BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan
kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut diharapkan
dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil
keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka.Penyusunan laporan
keuangan disusun berdasarkan akrual (accrual basis). Metode ini dipilih karena
lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara
riil dan memberikan kesempatan pada manajer untuk memodifikasi laporan
keuangan untuk menghasilkan laba (earnings). Penggunaan dasar akrual dapat
memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode
akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) yang berlaku.
Sejak tahun 2011, Indonesia menerapkan standar akuntansi yang baru, yaitu
IFRS.Penerapan
IFRS
sebagai
standar
global
akan
berdampak
pada
semakinsedikitnya pilihan-pilihan metode akuntansi yang dapat diterapkan
sehinggaakan meminimalisir praktik-praktik kecurangan akuntansi (Prihadi,
2011:4dalam Dian dan Titik, 2011).Dari sisi akuntansi, konvergensi ke
IFRSmeningkatkan kualitas pelaporan laporan keuangan ke pasar modal
(AriDewi, 2011).Walaupun sudah menerapkan IFRS, namun fleksibilitas ketika
memilih metode akuntansi ini yang memotivasi manajer untuk memilih metode
akuntansi atauuntuk mengubah laporan keuangan yang digunakan dalam rangka
meningkatkan, menurunkan,atau meratakan angka pendapatan dari tahun ke tahun
(Dian
dan
Titik,
2011).Manajemen
dapat
dengan
mudah
memanfaatkankelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi untuk
menaikkandan menurunkan laba.
Santy et al. (2012) yang meneliti tentang pengaruh adopsi IFRS terhadap
manajemen laba pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia menyatakan
bahwa adopsi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, yang
berarti walaupun kualitas pengungkapan laporan keuangan semakin tinggi, namun
belum dapat mengurangi tindakan manajemen laba.
Halim et al. (2005) menyatakan bahwa manajemen laba atau earning management
merupakan pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen
untuk tujuan tertentu. Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang
baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan
sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode akuntansi yang
dapat memberikan informasi laba yang lebih baik. Para manager biasanya juga
diberikan suatu target yang gunanya untuk meningkatkan nilai perusahaan dan
menarik banyak investor. Target ini juga merupakan satu kesempatan yang
dimiliki manager untuk mendapatkan bonus jika mencapai target atau bahkan
melebihi target yang ditetapkan.
Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain
(agent) untuk melaksanakan suatu jasa, dan dalam melakukan hal itu
mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut
(Anthony dan Govidarajan, 2005). Dengan kewenangan yang dimilikinya ini,
mungkin saja agen tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena
adanya perbedaan kepentingan (conflict ofinterest).Adanya conflict of interest
antara agen dengan pemilik mengakibatkan agen dapat bertindak yang hanya
menguntungkan dirinya sendiri dengan mengabaikan kepentingan pemilik.Selain
itu, agen dianggap memiliki informasi yang lebih mengenai perusahaan
dibandingkan pemilik, sehingga memungkinkan agen untuk memanipulasi
informasi yang dapat menguntungkan agen. Manipulasi yang dilakukan
manajemen perusahaan
membuat
investor kehilangan kepercayaan
atas
investasinya, sehingga menyebabkan investor melakukan penarikan dana yang
telah di investasikan sebelumnya. Hal ini disebut sebagai masalah keagenan.Oleh
karena itu, diperlukan perlindungan terhadap kepentingan investor dari perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh pihak manajemen.
Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen sebagai agen
yaitu
dalam proses
penyusunan
laporan
keuangan,
manajemen
dapat
mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan atau yang
sering disebut dengan earning management.
Perusahaan yang melakukan manajemen laba akan mengungkap lebih sedikit
informasi dalam laporan keuangan agar tindakannya tidak mudah terdeteksi. Oleh
karena itu, pihak manajemen cenderung memberi kebijakan dalam penyusunan
laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu yang biasanya bersifa t jangka
pendek (Kusuma, 2006). Namun terdapat kemungkinan sebaliknya, jika manajer
melakukan manajemen laba untuk tujuan mengkomunikasikan informasi dan
meningkatkan value perusahaan maka manajer akan mengkomunikasikan
informasi lebih banyak kepada pihak outsider melalui pengungkapan dalam
laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba memiliki
hubungan yang positif dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan
dengan penelitian yang dikembangkan oleh Halim et al. (2005).Huda (2012) juga
menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap indeks
pengungkapan. Ini disebabkan
pihak manajemen memanfaatkan kelemahan
sistem yang diberikan oleh SAK yaitu accrual basis. Dasar akrual inilah yang
memberikan kesempatan kepada manager untuk memodifikasi laporan keuangan
untuk menghasilkan besaran laba (earning) yang diinginkan.
Penelitian tentang pengaruh manajemen laba terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan juga telah dibahas dan dianalisis oleh beberapa peneliti, seperti
Anggoro (2008) dan Fitri (2012).Anggoro (2008) meneliti tentang pengaruh
manajemen laba terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pada
perusahaan dalam kelompok industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI
dengan menggunakan analisis regresi sederhana.Sedangkan, Fitri (2012) meneliti
tentang pengaruh manajemen laba , likuiditas, dan profitabilitas terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan tahunan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI dengan analisis regresi berganda. Namun, dari kedua penelitian
tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara manajemen
laba dan tingkat pengungkapan.
Penelitian yang dilakukan Halim et al. (2005) dan Huda (2012) ternyata juga
menunjukkan adanya hubungan kausal (dua arah) antara manajemen laba dan
tingkat pengungkapan laporan keuangan, dimana manajemen laba mempengaruhi
pengungkapan
laporan
keuangan
dan
pengungkapan
laporan
keuangan
mempengaruhi manajemen laba.Hal ini ditunjukkan melalui model persamaan
simultan (simultaneous-equation model).
Penelitian yang dilakukan Huda (2012) dan Halim et al. (2005) menunjukkan
bahwa indeks pengungkapan berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen
laba, berarti semakin rendah tingkat pengungkapan informasi akan meningkatkan
peluang manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba sejalan dengan
perspektif opportunistic behavior (opportunistic earnings management). Jika
manager melakukan manajemen laba untuk tujuan untuk memaksimumkan bonus
pribadi, maka manajer cenderung melakukan pengungkapan yang minimal,
sehingga manajer lebih leluasa melakukan manajemen laba tanpa takut terdeteksi.
Hasil analisa ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati
(2011) yang meneliti tentang pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan
terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi,
namun penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian
Kurniawati (2011) menunjukkan tingkat pengungkapan laporan keuangan
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, yang berarti semakin tinggi tingkat
pengungkapan, maka semakin menekan tindakan manajemen laba.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian ulang (replikasi) terhadap penelitian yang dilakukan oleh Halim et al.
(2005),Huda (2012), Anggoro (2008), Fitri (2012), dan Kurniawati (2011).
Penelitian ini menguji konsistensi dari hasil penelitian sebelumnya jika diterapkan
pada sampel dan periode yang berbeda, serta menggunakan analisis yang berbeda
pula. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
dengan menambah periode pengamatan menjadi 3 (tiga) tahun (2010-2012).
Peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan antara manajemen laba dan tingkat
pengungkapan laporan keuangan di seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI dibanding hanya menganalisis pengaruh praktik manajemen laba terhadap
tingkat pengungkapan laporan keuangan di perusahaan manufaktur yang
tergabung dalam indeks LQ-45, seperti penelitian yang dilakukan Halim et al.
(2005) dan Huda (2012). Moses (1987) (dalam Huda, 2012) menyatakan bahwa
manajemen laba melalui perataan laba berhubungan dengan ukuran perusahaan
besar cenderung melakukan perekayasaan laba daripada perusahaan kecil.Padahal
salah satu tujuan praktik manajemen laba adalah untuk meningkatkan value
perusahaan agar para investor tertarik untuk menanamkan modal di perusahaan
tersebut.Dengan motivasi tersebut, memungkinkan praktik manajemen laba juga
dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil.
Pada umumnya, penelitian-penelitian terdahulu menggunakan discretionary
accruals (komponen akrual yang berada dalam kebijakan manajemen atau
manajer melakukan intervensi dalam proses pelaporan keuangan) sebagai ukuran
dari
manajemen
laba.Akan
tetapi
penggunaan
model
discretionary
accrualsmenuai banyak kritikan dari para peneliti diantaranya Gomez, et al.
(dalam Kusuma,2006:2) menyatakan bahwa model tersebut (discretionary
accruals) tidak mengindahkan hubungan antara arus kas dan akrual, sehingga
beberapa non discretionary accrualstelah salah klasifikasi dan diklasifikasikan
sebagai discretionary accruals.Kesalahan tersebut berakibat pada kesalahan
spesifikasi dalam model- model tersebut.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan model baru yang
ditawarkan oleh Whelan dan McNamara (2004) yang merupakan pengembangan
model Jones dan Dechow. Perbedaaannya dengan model lama adalah,
discretionary
dipisahkan
accrualsmasih
termdiscretionary
accruals
dan
menjadi
long-termdiscretionary
komponen
short-
accruals(Kusuma,
2006:2).Pemisahan tersebut diharapkan mengurangi salah klasifikasi dan dapat
lebih menjelaskan peran masing- masing komponen discretionary accruals dalam
manajemen laba.Short term accruals merupakan tindakan manajemen laba yang
terkait dengan aset dan hutang lancar, sedangkan long termaccruals terkait
dengan aset dan hutang jangka panjang (Kusuma, 2006). Manajemen perusahaan
akan lebih mudah melakukan praktik manajemen laba dengan memanipulasi data
akuntansi yang terkait dengan long term discretionary accruals, karena tindakan
tersebut tidak dapat dideteksi untuk beberapa periode akuntansi selanjutnya
(Whelan dan McNamara, 2004).
Model yang ditawarkan Jones (1991)dan Dechow (1994) dianggap beberapa
peneliti memiliki kelemahan, yaitu terlalu short-term focus padahal dengan
karakteristik yang dimiliki masing- masing jenis akrual tersebut, pasar mungkin
akan menganggap penggunaan short-term discretionary accruals untuk tujuan
signaling. Hal ini mungkin disebabkan karena pasar menganggap bahwa manajer
tidak akan cukup berani untuk melakukan manipulasi dengan kesempatan yang
kecil. Karena alasan ini peneliti tertarik untuk mengukur manajemen laba dengan
menggunakan metode Whelan dan McNamara (2004), agar dapat diketahui
apakah terdapat pengaruh antara kedua komponen discretionary accruals tersebut
terhadap tingkat pengungkapan ataupun sebaliknya.
Untuk menganalisa hubungan yang terjadi antara manajemen laba dan tingkat
pengungkapan laporan keuangan, peneliti juga menggunakan variabel- variabel
lain yang berpengaruh terhadap praktik manajemen laba yaitu ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage, serta variabel yang berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas,dan likuiditas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka peneliti merumuskan permasalahan yang akan
dikaji dalam penelitian ini. Adapun permasalahan yang akan dirumuskan adalah
sebagai berikut:
1. Apakah tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh terhadap
manajemen laba melalui short-term discretionary accrualsdan long-term
discretionary accruals?
2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba melalui
short-term discretionary accrualsdan long-term discretionary accruals?
3. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba melalui shortterm discretionary accrualsdan long-term discretionary accruals?
4. Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba melalui short-term
discretionary accrualsdan long-term discretionary accruals?
5. Apakah manajemen laba melalui short-term discretionary accrualsdan longterm discretionary accruals berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan?
6. Apakah ukuran perusahaanberpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan?
7. Apakah profitabilitasberpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan?
8. Apakah likuiditasberpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan terhadap
manajemen laba melalui short-term discretionary accrualsdan long-term
discretionary accruals.
2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba
melalui short-term
discretionary accrualsdan long-term
discretionary
accruals.
3. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas terhadap manajemen laba melalui
short-term discretionary accrualsdan long-term discretionary accruals.
4.
Untuk mengetahui pengaruh leverage terhadap manajemen laba melalui
short-term discretionary accrualsdan long-term discretionary accruals.
5. Untuk mengetahui pengaruh manajemen laba melalui short-term discretionary
accrualsdan long-term discretionary accruals terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan.
6. Untuk
mengetahui
pengaruh
ukuran
perusahaanterhadap
tingkat
pengungkapan laporan keuangan.
7. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitasterhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan.
8. Untuk mengetahui pengaruh likuiditasterhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharap dapat memberi kontribusi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, seperti:
a.
Kontribusi Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi perubahan pada manajemen
perusahaan untuk dapat menyajikan laporan keuangan tanpa melakukan
kecurangan-kecurangan.
2. Membantu calon investor untuk mempertimbangkannya terlebih dahulu
sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam suatu perusahaan.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusa n yang strategis
dalam menanamkan modal yang dimiliki di Pasar Modal Indonesia (Bursa
Efek Indonesia).
b.
Kontribusi Teoretis
Di harap hasil penelitian ini mampu mendukung teori ilmu akuntansi dan
keuangan, serta diharap mampu menjadi acuanreferensi mengenai materi
yang berhubungan dengan penelitian ini guna mendukung kesempurnaan
skripsi oleh peneliti lain dimasa yang akan datang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memfokuskan permasalahan, maka ruang lingkup dalam penelitian ini
hanya mengkaji dan membahas mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi
manajemen laba yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas,leverage, dan faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan yaitu ukuran
perusahaan, profitabilitas, dan likuiditas. Data yang dipakai untuk mengukur
tingkat pengungkapan laporan keuangan adalah item- item pengungkapan laporan
keuangan berdasarkan surat edaran ketua Bapepam dan LK No.Kep-347/BL/2012.
Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010 -2012.Data
untuk analisis penelitian diambil dari laporan tahunan (annual report).
Standar akuntansi yang berlaku Indonesia mulai berubah sejak tahun 2011.Sejak
tahun 2011 Indonesia mewajibkan setiap perusahaan yang terdaftar di BEI
menggunakan standar IFRS.Dalam standar IFRS setiap perusahaan diwajibkan
membuat laporan posisi keuangan komparatif yang disajikan ketika entitas
menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat
penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi
pos-pos dalam laporan keuangannya.
Menurut PSAK 25 (revisi 2009), penerapan retrospektif adalah suatu penerapan
kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain seolah-olah
kebijakan tersebut telah diterapkan. Entitas memerlukan untuk mencatat
perubahan kebijakan akuntansi akibat dari penerapan awal suatu PSAK
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisi dalam PSAK tersebut, atau
entitas mengubah kebijakan akuntansi secara sukarela karena tidak diatur masa
transisinya. Kecuali jika tidak praktis untuk menentukan dampak spesifik atau
dampak kumulatifnya.
Entitas akan menyesuaikan saldo awal setiap komponen ekuitas yang
terpengaruh dalam periode sajian paling awal dan jumlah komparatif lainnya yang
perlu diungkapkan untuk setiap periode sajian sehingga seolah-olah kebijakan
akuntansi baru tersebut sudah diterapkan sebelumnya.
Dengan kebijakan akuntansi secara retrospektif yang diterapkan dalam penyajian
laporan posisi keuangan komparatif, maka peneliti tidak terkenda la untuk
memperoleh data dari laporan keuangan tahun 2010. Untuk memperoleh data
tahun 2010, peneliti menggunakan data yang diambil dari laporan tahunan
(annual report) perusahaan tahun 2011.
Download