UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 16 JANUARI – 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MARVEL, S.Far. 1106047152 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 16 JANUARI – 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker MARVEL, S.Far. 1106047152 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 iii Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmatnya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia untuk mencapai gelar Apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Masrul, Apt, selaku Kasubdit Standardisasi dan Sertifikasi, beserta jajaran dan staf yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Dr. Katrin, MS., Apt. sebagai pembimbing dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan. 3. Dra. Lili Sa’diah Jusuf, Apt., selaku Kasie Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam penyusunan laporan ini. 4. Dra. Nasirah Bahaudin, Apt, MM, selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan pengetahuan kepada mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker. 5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 6. Dr. Harmita, Apt. sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 7. Lucia Dina K, SH., M.Si, beserta jajaran dan staf yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 8. drg. Arianti A. Indrajid, MKM, selaku Kepala Subdit Penilaian Alat Kesehatan beserta jajaran dan staf. iv Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 9. Dra. Rully Makarawo, selaku Kepala Subdit Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, beserta jajaran dan staf. 10. Drs. Rahbudi, selaku Kepala Subdit Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, beserta jajaran dan staf. 11. Nurlaili Isnaeni, Apt, MKM selaku Kasie Alkes Non Elektromedik dan Ibu Siti Nurhasanah, S.Si, Apt selaku Kasie Alat Kesehatan Elektromedik beserta jajaran dan staf. 12. Dra. Ema Viaza, Apt selaku Kasie Produk Diagnostik Invitro dan Ibu Dra. Nurhidayat, S.Si, Apt Kasie Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga beserta jajaran dan staf. 13. Hasnil Randa Sari, S.Si, Apt. selaku Kasie Inspeksi Produk dan Kasie Inspeksi Sarana dan Distribusi beserta jajaran dan staf. 14. Dra. Ninik Haryati, Apt selaku Kasie Standardisasi Produk beserta jajaran dan staf. 15. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 16. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar. 17. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 74 yang saling membantu dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2012 v Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. DAFTAR ISI …………………………………………………………...……. DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...………. i iii iv vi viii BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………………… 1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1.2 Tujuan ………………………………………………………….. 1 1 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM …………………..………………….……….. 2.1 Kementerian Kesehatan Republik ……………………………... 2.1.1 Dasar Hukum …………………………………………… 2.1.2 Visi dan Misi ……………………………………………. 2.1.3 Rencana Strategis ……………………………………….. 2.1.4 Tugas ……………………………………………………. 2.1.5 Fungsi …………………………………………………… 2.1.6 Struktur Organisasi ……………………………………... 2.2 Tinjauan tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ………………………………………………… 2.2.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi ………………………….. 2.2.2 Struktur Organisasi ……………………………………... 3 3 3 4 4 5 5 5 6 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN ……………………… 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ……... 3.2 Tugas Pokok dan Fungsi ………………………………………. 3.3 Struktur Organisasi ……………………………………………. 3.3.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan ………………... 3.3.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ………… 3.3.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) ……………………... 3.3.4 Subdiraktorat Standardisasi dan Sertifikasi …………….. 3.3.5 Subbagian Tata Usaha …………………………………... 3.3.6 Kelompok Jabatan Fungsional ………………………….. 3.4 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ……………………………………………………… 3.4.1 Sertifikasi Produksi ……………………………………... 3.4.2 Izin Penyalur Alat Kesehatan …………………………… 3.4.3 Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan ………………….. 3.4.4 Izin Toko Alat Kesehatan ………………………………. 3.4.5 Pemberian Izin Edar Produk ……………………………. 3.4.6 Pelayanan Surat Keterangan ……………………………. 3.5 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat vi Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 6 7 17 17 17 18 18 20 22 23 25 25 25 25 29 32 33 35 40 41 Universitas Indonesia Kesehatan dan PKRT ………………………………………….. 3.5.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ……... 41 3.5.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat 42 Kesehatan dan PKRT …………………………………… BAB 4. PEMBAHASAN ………………………...………………………… 44 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………..…. 50 5.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 50 5.2 Saran …………………………………………………………… 51 DAFTAR REFERENSI ……………………………………………………. 52 LAMPIRAN ………………………………………………………………… 53 vi vii Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2.1 Lampiran 2.2 Lampiran 2.3 Lampiran 2.4 Lampiran 2.5 Lampiran 2.6 Lampiran 2.7 Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI.................... Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................................................. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ................................ Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .......................................................... Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................................................... Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ........................................................ viii Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 54 55 56 57 58 59 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan di bidang pembangunan kesehatan dalam menuju pelayanan kesehatan berkeadilan telah meningkatkan upaya pemerintah di sektor kesehatan. Pemerintah Indonesia mengusung pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 dengan target pencapaian kesejahteraan rakyat dan kemudahan dalam mendapat akses kesehatan pada 2015 (Kementerian Kesehatan RI, 2011a). Salah satu sasaran MDGs yaitu memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya. Faktor resiko penularan AIDS di Indonesia adalah hubungan seks heteroseksual tanpa pelindung (kondom) dan tukar-menukar jarum suntik di antara pengguna narkotik suntik, sehingga penilaian, pengawasan dan pengendalian alat-alat kesehatan menjadi penting (Kementrian Kesehatan RI, 2011b). Untuk mencapai peningkatan pembangunan kesehatan perlu adanya upaya promosi kesehatan terhadap individu masyarakat mengenai kesehatan diri dan lingkungannya. Hal ini terutama untuk mendukung sasaran MDGs dalam mencegah terjadinya penyakit menular, sehingga upaya pengadaan perbekalan kesehatan rumah tangga menjadi penting. Adanya harmonisasi ASEAN juga turut meningkatkan eksistensi pemerintah dalam meningkatkan pengawasan produk-produk lokal dan impor. Harmonisasi ASEAN telah membuka persaingan antar negara ASEAN untuk dapat memasarkan produk-produknya, salah satunya sektor kesehatan di bidang regional ASEAN. Pemerintah dalam hal penilaian alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga perlu melaksanakan pembinaan terhadap perusahaan rumah tangga atau industri yang bergerak di bidang sarana dan produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, meningkatkan keamanan, mutu dan khasiat dari alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang beredar serta 1 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 2 melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat, penggunaan yang salah maupun penyalahgunaan pemakaian. Berdasarkan PERMENKES No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sebagai salah satu direktorat yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian dapat berperan serta dalam upaya pelayanan kesehatan di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, sehingga untuk mendapatkan pengetahuan dan gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, maka diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1.2 Tujuan a. Memahami secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Memahami struktur organisasi, tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. c. Memahami peran apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik Indonesia, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan adalah salah satu kementerian dalam pemerintahan Indonesia yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dan membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). 2.1.1 Dasar Hukum (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/2010, yaitu: a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916). b. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063). c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009. e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. 3 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 4 h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. i. Keputusan Menteri Kesehatan No. 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025. 2.1.2 Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2010a) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai Visi Rencana Strategis yang ingin dicapai, yaitu “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Visi tersebut dituangkan menjadi 4 misi, yaitu : a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik 2.1.3 Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a) Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-2014 dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut: a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 5 f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna, dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab. 2.1.4 Tugas (Kementerian kesehatan RI, 2010b) Tugas Kementerian Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2 adalah menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 2.1.5 Fungsi (Kementerian kesehatan RI, 2010b) Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 2.1.6 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 yang dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010, struktur organisasi Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas : a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 6 f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal n. Pusat Data dan Informasi o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan r. Pusat Komunikasi Publik s. Pusat Promosi Kesehatan t. Pusat Inteligensia Kesehatan u. Pusat Kesehatan Haji Struktur organisasi Kementerian Kesehatan RI dapat dilihat pada Lampiran 2.1. 2.2 Tinjauan tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal (Kementerian kesehatan RI, 2010b). 2.2.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 7 a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.2.2 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Bagan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2.2. 2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program dan anggaran b. Pengelolaan data dan informasi c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat d. Pengelolaan urusan keuangan e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan f. Evaluasi dan penyusunan laporan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 8 Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas: a. Bagian Program dan Informasi Bagian Program dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, program, dan anggaran, pengelolaan data dan informasi, serta evaluasi dan penyusunan laporan. Bagian Program dan Informasi terdiri dari Subbagian Program, Subbagian Data dan Informasi, dan Subbagian Evaluasi dan Pelaporan. b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, dan hubungan masyarakat. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat terdiri atas Subbagian Hukum, Subbagian Organisasi, dan Subbagian Hubungan Masyarakat. c. Bagian Keuangan Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan urusan keuangan. Bagian Keuangan terdiri atas Subbagian Anggaran, Subbagian Perbendaharaan, dan Subbagian Verifikasi dan Akuntansi. d. Bagian Kepegawaian dan Umum Bagian Kepegawaian dan Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan. Bagian Kepegawaian dan Umum terdiri atas Subbagian Kepegawaian, Subbagian Tata Usaha dan Gaji dan Subbagian Rumah Tangga. e. Kelompok Jabatan Fungsional Struktur organisasi Sekretariat Direktorat Jendral dapat dilihat pada Lampiran 2.3. 2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 9 Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat. b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 10 bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat ini terdiri dari Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat ini terdiri dari Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. terdiri dari Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. e. Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2.4. 2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 11 pelayanan kefarmasian. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Subdirektorat Standardisasi terdiri dari Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian dan Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional. b. Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat Farmasi Komunitas mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas. c. Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 12 di bidang farmasi klinik. Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik. d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional. e. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. f. Kelompok Jabatan Fungsional Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 2.5. 2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 13 d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan bertugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri dari Seksi Produk Diagnostik in vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 14 Subdirektorat ini terdiri atas Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat ini terdiri dari 2 seksi yaitu Seksi Standardisasi Produk dan juga Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. e. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tata Usaha mempunyai tugas diantaranya dalam pengelolaan urusan keuangan, bagian kepegawaian dan peralatan (inventaris alat). Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2.6. 2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 15 e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri atas Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi dan Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi. b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika dan Makanan; dan Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika. c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 16 Khusus terdiri atas Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; dan Seksi Sediaan Farmasi Khusus. d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat terdiri atas Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat; dan Seksi Kerjasama. e. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. f. Kelompok Jabatan Fungsional Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 2.7. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 17 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat yang terdapat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat ini dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 3.2 Tugas Pokok dan Fungsi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga b. pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga 17 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 18 d. penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga e. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga f. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat 3.3 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik in vitro c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produk dan Distribusi e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional 3.3.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Berdasarkan Peraturan No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 Menteri tentang Kesehatan Organisasi Republik dan Indonesia Tata Kerja Kementerian Kesehatan yang dituliskan pada Pasal 591, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 19 pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 591, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. 3.3.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), sehingga cara penggunaan alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan, tetapi harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG, USG, alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain. 3.3.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 20 standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Alat kesehatan non-elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam pengunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Pengunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara pengunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Penggunaan dicantumkan dalam rangka meningkatkan tingkat keamanan dalam penggunaan alat kesehatan non-elektromedik dan juga menghindari bahaya yang besar saat terjadi penyalahgunaan alat kesehatan nonelektromedik. Namun beberapa alat kesehatan non-elektromedik juga memerlukan tenaga ahli untuk penggunaannya sebagai contoh implan jantung yang sangat beresiko apabila tidak menggunakan bantuan tenaga ahli dalam aplikasinya selain itu penggunaan reagensia dalam rangka diagnostik seperti larutan benedict, larutan seliwanoff, dan juga reagensia lainnya. Jika reagen-reagen tersebut tidak menggunakan bantuan ahli dalam penggunaannya maka bisa terjadi postif palsu ataupun negatif palsu yang kemudian akan membuat diagnostik menjadi bias. Contoh alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, termometer, plester, kursi roda, reagensia dan lain-lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). 3.3.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu: Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 21 a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik in vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3.3.2.1 Seksi Produk Diagnostik in vitro Seksi Produk Diagnostik in vitro mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik in vitro (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Produk diagnostik in vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Produk diagnostik in vitro terdiri dari 4 kategori, yaitu: kategori 1 peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, kategori 2 peralatan hematologi dan patologi, kategori 3 peralatan imunologi dan mikrobiologi, dan kategori 11 peralatan obstretrik dan ginekologi. Contoh dari produk diagnostik in vitro adalah cholesterol (total) test system, uric acid test system, glucose test system, tes kehamilan, dan lain – lain (Kementerian Kesehatan RI, 2010c). 3.3.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 22 standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1189/MENKES/PER/VIII/2010, perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan yang digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga, dan tempat-tempat umum. Contoh PKRT adalah alkohol, anti nyamuk bakar, repelan, tissue, kapas, deterjen, dan lain - lain (Kementerian Kesehatan RI, 2010c). 3.3.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 23 Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. 3.3.3.1 Seksi Inspeksi Produk Seksi Inspeksi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). 3.3.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). 3.3.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Tugas Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi: Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 24 a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari dua seksi yaitu Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. 3.3.4.1 Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). 3.3.4.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 25 3.3.5 Subbagian Tata Usaha (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 3.3.6 Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas sejumlah Jabatan Fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Satuan Organisasi. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.4 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan PKRT, meliputi: sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan. Selain itu, ada juga pelayanan surat keterangan. 3.4.1 Sertifikasi Produksi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c) Sertifikat produksi adalah sertifikat yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada pabrik yang telah melaksanakan cara pembuatan yang baik untuk memproduksi alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan Yang Baik Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 26 (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan dan Rumah Tangga Yang Baik (CPPKRTB). Berdasarkan hasil pemeriksaan kesiapan pabrik dalam penerapan CPAKB atau CPPKRTB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka sertifikasi produksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas meliputi: a. Sertifikat produksi kelas A Pabrik memproduksi alat kesehatan/PKRT kelas I, II dan III, menerapkan seluruh aspek CPAKB/CPPKRTB. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain yang sesuai atau memiliki sertifikat yang sesuai, dan D3 ATEM untuk alat kesehatan elektromedik serta harus mempunyai laboratorium sendiri. b. Sertifikat produksi kelas B Pabrik memproduksi alat kesehatan/PKRT kelas I dan II. Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratrium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat produksi kelas C Industri Rumah Tangga yang hanya diijinkan memproduksi alat kesehatan dan PKRT kelas I dan kelas II tertentu. Penanggung jawab teknisnya SMK farmasi atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi dan diakui. 3.4.1.1 Persyaratan Membuat Sertifikat Produksi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c) a. Permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha. b. Badan usaha tersebut harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal. c. Perusahaan harus memiliki penanggung jawab teknis yang berpendidikan sesuai dengan jenis produk yang diproduksi dan bekerja penuh waktu. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 27 d. Memenuhi ketentuan mengenai laboratorium dalam permohonan sertifikat produksi sesuai dengan klasifikasi produk yang diproduksi. 3.4.1.2 Tata Cara Mendapat Sertifikasi Produksi Alat Kesehatan dan PKRT (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c) a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat c. Tim melaksanakan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal d. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaaan dan membuat berita acara pemeriksaan e. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal f. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir b, c, dan d tidak dilaksanaan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat g. Setelah diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada butir e, Direktur Jenderal mengeluarkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah berkas lengkap h. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada butir g, Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 28 i. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada butir h diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. 3.4.1.3 Masa Berlaku Sertifikat Produksi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c) Sertifikat produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Permohonan perpanjangan sertifikat produksi diajukan oleh perusahaan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa berlaku sertifikat produksi kepada Direktur Jenderal melalui kepala dinas kesehatan provinsi. Perusahaan yang tidak melakukan perpanjangan sertifikat produksi hingga masa berlau sertifikat habis, harus mengajukan permohonan sertifikat produksi baru. 3.4.1.4 Perubahan Sertifikat Produksi Perubahan sertifikat produksi dilakukan apabila terjadi perubahan sebagai berikut: a. Perubahan badan usaha b. Perubahan nama dan alamat perusahaan c. Penggantian penanggung jawab teknis d. Penggantian pemilik/pimpinan perusahaan e. Perubahan klasifikasi 3.4.1.5 Pencabutan Sertifikat Produksi Sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT dapat dicabut oleh Direktur Jenderal apabila : a. Terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang dapat mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan pengguna, pekerja, atau lingkungan. b. Terbukti sudah tidak lagi menerapkan Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau PKRT yang Baik. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 29 Pelaksanaan pencabutan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT akibat pelanggaran peraturan dilakukan dengan cara: a. Peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan b. Penghentian sementara kegiatan c. Pencabutan sertifikat produksi Pelaksanaan pencabutan akibat terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan yang dapat mengakibatkan bahaya bagi pengguna dan pekerja dapat dilakukan secara langsung. 3.4.2 Izin Penyalur Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010e) Berdasarkan Permenkes No.1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang penyaluran alat kesehatan, disebutkan bahwa penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh PAK, cabang PAK, dan toko alat kesehatan. a. Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan. b. Cabang Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disebut cabang PAK adalah unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Penyaluran alat kesehatan harus mengikuti pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik (CDAKB). Yang dimaksud CDAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaanya. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 30 Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan, yaitu melaksanakan ketentuan CDAKB dan perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha. Direktur Jendral melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB. Setiap PAK dapat mendirikan cabang PAK di seluruh wilayah Republik Indonesia. 3.4.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010e) Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku. c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat dua tahun. d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya. e. Memenuhi CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik). 3.4.2.2 Tata Cara Pemohon Mendapatkan Izin PAK (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010c) a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat; b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat; c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 31 d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jenderal; e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir b sampai dengan butir d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat; f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir e, dengan mempertimbangkan persyaratan izin PAK, Direktur Jenderal dapat melakukan tindakan penundaan atau penolakan permohonan izin PAK; g. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir d, Direktur Jenderal mengeluarkan izin PAK; h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada butir f kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan. 3.4.2.3 Masa Berlaku Izin Penyalur Alat Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010e) Izin Penyalur Alat Kesehatan berlaku selama memenuhi persyaratan, yaitu melaksanakan ketentuan CDAKB dan perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha. Untuk menjamin terpenuhinya syarat sebagaimana dimaksud yang telah disebutkan di atas, Direktur Jenderal melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB. Perubahan izin PAK harus dilakukan apabila terjadi: a. Perubahan badan hukum perusahaan b. Pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis; dan/atau c. Perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 32 3.4.3 Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK) 3.4.3.1 Surat Permohonan Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan (PAK) Untuk dapat mengajukan permohonan izin Cabang PAK, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki izin PAK b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh dengan pendidikan paling rendah asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat sesuai bidangnya c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat dua tahun. d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya e. Memenuhi CDAKB 3.4.3.2 Tata Cara Pemohon Mendapatkan Izin Cabang PAK a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat; b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat; c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan; d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada kepala dinas kesehatan provinsi; e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir b sampai dengan butir d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 33 f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada butir e, dengan mempertimbangkan persyaratan izin Cabang PAK, kepala dinas kesehatan provinsi dapat melakukan tindakan penundaan atau penolakan permohonan izin cabang PAK; g. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir d, kepala dinas kesehatan provinsi mengeluarkan izin cabang PAK; h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada butir f kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan. 3.4.4 Izin Toko Alat Kesehatan 3.4.4.1 Surat Permohonan Izin Toko Alat Kesehatan Untuk dapat mengajukan permohonan izin toko alat kesehatan, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun. 3.4.4.2 Tata Cara Pemohon Izin Toko Alat Kesehatan a. Pemohon mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota setelah menerima permohonan selambatlambatnya 12 hari kerja menugaskan petugas pelaksana untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Petugas pelaksana setelah menerima tugas, selambat-lambatnya 12 hari kerja, harus melaksanakan pemeriksaan setempat dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan membuat laporan apakah izin dapat diberikan atau tidak. Pemeriksaan meliputi: 1) Persyaratan administrasi seperti NPWP, izin usaha, keterangan domisili 2) Sarana dan prasarana Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 34 3) Kelengkapan administrasi toko seperti faktur, kuitansi, kartu stok, buku penjualan dan lainnya. d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah menerima laporan, selambatlambatnya 12 hari kerja, mengeluarkan izin atau menolak permohonan, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. 3.4.4.3 Jenis Produk Jenis produk yang diizinkan untuk didistribusikan oleh toko Alat Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Tempat tidur pemeriksaan pasien b. Tempat tidur pasien statis c. Kapas dan Pembalut d. Instrumen bedah sederhana e. Kasa, perban, dan plester f. Timbangan badan g. Tensimeter h. Stetoskop i. Kompres j. Rapid Test (pemakaian sendiri) k. Thermometer l. Shaker dan rotator m. Vaccum tube n. Nebulizer o. Alat kesehatan fisik untuk membantu fungsi tubuh seperti tongkat, kursi roda, treadmill, massager, lumbar support, dan lain-lain. 3.4.4.4 Pembinaan dan Pengendalian Toko Alat Kesehatan (Alkes) Pembinaan terhadap toko Alkes dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai pedoman dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan cq Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 35 3.4.4.5 Pelaporan Toko Alkes wajib menyampaikan laporan kegiatan penjualan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi setiap 1 (satu) tahun sekali. 3.4.4.6 Larangan Toko Alkes dilarang menjual Alkes yang tidak memiliki izin edar dan Alkes yang memerlukan tenaga ahli dan atau pengawasan dalam penggunaannya. 3.4.4.7 Pencabutan Izin Toko Alat Kesehatan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut izin toko Alkes apabila: a. Terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan tentang toko Alkes b. Terjadi pelanggaran yang dapat membahayakan pengguna, pasien, pekerja, dan lingkungan. c. Pelaksanaan pencabutan izin toko Alkes, dilakukan dengan cara: 1) Peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. 2) Penghentian sementara kegiatan. 3) Pencabutan Izin toko Alkes. 3.4.5 Pemberian Izin Edar Produk Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 36 produksi, sedangkan untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria, sebagai berikut : a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk perbekalan kesehatan rumah tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan. b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan kesehatan rumah tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. 3.4.5.1 Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 37 (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, certificate of free sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. 3.4.5.2 Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut : a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV, harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 38 e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : Digit 1 : kelas Digit 2,3 : kategori Digit 4,5 : sub kategori Digit 6,7 : tahun pemberian izin (dibalik) Digit 8 – 11 : nomor urut pendaftaran Alat Kesehatan Dalam Negeri: AKD Alat Kesehatan Impor : AKL PKRT Impor : PKL PKRT Dalam Negeri : PKD Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKD 21303211019 AKD : Alat Kesehatan Dalam Negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (resiko sedang) Digit 2,3 (Angka 13) : Peralatan ortopedi Digit 4,5 (Angka 03) : Peralatan ortopedi bedah Digit 6,7 (Angka 21) : tahun pemberian izin (dibalik) 2012 Digit 8-11 (Angka 1019) : nomor urut pendaftaran 1019 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 39 Alat ini adalah alat kesehatan dalam negeri (AKD), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2012 dengan nomor urut 1019. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub-kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). Contoh nomor izin edar PKRT : PKL 10102600879 PKL : PKRT luar negeri Digit 1 (Angka 1) : kelas 1 Digit 2,3 (Angka 01) : kategori 1 (tissue dan kapas) Digit 4,5 (Angka 02) : sub kategori 2 ( facial tisue) Digit 6,7 (Angka 60) : tahun pemberian izin (dibalik) 2006 Digit 8-11 (Angka 0879) : nomor urut pendaftaran 0879 Alat ini adalah perbekalan kesehatan rumah tangga luar negeri (PKL), termasuk kelas 1, kategori tissue dan kapas, subkategori facial tissue, dan didaftarkan pada tahun 2006 dengan nomor urut 0879. Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5 tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d). Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah mendapat izin edar tersebut seperti ukuran, penandaan, kemasan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010d). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 40 3.4.6 Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu : 3.4.6.1 Certificate Of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu : a. Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara tujuan. b. Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk. c. Surat izin produksi atau sertifikat produksi. 3.4.6.2 Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: a. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat atau kondisi bencana. b. Produk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga untuk penelitian. c. Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang sudah terdaftar. d. Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. e. Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut diantaranya yaitu: a. Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 41 b. Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c. Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak bea cukai (invoice). d. Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di puskesmas. e. Surat protokol pengujian. f. Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud. g. Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut. 3.5 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT 3.5.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Meningkatnya penggunaan alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) berdampak pada meningkatnya produksi dalam negeri serta meningkatnya produk impor. Untuk menjamin ketersediaan Alkes dan PKRT yang baik, bermutu, bermanfaat dan aman, maka dilakukan pembinaan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes. Pelaksanaan pembinaan perlu dilakukan sejak proses produksi hingga saat penggunaan di masyarakat meliputi: tingkat pengadaan, tingkat produksi dan tingkat distribusi agar penggunaan Alkes dan PKRT dapat tepat guna dan berhasil guna. Sesuai dengan PERMENKES RI No.1184 Tahun 2004 mengenai pengamanan alat kesehatan dan PKRT disebutkan bahwa pembinaan yang dilakukan diarahkan untuk: a. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. b. Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 42 c. Menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang diedarkan. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dalam kegiatannya dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004): a. Informasi produk, yaitu penyebarluasan informasi melalui iklan kepada masyarakat harus memuat keterangan secara objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. b. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/ dan CPPKRTB). c. Peredaran, dilakukan dengan menjaga keamanan, mutu, kemanfaatan dan penandaan yang cukup memadai. d. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan dan PKRT. e. Pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat. 3.5.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Alkes dan PKRT dalam penggunaannya dapat menimbulkan masalah yang mungkin dapat merugikan penggunanya atau orang disekelilingnya. Timbulnya masalah tersebut mungkin dapat disebabkan karena kesalahan alat (terutama bila alat kesehatan tidak memenuhi standar mutu) atau kesalahan dalam penggunaan (misal dalam penggunaannya perlu keterampilan khusus). Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk selama peredaran. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal), yaitu: Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 43 a. Melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten. b. Memberikan sanksi yang berskala nasional, provinsi, dan kabupaten terhadap pabrik yang melakukan kesalahan. c. Meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat. Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur untuk memberikan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produknya terhadap masyarakat. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur (pengawasan internal), yaitu: a. Produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang mutu dan klaim produknya. b. Melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya. c. Melaksanakan perbaikan dan atau menarik produknya yang tidak memenuhi standar. Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal), yaitu: a. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar. b. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. c. Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen untuk peningkatan mutu. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 44 BAB 4 PEMBAHASAN Kementerian Kesehatan merupakan institusi pemerintah yang melaksanakan urusan di bidang kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki empat Direktorat Jenderal, salah satunya adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan membawahi Sekretariat Direktorat Jenderal dan empat Direktorat yakni Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subbagian Tata Usaha dan 4 subdit, yaitu Subdit Penilaian Alat Kesehatan, Subdit Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT, Subdit Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta Subdit Standardisasi dan Sertifikasi. Tugas dari Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan yaitu menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan fungsinya sesuai tugasnya yaitu penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kegiatan, penyusunan NSPK, penyiapan pemberian bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan PKRT. Pengawasan yang dilakukan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari 44 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 45 penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Setiap subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi. Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 di mana struktur organisasi ini baru dilaksanakan secara resmi pada bulan Januari 2011. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan yang dituliskan pada Pasal 591, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi sebelumnya, dua seksi ini terpisah dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur ini dilakukan untuk mengefisiensikan dan mengefektifkan kinerja. Alat Kesehatan Elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi/workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang ingin diedarkan menggunakan radiasi/X-ray. Alat kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara pengunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau kemasannya, contohnya adalah thermometer, kassa, plester, dan lain-lain. Beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli untuk penggunaannya sebagai contoh implan jantung yang sangat beresiko terhadap pasien apabila tidak menggunakan bantuan tenaga ahli dalam aplikasinya. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 46 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT merupakan subdit yang menilai produk diagnostik in vitro dan PKRT. Pada struktur sebelumnya, produk diagnostik in vitro disebut dengan produk diagnostik reagensia. Reagensia adalah bahan/pereaksi yang digunakan secara tidak langsung dalam menegakkan/ menentukan diagnosa atau kondisi lain. Contoh produk diagnostik in vitro ada 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi serta peralatan obstetrik dan ginekologi. Registrasi alat kesehatan diagnostik in vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis maupun uji pre klinis. Produk diagnostik in vitro biasanya merupakan produk impor. Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik in vitro memiliki kekhasan tersendiri. Sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembaban, dan rentan terhadap perubahan suhu dan kelembaban. Sehingga kondisi penyimpanan dan proses distribusi sangat mempengaruhi kualitas produk. Penurunan kualitas akan berpengaruh terhadap kinerja, sehingga hasil pemeriksaan yang diberikan bisa jadi tidak mewakili kondisi sebenarnya pada pasien. Ini akan berakibat fatal jika hasil pemeriksaan tersebut dijadikan dasar untuk diagnosis dan pemberian terapi bagi pasien. Dalam memastikan dan menjamin produk diagnostik in vitro yang telah beredar, maka dibutuhkan pengujian kembali produk tersebut. Selain produk diagnostik in vitro PKRT juga harus diregistrasi terlebih dahulu untuk melindungi masyarakat dari penggunaan produk PKRT yang berbahaya. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah alat atau bahan yang digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh manusia, hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan PKRT terbagi menjadi dua yaitu yang mengandung pestisida (contohnya anti nyamuk, desinfektan, dll) dan yang tidak mengandung pestisida (contohnya tisu, kapas, dll). Sedangkan untuk pembagian kelas baik produk diagnostik in vitro maupun PKRT ada 3 kelas yaitu Kelas I (resiko ringan), Kelas II (resiko sedang), dan kelas III (resiko tinggi). Kegiatan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT adalah melakukan penilaian dan pemberian izin edar terhadap Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 47 produk-produk alat kesehatan dan PKRT baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri yang akan diedarkan di seluruh wilayah Indonesia. Pemeriksaan dan penilaian berkas sebelum diedarkan (Pre Market) ini dilakukan untuk menjamin mutu dan manfaat dari produk diagnostik in vitro dan PKRT yang beredar di masyarakat. Bukan hanya sebelum diedarkan saja tetapi penilaian juga dilakukan setelah produk diedarkan (Post Market Surveillance) dengan cara sampling. Penilaian berkas sebelum diedarkan dilakukan terhadap berkas yang diajukan berupa data administrasi dan data teknis. Pemeriksaan data administrasi berupa formulir pendaftaran, sertifikat produksi (untuk produk dalam negeri), izin penyalur alat kesehatan (IPAK), surat penunjukkan sebagai agen tunggal, Certificate of Free Sale (untuk produk impor) dan surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri). Sedangkan penilaian data teknis berupa formula/komponen produk, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), data stabilitas, dan penandaan. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT merupakan salah satu bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang bertugas untuk menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat ini terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. Seksi Inspeksi Produk bertugas dalam bidang inspeksi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, sedangkan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi bertugas di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Subdirektorat standardisasi dan sertifikasi terdiri dari dua seksi yaitu seksi standardisasi produk dan seksi standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi. Pembentukan ini didasarkan pada pentingnya pemerataan kualitas produk serta sarana produksi dan distribusi untuk menjamin keamanan dan mutu produk. Subdit ini bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam melakukan standardisasi. Selain melakukan standarisasi produk, subdit ini juga melakukan tugas dan fungsi dalam sertifikasi produksi dan izin penyaluran alat kesehatan dan PKRT. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 48 Banyaknya permohonan registrasi alat kesehatan yang masuk ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang menanganinya. Selain itu sistem registrasi izin edar alat kesehatan dan sertifikasi sarana distribusi dan produksi alat kesehatan masih dilakukan secara manual dengan cara pemohon datang ke Unit Pelayanan Terpadu di Kementerian Kesehatan dan membawa berkas dokumen kertas. Namun tahun ini sedang dikembangkan sistem pendaftaran izin edar alat kesehatan dan sertifikasi sarana distribusi dan produksi alat kesehatan melalui sistem online dan dilakukan sistematis secara komputerisasi dan terintegrasi ke seluruh Indonesia. Sistem ini memungkinkan pemohon yang berada di luar Jakarta dapat melakukan pendaftaran secara online. Setelah dinyatakan lengkap, petugas tetap akan melakukan verifikasi berkas dokumen kertas pemohon untuk memastikan keaslian dokumen yang diajukan. Diharapkan dengan dikembangkannya sistem registrasi secara online dapat mempermudah pemohon dalam mengajukan izin edar alat kesehatan dan sertifikat sarana distribusi dan produksi alat kesehatan. Selain itu keuntungan pengembangan sistem ini berfungsi sebagai bank data yang terintegrasi dan disimpan secara sistematis sehingga dapat mempermudah petugas di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan pemohon dalam mengakses data dan informasi izin edar dan sertifikat sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. Selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, mahasiswa melihat perlu adanya sosialisasi lebih lanjut mengenai alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang telah diregistrasi di Kementerian Kesehatan kepada masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat mengetahui produk alat kesehatan yang memang benar dilegalkan oleh Kementerian Kesehatan. Pemberian informasi tentang legalitas alat kesehatan dapat dilakukan secara sistematis dan efektif melalui sistem komputerisasi dan terhubung melalui internet sehingga masyarakat dapat mengakses informasi tersebut dengan mudah. Selain itu, pengawasan terhadap produk yang sudah diedarkan juga perlu dilakukan secara ketat. Selama ini fungsi pengawasan belum dilakukan secara maksimal karena kendala dilapangan adalah banyaknya produk alat kesehatan yang beredar di Indonesia Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 49 dan terbatasnya jumlah petugas dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya penambahan petugas untuk memperkuat sistem pengawasan peredaran produk alat kesehatan dan pengawasan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. Pengawasan dalam bidang periklanan produk alat kesehatan merupakan tugas dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Sampai saat ini tugas dan fungsi pengawasan periklanan belum terealisasi karena masih terkendala sumber daya manusia yaitu petugas khusus untuk mengawasi kegiatan periklanan produk alat kesehatan. Namun tugas untuk peningkatan pengawasan periklanan produk alat kesehatan sudah direncakan dan akan segera direalisasikan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 50 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat yang bertanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. 5.1.2 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subbagian Tata Usaha dan 4 subdit, yaitu Subdit Penilaian Alat Kesehatan, Subdit Penilaian Produk Diagnostik in vitro dan PKRT, Subdit Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT serta Subdit Standardisasi dan Sertifikasi. Tugas dari Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan yaitu menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melaksanakan fungsinya sesuai tugasnya yaitu penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kegiatan, penyusunan NSPK, penyiapan pemberian bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan PKRT. 5.1.3 Peran Apoteker di direktorat ini adalah turut serta dalam upaya penjaminan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT yang beredar di Indonesia melalui penilaian dan evaluasi berkas registrasi izin edar dan izin penyalur alat kesehatan dan PKRT di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 50 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 51 5.2 Saran 5.2.1 Sosialisasi dan penyuluhan mengenai pelayanan registrasi alat kesehatan dan PKRT, serta sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT sebaiknya ditingkatkan. 5.2.2 Program pengawasan mengenai periklanan produk alat kesehatan dan PKRT perlu direalisasikan. 5.2.3 Program registrasi secara online untuk mempermudah pelayanan sertifikat produksi dan izin edar alat kesehatan dan PKRT perlu segera direalisasikan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 52 DAFTAR REFERENSI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1184/MENKES/PER/X/ 2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Berbagai Terobosan Guna Hadapi Tantangan di Bidang Pembangunan Kesehatan. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1700-berbagaiterobosan-guna-hadapi-tantangan-di-bidang-pembangunankesehatan.html Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Bupati/Walikota Berperan Capai Target MDGs. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1739-bupati walikota-berperan-capai-target-mdgs.html Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta: Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/ 2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/ 2010 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010e). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1191MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 LAMPIRAN Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan RI 53 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 Lampiran 2.2. Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 54 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 55 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 56 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 57 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 58 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 53 Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 59 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 53 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 16 JANUARI – 27 JANUARI 2012 TATA CARA PERIZINAN PENYALUR ALAT KESEHATAN MARVEL, S.Far. 1106047152 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………..………………......………… DAFTAR ISI ……………………………………………………...…………. DAFTAR TABEL …………………………………………….....…….......... DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………...……………. i ii iii iv 1. PENDAHULUAN ……...………………………………………...………. 1.1 Latar Belakang ……………………………………………...………… 1.2 Tujuan ……………………………………………………...…………. 1 1 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ……...……………………………...…………... 2.1 Alat Kesehatan …………………..……………………………………. 2.1.1 Definisi Alat Kesehatan ……………………………...………… 2.1.2 Klasifikasi Alat Kesehatan …………………...………....……... 2.2 Penyalur Alat Kesehatan …...…….……………………………......... 2.2.1 Penyalur Alat Kesehatan ……………………………...…........... 2.2.2 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK) …...………… 2.2.3 Toko Alat Kesehatan …………………………………………... 2.3 Pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan …..…………………………. 2.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi ..…………………………. 2.4.1 Seksi Standardisasi Produk …………………………...………... 2.4.2 Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi …... 2.5 Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ……..………………………………... 3 3 3 4 8 9 11 13 15 19 20 20 20 3. METODOLOGI PENGAMATAN ………………………....…………... 22 3.1 Metode Pengamatan ………………………………………..…………. 22 4. PEMBAHASAN ………………………………………..………………… 23 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………........... 28 5.1 Kesimpulan …………..………………………………………….......... 28 5.2 Saran ………………………….………………………….…………… 28 DAFTAR REFERENSI …………………………………………................... 29 LAMPIRAN …………………………………………………………………. ii Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 30 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Pesyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) …….................... 16 Tabel 2.2. Persyaratan Penambahan/Addendum dan Perpanjangan Keagenan . 17 Tabel 2.3. Persyaratan Perubahan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) ……. 18 iii Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tanda terima tetap IPAK/Sertifikat Produksi ……………........... 30 Lampiran 2. Prosedur pelayanan IPAK ………………………………………. 31 Lampiran 3. Proses penilaian dan pengesahan sertifikat IPAK ………………. 32 iv Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain obat-obatan, dalam melaksanakan upaya kesehatan juga dibutuhkan alat kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Seiring dengan perkembangan teknologi alat kesehatan dan pertumbuhan pasar akan kebutuhan alat kesehatan di Indonesia, banyak perusahaan bermunculan yang bergerak dalam bidang penyaluran alat kesehatan. Perusahaan tersebut berasal dari perusahaan lokal maupun perusahaan sumber permodalan asing. Setiap perusahaan dalam melakukan kegiatan usaha penyaluran alat kesehatan wajib memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang penyaluran alat kesehatan. Pemberian Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) adalah salah satu upaya pemerintah dalam pengamanan alat kesehatan yang beredar di Indonesia. Pengamanan dalam penyaluran alat kesehatan yang diselenggarakan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, khasiat atau kemanfaaatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari atas: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, Subbagian Tata Usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi memiliki tugas 1 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 2 melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Oleh karena itu, penerapan dari salah satu tugas pokok dan fungsi Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi adalah melaksanakan sertifikasi terhadap sarana penyaluran alat kesehatan, yaitu salah satunya dengan pemberian izin penyalur alat kesehatan (IPAK). Untuk mendapatkan gambaran mengenai aktivitas yang dilakukan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, maka pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) penulis ditempatkan di direktorat tersebut, khususnya di Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi untuk melakukan pengamatan dan peninjauan tentang proses pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan bertujuan agar para calon apoteker : a. Memahami proses pelayanan perizinan dan kelengkapan persyaratan yang diajukan untuk memperoleh Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). b. Memahami peran apoteker dalam pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Kesehatan 2.1.1 Definisi Alat Kesehatan Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Selain itu, alat kesehatan merupakan bagian dan perlengkapannya, yaitu sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Disebut dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia dan Formularium Nasional atau Suplemennya; b. Digunakan untuk mendiagnosa penyakit, menyembuhkan, merawat, memulihkan, meringankan atau mencegah penyakit pada manusia; c. Dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia; d. Dimaksud untuk menopang atau menunjang hidup atau mati; e. Dimaksud untuk mencegah kehamilan; f. Dimaksud untuk pensucihamaan alat kesehatan; g. Dimaksudkan untuk mendiagnosa kondisi bukan penyakit yang dalam mencapai tujuan utamanya; h. Memberi informasi untuk maksud medis dengan cara pengujian in vitro terhadap spesimen yang dikeluarkan dari tubuh manusia; i. Tidak mencapai target dalam tubuh manusia secara farmakologis, imunologis atau cara metabolisme tetapi mungkin membantu fungsi tersebut; j. Digunakan, diakui sebagai alat kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan, sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): 3 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 4 a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit; b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit; c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi, atau proses fisiologis; d. Mendukung atau mempertahankan hidup; e. Menghalangi pembuahan; f. Desinfeksi alat kesehatan; g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia. Produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan harus sesuai dengan Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI), pedoman alat kesehatan, atau standar lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.1.2 Klasifikasi Alat Kesehatan Alat kesehatan dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Pembagian klasifikasi ini berdasarkan resiko yang ditimbulkan oleh produk. Klasifikasi Alat Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Kelas I Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya tidak rnenyebabkan akibat yang berarti. Penilaian untuk alat kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk b. Kelas IIa Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 5 c. Kelas IIb Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan uji klinis. d. Kelas III Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai serta memerlukan uji klinis. Pembagian kategori dan sub kategori alat kesehatan berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1190/MENKES/PER/VIII/ 2010, tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah sebagai berikut: 2.1.2.1 Peralatan Kimia Klinik dan Toksikologi a. Sistem tes kimia klinik b. Peralatan laboratorium klinik c. Sistem tes toksikologi klinik 2.1.2.2 Peralatan Hematologi dan Patologi a. Pewarna biologikal b. Produk kultur sel dan jaringan c. Peralatan dan asesori patologi d. Pereaksi penyedia specimen e. Peralatan hematologi otomatis dan semi otomatis f. Peralatan hematologi manual g. Paket dan kit hematologi h. Pereaksi hematologi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 6 i. Produk yang digunakan dalam pembuatan sediaan darah dan sediaan berasal dari darah. 2.1.2.3 Peralatan Imunologi dan Mikrobiologi a. Peralatan diagnostika b. Peralatan mikrobiologi c. Pereaksi serologi d. Perlengkapan dan pereaksi laboratorium imunologi e. Sistem tes imunologikal dan tes imunologikal antigen tumor 2.1.2.4 Peralatan Anestesi a. Peralatan anestesi diagnostik b. Peralatan anestesi pemantauan c. Peralatan anestesi terapetik d. Peralatan anestesi lainnya 2.1.2.5 Peralatan Kardiologi a. Peralatan kardiologi diagnostik b. Peralatan kardiologi pemantauan c. Peralatan kardiologi prostetik d. Peralatan kardiologi bedah e. Peralatan kardiologi terapetik 2.1.2.6 Peralatan Gigi a. Peralatan gigi diagnostik b. Peralatan gigi prostetik c. Peralatan gigi bedah d. Peralatan gigi terapetik e. Peralatan gigi lainnya 2.1.2.7 Peralatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) a. Peralatan THT diagnostik Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 7 b. Peralatan THT prostetik c. Peralatan THT bedah d. Peralatan THT terapetik 2.1.2.8 Peralatan Gastroenterologi-Urologi (GU) a. Peralatan GU diagnostik b. Peralatan GU pemantauan c. Peralatan GU prostetik d. Peralatan GU bedah e. Peralatan GU terapetik 2.1.2.9 Peralatan Rumah Sakit Umum dan Perorangan (RSU & P) a. Peralatan RSU & P pemantauan b. Peralatan RSU & P terapetik c. Peralatan RSU & P lainnya 2.1.2.10 Peralatan Neurologi a. Peralatan neurologi diagnostik b. Peralatan neurologi prostetik c. Peralatan neurologi bedah 2.1.2.11 Peralatan Obstetrik dan Ginekologi (OG) a. Peralatan OG diagnostik b. Peralatan OG pemantauan c. Peralatan OG prostetik d. Peralatan OG bedah e. Peralatan OG terapetik f. Peralatan bantu reproduksi 2.1.2.12 Peralatan Mata a. Peralatan mata diagnostik b. Peralatan mata prostetik Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 8 c. Peralatan mata bedah d. Peralatan mata terapetik 2.1.2.13 Peralatan Ortopedi a. Peralatan ortopedi diagnostik b. Peralatan ortopedi prostetik c. Peralatan ortopedi bedah 2.1.2.14 Peralatan Kesehatan Fisik a. Peralatan kesehatan fisik diagnostik b. Peralatan kesehatan fisik prostetik c. Peralatan kesehatan fisik terapetik 2.1.2.15 Peralatan Radiologi a. Peralatan radiologi diagnostik b. Peralatan radiologi terapetik c. Peralatan radiologi lainnya 2.1.2.16 Peralatan Bedah Umum dan Bedah Plastik a. Peralatan bedah diagnostik b. Peralatan bedah prostetik c. Peralatan bedah d. Peralatan bedah terapetik 2.2 Penyalur Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang penyaluran alat kesehatan, disebutkan bahwa penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh: a. Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 9 b. Cabang Penyalur Alat Kesehatan yang selanjutnya disebut cabang PAK adalah unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Penyaluran alat kesehatan harus mengikuti pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik (CDAKB). Yang dimaksud CDAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaanya. Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan, yaitu melaksanakan ketentuan CDAKB dan perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha. Direktur Jendral melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB. Dan setiap PAK dapat mendirikan cabang PAK di seluruh wilayah Republik Indonesia. 2.2.1 Penyalur Alat Kesehatan (PAK) Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku. c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat dua tahun. d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 10 e. Memenuhi CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik). Tata cara pemohon mendapatkan izin PAK adalah sebagai berikut: a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jendral melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat. b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat; c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan; d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada Direktur Jendral; e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan huruf d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat pernyataan siap melaksanaan kegiatan kepada Direktur Jendral dengan tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat; f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan persyaratan izin PAK, Direktur Jendral dapat melakukan tindakan penundaan atau penolakan permohonan izin PAK; g. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Direktur Jendral mengeluarkan izin PAK; h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan. Izin Penyalur Alat Kesehatan (PAK) berlaku selama memenuhi persyaratan: a. Melaksanakan ketentuan CDAKB b. Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 11 Untuk menjamin terpenuhinya syarat sebagaimana dimaksud yang telah disebutkan diatas, Direktur Jenderal melakukan audit menyeluruh terhadap PAK paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan CDAKB. Perubahan izin PAK harus dilakukan apabila terjadi: a. Perubahan badan hukum perusahaan b. Pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis; dan/atau c. Perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel 2.2.2 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (Cabang PAK) Untuk dapat mengajukan permohonan izin Cabang PAK, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki izin PAK b. Memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh dengan pendidikan paling rendah asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat sesuai bidangnya c. Memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat dua tahun. d. Memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya e. Memenuhi CDAKB. Tata Cara Pemohon mendapatkan izin Cabang PAK adalah sebagai berikut: a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat; b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat; c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara pemeriksaan; d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 12 dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada kepala dinas kesehatan provinsi; e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dengan huruf d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang bersangkutan dapat membuat pernyataan siap melaksanaan kegiatan kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat; f. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan mempertimbangkan persyaratan izin Cabang PAK, kepala dinas kesehatan provinsi dapat melakukan tindakan penundaan atau penolakan permohonan izin cabang PAK; g. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kepala dinas kesehatan provinsi mengeluarkan izin cabang PAK; h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan. Izin Cabang PAK berlaku selama memenuhi persyaratan: a. Melaksanakan CDAKB; dan b. Perusahaan masih aktif melakukan kegiatan usaha. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan tersebut, kepala dinas kesehatan provinsi atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan audit menyeluruh terhadap Cabang PAK. Perubahan izin Cabang PAK harus dilakukan apabila terjadi : a. Perubahan badan hukum PAK; b. Pergantian pimpinan atau penanggung jawab teknis; dan/atau c. Perubahan alamat kantor, gudang, dan/atau bengkel. Perubahan izin Cabang PAK dilakukan dengan mengajukan permohonan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan dengan melampirkan izin Cabang PAK lama asli. Pencabutan izin Cabang PAK ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan provinsi. Izin Cabang PAK dicabut apabila: Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 13 a. Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar; b. Mengadakan atau menyalurkan alat kesehatan yang bukan dari PAK; c. Dengan sengaja menyalahi jaminan purna jual; d. Izin PAK tidak berlaku; dan/atau e. Berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi persyaratan sarana, prasarana, dan/atau sudah tidak aktif selama 1 (satu) tahun penuh. 2.2.3 Toko Alat Kesehatan Untuk dapat mengajukan permohonan izin toko alat kesehatan, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun. Tata Cara Pemohon mendapatkan izin toko alat kesehatan diatur oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. a. Pemohon mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota setelah menerima permohonan selambatlambatnya 12 hari kerja menugaskan petugas pelaksana untuk melakukan pemeriksaan setempat. c. Petugas pelaksana setelah menerima tugas, selambat-lambatnya 12 hari kerja, harus melaksanakan pemeriksaan setempat dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan membuat laporan apakah izin dapat diberikan atau tidak. Pemeriksaan meliputi: Persyaratan administrasi seperti NPWP, izin usaha, keterangan domisili. Sarana dan prasarana, dan kelengkapan administrasi toko seperti faktur, kuitansi, kartu stok, buku penjualan dan lainnya. d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah menerima laporan, selambatlambatnya 12 hari kerja, mengeluarkan izin atau menolak permohonan, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 14 2.2.3.1 Jenis Produk Jenis produk yang diizinkan untuk didistribusikan oleh toko Alkes adalah sebagai berikut: a. Tempat tidur pemeriksaan pasien b. Tempat tidur pasien statis c. Kapas dan Pembalut d. Instrumen bedah sederhana e. Kasa, perban, dan plester f. Timbangan badan g. Tensimeter h. Stetoskop i. Kompres j. Rapid Test (pemakaian sendiri) k. Thermometer l. Shaker dan rotator m. Vaccum tube n. Nebulizer o. Alat kesehatan fisik untuk membantu fungsi tubuh seperti tongkat, kursi roda, treadmill, massager, lumbar support, dan lain-lain. 2.2.3.2 Pembinaan dan Pengendalian Toko Alat Kesehatan Pembinaan terhadap toko Alkes dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai pedoman dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 2.2.3.3 Pelaporan Toko Alkes wajib menyampaikan laporan kegiatan penjualan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Dinas Kesehatan Propinsi setiap 1 (satu) tahun sekali. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 15 2.2.3.4 Larangan Toko Alkes dilarang menjual Alkes yang tidak memiliki izin edar dan Alkes yang memerlukan tenaga ahli dan atau pengawasan dalam penggunaannya. 2.2.3.5 Pencabutan Izin Toko Alat Kesehatan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut izin toko Alkes apabila: a. Terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan tentang toko Alkes b. Terjadi pelanggaran yang dapat membahayakan pengguna, pasien, pekerja, dan lingkungan. c. Pelaksanaan pencabutan izin toko Alkes, dilakukan dengan cara: 1) Peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. 2) Penghentian sementara kegiatan 3) Pencabutan Izin toko Alkes. 2.3 Pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan PKRT bahwa penyalur alat kesehatan wajib memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) dari Menteri Kesehatan. Persyaratan yang harus dipenuhi pemohon untuk mendapatkan Izin Penyalur Alat Kesehatan: Tabel 2.1. Persyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) No. Persyaratan Alkes Alkes non Diagnostik elektromedik elektromedik 1. Permohonan Kesehatan ke melalui Menteri √ Reagensia √ √ √ √ Dinas Kesehatan Propinsi. 2. Sesuai Pedoman Pemeriksaan √ setempat untuk sertifikasi (BAP dari Dinkes Propinsi) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 16 Tabel 2.1. Persyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) (lanjutan) 3. Rekomendasi Dinas Kesehatan √ √ √ √ √ Propinsi 4. Memiliki Badan Hukum/ Akte √ Perusahaan 5. NPWP √ √ √ 6. UUG/ HO √ √ √ 7. SIUP √ √ √ 8. Alamat nomor √ √ √ Memiliki bengkel, alamat, dan √ - - kantor dan telepon 9. nomor telepon 10. Peta lokasi dan denah bangunan √ √ √ 11. Alamat gudang dan nomor √ √ √ √ √ produksi √ √ √ Daftar jenis alkes yang akan √ √ √ √ √ √ bersedia √ √ √ telepon 12. Surat dari √ penunjukkan Prinsipal (minimum 2 tahun) diketahui oleh KBRI atau notaris untuk produk dalam negeri 13. Salinan sertifikat (produk dalam negeri) 14. diedarkan 15. Brosur/ katalog 16. Surat pernyataan melepas keagenan 17. Direktur Perusahaan √ √ √ 18. Ijazah/ Pendidikan dan Nama √ √ √ Penanggung Jawab Teknis a. S1 atau sederajat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 17 Tabel 2.1. Persyaratan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) (lanjutan) b. D3 Farmasi atau sederajat 19. Surat pernyataan bekerja full √ √ √ √ √ √ tenaga √ √ √ time dari PJT 20. Tenaga teknis dan jumlahnya 21. Pendidikan/ ijazah teknis Tabel 2.2. Persyaratan Penambahan/Addendum dan Perpanjangan Keagenan No Persyaratan 1. Surat Penambahan Perpanjangan permohonan addendum jenis perluasan alat keagenan/ √ kesehatan √ atau perpanjangan keagenan 2. Ijin penyalur alat kesehatan lama beserta √ √ lampirannya termasuk addendum (jika ada) 3. Penunjukkan keagenan sebagai sole agent/ √ √ exclusive distributor dengan batas waktu serta jenis alatnya diketahui KBRI setempat bagi prinsipal luar negeri dan notaris bagi produk dalam negeri 4. Salinan sertifikat produksi (produk dalam √ √ negeri) 5. Kuasa mendaftar dari prinsipal 6. Surat pernyataan bersedia √ √ melepas √ √ keagenannya jika di kemudian hari ada pihak yang lebih berhak 7. Brosur, spesifikasi, dan kegunaan alat atau √ √ keterangan lain tentang alat yang diageninya 8. Perjanjian Kerjasama/ MoU √ √ 9. Surat pemutusan kerjasama dari prinsipal √ √ lama Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 18 Tabel 2.3. Persyaratan Perubahan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) No. Persyaratan Nama Pimpinan Badan PJT Lokasi Hukum 1. Surat permohonan perubahan √ √ √ √ √ √ √ √ √ mengenai √ √ √ - - Persetujuan perubahan nama √ √ √ - - √ √ √ √ ke Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Kesehatan dan Alkes melaui Dinas Kesehatan Propinsi 2. Ijin penyalur alat kesehatan √ lama beserta termasuk lampirannya addendum (jika ada) 3. Akta notaris perubahan 4. dari instansi (perindustrian untuk terkait dan BKPM perusahaan modal asing) 5. Dinkes √ Rekomendasi Propinsi 6. BAP Hasil Pemeriksaan - - - - √ 7. Surat Pernyataan pergantian - - - √ - - - √ - - - √ - - - √ - PJT dari pimpinan perusahaan 8. Surat Pernyataan PJT - sanggup bekerja penuh waktu 9. Ijazah PJT serta dokumen lain jika perlu 10. Pengunduran diri PJT lama - Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 19 Tabel 2.3. Persyaratan Perubahan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) (lanjutan) 11. Denah Kantor/ Bengkel Gudang/ - (Penyalur - - - √ - - - √ alkes Elektromedik), penyimpanan khusus bagi alkes regensia (refrigerator farmasi)-(Blood bank) 12. Peta lokasi - 2.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi Berdasarkan Permenkes No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 20 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. 2.4.1 Seksi Standardisasi Produk Seksi Standardisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2.4.2 Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Seksi Standardisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2.5 Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Unit Pelayanan Terpadu adalah unit non-struktural di Kementrian Kesehatan yang dibentuk dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik dan meningkatkan trasnparansi dan akuntabilitas pelayanan bidang kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 509/MENKES/SK/IV/2010 tentang pengelolaan unit pelayanan terpadu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, jenis pelayanan yang terdapat dalam Unit Pelayanan Terpadu adalah sebagai berikut: a. Loket 1: Perijinan Sarana Sediaan Farmasi, PBF, Bahan Baku Obat, Eksporimpor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor. b. Loket 2: Perijinan Sertifikasi Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perlengkapan Kesehatan Rumah Tangga. c. Loket 3: Registrasi Alat Kesehatan dan Perlengkapan Kesehatan Rumah Tangga. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 21 d. Loket 4: Pelayanan Administrasi untuk pelayanan loket 2 dan loket 3. e. Loket 5: Pelayanan Konsultasi izin edar alat kesehatan, perizinan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. f. Loket 6: Informasi Registrasi Tenaga Kesehatan. g. Loket 7: Rekomendasi Pengobat Tradisonal Asing. h. Loket 10 dan 11: Urusan kepegawaian. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 BAB 3 METODOLOGI PENGAMATAN 3.1 Metode Pengamatan Pengamatan tata cara pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) dilakukan pada UPT (Unit Pelayanan Terpadu) di lantai 5 (lima) Gedung Prof. Sujudi, dan melakukan studi literatur berdasarkan pedoman pelayanan perizinan Penyalur Alat Kesehatan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pengamatan dilakukan terhadap tata cara perizinan Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) pada Unit Pelayanan Terpadu (UPT) yang dilanjutkan dengan pengamatan terhadap alur penilaian dan evaluasi dokumen Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 22 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 23 BAB 4 PEMBAHASAN Penyaluran Alat Kesehatan diatur secara ketat oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penyaluran Alat Kesehatan hanya dapat dilakukan oleh Penyalur Alat Kesehatan, Cabang Penyalur Alat Kesehatan, dan Toko Alat Kesehatan yang memiliki izin. Dalam hal ini permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) ditujukan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Permohonan izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Dan Permohonan Izin Toko Alat Kesehatan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) kali ini penulis ditugaskan melakukan pengamatan tentang proses pelayanan permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK). Sertifikat Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Untuk mendapatkan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), perusahaan pemohon harus melengkapi persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Pada perusahaan penyalur alat kesehatan berdasarkan kepemilikan modal asing, persyaratan administrasi yang diwajibkan sama dengan persyaratan yang diwajibkan terhadap perusahaan penyalur alat kesehatan kepemilikan modal dalam negeri. Yang berbeda adalah persyaratan administrasi izin usaha dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Sertifikat izin usaha dari BKPM adalah tanda bahwa perusahaan asing tersebut secara legal melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Ini merupakan program pemerintah dalam melayani penanaman modal perusahaan asing di Indonesia yang dilakukan dengan satu pintu. Hal ini dilakukan agar terjadi efisensi birokrasi dalam hal penanaman modal perusahaan asing yang melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Direktorat bina produksi dan distribusi alat kesehatan hanya meminta surat keterangan dari BKPM terkait izin usaha dari perusahaan kepemilikan modal asing tersebut. Selama ini, perusahaan yang bergerak dibidang alat kesehatan selalu melengkapi persyaratan tersebut. 23 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia 24 Penyerahan dokumen Pendaftaran Izin PAK dan perubahan/addendum IPAK semua tersentralisasi di UPT (Unit Pelayanan Terpadu) pada loket 2 (dua) lantai 5 (lima) gedung Prof.Sujudi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penyerahan dokumen Izin PAK harus menggunakan map hijau toska. Alur pendaftaran Izin PAK dan perubahan/addendum IPAK yang berlangsung di UPT adalah sebagai berikut: a. Pemohon harus mengenakan Kartu Pengenal (ID Card) yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Syarat pembuatannya adalah mengisi formulir yang telah disediakan, surat kuasa asli dari perusahaan, pas foto berwarna ukuran 3x4 (2 lembar), dan fotokopi KTP. Satu kartu pengenal berlaku untuk satu perusahaan. Pembuatan kartu pengenal tidak dikenakan biaya. b. Pemohon mengambil nomor antrian dan mengisi formulir pendaftaran secara lengkap dan diketik serta melampirkan seluruh lampiran yang dipersyaratkan (lampiran disusun sesuai dengan urutan persyaratan yang diminta dan diberi label pembatas) c. Berkas dimasukkan ke dalam map berwarna hijau toska. d. Pemohon menyerahkan berkas ke petugas loket dengan melampirkan tanda terima berkas sementara rangkap 2 yang telah diisi. Tanda terima pertama diberikan kepada pemohon dan tanda terima kedua ditempelkan di depan berkas. e. Dokumen diterima oleh petugas loket dan tanda terima diberi stempel “sementara”. Dokumen tersebut disebut dokumen sementara. Dokumen tersebut akan diperiksa apakah dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sudah terpenuhi atau belum. Pemeriksaan kelengkapan dokumen dilakukan maksimal dua minggu. Untuk perusahaan PAK yang berkantor pusat di Jakarta biasanya mengecek status dokumen mereka secara mandiri. Sedangkan untuk perusahaan yang berkantor pusat di luar Jakarta diminta oleh petugas untuk meninggalkan nomor telpon perusahaan maupun nomor telepon individu pemohon. Apabila terdapat kekurangan data adminsitrasi maka petugas akan menghubungi perusahaan tersebut untuk melengkapi dokumen yang diperlukan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 25 f. Apabila dokumen yang diajukan oleh pemohon belum lengkap, dokumen tersebut dikembalikan ke loket dan pemohon diwajibkan melengkapi persyaratan tersebut. g. Apabila dokumen dinyatakan lengkap disebut dokumen tetap dan dokumen tersebut dikembalikan kepada pendaftar, dan petugas memberikan surat perintah bayar. Biaya pendaftaran IPAK disebut PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Sesuai ketentuan yang berlaku biaya pendaftaran IPAK adalah sebesar Rp. 1.000.000 (Satu Juta Rupiah). Pemohon diberikan waktu selama 5 (lima) hari kerja untuk melakukan kewajibannnya. Kewajiban pemohon adalah menyimpan dokumen-dokumen tersebut dalam bentuk pdf, dan disimpan dalam CD. Kemudian membayar biaya pendaftaran pada Bank yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan. h. Jika lebih dari 1 bulan belum dikembalikan ke loket, harus diproses ulang pemeriksaan awal sebagai berkas sementara. i. Setelah melengkapi semua kewajibannya, pemohon mengembalikan semua dokumen dan CD yang berisi dokumen yang telah discan dan menyerahkan bukti setoran pembayaran pendaftaran IPAK asli dan fotokopi rangkap dua diserahkan kepada petugas loket. j. Berkas yang telah memenuhi syarat diberi tanda terima tetap untuk diproses lebih lanjut. k. Sertifikat dapat diambil setelah 30 hari dihitung dari pemberian tanda terima tetap. Formulir tanda terima tetap dapat dilihat pada lampiran 1. Sedangkan prosedur pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) secara ringkas dapat dilihat pada lampiran 2. Pada Unit Pelayanan Terpadu (UPT), hanya melayani penerimaan dokumen Izin PAK dan konsultasi. Setelah dokumen diterima oleh petugas loket, dokumen tersebut diperiksa oleh Tim Penilai Izin PAK di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Proses pemeriksaan dokumen tersebut adalah sebagai berikut: a. Pemohon menyerahkan dokumen tetap kepada petugas di loket dua. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 26 b. Dokumen yang telah lengkap dan disebut dokumen tetap diserahkan kepada bagian administrasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes di lantai 8 gedung Prof.Adyathma. c. Bagian administrasi menyerahkan dokumen tersebut kepada Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. d. Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi kemudian mendisposisikan dokumen tetap kepada Tim Penilai. e. Setelah dinyatakan lengkap secara administrasi oleh Tim Penilai, maka dokumen tersebut dikembalikan kepada Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi untuk diverifikasi. f. Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi menyerahkan dokumen tersebut kepada Kepala Subdit Standarisasi dan Sertifikasi untuk diperiksa dan KaSubdit menentukan pemohon memenuhi syarat yang ditentukan atau tidak. g. Apabila dinyatakan belum memenuhi syarat dan masih memerlukan tambahan data, akan dibuatkan surat tambahan data dan diserahkan kepada direktur untuk dimintai persetujuannya. Kemudian surat tambahan data akan diserahkan kepada pemohon. h. Setelah dokumen tersebut dinyatakan lengkap, kemudian dibuatkan draft sertifikat IPAK untuk selanjutnya diverifikasi oleh Kasie dan Kasubdit, kemudian draft sertifikat IPAK diserahkan kepada Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes untuk diperiksa dan disetujui. i. Setelah draft sertifikat IPAK diperiksa dan disetujui oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alkes, draft sertifikat IPAK tersebut diserahkan kepada Sekertaris Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk disetujui. j. Setelah disetujui oleh Sekertaris Jenderal, sertifikat Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) ditandatangani dan disahkan oleh Direktur Jenderal. k. Sertifikat IPAK yang telah ditandatangani dan disahkan oleh Direktur Jenderal diserahkan kepada petugas loket 2 di UPT untuk diserahkan kepada pemohon. Proses penilaian dan pengesahan sertifikat IPAK secara ringkas dapat dilihat pada lampiran 3. Janji pelayanan untuk penerbitan sertifikat Izin Penyalur Alat Kesehatan adalah 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dokumen yang diajukan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 27 oleh pemohon dinyatakan lengkap sebagai dokumen tetap. Penerbitan sertifikat Izin Penyalur Alat Kesehatan di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berjalan dengan baik sesuai dengan janji pelayanan yaitu maksimal tiga puluh hari sejak dokumen tersebut dinyatakan lengkap sebagai dokumen tetap. Berkas dokumen tetap yang masih berada di Kementerian Kesehatan akan dimusnahkan apabila berkas tersebut tidak diambil oleh pemohon dengan tenggang waktu selama tiga bulan. Pemusnahan berkas tersebut dilakukan karena tidak ada ruang yang cukup untuk menyimpan semua dokumen yang masuk ke Kementerian Kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Perusahaan yang menyalurkan alat kesehatan di Indonesia wajib memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Persyaratan yang wajib dipenuhi untuk Izin Penyalur Alat Kesehatan berdasarkan kepemilikan modal adalah sama, tetapi kepemilikan modal asing menambahkan persyaratan administrasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Proses pelayanan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu (UPT), sedangkan penilaian dan evaluasi Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) dilakukan oleh tim penilai di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Peran Apoteker dalam pengurusan Izin Penyalur Alat Kesehatan adalah sebagai tim penilai dokumen yang diajukan oleh perusahaan Penyalur Alat Kesehatan. 5.2 Saran Semakin banyaknya perusahaan yang mengajukan permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), sebaiknya untuk rencana pembangunan di masa depan, pemerintah dapat mengembangkan sistem pelayanan perizinan terpadu yang dilakukan secara komputerisasi dan terhubung secara nasional baik dari tingkat kabupaten, propinsi sampai dengan tingkat nasional. Sehingga pelayanan dapat dilakukan secara cepat, efisien, efektif dan sistematis. 28 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia DAFTAR REFERENSI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. 29 Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 Universitas Indonesia LAMPIRAN Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 30 Lampiran 1. Tanda terima tetap IPAK/Sertifikat Produksi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 31 Lampiran 2. Prosedur pelayanan IPAK Pemohon menyerahkan berkas ke loket Pemohon diberikan tanda terima sementara Berkas dibawa ke lantai 8 (delapan) Gedung Dr. Adhiyatma Tdk Lengkap Dikembalikan Lengkap Pemohon diberikan surat perintah bayar Berkas dikembalikan ke pemohon Pemohon membayar ke bank yang telah ditentukan Berkas yang telah lengkap discan dalam 1 CD Pemohon kembali ke loket untuk menyerahkan bukti bayar dan CD hasil scan berkas Pemohon mendapatkan tanda terima tetap Janji layanan ± 30 hari IPAK diambil dengan menyerahkan tanda terima tetap Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012 32 Lampiran 3. Proses penilaian dan pengesahan sertifikat IPAK Pemohon Direktur Jenderal Loket Praregistrasi Tim Penilai Administrasi Direktur Kasie Kasubdit Tim Penilai Tim Ahli Hasil penilaian berkas Konsultasi tim ahli Surat tambahan data Universitas Indonesia Laporan praktek..., Marvel, FMIPA UI, 2012