HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN JENIS MAKANAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI MTS NU UNGARAN TAHUN 2017 Dinda Septiani Hardilla1), Ari Andayani2), Gipta Galih Widodo2) Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo ABSTRAK Anemia pada remaja putri merupakan problema kesehatan yang disebabkan oleh kurang gizi atau malnutrisi dan kurang beranekaragamnya jenis makanan yang dikonsumsi. Sekitar 68,24% remaja putri di Semarang mengalami amenia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional dengan jumlah sampel 70 orang diambil dengan metode proposional random sampling. Keanekaragaman jenis makanan di ukur dengan penilaian observasi dan anemia diukur dengan pengukuran kadar hemoglobin dalam darah. Analisis bivariat menggunakan uji korelasi chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor keanekaragaman jenis makanan adalah dengan kategori sedang sebanyak 33 (47,1%). Kejadian anemia remaja putri sebagian besar tidak mengalami anemia sebanyak 42 (60%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian anemia pada remaja putri (p-value = 0,000). Ada hubungan antara keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Diharapkan pihak Sekolah dapat melakukan pemantauan terkait keanekaragaman jenis makanan yang dikonsumsi oleh remaja putri, penyuluhan terkait pencegahan anemia pada remaja putri. Keywords : Keanekaragaman Jenis Makanan, Anemia PENDAHULUAN World Health Organization menyebutkan bahwa masih banyak masalah gizi yang belum jelas faktor penyebabnya yang dialami oleh remaja. Keadaan gizi yang kurang baik seperti kekurangan zat gizi mikro masih merupakan masalah dinegara berkembang. Defisiensi besi merupakan defisiensi zat gizi mikro yang paling umum terjadi di dunia dan merupakan masalah gizi kurang yang banyak di derita oleh remaja (Arumsari, 2008). Di Indonesia menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Diperkirakan 20% dari total populasi penduduk Indonesia adalah remaja, yaitu sekitar 30 juta jiwa. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menyatakan bahwa remaja putri yang berumur 10-18 tahun mengalami anemia defisiensi besi sebanyak 57,1% sedangkan pravelensi anemia di Indonesia yaitu pada remaja putri 26,50%, wanita usia subur (WUS) 26,9%, ibu hamil 40,1% dan anak balita 47,0%. Di jawa tengah tercatat 28% remaja menderita anemia (Depkes RI, 2008). Tingginya angka anemia di Indonesia dapat berdampak pada kesehatan seperti menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar, menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan otak, meningkatkan 1 risiko menderita infeksi, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan semangat dan prestasi belajar. Pada remaja yang sedang bekerja, anemia akan menurunkan produktivitas kerja, sedangkan pada remaja yang masiih sekolah akan menurunkan kemampuan akademis. Khusus remaja wanita, masalah anemia akan terus berlanjut setelah remaja, karena akan mengalami menstruasi, dilanjutkan proses kehamilan dan menyusui (Briawan, 2014). Umumnya remaja putri dan wanita lebih mudah menderita anemia dibanding pria dan remaja putra. Wanita dan remaja putri membutuhkan zat besi 2x lebih banyak daripada pria dan remaja putra karena mengalami haid dan banyak mengeluarkan darah waktu melahirkan dan zat besi diperlukan untuk memproduksi darah (Hb). Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia disbanding laki-laki (Proverawati, 2009). Strategi untuk mengatasi anemia defisiensi besi pada remaja putri adalah dengan pemberian suplementasi zat besi dan perbaikan kebiasaan makan. Ini mengapa pemerintah memberikan tablet tambah darah kepada remaja putri selama awal semester untuk dikonsumsi pada tiap tahunnya selama tiga bulan. Sedangkan kebiasaan makan remaja dapat diperhatikan karena adanya status gizi yang buruk dapat menyebabkan siklus menstruasi tidak teratur, menggangu kesehatan reproduksi, dan adanya anemia defisiensi besi (Mariana Wina, 2013). Keberagaman makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi asupan makanan dan status gizi seseorang. Mengubah pola makan dan fortifikasi makanan merupakan strategi jangka panjang yang penting. Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan pada remaja, meskipun asupan kalori dan protein sudah cukup. Mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan lain sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang. Status gizi yang optimal pada usia remaja dapat mencegah penyakit yang terkait dengan diet pada usia dewasa (Briawan, 2014). Menurut penelitian Gross dan Ridwan bahwa suplementasi zat besi dalam tubuh manusia terserap secara efisien selama satu minggu karena sesuai dengan siklus pembaharuan sel-sel mukosa usus manusia yang terjadi setiap 5 hari. Oleh karena itu observasi pada remaja putri mengenai keanekaragaman jenis makanan sebaiknya dilakukan selama satu minggu. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di MTS NU Ungaran, kebiasaan remaja MTS NU Ungaran ada yang jarang sarapan pagi namun ada juga yang sarapan pagi namun menu makanan hanya satu macam yaitu sayur saja ditambah lagi sering mengkonsumsi makanan yang kurang bergizi seperti jajanan sekolah yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin remaja. Dan dari studi pendahuluan tersebut telah dilakukan oleh 10 siswi dari 307 siswi di MTS NU Ungaran dengan kadar hemoglobin 3 siswi tidak anemia sedangkan 7 siswi mengalami anemia dan sebagian besar remaja mengkonsumsi 2 makanan yang tidak beranekaragam. Remaja putri memiliki kebiasaan makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan fast food, snack, jung food dan tingginya keinginan mereka untuk berdiet agar tampak langsing yang mempengaruhi asupan gizi yang adekuat (Fomon, 1992). METODE PENELITIAN Desain penelitian analitik observasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi di MTS NU Ungaran tahun 2017 sebanyak 235 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah Proposional Random Sampling. Hasil penelitian sebanyak 70 responden. Instrumen yang digunakan pengumpulan data dengan lembar penilaian dan pengukuran kadar hemoglobin. Analisis data ini peneliti menggunakan analisis univariate dan dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dan analisis bivariat menggunakan uji chi square. Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja putri yang memiliki jenis makanan sedang sejumlah 40 (57,1%), dan 7 (10,0%) remaja putri yang mempunyai keanekaragaman jenis makanan yang tinggi. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Anemia Remaja Putri Di MTS NU Ungaran Tahun 2017 Anemia Anemia Tidak Anemia Jumlah Jenis Makanan Rendah Sedang Tinggi Jumlah Frekuensi 23 40 7 70 Persentase % 32,9 57,1 10,0 100 Persentase % 42,9 57,1 100 Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja putri tidak mengalami anemia yaitu sejumlah 40 siswi (57,1%) dan remaja putri yang mengalami anemia sebanyak 30 siswi (42,9%). Tabel 4.3 Hubungan Keanekaragaman Jenis Makanan Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MTS NU Ungaran Tahun 2017 Jenis Makanan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 70 responden adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Makanan Remaja Putri Di MTS NU Ungaran Tahun 2017 Frekuensi 30 40 70 Rendah Sedang Tinggi Total Kejadian Anemia Anemia Tidak Anemia F % f % 20 28,5 3 4,2 8 11,4 32 45,7 2 2,8 5 7,1 30 40 Total f 23 40 7 70 % 32,9 57,1 10 Tabel 4.3 menyatakan bahwa sebagian besar remaja putri memiliki keanekaragaman jenis makanan yang rendah dan mengalami kejadian anemia yaitu sebanyak 20 siswi (28,5%) dan remaja putri yang memiliki keanekaragaman jenis makanan yang sedang sebagian besar tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 32 siswi (45,7%). 3 pvalue 0.000 Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square (α = 0,05) diketahui p-value = (0,000) (p ≤ 0.05) maka dapat diinterprestasikan ada hubungan yang bermakna antara keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian anemia pada remaja putri di MTS NU Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2017. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami anemia dan memiliki keanekaragaman jenis makanan rendah sebanyak 20 responden (28,5%), dan responden yang tidak mengalami anemia dan keanekaragaman jenis makanan yang rendah sebanyak 3 responden (4,2%). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji chi-square (α = 0,05) diketahui p-value = 0,000 (p ≤ 0,05) ada hubungan antara keanekaragaman jenis makanan dengan anemia. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 20 responden (28,5%) yang mengalami anemia dan memiliki keanekaragaman jenis makanan yang rendah. Hal ini terjadi karena penyebab anemia pada remaja putri dipengaruhi oleh faktor lain salah satunya adalah pola makan (keragaman jenis makanan) dan pola aktivitas. Pola aktivitas tinggi dapat meningkatkan kebutuhan zat besi hingga 1-2 mg perhari. Hal ini dapat disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti kehilangan zat besi melalui keringat, kelelahan, kehilangan darah dan hemolisis, dan di dukung teori Proverawati (2011) bahwa dalam pengeluaran zat besi dapat melalui keringat, feses, dan urin atau hemolisis intravaskuler dapat mempengaruhi kadar hemoglobin. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gross mengenai Daily Versus Weekly Iron Supplementation bahwa suplementasi zat besi dalam tubuh manusia terserap secara efisien selama satu minggu sesuai dengan siklus pembaharuan sel-sel mukosa usus manusia yang terjadi setiap lima hari, maka penelitian dengan melakukan observasi pada remaja putri mengenai keanekaragaman jenis makanan dilakukan selama seminggu. Sehingga benar-benar dapat melihat faktor yang mempengaruhi anemia adalah keanekaragaman jenis makanan yang di konsumsi. Menurut Husaini dalam Supardin (2013) pola makan yang tidak berkualitas dalam hal keragaman jenis makanan dan ketersediaan biologis besinya rendah merupakan faktor pentingyang berperan dalam anemia karena dapat mengganggu penyerapan zat besi. Jenis makanan yang tidak bervariasi ini lebih banyak mengandung zat penghambat dibanding absorbsi besi, sehingga keragaman atau variasi makanan yang dikonsumsi diperlukan untuk memperoleh penyerapan zat gizi yang baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dafid (2012) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan (keragaman jenis makanan) dengan kejadian anemia pada anak usia sekolah di SDN 1 Rowosari. Penelitian Meilianingsih (2011) juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara pola makan (kelengkapan variasi jenis makanan) 4 dengan status hemoglobin di Kecamatan Cicendo Bandung. Pada penelitian didapatkan sebanyak 32 responden (45,7%) yang tidak mengalami anemia dan memiliki keberagaman jenis makanan dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan makanan yang dikonsumsi oleh responden sudah mengandung semua zat besi yang diperlukan oleh tubuh dan zat gizi lainnya. Sehingga terjadi keseimbangan antara zat besi yang dikonsumsi oleh responden dengan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Arum Sari (2008) yang menyatakan bahwan kebutuhan zat besi juga akan meningkat pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Penyebab utama terjadinya anemia yang paling umum diketahui adalah kurang bervariasinya keberagaman jenis makanan yang mengandung zat besi. Pada penelitian ini semakin bervariasinya jenis makanan maka seseorang semakin kecil kemungkinan mengalami anemia. Dalam teori Briawan (2013) menjelaskan bahwa rendahnya asupan zat besi dalam jenis makanan dan zat gizi lainnnya disebabkan oleh rendahnya keanekaragaman konsumsi pangan. Zat gizi yang menyebabkan terjadinya anemia adalah kekurangan vitamin A, C, folat, riboflavin, dan B 12, kurangnya konsumsi jenis makanan yang beranekaragam dapat menyebabkan kurang terserapnya zat besi dan zat lainnya sehingga terjadi anemia. Dalam penelitian Fomon (1992) menjelaskan bahwa yang menyebabkan rendahnya asupan gizi yang adekuat pada remaja putri adalah mereka memiliki kebiasaan makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan fast food, snack, jung food dan tingginya keinginan mereka untuk berdiet agar tampak langsing sehingga mempengaruhi penyerapan zat-zat gizi terutama zat besi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Fauzia (2016) yang menyatakan bahwa keberagaman jenis makanan dengan kategori rendah sebanyak 24,5%, kategori sedang sebanyak 39,6% dan kategori tinggi sebanyak 35,8%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan ada hubungan bermakna keberagaman jenis makanan dengan status gizi ibu menyusui. Sebagian besar reponden memiliki pola makan yang sedang, hal ini kemungkinan karena sebagian besar reponden lebih suka mengkonsumsi makanan jajanan yang tidak memenuhi asupan zat gizinya dengan baik. Selain itu, sebagian besar responden mengaku tidak suka mengkonsumsi sayursayuran dan ketersediaan buahbuahan di rumah sangat jarang. Sehingga asupan makanan seharihari kebanyakan hanya didominasi oleh 3 atau 4 jenis makanan saja. Kurang bervariasinya jenis makanan tersebut dapat menyebabkan penyerapan zat besi kurang berjalan dengan baik, sehingga dapat menyebabkan kadar hemoglobin menurun atau terjadinya anemia. Dalam penelitian Begum (2015) dapat disimpulkan dari 430 orang terdapat 173 orang (40%) yang mengalami anemia dikarenakan faktor status gizi seperti rendahnya 5 konsumsi jenis makanan yang bergizi, status ekonomi yang rendah, kebersihan makanan dan cara memasak. Berdasarkan penelitian Alzain (2012) disimpulkan bahwa kekurangan zat besi atau anemia disebabkan oleh asupan jenis makanan yang lebih rendah daripada yang direkomendasikan untuk tercapainya gizi seimbang sehingga dapat terjadinya anemia. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat 2 responden yang memiliki kategori keanekaragaman tinggi namun mengalami anemia. Hal ini dikarenakan mereka mengkonsumsi makanan dengan beranekaragam jenis makanan namun salah akan cara mengkonsumsi. Dilihat dari lembar penilaian peneliti diketahui bahwa responden selalu mengkonsumsi air teh saat mengkonsumsi makanan sehari-hari, baik es teh maupun teh panas. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Besral (2007) yang berjudul pengaruh minum teh terhadap kejadian anemia pada usila di kota bandung diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara meminum teh saat sedang makan terhadap kejadian anemia. Dapat disimpulan bahwa tidak menutup kemungkinan seseorang yang mengkonsumsi jenis makan bervariasi dapat mengalami anemia apabila tidak memperhatikan pola makan. Penyebab kurangnya zat besi dalam tubuh tidak hanya kurangnya zat besi yang beragam tetapi juga karena terganggunya proses penyerapan zat besi ke tubuh. Hal ini dikarenakan zat besi tidak terserap dengan baik apabila dikonsumsi bersamaan dengan zat yang mengandung kafein. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk menurunkan kejadian anemia, disarankan untuk mengurangi kebiasaan munum teh atau meminum teh 2-3 jam sesudah makan. Penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat 3 reponden yang memiliki keanekaragaman jenis makanan kategori rendah atau konsumsi jenis makan kurang dari 3 tetapi tidak disetai dengan anemia. Setelah dilakukannya observasi lebih lanjut hal ini dikarenakan responden tidak menyukai sayur-sayuran dan ikan, responden mengganti zat gizi yang tidak didapat dengan mengkonsumsi susu sebanyak 2-3 kali dalam sehari dan juga responden mengkonsumsi minyak ikan serta vitamin lainnya. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh dari orangtua. Dapat diketahui bahwa peran orangtua sangat penting dalam menerapkan asupan gizi seimbang kepada anaknya. Orangtua yang memiliki pendidikan dan pengetahuan yang lebih akan memberikan makanan pengganti sebagai tambahan asupan gizi sehingga anak tidak akan kekurangan zat gizi didalam tubuhnya dan terhindar dari anemia (Alzain, 2012). KESIMPULAN 1. Sebagian besar siswi MTS NU Ungaran memiliki keanekaragaman jenis makanan dalam kategori sedang yaitu 40 (57,1%). 6 2. Sebagian besar siswi MTS NU Ungaran tidak mengalami anemia yaitu 40 (57,1%%). 3. Ada hubungan yang bermakna antara keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian anemia pada siswi MTS NU Ungaran dengan p-value 0,000<0,05. SARAN Responden yang mengkonsumsi keanekaragaman jenis makanannya rendah dan sedang diharapkan untuk meningkatkan konsumsi pangan dengan mengkonsumsi makanan yang beranekaragam sehingga dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah dan terhindar dari kejadian anemia. Pihak sekolah diharapkan dapat memantau dan meningkatkan pengetahuan siswa terkait pentingnya keanekaragaman jenis makanan dan akibat dari anemia. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk memperhatikan dan memantau perkembangan terkait anemia oleh Puskesmas Ungaran. REFERENSI 1. 2. 3. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Alzain, Bassam. 2012. Anemia And Nutrirional Status Of PreSchool Children In North Gaza, Palestine. International Journal Of Scientific And Technology Research Volume 1 Issue 1. ISSN 2277-8616. Arumsari, Ermita. 2008. Faktor Resiko Anemia Pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi di Kota Bekasi. Bogor: IPB. 4. Begum, Nasreen dkk. 2015. Prevalence Of Anemia In Men Due To Various Causes In Kancheepuram District. International Journal Of Advanced Research. Volume 3 Issue 11. ISSN 2320-5407. 5. Besral dkk. 2007. Pengaruh Minum Teh Terhadap Kejadian Anemia Pada Usila di Kota Bandung. Makara Kesehatan Vol 11 No 1 38-43. 6. Briawan, Dodik. 2012. Anemia Masalah Gizi Pada Remaja Wanita. Jakarta: EGC. 7. Fauzia, Syifa. 2016. Hubungan Keberagaman Jenis Makanan dan Kecukupan Gizi Dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2016. FKM Undip: Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 4 No 3. ISSN : 2356-3346. 8. Fikawati, Sandra dkk. 2004. Pengaruh Suplementasi Zat Besi Satu dan Dua Kali Per Minggu Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Siswi Yang Menderita Anemia. Universa Medicina. Vol 24 No 4. 9. Fomon SJ, S Zlotkin. 1992. Nutritional Anemias Nestle nutrition services. New York: Raven Press. 10. Gross R, dkk. 1997. Daily Versus Weekly Iron Supplementation: Programmatic And Economic Implications For Indonesia. Food And Nutrition Bulletin. 18: 64-9. 11. Mariana, Wina Dan Nur Khafidhoh. 2013. Hubungan 7 Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putrid Di SMK Swadaya Wilayah Kerja Puskesmas Karangkoro Kota Semarang. Jurnal Kebidanan Vol 2 No 4.ISSN 2089-7669. 12. Meitasari, Dewi. 2008. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan Pada Keluarga Nelayan. Bogor: Fakultas Pertanian. 13. Monteiro C. A, et.al. Narrowing socioeconomic inequality in child stunting: the Brazilian experience, 1974-2007. Bull Word Health Organ. 14. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 15. Proverawati, Atikah. 2011. Anemia dan Anemia dalam Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika. 16. Proverawati, Atikah dan Asfuah, Siti. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. 17. SDKI. 2012. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. 18. Subhagandhi, dkk. 2012. Anemia In Toddlers Of Kattankulathur, Kancheepuram District, (Tamil Nadu) India. International Journal Of Pharma and Bio Sciences. Vol 3. Issue 1. ISSN 0975-6299. 8