BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perbankan Syariah 2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk dalam kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa: “Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Sedangkan pengertian bank syariah dalam pasal tersebut ialah “Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”. Sedangkan pengertian bank syariah menurut beberapa ahli, antara lain: 1. Menurut Muhammad (2005) Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga, operasionalnya dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al Qur‟an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. 2. Menurut Sudarsono (2004) Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah. Dari beberapa pengertian mengenai bank syariah, dapat disimpulkan bahwa bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran 9 uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan syariah Islam. 2.1.2. Bank Syariah dan Karakteristiknya Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokok nya menghimpun dana dan menyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit) serta memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut UU No.10 tahun 1988 tentang perbankan, bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman dan atau bentuk lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank syariah merupakan salah satu bentuk perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada hukum Islam dengan menggunakan konsep bagi hasil dan bagi resiko dengan pembiayaan sesuai syariat islam. Prinsip dasar bank syariah tidak mengenal bunga dan lebih menitikberatkan pada kemitraan/kerjasama dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dengan prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya. Dari karakteristik tersebut, beberapa norma yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain : 1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. 2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. 3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik. 4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. 10 5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah. 2.1.3. Produk dan Jasa Perbankan Syariah Menurut Karim (2006:97) Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: a. Produk Penghimpunan Dana (Funding) b. Produk Penyaluran Dana (Financing) c. Produk Jasa (Service) a. Produk Penghimpunan Dana (Funding) Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadi‟ah dan Mudharabah. 1. Prinsip Wadi‟ah Prinsip wadi‟ah yang diterapkan adalah wadi‟ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi‟ah yad dhamanah berbeda dengan wadi‟ah amanah. Dalam wadi‟ah amanah, pada prinsipnya harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam wadi‟ah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Karena wadi‟ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, di mana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Ketentuan umum dari produk ini adalah: 11 Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 2. Prinsip Mudharabah Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah. Dapat pula dana tersebut digunakan untuk melakukan mudharabah yang kedua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah (persentase bagi hasil) yang disepakati. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib atau pengelola, ada pemilik dana, dan ada usaha yang akan dibagi hasilkan). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua, yaitu: a. Mudharabah Mutlaqah atau Unrestricted Investment Account (URIA) Dalam Mudharabah Mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan jasa yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan 12 persyaratan apapun kepada bank. Jadi bank memiliki kebebasan untuk menyalurkan dana ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan. Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. b. Mudharabah Muqayyadah atau Restricted Investment Account (RIA) Mudharabah RIA ini ada dua jenis, yaitu: 1) Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment), pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya diisyaratkan dgunakan untuk bisnis tertentu, atau diisyaratkan digunakan dengan akad tertentu dan untuk nasabah tertentu. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan dan pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. 2) Mudharabah Muqayyadah of Balance Sheet Jenis mudharabah ini adalah penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana pelaksana usaha. Pemilik dana mentepakan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha). Bank akan menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak, sedangkan pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil. 13 b. Produk Penyaluran Dana (Financing) Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunannya, yaitu: 1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli Prinsip jual beli dikembangkan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut: a. Pembiayaan Murabahah (dari kata ribhu = keuntungan) Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh. b. Salam (Jual beli barang belum ada) Pembayaran dilakukan secara tunai, dan barang diserahkan secara tangguh. Bank sebagai pembeli, dan nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini ada kepastian tentang kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan. c. Istishna‟ Jual beli seperti akad salam, tetapi pembayarannya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna‟ diterapkan dalam pembiayaan manufaktur dan konstruksi. 2. Pembiayaan dengan prinsip sewa Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna (pemindahan manfaat) atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu di dalam perbankan syariah dikenal dengan istilah ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). 3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut : a. Musyarakah 14 Al-musyarakah adalah akad (perjaanjian) kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menyertakan modal dalam kegiatan ekonomi, dimana masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura. b. Mudharabah Adalah kerjasama dimana shahibul mal memberikan dana 100% kepada mudharib yang memiliki keahlian. 4. Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Dalam akad ini bank dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. a. Al-Hiwalah (transfer service) Adalah transaksi pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam praktik perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. b. Gadai (Rahn) Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau 15 sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jamina utang atau gadai (Antonio, 2001 : 128). Al-Qardh adalah pinjaman kebaikan. Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secra cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah. c. Al Qardh (Soft and Benevolent Loan) d. Wakalah (Deputyship) Wakalah berarti pemberian kuasa (pemberian mandat/pendelegasian) oleh nasabah kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti transfer. e. Kafalah (Guaranty) Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (Antonio, 2001:123) c. Produk Jasa (Service) Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediary antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa: 1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing) Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. 2. Ijarah (Sewa) Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kontak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan dari jasa tersebut. 16 2.2. Inflasi 2.2.1. Pengertian Inflasi Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga- harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain. Definisi inflasi menurut para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitungan moneter) terhadap barang-barang komoditas dan jasa (Karim, 2008:135). Dengan demikian, terjadi penurunan daya beli uang atau decreasing purchasing power of money. Oleh karena itu, pengambilan bunga buang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan. Argumentasi tersebut memang sangat tepat bila di dunia ekonomi hanya terjadi inflasi saja tanpa deflasi. Dengan kata lain, inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Diartikan juga sebagai naiknya terus menerus tingkat harga pada suatu perekonomian akibat kenaikan permintaan agregat/penurunan penawaran agregat. Inflasi dapat diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dan tingkat harga secara umum. Persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut (Karim:2006): tingkat hargat – tingkat hargat-1 tingkat hargat-1 x 100 = Rate of Inflation Namun untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi, para ekonom cenderung lebih senang menggunakan „Implicit Gross Domestic Product‟ atau GDP Deflator. GDP Deflator adalah rata-rata harga dari seluruh barang 17 tertimbang dengan kuantitas barang-barang tersebut yang betul-betul dibeli, perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut (Karim:2006): Implicit Price Deflator = Nominal GDP Real GDP x 100 2.2.2. Jenis-Jenis Inflasi Inflasi dapat digolongkan sebagai berikut : a. Penggolongan berdasarkan sifatnya. 1. Inflasi ringan (< 10% setahun), ditandai dengan kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama. 2. Inflasi sedang (10%-30% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang relatif cepat atau perlu diwaspadai dampaknya terhadap perekonomian. 3. Inflasi berat (30%-100% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan sebelumnya. 4. Hiperinflasi (>100% setahun), dimana inflasi ini paling parah akibatnya. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang, nilai uang merosot dengan tajam, sehingga ditukar dengan barang. Harga-harga naik lima sampai enam kali. Biasanya keadaan ini timbul oleh adanya perang yang dibelanjai atau ditutupi dengan mencetak uang. b. Berdasarkan sebab terjadinya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Demand pull inflation. Adalah inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat terhadap akan berbagai barang terlalu kuat. Demand pull inflation terjadi karena kenaikan permintaan agregat dimana kondisi perekonomian telah berada pada kesempatan kerja penuh. Jika kondisi produksi telah berada 18 pada kesempatan kerja penuh. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output ataupun produksi tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga yang disebut inflasi murni. Kenaikan permintaan yang melebihi produk domestik bruto akan menyebabkan inflationary gap yang menyebabkan inflasi. 2. Cost push inflation. Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Pada cost push inflation tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan tingkat permintaan. Karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran agregat terus menurun karena adanya kenaikan biaya produksi. 2.2.3. Dampak Inflasi Dampak inflasi dapat dilihat dari parah atau tidaknya inflasi yang bersangkutan. Suparmoko (1990) menjelaskan bahwa apabila inflasi itu ringan, biasanya justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian untung berkembang lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang menjadi bergairah bekerja atau ada insentif untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi. Sebaliknya dalam masa inflasi yang parah yaitu hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau, dan perekonomian menjadi lesu, orang menjadi tidak bersemangat bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi dan produksi. Karena harga meningkat sangat cepat, para penerima pendapatan tetap, akan menjadi kewalahan dalam mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa, sehingga taraf hidup mereka menjadi semakin merosot dari waktu ke waktu. Lebih jauh Suparmoko (1990) menjelaskan bahwa spekulasi dapat menggantikan investasi dan produksi. Orang yang memiliki memiliki modal lebih senang berspekulasi dengan membeli barang, kemudian menyimpannya, dan 19 kemudian menjualnya kembali pada saat harganya sudah lebih tinggi, daripada memproduksi. Hal ini pada umumnya dikarenakan kekhawatiran setelah barang selesai diproduksi harga jual barang tersebut lebih rendah dari pada biaya produksi, yang diakibatkan kenaikan harga yang begitu cepat, termasuk bahan baku dan bahan pembantu. Tabungan akan menjadi semakin lenyap, dan digantikan dengan hoarding, yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang. Hal ini terjadi sebab jika orang menyimpan dalam bentuk uang dan harga-harga umum meningkat terus berarti nilai uang yang disimpan itu turun. Tetapi jika disimpan dalam bentuk barang tahan lama, seperti bangunan, kendaraan, dan tanah, maka dengan naiknya harga nilai barang-barang tersebut ikut naik pula, sehingga pemilik barang tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin langka dalam perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin turun, tetapi justru akan menjadi semakin meningkat, dan perekonomian menjadi semakin parah keadaannya. Nilai uang merosot terus, dan karena itu uang semakin tidak berharga sehingga begitu diterima akan dibelanjakan kembali. Keadaan seperti ini akan semakin memperparah perekonomian. Para ekonom Islam pun menyatakan bahwa inflasi sangat buruk bagi perekonomian. Al-Masir (Karim:2006) menyatakan bahwa hal ini dikarenakan: 1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit perhitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan asset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain “self feeding inflation”; 2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save); 3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah (naiknya Marginal Propensity to Consume); 4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding), seperti tanah, bangunan, logam mulia, dan mata uang. 20 Sehingga dapat disimpulkan setidaknya ada 3 efek atau akibat buruk yang ditimbulkan inflasi, yaitu: Kemerosotan pendapatan riil yang diterima masyarakat; Menurunnya tabungan, gairah perusahaan untuk melakukan investasi yang produktif, dan dapat menimbulkan kemerosotan nilai mata uang; Jurang kekayaan masyarakat akan bertambah lebar. Hal ini dikarenakan inflasi akan memperkaya pemilik modal dan harta tetap, karena nilai kekayaan mereka semakin meningkat. Sebaliknya, golongan masyarakat yang bergaji tetap mengalami kemerosotan dalam pendapatan riilnya. 2.2.4. Pengendalian Inflasi Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan inflasi, cara tersebut antara lain: 1. Kebijakan Moneter Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar (M). Hal ini dapat dilakukan dengan cara menaikkan cadangan minimum sehingga jumlah uang yang beredar menjadi lebih sedikit sehingga dapat menekan laju inflasi. Disamping cara ini bank sentral dapat menggunakan tingkat diskonto (discount rate). Apabila tingkat diskonto dinaikkan maka gairah bank umum untuk meminjam makin kecil sehingga cadangan yang ada pada bank sentral juga mengecil. Akibatnya, kemampuan bank umum memberikan pinjaman pada masyarakat makin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah. Instrumen lain yang dapat dipakai adalah politik pasar terbuka (jual/beli surat berharga). Dengan cara menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga laju inflasi dapat lebih rendah. 2. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal dilakukan dengan cara mengatur pengeluaran pemerintah agar selalu seimbang. Pengeluaran disesuaikan dengan penerimaan sehingga tidak terjadi defisit pada anggaran belanja negara yang dapat pula menyebabkan terjadinya inflasi. Inilah yang disebut dengan Sistem Anggaran 21 Berimbang. Untuk menghindari terjadinya defisit anggaran belanja negara yang diakibatkan kenaikan pengeluaran belanja pemerintah, dilakukan beberapa cara atau solusi yaitu dengan menjual obligasi, mencetak uang baru, dengan pengaturan pengeluaran pemerintah (G) dan meningkatkan penerimaan yang berasal dari pajak (T). Pengeluaran pemerintah dan pajak secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total. 3. Kebijakan yang langsung berkaitan dengan output Apabila jumlah output meningkat, maka dampaknya akan menekan laju inflasi. Untuk meningkatkan jumkah output, ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain dengan menurunkan tarif pajak, mengurangi berbagai pungutan yang berdampak pada ekonomi biaya tinggi (high cost economics) terhadap output, menurunkan tarif bea masuk terhadap barang-barang impor, melakukan restrukturisasi ekonomi. Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan pengendalian harga melalui peningkatan supply barang dan jasa, misalkan kebijakan penurunan bea masuk terhadap barang-barang import esensial, dalam rangka mendorong masuknya barang-barang tertentu yang dibutuhkan di dalam negeri, kebijaksaan operasi pasar terbuka oleh BULOG dsb. 4. Kebijakan penentuan harga dan indexing Kebijakann ini dilakukan dengan penentuan harga dasar (ceiling price) atau Harga Patokan Setempat (HPS) terhadap produk-produk tertentu, misalkan ceiling gaji atau upah. Pengendalian Inflasi dapat pula dilakukan dengan cara mengubah alat ukurnya sendiri, atau komponen-komponen yang digunakan sebagai alat ukur tersebut. 2.3. Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) 2.3.1. Bank Sentral Sebagai Pemegang Kebijakan Moneter Bank sentral merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dan mengawasi (mengontrol) sistem keuangan dan perbankan. Dalam perkembangannya, peranan dan fungsi bank sentral telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi 22 menuju ke bank sentral yang mempunyai fungsi sebagai pelaksana kebijakan moneter, pengatur perkreditan, dan fungsi pengawas perbankan. Tugas pengendalian moneter oleh bank sentral ditujukan untuk menjaga kestabilan harga dan/atau pertumbuhan ekonomi. Sementara tugas dalam pengaturan dan pengawasan perbankan dimaksudkan untuk menjaga dan menjaga kestabilan sistem perbankan. Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank sentral selain banker‟s bank yaitu sebagai sumber dana bagi bank-bank dan lender of last resort yaitu sumber dana pinjaman terakhir bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, juga sebagai penjaga stabilitas moneter melalui membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan moneter, termasuk mengatur, mengawasi, serta mengendalikan sistem moneter. Untuk melaksanakan perannya, bank sentral mempunyai beberapa kewenangan antara lain: 1. Mengedarkan uang sekaligus mengatur jumlah uang beredar 2. Mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan 3. Mengembangkan sistem pembayaran 4. Mengembangkan sistem perkreditan Bank sentral di Indonesia yaitu Bank Indonesia. Sesuai dengan UndangUndang No.23 Tahun 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2005 tanggal 15 Januari 2004, Bank Indonesia diberi kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian jumlah uang beredar dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Pada dasarnya, kebijakan moneter ditempuh oleh otoritas moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. 2.3.2. Fungsi dan Instrumen Kebijakan Moneter Fungsi bank sentral sebagai pelaksana kebijakan moneter (melalui dewan moneter) merupakan suatu tugas yang sangat penting untuk menjamin tercapainya 23 tingkat aktivitas ekonomi yang tinggi tapi stabil. Kebijakan moneter yang dapat dijalankan oleh bank sentral dapat dibedakan menjadi: 1. Kebijakan Moneter Yang Bersifat Kuantitatif Kebijakan moneter kuantitatif ini dapat dijalankan dengan: a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Policiy) Operasi pasar terbuka ini dilaksanakan dengan melakukan jual beli surat berharga. Tindakan menjual dan membeli surat tergantung pada kondisi perekonomian yang terjadi pada suatu Negara. Bila perekonomian Negara dalam keadaan lesu, bank sentral akan berusaha menambah jumlah uang beredar dengan jalan membeli surat-surat berharga yang dimiliki bankbank umum. Dengan kondisi ini akan menambah cadangan likuiditas bank umum. Bank umum juga akan lebih banyak menyalurkan kredit pada sektor industri, ini akan kembali meningkatkan aktivitas perekonomian yang sebelumnya mengalami kelesuan. Bila perekonomian sedang mengalami inflasi, maka bank sentral akan berusha untuk meningkatkan cadangan likuiditas bank-bank umum. Dengan kondisi ini, bank umum akan berusaha menarik kredit untuk meningkatan cadangan dan akan menarik kredit yang diberikan. Bank sentral juga dapat memaksa bank umum untuk membeli surat-surat berharga di Indonesia Sertifikat Bank Indonesia (SBI), ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar. b. Meningkatkan cadangan minimal bank umum Untuk mengurangi jumlah uang beredar, bank sentral dapat menaikkan cadangan umum yang harus dimiliki bank-bank umum yang beroperasi. c. Mengubah tingkat bunga dan tingkat diskonto Suatu cara yang dapat dilakukan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan aktivitas perekonomian adalah melalui tingkat suku bunga dan tingkat diskonto. Bila tejadi kegiatan ekonomi berada di bawah tingkat yang akan mungkin dicapai, bank sentral dapat meningkatkan aktivitas perekonomian dengan menurunkan tingkat diskonto. Biaya (tingkat bunga) yang dibayarkan oleh bank atas pinjaman pada bank 24 sentral akan lebih murah, ini akan memungkinkan bank umum memberikan pinjaman lebih banyak pada sektor industri. Sebaliknya, bila bank sentral ingin menurunkan tingkat aktivitas perekonomian yang memanas, tingka diskonto akan dinaikkan. Dengan naiknya tingkat diskonto ini akan memberikan dampak pada bank umum untuk menaikkan suku bungan pinjaman yang diberikan. Tindakan ini akan mengakibatkan sektor industry akan enggan membuat pinjaman baru, juga sektor industry akan memulangkan pinjaman masa lalu akibat naiknya suku bunga. Akhirnya akan menurunkan jumlah uang beredar dan sekaligus menurunkan aktivitas perekonomian. 2. Kebijakan Moneter Kualitatif Dalam melakukan kebijakan moneter yang bersifat kualitatif ini dapat dibedakan: a. Pengawasan Kredit Secara Ketat Dalam mengadakan pengawasan pinjaman secara selektif ini bank sentral bertujuan untuk memastikan pemberian pinjaman bank umum dan melakukan investasi sesuai dengan yang diinginkan pemerintah. b. Bujukan moral (moral suasion) Kebijakan yang dijalankan bank sentral ini bukanlah dalam bentuk tertulis seperti ketentuan yang harus dipatuhi bank umum. Biasanya bujukan moral ini dilakukan bank sentral dengan mengadakan pertemuan dengan pimpinan bank umum, agar bank umum tersebut dapat mendukung kebijakan yang dikeluarkan bank sentral. 2.3.3. Bunga Sebagai Instrumen Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan langkah-langkah yang ditempuh bank sentral, yang antara lain berupa pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga dalam rangka mencapai sasaran akhir. Sasaran akhir kebijakan moneter pada dasarnya berupa 25 kestabilan mata uang dan pertumbuhan ekonomi. Namun akhir-akhir ini semakin banyak bank sentral yang memfokuskan pencapaian sasaran harga atau inflasi. Menurut Karnaen (2007) bahwa: “Secara garis besar, kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, dan nilai tukar. Jumlah uang beredar dalam ekonomi diatur oleh instrumen suku bunga dalam ekonomi modern. Jumlah uang beredar dikontrol oleh bank sentral melalui instrumen kebijakan discount rate, yaitu suku bunga. Ketika terjadi inflasi, bank sentral meningkatkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, agar sedikit uang mengalir ke bank komersil, dan sedikit uang mengalir ke dalam ekonomi sehingga menurunkan jumlah uang beredar.” Sedangkan menurut Marsuki (2005) menjelaskan bahwa: “Bunga sebagai instrumen moneter selalu digunakan dalam berbagai kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter. Bunga sebagai instrumen moneter artinya adalah tingkat bunga yang berlaku dalam suatu negara dapat berfluktuasi dari tingkat yang satu ke tingkat yang lainnya. Bunga adalah penghasilan yang diperoleh orang-orang yang memberikan kelebihan uangnya (surplus spending units) untuk digunakan sementara waktu oleh orang-orang yang menggunakan uang tersebut untuk menutupi kekurangannya (deficit spending units).” Keynes menyatakan bahwa tugas utama bank sentral adalah menciptakan kestabilan harga melalui kebijaksanaan tingkat bunga yang selayaknya. Jadi penentuan tingkat bunga acuan adalah menjadi wewenang bank sentral, yakni Bank Indonesia. Dalam terminologi kebijakan moneter, hal ini sering disebut suku bunga kebijakan karena fungsinya sebagai stance kebijakan moneter. Seperti diungkapkan oleh Deputi Gubernur Bank Indoenesia Siti CH.Fadjrijah. Untuk memudahkan penyebutan, BI menamainya „BI Rate‟ sebagai kata singkat dari “suku bunga kebijakan moneter BI”. Dengan demikian sejak bulan Juli 2005, keputusan Dewan Gubernur dalam hal kebijakan moneter direpresentasikan oleh besarnya BI Rate tersebut. (kapanlagi.com, 2005) BI rate merupakan instrumen kebijakan moneter Bank Indonesia yang dijadikan suku bunga acuan terhadap dunia perbankan dan dunia usaha. Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti CH.Fadjrijah juga menjelaskan bahwa “Dalam 26 konteks BI rate, aspek operasional adalah cara untuk mencapai level BI rate, misalnya melalui lelang SBI”. (kapanlagi.com, 2005). SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang dikeluarkan oleh digunakan sebagai piranti utama untuk menarik likuiditas dari masyarakat, BI dan khususnya dari bank-bank. Manfaat SBI merupakan instrumen pengendali moneter yang memiki fungsi sebagai berikut: 1. Mengendalikan stabilitas moneter khusunya mengendalikan uang beredar. 2. Menurunkan dan menekan tingkat inflasi. 3. Bagi masyarakat SBI disamping sebagai alat menabung dengan fasilitas diskonto, juga berfungsi sebagai instrumen pinjam meminjam bila diperlukan. 4. SBI berfungsi sebagai brenchmark bagi kestabilan tingkat suku bunga pada perbankan. Tingkat suku bunga akan berhubungan denga produk funding maupun produk lending pada bank komersial. Pergerakan BI rate menjadi tolak ukur bagi tingkat kenaikan suku bunga lainnya. Sehingga kenaikan BI rate ini dengan sendirinya mendorong kenaikan suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman di bank-bank komersial. Produk funding bertujuan untuk menghimpun dana dari masyarakat yang ditawarkan dalam bentuk rekening giro, tabungan, dan deposito. Sedangkan produk lending bertujuan untuk membiayai kebutuhan masyarakat akan modal, baik untuk usaha maupun tujuan konsumsi. Baik sisi funding maupun lending akan mengacu pada besarnya BI rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Respon pergerakan tersebut yakni: 1. Apabila BI rate naik maka bank konvensional akan meningkatkan suku bunga simpanannya sehingga dana masyarakat yang disimpan bertambah dan pada akhirnya dapat digunakan untuk membeli SBI. 2. Apabila BI rate turun, suku bunga simpanan bank konvensional juga turun dan lebih memfokuskan diri pada core business kredit dan intermediasi kredit. 2.4. Bagi Hasil 2.4.1. Pengertian Bagi Hasil 27 Pengertian bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan: distribusi beberapa dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut dikatakan, bagian bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib). Dengan demikian dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bagi hasil adalah pembagian keuntungan yang berdasarkan nisbah antara deposan dengan mudharib sesuai dengan akad atau perjanjian yang telah disepakati. 2.4.2. Nisbah Nisbah keuntungan adalah salah satu rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahibul maal mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua pihak mengenai cara pembagian keuntungan, adapun nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal tertentu. Penentuan besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masingmasing pihak yang berkontrak, tetapi dalam prakteknya di perbankan modern, tawar-menawar nisbah antara pemilik modal (yakni investor atau deposan) dengan bank syari'ah hanya terjadi bagi deposan/investor dengan jumlah besar, karena mereka ini memiliki daya tawar yang relatif tinggi. Kondisi seperti ini sebagai spesial nisbah, sedangkan untuk nasabah deposan kecil tawar-menawar tidak 28 terjadi. Bank syariah akan mencantumkan nisbah yang ditawarkan, deposan boleh setuju boleh tidak. Bila setuju maka ia akan melanjutkan menabung, sebaliknya bila tidak setuju dipersilahkan mencari bank syari'ah lain yang menawarkan lebih menarik. nisbah 2.4.3. Perbedaan Bagi Hasil Dengan Bunga Perbedaan yang mendasar antara sistem keuangan konvensional dengan Syari'ah terletak pada mekanisme memperoleh pendapatan, yakni bunga dan bagi hasil. Dalam hukum Islam lama (fiqh), bagi-hasil terdapat dalam mudharabah dan musyarakah. Kedua bentuk perjanjian keuangan itu dianggap dapat menggantikan riba, yang mengambil bentuk "bunga" antara bunga dan bagi hasil, keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 2.1 Perbedaan Bagi Hasil Dengan Sistem Bunga Bagi Hasil Bunga Penentuan bagi hasil dibuat Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian dengan sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan kepada untung berdasarkan kepada untung rugi rugi Jumlah nisbah bagi hasil Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah berdasarkan jumlah uang keuntungan yang telah dicapai (modal) yang ada Bagi hasil tergantung pada Pembayaran bunga tetap hasil proyek. Jika proyek tidak seperti perjanjian tanpa mendapat keuntungan atau diambil pertimbangan mengalami kerugian, risikonya apakah proyek yang ditanggung kedua belah pihak dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi Jumlah pemberian hasil Jumlah pembayaran bunga 29 keuntungan meningkat sesuai tidak meningkat walaupun dengan peningkatan jumlah keuntungan berlipat keuntungan yang didapat ganda Penerimaan/pembagian Pengambilan/pembagian keuntungan adalah halal bunga adalah haram 2.4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya investasi di pengaruhi banyak faktor. Faktor pcngaruh tersebut ada yang berdampak langsungdan ada yang tidak langsung. 1. Faktor langsung Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio). a. Investment rate merupakan presentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menetukan investment rate sebesar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas. b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode : 1. Rata-rata saldo minimum bulanan. 2. Rata- rata saldo minimum harian. Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana yang aktual yang digunakan. c. Nisbah (profit sharing ratio) 1. Salah satu ciri al mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian. 30 2. Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda. 3. Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, 4. Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya. misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. 2. Faktor Tidak langsung Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil, adalah : a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya. 1) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya. Pendapatan yang dibagi-hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. 2) Jika semua biaya ditanggung pihak bank, maka hal ini disebut dengan revenue sharing b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi) Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya. Dana yang telah dikumpulkan oleh Bank Islam baik dari titipan dana pihak ketiga atau lainnya, perlu dikelola dengan penuh amanah dan istiqomah. Dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan yang besar, baik untuk nasabah maupun Bank Islam. Prinsip utama yang harus dikembangkan Bank Islam dalam kaitan dengan manajemen dana adalah bahwa “Bank Islam harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama daengan atau lebih besar dari bunga yang berlaku di bank konvensional, dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah dari pada bunga yang berlaku di bank konvensional. 31 2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu adalah ilmu yang dalam cara berfikir menghasilkan kesimpulan berupa ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan, dala proses berfikir menurut langkah-langkah tertentu yang logis dan didukung oleh fakta empiris. Untuk melengkapi penelitian ini, maka akan disajikan pula hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan dan menjadi bahan masukan dan kajian bagi penelitian ini. Penelitian yang dijadikan sebagai bahan kajian pustaka adalah penelitian yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Penelitian 1. Andika Novta Tingkat bagi Menggunakan Tingkat bagi hasil dan Budiati (2007) hasil metode S- tingkat suku bunga Tingkat suku VAR memiliki pengaruh bunga terhadap jumlah tabungan dan jumlah deposito mudharabah di Bank Muamalat Indonesia untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan. 2. Hermanto Suku bunga Menggunakan Suku bunga dan bagi (2008) Jumlah bagi model regresi hasil berpengaruh hasil linier berganda secara positif dan Pendapatan signifikan terhadap Nasional DPK Bank Umum Inflasi Syariah sedangkan pendapatan nasional dan inflasi tidak berpengaruh secara 32 signifikan. 3. Azhary Husni Sertifikat Menggunakan Sertifikat Wadiah (2009) Wadiah Bank metode regresi Bank Indonesia Indonesia berganda (SWBI) dan Bagi (SWBI) Hasil berpengaruh Bagi Hasil signifikan terhadap dana pihak ketiga 4. Delvin Suku bunga Menggunakan Tingkat suku bunga Hamonangan Tingkat bagi program berpengaruh secara Pasaribu hasil Eviews 5.1 signifikan terhadap deposito mudharabah (2010) dan tingkat bagi hasil juga berpengaruh secara signifikan terhadap deposito mudharabah. 5. Aryanto Yudho Tingkat bagi Menggunakan Tingkat bagi hasil riil (2010) hasil riil model regresi dan jumlah kantor deposito linier berganda bank syariah mudharabah dengan metode signifikan secara Tingkat bunga ordinary statistik dan memiliki riil deposito least square hubungan positif konvensional terhadap Produk deposito mudharabah Domestik bank syariah di Bruto (PDB) Indonesia selama Jumlah kantor periode observasi. bank syariah Sedangkan, variabel tingkat bunga riil deposito dan PDB 33 tidak signifikan mempengaruhi deposito mudharabah. 6. Risma Ratna BI rate Senjaya (2010) Metode Pergerakan BI Rate deskriptif cenderung menurun analitis, dan setiap bulannya analisis data sedangkan DPK bank menggunakan syariah cenderung koefisien tumbuh naik. Dari korelasi hasil penelitian ini product dapat diketahui bahwa moment dan BI Rate berpengaruh koefisien negatif terhadap determinasi. pertumbuhan DPK bank syariah dengan besar pengaruh sebesar 15,05%. 7. Suharyanti Nisbah Bagi Metode Inflasi, PDB, dan (2010) Hasil, Inflasi, analisis regresi SWBI mempunyai Pendapatan berganda yaitu pengaruh positif dan Nasional/PDB, Ordinary Least signifikan terhadap dan SWBI Squares. tabungan mudhrabah, sedangkan tingkat bagi hasil tidak berpengaruh terhadap tabungan mudharabah. Sumber: Hasil Olahan Penulis 34 2.6. Kerangka Pemikiran Sebagai sebuah lembaga keuangan, bank syariah sebagaimana bank pada umumnya memiliki peran intermediasi, yaitu menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah ini menuntut adanya sumber dana yang memadai pada keuangan bank syariah itu sendiri. Sumber keuangan pada bank syariah, selain berasal dari modal dan pinjaman, juga berasal dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun dari produkproduk simpanan, baik berupa tabungan, deposito dan giro. Deposito dan tabungan menggunakan prinsip sesuai akad mudharabah, sedangkan produk giro menggunakan prinsip wadiah atau titipan. Tabungan mudharabah dan deposito mudharabah menjadi produk unggulan pada bank syariah, karena selalu memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan komponen dana pihak ketiga maupun terhadap pembentukan aset. Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami krisis. Krisis tersebut mengakibatkan terjadinya inflasi. Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus selama periode tertentu. Inflasi mempunyai pengaruh terhadap dana pihak ketiga karena apabila inflasi naik, maka harga nominal barang dan jasa akan menjadi naik, sehingga daya beli masyarakat akan mengalami penurunan. Untuk itu, pendapatan yang semula dialokasikan untuk menabung akan digunakan sebagian atau sepenuhnya untuk konsumsi. Atau dapat dikatakan bahwa apabila inflasi naik, maka DPK pada bank syariah akan mengalami penurunan. Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki tugas untuk mengendalikan inflasi tersebut. Kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi dengan cara menaikkan BI rate. BI rate baik langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak terhadap kinerja bank syariah. Dengan naiknya BI rate akan diikuti oleh naiknya suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada bank konvensional. Sehingga orang akan cenderung untuk menyimpan dananya di bank konvensional daripada di bank syariah karena bunga simpanan di bank konvensional yang naik 35 pada akhirnya mempengaruhi peningkatan return yang akan didapatkan oleh nasabah penyimpan dana. Tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor penentu tabungan, dimana masih banyak masyarakat yang berorientasi pada keuntungan ketika memutuskan untuk menabung di bank. Konsep ini berbeda dengan sistem perbankan syariah yang menggunakan sistem bagi hasil atas penggunaan dana oleh pihak peminjam (baik oleh pihak nasabah maupun bank). Pinjaman produktif yang disalurkan nantinya akan memberikan bagian bagi pemberi pinjaman, sebesar nisbah bagi hasil yang disepakati di awal transaksi. Sedangkan besarnya nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang di dapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah, jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 2. 1. Gambar Kerangka Pemikiran Tingkat Inflasi (X1) BI Rate (X2) Dana Pihak Ketiga (Y) Tingkat Bagi Hasil (X3) 36 2.7. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang akan dibuktikan setelah data empiris diperoleh. Maka dengan mengacu pada tinjauan pustaka, kajian empiris, dan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun hipotesis penelitian ini, berikut hipotesis dari penelitian ini: Hipotesis : Diduga bahwa tingkat inflasi, BI rate, dan tingkat bagi hasil berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap DPK bank syariah di Indonesia periode 2005 – 2011. 37