bab ii kajian pustaka, konsep, landasan teori, model, dan hipotesis

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, MODEL, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai kepariwisataan sudah banyak dilakukan, tetapi
sebagian masih bersifat umum dan terbatas, antara lain hasil penelitian sebelumnya:
Ardhana (2004), dalam penelitiannya membahas pengaruh pendapatan per
kapita, nilai tukar dan keamanan serta implikasinya pada perencanaan kunjungan
wisatawan mancanegara ke Bali, dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda,
double log, semi log, dan log. Hasil menunjukkan bahwa wisatawan Jepang, Australia,
Amerika, dan Inggris variabel pendapatan per kapita memberikan pengaruh positif
signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan, dengan model linier, double log,
semi log, dan sedangkan dengan model log berpengaruh negatif. Kurs (nilai tukar)
berpengaruh positif, dan keamanan juga berpengaruh positif. Untuk wisatawan
Singpura, dan Amerika diperoleh bahwa pendapatan per kapita berpengaruh positif,
kurs berpengaruh negatif, dan keamanan berpengaruh
negatif terhadap jumlah
kunjungan wisatawan ke Bali. Secara prinsip penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian yang dlaksanakan, yaitu variabel yang digunakan dan teknik analisis.
Bedanya adalah Ardhana
menggunakan variabel dependen
jumlah
kunjungan
wisatawan Jepang, Australia, Amerika, Inggiris, dan Singapura dari tahun 1989-2002,
dan variabel keamanan diukur dengan keadaan aman sebagai variabel dummy (boneka),
9
10
sedangkan penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu pendapatan Kabupaten
Badung dari tahun 1997-2010.
Eka Armoni (2009), dalam
penelitiannya mengkaji faktor-fator yang
berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan Korea Selatan ke Bali secara
simultan maupun secara partial. Dalam penelitian ini, pendapatan per kapita, dan nilai
tukar memiliki faktor pendorong, sedangkan keamanan mewakili faktor-faktor penarik.
Hubungan sebab akibat dalam penelitian ini dibentuk oleh tiga variabel independen
yaitu pendapatan per kapita Korea Selatan, nilai tukar Won terhadap rupiah, dan
keamanan yang diukur dengan banyaknya kasus yaitu jumlah kunjungan
wisatawan
Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang telah diverivikasi
kebenarannya dalam periaode waktu tahun 1993-2007. Teknik analisis yang digunakan
adalah model regresi berganda, dan uji asumsi klasik. Hasil penelitian menunjukkan
pendapatan per kapita, nilai tukar, dan keamanan secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan Korea Selatan ke Bali. Faktor penentu
ke dua adalah perubahan nilai tukar Won terhadap Rupiah, sedangkan keamanan dalam
arti banyaknya kasus-kasus kriminal yang menimpa wisatawan asing selama mereka
tinggal di Bali tidak menjadi faktor penting mempengaruhi jumlah kunjungan
wisatawan Korea selatan ke Bali. Secara prinsip penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilaksanakan ini, yaitu variabel yang digunakan, dan teknik analisis.
Bedanya adalah Eka Armoni menggunakan variabel independen pendapatan per kapita,
nilai tukar Won, dan keamanan terhadap jumlah kunjungan wisatawan ke Bali dari
tahun 1993-2007, dengan teknik linier berganda.
11
Lubis (2003) dalam penelitiannya mengkaji potensi wisatawan mancanegara
terhadap sektor pariwisata kota Medan.Variabel yang diamati antara lain jumlah
kunjungan, pengeluaran, pendapatan riil wisatawan, kurs valuta asing, dan kebijakan
pemerintah dalam promosi pariwisata. Analisis dalam penelitian tersebut menggunakan
aplikasi model teori permintaan double logaritme natural
dengan menggunakan
metode Ordinary Least Square (OLS) dengan jangka pengamatan tahun 1981-2001.
Hasil penelitian tersebut adalah seluruh variabel yang diamati berpengaruh positif dan
signifikan terhadap sektor pariwisata kota Medan, kecuali variabel kebijakan promosi.
Kebijakan promosi pariwisata pemerintah Indonesia kurang berhasil menumbuhkan
potensi sektor pariwisata kota Medan. Dimana Lubis
meneliti
variabel jumlah
kunjungan, pendapatan riil wisatawan, kurs valuta asing, dan kebijakan pemerintah
dalam promosi pariwisata kota Medan tahun 1981-2001, dengan analisis model double
logaritme natular metode Ordinary Least Square (OLS).
Bedanya adalah Lubis
menggunakan variabel independen jumlah kunjungan, pengeluaran, pendapatan riil
wisatawan, kurs valuta asing, dan kebijakan pemerintah dalam promosi pariwisata.
Kembar Sri Budhi (1999) dalam tulisannya berjudul “Efektivitas
Pertumbuhan sektor Pertanian dalam menunjang Pertumbuhan Ekonomi Bali”, yang
menggunakan data deret waktu 18 tahun terakhir. Pokok pembahasan yang dikaji
dalam tulisan tersebut, yaitu tentang efektivitas pertumbuhan ekonomi sektor pertanian
jika dibandingkan dengan sektor industri dan sektor jasa terhadap pertumbuhan
perekonomian daerah Bali. Kesimpulan yang diperoleh, yaitu bahwa secara simultan
variabel pertumbuhan sektor pertanian, industri dan jasa berpengaruh positip terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah Bali. Kontribusi pertumbuhan sektor pertanian terhadap
12
ekonomi Bali juga berpengaruh positif sebesar 0,33, yang berarti jika terjadi perubahan
sektor primer sebesar 1%, maka pertumbuhan ekonomi Bali berubah 0,33% cateris
paribus. Kemudian kontribusi pertumbuhan sektor industri terhadap pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh positif sebesar 0,22, yang berarti jika terjadi perubahan
pertumbuhan sektor industri sebesar 1%, maka pertumbuhan ekonomi Bali berubah
0,22% cateris paribus. Sedangkan kontribusi pertumbuhan sektor
jasa
terhadap
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positip sebesar 0,48, yang berarti jika terjadi
perubahan pertumbuhan sektor jasa sebesar 1%, maka pertumbuhan ekonomi Bali
berubah sebesar 0,48% cateris paribus. Sementara itu, efektifitas pertumbuhan sektor
pertanian dalam menunjang pertumbuhan ekonomi Bali dibandingkan dengan sektor
industri dan jasa terlihat 50% lebih tinggi dibandingkan sektor industri, namun 31% di
bawah sektor jasa selama 18 tahun terakhir. Secara prinsip penelitian tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilaksanakan ini, yaitu variabel yang digunakan, dan teknik
analisis. Bedanya adalah Kembar Sri Budi menggunakan variabel independen “sektor
Pertanian dalam menunjang Pertumbuhan Ekonomi Bali”, yang menggunakan data
deret waktu 18 tahun terakhir.
2.2 Konsep
2.2.1 Pengertian Industri Pariwisata
Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian
memberikan pengertian industri sebagai kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun untuk perekayasaan industri. Istilah industri pariwisata atau sektor
13
pariwisata, bukan merupakan suatu sektor ekonomi tertentu, dan bukan
merupakan cabang produksi tertentu. Barang dan jasa yang diperhitungkan dalam
pariwisata berasal dari beberapa sektor, dan ini memenuhi permintaan wisatawan
asing maupun dalam negeri (United Nations Conference on Trade and
Development dalam Erawan, 1994 : 4).
Selanjutnya berdasarkan penjelasan tersebut maka industri-industri yang
dianggap termasuk industri pariwisata adalah : akomodasi; agen perjalanan;
restoran dan cafetaria; perusahaan angkutan, dan lain-lainnya.
Kata industri mengandung pengertian suatu rangkean perusahaan-perusahaan
yang menghasilkan barang (product) tertentu. Produk wisata sebenarnya bukan
merupakan suatu produk nyata , melainkan rangkain jasa barang yang tidak
hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, tetapi juga segi-segi yang
bersifat sosial dan psikologis serta alam. Jasa-jasa yang diusahakan oleh berbagai
perusahaan itu terkait menjadi satu produk wisata (Direktorat Jenderal Pariwisata,
1976 :40).
Menurut Medlik dan Middleton (Yoeti, 1996:12) dalam tulisannya The
Formulation in Tourism, yang diterbitkan oleh Association of International Expert
& Scientific in Tourism (AIEST) dalam tahun 1973, yang dimaksud dengan
product dalam industri pariwisata ialah semua jenis jasa-jasa (servicess) yang
dibutuhkan wisatawan
semenjak
ia berangkat meninggalkan tempat
kediamannya sampai ia kembali ke rumah ia tinggal. Pada dasarnya ada tiga
golongan pokok industri pariwisata tersebut yaitu : a) Tourist objects atau objek
pariwisata yang terdapat pada daerah-daerah tujuan wisata, yang menjadi daya
14
tarik orang-orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut. b) Fasilitas yang
diperlukan ditempat tujuan tersebut, seperti akomodasi, bar dan restauran,
entertaiment dan rekreasi. c) Transportasi yang menghubungkan negara asal
wisatawan (tourist generating countries) dengan daerah tujuan wisatawan (tourist
destination area) serta transportasi ditempat tujuan ke objek-objek pariwisata.
2.2.2 Pengertian Pawisata
Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata,
yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang diluar tempat
tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang
menghasilkan atau mencari nafkah. Orang yang melakukan perjalanan disebut
traveler, sedangkan orang melakukan perjalanan untuk tujuan wisata disebut
tourist.
Pariwisata pada hakekatnya adalah merupakan perjalanan dari suatu
tempat ke tempat lain, bersifat sementara dilakukan perseorangan
maupun
kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian
dalam lingkungan hidup di dalam demensi sosial, budaya, alam dan ilmu
(Spillane, 1989).
Menurut Yoeti, (1996) pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan
untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat lain, dengan
maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi sematamata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan berkreasi untuk
memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
15
Sesuai dengan rekomendasi World Tourism Organization (WTO) dan
internasional Union Office Travel Organization, definisi wisatawan mancanegara
adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara diluar tempat tinggalnya,
didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh
penghasilan ditempat yang dikunjungi. Definisi ini mencakup dua katagori
wisatawan
mancanegara, yaitu : a) Wisatawan (tourism) adalah setiap
pengunjung seperti definisi tersebut yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi
tidak boleh lebih dari 6 bulan ditempat yang dikunjungi dengan
maksud
kunjungan antara lain : berlibur, rekreasi, dan olah raga, bisnis, mengunjungi
teman, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan
kesehatan, belajar dan keagamaan; b) Pelancong (excursionist) adalah setiap
pengunjung yang tinggal kurang dari 24 jam ditempat yang dikunjungi (termasuk
cruise passangers) yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara dengan
kapal atau kereta api, dimana mereka tidak menginap di akomodasi yang tersedia
di negara tersebut.
Batasan tersebut bisa berlaku wisatawan dalam negeri maupun wisatawan asing,
akan tetapi tidak mengandung batasan waktu maupun ruang teritorial yang jelas.
Menurut Marpaung (2002:13) menyatakan bahwa pariwisata adalah
perpindahan sementara yang dilakukan
manusia dengan tujuan keluar dari
pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan
selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas yang dibuat untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
16
2.2.3 Pengertian Wisatawan
Orang yang melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan atau tourist.
Batasan terhadap wisatawan juga sangat bervariasi, mulai yang umum sampai
dengan yang khusus. Menurut Soekadijo (2000:3) wisatawan adalah orang yang
mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang
didatanginya, atau hanya untuk sementara waktu tinggal ditempat yang
didatanginya.
Mereka yang dianggap sebagai wisatawan adalah orang yang melakukan
untuk kesenangan, karena alasan kesehatan dan sebagainya: orang yang
melakukan perjalanan untuk pertemuan-pertemuan atau dalam kapasitasnya
sebagai perwakilan (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, keagamaan, atlit
dan alasan bisnis) (Foster, D 1987:7, dalam Sukarsa 1999:10).
2.2.4 Jumlah Wisatawan
Jumlah wisatawan mancanegara adalah banyaknya wisatawan tiap tahun
yang berkunjung ke suatu negara didorong oleh satu atau beberapa keperluan
tanpa bermaksud
memproleh pekerjaan dan penghasilan ditempat yang
dikunjungi, pada periode tertentu yang diukur dalam satuan orang. Jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara ke Kabupaten Badung cendrung mengalami
peningkatan, walaupun tingkat pertumbuhannya bervariasi tergantung pada situasi
ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar
negeri.
2.2.5 Lama Tinggal Wisatawan
17
Faktor lama tinggal merupakan salah satu faktor yang menentukan besar
atau kecilnya devisa yang diterima untuk negara-negara yang mengandalkan
devisa dari industri pariwisata. Secara teoritis, semakin lama seorang wisatawan
tinggal si suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW),
semakin banyak uang yang
dibelanjakan di daerah tersebut. Paling sedikit untuk keperluan makan dan minum
serta akomodasi hotel selama tinggal disana. Lama tinggal wisatawan biasanya
banyak tergantung pada: a. besarnya potensi wisata yang dimiliki DTW yang
bersangkutan; b. tour operator
setempat dapat mengemas paket wisata yang
dijual sehingga dapat menarik banyak wisatawan untuk membeli Option Tour; c.
kualitas pelayanan yang diberikan oleh akomodasi perhotelan dan restoran yang
ada; d. faktor kaamanan dan kenyamanan dapat dijaga sehingga wisatawan lebih
betah berlama-lama tinggal di DTW tersebut; dan; e. faktor transportasi ,
telekomonikasi, dan fasilitas rekreasi tersedia di DTW tersebut.
Lama tinggal yang dimaksud adalah banyaknya hari yang dihabiskan
oleh seorang wisatawan disuatu negara diluar tempat tinggalnya. Ada
kecendrungan semakin jauh negara tempat tinggal wisatawan mancanegara yang
meninggalkan Indonesia melalui pelabuhan negara, lebih lama tinggal di
Indonesia jika dibandingkan dengan wisatawan mancanegara yang meninggalkan
Indonesia melalui pelabuhan laut (Biro Pusat Statistik Indonesia, 1995: 38)
2.2.6 Kurs valuta Asing, dan Devisa
Kurs valuta asing adalah harga dari suatu mata uang yang diukur dalam
mata uang lainnya. Permintaan dan penawaran valuta asing menentukan kurs
valuta asing. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap valuta asing terjadi
18
sebagai akibat dari perdagangan barang dan jasa, perubahan aliran modal,
aktivitas pemerintah, perubahan cadangan devisa, dan perubahan keadaan sosial
politik suatu negara. Menurut Nopirin (1997: 147) kurs valuta asing suatu negara
juga sangat ditentukan oleh sistem kurs valuta asing yang diterapkan oleh negara
tersebut.
Mata uang Dolar Amerika merupakan salah satu
mata uang
internasional, karena sifatnya yang convertible sejalan dengan menanjaknya posisi
Amerika Serikat di dalam perekonomian dunia, dolar Amerika diterima oleh
siapapun sebagai pembayaran bagi transaksinya. Perdagangan internasional
mengharuskan adanya angka perbandingan antara nilai satu mata uang dengan
mata uang lainnya. Angka perbandingan tersebut disebut dengan kurs devisa
(Boediono, 1985: 45)
Devisa umumnya disebut sebagai alat pembayaran luar negeri, kata
devisa berasal dari bahasa Belanda deviezen, sedangkan dalam bahasa Inggris
dipakai istilah foreign exchange (Soediyono, 1990: 46) Uang atau foreign
exchange mempunyai arti sebagai alat pembayaran; alat pertukaran; alat pengukur
nilai; dan alat menyimpan.
Dalam peredarannya devisa menpunyai berbagai macam atau bentuk,
yaitu wesel luar negeri; saham perusahaan luar negeri; surat obligasi luar negeri;
cheque atau giro luar negeri; rekening-rekening kita di luar negeri; uang kertas
luar negeri, dan surat-surat berharga lainnya. Aktivitas perdagangan internasional
yang salah satu kegiatannya berupa ekspor, dimana menghasilkan devisa dalam
19
bentuk mata uang asing, tentunya perubahan kurs dolar Amerika akan
mempengaruhi besarnya devisa.
2.2.7 Jumalah Wisatawan akan mendorong Peningkatan Pendapatan
Meningkatnya pendapatan per kapita merupakan salah satu indikasi telah
terjadi perubahan struktur dalam proses pembangunan suatu negara. Perubahan
struktur dalam proses pembangunan mencakup transformasi ekonomi, sosial dan
budaya, idiologi, politik dan kelembagaan. Rostow dalam Sukirno (2006:168),
menjelaskan bahwa transformasi masyarakat tradisional sebagai outcome dari
pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang berdemensi banyak.
Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan perubahan
orientasi sosial yang pada mulanya mengarah ke dalam menjadi orientasi ke luar
dan menyebabkan pula terjadi perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah
anak dalam keluarga, yaitu semula yang menginginkan banyak anak menjadi lebih
sedikit atau membatasi jumlah anggota keluarga. Perubahan orientasi sosial dan
pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga adalah salah satu
aspek faktor pendorong untuk ingin berwisata sebagai perwujudan gaya hidup dan
hak untuk berlibur, (Ross, 1998:21)
Peningkatan pendapatan per kapita dari suatu waktu juga mempengaruhi
perubahan pola konsumsi individu atau rumah tangga. Secara garis besar,
komponen-komponen utama konsumsi dapat dibedakan atas tiga katagori, yaitu
konsumsi a) barang tahan lama (kendaran bermotor, mebel dan perlengkapan
rumah tangga, lain-lain), b) barang tidak tahan lama (makanan, pakaian dan
sepatu, barang-barang energi, lain-lain), dan c) jasa (perumahan, transportasi,
20
berwisata, perawatan medis, lain-lain). Di negara-negara midle income dan highincome countries, kebutuhan dasar untuk makanan telah terpenuhi dan kesehatan,
rekreasi dan pendidikan menuntut bagian yang lebih besar dari anggaran keluarga.
Pola konsumsi rumah tangga mencerminkan tingkat kualitas hidup sebagai suatu
indikator tingkat kesejahteraan penduduk.
Pendapatan per kapita dapat diartikan sebagai faktor pendorong setiap
individu untuk berwisata diakibatkan adanya berubahan orientasi sosial, nilai-nilai
sosial dalam keluarga sebagai perwujudan gaya hidup dan hak-hak berlibur. Di
samping itu pendapatan per kapita mempengaruhi tingkat konsumsi. Jika
pendapatan meningkat maka konsumsi juga meningkat. Akan tetapi, semakin
tinggi tingkat pendapatan pola konsumsi cenderung berubah yang dicirikan oleh
menurunnya alokasi pengeluaran untuk katagori konsumsi makanan. Sebaliknya,
terjadi peningkatan alokasi pengeluaran untuk konsumsi non makanan diantaranya
pendidikan, kesehatan, dan rekreasi. Pariwisata internasional tercipta sebagai
akibat kerjasama antar negara, dimana negara-negara yang pendapatan
perkapitanya tinggi sebagai pihak pengirim wisatawan. Sebaliknya, negara-negara
yang pendapatan per kapitanya yang memiliki potensi pariwisata sebagai pihak
penerima wisatawan atau daerah tujuan wisata (DTW).
Semakin meningkat pendapatan per kapita suatu negara, maka tingkat
kecenderungan penduduknya semakin banyak bepergian untuk berwisata ke
negara lain. Dengan semakin banyaknya wisatawan datang untuk berlibur,
sehingga kunjungan wisatawan mancanegara akan mengalami peningktan akan
21
menyebabkan pula meningkatnya devisa yang diterima oleh negara penerima atau
yang menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW)
2.2.8 Lama Tinggal dapat berpengaruh terhadap Pendapatan
Tingkat keamanan akan mempengaruhi rasa nyaman daerah tujuan
wisata, seperti kasus-kasus kriminal, bencana alam, pencemaran limbah, dan
masalah sosial di suatu Daerah Tujuan Wisata dalam periode waktu tertentu.
Semakin banyak kasus-kasus yang terjadi yang menimpa wisatawan di Daerah
Tujuan Wisata, maka tingkat keamanan dan kenyamanan di daerah tersebut akan
semakain rendah. Sebaliknya, semakin sedikit kasus-kasus yang terjadi maka
tingkat keamanan dan kenyamanan di Daerah Tujuan Wisata semakin baik atau
kodusif.
Faktor Lama Tinggal (Length of Stay) merupakan salah satu faktor yang
menentukan besar atau kecilnya devisa yang diterima oleh suatu negara yang
mengandalkan devisa dari sektor pariwisata.
Menurut Yoeti (2008:65) bahwa
semakin lama seseorang wisatawan tinggal di suatu Daerah Tujuan Wisata
(DTW), semakin banyak uang yang akan dibelanjakan di DTW tersebut. Paling
sedikit untuk keperluan makan dan minum serta akomodasi hotel selama tinggal
di situ.
Agar devisa sektor pariwisata lebih banyak titerima, maka diusahakan
wisatawan yang datang lebih banyak. Namun demikian wisatawan yang banyak
jumlahnya belum tentu menjamin bahwa perolehan devisa akan menjadi banyak
pula. Oleh karena itu faktor yang paling menetukan adalah pengeluaran wisatawan
itu sendiri. Semakin banyak uang yang dibelanjakan di negara tersebut , semakin
22
banyak devisa yang diterima negara yang bersangkutan. Ada suatu faktor lain
yang cukup menentukan, yaitu lama tinggal wisatawan. Kalau ketiga faktor itu
dapat diusahakan semaksimal mungkin, maka barulah devisa pariwisata itu akan
diterima lebih banyak seperti yang diharapkan. Yang paling idial adalah rata-rata
pengeluaran wisatawan yang harus diikuti jumlah wisatawan yang besar, dan baru
lama tinggal lebih panjang. Menurut Yoeti (2008:35) bahwa faktor rata-rata
pengeluaran tiap wisatawan dianggap paling menentukan, karena walaupun
banyak wisatawan datang tetapi uang yang
dibelanjakannya sedikit, maka
penerimaan devisa dari sektor pariwisata yang akan diperoleh sedikit. Kalau ini
terjadi berarti pariwisata yang kita kembangkan tidak efisien lagi.
2.2.9 Kurs Dolar dapat berpengaruh terhadap Pendapatan
Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang menunjukkan atau
menetapkan harga-harga setiap barang dan jasa yang ada. Kurs memainkan
peranan penting dalam hubungan perdagangan internasional, karena dengan kurs
memungkinkan untuk memperbandinmgkan harga-harga setiap barang dan jasa
yang dihasilkan oleh berbagai negara.
Kurs dapat dikemukan dengan dua cara, yakni sebagai harga mata uang
asing dalam dolar (misalnya 1dolar per 9500 rupiah), atau sebaliknya harga dolar
dalam mata uang asing yang bersangkutan ( misalnya 9500 rupiah per 1 doalar).
Krugman dan Obstfeld (2005:42), mendefinisikan kurs sebagai besarnya nilai
mata uang yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing
atau disebut sebagai valuta asing. Seandainya, kurs antara dua mata uang dari dua
23
negara diketahui, maka disparitas nilai harga domestik dan harga luar negeri suatu
barang dapat ditentukan.
Perubahan-perubahan kurs dapat terjadi dalam dua arah yang
berlawanan, yaitu sebagai depresiasi (melemah), atau apresiasi (menguat).
Apabila kondisi lainnya tetap (cateris paribus), depresiasi mata uang suatu negara
membuat harga barang-barangnya menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri.
Sebaliknya bila semua kondisi lainnya tetap, apresiasi mata uang suatu negara
menyebabkan harga barang-barang menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri.
Bila mata uang suatu negara mengalami depresiasi, ekspor bagi pihak luar negeri
menjadi semakin murah, sedangkan impor bagi penduduk negara itu semakin
mahal. Apresiasi menimbulkan dampak yang sebaliknya, harga-harga produk
negara itu bagi pihak luar negeri menjadi semakin mahal, sedangkan harga impor
bagi penduduk domestik lebih murah dibandingkan sebelumnya.
Menurut Hamdy (2001:24) kurs valuta asing dalam suatu negara juga
sangat ditentukan oleh sistem kurs valuta asing yang ditetapkan oleh negara yang
bersangkutan melalui suatu kebijakan yang disebut dengan kebijakan moneter.
Berdasarkan praktek kebijakan moneter yang ditetapkan di berbagai negara
dikenal tiga sistem penentuan nilai kurs, yaitu kurs baku (fixed exchange rates),
sistem kurs mengambang (floating exchange rate), dan sistem kurs mengambang
terkendali (managed floating exchange rates).
Sistem kurs tetap adalah kurs yang ditentukan oleh badan yang
berwenang dibidang moneter. Untuk waktu tertentu kurs ini tidak berubah-ubah,
apabila nilai mata uang negara tersebut berubah maka otomatis moneter yang
24
berhak mengambil kebijakan untuk mengembalikan nilai tukar yang ditetapkan.
Berbeda dengan sistem kurs mengambang bebas, pemerintah tidak ikut campur
tangan, sehingga kekuatan permintaan dan penawaran terhadap valuta asing
sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar valuta asing. Sedangkan, pada
sistem kurs mengambang terkendali nilai kurs valas juga ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran valas. Namun apabila kurs berubah terlalu tinggi atau
rendah sampai batas yang tidak diharapkan, maka pemerintah akan turut campur
dengan menetapkan batas tinggi yang dilewati.
Menurut Yoeti (2008:151) dalam rangka menarik lebih banyak
wisatawan, kebijakan tentang nilai tukar mata uang cukup efektif untuk menarik
wisatawan lebih banyak berkunjung ke negara penerima wisatawan. Ada dua
kemungkinan yang dapat terjadi bila nilai mata uang negara penerima wisatawan
melemah terhadap mata uang negara pengirim wisatawan . Pertama wisatawan
mancanegara mrasakan murahnya belanjadi negara penerima sebagai akibat dari
nilai tukar yang lebih menguntungkan mereka. Akibatnya, kunjungan wisatawan
untuk jangka pendek akan meningkat. Kedua melemahnya nilai tukar negara
penerima, mengurangi keinginan warga sendiri untuk melakukan promosi
pariwisata keluar negeri, karena diperlukan jumlah uang dalam negeri yang lebih
banyak untuk dibelanjakan diluar negeri. Akibatnya, karena kurangnya promosi
maka kunjungan wisatawan mancanegara bisa menjadi menurun dalam jangka
pendek.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diartikan bahwa perubahan kurs antara
negara penerima dan pengirim wisatawan akan berpengaruh terhadap penerimaan
25
pendapatan atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah.
Sepanjang proporsi penurunan nilai kurs tersebut lebih besar dibandingkan
proporsi kenaikan harga-harag yang terjadi di negara-negara penerima wisatawan
maka PDRB ke daerah tujuan akan meningkat. Demikian sebaliknya, jika proporsi
penurunan nilai kurs negara penerima lebih kecil dibandingkan proporsi kenaikan
harga-harga yang terjadi di negara-negara penerima maka PDRB ke daerah tujuan
akan berkurang, karena menurunnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara.
2.3 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pendapatan
nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara
dapat diukur berdasarkan nilai nominal maupun nilai riil. PDB nominal adalah nilai
seluruh barang-barang dan jasa dalam satuan nilai uang yang dijual di pasar pada
tingkat harga yang berlaku. Berdasarkan definisi ini, PDB nominal juga disebut PDB
pada harga yang berlaku (GDP at current prices). PDB riil adalah jumlah barang dan
jasa dalam satuan unit yang dijual di pasar pada harga konstan. Pendapatan nasional
suatu negara yang besarnya mengalami peningkatan dibandingkan satu periode
sebelumnya menandakan keadaan ekonomi di suatu negara mengalami pertumbuhan,
(Hartono, 2006:125).
Kalau menghitung pendapatan daerah untuk Provinsi maupun Kabupaten
disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) adalah jumlah seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau
lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di daerah atau wilayah tertentu
tanpa memperhatikan kepemilikan dari faktor-faktor produksi.
26
Pengertian PDRB tersebut dapat dipersempit menjadi PDRB menurut
lapangan usaha, adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu wilayah
tertentu. Sedangkan PDRB menurut penggunaan adalah
jumla,barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Komponen-komponen
penggunaan PDRB meliputi : pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran
konsumsi lembaga suasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan
modal tetap domestik regional bruto, perubahan stok dan ekspor netto.
Untuk menghitung PDRB ada tiga metode perhitungan yang bisa digunakan
yaitu :
2.3.1 Dari segi produksi, PDRB merupakan jumlah nilai produk barang-barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi disuatu daerah dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut secara garis besar
dikelompokkan
menjadi sembilan
lapangan usaha, yaitu : a. Pertanian,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan; b. Pertambangan dan
penggalian; c. Industri pengolahan; Listrik, gas dan air bersih; d. Bangunan; e.
Perdagangan hotel dan restoran; f. Pengangkutan dan komonikasi; g. Lembaga
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; h. Jasa-jasa.
2.3.2 Dari segi pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh pemilik
faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah
dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa
tanah, bunga modal dan keuntungan. Selain variabel tersebut, penysutan, pajak
27
tidak langsung, akan subsidi juga merupakan bagian dalam penyusunan PDRB
melalui pendekatan pendapatan ini.
2.3.3 Dari segi pengeluaran, PDRB merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan
untuk konsumsi rumah tangga, lembaga sosial nirlaba, konsumsi pemerintah,
pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto.
Secara teoritis, agregat PDRB dibedakan menjadi : PDRB atas dasar
harga konstan adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran
yang dinilai berdasarkan tahun dasar; PDRB atas dasar harga yang berlaku, adalah
jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai
dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan; PDRB atas dasar harga
pasar, merupakan penjumlahan nilai tambah bruto dari seluruh sektor
perekonomian di wilayah itu, meliputi balas jasa faktor produksi (gaji, bunga,
sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung.
Produk Domestik Regional Bruto Netto (PDRBN) atas dasar harg, pasar
adalah PDRB atas harga pasar dikurangi nilai pajak tidak langsung netto pada
tahun yang bersangkutan.
PDRBN atas dasar biaya faktor adalah PDRBN atas dasar harga pasar
dikurangi nilai pajak langsung netto pada tahun bersangkutan (BPS,1998 :3)
2.4 Landasan Teori
2.4.1Teori Permintaan dan Penawaran
Menururt Sadono Sukirno (2008: 76), bahwa teori penawaran dan
permintaan (supply and demand), dimana permintaan adalah makin rendah harga
suatu barang makin banyak permintaan
terhadap barang tersebut, sedangkan
28
sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit permintaan
terhadap barang tersebut. Dan penawaran adalah makin tinggi harga sesuatu
barang
semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para
penjual, makin rendah harga sesuatu barang semakin sedikit jumlah barang
tersebut yang ditawarkan. Pada umumnya kurve penawaran naik dari kiri bawah
kekanan atas. Arah pergerakannya berlawanan dengan arah kurve permintaan
yaitu dari kiri atas kekanan bawah.
Selanjutnya keseimbangan pasar terjadi
apabila jumlah yang ditawarkan para penjual pada suatu harga tertentu adalah
sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut.
Menurut Wahab (2003: 108) penawaran dan permintaan wisata adalah :
1) Penawaran pariwisata mencakup yang ditawarkan oleh distinasi pariwisata
kepada wisatawan yang riil maupun yang potensial. Penawaran pariwisata
ditandai oleh tiga ciri khas utama yaitu: penawaran jasa-jasa, yang ditawarkan
sifatnya kaku dalam arti sulit mengubah sasaran penggunaan diluar pariwisata,
penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran jasa-jasa lain; 2)
permintaan pariwisata dibagi menjadi permintaan potensial dan permintaan nyata
(actual). Permintaan potensial adalah sejumlah orang yang memenuhi anasiranasir pokok suatu perjalanan dan karena itu mereka dalam keadaan siap untuk
bepergian ke suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW).
2.4.2 Teori Faktor pendorong dan Penarik (Push and Pull Factors Theory)
Menurut Goodal dalam Sharpley, (1994:98) menyatakan bahwa faktor
pendorong merupakan person-specific motivation, yakni faktor internal dalam diri
individu yaitu kebutuhan dan keinginan seseorang yang memotivasi wisatawan
29
untuk melakukan perjalanan, sedangkan faktor penarik merupakan distinationspcific atributs yang sesungguhnya faktor eksternal yang memotivasi wisatawan.
Selanjutnya dikatakan bahwa pembedaan Pull and push faktor menjadi sangat
penting dalam memahami peran motivasi dalam hubungannya dengan permintaan
pariwisata.
Ricardson dan Fluker (2004:67) menjelaskan pentingnya push and Pull
faktor dan pariwisata sebagai berikut: faktor pendorong adalah semua kekuatan
ekonomi, teknologi, dan kekuatan politik yang merangsang munculnya kebutuhan
untuk melakukan aktivitas pariwisata yang mendorong konsumen pergi dari
tempat tinggalnya ke suatu destinasi. Kekutan ini merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi konsumen ketika mereka memutuskan kemana mau pergi.
Sedangkan faktor penarik adalah faktor-faktor yang menarik konsumen
pergi kesuatu destinasi khusus (seperti: citra positif, keamanan, atraksi wisata,
dan iklim). Bentuk-bentuk pariwisata berbeda diantara faktor-tawaran destinasi
kepada wisatawan.
Menurut Dann dalam Ross ( 1998:31) menyatakan bahwa dua faktor atau
tahap dalam keputusan untuk melakukan perjalanan sebagai berikut: 1) Faktor
pendorong adalah faktor yang membuat seseorang ingin bepergian; 2) Faktor
penarik adalah faktor yang mempengaruhi kemana seseorang akan pergi setelah
ada keinginan awal bepergian. Faktor-faktor tersebut “menarik: seseorang setelah
yang bersangkutan”didorong” untuk ingin bepergian. Oleh karena itu faktor
penarik harus didahului oleh kebutuhan untuk bepergian.
2.5 Model Penelitian
30
Permasalahan yang telah dirumuskan diperlukan kerangka, konsep atau
model penelitian, yang merupakan kerangka kerja dalam penelitian. Dalam
perkembangan pariwisata di Bali telah terjadi perubahan sigmen pasar dari yang
didominasi oleh wisatawan
Eropa dan Amerika bergeser didominasi kunjungan
wisatawan kawasan Asia dan Fasifik. Jumlah kunjungan wisatawan kawasan Asia dan
Fasifik dari tahun 1997-2010 terus menerus mengalami peningkatan, sedang jumlah
kunjungan wisatawan lainnya cendrung menurun. Hal ini menandakan bahwa jumlah
kunjungan wisatawan
mancanegara yang datang di Kabupaten Badung akan terus
meningkat.
Untuk mengetahui pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal,
dan kurs dolar Amerika, maka diperlukan pendekatan teori, dan konsep untuk
menggambarkan serta membahas fenomena masalah yang terjadi. Teori peningkatan
jumlah wisatawan dipengaruhi oleh beberapa teori yaitu teori permintaan dan
penawaran, serta teori faktor pendorong dan penarik (pull and push factors). Faktor
yang mendorong, juga sesorang ingin melakukan perjalanan wisata, tetapi daerah mana
yang dituju tergantung pada berbagai faktor penarik yang dimiliki oleh Daerah Tujuan
Wisata (DTW). Untuk lebih jelasnya Kerangka Berfikir dapat dilihat pada model
penelitian. Faktor-faktor pendorong dan penarik ini merupakan faktor yang secara
simultan memotivasi untuk melakukan perjalanan wisata dan memilih daerah tujuan
yang ingin dikunjungi. Faktor-faktor pendorong berkaitan dengan kondisi negara asal
wisatawan, sebaiknya faktor penarik berkaitan kondisi yang dimiliki oleh daerah tujuan
wisata.
31
Pendekatan konsep seperti pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama
tinggal, dan kurs dolar Amerika terhadap penerimaan PDRB. Dengan mengamati
faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PDRB diharapkan dapat meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika ke
Kabupaten Badung.
Teori dan Konsep dapat mendukung hipotesis, karena hipotesis merupakan
dugaan atau jawaban sementara dari rumusan masalah yang harus diuji kebenarannya
melalui uji statistik. Untuk mengetahui pengaruh jumlah wisatawan mancanegara, lama
tinggal, dan kurs dolar Amerika baik secara parsial maupun secara simultan terhadap
peneriman PDRB industri pariwisata Kabupaten Badung digunakan analisis linier
berganda. Setelah melakukan analisis dan pengujian hipotesis maka dapat diperoleh
hasil penelitian, kemudian dirangkum
untuk rekomendasi dan kebijakan, agar lebih
jelas alur penelitian ini dapat dilihat pada model penelitian Gambar 2.5
32
Pengembangan Pariwisata
Bali
K unjunganWisatawan
Manca negara
Jumlah wisatawan
Manca negara
Lama Tinggal
Kurs dolar Amerika
PDRB Kab Badung
Teori
-Teori Permintaan
dan Penawaran
-Teori faktor pendo
rong dan penaruk
(push factor
and pull factor)
Konsep dan Landasan
teori
-Pariwisata
-Wisatawan
-Pendapatan
-Nilai tukar dolar
-Permintaan Pariwisata
Pokok Masalah
-Metode penelitian
-Pendekatan
kuantitatif
-Hasil pembahasan
-Simpulan dan
-Saran
Gambar : 2.5 Model Penelitian (Kerangka konsep)
Pengaruh Jumlah Wisatawan mancanegara, Lama Tinggal,
Kurs dolar Amerika terhadap Penerimaan PDRB industri
Pariwisata Kabupaten Badung
dan
33
2.6 Hipotesis
Berdasarkan pokok masalah di atas, maka dapat dirumuskan dua hipotesis
yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu :
2.6.1 Jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika,
parsial berpengaruh
nyata dan positif
secara
terhadap penerimaan PDRB industri
pariwisata Kabupaten Badung tahun 2007 – 2010.
2.6.2 Jumlah wisatawan mancanegara, lama tinggal, dan kurs dolar Amerika, secara
simultan berpengaruh nyata dan positif terhadap penerimaan PDRB industri
pariwisata Kabupaten Bsdung tahun 2007 – 2010
Download