BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Layanan ( Service Quality

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kualitas Layanan ( Service Quality )
Kualitas layanan
merupakan yang sangat penting bagi setiap
perusahaan apapun bentuk produk yang dihasilkan. Tjiptono (2008:85)
menyatakan secara sederhana kualitas layanan diartikan sebagai ukuran seberapa
bagus tingkat layanan diberikan mampu sesuai dengan eskpektasi pelanggan.
Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas layanan
dipersiapkan sebagai kualitas ideal. Sebaiknya apabila perceived service lebih
jelek dibandingkan expected service, maka kualitas layanan dipersepsikan
negative atau buruk. Oleh sebab itu baik atau tidaknya kualitas layanan
bergantung pada kemampuan perusahaan dan karyawannya memenuhi harapan
pelanggan secara konsisten. Untuk mewujudkan layanan prima memerlukan
pemahaman koprehensif menyangkut demensi kualitas layanan, factor-faktor
penyebab buruknya kualitas layanan, dan strategi menyempurnakan kualitas
layanan berkesinambungan (Tjiptono, 2008:93),
Pembahasan tentang konsep kualitas layanan tentunya tidak dapat
dipisahkan dengan istilah kualitas itu sendiri. Gronroos dalam Edi Rusandi
(2004:11 dan 19) bahwa kualitas adalah apa yang konsumen katakan. Dalam hal
ini mengandung makna bahwa kualitas hendaknya dilihat dari sudut pandang
konsumen, konsumenlah menentukan nilai kualitas. Berhubungan dengan
kepuasan dan loyalitas pelanggan, maka perlu diketahui bahwa keinginan
9
10
pelanggan dari waktu ke waktu selalu berubah sebagai akibat dari pengalaman
masa lalu (past experience), kebutuhan pribadi (personal needs), dan percakapan
dari mulut ke mulut (word of mouth), maka sebenarnya kualitas merupakan
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi laporan. Sehingga perhatian suatu
produk tidak lagi hanya terbatas pada produk (barang/jasa) yang dihasilkan, akan
tetapi pada aspek proses, sumber daya manusia dan lingkungan yang semuanya itu
akan memberi pengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
Menurut Tjiptono (2012:164), pengertian kualitas ini dapat ditinjau
dari berbagai aspek. Misalnya dari aspek hasil. Tetapi konsep kualitas itu sendiri
sering dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan suatu
produk/jasa, yang terdiri atas kualitas design
dan kualitas kesesuaian
(conformance quality). Kualitas design merupakan fungsi spesifikasi produk,
sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian
antara sebuah produk/jasa dengan persyaratan atau spesifikasi kualitas yang
ditetapkan sebelumnya.
Goetsch & Davis (Tjiptono, 2012:164) menyatakan aspek kualitas
dapat dilihat juga dari perspektif
TQM
(Total Quality Management), yaitu
kualitas dipandang secara lebih komprehensif atau holistik dimana bukan hanya
aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan dan
sumber daya manusia.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
kualitas berhubungan dengan pelayanan anggota koperasi maka produk/jasa
11
haruslah menjadi bagian dari strategi koperasi yang harus terus dapat ditingkatkan
sehingga dapat memuaskan anggota sebagai pelanggan dan pemilik dan dapat
menjadi keunggulan kompetitif koperasi dalam menciptakan anggota-anggota
yang loyal.
Parasuraman dalam Kotler dan Keller(2009:55) merumuskan model kualitas
layanan yang mengidentifikasikan lima kesejangan yang mengakibatkan ketidak
berhasilan penyampaian jasa sebagai barikut :
1) Kesejangan antara harapan dan persepsi manajemen, manajemen tidak
selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan, misalnya :
manajemen rumah
mungkin berpikir bahwa pasien menginginkan
makanan yang lebih baik, tetapi pasien mungkin lebih memikirkan daya
tanggap perawat.
2) Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas layanan,
manajemen mungkin memahami dengan tepat keinginan-keinginan
pelanggan, tetapi tidak menetapkan standar kinerja. Misalnya, manajemen
rumah sakit mungkin meminta perawat memberikan layanan yang cepat
tanpa menguraikannya dengan sangat jelas.
3) Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dan penyampaian jasa.
Kesenjangan ini biasanya disebabkan oleh karyawan yang mungkin
kurang terlatih, tidak mau mematuhi standar, atau mungkin dihadapkan
pada standar yang saling bertentangan, seperti menyediakan waktu untuk
mendengarkan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.
12
4) Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eskternal. Harapanharapan konsumen dipengaruhi oleh iklan dan janji perusahaan. Misalnya,
jika brosur rumah sakit memperlihatkan kamar yang indah tetapi ketika
pasien tiba dan melihat kamar yang tampak murahan dan kotor, maka
komunikasi eskternal tidak sesuai dengan harapan pelanggan.
5) Kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi apabila konsumen memiliki persepsi yang keliru
tentang kualitas layanan. Misalnya, dokter mungkin mengujungi pasien
untuk menunjukan kepeduliannya tetapi pasien menafsirkan sebagai
indikasi ada suatu penyakit yang serius.
Berdasarkan model kualitas layanan tersebut, Parasuraman (1988)
menyatakan ada lima dimensi penentu kualitas layanan yaitu tangibles, reliability,
responsiviness, assurance dan empathy. Suprianto dan Ernawati (2010:214)
mendeskripsikan kelima dimensi SERVQUAL dalam layanan rumah sakit sebagai
berikut :
1) Bukti fisik (tangibles) adalah tampilan fasilitas fisik, peralatan, personil
dan bahan komunikasi yang menunjang jasa rumah sakit yang ditawarkan.
2) Kendalan (reliability) berarti produk dan jasa yang disampaikan sesuai
dengan
janji
yang
pernah
diberikan
kepada
pasien
dapat
diandalkan,dipercaya dan dipertanggungjawabkan, contohnya jam buka
pelayanan yang tertera dipapan dan dokter tetapkan waktu sesuai dengan
yang dijanjikan.
13
3) Daya tanggap ( responsiviness ) adalah kemauan untuk menyediakan
pelayanan dengan cepat dan mau membantu
pasien dengan indicator
sebagai baerikut :
a) Waktu tunggu di loket serta waktu tunggu untuk mendapatkan
pelayanan medis, apotik dan labaratorium.
b) Kecepatan datang bila dibutuhkan.
4) Jaminan (assurance) pada saat menyampaikan produk atau jasa disertai
rasa hormat dan sopan. Proses penyampaian dapat pula menimbulkan rasa
percaya dan yakin akan jaminan sembuh. Indikatornya adalah imformasi
tentang penyakit, dan prognocis penyakit.
5) Empati (empathy) berarti memberikan jasa untuk mendengarkan adanya
perhatian akan keluhan, kebutuhan keinginan dan harapan pasien.
Indikatornya adalah mendengarkan keluhan, kebutuhan, keinginan dan
harapan pasien. Pada kondisi pasien, menyampaikan cara minum obat, dan
memberikan informasi untuk kunjugan ulang.
Tjiptono (2008:125) menyatakan sampai saat ini model SERVQUAL
dipersepsikan layanan. Model tersebut sudah diterapkan dalam berbagai
macan jenis usaha seperti misalnya,dalam bidang kesehatan, pariwisata,
reparasi, bank dan intansi pemerintah.
Selanjutnya Parasuraman dan Colby (Gaspersz, 2012:164-165),
mengembangkan komponen dimensi kualitas pelayanan menjadi 21 dimensi yang
dikelompokkan menjadi lima bagian besar, antara lain : (1) Reliability
(memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan, keteguhan dalam menangani
14
masalah pelayanan terhadap pelanggan, menyerahkan pelayanan dengan benar,
memberikan pelayanan pada saat yang tepat, menjaga agar pelanggan tetap
mendapatkan informasi), (2) Assurance (menanamkan kepercayaan kepada
pelanggan, membuat pelanggan merasa aman, bersikap sopan, memiliki
pengetahuan yang luas), (3) Tangibles (memiliki peralatan moden, berpenampilan
menarik, material/bahan-bahan yang dipergunakan bagus, serta memberikan
kenyamanan), (4) Empathy (pemberian perhatian kepada pelanggan, menunjukkan
kepedulian, membuat kesan yang positif, serta memahami kebutuhan pelanggan),
(5) Responsiveness (memberi pelayanan secara tepat, bersedia membantu
pelanggan, dan kesiapan menanggapi keluhan pelanggan).
Berry et al. (Sumarwan, et al., 2013:307-308), juga mengatakan hal
sama, bahwa ada lima dimensi mengenai kualitas layanan (service quality) yang
terdiri dari : (1) Reliability yaitu dapat diandalkan untuk memberikan service yang
dijanjikan secara akurat, (2) Responsiveness adalah kemauan untuk membantu
pelanggan dan memberikan layanan yang cepat, (3) Asurance adalah pengetahuan
dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menyampaikan
kepercayaan dan keyakinan, (4) Empathy adalah memberikan kepedulian dan
perhatian individual kepada pelanggan, (5) Tangibles adalah penampilan secara
fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan peralatan komunikasi.
Berdasarkan beberapa pendapat yang menyangkut dimensi kualitas
pelayanan (service quality) di atas, maka dalam penelitian ini dipergunakan
dimensi kualitas pelayanan seperti yang dikemukakan oleh Parasuraman dan
15
Colby, 2001, yang terdiri dari lima dimensi, antara lain : Reliability, Assurance,
Tangibles, Empathy, dan Responsiveness
2.2 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan
perusahaan. Pelanggan yang puas akan cenderung loyal dan menyampaikan
WOM positif terhadap sebuah merek atau perusahaan. Perusahaan dapat
meningkatkan
keuntungan
jangka
panjang
apabila
berhasil
memuaskan
pelanggan. Kotler dan Keller (2009:177) menyatakan kepuasan adalah perasaan
senang atau kecewa sesorang yang muncul setelah membandingkan kinerja
produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Apabila kinerja barada
dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan,
pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan,pelanggan amat puas atau senang.
Pembeli membentuk harapan mereka dengan memperhatikan pengalaman
pembelian mereka sebelumnya, nasihat teman dan kolega, dan janji serta
informasi para pemasar dan persaingnya. Jika pemasar memberikan harapan
terlalu tinggi, para pembeli cenderung akan kecewa. Sebaliknya, jika perusahaan
menetapkan harapan terlalu rendah, maka para pembeli tak akan tertarik,
meskipun apabila mereka benar-benar membeli akan merasa puas.
Menurut Tjiptono (2008:169) kepuasan pelanggan juga berpotensi
memberikan sejumlah manfaat spesifik diantaranya:
1. Berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan.
16
2. Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan terutama melalui
pembelian ulang.
3. Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan terutama biaya-biaya
komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan palanggan.
4. Menekan volatilias dan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa
depan.
5. Meningkatkan toleransi harga, terutama kesedihan palanggan untuk
membayar harga premium dan pelanggan cenderung tidak muda tergoda
untuk beralih pemasok.
6. Menumbuhkan rekomendasi getok tular positif.
7. Pelanggan cenderung lebih reseptif terhadap product-line extention, brand
extention, dan new-add-on service yang ditawatkan perusahaan.
8. Meningkatkan bargaining power perusahaan terhadap jaringan pemasok,
mitra bisnis, dan saluran distribusi.
Supriyanto dan Ernawaty (2010:310) menyatakan
kepuasan pasien
adalah suatu
keadaan ketika kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien dapat dipenuhi melalui
produk atau jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu kepuasan pasien adalah rasio
kualitas yang dirasakan oleh pasien dibagi dengan kebutuhan, keiginan, dan
harapan pasien. Harapan adalah keinginan yang bersifat individu dan spesifik.
Harapan sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan selera. Pemahaman akan
harapan adalah prasyarat untuk meningkatkan kualitas dan mencapai kepuasan
pelanggan.
17
Supriyanto dan Ernawaty (2010: 307) juga menyatakan ada tiga cara untuk
memelihara kepuasan pelanggan yaitu:
1) Penuhi dan berilah lebih dari pada harapan pelanggan
2) Focus pada pemuasan pelanggan
3) Menyadiakan penyelesaian untuk masalah pelanggan.
Kotler dan Keller (2009 : 179) menyedikan ada empat metode yang dapat
dilakukan dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu :
a) Sistem keluhan dan saran
Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan
yang luas kepada pelanggan untuk menyamapaikan keluhan, saran dan
pendapatan mereka, miasalnya melalui telepon bebas pulsa dan
menempatkan kotak saran dilokasi-lokasi strategis.
b) Ghost Shopping
Perusahaan dapat memperkerjakan beberapa orang untuk menyamar
sebagai pelanggan perusaahan dan pesaing untuk dapat secara langsung
mengetahui kualitas layanan.
c) Lost Costumer Analisis
Peruasahaan harusnya menghubungi para pelanggan yang telah beralih
kepada pesaing untuk dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan dapat
segera mengadakan perbaikan terhaap layanan yang dikeluhkan.
d) Survey Kepuasan Pelanggan
18
Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kepuasan para
pelanggan yang dapat dilakukan lebih baik melalui email, telepon maupun
wawancara pribadi.
2.3 Komunikasi WOM
Komunikasi WOM sangat penting bagi pemasar didasarkan pada keyakinan
bahwa pelanggan yang puas adalah tenaga penjual yang paling baik. Pelanggan
yang merasa puas akan menyampaikan hal itu kepada keluarga, teman atau
tetangga, sedangkan pelanggan yang tidak merasa puas akan merupakan
penghalang bagi penjualan. Sweeney (2008) menyatakan WOM semakin dikenal
sebagai bentuk promosi yang sangat penting, khususnya dalam lingkungan
industry jasa, dimana kualitas mempunyai peranan yang penting sebagai acuhan
bagi
pelanggan
dalam
mengambil
keputusan.
Asseal
(2004
:
464)
mendesrkipdikan WOM adalah komunikasi pribadi antara dua individu atau lebih,
misalnya antar pelanggan atau antar anggota dari satu kelompok.
Menurut TJiptono (2008:90)) biasanya bersifat kredibel dan efektif kerena
yang menyampaikannya adalah orang-orang yang dapat dipercayai pelanggan,
seperti para ahli, teman, tetangga, keluarga, rekan kerja dan publisitas media
massa. Disamping itu WOM juga cepat diterima sebagai reverensi, kerena
pelanggan biasanya sulit mengevaluasi produk atau jasa yang belum dibelinya
atau belum dirasakannya sendiri.
19
Suprapti (2010:248) menyatakan bila pemasar ingin meningkatkan
komunikasi getok tular atau WOM yang positif tentang produknya, mereka harus
paham tentang :
1) Jenis komunikasi getuk tular yang trediri atas tiga jenis yaitu berita atau
imformasi tentang produk, pemberian nasehat yang melibatkan ekspresi
opini tentang produk itu dan pengalaman pribadi yang berkaitan dengan
komentar tentang kinerja produk tersebut atau tentang alasan seseorang
membelinya.
2) Proses komunikasi getok tular yaitu komuniksi yang mengalir dari para
pemimpin opini kepada pengikutnya. Hal yang paling penting dari aliran
komunikasi ini adalah apakah imformasi yang disampaikan bersifat negatif
atau positif.
3) Kondisi untuk komunikasi getok tular yang merupakan factor dominan
dalam setiap situasi. Komunikasi getok tular tidak lagi menjadi penting
apabila konsumen telah memiliki kesan yang kuat terhadap suatu produk
atau produk itu telah memiliki imformasi yang negatif.
Komunikasi WOM tidak selalu bersifat positif, tetapi bagi pelanggan yang
merasa kecewa cenrung akan menyampaikan WOM negatif. Assail (2004:468)
menyatakan komunikasi WOM negative mempunyai pengaruh yang lebih besar
dari pada WOM positif. Apabila pelanggan kecewa, mereka akan tiga kali lebih
sering menceritakan pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut kepada
kenalannya
jika
dibandingkan
dengan
pelanggan
yang
merasa
puas.
20
Assail(2004:468) juga menyatakan WOM negatif biasanya terjadi kerena dua hal
berikut ini :
1) Pengalaman pelanggan terhadap inerja produk yang buruk, layanan
yang kurang bagus, harga yang mahal, atau penjual yang tidak ramah.
2) Rumor negatif tentang sebuah produk atau perusahaan.
Download