bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perbankan Syariah
2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang
dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
dalam
kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
menyatakan bahwa:
“Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Sedangkan pengertian
bank syariah dalam pasal tersebut ialah “Bank Syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.
Sedangkan pengertian bank syariah menurut beberapa ahli, antara lain:
1. Menurut Muhammad (2005)
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga, operasionalnya dan
produknya dikembangkan berlandaskan pada Al Qur‟an dan Hadist Nabi
Muhammad SAW.
2. Menurut Sudarsono (2004)
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.
Dari beberapa pengertian mengenai bank syariah, dapat disimpulkan
bahwa bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
9
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan syariah
Islam.
2.1.2. Bank Syariah dan Karakteristiknya
Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokok nya menghimpun
dana dan menyalurkannya pada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit) serta
memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut UU
No.10 tahun 1988 tentang perbankan, bank merupakan lembaga keuangan yang
menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kembali dalam bentuk pinjaman dan atau bentuk lainnya, dengan tujuan untuk
meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Bank syariah merupakan salah satu bentuk perbankan nasional yang
mendasarkan operasionalnya pada hukum Islam dengan menggunakan konsep
bagi hasil dan bagi resiko dengan pembiayaan sesuai syariat islam. Prinsip dasar
bank
syariah
tidak
mengenal
bunga
dan
lebih
menitikberatkan
pada
kemitraan/kerjasama dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dengan prinsip
bagi hasil. Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan
bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya.
Dari karakteristik tersebut, beberapa norma yang dianut oleh sistem
perbankan syariah antara lain :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
10
5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan
dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.
2.1.3. Produk dan Jasa Perbankan Syariah
Menurut Karim (2006:97)
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi
menjadi
tiga bagian besar, yaitu:
a. Produk Penghimpunan Dana (Funding)
b. Produk Penyaluran Dana (Financing)
c. Produk Jasa (Service)
a. Produk Penghimpunan Dana (Funding)
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan
deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan
dana masyarakat adalah prinsip Wadi‟ah dan Mudharabah.
1. Prinsip Wadi‟ah
Prinsip wadi‟ah yang diterapkan adalah wadi‟ah yad dhamanah yang
diterapkan pada produk rekening giro. Wadi‟ah yad dhamanah berbeda
dengan wadi‟ah amanah. Dalam wadi‟ah amanah, pada prinsipnya harta
yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan
dalam wadi‟ah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan
tersebut.
Karena wadi‟ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga
disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan
qardh, di mana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan
bank bertindak sebagai yang dipinjami. Ketentuan umum dari produk ini
adalah:
11
 Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan
tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus
kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana
masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
 Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup
izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang
disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus
bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet
giro, dan debit card.
 Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan biaya
administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
 Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan
tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan bertindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib
(pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah
atau ijarah. Dapat pula dana tersebut digunakan untuk melakukan
mudharabah yang kedua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah (persentase bagi hasil) yang disepakati.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib atau pengelola,
ada pemilik dana, dan ada usaha yang akan dibagi hasilkan). Prinsip
mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan
deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana,
prinsip mudharabah terbagi dua, yaitu:
a. Mudharabah Mutlaqah atau Unrestricted Investment Account (URIA)
Dalam Mudharabah Mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan jasa yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan
12
persyaratan apapun kepada bank. Jadi bank memiliki kebebasan untuk
menyalurkan dana ini ke bisnis manapun yang diperkirakan
menguntungkan.
Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk
tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan
dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Bank
wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata
cara pemberitahuan keuntungan dan risiko yang dapat ditimbulkan dari
penyimpanan dana.
b. Mudharabah Muqayyadah atau Restricted Investment Account (RIA)
Mudharabah RIA ini ada dua jenis, yaitu:
1) Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted
investment), pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu
yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya diisyaratkan dgunakan
untuk bisnis tertentu, atau diisyaratkan digunakan dengan akad
tertentu dan untuk nasabah tertentu. Bank wajib memberitahukan
kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan
dan pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan
dari penyimpanan dana.
2) Mudharabah Muqayyadah of Balance Sheet
Jenis mudharabah ini adalah penyaluran dana mudharabah langsung
kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai
perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
pelaksana usaha. Pemilik dana mentepakan syarat-syarat tertentu
yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana
usaha). Bank akan menerima komisi atas jasa mempertemukan
kedua pihak, sedangkan pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku
nisbah bagi hasil.
13
b. Produk Penyaluran Dana (Financing)
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunannya, yaitu:
1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
Prinsip jual beli dikembangkan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan
sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah (dari kata ribhu = keuntungan)
Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan
segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b. Salam (Jual beli barang belum ada)
Pembayaran dilakukan secara tunai, dan barang diserahkan secara
tangguh. Bank sebagai pembeli, dan nasabah sebagai penjual. Dalam
transaksi ini ada kepastian tentang kualitas, kuantitas, harga dan waktu
penyerahan.
c. Istishna‟
Jual beli seperti akad salam, tetapi pembayarannya dilakukan oleh bank
dalam
beberapa
kali
pembayaran.
Istishna‟ diterapkan
dalam
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna (pemindahan manfaat) atas
barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Pada akhir masa sewa,
bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena
itu di dalam perbankan syariah dikenal dengan istilah ijarah muntahhiyah
bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Prinsip
bagi
hasil
untuk
produk
pembiayaan
di
bank
syariah
dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut :
a. Musyarakah
14
Al-musyarakah adalah akad (perjaanjian) kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk menyertakan modal dalam kegiatan ekonomi, dimana
masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan
bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan
dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai
dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan
proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan
kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana
yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk
kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
b. Mudharabah
Adalah kerjasama dimana shahibul mal memberikan dana 100% kepada
mudharib yang memiliki keahlian.
4. Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap
Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun
untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Dalam akad ini bank
dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan akad ini.
a. Al-Hiwalah (transfer service)
Adalah transaksi pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam praktik perbankan
fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank
mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
b. Gadai (Rahn)
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
15
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn
adalah semacam jamina utang atau gadai (Antonio, 2001 : 128).
Al-Qardh adalah pinjaman kebaikan. Al-Qardh digunakan untuk
membantu keuangan nasabah secra cepat dan berjangka pendek. Produk
ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana
ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
c. Al Qardh (Soft and Benevolent Loan)
d. Wakalah (Deputyship)
Wakalah berarti pemberian kuasa (pemberian mandat/pendelegasian)
oleh nasabah kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan
jasa tertentu seperti transfer.
e. Kafalah (Guaranty)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua
atau yang ditanggung (Antonio, 2001:123)
c. Produk Jasa (Service)
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediary antara pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat
pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan
mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut
antara lain berupa:
1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual
beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada
waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta
asing ini.
2. Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kontak simpanan (safe deposit
box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank
mendapat imbalan dari jasa tersebut.
16
2.2. Inflasi
2.2.1. Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-
harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme
pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat
yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk
naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang
saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau
mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain.
Definisi inflasi menurut para ekonom modern adalah kenaikan yang
menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitungan
moneter) terhadap barang-barang komoditas dan jasa (Karim, 2008:135). Dengan
demikian, terjadi penurunan daya beli uang atau decreasing purchasing power of
money. Oleh karena itu, pengambilan bunga buang sangatlah logis sebagai
kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan. Argumentasi tersebut
memang sangat tepat bila di dunia ekonomi hanya terjadi inflasi saja tanpa deflasi.
Dengan kata lain, inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk naik
secara umum dan terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Diartikan juga
sebagai naiknya terus menerus tingkat harga pada suatu perekonomian akibat
kenaikan permintaan agregat/penurunan penawaran agregat.
Inflasi dapat diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat
perubahan dan tingkat harga secara umum. Persamaannya dapat dirumuskan
sebagai berikut (Karim:2006):
tingkat hargat – tingkat hargat-1
tingkat hargat-1
x 100
= Rate of Inflation
Namun untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi, para ekonom
cenderung lebih senang menggunakan „Implicit Gross Domestic Product‟ atau
GDP Deflator. GDP Deflator adalah rata-rata harga dari seluruh barang
17
tertimbang dengan kuantitas barang-barang tersebut yang betul-betul dibeli,
perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut (Karim:2006):
Implicit Price Deflator =
Nominal GDP
Real GDP
x 100
2.2.2. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Penggolongan berdasarkan sifatnya.
1. Inflasi ringan (< 10% setahun), ditandai dengan kenaikan harga berjalan
secara lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu
yang relatif lama.
2. Inflasi sedang (10%-30% setahun), ditandai dengan kenaikan harga
yang relatif cepat atau perlu diwaspadai dampaknya terhadap
perekonomian.
3. Inflasi berat (30%-100% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang
cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif
pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya harga minggu
atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan sebelumnya.
4. Hiperinflasi (>100% setahun), dimana inflasi ini paling parah
akibatnya. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang,
nilai uang merosot dengan tajam, sehingga ditukar dengan barang.
Harga-harga naik lima sampai enam kali. Biasanya keadaan ini timbul
oleh adanya perang yang dibelanjai atau ditutupi dengan mencetak
uang.
b. Berdasarkan sebab terjadinya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Demand pull inflation.
Adalah inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat terhadap
akan berbagai barang terlalu kuat. Demand pull inflation terjadi karena
kenaikan permintaan agregat dimana kondisi perekonomian telah
berada pada kesempatan kerja penuh. Jika kondisi produksi telah berada
18
pada kesempatan kerja penuh. Jika kondisi produksi telah berada pada
kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi
mendorong kenaikan output ataupun produksi tetapi hanya mendorong
kenaikan harga-harga yang disebut inflasi murni. Kenaikan permintaan
yang melebihi produk domestik bruto akan menyebabkan inflationary
gap yang menyebabkan inflasi.
2. Cost push inflation.
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Pada cost
push inflation tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan tingkat
permintaan. Karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga
produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah
tertentu. Penawaran agregat terus menurun karena adanya kenaikan
biaya produksi.
2.2.3. Dampak Inflasi
Dampak inflasi dapat dilihat dari parah atau tidaknya inflasi yang
bersangkutan. Suparmoko (1990) menjelaskan bahwa apabila inflasi itu ringan,
biasanya justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian untung berkembang lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan
nasional dan membuat orang menjadi bergairah bekerja atau ada insentif untuk
bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi. Sebaliknya dalam masa inflasi
yang parah yaitu hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau, dan
perekonomian menjadi lesu, orang menjadi tidak bersemangat bekerja, menabung,
maupun mengadakan investasi dan produksi. Karena harga meningkat sangat
cepat, para penerima pendapatan tetap, akan menjadi kewalahan dalam
mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa, sehingga taraf hidup mereka
menjadi semakin merosot dari waktu ke waktu.
Lebih jauh Suparmoko (1990) menjelaskan bahwa spekulasi dapat
menggantikan investasi dan produksi. Orang yang memiliki memiliki modal lebih
senang berspekulasi dengan membeli barang, kemudian menyimpannya, dan
19
kemudian menjualnya kembali pada saat harganya sudah lebih tinggi, daripada
memproduksi. Hal ini pada umumnya dikarenakan kekhawatiran setelah barang
selesai diproduksi harga jual barang tersebut lebih rendah dari pada biaya
produksi,
yang diakibatkan kenaikan harga yang begitu cepat, termasuk bahan
baku dan bahan pembantu.
Tabungan akan menjadi semakin lenyap, dan digantikan dengan hoarding,
yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang. Hal ini terjadi sebab jika
orang menyimpan dalam bentuk uang dan harga-harga umum meningkat terus
berarti
nilai uang yang disimpan itu turun. Tetapi jika disimpan dalam bentuk
barang tahan lama, seperti bangunan, kendaraan, dan tanah, maka dengan naiknya
harga nilai barang-barang tersebut ikut naik pula, sehingga pemilik barang tidak
dirugikan dengan adanya inflasi.
Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin
langka dalam perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin turun, tetapi
justru akan menjadi semakin meningkat, dan perekonomian menjadi semakin
parah keadaannya. Nilai uang merosot terus, dan karena itu uang semakin tidak
berharga sehingga begitu diterima akan dibelanjakan kembali. Keadaan seperti ini
akan semakin memperparah perekonomian.
Para ekonom Islam pun menyatakan bahwa inflasi sangat buruk bagi
perekonomian. Al-Masir (Karim:2006) menyatakan bahwa hal ini dikarenakan:
1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi
tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit
perhitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan asset keuangan akibat
dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi
kembali, atau dengan kata lain “self feeding inflation”;
2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save);
3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer
dan barang-barang mewah (naiknya Marginal Propensity to Consume);
4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan
kekayaan (hoarding), seperti tanah, bangunan, logam mulia, dan mata uang.
20
Sehingga dapat disimpulkan setidaknya ada 3 efek atau akibat buruk yang
ditimbulkan inflasi, yaitu:

Kemerosotan pendapatan riil yang diterima masyarakat;
 Menurunnya tabungan, gairah perusahaan untuk melakukan investasi yang
produktif, dan dapat menimbulkan kemerosotan nilai mata uang;

Jurang kekayaan masyarakat akan bertambah lebar. Hal ini dikarenakan inflasi
akan memperkaya pemilik modal dan harta tetap, karena nilai kekayaan
mereka semakin meningkat. Sebaliknya, golongan masyarakat yang bergaji
tetap mengalami kemerosotan dalam pendapatan riilnya.
2.2.4. Pengendalian Inflasi
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan inflasi,
cara tersebut antara lain:
1. Kebijakan Moneter
Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar
(M). Hal ini dapat dilakukan dengan cara menaikkan cadangan minimum
sehingga jumlah uang yang beredar menjadi lebih sedikit sehingga dapat
menekan laju inflasi. Disamping cara ini bank sentral dapat menggunakan
tingkat diskonto (discount rate). Apabila tingkat diskonto dinaikkan maka
gairah bank umum untuk meminjam makin kecil sehingga cadangan yang ada
pada bank sentral juga mengecil. Akibatnya, kemampuan bank umum
memberikan pinjaman pada masyarakat makin kecil sehingga jumlah uang
beredar turun dan inflasi dapat dicegah. Instrumen lain yang dapat dipakai
adalah politik pasar terbuka (jual/beli surat berharga). Dengan cara menjual
surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang
beredar sehingga laju inflasi dapat lebih rendah.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dilakukan dengan cara mengatur pengeluaran pemerintah
agar selalu seimbang. Pengeluaran disesuaikan dengan penerimaan sehingga
tidak terjadi defisit pada anggaran belanja negara yang dapat pula
menyebabkan terjadinya inflasi. Inilah yang disebut dengan Sistem Anggaran
21
Berimbang. Untuk menghindari terjadinya defisit anggaran belanja negara
yang diakibatkan kenaikan pengeluaran belanja pemerintah, dilakukan
beberapa cara atau solusi yaitu dengan menjual obligasi, mencetak uang baru,
dengan
pengaturan
pengeluaran
pemerintah
(G)
dan
meningkatkan
penerimaan yang berasal dari pajak (T). Pengeluaran pemerintah dan pajak
secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total.
3. Kebijakan yang langsung berkaitan dengan output
Apabila jumlah output meningkat, maka dampaknya akan menekan laju
inflasi. Untuk meningkatkan jumkah output, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan antara lain dengan menurunkan tarif pajak, mengurangi berbagai
pungutan yang berdampak pada ekonomi biaya tinggi (high cost economics)
terhadap output, menurunkan tarif bea masuk terhadap barang-barang impor,
melakukan restrukturisasi ekonomi. Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan
pengendalian harga melalui peningkatan supply barang dan jasa, misalkan
kebijakan penurunan bea masuk terhadap barang-barang import esensial,
dalam rangka mendorong masuknya barang-barang tertentu yang dibutuhkan
di dalam negeri, kebijaksaan operasi pasar terbuka oleh BULOG dsb.
4. Kebijakan penentuan harga dan indexing
Kebijakann ini dilakukan dengan penentuan harga dasar (ceiling price) atau
Harga Patokan Setempat (HPS) terhadap produk-produk tertentu, misalkan
ceiling gaji atau upah. Pengendalian Inflasi dapat pula dilakukan dengan cara
mengubah alat ukurnya sendiri, atau komponen-komponen yang digunakan
sebagai alat ukur tersebut.
2.3. Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate)
2.3.1. Bank Sentral Sebagai Pemegang Kebijakan Moneter
Bank sentral merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter dan mengawasi (mengontrol) sistem
keuangan dan perbankan. Dalam perkembangannya, peranan dan fungsi bank
sentral telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi
22
menuju ke bank sentral yang mempunyai fungsi sebagai pelaksana kebijakan
moneter, pengatur perkreditan, dan fungsi pengawas perbankan. Tugas
pengendalian moneter oleh bank sentral ditujukan untuk menjaga kestabilan harga
dan/atau
pertumbuhan ekonomi. Sementara tugas dalam pengaturan dan
pengawasan perbankan dimaksudkan untuk menjaga dan menjaga kestabilan
sistem perbankan.
Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank sentral selain banker‟s
bank yaitu sebagai sumber dana bagi bank-bank dan lender of last resort yaitu
sumber
dana pinjaman terakhir bagi bank-bank yang mengalami kesulitan
likuiditas, juga sebagai penjaga stabilitas moneter melalui membuat dan
melaksanakan kebijakan-kebijakan moneter, termasuk mengatur, mengawasi,
serta mengendalikan sistem moneter. Untuk melaksanakan perannya, bank sentral
mempunyai beberapa kewenangan antara lain:
1. Mengedarkan uang sekaligus mengatur jumlah uang beredar
2. Mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan
3. Mengembangkan sistem pembayaran
4. Mengembangkan sistem perkreditan
Bank sentral di Indonesia yaitu Bank Indonesia. Sesuai dengan UndangUndang No.23 Tahun 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun
2005 tanggal 15 Januari 2004, Bank Indonesia diberi kewenangan untuk
melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan
memperhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian jumlah uang
beredar dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Pada
dasarnya, kebijakan moneter ditempuh oleh otoritas moneter merupakan salah
satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro.
2.3.2. Fungsi dan Instrumen Kebijakan Moneter
Fungsi bank sentral sebagai pelaksana kebijakan moneter (melalui dewan
moneter) merupakan suatu tugas yang sangat penting untuk menjamin tercapainya
23
tingkat aktivitas ekonomi yang tinggi tapi stabil. Kebijakan moneter yang dapat
dijalankan oleh bank sentral dapat dibedakan menjadi:
1. Kebijakan Moneter Yang Bersifat Kuantitatif
Kebijakan moneter kuantitatif ini dapat dijalankan dengan:
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Policiy)
Operasi pasar terbuka ini dilaksanakan dengan melakukan jual beli surat
berharga. Tindakan menjual dan membeli surat tergantung pada kondisi
perekonomian yang terjadi pada suatu Negara. Bila perekonomian Negara
dalam keadaan lesu, bank sentral akan berusaha menambah jumlah uang
beredar dengan jalan membeli surat-surat berharga yang dimiliki bankbank umum. Dengan kondisi ini akan menambah cadangan likuiditas bank
umum. Bank umum juga akan lebih banyak menyalurkan kredit pada
sektor industri, ini akan kembali meningkatkan aktivitas perekonomian
yang sebelumnya mengalami kelesuan.
Bila perekonomian sedang mengalami inflasi, maka bank sentral akan
berusha untuk meningkatkan cadangan likuiditas bank-bank umum.
Dengan kondisi ini, bank umum akan berusaha menarik kredit untuk
meningkatan cadangan dan akan menarik kredit yang diberikan. Bank
sentral juga dapat memaksa bank umum untuk membeli surat-surat
berharga di Indonesia Sertifikat Bank Indonesia (SBI), ini dimaksudkan
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.
b. Meningkatkan cadangan minimal bank umum
Untuk mengurangi jumlah uang beredar, bank sentral dapat menaikkan
cadangan umum yang harus dimiliki bank-bank umum yang beroperasi.
c. Mengubah tingkat bunga dan tingkat diskonto
Suatu cara yang dapat dilakukan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah
uang beredar dan aktivitas perekonomian adalah melalui tingkat suku
bunga dan tingkat diskonto. Bila tejadi kegiatan ekonomi berada di bawah
tingkat yang akan mungkin dicapai, bank sentral dapat meningkatkan
aktivitas perekonomian dengan menurunkan tingkat diskonto. Biaya
(tingkat bunga) yang dibayarkan oleh bank atas pinjaman pada bank
24
sentral akan lebih murah, ini akan memungkinkan bank umum
memberikan pinjaman lebih banyak pada sektor industri. Sebaliknya, bila
bank sentral ingin menurunkan tingkat aktivitas perekonomian yang
memanas, tingka diskonto akan dinaikkan. Dengan naiknya tingkat
diskonto ini akan memberikan dampak pada bank umum untuk menaikkan
suku bungan pinjaman yang diberikan. Tindakan ini akan mengakibatkan
sektor industry akan enggan membuat pinjaman baru, juga sektor industry
akan memulangkan pinjaman masa lalu akibat naiknya suku bunga.
Akhirnya akan menurunkan jumlah uang beredar dan sekaligus
menurunkan aktivitas perekonomian.
2. Kebijakan Moneter Kualitatif
Dalam melakukan kebijakan moneter yang bersifat kualitatif ini dapat
dibedakan:
a. Pengawasan Kredit Secara Ketat
Dalam mengadakan pengawasan pinjaman secara selektif ini bank sentral
bertujuan untuk memastikan pemberian pinjaman bank umum dan
melakukan investasi sesuai dengan yang diinginkan pemerintah.
b. Bujukan moral (moral suasion)
Kebijakan yang dijalankan bank sentral ini bukanlah dalam bentuk tertulis
seperti ketentuan yang harus dipatuhi bank umum. Biasanya bujukan
moral ini dilakukan bank sentral dengan mengadakan pertemuan dengan
pimpinan bank umum, agar bank umum tersebut dapat mendukung
kebijakan yang dikeluarkan bank sentral.
2.3.3. Bunga Sebagai Instrumen Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank
sentral
dalam
bentuk
pengendalian
besaran
moneter
untuk
mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter pada
dasarnya merupakan langkah-langkah yang ditempuh bank sentral, yang antara
lain berupa pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga dalam rangka
mencapai sasaran akhir. Sasaran akhir kebijakan moneter pada dasarnya berupa
25
kestabilan mata uang dan pertumbuhan ekonomi. Namun akhir-akhir ini semakin
banyak bank sentral yang memfokuskan pencapaian sasaran harga atau inflasi.
Menurut Karnaen (2007) bahwa:
“Secara garis besar, kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, dan nilai tukar.
Jumlah uang beredar dalam ekonomi diatur oleh instrumen suku bunga dalam
ekonomi modern. Jumlah uang beredar dikontrol oleh bank sentral melalui
instrumen kebijakan discount rate, yaitu suku bunga. Ketika terjadi inflasi, bank
sentral
meningkatkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, agar sedikit uang
mengalir ke bank komersil, dan sedikit uang mengalir ke dalam ekonomi sehingga
menurunkan
jumlah uang beredar.”
Sedangkan menurut Marsuki (2005) menjelaskan bahwa:
“Bunga sebagai instrumen moneter selalu digunakan dalam berbagai
kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter. Bunga sebagai instrumen
moneter artinya adalah tingkat bunga yang berlaku dalam suatu negara dapat
berfluktuasi dari tingkat yang satu ke tingkat yang lainnya. Bunga adalah
penghasilan yang diperoleh orang-orang yang memberikan kelebihan uangnya
(surplus spending units) untuk digunakan sementara waktu oleh orang-orang yang
menggunakan uang tersebut untuk menutupi kekurangannya (deficit spending
units).”
Keynes menyatakan bahwa tugas utama bank sentral adalah menciptakan
kestabilan harga melalui kebijaksanaan tingkat bunga yang selayaknya. Jadi
penentuan tingkat bunga acuan adalah menjadi wewenang bank sentral, yakni
Bank Indonesia. Dalam terminologi kebijakan moneter, hal ini sering disebut suku
bunga kebijakan karena fungsinya sebagai stance kebijakan moneter. Seperti
diungkapkan oleh Deputi Gubernur Bank Indoenesia Siti CH.Fadjrijah.
Untuk memudahkan penyebutan, BI menamainya „BI Rate‟ sebagai kata
singkat dari “suku bunga kebijakan moneter BI”. Dengan demikian sejak bulan
Juli 2005, keputusan Dewan Gubernur dalam hal kebijakan moneter
direpresentasikan oleh besarnya BI Rate tersebut. (kapanlagi.com, 2005)
BI rate merupakan instrumen kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dijadikan suku bunga acuan terhadap dunia perbankan dan dunia usaha. Deputi
Gubernur Bank Indonesia Siti CH.Fadjrijah juga menjelaskan bahwa “Dalam
26
konteks BI rate, aspek operasional adalah cara untuk mencapai level BI rate,
misalnya melalui lelang SBI”. (kapanlagi.com, 2005).
SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang dikeluarkan oleh
digunakan sebagai piranti utama untuk menarik likuiditas dari masyarakat,
BI dan
khususnya dari bank-bank. Manfaat SBI merupakan instrumen pengendali
moneter yang memiki fungsi sebagai berikut:
1. Mengendalikan stabilitas moneter khusunya mengendalikan uang beredar.
2. Menurunkan dan menekan tingkat inflasi.
3. Bagi masyarakat SBI disamping sebagai alat menabung dengan fasilitas
diskonto, juga berfungsi sebagai instrumen pinjam meminjam bila diperlukan.
4. SBI berfungsi sebagai brenchmark bagi kestabilan tingkat suku bunga pada
perbankan.
Tingkat suku bunga akan berhubungan denga produk funding maupun
produk lending pada bank komersial. Pergerakan BI rate menjadi tolak ukur bagi
tingkat kenaikan suku bunga lainnya. Sehingga kenaikan BI rate ini dengan
sendirinya mendorong kenaikan suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman
di bank-bank komersial. Produk funding bertujuan untuk menghimpun dana dari
masyarakat yang ditawarkan dalam bentuk rekening giro, tabungan, dan deposito.
Sedangkan produk lending bertujuan untuk membiayai kebutuhan masyarakat
akan modal, baik untuk usaha maupun tujuan konsumsi. Baik sisi funding maupun
lending akan mengacu pada besarnya BI rate yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Respon pergerakan tersebut yakni:
1. Apabila BI rate naik maka bank konvensional akan meningkatkan suku bunga
simpanannya sehingga dana masyarakat yang disimpan bertambah dan pada
akhirnya dapat digunakan untuk membeli SBI.
2. Apabila BI rate turun, suku bunga simpanan bank konvensional juga turun dan
lebih memfokuskan diri pada core business kredit dan intermediasi kredit.
2.4. Bagi Hasil
2.4.1. Pengertian Bagi Hasil
27
Pengertian bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil
dikenal dengan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan
pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan: distribusi beberapa
dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut dikatakan,
bagian
bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan
pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk
pembayaran mingguan atau bulanan.
Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam
perekonomian
Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul
maal) dan pengelola (mudharib).
Dengan demikian dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa bagi hasil adalah pembagian keuntungan yang berdasarkan nisbah antara
deposan dengan mudharib sesuai dengan akad atau perjanjian yang telah
disepakati.
2.4.2. Nisbah
Nisbah keuntungan adalah salah
satu rukun yang khas dalam akad
mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan
imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah.
Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahibul maal
mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang
akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua pihak mengenai cara
pembagian keuntungan, adapun nisbah
keuntungan harus dinyatakan dalam
bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai
nominal tertentu.
Penentuan besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masingmasing pihak yang berkontrak, tetapi dalam prakteknya di perbankan modern,
tawar-menawar nisbah antara pemilik modal (yakni investor atau deposan) dengan
bank syari'ah hanya terjadi bagi deposan/investor dengan jumlah besar, karena
mereka ini memiliki daya tawar yang relatif tinggi. Kondisi seperti ini sebagai
spesial nisbah, sedangkan untuk nasabah deposan kecil tawar-menawar tidak
28
terjadi. Bank syariah akan mencantumkan nisbah yang ditawarkan, deposan boleh
setuju boleh tidak. Bila setuju maka ia akan melanjutkan menabung, sebaliknya
bila tidak setuju dipersilahkan mencari bank syari'ah lain yang menawarkan
lebih menarik.
nisbah
2.4.3. Perbedaan Bagi Hasil Dengan Bunga
Perbedaan yang mendasar antara sistem keuangan konvensional dengan
Syari'ah terletak pada mekanisme memperoleh pendapatan, yakni bunga dan bagi
hasil. Dalam hukum Islam lama (fiqh), bagi-hasil terdapat dalam mudharabah
dan musyarakah. Kedua bentuk perjanjian keuangan itu dianggap dapat
menggantikan riba, yang mengambil bentuk "bunga" antara bunga dan bagi hasil,
keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana. Perbedaan itu
dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Perbedaan Bagi Hasil Dengan Sistem Bunga
Bagi Hasil
Bunga
Penentuan bagi hasil dibuat
Penentuan bunga dibuat
sewaktu perjanjian dengan
sewaktu perjanjian tanpa
berdasarkan kepada untung
berdasarkan kepada untung
rugi
rugi
Jumlah nisbah bagi hasil
Jumlah persen bunga
berdasarkan jumlah
berdasarkan jumlah uang
keuntungan yang telah dicapai
(modal) yang ada
Bagi hasil tergantung pada
Pembayaran bunga tetap
hasil proyek. Jika proyek tidak
seperti perjanjian tanpa
mendapat keuntungan atau
diambil pertimbangan
mengalami kerugian, risikonya
apakah proyek yang
ditanggung kedua belah pihak
dilaksanakan pihak kedua
untung atau rugi
Jumlah pemberian hasil
Jumlah pembayaran bunga
29
keuntungan meningkat sesuai
tidak meningkat walaupun
dengan peningkatan
jumlah keuntungan berlipat
keuntungan yang didapat
ganda
Penerimaan/pembagian
Pengambilan/pembagian
keuntungan adalah halal
bunga adalah haram
2.4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal
dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar
kecilnya investasi di pengaruhi banyak faktor. Faktor pcngaruh tersebut ada yang
berdampak langsungdan ada yang tidak langsung.
1. Faktor langsung
Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi
perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan
nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
a. Investment rate merupakan presentase aktual dana yang diinvestasikan
dari total dana. Jika bank menetukan investment rate sebesar 80 persen, hal
ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi
likuiditas.
b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana
dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode :
1. Rata-rata saldo minimum bulanan.
2. Rata- rata saldo minimum harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk
diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana yang aktual yang
digunakan.
c. Nisbah (profit sharing ratio)
1. Salah satu ciri al mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan
disetujui pada awal perjanjian.
30
2. Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda.
3. Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank,
4. Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya
sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
2. Faktor Tidak langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil, adalah :
a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya.
1) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya.
Pendapatan yang dibagi-hasilkan merupakan pendapatan yang diterima
dikurangi biaya-biaya.
2) Jika semua biaya ditanggung pihak bank, maka hal ini disebut dengan
revenue sharing
b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas
yang diterapkan terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan
biaya.
Dana yang telah dikumpulkan oleh Bank Islam baik dari titipan dana pihak
ketiga atau lainnya, perlu dikelola dengan penuh amanah dan istiqomah. Dengan
harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan yang besar, baik untuk nasabah
maupun Bank Islam. Prinsip utama yang harus dikembangkan Bank Islam dalam
kaitan dengan manajemen dana adalah bahwa “Bank Islam harus mampu
memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama daengan atau lebih
besar dari bunga yang berlaku di bank konvensional, dan mampu menarik bagi
hasil dari debitur lebih rendah dari pada bunga yang berlaku di bank
konvensional.
31
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah ilmu yang dalam cara berfikir menghasilkan
kesimpulan berupa ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan, dala proses berfikir
menurut langkah-langkah tertentu yang logis dan didukung oleh fakta empiris.
Untuk melengkapi penelitian ini, maka akan disajikan pula hasil-hasil
penelitian yang pernah dilakukan dan menjadi bahan masukan dan kajian bagi
penelitian
ini. Penelitian yang dijadikan sebagai bahan kajian pustaka adalah
penelitian yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian
tersebut antara lain:
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti
Variabel
Alat Analisis
Hasil Penelitian
1.
Andika Novta
Tingkat bagi
Menggunakan
Tingkat bagi hasil dan
Budiati (2007)
hasil
metode S-
tingkat suku bunga
Tingkat suku
VAR
memiliki pengaruh
bunga
terhadap jumlah
tabungan dan jumlah
deposito mudharabah
di Bank
Muamalat Indonesia
untuk jangka
waktu 1 dan 3 bulan.
2.
Hermanto
Suku bunga
Menggunakan
Suku bunga dan bagi
(2008)
Jumlah bagi
model regresi
hasil berpengaruh
hasil
linier berganda
secara positif dan
Pendapatan
signifikan terhadap
Nasional
DPK Bank Umum
Inflasi
Syariah sedangkan
pendapatan nasional
dan inflasi tidak
berpengaruh secara
32
signifikan.
3.
Azhary Husni
Sertifikat
Menggunakan
Sertifikat Wadiah
(2009)
Wadiah Bank
metode regresi
Bank Indonesia
Indonesia
berganda
(SWBI) dan Bagi
(SWBI)
Hasil berpengaruh
Bagi Hasil
signifikan terhadap
dana pihak ketiga
4.
Delvin
Suku bunga
Menggunakan
Tingkat suku bunga
Hamonangan
Tingkat bagi
program
berpengaruh secara
Pasaribu
hasil
Eviews 5.1
signifikan terhadap
deposito mudharabah
(2010)
dan tingkat bagi hasil
juga berpengaruh
secara signifikan
terhadap deposito
mudharabah.
5.
Aryanto Yudho
Tingkat bagi
Menggunakan
Tingkat bagi hasil riil
(2010)
hasil riil
model regresi
dan jumlah kantor
deposito
linier berganda
bank syariah
mudharabah
dengan metode
signifikan secara
Tingkat bunga
ordinary
statistik dan memiliki
riil deposito
least square
hubungan positif
konvensional
terhadap
Produk
deposito mudharabah
Domestik
bank syariah di
Bruto (PDB)
Indonesia selama
Jumlah kantor
periode observasi.
bank syariah
Sedangkan,
variabel tingkat bunga
riil deposito dan PDB
33
tidak signifikan
mempengaruhi
deposito
mudharabah.
6.
Risma Ratna
BI rate
Senjaya (2010)
Metode
Pergerakan BI Rate
deskriptif
cenderung menurun
analitis, dan
setiap bulannya
analisis data
sedangkan DPK bank
menggunakan
syariah cenderung
koefisien
tumbuh naik. Dari
korelasi
hasil penelitian ini
product
dapat diketahui bahwa
moment dan
BI Rate berpengaruh
koefisien
negatif terhadap
determinasi.
pertumbuhan DPK
bank syariah dengan
besar pengaruh
sebesar 15,05%.
7.
Suharyanti
Nisbah Bagi
Metode
Inflasi, PDB, dan
(2010)
Hasil, Inflasi,
analisis regresi
SWBI mempunyai
Pendapatan
berganda yaitu
pengaruh positif dan
Nasional/PDB,
Ordinary Least
signifikan terhadap
dan SWBI
Squares.
tabungan mudhrabah,
sedangkan tingkat
bagi hasil tidak
berpengaruh terhadap
tabungan
mudharabah.
Sumber: Hasil Olahan Penulis
34
2.6. Kerangka Pemikiran
Sebagai sebuah lembaga keuangan, bank syariah sebagaimana bank pada
umumnya memiliki peran intermediasi, yaitu menyalurkan dana ke masyarakat
dalam bentuk pembiayaan. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah ini
menuntut adanya sumber dana yang memadai pada keuangan bank syariah itu
sendiri. Sumber keuangan pada bank syariah, selain berasal dari modal dan
pinjaman,
juga berasal dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun dari
produkproduk simpanan, baik berupa tabungan, deposito dan giro. Deposito dan
tabungan menggunakan prinsip sesuai akad mudharabah, sedangkan produk giro
menggunakan prinsip wadiah atau titipan. Tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah menjadi produk unggulan pada bank syariah, karena selalu
memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan komponen dana pihak
ketiga maupun terhadap pembentukan aset.
Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah mengalami krisis.
Krisis
tersebut
mengakibatkan
terjadinya
inflasi.
Inflasi
merupakan
kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus
selama periode tertentu. Inflasi mempunyai pengaruh terhadap dana pihak ketiga
karena apabila inflasi naik, maka harga nominal barang dan jasa akan menjadi
naik, sehingga daya beli masyarakat akan mengalami penurunan. Untuk itu,
pendapatan yang semula dialokasikan untuk menabung akan digunakan sebagian
atau sepenuhnya untuk konsumsi. Atau dapat dikatakan bahwa apabila inflasi
naik, maka DPK pada bank syariah akan mengalami penurunan.
Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki tugas untuk mengendalikan
inflasi tersebut. Kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia untuk
mengendalikan inflasi dengan cara menaikkan BI rate.
BI rate baik langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak
terhadap kinerja bank syariah. Dengan naiknya BI rate akan diikuti oleh naiknya
suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada bank konvensional.
Sehingga orang akan cenderung untuk menyimpan dananya di bank konvensional
daripada di bank syariah karena bunga simpanan di bank konvensional yang naik
35
pada akhirnya mempengaruhi peningkatan return yang akan didapatkan oleh
nasabah penyimpan dana.
Tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor penentu tabungan,
dimana
masih banyak masyarakat yang berorientasi pada keuntungan ketika
memutuskan untuk menabung di bank. Konsep ini berbeda dengan sistem
perbankan syariah yang menggunakan sistem bagi hasil atas penggunaan dana
oleh pihak peminjam (baik oleh pihak nasabah maupun bank). Pinjaman produktif
yang disalurkan nantinya akan memberikan bagian bagi pemberi pinjaman,
sebesar
nisbah bagi hasil yang disepakati di awal transaksi. Sedangkan besarnya
nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang
di dapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah, jika hasil
usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun
akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak
peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut.
Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
2. 1. Gambar
Kerangka Pemikiran
Tingkat Inflasi
(X1)
BI Rate
(X2)
Dana Pihak Ketiga
(Y)
Tingkat Bagi Hasil
(X3)
36
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang
akan dibuktikan setelah data empiris diperoleh. Maka dengan mengacu pada
tinjauan pustaka, kajian empiris, dan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun
hipotesis penelitian ini, berikut hipotesis dari penelitian ini:
Hipotesis :
Diduga bahwa tingkat inflasi, BI rate, dan tingkat bagi hasil
berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap DPK bank
syariah di Indonesia periode 2005 – 2011.
37
Download