1 HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN JENIS MAKANAN DENGAN

advertisement
HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN JENIS MAKANAN DENGAN
KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI
DI MTS NU UNGARAN TAHUN 2017
Dinda Septiani Hardilla1), Ari Andayani2), Gipta Galih Widodo2)
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Anemia pada remaja putri merupakan problema kesehatan yang disebabkan oleh
kurang gizi atau malnutrisi dan kurang beranekaragamnya jenis makanan yang
dikonsumsi. Sekitar 68,24% remaja putri di Semarang mengalami amenia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian
anemia pada remaja putri. Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional dengan jumlah
sampel 70 orang diambil dengan metode
proposional random sampling.
Keanekaragaman jenis makanan di ukur dengan penilaian observasi dan anemia diukur
dengan pengukuran kadar hemoglobin dalam darah. Analisis bivariat menggunakan uji
korelasi chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor
keanekaragaman jenis makanan adalah dengan kategori sedang sebanyak 33 (47,1%).
Kejadian anemia remaja putri sebagian besar tidak mengalami anemia sebanyak 42
(60%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian anemia pada remaja putri (p-value =
0,000). Ada hubungan antara keanekaragaman jenis makanan dengan kejadian anemia
pada remaja putri. Diharapkan pihak Sekolah dapat melakukan pemantauan terkait
keanekaragaman jenis makanan yang dikonsumsi oleh remaja putri, penyuluhan terkait
pencegahan anemia pada remaja putri.
Keywords : Keanekaragaman Jenis Makanan, Anemia
PENDAHULUAN
World Health Organization
menyebutkan bahwa masih banyak
masalah gizi yang belum jelas faktor
penyebabnya yang dialami oleh
remaja. Keadaan gizi yang kurang
baik seperti kekurangan zat gizi
mikro masih merupakan masalah
dinegara berkembang. Defisiensi
besi merupakan defisiensi zat gizi
mikro yang paling umum terjadi di
dunia dan merupakan masalah gizi
kurang yang banyak di derita oleh
remaja (Arumsari, 2008).
Di Indonesia menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 25
tahun 2014, remaja adalah penduduk
dalam rentang usia 10-18 tahun.
Diperkirakan 20% dari total populasi
penduduk Indonesia adalah remaja,
yaitu sekitar 30 juta jiwa. Menurut
Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2004, menyatakan
bahwa remaja putri yang berumur
10-18 tahun mengalami anemia
defisiensi besi sebanyak 57,1%
sedangkan pravelensi anemia di
Indonesia yaitu pada remaja putri
26,50%, wanita usia subur (WUS)
26,9%, ibu hamil 40,1% dan anak
balita 47,0%. Di jawa tengah tercatat
28% remaja menderita anemia
(Depkes RI, 2008).
Tingginya angka anemia di
Indonesia dapat berdampak pada
kesehatan
seperti
menurunkan
kemampuan dan konsentrasi belajar,
menghambat pertumbuhan fisik dan
kecerdasan otak, meningkatkan
1
risiko menderita infeksi, menurunkan
daya tahan tubuh, menurunkan
semangat dan prestasi belajar. Pada
remaja yang sedang bekerja, anemia
akan menurunkan produktivitas
kerja, sedangkan pada remaja yang
masiih sekolah akan menurunkan
kemampuan
akademis.
Khusus
remaja wanita, masalah anemia akan
terus berlanjut setelah remaja, karena
akan
mengalami
menstruasi,
dilanjutkan proses kehamilan dan
menyusui (Briawan, 2014).
Umumnya remaja putri dan
wanita lebih mudah menderita
anemia dibanding pria dan remaja
putra. Wanita dan remaja putri
membutuhkan zat besi 2x lebih
banyak daripada pria dan remaja
putra karena mengalami haid dan
banyak mengeluarkan darah waktu
melahirkan dan zat besi diperlukan
untuk memproduksi darah (Hb). Hal
ini mengakibatkan perempuan lebih
rawan terhadap anemia disbanding
laki-laki (Proverawati, 2009).
Strategi untuk mengatasi anemia
defisiensi besi pada remaja putri
adalah
dengan
pemberian
suplementasi zat besi dan perbaikan
kebiasaan makan. Ini mengapa
pemerintah
memberikan
tablet
tambah darah kepada remaja putri
selama
awal
semester
untuk
dikonsumsi pada tiap tahunnya
selama tiga bulan. Sedangkan
kebiasaan makan remaja dapat
diperhatikan karena adanya status
gizi yang buruk dapat menyebabkan
siklus menstruasi tidak teratur,
menggangu kesehatan reproduksi,
dan adanya anemia defisiensi besi
(Mariana Wina, 2013).
Keberagaman makanan yang
dikonsumsi dapat mempengaruhi
asupan makanan dan status gizi
seseorang. Mengubah pola makan
dan fortifikasi makanan merupakan
strategi jangka panjang yang penting.
Sedikit sekali yang diketahui tentang
asupan
pangan
pada
remaja,
meskipun asupan kalori dan protein
sudah
cukup.
Mengkonsumsi
makanan
sehari-hari
yang
beranekaragam, kekurangan zat gizi
pada jenis makanan akan dilengkapi
oleh keunggulan susunan zat gizi
jenis
makanan lain sehingga
diperoleh masukan zat gizi yang
seimbang. Status gizi yang optimal
pada usia remaja dapat mencegah
penyakit yang terkait dengan diet
pada usia dewasa (Briawan, 2014).
Menurut penelitian Gross dan
Ridwan bahwa suplementasi zat besi
dalam tubuh manusia terserap secara
efisien selama satu minggu karena
sesuai dengan siklus pembaharuan
sel-sel mukosa usus manusia yang
terjadi setiap 5 hari. Oleh karena itu
observasi
pada
remaja
putri
mengenai keanekaragaman jenis
makanan
sebaiknya
dilakukan
selama satu minggu.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan di MTS NU
Ungaran, kebiasaan remaja MTS NU
Ungaran ada yang jarang sarapan
pagi namun ada juga yang sarapan
pagi namun menu makanan hanya
satu macam yaitu sayur saja
ditambah lagi sering mengkonsumsi
makanan yang kurang bergizi seperti
jajanan
sekolah
yang
dapat
mempengaruhi kadar hemoglobin
remaja. Dan dari studi pendahuluan
tersebut telah dilakukan oleh 10
siswi dari 307 siswi di MTS NU
Ungaran dengan kadar hemoglobin 3
siswi tidak anemia sedangkan 7 siswi
mengalami anemia dan sebagian
besar
remaja
mengkonsumsi
2
makanan yang tidak beranekaragam.
Remaja putri memiliki kebiasaan
makan tidak teratur, mengkonsumsi
makanan fast food, snack, jung food
dan tingginya keinginan mereka
untuk berdiet agar tampak langsing
yang mempengaruhi asupan gizi
yang adekuat (Fomon, 1992).
METODE PENELITIAN
Desain
penelitian
analitik
observasional.
Penelitian
ini
menggunakan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian
ini adalah semua siswi di MTS NU
Ungaran tahun 2017 sebanyak 235
orang. Teknik sampling yang
digunakan
adalah
Proposional
Random Sampling. Hasil penelitian
sebanyak 70 responden. Instrumen
yang digunakan pengumpulan data
dengan lembar penilaian dan
pengukuran kadar hemoglobin.
Analisis data ini peneliti
menggunakan analisis univariate dan
dinyatakan dalam bentuk distribusi
frekuensi dan persentase dan analisis
bivariat menggunakan uji chi square.
Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa
sebagian besar remaja putri yang
memiliki jenis makanan sedang
sejumlah 40 (57,1%), dan 7 (10,0%)
remaja putri yang mempunyai
keanekaragaman jenis makanan yang
tinggi.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi
Berdasarkan Anemia Remaja
Putri Di MTS NU Ungaran Tahun
2017
Anemia
Anemia
Tidak Anemia
Jumlah
Jenis
Makanan
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Frekuensi
23
40
7
70
Persentase
%
32,9
57,1
10,0
100
Persentase %
42,9
57,1
100
Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa
sebagian besar remaja putri tidak
mengalami anemia yaitu sejumlah 40
siswi (57,1%) dan remaja putri yang
mengalami anemia sebanyak 30
siswi (42,9%).
Tabel
4.3
Hubungan
Keanekaragaman Jenis Makanan
Dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri di MTS NU Ungaran
Tahun 2017
Jenis
Makanan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang telah
dilakukan pada 70 responden adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi
Berdasarkan
Jenis
Makanan
Remaja Putri Di MTS NU
Ungaran Tahun 2017
Frekuensi
30
40
70
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Kejadian Anemia
Anemia Tidak
Anemia
F
%
f
%
20 28,5 3
4,2
8 11,4 32 45,7
2
2,8
5
7,1
30
40
Total
f
23
40
7
70
%
32,9
57,1
10
Tabel 4.3 menyatakan bahwa
sebagian besar remaja putri memiliki
keanekaragaman jenis makanan yang
rendah dan mengalami kejadian
anemia yaitu sebanyak 20 siswi
(28,5%) dan remaja putri yang
memiliki keanekaragaman jenis
makanan yang sedang sebagian besar
tidak mengalami anemia yaitu
sebanyak 32 siswi (45,7%).
3
pvalue
0.000
Hasil uji statistik menggunakan
uji chi-square (α = 0,05) diketahui
p-value = (0,000) (p ≤ 0.05) maka
dapat
diinterprestasikan
ada
hubungan yang bermakna antara
keanekaragaman jenis makanan
dengan kejadian anemia pada remaja
putri di MTS NU Ungaran
Kabupaten Semarang Tahun 2017.
Berdasarkan hasil penelitian,
dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden yang mengalami
anemia
dan
memiliki
keanekaragaman jenis makanan
rendah sebanyak 20 responden
(28,5%), dan responden yang tidak
mengalami
anemia
dan
keanekaragaman jenis makanan yang
rendah sebanyak 3 responden
(4,2%). Berdasarkan uji statistik
menggunakan uji chi-square (α =
0,05) diketahui p-value = 0,000 (p ≤
0,05)
ada
hubungan
antara
keanekaragaman jenis makanan
dengan anemia.
Pada penelitian ini didapatkan
sebanyak 20 responden (28,5%) yang
mengalami anemia dan memiliki
keanekaragaman jenis makanan yang
rendah. Hal ini terjadi karena
penyebab anemia pada remaja putri
dipengaruhi oleh faktor lain salah
satunya
adalah
pola
makan
(keragaman jenis makanan) dan pola
aktivitas. Pola aktivitas tinggi dapat
meningkatkan kebutuhan zat besi
hingga 1-2 mg perhari. Hal ini dapat
disebabkan oleh kombinasi beberapa
faktor seperti kehilangan zat besi
melalui
keringat,
kelelahan,
kehilangan darah dan hemolisis, dan
di dukung teori Proverawati (2011)
bahwa dalam pengeluaran zat besi
dapat melalui keringat, feses, dan
urin atau hemolisis intravaskuler
dapat
mempengaruhi
kadar
hemoglobin.
Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Gross mengenai
Daily
Versus
Weekly
Iron
Supplementation
bahwa
suplementasi zat besi dalam tubuh
manusia terserap secara efisien
selama satu minggu sesuai dengan
siklus pembaharuan sel-sel mukosa
usus manusia yang terjadi setiap lima
hari, maka penelitian dengan
melakukan observasi pada remaja
putri mengenai keanekaragaman
jenis makanan dilakukan selama
seminggu. Sehingga benar-benar
dapat
melihat
faktor
yang
mempengaruhi
anemia
adalah
keanekaragaman jenis makanan yang
di konsumsi.
Menurut
Husaini
dalam
Supardin (2013) pola makan yang
tidak
berkualitas
dalam
hal
keragaman jenis makanan dan
ketersediaan biologis besinya rendah
merupakan
faktor
pentingyang
berperan dalam anemia karena dapat
mengganggu penyerapan zat besi.
Jenis makanan yang tidak bervariasi
ini lebih banyak mengandung zat
penghambat dibanding absorbsi besi,
sehingga keragaman atau variasi
makanan
yang
dikonsumsi
diperlukan
untuk
memperoleh
penyerapan zat gizi yang baik.
Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Dafid (2012)
yang menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara pola makan
(keragaman jenis makanan) dengan
kejadian anemia pada anak usia
sekolah di SDN 1 Rowosari.
Penelitian Meilianingsih (2011) juga
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan antara pola makan
(kelengkapan variasi jenis makanan)
4
dengan status hemoglobin di
Kecamatan Cicendo Bandung.
Pada penelitian didapatkan
sebanyak 32 responden (45,7%) yang
tidak mengalami anemia dan
memiliki
keberagaman
jenis
makanan dalam kategori sedang. Hal
ini dikarenakan makanan yang
dikonsumsi oleh responden sudah
mengandung semua zat besi yang
diperlukan oleh tubuh dan zat gizi
lainnya.
Sehingga
terjadi
keseimbangan antara zat besi yang
dikonsumsi oleh responden dengan
zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.
Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Arum Sari (2008)
yang menyatakan bahwan kebutuhan
zat besi juga akan meningkat pada
remaja putri sehubungan dengan
terjadinya menstruasi. Penyebab
utama terjadinya anemia yang paling
umum diketahui adalah kurang
bervariasinya keberagaman jenis
makanan yang mengandung zat besi.
Pada
penelitian
ini
semakin
bervariasinya jenis makanan maka
seseorang
semakin
kecil
kemungkinan mengalami anemia.
Dalam teori Briawan (2013)
menjelaskan
bahwa
rendahnya
asupan zat besi dalam jenis makanan
dan zat gizi lainnnya disebabkan oleh
rendahnya
keanekaragaman
konsumsi pangan. Zat gizi yang
menyebabkan terjadinya anemia
adalah kekurangan vitamin A, C,
folat, riboflavin, dan B 12,
kurangnya konsumsi jenis makanan
yang
beranekaragam
dapat
menyebabkan kurang terserapnya zat
besi dan zat lainnya sehingga terjadi
anemia.
Dalam penelitian Fomon (1992)
menjelaskan
bahwa
yang
menyebabkan rendahnya asupan gizi
yang adekuat pada remaja putri
adalah mereka memiliki kebiasaan
makan tidak teratur, mengkonsumsi
makanan fast food, snack, jung food
dan tingginya keinginan mereka
untuk berdiet agar tampak langsing
sehingga mempengaruhi penyerapan
zat-zat gizi terutama zat besi.
Penelitian ini sesuai dengan
penelitian Fauzia (2016) yang
menyatakan bahwa keberagaman
jenis makanan dengan kategori
rendah sebanyak 24,5%, kategori
sedang sebanyak 39,6% dan kategori
tinggi sebanyak 35,8%. Hasil uji
statistik dengan menggunakan uji
korelasi
Rank
Spearman
menunjukkan
ada
hubungan
bermakna
keberagaman
jenis
makanan dengan status gizi ibu
menyusui.
Sebagian
besar
reponden
memiliki pola makan yang sedang,
hal ini kemungkinan karena sebagian
besar
reponden
lebih
suka
mengkonsumsi makanan jajanan
yang tidak memenuhi asupan zat
gizinya dengan baik. Selain itu,
sebagian besar responden mengaku
tidak suka mengkonsumsi sayursayuran dan ketersediaan buahbuahan di rumah sangat jarang.
Sehingga asupan makanan seharihari kebanyakan hanya didominasi
oleh 3 atau 4 jenis makanan saja.
Kurang bervariasinya jenis makanan
tersebut
dapat
menyebabkan
penyerapan zat besi kurang berjalan
dengan baik, sehingga dapat
menyebabkan kadar hemoglobin
menurun atau terjadinya anemia.
Dalam penelitian Begum (2015)
dapat disimpulkan dari 430 orang
terdapat 173 orang (40%) yang
mengalami anemia dikarenakan
faktor status gizi seperti rendahnya
5
konsumsi jenis makanan yang
bergizi, status ekonomi yang rendah,
kebersihan makanan dan cara
memasak.
Berdasarkan penelitian Alzain
(2012)
disimpulkan
bahwa
kekurangan zat besi atau anemia
disebabkan oleh asupan jenis
makanan yang lebih rendah daripada
yang
direkomendasikan
untuk
tercapainya gizi seimbang sehingga
dapat terjadinya anemia.
Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa terdapat 2 responden yang
memiliki kategori keanekaragaman
tinggi namun mengalami anemia.
Hal
ini
dikarenakan
mereka
mengkonsumsi makanan dengan
beranekaragam
jenis
makanan
namun
salah
akan
cara
mengkonsumsi. Dilihat dari lembar
penilaian peneliti diketahui bahwa
responden selalu mengkonsumsi air
teh saat mengkonsumsi makanan
sehari-hari, baik es teh maupun teh
panas.
Sesuai penelitian yang dilakukan
oleh Besral (2007) yang berjudul
pengaruh minum teh terhadap
kejadian anemia pada usila di kota
bandung diketahui bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara
meminum teh saat sedang makan
terhadap kejadian anemia. Dapat
disimpulan bahwa tidak menutup
kemungkinan
seseorang
yang
mengkonsumsi
jenis
makan
bervariasi dapat mengalami anemia
apabila tidak memperhatikan pola
makan.
Penyebab kurangnya zat besi
dalam tubuh tidak hanya kurangnya
zat besi yang beragam tetapi juga
karena
terganggunya
proses
penyerapan zat besi ke tubuh. Hal ini
dikarenakan zat besi tidak terserap
dengan baik apabila dikonsumsi
bersamaan
dengan
zat
yang
mengandung kafein. Sehingga dapat
dikatakan bahwa untuk menurunkan
kejadian anemia, disarankan untuk
mengurangi kebiasaan munum teh
atau meminum teh 2-3 jam sesudah
makan.
Penelitian ini mendapatkan
bahwa terdapat 3 reponden yang
memiliki keanekaragaman jenis
makanan kategori rendah atau
konsumsi jenis makan kurang dari 3
tetapi tidak disetai dengan anemia.
Setelah dilakukannya observasi lebih
lanjut hal ini dikarenakan responden
tidak menyukai sayur-sayuran dan
ikan, responden mengganti zat gizi
yang
tidak
didapat
dengan
mengkonsumsi susu sebanyak 2-3
kali dalam sehari dan juga responden
mengkonsumsi minyak ikan serta
vitamin lainnya.
Hal ini dapat terjadi karena
pengaruh dari orangtua. Dapat
diketahui bahwa peran orangtua
sangat penting dalam menerapkan
asupan gizi seimbang kepada
anaknya. Orangtua yang memiliki
pendidikan dan pengetahuan yang
lebih akan memberikan makanan
pengganti sebagai tambahan asupan
gizi sehingga anak tidak akan
kekurangan zat
gizi
didalam
tubuhnya dan terhindar dari anemia
(Alzain, 2012).
KESIMPULAN
1. Sebagian besar siswi MTS NU
Ungaran
memiliki
keanekaragaman jenis makanan
dalam kategori sedang yaitu 40
(57,1%).
6
2. Sebagian besar siswi MTS NU
Ungaran tidak mengalami anemia
yaitu 40 (57,1%%).
3. Ada hubungan yang bermakna
antara keanekaragaman jenis
makanan dengan kejadian anemia
pada siswi MTS NU Ungaran
dengan p-value 0,000<0,05.
SARAN
Responden yang mengkonsumsi
keanekaragaman jenis makanannya
rendah dan sedang diharapkan untuk
meningkatkan konsumsi pangan
dengan mengkonsumsi makanan
yang beranekaragam sehingga dapat
meningkatkan kadar hemoglobin
dalam darah dan terhindar dari
kejadian anemia. Pihak sekolah
diharapkan dapat memantau dan
meningkatkan pengetahuan siswa
terkait pentingnya keanekaragaman
jenis makanan dan akibat dari
anemia. Hasil penelitian ini dapat
menjadi dasar untuk memperhatikan
dan memantau perkembangan terkait
anemia oleh Puskesmas Ungaran.
REFERENSI
1.
2.
3.
Arikunto, S. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Alzain, Bassam. 2012. Anemia
And Nutrirional Status Of PreSchool Children In North Gaza,
Palestine. International Journal
Of Scientific And Technology
Research Volume 1 Issue 1.
ISSN 2277-8616.
Arumsari, Ermita. 2008. Faktor
Resiko Anemia Pada Remaja
Putri
Peserta
Program
Pencegahan
dan
Penanggulangan Anemia Gizi
Besi di Kota Bekasi. Bogor: IPB.
4. Begum, Nasreen dkk. 2015.
Prevalence Of Anemia In Men
Due To Various Causes In
Kancheepuram
District.
International
Journal
Of
Advanced Research. Volume 3
Issue 11. ISSN 2320-5407.
5. Besral dkk. 2007. Pengaruh
Minum Teh Terhadap Kejadian
Anemia Pada Usila di Kota
Bandung. Makara Kesehatan
Vol 11 No 1 38-43.
6. Briawan, Dodik. 2012. Anemia
Masalah Gizi Pada Remaja
Wanita. Jakarta: EGC.
7. Fauzia, Syifa. 2016. Hubungan
Keberagaman Jenis Makanan
dan Kecukupan Gizi Dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) pada
Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kedungmundu Kota
Semarang Tahun 2016. FKM
Undip:
Jurnal
Kesehatan
Masyarakat Vol 4 No 3. ISSN :
2356-3346.
8. Fikawati, Sandra dkk. 2004.
Pengaruh Suplementasi Zat Besi
Satu dan Dua Kali Per Minggu
Terhadap Kadar Hemoglobin
Pada Siswi Yang Menderita
Anemia. Universa Medicina. Vol
24 No 4.
9. Fomon SJ, S Zlotkin. 1992.
Nutritional Anemias Nestle
nutrition services. New York:
Raven Press.
10. Gross R, dkk. 1997. Daily
Versus
Weekly
Iron
Supplementation: Programmatic
And Economic Implications For
Indonesia. Food And Nutrition
Bulletin. 18: 64-9.
11. Mariana, Wina Dan Nur
Khafidhoh. 2013. Hubungan
7
Status Gizi Dengan Kejadian
Anemia Pada Remaja Putrid Di
SMK Swadaya Wilayah Kerja
Puskesmas Karangkoro Kota
Semarang. Jurnal Kebidanan
Vol 2 No 4.ISSN 2089-7669.
12. Meitasari, Dewi. 2008. Analisis
Determinan
Keragaman
Konsumsi
Pangan
Pada
Keluarga
Nelayan.
Bogor:
Fakultas Pertanian.
13. Monteiro C. A, et.al. Narrowing
socioeconomic inequality in
child stunting: the Brazilian
experience, 1974-2007. Bull
Word Health Organ.
14. Notoatmodjo,
S.
2012.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
15. Proverawati, Atikah. 2011.
Anemia dan Anemia dalam
Kehamilan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
16. Proverawati, Atikah dan Asfuah,
Siti. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk
Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
17. SDKI. 2012. Survey Demografi
dan
Kesehatan
Indonesia.
Jakarta: Kemenkes RI.
18. Subhagandhi,
dkk.
2012.
Anemia
In
Toddlers
Of
Kattankulathur, Kancheepuram
District, (Tamil Nadu) India.
International Journal Of Pharma
and Bio Sciences. Vol 3. Issue 1.
ISSN 0975-6299.
8
Download