Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen
Newman
dan
Terry
yang
dikutip
oleh
Manullang
(2004;2)
mengemukakan bahwa:
Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan memperoleh
hasil tertentu melalui orang lain.
Sedangkan Malayu S.P. Hasibuan (2006;1) mengemukakan bahwa:
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Dessler (2003;2) ada empat fungsi dasar manajemen, yaitu:
1.
Perencanaan
Perencanaan berarti menetapkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan,
bagaimana melaksanakannya, kapan melakukannya, atau dengan kata lain
perencanaan dilakukan terhadap strategi-strategi, kebijakan-kebijakan,
program-program, dalam mencapai tujuan organisasi.
2.
Pengorganisasian
Setelah perencanaan disusun, kemudian dibuat struktur organisasi untuk
melaksanakan rencana-rencana tersebut. Struktur yang disusun ini
diharapkan dapat menggambarkan hubungan antar pekerjaan dan
karyawan.
3.
Pengarahan
Maksud dari fungsi ini adalah mengarahkan dan mempengaruhi karyawan
dan semua orang yang terlibat dalam organisasi sehingga mereka
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan segala yang telah direncanakan.
4.
Pengendalian
Pengendalian dimulai dari pengukuran aktivitas para karyawan dan
membandingkan dengan yang telah ditetapkan, serta mengadakan
perbaikan atau koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dari
rencana yang telah ditetapkan.
2.2
Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu cabang ilmu
manajemen yang timbul setelah disadari bahwa manusia mempunyai kedudukan
yang utama dalam organisasi, dimana bidang ini berusaha mengkoordinasikan
para karyawannya dengan segala persoalannya agar dapat menjalankan tugasnya
dengan sebaik mungkin dan memberikan sumbangan yang optimal bagi
perusahaan.
Beberapa definisi mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia menurut
para ahli:
Malayu S.P. Hasibuan (2006;10) mengemukakan bahwa:
Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat.
Edwin B. Fillipo yang dikutip oleh Malayu S.P. Hasibuan (2006;11)
mengemukakan bahwa:
Personel management is the planning, organizing, directing and
controlling of the procurement, development, compensation, integration,
maintenance, and separation of human resources to the end that
individual, organizational, and societal objectives are accomplished.
Artinya manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan maksud
terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan, dan masyarakat.
Sedangkan Manullang (2004;7) mengemukakan bahwa:
Manajemen sumber daya manusia adalah seni dan ilmu memperoleh,
memajukan, dan memanfaatkan tenaga kerja sedemikian rupa
sehingga tujuan organisasi dapat terealisir secara berdaya guna dan
berhasil guna dan adanya kegairahan kerja dari para tenaga kerja.
Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah suatu fungsi operasional dalam
organisasi yang mengusahakan pengelolaan sumber daya manusia dalam rangka
mencapai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat secara seimbang.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006;21) kegiatan-kegiatan pengelolaan
sumber daya manusia didalam suatu organisasi dapat diklasifikasikan kedalam
beberapa fungsi meliputi:
1.
Fungsi Manajerial, terdiri dari:
a. Perencanaan (Human Resources Planning) yaitu merencanakan tenaga
kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan perusahaan.
b. Pengorganisasian (Organizing) yaitu kegiatan untuk mengorganisasi
semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,
delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi
(organization chart).
c. Pengarahan (Directing) yaitu kegiatan mengarahkan semua karyawan,
agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam
membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
d. Pengendalian (Controlling) yaitu kegiatan mengendalikan semua
karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja
sesuai dengan rencana.
2.
Fungsi Operasional, terdiri dari:
a. Pengadaan (Procurement) yaitu proses penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.
b. Pengembangan (Development) yaitu proses peningkatan keterampilan
teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan.
c. Kompensasi (Compensation) yaitu pemberian balas jasa langsung
(direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada
karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan.
d. Pengintegrasian (Integration) yaitu kegiatan untuk mempersatukan
kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja
sama yang serasi dan saling menguntungkan.
e. Pemeliharaan (Maintenance) yaitu kegiatan untuk memelihara atau
meningkatkan kondisi fisik, mental, loyalitas karyawan, agar mereka
tetap mau tetap bekerja sama sampai pensiun.
f. Kedisiplinan yaitu keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial.
g. Pemberhentian (Separation) yaitu putusnya hubungan kerja seseorang
dari perusahaan.
Berbagai
fungsi
operasional
Manajemen
Sumber
Daya
Manusia
sebagaimana diuraikan di atas pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam tiga
lingkup kegiatan, yaitu pengadaan sumber daya manusia, pengembangan sumber
daya manusia, dan pemeliharaan sumber daya manusia.
2.3 Prestasi Kerja
2.3.1 pengertian prestasi kerja
Kelangsungan hidup suatu perusahaan sangat tergantung pada prestasi
kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaan karena itu pegawai merupakan
unsur perusahaan terpenting yang harus mendapat perhatian. Pencapaian tujuan
perusahaan menjadi kurang efektif apabila banyak pegawai yang tidak berprestasi
dengan baik, pegawai akan mendapatkan feed back yang menguntungkan bagi
dirinya.
Terdapat beberapa definisi tentang prestasi kerja yang dikemukakan oleh
beberapa pakar, namun dari beberapa pendapat tersebut sebenarnya memiliki
pengertian dasar yang sama, sebagai berikut:
Pengertian prestasi kerja menurut Hasibuan (2003;93):
Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang di
dasarkan atas kecakapan, pengalaman dan ketangguhan serta
waktu."
Menurut Jiwo Wungu dan Hustanto Brotoharsojo (2003;9)
Prestasi kerja merupakan istilah yang digunakan untuk menunjuk
gabungan pengertian dari tiga hal, yaitu perilaku kerja, potensi
sebagai internal pegawai yang memungkinkan tampilnya perilaku
kerja serta hasil kerjanya itu sendiri .
Dari dua pernyataan diatas penulis menyimpulkan bahwa prestasi kerja
lebih ditekankan pada pencapaian hasil.
2.3.2 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi mutlak dilakukan untuk mengetahui prestasi yang
dicapai oleh karyawan. Apakah prestasi yang dicapai oleh karyawan. Apakah
prestasi yang dicapai itu baik, sedang, atau kurang. Penilaian prestasi ini berguna
untuk kedua belah pihak, baik karyawan maupun perusahaan itu sendiri.
Bagi karyawan penilaian prestasi ini adalah masukan yang berguna untuk
menunjukan bagaimana kemampuannya dan kekurangannya dalam melakukan
pekerjaannya. Dengan demikian karyawan akan termotivasi atau dorongan untuk
memperbaiki diri dan mengambil langkah-langkah perbaikan yang diperlukan
untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya dan akan berguna
untuk meningkatkan prestasi kerja.
Berikut ini beberapa pengertian penilaian prestasi kerja yang dikemukakan
oleh beberapa ahli :
Leon
C.
Meggison
sebagaimana
dikutip
oleh
Anwar
Mangkunegara (2000;69) mendefinisikan Penilaian Prestasi Kerja
Prabu
sebagai
berikut :
Performance appraisal is the process an employer uses to determine
wether an employee is performing the job as intended (penilaian
prestasi kerja adalah suatu proses yang digunakan majikan untuk
menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai
dengan yang dimaksudkan)
Sedangkan menurut Sikula sebagaimana dikutip oleh Malayu Hasibuan
(2001;86) menyatakan bahwa :
Appraising is the process of estimating or judging the value, excellence
qualities or status of some object, person, or thing (penilaian adalah
suatu proses mengestimasi atau menetapkan nilai, penampilan,
kualitas atau status dari beberapa objek, orang atau benda)
Dale Yoder sebagaimana dikutip oleh Malayu Hasibuan (2001;87)
menyatakan
bahwa :
Personnel apoprasials refers to the formal procedures used in working
organizations and potentials of group members (penilaian prestasi
kerja merupakan prosedur formal dilakukan di dalam organisasi
untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan
pegawai)
Berdasarkan definisi yang dikemukakan diatas, dapat dijelaskan bahwa
dengan adanya penilaian prestasi kerja merupakan suatu proses perusahaan dalam
menilai prestasi kerja dan potensi pengembangan yang telah dilakukan karyawan
dalam jangka waktu tertentu secara sitematis dan terus menerus oleh suatu
perusahaan. Dengan adanya penilaian prestasi kerja akan diperoleh informasi
untuk membuat penilaian terhadap seluruh orang yang dinilai dengan cara
penilaian yang sama. Sehingga penilaian tersebut dilakukan secara adil dan efektif
karena setiap karyawan dinilai berdasarkan prestasi kerjanya masing-masing.
Dengan dilakukannya penilaian prestasi kerja adalah untuk memberikan umpan
balik kepada karyawan dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan serta
kaitannya dengan berbagai kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan
promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain.
2.3.3 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja
Menurut T. Hani Handoko (2001;135) kegunaan-kegunaan penilaian
prestasi kerja dapat diperinci sebagai berikut :
1.
Perbaikan Prestasi Kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan
departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka
untuk memperbaiki prestasi.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam
menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi
lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan
Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa
lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan
terhadap prestasi kerja masa lalu.
4. Kebutuhan-kebutuhan Latihan Dan Pengembangan
Prestasi kerja yang jelek munkin menunjukan kebutuhan latihan.
Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang
harus dikembangkan.
5. Perencanaan Dan Pengembangan Karir
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu
tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
6. Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing
Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Ketidak-akuratan Informasional
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan-kesalahan dalam
informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumberdaya manusia, atau
komponen-komponen lain system informasi manajemen personalia.
Menggantungkan
diri
pada
informasi
yang
tidak
akurat
dapat
menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat.
8. Kesalahan-kesalahan Desain Pekerjaan
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam
desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnose kesalahankesalahan tersebut.
9. Kesempatan Kerja Yang Adil
Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
10. Tantangan-tantangan eksternal
Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar
lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau
masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi departemen
personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.
Sedangkan menurut Malayu Hasibuan (2006;89), tujuan dan kegunaan
penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut :
1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi,
pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa.
2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam
pekerjaannya.
3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan didalam
perusahaaan.
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal
kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
peralatan kerja.
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan
yang berada di dalam organisasi.
6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja untuk mendapatkan
performance kerja yang baik.
7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor,
manager,
administrator)
untuk
mengobservasi
perilaku
bawahan
(subordinate) supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya.
8. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan masa lalu
dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
9. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan
dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar diikut sertakan dalam
program latihan kerja tambahan.
11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.
12. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan.
Hariandja (2002;195) berpendapat arti pentingnya penilaian prestasi kerja
secara lebih rinci dikemukakan sebagai berikut :
1. Perbaikan hasil kerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui
umpan balik yang diberikan perusahaan.
2. Penyesuaian gaji dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi
karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi mereka.
3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan
karyawan sesuai dengan keahliannya.
4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui
kelemahan-kelemahan dari karyawan sehingga dapat dilakukan program
pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif.
5. Perencanaan karir yaitu perusahaan dapat memberikan bantuan perencanaan
karir bagi karyawan dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi.
6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu hasil
kerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan
sehingga dapat dilakukan dengan baik.
7. Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu
kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya dalam perancangan jabatan.
8. Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada karyawan, yaitu
dengan dilakukannya penilaian yang objektif berarti meningkatkan perlakukan
yang adil bagi karyawan.
9. Dapat membantu karyawan mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu
dengan penilaian hasil kerja akan mempengaruhi apa yang menyebabkan
terjadinya hasil kerja yang jelek, sehingga atasan dapat membantu
menyelesaikannya.
10. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi MSDM, yaitu dengan diketahuinya
hasil kerja karyawan secara keseluruhan, ini akan menjadi informasi
sejauhmana fungsi MSDM berjalan dengan baik atau tidak.
Penilaian prestasi kerja memiliki kepentingan tidak hanya untuk
kepentingan karyawan juga untuk kepentingan perusahaan. Bagi perusahaan
penilaian prestasi kerja karyawan sangat penting karena perannya dalam
mengambil keputusan tentang berbagai hal seperti karyawan, seleksi, promosi,
sistem imbalan, dan berbagai aspek lain dari proses SDM.
Dengan demikian Penilaian prestasi kerja selain bertujuan untuk
memindahkan secara vertikal (promosi/demosi) atau horizontal, pemberhentian,
dan perbaikan mutu karyawan dapatpun ditujukan untuk memperbaiki moral
karyawan dan kepercayaannya kepada perusahaan.
2.3.4 Syarat-syarat Penilaian Prestasi Kerja
Untuk menentukan siapa yang melakukan penilaian prestasi kerja, menurut
Malayu
Hasibuan
(2001;90), dibutuhkan
beberapa
persyaratan
penilai
(appraiser). Persyaratan tersebut adalah :
1. Penilai harus jujur, adil, objektif dan mempunyai pengetahuan mendalam
tentang unsur-unsur yang akan dinilai supaya penilaiannya sesuai dengan
realitas atau fakta yang ada.
2. Penilai hendaknya mendasarkan penilaiannya atas benar atau salah (right
or wrong). Baik atau buruknya terhadap unsur-unsur yang dinilai sehingga
hasil penilaiannya jujur, adil dan objektif
3. Penilai harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap
karyawan yang akan dinilainya supaya hasil penilaiannya dapat
dipertanggung jawabkan dengan baik.
4. Penilai harus mempunyai keimanan supaya penilaiannya jujur dan adil.
Sedangkan menurut Sikula sebagaiman dikutip oleh Anwar Prabu
Mangkunegara (2000;73) penilaian kinerja dapat dilakukan oleh atasan langsung
dan atasan tidak langsung. Penilaian kinerja dapat pula dilakukan oleh orang
tertentu yang memiliki keahlian dibidangnya.
2.3.5 Hambatan-hambatan dalam Penilaian Prestasi Kerja
Menurut Malayu Hasibuan (2001;99), kendala (hambatan) yang dihadapi
dalam penilaian prestasi kerja diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Hallo effect, yaitu kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena umumnya
penilai cenderung akan memberikan indeks prestasi baik bagi karyawan yang
lebih dikenalnya.
2) Liniency, yaitu kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena umumnya
penilai cenderung untuk memberikan nilai yang tinggi terhadap karyawan
yang dinilainya itu.
3) Strictness, yaitu kesalahan penilai cenderung memberikan nilai rendah kepada
karyawan yang dinilainya.
4) Central tendency, yaitu penilai yang cenderung memberikan nilai sedang.
5) Personal bias, yaitu penilai yang terjadi akibat adanya prasangka-prasangka
sebelumnya baik yang positif maupun negatif.
2.3.6 Metode Penilaian Prestasi Kerja
Secara praktis banyak metode penilaian yang dilakukan, yang tentu saja
berbeda antara satu perusahan dengan perusahaan lain. Metode penilaian prestasi
kerja karyawan menurut Hariandja (2005;204) pada dasarnya dikelompokan atas
dua yaitu :
1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu
2. Penilaian yang berorientasi pada masa depan
Sedangkan menurut Malayu Hasibuan (2001;97), mengelompokkan
metode penilaian prestasi kerja menjadi 2 macam yaitu metode tradisional dan
metode modern. Berikut ini diuraikan dari masing-masing metode :
1. Metode Tradisional
Rating Scale
Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan
banyak digunakan, di mana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau
supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisiatif,
ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya.
Employee Comparation
Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan
cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya.
Metode Employee Comparation terbagi atas alternation ranking, paired
comparation, dan porced comparation.
a) Alternation ranking
Metode ini merupakan metode penilaian dengan cara mengurut
peringkat (rangking) karyawan dimulai dari yang terendah sampai
yang tertinggi dan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
b) Paired comparation
Metode ini merupakan metode penilaian dengan cara karyawan
dibandingkan dengan seluruh karyawan lainnya, sehingga terdapat
berbagai alternatif keputusan yang diambil. Metode ini dapat
digunakan untuk jumlah karyawan yang sedikit.
c) Porced Comparation (grading)
Metode ini sama dengan paired comparation tetapi digunakan
untuk jumlah karyawan yang lebih besar. Pada metode ini suatu
definisi yang jelas untuk setiap kategori telah dibuat dengan seksama.
Kategori untuk prestasi karya karyawan misalnya adalah baik sekali,
memuaskan, dan kurang memuaskan yang masing-masing mempunyai
definisi yang jelas. Prestasi kerja dari setiap karyawan kemudian
dibandingkan dengan definisi masing-masing kategori ini untuk
dimasukan ke dalam salah satunya.
Dengan demikian, metode ini mengharuskan penilai (appraiser)
melakukan penilaian relatif di antara para karyawan tersebut
disamping
membandingkannya
dengan
definisi
masing-masing
kategori.
Check List
Dengan metode ini penilai sebenarnya tidak menilai tetapi hanya
memberikan masukan/informasi bagi penilai yang dilakukan oleh bagian
personalia. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang
menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik setiap individu karyawan,
baru melaporkannya kepada bagian personalia untuk menetapkan bobot
nilai, indeks nilai, dan kebijaksanaan selanjutnya bagi karyawan
bersangkutan.
Frecform Easy
Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan
yang berkenaan dengan orang/karyawan yang sedang dinilai.
Critical Incident
Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian
mengenai
tingkah
laku
bawahannya
sehari-hari
yang
kemudian
dimasukkan ke dalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai
macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya, mengenai inisiatif,
kerja sama, dan keselamatan.
2. Metode Modern
Assessment Centre
Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai
khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun
kombinsai dari luar dan dalam. Pembentukan tim ini harus lebih baik
sehingga penilaiannya lebih objektif dan indeks prestasi yang diperoleh
sesuai dengan fakta/kenyataan dari setiap individu yang dinilai. Cara
penilaian tim dilakukan dengan wancara, permainan bisnis, dan lain-lain.
Nilai indeks prestasi setiap karyawan adalah rata-rata bobot dari tim
penilai. Indeks prestasi dengan cara ini diharapkan akan lebih baik dan
objektif karena dilakukan oleh beberapa orang anggota tim.
Dengan
indeks
prestasi
inilah
ditetapkan
kebijaksasanaan
selanjutnya terhadap setiap individu karyawan seperti promosi, demosi,
pemindahan, pemberhentian, dan lain sebagainya.
Metode assesment center
ini diharapkan akan memberikan
kepuasan yang lebih baik bagi karyawan dan penetapan kebijaksanaan
yang paling tepat dari perusahan itu.
Management by Objective
Dalam metode ini karyawan langsung diikut sertakan dalam
perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan kemampuan
bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan
pada pencapaian sasaran perusahaan.
Human Assets Accounting
Dalam metode ini, faktor pekerjaan dinilai sebagai individu modal
jangka panjang sehingga modal tenaga kerja dinilai dengan cara
membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perusahaan. Jika biaya untuk tenaga kerja meningkat laba
pun akan meningkat. Maka peningkatan tenaga kerja tersebut telah
berhasil.
2.3.7
Indikator-indikator prestasi kerja
Dalam melakukan suatu penilaian prestasi kerja karyawan diperlukan tolak
ukur, dan tolak ukur tersebut adalah standar.
Sebuah standar dapat dianggap sebagai pengukur yang ditetapkan sesuatu
yang harus diusahakan, sebuah model untuk diperbandingkan, suatu alat untuk
membandingkan antara satu hal dengan hal lain dengan penentuan standar untuk
berbagai keperluan maka timbullah apa yang disebut
standardisasi
yakni
penentuan dan penggunaan berbagai ukuran, tipe dan gaya tertentu berdasarkan,
suatu komposisi standar yang ditentukan.
Dalam penilaian penyelesaian uraian pekerjaan, penilai mempergunakan
standar sebagai alat ukur hasil yang dicapai dan perilaku yang dilakukan, baik
didalam maupun diluar pekerjaan karyawan.
Menurut Hasibuan (2001:95) unsur-unsur prestasi kerja yang dinilai
adalah.
1. Kesetiaan
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya,
dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan
menjaga dan membela organisasi didalam maupun dalam diluar pekerjaan
dari orang yang tidak bertanggung jawab.
2. Prestasi kerja
Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat
dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.
3. Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi
perjanjian baik bagi dirinya maupun bagi sendiri maupun terhadap orang
lain.
4. Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan
yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan intruksi yang
diberikan kepadanya.
5. Kreativitas
Penilai
menilai
kemampuan
karyawan
dalam
mengembangkan
kreativitasnya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, sehingga bekerja
lebih berdaya guna dan berhasil guna.
6. Kerja sama
Penilai menilai kemampun dan kesediaan karyawan untuk berpartisipasi
dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal dan horizontal
didalam maupun diluar pekerjaannya semakin baik
7. Kepemimpinan
penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai
pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain
atau bawahannya untuk bekerja lebih baik.
8. Kepribadian
penilai menilai karyawan dari cakap perilaku, kesopanan, ramah, memberi
kesan yang menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta
berpenampilan simpatik dan wajar.
9. Prakarsa
penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinil dan berdasarkan inisiatif
sendiri untuk menganalisa, menilai, menciptakan, memberikan alasan,
mendapatkan kesimpulan dan membuat keputusan penyelesaian masalah
yang dihadapinya.
10. Kecakapan
penilai
menilai
kecakapan
karyawan
dalam
menyatukan
dan
menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat dalam
penyusunan kebijaksanaan.
11. Tanggung jawab
penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan
kebijaksanaannya, pekerjaan, dan hasilkerjanya, sarana dan prasarana yang
digunakannya, serta perilaku kerjanya.
2.4 Loyalitas
2.4.1
Pengertian Loyalitas
Dalam penjelasan pasal 4 No.10 Tahun 1979, mengenai Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) untuk pegawai negeri seperti yang dikutip oleh
Saydam (1996:485):
Loyalitas adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan
dan mengamalkan sesuatu yang dipatuhi dengan penuh kesadaran
dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan harus dibuktikan
dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam perbuatan
melaksanakan tugas .
Menurut Hasibuan (2003:95):
Loyalitas adalah kesetiaan dicerminkan oleh kesediaan karyawan
menjaga dan membela organisasi didalam maupun diluar pekerjaan
dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab .
Sedangkan menurut Oerip Poerwopoespito (2002:53):
Loyalitas adalah menempatkan perusahaan diatas kepentingan
pribadi .
Dari penjelasan diatas umumnya menyatakan bahwa loyalitas kerja
merupakan bentuk kesetiaan/pengabdian seseorang terhadap pekerjaannya.
Dengan demikian loyalitas kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki
oleh seorang karyawan, dimana mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan
kerjanya sehingga pekerjaan dilaksanakan dengan baik dan tujuan perusahaan
dapat tercapai.
Loyalitas perlu ditumbuhkan dan dipelihara terus-menerus, loyalitas dapat
mencakup loyalitas terhadap pekerjaan, rekan kerja, dan loyalitas terhadap
perusahaan, dengan demikian akan timbul solidaritas sosial yang tinggi pada
akhirnya akan meningkatkan efektivitas perusahaan.
2.4.2
Tujuan Loyalitas
Ketidakpedulian perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan dapat
menyebabkan hilangnya kepercayaan dan loyalitas karyawan kepada perusahaan.
Perusahaan akan kehilangan karyawan-karyawan yang unggul. Menurut Siswanto
Sastrohadiwiryo (2001:31) tujuan loyalitas adalah agar karyawan menaati,
melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati tertulis atau tidak tertulis
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Hal ini dibuktikan dengan sikap
dan perilaku serta perbuatan dalam melaksanakan tugas.
2.4.3
Ciri-ciri Loyalitas
Penjabaran sikap setia kepada perusahaan menurut Poerwopoespito
(2002:58) antara lain adalah :
1. Kejujuran
Kejujuran mempunyai banyak dimensi dan bidang. Dalam konteks sikap setia
kepada perusahaan, ketidakjujuran di perusahaan akan merugikan banyak
orang, bukan hanya perusahaan, tetapi pemilik, direksi, karyawan, keluarga
karyawan, masyarakat, supplier, pedagang asongan, dll, ujung-ujungnya
negara pun dirugikan.
2. Mempunyai rasa memiliki Perusahaan
Memberi pengertian agar karyawan mempunyai rasa memiliki perusahaan
adalah dengan memahami bahwa perusahaan adalah tubuh imajiner, dimana
seluruh pribadi yang terlibat didalamnya merupakan anggota-anggotanya.
Karyawan diharapkan lebih mudah menumbuhkan rasa memiliki perusahaan
dengan bersama-sama berusaha menjaga divisinya masing-masing. Bentuk
konkretnya adalah dengan menjaga dan merawat asset perusahaan seperti
merawat asset pribadi.
3. Mengerti kesulitan Perusahaan
Hal ini sepertinya sulit dilakukan sebab mengerjakan yang sudah ada dalam
job description saja sulit apalagi mengerjakan yang lainnya. Bekerja lebih dari
yang diminta perusahaan merupakan konsep yang hebat dan dalam jangka
panjang memberikan keuntungan yang besar pada individu karyawan itu
sendiri. Perusahaan bisa saja bangkrut, tetapi manusia yang berkualitas dan
kompetitif tidak mungkin bangkrut.
4. Bekerja lebih dari yang diminta Perusahaan
Memahami bahwa yang terbaik untuk perusahaan pada hakekatnya terbaik
untuk karyawan. Dan yang terbaik untuk karyawan belum tentu terbaik untuk
perusahaan. Tindakan bijak yang dilakukan oleh karyawan dalam memahami
dan mengerti kesulitan perusahaan adalah dengan saling bahu-membahu untuk
membantu pulihnya perusahaan bukan dengan meninggalkannya dan segera
pindah ke perusahaan lain.
5. Menciptakan suasana yang menyenangkan di Perusahaan
Suasana yang tidak kondusif sangat mempengaruhi kinerja karyawan, yang
berakibat pada produktivitas. Yang paling menentukan suasana dalam
perusahaan adalah pimpinannya. Semakin tinggi jabatan pemimpin tersebut
makin berpengaruh dalam menciptakan suasana di perusahaan karena
merekalah yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang lebih, serta
mempunyai anak buah (bawahan).
6. Menyimpan rapat rahasia Perusahaan
Disadari atau tidak karyawan membocorkan rahasia perusahaan, terungkap
ketika sedang mengobrol dengan pihak atau orang lain diluar perusahaan.
Rahasia adalah segala data atau informasi dari perusahaan yang dapat
digunakan oleh pihak lain, terutama kompetitor untuk menghantam
perusahaan. Biasanya yang disebut rahasia perusahaan adalah :
a. Data sales atau volume sales dan tingkat pertumbuhannya
b. Data pangsa pasar dan tingkat pertumbuhannya
c. Data produksi dan tingkat pertumbuhannya
d. Informasi waktu dan jenis peluncuran produk baru
e. Informasi rencana ekspansi perusahaan
f. Informasi penelitian dan pengembangan perusahaan
g. Komposisi produk
h. Laporan keuangan
i. Kebijakan top manajemen
j. Masalah intern perusahaan
1) Menjaga dan meninggikan citra Perusahaan
Kewajiban setiap karyawan menjaga citra positif perusahaan.
Logikanya, kalau citra perusahaan positif, maka citra setiap pribadi
karyawan yang ada didalamnya niscaya juga positif.
2) Hemat
Hemat berarti mengeluarkan uang atau potensi tepat sesuai dengan
kebutuhan. Penghematan harus dilakukan kapanpun dan dalam kondisi
apapun. Tidak perlu menunggu keadaan sulit, tidak perlu menunggu
keadaan krisis, apalagi menunggu perusahaan bangkrut.
3) Tidak unjuk rasa
Unjuk rasa hampir tidak ada positifnya kalaupun ada tidak sebanding
dengan harga yang dibayarkan, karena unjuk rasa :
a. Hanya menunjukkan perasaan atau emosi
b. Memaksakan kehendak diri, kelompok atau golongan sendiri
c. Sangat berkompeten untuk berubah jadi tindakan anarkis dan
destruktif
d. Menisbikan kemungkinan dialog
e. Merendahkan martabat orang atau pihak lain
f. Merugikan banyak pihak
g. Tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah
4) Tidak apriori terhadap perubahan
Perubahan, pada hakekatnya adalah sebuah hukum alam. Perubahan
tidak dapat dilawan dan tidak ada pilihan lain kecuali tetap ikut dalam
perubahan. Karena melawan perubahan dengan selalu membuat tolok
ukur pada kejayaan dan keberhasilan masa lampau sama dengan
melawan hukum alam.
2.4.4
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas
Loyalitas karyawan dalam bekerja di perusahaan akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Berikut ini Budi Widjaja Soetjipto, yang dikutip Gouzali
Saydam (2001:395) mengatakan bahwa :
1. Sistem kompensasi yang kurang menjamin ketenagakerjaan
2. Waktu kerja yang kurang fleksibel
3. Rendahnya motivasi kerja pegawai
4. Struktur yang kurang jelas, sehingga tugas dan tanggung jawab kurang jelas
5. Rancangan pekerjaan kurang baik, sehingga dirasa kurang menantang
6. Rendahnya kualitas manajemen yang terlihat pada kurangnya perhatian
terhadap kepuasan konsumen
7. Rendahnya kemampuan kerja atasan, yang tidak dapat mendukung berhasilnya
kerjasama tim
8. Kurang terbukanya kesempatan untuk mengembangkan karir
Langkah-langkah yang dapat memperbaiki atau meningkatkan loyalitas
karyawan menurut Budi Widjaja Soetjipto (2001:395), yaitu :
1. Penyempurnaan sistem kompensasi, sehingga mencerminkan keadilan
eksternal.
2. Mengkaji ulang seluruh pekerjaan atau jabatan yang ada didalam
perusahaan dan menyusun uraian pekerjaan yang benar.
3. Indikator-indikator perusahaan perlu memberikan perhatian lebih terhadap
kepuasan karyawan.
4. Melibatkan karyawan dalam berbagai pelatihan, sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing.
5. Meningkatkan kualitas sistem penilaian kinerja pegawai.
6. Meningkatkan keterpaduan dan keterbukaan sistem pengembangan karir.
7. Meningkatkan efektivitas komunikasi dalam perusahaan sehingga ada
umpan balik terhadap hasil pekerjaan.
8. Meningkatkan fleksibilitas waktu kerja sesuai dengan keadaan.
Pembinaan loyalitas menurut Saydam (1996:416-417) perlu dilakukan
agar sumber daya manusia tersebut:
1. Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap perusahaan.
2. Merasa memiliki terhadap perusahaan.
3. Dapat mencegah terjadinya turnover (berbondong-bondongnya karyawan
keluar dari perusahaan).
4. Menjamin kesinambungan kinerja perusahaan.
5. Menjamin tetap terpeliharanya motivasi kerja.
6. Dapat meningkatkan profesionalisme dan produktivitas kerja.
Sumber daya manusia yang memiliki loyalitas yang tinggi akan memiliki
tingkat kepedulian yang tinggi pula. Karena pada dasarnya timbul dari dalam diri
sendiri. Loyalitas berasal dari kesadaran yang tinggi bahwa antara karyawan
dengan perusahaan merupakan dua pihak yang saling membutuhkan. Karyawan
membutuhkan perusahaan tempat ia mencari nafkah sumber penghidupan dan
pemenuhan kebutuhan sosial lainnya. Di sisi lain perusahaan juga dianggap
mempunyai kepentingan pada karyawan, karena dengan karyawan itulah,
perusahaan akan dapat melakukan produksi dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan.
2.4.5
Indikator Loyalitas
Dalam penjelasan pasal 4 PP No.10 Tahun 1979, tentang penilaian
pelaksanaan kerja, loyalitas memiliki beberapa unsur menurut Gouzali Saydam
(2001:485), unsur-unsur loyalitas tersebut adalah:
1. Ketaatan/Kepatuhan
Yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati segala peraturan
kedinasan yang berlaku dan mentaati perintah dinas yang diberikan atasan
yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan.
Ciri-ciri ketaatan ini adalah:
a. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku.
b. Mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang
dengan baik.
c. Selalu mentaati jam kerja yang sudah ditentukan.
d. Selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.
2. Tanggung Jawab
Yaitu kesanggupan seorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya dengan baik, tepat waktu, serta berani mengambil
resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan.
Ciri-ciri tanggung jawab tersebut adalah:
a. Dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu.
b. Selalu menyimpan atau memelihara barang-barang dinas dengan sebaikbaiknya.
c. Mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan golongan.
d. Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada
orang lain.
3. Pengabdian
Yaitu sumbangan pemikiran dan tenaga secara ikhlas kepada perusahaan.
4. Kejujuran
Dalam penjelasan pasal 4 PP No.10 Tahun 1979 tentang DP3, seorang
pegawai yang jujur memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Selalu melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan tanpa merasa
dipaksa.
b. Tidak menyalahgunakan wewenang yang ada padanya.
c. Melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan apa adanya.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
loyalitas memiliki indikator-indikator sebagai berikut:
1. Ketaatan/Kepatuhan
2. Rasa Tanggung Jawab
3. Pengabdian
4. Kejujuran
2.4.6
Labour Turnover & Absensi
Labour turnover menunjukkan pada besarnya tingkat perpindahan
karyawan yang sudah terjadi di suatu perusahaan, sering juga disebut keluar
masuknya pegawai. Kepuasan kerja karyawan dapat mempengaruhi tingkat labour
turnover & absensi. Perusahaan dapat mengharapkan bahwa bila kepuasan kerja
meningkat, labour turnover & absensi menurun atau sebaliknya.
Labour turnover dianggap cukup merugikan perusahaan jika tingkat labour
turnover tidak dapat dikendalikan atau terlampaui tinggi, selain mengganggu
jalannya perusahaan juga dapat menimbulkan kerugian material yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, masalah labour turnover di dalam perusahaan
memerlukan penanganan yang khusus dan serius agar kontinuitas perusahaan
tidak terganggu.
Untuk memperjelas pengertian tentang labour turnover, berikut ini akan
dikemukakan beberapa pengertian tentang labour turnover, diantaranya menurut
Michael J. Jucius (1971:141) yang mengatakan bahwa:
Labour Turnover to the influx of the work force .
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa labour turnover adalah keluar
masuknya pegawai. Hal ini sesuai dengan pendapat Charles Handy (1988:227):
Labour turnover adalah suatu petunjuk tentang banyaknya
karyawan yang meninggalkan perusahaan dalam suatu periode tertentu .
Jadi dapat disimpulkan bahwa labour turnover adalah gerakan keluar
masuknya karyawan dari suatu perusahaan selama periode tertentu.
Labour turnover ini menunjukkan perbandingan antara jumlah karyawan
yang keluar selama periode tertentu dengan jumlah karyawan rata-rata selama
periode tertentu. Labour turnover juga merupakan tingkat kestabilan jumlah
karyawan dalam suatu perusahaan. Semakin tinggi tingkat labour turnover berarti
semakin sering pergantian karyawan dan semakin banyak pula kerugian
perusahaan.
2.4.6.1 Pembinaan Loyalitas Dapat Mencegah Labour Turnover
Saydam membenarkan bahwa sumber daya manusia yang loyal pada
perusahaan akan tetap bertahan dalam perusahaan. Walaupun perusahaan ini maju
atau mundur. Walaupun penghasilan tidak begitu memadai karena kemampuan
perusahaan terbatas, maka ia tetap tidak ingin meninggalkan perusahaaan, karena
merasa terikat secara moral akan bekerja dengan sebaik-baiknya. Hal ini terlihat
pada para pegawai negeri, yang walaupun penghasilan mereka kecil, namun
mereka tetap bertahan tidak mau meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja.
2.4.6.2 Penyebab Terjadinya Labour Turnover
Menurut Saydam turnover dapat terjadi dalam suatu perusahaan apabila:
a. Suasana pekerjaan yang tidak menyenangkan.
b. Tingkat kompensasi yang kurang memadai.
c. Kurang ada penghargaan pada prestasi.
d. Pekerjaan yang tidak menantang.
e. Loyalitas yang rendah terhadap perusahaan.
f. Kurang adanya jaminan dan pengembangan karir.
2.5 Hubungan Prestasi Kerja dengan Loyalitas Karyawan
Setiap orang menginginkan peningkatan hidup dan penghidupan,
begitupun dalam bekerja. Seseorang tidak menginginkan dapat menempati suatu
jabatan yang sama selama bekerja dalam perusahaan yang sama.
Tentunya ia menginginkan jabatan yang lebih tinggi dan lebih baik. Oleh
karena itu pihak perusahaan dapat membantu mewujudkan keinginan pegawainya
untuk mengembangkan karir mereka melalui salah satu caranya adalah dengan
prestasi kerja, alat untuk mengukurnya dengan penilaian prestasi kerja. Dari
informasi penilaian prestasi kerja ini maka pihak manajemen perusahaan dapat
membuat keputusan-keputusan program. Salah satu dari tindak lanjut prestasi
kerja ini adalah dalam loyalitas. Oleh karena itu perusahaan diharapkan dapat
menilai prestasi kerja karyawan secara baik.
Download