Analisis Investasi dan Kinerja Keuangan

advertisement
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisis finansial global yang melanda negara Amerika Serikat telah
merambat keseluruh dunia. Hal ini ditandai dengan turunnya indeks saham di
berbagai bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu, 8 Oktober 2008. Bahkan
pada pukul 11.00 WIB, Bursa Efek Jakarta terpaksa ditutup sementara setelah
turun 10.3%1. Begitu pula Bursa Efek di Rusia dan Ukraina2. Menanggapi hal
tersebut, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional atau International
Monetary
Fund (IMF) langsung
berkembang dapat
memperingatkan,
bahwa
negara-negara
menghadapi dampak serius krisis keuangan global tersebut.
Hal ini disebabkan adanya pengetatan kredit berkepanjangan atau adanya
kemunduran ekonomi global yang berkelanjutan3.
Para pemimpin Asia dan Eropa segera mengadakan pertemuan untuk
menghadapi krisis finansial yang sedang melanda dunia tersebut. Pertemuan
dilaksanakan pada Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN-Europe Meeting (KTT
ASEM) di Beijing, China pada tangal 25 Oktober 2008. Hasilnya, para pemimpin
Asia dan Eropa sepakat untuk segera melakukan perombakan sistem moneter dan
finansial internasional secara menyeluruh dan efektif, agar krisis global yang
sedang terjadi tidak terulang lagi. Hal ini dikatakan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam konfrensi pers ketika menyampaikan hasil KTT ke-7
pertemuan Asia-Eropa (ASEM) di Beijing4.
Krisis finansial yang sedang melanda dunia juga telah memengaruhi
perekonomian Indonesia. Krisis keuangan dan ekonomi global yang mulai
mendera Indonesia akhir tahun 2008 menggerus penerimaan negara sebesar 4.2
triliun rupiah. Realisasi penerimaan negara dan hibah tercatat hanya mencapai
866.8 triliun rupiah atau 0.5% di bawah target dalam APBN Perubahan 2009
yakni 871 triliun rupiah 5.
1
Dalam tesis ini, lambang desimal menggunakan tanda titik
Koran Tempo 9 Oktober 2008: A1(kolom 1)
3
Harian Umum Sinar Harapan 13 Oktober 2008: 11 (kolom 4)
4
Harian Kompas 26 Oktober 2008: 1 (kolom 1)
5
Harian Kompas 15 Januari 2009: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/15/13014695
2
2
Pemerintah menaikkan jumlah simpanan di bank yang dijamin pemerintah
dalam menghadapi krisis di bidang perbankan, yakni dari 100 juta rupiah menjadi
2 miliar rupiah. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan nasabah perbankan
dalam negeri6. Selain itu, Bank Indonesia (BI) menurunkan giro wajib minimum
(GWM) perbankan dari 9.08% menjadi 7.5%. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan likuiditas perbankan dalam rangka menghadapi krisis global7.
Berdasarkan hasil kajian McKinsey (2008) dalam Sanim (2009), total asset
Bank Syari’ah di seluruh dunia pada tahun 2006 mencapai 0.75 miliar dolar AS.
Hasil kajian juga menemukan bahwa tingkat pertumbuhan 100 Bank Syari’ah
terbesar di dunia mencapai 27% pertahun dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan 100 Bank Konvensional terbesar yang hanya mencapai 19%
pertahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2010 total aset Bank Syari’ah di
seluruh dunia akan mencapai satu miliar dolar AS.
Dampak krisis keuangan global yang melanda dunia juga dirasakan
perbankan syari’ah. Namun dampak tersebut tidak terlalu memengaruhi
perbankan syari’ah. Daya tahan perbankan syari’ah terletak pada komitmen para
pelaku perbankan dalam menjalankan prinsip-prinsip syari’ah sesuai Al-Quran
dan Hadits. Sehingga perbankan syari’ah dunia tidak mengalami hal seburuk yang
dialami Lehman Brothers, Bear Stearns Mortgage, Fredie Mac dan Merrill Lynch
yang harus diakuisisi oleh Bank of America (Sanim 2009).
Dampak krisis keuangan global terhadap daya tahan sistem perbankan
syari’ah di Indonesia hingga akhir tahun 2008 relatif minimal seiring dengan
terbatasnya eksposur perbankan syari’ah terhadap keuangan dunia. Meskipun
demikian, perbankan syari’ah diharapkan tetap akan mengalami pertumbuhan
yang
cukup
tinggi
pada
tahun
2009.
Proyeksi
ini
diambil
dengan
mempertimbangkan beberapa kondisi (Sanim 2009):
1
Kinerja
permintaan
domestik
masih
relatif
ketidakpastian ekonomi global.
6
7
Warta Kota 15 Oktober 2008: 8 (kolom 2)
Harian Seputar Indonesia 18 Oktober 2008: 8 (kolom 1)
tinggi
di tengah-tengah
3
2
Industri perbankan syari’ah nasional masih dalam tahapan awal dan belum
memiliki integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global dan tidak
memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang tinggi.
Dampak krisis keuangan global yang tidak terlalu memengaruhi daya tahan
sistem perbankan syari’ah di Indonesia dibuktikan dengan hasil yang dicapai oleh
Bank Muamalat pada tahun 2008. Bank Muamalat (Bank Syari’ah pertama di
Indonesia) mampu mencetak laba sebesar 300 miliar rupiah pada tahun 2008,
meskipun krisis ekonomi telah melanda Indonesia. Nilai ini melampui target yang
ditetapkan sebesar 277 miliar rupiah 8. Sehingga cukup beralasan bila Deputi
Gubernur BI, Muliaman D. Hadad mengatakan bahwa krisis ekonomi global yang
melanda dunia justru membuka peluang besar perbankan syari’ah untuk terus
melakukan ekspansi pasar, sebab perbankan syari’ah lebih bersahabat dengan
sektor rill9.
1.2
Perumusan Masalah
Tabungan dan investasi merupakan dua indikator yang dapat menentukan
tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di Indonesia, untuk membiayai
pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, dana yang digunakan
bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena
terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka
diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.
Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan tabungan dan
investasi masyarakat melalui sektor perbankan syari’ah.
Kehadiran perbankan syari’ah di Indonesia tidak menjamin peningkatan
investasi masyarakat dalam bentuk tabungan. Sebab ada banyak faktor yang akan
memengaruhi keputusan seseorang untuk berinvestasi. Sehingga meskipun
perbankan syari’ah menawarkan sebuah konsep baru dalam sistem perbankan,
total aset Bank Syari’ah di Indonesia belum mampu mencapai proporsi 5% total
aset perbankan nasional sampai dengan bulan September 2009 (BI 2009c).
Padahal konsep syari’ah yang ditawarkan Bank Syari’ah diduga lebih mampu
8
9
Harian Bisnis Jakarta 13 Januari 2009: 7 (kolom 1)
Media Indonesia 20 Mei 2009: 13 (kolom 6)
4
bertahan dalam menghadapi krisis keuangan global. Oleh karena itu diperlukan
sebuah analisis untuk mengetahui apakah benar sistem perbankan syari’ah di
Indonesia belum mampu menjawab tuntutan nasabah dalam berinvestasi, sehingga
masyarakat Indonesia enggan menabung di Bank Syari’ah. Selain itu diperlukan
juga sebuah analisis yang akan membandingkan sistem perbankan syari’ah dan
konvensional dalam memenuhi tuntutan nasabah dalam berinvestasi.
Krugman (1999) menyatakan bahwa sistem perekonomian dunia saat ini
telah menyebabkan terjadinya pertumbuhan “tidak nyata” (bubble growth) sebab
pertumbuhan sektor finansial tidak proporsional dibandingkan sektor riil. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya krisis finansial global yang berulang (Yusanto
2009). Oleh karena itu banyak kalangan yang ingin mengganti sistem ekonomi
dan moneter yang ada saat ini. Salah satu sistem ekonomi dan moneter yang
ditawarkan sebagai alternatif adalah sistem ekonomi dan moneter syari’ah. Sebab
banyak kalangan berpendapat, sistem ekonomi dan moneter syari’ah lebih baik
dan lebih tahan terhadap krisis keuangan global dibandingkan sistem ekonomi dan
moneter konvensional (Sanim 2009).
Perbankan syari’ah sebagai bagian dari sistem moneter syari’ah diduga akan
lebih tahan dalam menghadapi krisis keuangan global dibandingkan sistem
perbankan konvensional. Untuk membuktikan dugaan tersebut, diperlukan sebuah
analisis yang akan membandingkan kinerja keuangan perbankan syari’ah dan
konvensional baik sebelum krisis maupun di saat krisis. Sehingga berdasarkan
analisis kinerja keuangan tersebut dapat disimpulkan apakah perbankan syari’ah
yang relatif masih baru di Indonesia akan mampu berkompetisi dengan perbankan
konvensional yang telah berpengalaman berpuluh tahun di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditentukan perumusan masalah
sebagai berikut:
1
Apakah perbankan syari’ah, mampu menjawab tuntutan nasabah dalam
berinvestasi?
2
Bagaimana kinerja keuangan perbankan syari’ah sebelum dan di saat krisis
global melanda Indonesia ?
3
Bagaimana kinerja keuangan perbankan konvensional sebelum dan di saat
krisis global melanda Indonesia?
5
4
Mampukah perbankan syari’ah berkompetisi dengan industri perbankan
konvensional di masa krisis global (ditinjau dari kinerja keuangan keduanya
sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia)?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1
Mengidentifikasi kemampuan perbankan syari’ah dalam menjawab tuntutan
nasabah dalam berinvestasi.
2
Menganalis is kinerja keuangan perbankan syari’ah sebelum dan di saat krisis
global melanda Indonesia.
3
Menganalisis kinerja keuangan perbankan konvensional sebelum dan di saat
krisis global melanda Indonesia.
4
Menganalisis kemampuan perbankan syari’ah dalam berkompetisi dengan
industri perbankan konvensional (ditinjau dari kinerja keuangan keduanya
sebelum dan di saat krisis global melanda Indonesia).
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah, para
ekonom dan bankir di Indonesia dalam: (1) menentukan sistem perbankan yang
dipilih dalam menghadapi krisis finansial global (2) memutuskan tindakan yang
dapat dilakukan oleh para pangambil keputusan (decision maker) dalam rangka
meningkatkan kinerja keuangan industri perbankan di Indonesia.
Bagi
pemerintah, menjadi masukan dalam menentukan kebijakan ekonomi makro yang
akan diambil, khususnya dalam kebijakan moneter. Bagi penulis, penelitian ini
diharapkan dapat memperdalam ilmu di bidang perekonomian. Bagi pembaca,
penelitian ini dapat dijadikan bahan atau acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup seluruh perbankan syari’ah dan perbankan
konvensional yang ada di Indonesia. Perbankan syari’ah terdiri dari 5 institusi
Bank Umum Syari’ah (BUS) dan 24 Unit Usaha Syari’ah (UUS) yang merupakan
bagian dari perbankan konvensional. Perbankan konvensional mencakup 122
6
Bank Umum (BU). Sedangkan kiner ja keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR),
dan BPR Syari'ah (BPRS) tidak tercakup dalam penelitian ini. BPR dan BPRS
tidak dicakup dalam penelitian ini sebab cakupan operasional BPR dan BPRS
pada umumnya masih sangat kecil, bersifat lokal dan tidak mempunyai cabang.
Sehingga kinerja investasi dan keuangan BPR atau BPRS sangat ditentukan oleh
situasi ekonomi setempat/lokal. Oleh karena itu kata perbankan syari’ah dalam
penelitian ini hanya mengacu kepada 5 BUS dan 24 UUS dan kata perbankan
konvensional mengacu pada 122 BU yang eksis selama periode penelitian.
Cakupan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oktober 2007 sampai
September 2009 yang dibedakan menjadi:
1
Masa sebelum krisis global terjadi (Oktober 2007 - September 2008)
2
Masa saat krisis terjadi (Oktober 2008 - September 2009)
Download