sertifikat produksi kelas A
Pabrik memproduksi alat kesehatan/PKRT kelas I, II dan III, menerapkan
seluruh aspek CPAKB/CPPKRTB. Penanggung jawab teknisnya minimal
Apoteker atau sarjana lain yang sesuai atau memiliki sertifikat yang sesuai,
dan D3 ATEM untuk alat kesehatan elektromedik serta harus mempunyai
laboratorium sendiri.
b. Sertifikat produksi kelas B
Pabrik memproduksi alat kesehatan/PKRT kelas I dan II. Khusus alat
kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril. Penanggung jawab
teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya.
Jika tidak memiliki laboratrium sendiri, harus bekerja sama dengan
laboratorium yang ditunjuk.
c. Sertifikat produksi kelas C
Industri Rumah Tangga yang hanya diijinkan memproduksi alat kesehatan
dan PKRT kelas I dan kelas II tertentu. Penanggung jawab teknisnya SMK
farmasi atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium
yang terakreditasi dan diakui.
3.4.1.1 Persyaratan Membuat Sertifikat Produksi (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010c)
a. Permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha.
b. Badan usaha tersebut harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal.
c. Perusahaan harus memiliki penanggung jawab teknis yang berpendidikan
sesuai dengan jenis produk yang diproduksi dan bekerja penuh waktu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
27
d. Memenuhi ketentuan mengenai laboratorium dalam permohonan sertifikat
produksi sesuai dengan klasifikasi produk yang diproduksi.
3.4.1.2 Tata Cara Mendapat Sertifikasi Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c)
a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri
melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat
c. Tim melaksanakan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga
ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui
oleh Direktur Jenderal
d. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaaan dan membuat berita acara pemeriksaan
e. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur
Jenderal
f. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir b, c, dan d tidak
dilaksanaan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat
membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
g. Setelah diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana dimaksud
pada butir e, Direktur Jenderal mengeluarkan Sertifikat Produksi Alat
Kesehatan dan/atau PKRT, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah berkas lengkap
h. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada
butir g, Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan
permohonan sertifikat produksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
28
i. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada butir h diberi kesempatan
untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6
(enam) bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.
3.4.1.3 Masa Berlaku Sertifikat Produksi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010c)
Sertifikat produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Permohonan perpanjangan sertifikat
produksi diajukan oleh perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
berakhir masa berlaku sertifikat produksi kepada Direktur Jenderal melalui kepala
dinas kesehatan provinsi. Perusahaan yang tidak melakukan perpanjangan
sertifikat produksi hingga masa berlau sertifikat habis, harus mengajukan
permohonan sertifikat produksi baru.
3.4.1.4 Perubahan Sertifikat Produksi
Perubahan sertifikat produksi dilakukan apabila terjadi perubahan sebagai
berikut:
a. Perubahan badan usaha
b. Perubahan nama dan alamat perusahaan
c. Penggantian penanggung jawab teknis
d. Penggantian pemilik/pimpinan perusahaan
e. Perubahan klasifikasi
3.4.1.5 Pencabutan Sertifikat Produksi
Sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT dapat dicabut oleh
Direktur Jenderal apabila :
a. Terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan perundang-undangan
yang dapat mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan pengguna, pekerja,
atau lingkungan.
b. Terbukti sudah tidak lagi menerapkan Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau
PKRT yang Baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
29
Pelaksanaan pencabutan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT
akibat pelanggaran peraturan dilakukan dengan cara:
a. Peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang
waktu masing-masing 2 (dua) bulan
b. Penghentian sementara kegiatan
c. Pencabutan sertifikat produksi
Pelaksanaan pencabutan akibat terjadi pelanggaran terhadap persyaratan
dan peraturan yang dapat mengakibatkan bahaya bagi pengguna dan pekerja dapat
dilakukan secara langsung.
3.4.2
Izin Penyalur Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010e)
Berdasarkan
Permenkes
No.1191/Menkes/Per/VIII/2010
tentang
penyaluran alat kesehatan, disebutkan bahwa penyaluran alat kesehatan hanya
dapat dilakukan oleh PAK, cabang PAK, dan toko alat kesehatan.
a. Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan
yang berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan
perundang-undangan.
b. Cabang Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disebut cabang PAK adalah
unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan
atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Penyaluran alat kesehatan harus mengikuti pedoman Cara Distribusi Alat
Kesehatan Yang Baik (CDAKB). Yang dimaksud CDAKB adalah pedoman yang
digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang
bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan
senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaanya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
30
Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan, yaitu melaksanakan ketentuan
CDAKB dan perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha. Direktur Jendral
melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun
sekali sesuai dengan CDAKB. Setiap PAK dapat mendirikan cabang PAK di
seluruh wilayah Republik Indonesia.
3.4.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010e)
Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan
yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang
memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri,
kontrak atau sewa paling singkat dua tahun.
d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam
melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan
alat kesehatan yang memerlukannya.
e. Memenuhi CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik).
3.4.2.2 Tata Cara Pemohon Mendapatkan Izin PAK (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010c)
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal
melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat;
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat;
c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
31
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal;
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir b sampai dengan
butir d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat
membuat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat;
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada butir e, dengan mempertimbangkan persyaratan
izin PAK, Direktur Jenderal dapat melakukan tindakan penundaan atau
penolakan permohonan izin PAK;
g. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir d, Direktur Jenderal
mengeluarkan izin PAK;
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada butir f kepada pemohon
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
3.4.2.3 Masa Berlaku Izin Penyalur Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010e)
Izin Penyalur Alat Kesehatan berlaku selama memenuhi persyaratan, yaitu
melaksanakan ketentuan CDAKB dan perusahaan masih aktif melakukan kegiatan
usaha. Untuk menjamin terpenuhinya syarat sebagaimana dimaksud yang telah
disebutkan di atas, Direktur Jenderal melakukan audit menyeluruh terhadap PAK
paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB. Perubahan izin
PAK harus dilakukan apabila terjadi:
a. Perubahan badan hukum perusahaan
b. Pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis; dan/atau
c. Perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
32
3.4.3
Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK)
3.4.3.1 Surat Permohonan Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (PAK)
Untuk dapat mengajukan permohonan izin Cabang PAK, pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki izin PAK
b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh dengan pendidikan
paling rendah asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat sesuai bidangnya
c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang
memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri,
kontrak atau sewa paling singkat dua tahun.
d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam
melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan
alat kesehatan yang memerlukannya
e. Memenuhi CDAKB
3.4.3.2 Tata Cara Pemohon Mendapatkan Izin Cabang PAK
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada kepala dinas
kesehatan provinsi setempat;
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat;
c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan;
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada kepala dinas kesehatan
provinsi;
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir b sampai dengan
butir d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat
membuat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada kepala dinas
kesehatan provinsi setempat;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
33
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada butir e, dengan mempertimbangkan persyaratan
izin Cabang PAK, kepala dinas kesehatan provinsi dapat melakukan tindakan
penundaan atau penolakan permohonan izin cabang PAK;
g. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir d, kepala dinas kesehatan
provinsi mengeluarkan izin cabang PAK;
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada butir f kepada pemohon
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
3.4.4
Izin Toko Alat Kesehatan
3.4.4.1 Surat Permohonan Izin Toko Alat Kesehatan
Untuk dapat mengajukan permohonan izin toko alat kesehatan, pemohon
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang telah memperoleh izin usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2
(dua) tahun.
3.4.4.2 Tata Cara Pemohon Izin Toko Alat Kesehatan
a. Pemohon
mengajukan
permohonan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota setelah menerima permohonan selambatlambatnya 12 hari kerja menugaskan petugas pelaksana untuk melakukan
pemeriksaan setempat.
c. Petugas pelaksana setelah menerima tugas, selambat-lambatnya 12 hari kerja,
harus melaksanakan pemeriksaan setempat dengan membuat Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dan membuat laporan apakah izin dapat diberikan atau
tidak. Pemeriksaan meliputi:
1) Persyaratan administrasi seperti NPWP, izin usaha, keterangan domisili
2) Sarana dan prasarana
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
34
3) Kelengkapan administrasi toko seperti faktur, kuitansi, kartu stok, buku
penjualan dan lainnya.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah menerima laporan, selambatlambatnya 12 hari kerja, mengeluarkan izin atau menolak permohonan, dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
3.4.4.3 Jenis Produk
Jenis produk yang diizinkan untuk didistribusikan oleh toko Alat
Kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Tempat tidur pemeriksaan pasien
b. Tempat tidur pasien statis
c. Kapas dan Pembalut
d. Instrumen bedah sederhana
e. Kasa, perban, dan plester
f. Timbangan badan
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Kompres
j. Rapid Test (pemakaian sendiri)
k. Thermometer
l. Shaker dan rotator
m. Vaccum tube
n. Nebulizer
o. Alat kesehatan fisik untuk membantu fungsi tubuh seperti tongkat, kursi roda,
treadmill, massager, lumbar support, dan lain-lain.
3.4.4.4 Pembinaan dan Pengendalian Toko Alat Kesehatan (Alkes)
Pembinaan terhadap toko Alkes dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai pedoman dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan cq Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
35
3.4.4.5 Pelaporan
Toko Alkes wajib menyampaikan laporan kegiatan penjualan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi
setiap 1 (satu) tahun sekali.
3.4.4.6 Larangan
Toko Alkes dilarang menjual Alkes yang tidak memiliki izin edar dan
Alkes yang memerlukan tenaga ahli dan atau pengawasan dalam penggunaannya.
3.4.4.7 Pencabutan Izin Toko Alat Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut izin toko Alkes
apabila:
a. Terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan tentang toko Alkes
b. Terjadi pelanggaran yang dapat membahayakan pengguna, pasien, pekerja, dan
lingkungan.
c. Pelaksanaan pencabutan izin toko Alkes, dilakukan dengan cara:
1) Peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
2) Penghentian sementara kegiatan.
3) Pencabutan Izin toko Alkes.
3.4.5
Pemberian Izin Edar Produk
Dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara
pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data,
keputusan,
perubahan
data,
penambahan
ukuran
kemasan,
pembatalan
persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk
pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan
rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal,
pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
36
produksi, sedangkan untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan
oleh penyalur alat kesehatan.
Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut
haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut :
a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji
klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah
tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan
yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan.
b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya
menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan
maupun perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian
atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi
informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya
apabila terjadi kecelakaan.
Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis.
3.4.5.1 Data Administrasi
a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu:
sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi
(bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila
menggunakan merek sendiri).
b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu:
izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk
mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari
pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate
of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual.
c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu
sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of
Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
37
(toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak
lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika
ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida),
formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran
BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan
stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan,
penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Khusus
PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari
Komisi Pestisida.
d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat
penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI
setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale
untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir
lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB
(spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan
stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan,
penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan.
3.4.5.2 Data Teknis
Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut :
a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan
komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan
fungsi masing-masing bahan.
b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses
produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi
kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut.
c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan
melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai
keselamatan listrik.
d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
38
e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data
administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan
jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan
Formulir E (post market evaluation).
Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.
Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan
evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian
dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor
registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka
dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika
sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka
dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui.
Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut :
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: sub kategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 – 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKD 21303211019
AKD
: Alat Kesehatan Dalam Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (resiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 13)
: Peralatan ortopedi
Digit 4,5 (Angka 03)
: Peralatan ortopedi bedah
Digit 6,7 (Angka 21)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2012
Digit 8-11 (Angka 1019)
: nomor urut pendaftaran 1019
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
39
Alat ini adalah alat kesehatan dalam negeri (AKD), termasuk kelas 2 dan
didaftarkan pada tahun 2012 dengan nomor urut 1019. Untuk penentuan/penilaian
kelas, kategori dan sub-kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal
Regulation (CFR).
Contoh nomor izin edar PKRT : PKL 10102600879
PKL
: PKRT luar negeri
Digit 1 (Angka 1)
: kelas 1
Digit 2,3 (Angka 01)
: kategori 1 (tissue dan kapas)
Digit 4,5 (Angka 02)
: sub kategori 2 ( facial tisue)
Digit 6,7 (Angka 60)
: tahun pemberian izin (dibalik) 2006
Digit 8-11 (Angka 0879)
: nomor urut pendaftaran 0879
Alat ini adalah perbekalan kesehatan rumah tangga luar negeri (PKL),
termasuk kelas 1, kategori tissue dan kapas, subkategori facial tissue, dan
didaftarkan pada tahun 2006 dengan nomor urut 0879.
Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan
dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan
wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5 tahun
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d).
Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada
produk yang telah mendapat izin edar tersebut seperti ukuran, penandaan,
kemasan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka produk tersebut harus
didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat
memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula
maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor
izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru)
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
40
3.4.6
Pelayanan Surat Keterangan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan
pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga
memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu :
3.4.6.1 Certificate Of Free Sale (CFS)
CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau perbekalan
kesehatan rumah tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu :
a. Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara tujuan.
b. Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk.
c. Surat izin produksi atau sertifikat produksi.
3.4.6.2 Surat Keterangan Lainnya
Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut:
a. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang
berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat atau kondisi
bencana.
b. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga untuk
penelitian.
c. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam
memproduksi alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang
sudah terdaftar.
d. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat
kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan
pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
e. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka
persyaratan pemberian izin edar.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat
keterangan tersebut diantaranya yaitu:
a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
41
b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang.
c. Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai
(invoice).
d. Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta persetujuan dari
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau
persetujuan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di
puskesmas.
e. Surat protokol pengujian.
f. Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud.
g. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut.
3.5
Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan
Keamanan Alat
Kesehatan dan PKRT
3.5.1
Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT
Meningkatnya penggunaan alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) berdampak pada meningkatnya produksi dalam
negeri serta meningkatnya produk impor. Untuk menjamin ketersediaan Alkes dan
PKRT yang baik, bermutu, bermanfaat dan aman, maka dilakukan pembinaan
oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes. Pelaksanaan pembinaan perlu
dilakukan sejak proses produksi hingga saat penggunaan di masyarakat meliputi:
tingkat pengadaan, tingkat produksi dan tingkat distribusi agar penggunaan Alkes
dan PKRT dapat tepat guna dan berhasil guna. Sesuai dengan PERMENKES RI
No.1184 Tahun 2004 mengenai pengamanan alat kesehatan dan PKRT disebutkan
bahwa pembinaan yang dilakukan diarahkan untuk:
a. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan atau perbekalan
kesehatan rumah tangga yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan.
b. Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan kemanfaatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
42
c. Menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang
diedarkan.
Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dalam kegiatannya
dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004):
a. Informasi produk, yaitu penyebarluasan informasi melalui iklan kepada
masyarakat harus memuat keterangan secara objektif, lengkap dan tidak
menyesatkan.
b. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan
produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/ dan CPPKRTB).
c. Peredaran, dilakukan dengan menjaga keamanan, mutu, kemanfaatan dan
penandaan yang cukup memadai.
d. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis
tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan
atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam
bidang alat kesehatan dan PKRT.
e. Pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan
dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan
dalam rangka pelayanan masyarakat.
3.5.2
Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT
Alkes dan PKRT dalam penggunaannya dapat menimbulkan masalah yang
mungkin dapat merugikan penggunanya atau orang disekelilingnya. Timbulnya
masalah tersebut mungkin dapat disebabkan karena kesalahan alat (terutama bila
alat kesehatan tidak memenuhi standar mutu) atau kesalahan dalam penggunaan
(misal dalam penggunaannya perlu keterampilan khusus). Oleh karena itu,
pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan
kemanfaatan dari produk selama peredaran. Pengawasan ini dilaksanakan baik
oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. Pengawasan yang dapat
dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal), yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
43
a. Melaksanakan
pembinaan,
pengendalian
dan
pengawasan
dengan
memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten.
b. Memberikan sanksi yang berskala nasional, provinsi, dan kabupaten terhadap
pabrik yang melakukan kesalahan.
c. Meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten, propinsi, dan
pusat.
Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur untuk
memberikan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produknya terhadap
masyarakat.
Pengawasan
yang
dapat
dilakukan
oleh
produsen/penyalur
(pengawasan internal), yaitu:
a. Produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang mutu
dan klaim produknya.
b. Melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya.
c. Melaksanakan perbaikan dan atau menarik produknya yang tidak memenuhi
standar.
Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berperan aktif dalam melakukan
pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi
persyaratan. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan
eksternal), yaitu:
a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap
alat kesehatan yang beredar.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen untuk
peningkatan mutu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
44
BAB 4
PEMBAHASAN
Kementerian
Kesehatan
merupakan
institusi
pemerintah
yang
melaksanakan urusan di bidang kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta dipimpin oleh seorang
Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki empat Direktorat
Jenderal, salah satunya adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur
Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi Sekretariat Direktorat Jenderal dan
empat Direktorat yakni Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Direktorat tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subbagian Tata Usaha dan 4 subdit, yaitu Subdit Penilaian Alat Kesehatan, Subdit
Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT, Subdit Inspeksi Alat Kesehatan
dan PKRT serta Subdit Standardisasi dan Sertifikasi. Tugas dari Direktorat Bina
Produksi dan Alat Kesehatan yaitu menyiapkan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat
kesehatan dan PKRT. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
melaksanakan fungsinya sesuai tugasnya yaitu penyiapan perumusan kebijakan,
pelaksanaan kegiatan, penyusunan NSPK, penyiapan pemberian bimbingan
teknis, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang
penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan PKRT.
Pengawasan yang dilakukan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
44
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
45
penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang
tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Setiap
subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang
kepala seksi. Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi
yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 di mana struktur organisasi ini baru dilaksanakan
secara resmi pada bulan Januari 2011.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan yang dituliskan pada Pasal 591, Subdirektorat Penilaian Alat
Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian
alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat
Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada
struktur organisasi sebelumnya, dua seksi ini terpisah dalam subdirektorat yang
berbeda. Perubahan struktur ini dilakukan untuk mengefisiensikan dan
mengefektifkan kinerja. Alat Kesehatan Elektromedik merupakan alat kesehatan
yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian
elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk
diagnostik, monitoring maupun terapi. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk
reparasi/workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga
Nuklir) jika alat yang ingin diedarkan menggunakan radiasi/X-ray. Alat kesehatan
non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak
menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang
dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara pengunaannya harus
dicantumkan pada
alat
kesehatan
atau kemasannya, contohnya
adalah
thermometer, kassa, plester, dan lain-lain. Beberapa alat kesehatan non
elektromedik juga memerlukan tenaga ahli untuk penggunaannya sebagai contoh
implan jantung yang sangat beresiko terhadap pasien apabila tidak menggunakan
bantuan tenaga ahli dalam aplikasinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
46
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT merupakan
subdit yang menilai produk diagnostik in vitro dan PKRT. Pada struktur
sebelumnya, produk diagnostik in vitro disebut dengan produk diagnostik
reagensia. Reagensia adalah bahan/pereaksi yang digunakan secara tidak langsung
dalam menegakkan/ menentukan diagnosa atau kondisi lain.
Contoh produk
diagnostik in vitro ada 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi
klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi
serta peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik in
vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan
uji klinis maupun uji pre klinis. Produk diagnostik in vitro biasanya merupakan
produk impor. Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in
vitro memiliki kekhasan tersendiri. Sebagian produk memiliki persyaratan
penyimpanan suhu dan kelembaban, dan rentan terhadap perubahan suhu dan
kelembaban. Sehingga kondisi penyimpanan dan proses distribusi sangat
mempengaruhi kualitas produk. Penurunan kualitas akan berpengaruh terhadap
kinerja, sehingga hasil pemeriksaan yang diberikan bisa jadi tidak mewakili
kondisi sebenarnya pada pasien. Ini akan berakibat fatal jika hasil pemeriksaan
tersebut dijadikan dasar untuk diagnosis dan pemberian terapi bagi pasien. Dalam
memastikan dan menjamin produk diagnostik in vitro yang telah beredar, maka
dibutuhkan pengujian kembali produk tersebut. Selain produk diagnostik in vitro
PKRT juga harus diregistrasi terlebih dahulu untuk melindungi masyarakat dari
penggunaan produk PKRT yang berbahaya.
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah alat atau bahan yang
digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh
manusia,
hewan
peliharaan,
tempat-tempat
umum
dan
rumah
tangga.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan PKRT terbagi menjadi dua yaitu yang
mengandung pestisida (contohnya anti nyamuk, desinfektan, dll) dan yang tidak
mengandung pestisida (contohnya tisu, kapas, dll). Sedangkan untuk pembagian
kelas baik produk diagnostik in vitro maupun PKRT ada 3 kelas yaitu Kelas I
(resiko ringan), Kelas II (resiko sedang), dan kelas III (resiko tinggi).
Kegiatan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Penilaian Produk Diagnostik
in vitro dan PKRT adalah melakukan penilaian dan pemberian izin edar terhadap
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
47
produk-produk alat kesehatan dan PKRT baik produk dalam negeri maupun
produk luar negeri yang akan diedarkan di seluruh wilayah Indonesia.
Pemeriksaan dan penilaian berkas sebelum diedarkan (Pre Market) ini dilakukan
untuk menjamin mutu dan manfaat dari produk diagnostik in vitro dan PKRT
yang beredar di masyarakat. Bukan hanya sebelum diedarkan saja tetapi penilaian
juga dilakukan setelah produk diedarkan (Post Market Surveillance) dengan cara
sampling. Penilaian berkas sebelum diedarkan dilakukan terhadap berkas yang
diajukan berupa data administrasi dan data teknis. Pemeriksaan data administrasi
berupa formulir pendaftaran, sertifikat produksi (untuk produk dalam negeri), izin
penyalur alat kesehatan (IPAK), surat penunjukkan sebagai agen tunggal,
Certificate of Free Sale (untuk produk impor) dan surat pernyataan kepemilikan
merek (produk dalam negeri). Sedangkan penilaian data teknis berupa
formula/komponen produk, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi,
Certificate of Analysis (CoA), data stabilitas, dan penandaan.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT merupakan salah satu
bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang bertugas
untuk menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
NSPK, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat ini terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana
Produksi dan Distribusi. Seksi Inspeksi Produk bertugas dalam bidang inspeksi
produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, sedangkan Seksi
Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi bertugas di bidang inspeksi sarana
produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Subdirektorat standardisasi dan sertifikasi terdiri dari dua seksi yaitu seksi
standardisasi produk dan seksi standardisasi dan sertifikasi produksi dan
distribusi. Pembentukan ini didasarkan pada pentingnya pemerataan kualitas
produk serta sarana produksi dan distribusi untuk menjamin keamanan dan mutu
produk. Subdit ini bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN)
dalam melakukan standardisasi. Selain melakukan standarisasi produk, subdit ini
juga melakukan tugas dan fungsi dalam sertifikasi produksi dan izin penyaluran
alat kesehatan dan PKRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
48
Banyaknya permohonan registrasi alat kesehatan yang masuk ke
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan
jumlah tenaga kerja yang menanganinya. Selain itu sistem registrasi izin edar alat
kesehatan dan sertifikasi sarana distribusi dan produksi alat kesehatan masih
dilakukan secara manual dengan cara pemohon datang ke Unit Pelayanan Terpadu
di Kementerian Kesehatan dan membawa berkas dokumen kertas. Namun tahun
ini sedang dikembangkan sistem pendaftaran izin edar alat kesehatan dan
sertifikasi sarana distribusi dan produksi alat kesehatan melalui sistem online dan
dilakukan sistematis secara komputerisasi dan terintegrasi ke seluruh Indonesia.
Sistem ini memungkinkan pemohon yang berada di luar Jakarta dapat melakukan
pendaftaran secara online. Setelah dinyatakan lengkap, petugas tetap akan
melakukan verifikasi berkas dokumen kertas pemohon untuk memastikan keaslian
dokumen yang diajukan. Diharapkan dengan dikembangkannya sistem registrasi
secara online dapat mempermudah pemohon dalam mengajukan izin edar alat
kesehatan dan sertifikat sarana distribusi dan produksi alat kesehatan. Selain itu
keuntungan pengembangan sistem ini berfungsi sebagai bank data yang
terintegrasi dan disimpan secara sistematis sehingga dapat mempermudah petugas
di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan pemohon dalam
mengakses data dan informasi izin edar dan sertifikat sarana produksi dan
distribusi alat kesehatan.
Selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, mahasiswa melihat perlu adanya
sosialisasi lebih lanjut mengenai alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga yang telah diregistrasi di Kementerian Kesehatan kepada masyarakat. Hal
tersebut bertujuan agar masyarakat mengetahui produk alat kesehatan yang
memang benar dilegalkan oleh Kementerian Kesehatan. Pemberian informasi
tentang legalitas alat kesehatan dapat dilakukan secara sistematis dan efektif
melalui sistem komputerisasi dan terhubung melalui internet sehingga masyarakat
dapat mengakses informasi tersebut dengan mudah. Selain itu, pengawasan
terhadap produk yang sudah diedarkan juga perlu dilakukan secara ketat. Selama
ini fungsi pengawasan belum dilakukan secara maksimal karena kendala
dilapangan adalah banyaknya produk alat kesehatan yang beredar di Indonesia
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
49
dan terbatasnya jumlah petugas dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Oleh karena itu perlu adanya penambahan petugas untuk memperkuat sistem
pengawasan peredaran produk alat kesehatan dan pengawasan sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan.
Pengawasan dalam bidang periklanan produk alat kesehatan merupakan
tugas dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Sampai saat
ini tugas dan fungsi pengawasan periklanan belum terealisasi karena masih
terkendala sumber daya manusia yaitu petugas khusus untuk mengawasi kegiatan
periklanan produk alat kesehatan. Namun tugas untuk peningkatan pengawasan
periklanan produk alat kesehatan sudah direncakan dan akan segera direalisasikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
50
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan
salah satu direktorat yang bertanggung jawab kepada Kementerian
Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
5.1.2
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subbagian Tata Usaha dan 4 subdit, yaitu Subdit Penilaian Alat Kesehatan,
Subdit Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT, Subdit Inspeksi
Alat Kesehatan dan PKRT serta Subdit Standardisasi dan Sertifikasi.
Tugas dari Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan yaitu menyiapkan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan
fungsinya sesuai tugasnya yaitu penyiapan perumusan kebijakan,
pelaksanaan
kegiatan,
penyusunan
NSPK,
penyiapan
pemberian
bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan
di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan
dan PKRT.
5.1.3 Peran Apoteker di direktorat ini adalah turut serta dalam upaya
penjaminan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT
yang beredar di Indonesia melalui penilaian dan evaluasi berkas registrasi
izin edar dan izin penyalur alat kesehatan dan PKRT di Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
50
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
51
5.2
Saran
5.2.1
Sosialisasi dan penyuluhan mengenai pelayanan registrasi alat kesehatan
dan PKRT, serta sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT
sebaiknya ditingkatkan.
5.2.2
Program pengawasan mengenai periklanan produk alat kesehatan dan
PKRT perlu direalisasikan.
5.2.3
Program registrasi secara online untuk mempermudah pelayanan sertifikat
produksi dan izin edar alat kesehatan dan PKRT perlu segera
direalisasikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
52
DAFTAR REFERENSI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta:
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1184/MENKES/PER/X/ 2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Berbagai Terobosan Guna
Hadapi Tantangan di Bidang Pembangunan Kesehatan.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1700-berbagaiterobosan-guna-hadapi-tantangan-di-bidang-pembangunankesehatan.html
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Bupati/Walikota Berperan
Capai Target MDGs.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1739-bupati
walikota-berperan-capai-target-mdgs.html
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta:
Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/ 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/ 2010
tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/ 2010
Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010e). Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1191MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran
Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI
53
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 2.2. Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
54
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
55
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
56
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
57
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
58
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
53
Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
59
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
53
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 16 JANUARI – 27 JANUARI 2012
TATA CARA PERIZINAN PENYALUR ALAT KESEHATAN
MARVEL, S.Far.
1106047152
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………..………………......…………
DAFTAR ISI ……………………………………………………...………….
DAFTAR TABEL …………………………………………….....……..........
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………...…………….
i
ii
iii
iv
1. PENDAHULUAN ……...………………………………………...……….
1.1 Latar Belakang ……………………………………………...…………
1.2 Tujuan ……………………………………………………...………….
1
1
2
2. TINJAUAN PUSTAKA ……...……………………………...…………...
2.1 Alat Kesehatan …………………..…………………………………….
2.1.1 Definisi Alat Kesehatan ……………………………...…………
2.1.2 Klasifikasi Alat Kesehatan …………………...………....……...
2.2 Penyalur Alat Kesehatan …...…….…………………………….........
2.2.1 Penyalur Alat Kesehatan ……………………………...…...........
2.2.2 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK) …...…………
2.2.3 Toko Alat Kesehatan …………………………………………...
2.3 Pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan …..………………………….
2.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi ..………………………….
2.4.1 Seksi Standardisasi Produk …………………………...………...
2.4.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi …...
2.5 Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ……..………………………………...
3
3
3
4
8
9
11
13
15
19
20
20
20
3. METODOLOGI PENGAMATAN ………………………....…………... 22
3.1 Metode Pengamatan ………………………………………..…………. 22
4. PEMBAHASAN ………………………………………..………………… 23
5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………........... 28
5.1 Kesimpulan …………..………………………………………….......... 28
5.2 Saran ………………………….………………………….…………… 28
DAFTAR REFERENSI …………………………………………................... 29
LAMPIRAN ………………………………………………………………….
ii
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pesyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) …….................... 16
Tabel 2.2. Persyaratan Penambahan/Addendum dan Perpanjangan Keagenan . 17
Tabel 2.3. Persyaratan Perubahan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) ……. 18
iii
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tanda terima tetap IPAK/Sertifikat Produksi ……………...........
30
Lampiran 2. Prosedur pelayanan IPAK ……………………………………….
31
Lampiran 3. Proses penilaian dan pengesahan sertifikat IPAK ………………. 32
iv
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selain obat-obatan, dalam melaksanakan upaya kesehatan juga dibutuhkan
alat kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat untuk meningkatkan derajat
kesehatan manusia. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau
implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Seiring dengan perkembangan teknologi alat kesehatan dan pertumbuhan
pasar akan kebutuhan alat kesehatan di Indonesia, banyak perusahaan
bermunculan yang bergerak dalam bidang penyaluran alat kesehatan. Perusahaan
tersebut berasal dari perusahaan lokal maupun perusahaan sumber permodalan
asing. Setiap perusahaan dalam melakukan kegiatan usaha penyaluran alat
kesehatan wajib memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) yang dikeluarkan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
penyaluran alat kesehatan. Pemberian Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK)
adalah salah satu upaya pemerintah dalam pengamanan alat kesehatan yang
beredar di Indonesia. Pengamanan dalam penyaluran alat kesehatan yang
diselenggarakan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, khasiat atau kemanfaaatan.
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan terdiri dari atas: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat
Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha, dan Kelompok
Jabatan Fungsional. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi memiliki tugas
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
2
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Oleh karena itu, penerapan dari salah
satu tugas pokok dan fungsi Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi adalah
melaksanakan sertifikasi terhadap sarana penyaluran alat kesehatan, yaitu salah
satunya dengan pemberian izin penyalur alat kesehatan (IPAK).
Untuk mendapatkan gambaran mengenai aktivitas yang dilakukan di
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, maka pada Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) penulis ditempatkan di direktorat tersebut, khususnya di
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi untuk melakukan pengamatan dan
peninjauan tentang proses pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK).
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar para calon
apoteker :
a. Memahami proses pelayanan perizinan dan kelengkapan persyaratan yang
diajukan untuk memperoleh Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK).
b. Memahami peran apoteker dalam pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan
(IPAK).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alat Kesehatan
2.1.1 Definisi Alat Kesehatan
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. Selain itu, alat kesehatan merupakan bagian dan perlengkapannya, yaitu
sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006; Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):
a. Disebut dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia dan
Formularium Nasional atau Suplemennya;
b. Digunakan
untuk
mendiagnosa
penyakit,
menyembuhkan,
merawat,
memulihkan, meringankan atau mencegah penyakit pada manusia;
c. Dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia;
d. Dimaksud untuk menopang atau menunjang hidup atau mati;
e. Dimaksud untuk mencegah kehamilan;
f. Dimaksud untuk pensucihamaan alat kesehatan;
g. Dimaksudkan untuk mendiagnosa kondisi bukan penyakit yang dalam
mencapai tujuan utamanya;
h. Memberi informasi untuk maksud medis dengan cara pengujian in vitro
terhadap spesimen yang dikeluarkan dari tubuh manusia;
i. Tidak mencapai target dalam tubuh manusia secara farmakologis, imunologis
atau cara metabolisme tetapi mungkin membantu fungsi tersebut;
j. Digunakan, diakui sebagai alat kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud
oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan
satu atau beberapa tujuan, sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):
3
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
4
a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit;
b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi
sakit;
c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi, atau proses
fisiologis;
d. Mendukung atau mempertahankan hidup;
e. Menghalangi pembuahan;
f. Desinfeksi alat kesehatan;
g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in
vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.
Produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Standar dan/atau persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan harus sesuai dengan Farmakope Indonesia,
Standar Nasional Indonesia (SNI), pedoman alat kesehatan, atau standar lain yang
diatur oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.1.2 Klasifikasi Alat Kesehatan
Alat kesehatan dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Pembagian klasifikasi
ini berdasarkan resiko yang ditimbulkan oleh produk. Klasifikasi Alat Kesehatan
adalah sebagai berikut:
a. Kelas I
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak rnenyebabkan
akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya
pada mutu dan produk
b. Kelas IIa
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan
kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan
memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak
memerlukan uji klinis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
5
c. Kelas IIb
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat
memberikan akibat
yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak
menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu
mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan
bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis.
d. Kelas III
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan
akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini
sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang
lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta
memerlukan uji klinis.
Pembagian kategori dan sub kategori alat kesehatan berdasarkan Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/
2010, tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Peralatan Kimia Klinik dan Toksikologi
a. Sistem tes kimia klinik
b. Peralatan laboratorium klinik
c. Sistem tes toksikologi klinik
2.1.2.2 Peralatan Hematologi dan Patologi
a. Pewarna biologikal
b. Produk kultur sel dan jaringan
c. Peralatan dan asesori patologi
d. Pereaksi penyedia specimen
e. Peralatan hematologi otomatis dan semi otomatis
f. Peralatan hematologi manual
g. Paket dan kit hematologi
h. Pereaksi hematologi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
6
i. Produk yang digunakan dalam pembuatan sediaan darah dan sediaan berasal
dari darah.
2.1.2.3 Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi
a. Peralatan diagnostika
b. Peralatan mikrobiologi
c. Pereaksi serologi
d. Perlengkapan dan pereaksi laboratorium imunologi
e. Sistem tes imunologikal dan tes imunologikal antigen tumor
2.1.2.4 Peralatan Anestesi
a. Peralatan anestesi diagnostik
b. Peralatan anestesi pemantauan
c. Peralatan anestesi terapetik
d. Peralatan anestesi lainnya
2.1.2.5 Peralatan Kardiologi
a. Peralatan kardiologi diagnostik
b. Peralatan kardiologi pemantauan
c. Peralatan kardiologi prostetik
d. Peralatan kardiologi bedah
e. Peralatan kardiologi terapetik
2.1.2.6 Peralatan Gigi
a. Peralatan gigi diagnostik
b. Peralatan gigi prostetik
c. Peralatan gigi bedah
d. Peralatan gigi terapetik
e. Peralatan gigi lainnya
2.1.2.7 Peralatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT)
a. Peralatan THT diagnostik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
7
b. Peralatan THT prostetik
c. Peralatan THT bedah
d. Peralatan THT terapetik
2.1.2.8 Peralatan Gastroenterologi-Urologi (GU)
a. Peralatan GU diagnostik
b. Peralatan GU pemantauan
c. Peralatan GU prostetik
d. Peralatan GU bedah
e. Peralatan GU terapetik
2.1.2.9 Peralatan Rumah Sakit Umum dan Perorangan (RSU & P)
a. Peralatan RSU & P pemantauan
b. Peralatan RSU & P terapetik
c. Peralatan RSU & P lainnya
2.1.2.10 Peralatan Neurologi
a. Peralatan neurologi diagnostik
b. Peralatan neurologi prostetik
c. Peralatan neurologi bedah
2.1.2.11 Peralatan Obstetrik dan Ginekologi (OG)
a. Peralatan OG diagnostik
b. Peralatan OG pemantauan
c. Peralatan OG prostetik
d. Peralatan OG bedah
e. Peralatan OG terapetik
f. Peralatan bantu reproduksi
2.1.2.12 Peralatan Mata
a. Peralatan mata diagnostik
b. Peralatan mata prostetik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
8
c. Peralatan mata bedah
d. Peralatan mata terapetik
2.1.2.13 Peralatan Ortopedi
a. Peralatan ortopedi diagnostik
b. Peralatan ortopedi prostetik
c. Peralatan ortopedi bedah
2.1.2.14 Peralatan Kesehatan Fisik
a. Peralatan kesehatan fisik diagnostik
b. Peralatan kesehatan fisik prostetik
c. Peralatan kesehatan fisik terapetik
2.1.2.15 Peralatan Radiologi
a. Peralatan radiologi diagnostik
b. Peralatan radiologi terapetik
c. Peralatan radiologi lainnya
2.1.2.16 Peralatan Bedah Umum dan Bedah Plastik
a. Peralatan bedah diagnostik
b. Peralatan bedah prostetik
c. Peralatan bedah
d. Peralatan bedah terapetik
2.2 Penyalur Alat Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1191/Menkes/Per/VIII/2010
tentang penyaluran alat kesehatan, disebutkan bahwa penyaluran alat kesehatan
hanya dapat dilakukan oleh:
a. Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan
yang berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan
perundang-undangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
9
b. Cabang Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disebut cabang PAK adalah
unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan
atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Penyaluran alat kesehatan harus mengikuti pedoman Cara Distribusi Alat
Kesehatan Yang Baik (CDAKB). Yang dimaksud CDAKB adalah pedoman yang
digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang
bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan
senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaanya.
Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan, yaitu melaksanakan ketentuan
CDAKB dan perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha. Direktur Jendral
melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun
sekali sesuai dengan CDAKB. Dan setiap PAK dapat mendirikan cabang PAK di
seluruh wilayah Republik Indonesia.
2.2.1 Penyalur Alat Kesehatan (PAK)
Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan
yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang
memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri,
kontrak atau sewa paling singkat dua tahun.
d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam
melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan
alat kesehatan yang memerlukannya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
10
e. Memenuhi CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik).
Tata cara pemohon mendapatkan izin PAK adalah sebagai berikut:
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jendral
melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat.
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat;
c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan;
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jendral;
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan
huruf d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat
membuat pernyataan siap melaksanaan kegiatan kepada Direktur Jendral
dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat;
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan persyaratan
izin PAK, Direktur Jendral dapat melakukan tindakan penundaan atau
penolakan permohonan izin PAK;
g. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Direktur Jendral
mengeluarkan izin PAK;
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada pemohon
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) berlaku selama memenuhi persyaratan:
a. Melaksanakan ketentuan CDAKB
b. Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
11
Untuk menjamin terpenuhinya syarat sebagaimana dimaksud yang telah
disebutkan diatas, Direktur Jenderal melakukan audit menyeluruh terhadap PAK
paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB.
Perubahan izin PAK harus dilakukan apabila terjadi:
a. Perubahan badan hukum perusahaan
b. Pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis; dan/atau
c. Perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel
2.2.2 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK)
Untuk dapat mengajukan permohonan izin Cabang PAK, pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki izin PAK
b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh dengan pendidikan
paling rendah asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat sesuai bidangnya
c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang
memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri,
kontrak atau sewa paling singkat dua tahun.
d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam
melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan
alat kesehatan yang memerlukannya
e. Memenuhi CDAKB.
Tata Cara Pemohon mendapatkan izin Cabang PAK adalah sebagai berikut:
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada kepala dinas
kesehatan provinsi setempat;
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat;
c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan;
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
12
dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada kepala dinas kesehatan
provinsi;
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan
huruf d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat
membuat pernyataan siap melaksanaan kegiatan kepada kepala dinas kesehatan
provinsi setempat;
f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan persyaratan
izin Cabang PAK, kepala dinas kesehatan provinsi dapat melakukan tindakan
penundaan atau penolakan permohonan izin cabang PAK;
g. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kepala dinas kesehatan
provinsi mengeluarkan izin cabang PAK;
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada pemohon
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan.
Izin Cabang PAK berlaku selama memenuhi persyaratan:
a. Melaksanakan CDAKB; dan
b. Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha.
Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan tersebut, kepala dinas
kesehatan provinsi atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan audit menyeluruh
terhadap Cabang PAK. Perubahan izin Cabang PAK harus dilakukan apabila
terjadi :
a. Perubahan badan hukum PAK;
b. Pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis; dan/atau
c. Perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel.
Perubahan izin Cabang PAK dilakukan dengan mengajukan permohonan
mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan dengan
melampirkan izin Cabang PAK lama asli.
Pencabutan izin Cabang PAK ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan provinsi.
Izin Cabang PAK dicabut apabila:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
13
a. Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar;
b. Mengadakan atau menyalurkan alat kesehatan yang bukan dari PAK;
c. Dengan sengaja menyalahi jaminan purna jual;
d. Izin PAK tidak berlaku; dan/atau
e. Berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi persyaratan
sarana, prasarana, dan/atau sudah tidak aktif selama 1 (satu) tahun penuh.
2.2.3 Toko Alat Kesehatan
Untuk dapat mengajukan permohonan izin toko alat kesehatan, pemohon
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang telah memperoleh izin usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2
(dua) tahun.
Tata Cara Pemohon mendapatkan izin toko alat kesehatan diatur oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
a. Pemohon
mengajukan permohonan kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota setelah menerima permohonan selambatlambatnya 12 hari kerja menugaskan petugas pelaksana untuk melakukan
pemeriksaan setempat.
c. Petugas pelaksana setelah menerima tugas, selambat-lambatnya 12 hari kerja,
harus melaksanakan pemeriksaan setempat dengan membuat Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dan membuat laporan apakah izin dapat diberikan atau
tidak. Pemeriksaan meliputi: Persyaratan administrasi seperti NPWP, izin
usaha, keterangan domisili. Sarana dan prasarana, dan kelengkapan
administrasi toko seperti faktur, kuitansi, kartu stok, buku penjualan dan
lainnya.
d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah menerima laporan, selambatlambatnya 12 hari kerja, mengeluarkan izin atau menolak permohonan, dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
14
2.2.3.1 Jenis Produk
Jenis produk yang diizinkan untuk didistribusikan oleh toko Alkes adalah
sebagai berikut:
a. Tempat tidur pemeriksaan pasien
b. Tempat tidur pasien statis
c. Kapas dan Pembalut
d. Instrumen bedah sederhana
e. Kasa, perban, dan plester
f. Timbangan badan
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Kompres
j. Rapid Test (pemakaian sendiri)
k. Thermometer
l. Shaker dan rotator
m. Vaccum tube
n. Nebulizer
o. Alat kesehatan fisik untuk membantu fungsi tubuh seperti tongkat, kursi roda,
treadmill, massager, lumbar support, dan lain-lain.
2.2.3.2 Pembinaan dan Pengendalian Toko Alat Kesehatan
Pembinaan terhadap toko Alkes dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai pedoman dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
2.2.3.3 Pelaporan
Toko Alkes wajib menyampaikan laporan kegiatan penjualan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi
setiap 1 (satu) tahun sekali.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
15
2.2.3.4 Larangan
Toko Alkes dilarang menjual Alkes yang tidak memiliki izin edar dan
Alkes yang memerlukan tenaga ahli dan atau pengawasan dalam penggunaannya.
2.2.3.5 Pencabutan Izin Toko Alat Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut izin toko Alkes apabila:
a. Terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan tentang toko Alkes
b. Terjadi pelanggaran yang dapat membahayakan pengguna, pasien, pekerja, dan
lingkungan.
c. Pelaksanaan pencabutan izin toko Alkes, dilakukan dengan cara:
1) Peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
2) Penghentian sementara kegiatan
3) Pencabutan Izin toko Alkes.
2.3 Pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004
tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan PKRT bahwa penyalur alat kesehatan
wajib memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) dari Menteri Kesehatan.
Persyaratan yang harus dipenuhi pemohon untuk mendapatkan Izin Penyalur Alat
Kesehatan:
Tabel 2.1. Persyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK)
No. Persyaratan
Alkes
Alkes
non Diagnostik
elektromedik elektromedik
1.
Permohonan
Kesehatan
ke
melalui
Menteri √
Reagensia
√
√
√
√
Dinas
Kesehatan Propinsi.
2.
Sesuai Pedoman Pemeriksaan √
setempat untuk sertifikasi (BAP
dari Dinkes Propinsi)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
16
Tabel 2.1. Persyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) (lanjutan)
3.
Rekomendasi Dinas Kesehatan √
√
√
√
√
Propinsi
4.
Memiliki Badan Hukum/ Akte √
Perusahaan
5.
NPWP
√
√
√
6.
UUG/ HO
√
√
√
7.
SIUP
√
√
√
8.
Alamat
nomor √
√
√
Memiliki bengkel, alamat, dan √
-
-
kantor
dan
telepon
9.
nomor telepon
10.
Peta lokasi dan denah bangunan √
√
√
11.
Alamat gudang dan nomor √
√
√
√
√
produksi √
√
√
Daftar jenis alkes yang akan √
√
√
√
√
√
bersedia √
√
√
telepon
12.
Surat
dari √
penunjukkan
Prinsipal (minimum 2 tahun)
diketahui
oleh
KBRI
atau
notaris untuk produk dalam
negeri
13.
Salinan
sertifikat
(produk dalam negeri)
14.
diedarkan
15.
Brosur/ katalog
16.
Surat
pernyataan
melepas keagenan
17.
Direktur Perusahaan
√
√
√
18.
Ijazah/ Pendidikan dan Nama √
√
√
Penanggung Jawab Teknis
a. S1 atau sederajat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
17
Tabel 2.1. Persyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) (lanjutan)
b. D3 Farmasi atau sederajat
19.
Surat pernyataan bekerja full √
√
√
√
√
√
tenaga √
√
√
time dari PJT
20.
Tenaga teknis dan jumlahnya
21.
Pendidikan/
ijazah
teknis
Tabel 2.2. Persyaratan Penambahan/Addendum dan Perpanjangan Keagenan
No
Persyaratan
1.
Surat
Penambahan Perpanjangan
permohonan
addendum
jenis
perluasan
alat
keagenan/ √
kesehatan
√
atau
perpanjangan keagenan
2.
Ijin penyalur alat kesehatan lama beserta √
√
lampirannya termasuk addendum (jika ada)
3.
Penunjukkan keagenan sebagai sole agent/ √
√
exclusive distributor dengan batas waktu serta
jenis alatnya diketahui KBRI setempat bagi
prinsipal luar negeri dan notaris bagi produk
dalam negeri
4.
Salinan sertifikat produksi (produk dalam √
√
negeri)
5.
Kuasa mendaftar dari prinsipal
6.
Surat
pernyataan
bersedia
√
√
melepas √
√
keagenannya jika di kemudian hari ada pihak
yang lebih berhak
7.
Brosur, spesifikasi, dan kegunaan alat atau √
√
keterangan lain tentang alat yang diageninya
8.
Perjanjian Kerjasama/ MoU
√
√
9.
Surat pemutusan kerjasama dari prinsipal √
√
lama
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
18
Tabel 2.3. Persyaratan Perubahan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK)
No. Persyaratan
Nama
Pimpinan Badan
PJT Lokasi
Hukum
1.
Surat permohonan perubahan √
√
√
√
√
√
√
√
√
mengenai √
√
√
-
-
Persetujuan perubahan nama √
√
√
-
-
√
√
√
√
ke Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian
Kesehatan
dan
Alkes
melaui
Dinas
Kesehatan Propinsi
2.
Ijin penyalur alat kesehatan √
lama
beserta
termasuk
lampirannya
addendum
(jika
ada)
3.
Akta
notaris
perubahan
4.
dari
instansi
(perindustrian
untuk
terkait
dan
BKPM
perusahaan
modal
asing)
5.
Dinkes √
Rekomendasi
Propinsi
6.
BAP Hasil Pemeriksaan
-
-
-
-
√
7.
Surat Pernyataan pergantian -
-
-
√
-
-
-
√
-
-
-
√
-
-
-
√
-
PJT
dari
pimpinan
perusahaan
8.
Surat
Pernyataan
PJT -
sanggup bekerja penuh waktu
9.
Ijazah PJT serta dokumen lain jika perlu
10.
Pengunduran diri PJT lama
-
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
19
Tabel 2.3. Persyaratan Perubahan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) (lanjutan)
11.
Denah
Kantor/
Bengkel
Gudang/ -
(Penyalur
-
-
-
√
-
-
-
√
alkes
Elektromedik), penyimpanan
khusus bagi alkes regensia
(refrigerator farmasi)-(Blood
bank)
12.
Peta lokasi
-
2.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
Berdasarkan
Permenkes
No.1144/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi
dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi
menyelenggarakan fungsi, antara lain :
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi
produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
20
Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi
Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.
2.4.1 Seksi Standardisasi Produk
Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
2.4.2 Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
2.5 Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Unit Pelayanan Terpadu adalah unit non-struktural di Kementrian
Kesehatan yang dibentuk dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai
bentuk pelayanan publik dan meningkatkan trasnparansi dan akuntabilitas
pelayanan bidang kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 509/MENKES/SK/IV/2010 tentang pengelolaan unit pelayanan
terpadu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, jenis pelayanan yang terdapat
dalam Unit Pelayanan Terpadu adalah sebagai berikut:
a. Loket 1: Perijinan Sarana Sediaan Farmasi, PBF, Bahan Baku Obat, Eksporimpor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor.
b. Loket 2: Perijinan Sertifikasi Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
dan Perlengkapan Kesehatan Rumah Tangga.
c. Loket 3: Registrasi Alat Kesehatan dan Perlengkapan Kesehatan Rumah
Tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
21
d. Loket 4: Pelayanan Administrasi untuk pelayanan loket 2 dan loket 3.
e. Loket 5: Pelayanan Konsultasi izin edar alat kesehatan, perizinan sarana
produksi dan distribusi alat kesehatan.
f. Loket 6: Informasi Registrasi Tenaga Kesehatan.
g. Loket 7: Rekomendasi Pengobat Tradisonal Asing.
h. Loket 10 dan 11: Urusan kepegawaian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
BAB 3
METODOLOGI PENGAMATAN
3.1 Metode Pengamatan
Pengamatan tata cara pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK)
dilakukan pada UPT (Unit Pelayanan Terpadu) di lantai 5 (lima) Gedung Prof.
Sujudi, dan melakukan studi literatur berdasarkan pedoman pelayanan perizinan
Penyalur Alat Kesehatan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pengamatan dilakukan terhadap tata cara perizinan Penyalur Alat
Kesehatan (IPAK) pada Unit Pelayanan Terpadu (UPT) yang dilanjutkan dengan
pengamatan terhadap alur penilaian dan evaluasi dokumen Izin Penyalur Alat
Kesehatan (IPAK) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
22
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
23
BAB 4
PEMBAHASAN
Penyaluran Alat Kesehatan diatur secara ketat oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Penyaluran Alat Kesehatan hanya dapat dilakukan
oleh Penyalur Alat Kesehatan, Cabang Penyalur Alat Kesehatan, dan Toko Alat
Kesehatan yang memiliki izin. Dalam hal ini permohonan Izin Penyalur Alat
Kesehatan (IPAK) ditujukan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Permohonan izin Cabang
Penyalur Alat Kesehatan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat. Dan Permohonan Izin Toko Alat Kesehatan ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
kali ini penulis ditugaskan melakukan pengamatan tentang proses pelayanan
permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK).
Sertifikat Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) ditandatangani oleh
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Untuk mendapatkan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK),
perusahaan pemohon harus melengkapi persyaratan-persyaratan yang ditentukan.
Pada perusahaan penyalur alat kesehatan berdasarkan kepemilikan modal
asing, persyaratan administrasi yang diwajibkan sama dengan persyaratan yang
diwajibkan terhadap perusahaan penyalur alat kesehatan kepemilikan modal
dalam negeri. Yang berbeda adalah persyaratan administrasi izin usaha dari
BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Sertifikat izin usaha dari BKPM
adalah tanda bahwa perusahaan asing tersebut secara legal melakukan kegiatan
usaha di Indonesia. Ini merupakan program pemerintah dalam melayani
penanaman modal perusahaan asing di Indonesia yang dilakukan dengan satu
pintu. Hal ini dilakukan agar terjadi efisensi birokrasi dalam hal penanaman
modal perusahaan asing yang melakukan kegiatan usahanya di Indonesia.
Direktorat bina produksi dan distribusi alat kesehatan hanya meminta surat
keterangan dari BKPM terkait izin usaha dari perusahaan kepemilikan modal
asing tersebut. Selama ini, perusahaan yang bergerak dibidang alat kesehatan
selalu melengkapi persyaratan tersebut.
23
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
24
Penyerahan dokumen Pendaftaran Izin PAK dan perubahan/addendum
IPAK semua tersentralisasi di UPT (Unit Pelayanan Terpadu) pada loket 2 (dua)
lantai 5 (lima) gedung Prof.Sujudi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Penyerahan dokumen Izin PAK harus menggunakan map hijau toska. Alur
pendaftaran Izin PAK dan perubahan/addendum IPAK yang berlangsung di UPT
adalah sebagai berikut:
a. Pemohon harus mengenakan Kartu Pengenal (ID Card) yang dikeluarkan oleh
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Syarat pembuatannya
adalah mengisi formulir yang telah disediakan, surat kuasa asli dari
perusahaan, pas foto berwarna ukuran 3x4 (2 lembar), dan fotokopi KTP. Satu
kartu pengenal berlaku untuk satu perusahaan. Pembuatan kartu pengenal tidak
dikenakan biaya.
b. Pemohon mengambil nomor antrian dan mengisi formulir pendaftaran secara
lengkap dan diketik serta melampirkan seluruh lampiran yang dipersyaratkan
(lampiran disusun sesuai dengan urutan persyaratan yang diminta dan diberi
label pembatas)
c. Berkas dimasukkan ke dalam map berwarna hijau toska.
d. Pemohon menyerahkan berkas ke petugas loket dengan melampirkan tanda
terima berkas sementara rangkap 2 yang telah diisi. Tanda terima pertama
diberikan kepada pemohon dan tanda terima kedua ditempelkan di depan
berkas.
e. Dokumen diterima oleh petugas loket dan tanda terima diberi stempel
“sementara”. Dokumen tersebut disebut dokumen sementara. Dokumen
tersebut akan diperiksa apakah dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sudah
terpenuhi atau belum. Pemeriksaan kelengkapan dokumen dilakukan maksimal
dua minggu. Untuk perusahaan PAK yang berkantor pusat di Jakarta biasanya
mengecek status dokumen mereka secara mandiri. Sedangkan untuk
perusahaan yang berkantor pusat di luar Jakarta diminta oleh petugas untuk
meninggalkan nomor telpon perusahaan maupun nomor telepon individu
pemohon. Apabila terdapat kekurangan data adminsitrasi maka petugas akan
menghubungi
perusahaan tersebut
untuk
melengkapi
dokumen
yang
diperlukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
25
f. Apabila dokumen yang diajukan oleh pemohon belum lengkap, dokumen
tersebut dikembalikan ke loket dan pemohon diwajibkan melengkapi
persyaratan tersebut.
g. Apabila dokumen dinyatakan lengkap disebut dokumen tetap dan dokumen
tersebut dikembalikan kepada pendaftar, dan petugas memberikan surat
perintah bayar. Biaya pendaftaran IPAK disebut PNBP (Penerimaan Negara
Bukan Pajak). Sesuai ketentuan yang berlaku biaya pendaftaran IPAK adalah
sebesar Rp. 1.000.000 (Satu Juta Rupiah). Pemohon diberikan waktu selama 5
(lima) hari kerja untuk melakukan kewajibannnya. Kewajiban pemohon adalah
menyimpan dokumen-dokumen tersebut dalam bentuk pdf, dan disimpan
dalam CD. Kemudian membayar biaya pendaftaran pada Bank yang ditunjuk
oleh Kementerian Kesehatan.
h. Jika lebih dari 1 bulan belum dikembalikan ke loket, harus diproses ulang
pemeriksaan awal sebagai berkas sementara.
i. Setelah melengkapi semua kewajibannya, pemohon mengembalikan semua
dokumen dan CD yang berisi dokumen yang telah discan dan menyerahkan
bukti setoran pembayaran pendaftaran IPAK asli dan fotokopi rangkap dua
diserahkan kepada petugas loket.
j. Berkas yang telah memenuhi syarat diberi tanda terima tetap untuk diproses
lebih lanjut.
k. Sertifikat dapat diambil setelah 30 hari dihitung dari pemberian tanda terima
tetap.
Formulir tanda terima tetap dapat dilihat pada lampiran 1. Sedangkan prosedur
pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) secara ringkas dapat dilihat pada
lampiran 2.
Pada Unit Pelayanan Terpadu (UPT), hanya melayani penerimaan
dokumen Izin PAK dan konsultasi. Setelah dokumen diterima oleh petugas loket,
dokumen tersebut diperiksa oleh Tim Penilai Izin PAK di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Proses pemeriksaan dokumen tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pemohon menyerahkan dokumen tetap kepada petugas di loket dua.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
26
b. Dokumen yang telah lengkap dan disebut dokumen tetap diserahkan kepada
bagian administrasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes di lantai 8
gedung Prof.Adyathma.
c. Bagian administrasi menyerahkan dokumen tersebut kepada Kepala Seksi
Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.
d. Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi kemudian
mendisposisikan dokumen tetap kepada Tim Penilai.
e. Setelah dinyatakan lengkap secara administrasi oleh Tim Penilai, maka
dokumen tersebut dikembalikan kepada Kepala Seksi Standarisasi dan
Sertifikasi Produksi dan Distribusi untuk diverifikasi.
f. Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi menyerahkan
dokumen tersebut kepada Kepala Subdit Standarisasi dan Sertifikasi untuk
diperiksa dan KaSubdit menentukan pemohon memenuhi syarat yang
ditentukan atau tidak.
g. Apabila dinyatakan belum memenuhi syarat dan masih memerlukan tambahan
data, akan dibuatkan surat tambahan data dan diserahkan kepada direktur untuk
dimintai persetujuannya. Kemudian surat tambahan data akan diserahkan
kepada pemohon.
h. Setelah dokumen tersebut dinyatakan lengkap, kemudian dibuatkan draft
sertifikat IPAK untuk selanjutnya diverifikasi oleh Kasie dan Kasubdit,
kemudian draft sertifikat IPAK diserahkan kepada Direktur Bina Produksi dan
Distribusi Alkes untuk diperiksa dan disetujui.
i. Setelah draft sertifikat IPAK diperiksa dan disetujui oleh Direktur Bina
Produksi dan Distribusi Alkes, draft sertifikat IPAK tersebut diserahkan kepada
Sekertaris Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk disetujui.
j. Setelah disetujui oleh Sekertaris Jenderal, sertifikat Izin Penyalur Alat
Kesehatan (IPAK) ditandatangani dan disahkan oleh Direktur Jenderal.
k. Sertifikat IPAK yang telah ditandatangani dan disahkan oleh Direktur Jenderal
diserahkan kepada petugas loket 2 di UPT untuk diserahkan kepada pemohon.
Proses penilaian dan pengesahan sertifikat IPAK secara ringkas dapat
dilihat pada lampiran 3. Janji pelayanan untuk penerbitan sertifikat Izin Penyalur
Alat Kesehatan adalah 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dokumen yang diajukan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
27
oleh pemohon dinyatakan lengkap sebagai dokumen tetap. Penerbitan sertifikat
Izin Penyalur Alat Kesehatan di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
berjalan dengan baik sesuai dengan janji pelayanan yaitu maksimal tiga puluh hari
sejak dokumen tersebut dinyatakan lengkap sebagai dokumen tetap.
Berkas dokumen tetap yang masih berada di Kementerian Kesehatan akan
dimusnahkan apabila berkas tersebut tidak diambil oleh pemohon dengan
tenggang waktu selama tiga bulan. Pemusnahan berkas tersebut dilakukan karena
tidak ada ruang yang cukup untuk menyimpan semua dokumen yang masuk ke
Kementerian Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a.
Perusahaan yang menyalurkan alat kesehatan di Indonesia wajib memiliki
Izin Penyalur Alat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Persyaratan yang wajib dipenuhi untuk Izin Penyalur Alat
Kesehatan berdasarkan kepemilikan modal adalah sama, tetapi kepemilikan
modal asing menambahkan persyaratan administrasi dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM). Proses pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan
(IPAK) dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu (UPT), sedangkan penilaian
dan evaluasi Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) dilakukan oleh tim penilai
di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
b.
Peran Apoteker dalam pengurusan Izin Penyalur Alat Kesehatan adalah
sebagai tim penilai dokumen yang diajukan oleh perusahaan Penyalur Alat
Kesehatan.
5.2 Saran
Semakin banyaknya perusahaan yang mengajukan permohonan Izin Penyalur
Alat Kesehatan (IPAK), sebaiknya untuk rencana pembangunan di masa depan,
pemerintah dapat mengembangkan sistem pelayanan perizinan terpadu yang
dilakukan secara komputerisasi dan terhubung secara nasional baik dari tingkat
kabupaten, propinsi sampai dengan tingkat nasional. Sehingga pelayanan dapat
dilakukan secara cepat, efisien, efektif dan sistematis.
28
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara Distribusi
Alat Kesehatan yang Baik. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/ 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.
36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
29
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
30
Lampiran 1. Tanda terima tetap IPAK/Sertifikat Produksi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
31
Lampiran 2. Prosedur pelayanan IPAK
Pemohon menyerahkan berkas ke loket
Pemohon diberikan tanda terima sementara
Berkas dibawa ke lantai 8 (delapan) Gedung Dr. Adhiyatma
Tdk Lengkap
Dikembalikan
Lengkap






Pemohon diberikan surat perintah
bayar
Berkas dikembalikan ke pemohon
Pemohon membayar ke bank yang
telah ditentukan
Berkas yang telah lengkap discan
dalam 1 CD
Pemohon kembali ke loket untuk
menyerahkan bukti bayar dan CD
hasil scan berkas
Pemohon mendapatkan tanda terima
tetap
Janji layanan ± 30 hari
IPAK diambil dengan menyerahkan tanda
terima tetap
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
32
Lampiran 3. Proses penilaian dan pengesahan sertifikat IPAK
Pemohon
Direktur
Jenderal
Loket
Praregistrasi
Tim Penilai
Administrasi
Direktur
Kasie
Kasubdit
Tim Penilai
Tim Ahli
Hasil penilaian berkas
Konsultasi tim ahli
Surat tambahan data
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012
Download