pendahuluan - Universitas Sumatera Utara

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) termasuk bahan pangan utama kedua setelah beras. Sebagai
sumber karbohidrat, jagung mempunyai manfaat yang cukup banyak, antara lain sebagai
bahan pakan dan bahan baku industri. Penggunaan jagung sebagai bahan pangan dan pakan
terus mengalami peningkatan. Sementara ketersediaanya dalam bentuk bahan terbatas. Untuk
itu, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi melalui perluasan lahan dan peningkatan
produktivitas (Adisarwanto dan Widyastuti, 2000).
Sebagai tanaman serealia, jagung biasa tumbuh hampir di seluruh dunia. Sebagai
salah satu sumber bahan pangan, jagung telah menjadi komoditas utama. Bahkan, dibeberapa
daerah di Indonesia, jagung dijadikan bahan pangan utama. Tidak hanya sebagai bahan
pangan, jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak dan industri
(Bakhri, 2007).
Hasil jagung di Indonesia per hektarnya masih rendah, rata-rata 2-8 ton tongkol basah
per hektar. Sedangkan hasil jagung di lembah Lockyer, Australia dapat mencapai 7-10 ton
tongkol basah per hektar. Dengan masih rendahnya hasil jagung maka perlu adanya usaha
untuk meningkatkan produksi dengan pengaturan jarak tanam, penggunaan varietas yang
unggul dan pemakaian pupuk kandang sebagai sumber unsur hara (Lubach, 1980).
Menurut data Biro Pusat Statistik (2008), produksi nasional jagung pada tahun 2006
sebesar 11,61 juta ton, tahun 2007 sebesar 13,28 juta ton atau meningkat 14,39%
dibandingkan pada tahun 2006. Untuk tahun 2008, produksi jagung meningkat 20%
dibandingkan pada tahun 2007, sehingga mampu memproduksi 16 juta ton. Sementara pada
tahun 2009 adalah berkisar 18 juta ton. Berdasarkan biro pusat statistik Sumatera utara
Universitas Sumatera Utara
produksi jagung Sumatera utara tahun 2007 sebesar 804.651 ton dan tahun 2008 sebesar
823.966 ton
(Pasandaran dan Tangejaya 2004).
Permasalahan yang dihadapi petani jagung antara lain : (1) penggunaan varietas
unggul yang berdaya hasil tinggi, baik yang bersari bebas maupun yang hibrida masih
terbatas, (2) di beberapa daerah khususnya pada lahan kering petani masih banyak yang
menggunakan jarak tanam yang tidak teratur, (3) pemupukan pada umumnya belum
didasarkan atas ketersediaan unsur hara dalam tanah dan kebutuhan tanaman. Umumnya
petani memupuk dengan dosis yang beragam sesuai dengan kemampuannya masing-masing
dan tidak diimbangi dengan pemupukan P dan K (Sanchez, 1992).
Pengaruh jarak tanam dan populasi tanaman sangat menentukan pertumbuhan dan
hasil tanaman per satuan luas tanaman. Kenaikan populasi jagung menyebabkan peningkatan
produksi per satuan luas dengan peningkatan produksi sampai ketinggian tertentu, meskipun
menyebabkan turunnya produksi pertanian, tetapi dengan diimbangi kenaikan populasi akan
diproleh produksi per satuan luas tetap tinggi. Populasi tanaman yang digunakan dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan dan varietas tanaman. Lingkungan tumbuhan yang meliputi faktor
iklim dan kondisi alam berada pada kondisi optimal, maka tingkat kerapatan yang lebih padat
dimungkinkan untuk digunakan (Effendi, 1977).
Salah satu kendala penting dalam upaya peningkatan produksi jagung adalah
gangguan biotis yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu gangguan oleh makroorganisme
yang dikenal dengan hama, dan gangguan mikroorganisme yang disebut sebagai gangguan
penyakit. Mikroorganisme penyebab penyakit dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu
cendawan, bakteri, dan virus. Jenis penyakit yang disebabkan oleh cendawan adalah penyakit
bulai, hawar daun, bercak daun, hawar upih, karat daun, busuk batang, dan gosong. Jenis
penyakit yang disebabkan oleh bakteri meliputi : hawar/ layu bakteri Goss, dan layu bakteri
(Shurtleff, 1980). Jenis penyakit yang disebabkan oleh virus adalah penyakit virus mosaik
Universitas Sumatera Utara
kerdil, penyakit virus kerdil klorotik, penyakit virus mosaic jagung, penyakit virus gores, dan
penyakit virus mosaic tebu
(Wakman et al. 2001, Shurtleff, 1980 dalam Wakman dan Burhanuddin, 2005).
Salah satu penyebab penyakit karat daun adalah Puccinia polysora Underw. Penyakit
karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada tahun 1950-an. Adanya penyakit
ini untuk pertama kali ditulis dalam karangan Roelofsen (1956). Jamur P. polysora baru
dikemukakan oleh Sudjono pada tahun 1985. Jamur ini untuk pertama kali dilaporkan di
Amerika pada tahun 1891. Diberitakan bahwa pada waktu baru masuk di Afrika P. polysora
menimbulkan kerugian sampai sekitar 70 %. (Holliday, 1980).
Pengaturan jarak tanam pada suatu areal tanah pertanian juga dapat mempengaruhi
produksi jagung. Setyati (2002), mengatakan bahwa jarak tanam mempengaruhi persaingan
antar tanaman dalam mendapatkan air dan unsur hara, sehingga akan mempengaruhi hasil.
Pada umumnya sistem jarak tanam yang digunakan adalah satu baris, namun saat ini telah
dikenal sistem pertanaman dua baris karena ternyata mampu memberikan hasil yang lebih
besar (Stalcup, 2008). Baris segitiga juga menjadi perhatian petani untuk meningkatkan
produksi per satuan lahan. Populasi yang lebih banyak pada baris segitiga meningkatkan
produksi berkisar 8,98% dibandingkan satu baris dan 4,59% dengan dua baris
(Bakkara 2010, dalam Cox et al, 2006).
Diantara teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, varietas unggul sangat
menonjol peranannya, baik peningkatan hasil persatuan luas maupun sebagai salah satu
komponen pengendalian hama dan penyakit. Akan tetapi, karena keterbatasan informasi dan
kurang tersedianya benih bermutu dengan harga terjangkau maka masih banyak petani yang
menggunakannya (Effendi, 1977).
Menurut Hunter, Kannenberg dan Gamble (1970), ada penurunan luas daun secara
linier
per tanaman jika populasi ditingkatkan. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
persaingan CO2 atau cahaya antar tanaman. Penetapan jumlah populasi tanaman per satuan
luas atau pengaturan jarak tanam erat hubungannya dengan penyerapan sinar matahari secara
efektif oleh tajuk tanaman untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesis.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh jarak tanam terhadap perkembangan penyakit karat daun
jagung (Puccinia polysora Underw) di dataran rendah
2. Untuk mengetahui ketahanan beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.)
terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw.) di dataran rendah
Hipotesa Penelitian
1. Jarak
tanam
dapat
mempengaruhi
perkembangan
penyakit
karat
daun
(Puccinia polysora Underw) dan produksi pada tanaman jagung (Zea mays).
2. Ada perbedaan ketahanan dari beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.)
terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw) di dataran rendah.
3. Ada interaksi antara jarak tanam dan varietas terhadap serangan penyakit karat daun
(Puccinia polysora Underw) dan produksi tanaman jagung (Zea mays).
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu cara pengendalian untuk mengendalikan penyakit Puccinia
polysora dengan cara kultur teknis.
2. Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu
Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
3. Sebagai bahan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
Download