TINJAUAN PUSTAKA Rumput Sebagai Sumber Hijauan Pakan Rumput berkualitas tinggi memegang peranan penting dalam penyediaan pakan ternak ruminansia di Indonesia. Rumput sebagai sumber hijauan pakan telah umum dipergunakan oleh peternak dan dapat diberikan dalam jumlah yang besar (Lubis, 1963). Selain itu rumput juga mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak, seperti air, lemak, bahan ekstrak tanpa N, serat kasar, mineral (terutama fosfor dan garam dapur) serta vitamin. Menurut Lubis (1963) rumput sebagai hijauan makanan ternak harus mempunyai persyaratan antara lain : (1) mempunyai manfaat yang tinggi sebagai bahan makanan, (2) mudah dicerna di saluran pencernaan, (3) tersedia dalam keadaan yang cukup. Selanjutnya McIlroy (1976) menyatakan bahwa hijauan makanan ternak harus mempunyai kriteria : (1) sebagai penghasil hijauan yang banyak dan mempunyai bagian tumbuhan yang banyak untuk memudahkan pemulihan akibat renggutan ternak, (2) jaringan-jaringan yang baru tumbuh terlindungi oleh organ lain, (3) dapat berkembang biak secara vegetatif dan generatif, (4) memiliki sistem perakaran yang luas dan dalam sehingga mampu memanfaatkan unsur-unsur hara tanah dalam kondisi kering, dan (5) banyak rumput berkembang biak dengan rhizome atau stolon yang dengan mudah membentuk akar-akar tanaman sehingga permukaan tanah dapat cepat tertutup . Rumput dapat tumbuh dengan baik jika sesuai dengan sifat tanaman tersebut. Setiana (1990) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktorfaktor (1) curah hujan, (2) suhu, (3) cahaya dan (4) type, struktur, dan ketersediaan hara tanah. Whitteman (1980) menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan adalah (1) iklim, meliputi ; radiasi, panjang hari, temperature, kelembaban udara dan curah hujan, (2) kondisi tanah, meliputi ; kandungan zat hara, sifat fisik, kelembaban tanah dan topografi, (3) spesies hijauan, meliputi ; potensi genetik dalam menampilkan produksi dan nilai nutrisi, adaptasi lingkungan, kompetensi tanaman, (4) pengelolaan meliputi : pengendalian gulma, pemupukan, umur pemotongan dan intensitas pemotongan. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi usaha pengembangan hijauan makanan ternak di Indonesia 3 yaitu : jenis hijauan itu sendiri, keadaan tanah, sumber air dan iklim, tofografi serta tingkat pengetahuan peternak. Metoda-metoda penilaian species-species rumput padang penggembalaan telah diringkaskan oleh Burton (1951). Metoda yang baik dengan menanam rumput dalam baris-baris atau petak-petak pertanaman murni yang kemudian digembalai dengan sekelompok ternak tertentu yang dikemudian hari akan memanfaatkannya. Apabila penggembalaan tidak dapat dilakukan maka sebagai penggantinya dapat dilakukan pemotongan. Varietas-varietas tanaman makanan ternak menunjukkan daerah variasi genetis yang luas dan dapat diseleksi berdasarkan berbagai sifat-sifat tumbuh serta reaksi terhadap tatalaksana dan keadaan sekeliling. Gambar 1. Rumput Bahia (Paspalum notatum Fluegge) Rumput Bahia diklasifikasikan dalam phylum : Magnoliophyta, sub phylum : Angiospermae, Class : Monocotyledoneae, Ordo : Poales, Family : Poaceae, Sub Family : Panicoideae, Tribus : Paniceae, Genus : Paspalum, Species : Paspalum notatun Suku Poaceae merupakan suatu suku yang sangat besar meliputi tumbuhan yang kebanyakan mempunyai batang yang silindrik (hanya sedikit pipih diatas bukubukunya), berongga dengan ruas-ruas dan buku-buku yang jelas. Daun berseling kebanyakan dengan pelepah yang besar, tidak bertangkai dan pada batas pelepah dan helaian daunnya terdapat lidah-lidah yang jelas. Bunga tersusun dalam bunga majemuk campuran dari berbagai macam ragam, biasanya bagian-bagiannya berupa bulir-bulir kecil atau kelompok bunga yang terdiri atas satu atau beberapa bunga (Tjitrosoepomo, 1994). 4 Paspalum notatum Fluegge merupakan tanaman tahunan berhizoma, berakar dalam. Tingginya dapat mencapai 60 cm atau lebih. Berasal dari Amerika Tengah dan selatan dan beradaptasi di daerah tropik dan subtropik. Paspalum notatum Fluegge merupakan rumput penggembalaan yang berguna dan tahan terhadap penggembalaan. Cukup tahan kering tetapi di Nigeria Utara mati pada musim kering. Mudah membentuk hamparan rumput yang rapat dan dapat digembalai 3 bulan sesudah penanaman. Merupakan rumput yang paling baik untuk pengawetan tanah. Dapat ditanam dengan stek atau biji dengan kebutuhan biji 11- 22 kg/ha (McIlroy, 1976). Yelverton et al. (2008) menyatakan bahwa rumput Bahia adalah rumput spesies musim kemarau yang menyebar dengan rhizome, mampu menyebar cepat lateral melalu produksi rhizome, sering digunakan di daerah yang memerlukan pengendalian erosi dan sering ditanam di pinggir jalan karena memiliki sifat tahan terhadap kekeringan yang cukup baik. Newman et al. (2008) menyatakan bahwa rumput bahia adalah rumput yang sering digunakan pada musim kemarau panjang. Rumput ini cukup populer karena kemampuannya beradaptasi pada kesuburan tanah yang rendah, mampu mentolerir kekeringan dan merupakan rumput penggembalaan yang berkesinambungan. rumput Bahia adalah rumput berhizome untuk penyimpanan karbohidrat, memiliki banyak daun dan dekat dengan tanah sehingga memudahkan ternak untuk merumput (Hoveland, 2003). Bahan Tanam Benih adalah fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang digunakan untuk memperbanyak dirinya (multiplication), sedangkan bibit adalah benih yang telah berkecambah (Kamil,, 1982) . Tumbuhan dapat diperbanyak dengan biji, stek, stolon, rhizoma, umbi dan sobekan rumpun (pols). Pols merupakan salah satu cara vegetatif untuk memperbanyak tumbuhan. Bahan tanam ini lebih sering digunakan terutama pada tumbuhan yang viabilitas bijinya rendah. Pols merupakan bahan tanam yang diperoleh secara vegetatif dari sobekan rumpun tanaman yang mengandung akar, mahkota/koronal/sistem perakaran nodal dan pangkal batang. Mahkota adalah buku-buku sebelah bawah yang jaraknya berdekatan (rapat) yang menimbulkan gulungan akar berurutan (Gardner et al., 1991). McIlroy (1976) menyatakan bahwa rumput paspalum notatum Fluegge adalah rumput ber-rhizoma. Imdad dan Nawangsih (1995) menyatakan bahwa bahan 5 tanam pols merupakan benda biologis yang meskipun dipindahkan dari induknya masih dapat melanjutkan perubahan berupa proses pertumbuhan lanjutan dan proses fisiologis. Rhizome sering juga disebut dengan rimpang. Rimpang disamping merupakan alat perkembang biakan juga merupakan tempat penimbunan zat-zat makanan cadangan. Alat perkembangbiakan ini adalah penjelmaan batang dan bukan akar, dilihati dari tanda-tanda; (1) beruas-ruas, berbuku-buku, (2) berdaun tetapi daunnya telah menjelma menjadi sisik-sisik, mempunyai kuncup-kuncup, (3) tumbuhnya tidak kepusat bumi terkadang sering muncul diatas permukaan tanah (Tjitrosoepomo, 1985). Tanah Latosol Menurut Rachim dan Suwardi (2002) latosol merupakan tanah yang memiliki distribusi kadar liat tinggi (lebih atau sama dengan 60%), remah sampai gumpal, gembur dan warna secara homogeny pada penampang tanah dalam (≥ 150 cm) dengan batas horison terselubung; kejenuhan basa (NH 4 OA C ) kurang dari 30% sekurang-kurangnya pada beberapa bagian dari horison B di dalam penampang 125 cm dari permukaan; tidak memiliki horison diagnostik (kecuali jika tertimbun oleh 50 cm atau lebih dari bahan baru), selain horison A umbrik atau horison B kambik, tidak memperlihatkan gejala plintik di dalam penampang 125 cm dari permukaan. Latosol merupakan salah satu jenis tanah pada lahan kering yang memiliki potensial untuk dikembangkan (Hakim et al., 1986). Faktor pembatas pada tanah latosol adalah status nutrisinya yang dapat dikatakan rendah (Tafal, 1981) terutama nitrogen, fosfor, dan bahan organik rendah tetapi sedikit peka terhadap bahaya. Soepardi (1983), menerangkan bahwa reaksi tanah ini masam hingga agak masam, berkadar bahan organik rendah, keadaan hara rendah sampai sedang dan tanah latosol biasanya memberikan respon yang baik terhadap pemupukan dan pengapuran. Umumnya kandungan unsur hara tanah latosol dari rendah sampai sedang, daya menahan air cukup baik dan agak tahan terhadap erosi. Secara keseluruhan mempunyai sifat-sifat fisik yang baik tetapi sifat kimianya kurang baik (Sarief, 1985). Ciri-ciri tersebut merupakan faktor pembatas paling utama bagi pertumbuhan tanaman karena dapat mempengaruhi aktifitas mikroorganisme pengurai, 6 meningkatnya senyawa beracun dan mengganggu keseimbangan unsur hara dalam tanah. Tanah latosol merupakan tanah yang penyebarannya sangat luas di Indonesia seperti di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Latosol coklat kemerahan Darmaga termasuk kedalam orde Inceptisol menurut system klasifikasi USDA 1990 (Suwardi Diranegara, 2000). Menurut Hardjowigeno (2003) latosol diklasifikasikan sebagai Oxic Dystrudept. Pemupukan Pemupukan adalah penambahan bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah kedalam tanah agar tanah menjadi subur (Hardjowigeno, 1987). Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa pemupukan adalah penambahan pupuk pada tanah agar menjadi subur. Oleh karena itu pemupukan pada umumnya diartikan sebagai penambahan zat hara kedalam tanah (Hardjowigeno, 1995). Pemupukan merupakan suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995). Sedangkan menurut Sarief (1985), pupuk adalah setiap bahan yang diberikan kedalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud menambah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Kesuburan tanaman ditentukan antara lain oleh ketersediaan unsur hara tanah dan pemupukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara tersebut (Foth, 1988). Semua unsur hara yang dibutuhkan tanaman harus tersedia agar diperoleh tingkat pertumbuhan yang baik dan produksi yang tinggi (Sutoro et al., 1988). Selanjutnya Foth (1988) mengatakan bahwa untuk menyediakan unsur hara melalui pemupukan penting diperhatikan jenis tanah dan status hara yang terdapat dalam tanah, jenis tanaman, dan iklim setempat. Keseimbangan unsur hara yang ditambahkan melalui pemupukan juga perlu diperhatikan karena sering terjadi tanggap tanaman terhadap suatu unsur hara dipengaruhi unsur hara lain maupun tingkat ketersediaan unsur hara lain dalam tanah. Hardjowigeno (1987) memberikan pegangan yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemupukan yaitu : (1) jenis tanaman yang akan dipupuk, (2) jenis tanah 7 yang akan dipupuk, (3) jenis pupuk yang digunakan, (4) level pupuk, (5) waktu pemupukan, dan (6) cara pemupukan. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan berbagai hal antara lain serangan hama seperti mikroorganisme, serangga, tikus, dan kerusakan fisiologis (Damayanthi dan Mudjajanto, 1995). Winarno dan Laksmi (1974) menjelaskan bahwa penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menunda suatu barang sebelum barang tersebut dipakai tanpa merubah bentuk barang tersebut. Penyimpanan segera dilakukan setelah kegiatan panen dan atau pengeringan. Tujuan dari penyimpanan adalah untuk menjaga bahan makanan agar tahan lama tanpa mengubah bentuk bahan makanan tersebut. Menurut Soesarsono (1988) penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu. Tujuan penyimpanan adalah menjaga dan mempertahankan mutu komoditi yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi ataupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditi tersebut. Menurut Whidiyani (1993), tujuan dari penyimpanan adalah mempertahankan viabilitas maksimum bibit dalam periode simpan selama mungkin dengan menghindarkan terjadinya kemunduran fisiologis. Penyimpanan segera dilakukan setelah kegiatan panen dan pengeringan. Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia dengan tujuan mencari cara untuk memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan. Upaya ini meliputi penggunaan langsung dalam pakan, pengolahan untuk mempertinggi nilai pakan dan pengawetan agar dapat mengatasi fluktuasi penyediaan (Lebdosukoyo, 1993). Waktu penyimpanan cenderung meningkatkan kadar air bahan makanan ternak, hal ini akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak. Pada umumnya bahan makanan yang berkadar air lebih tinggi relatif kurang tahan disimpan dibanding dengan kadar air rendah (Wijandi, 1977). Syarat umum untuk suhu kamar penyimpanan antara lain temperature 18 – 24 °C, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangga dan tikus yang dapat merusak (Sofyan dan Abunawan, 2000). 8 Syarif dan Halid (1994) menyatakan bahwa selama penyimpanan terjadi penyimpangan mutu yang dapat dikelompokkan kedalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahanperubahan biologi (mikrobiologi, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu, kelembaban), serta perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan, ketengikan). Penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga dan tikus). Aktifitas organisme pengganggu terhadap bahan dalam penyimpanan tidak cukup hanya dilihat dari segi jumlah bahan simpan yang hilang atau susut, tetapi menyangkut juga susut nilai gizi, kualitas, pencemaran zat beracun, dan adanya biaya tambahan yang cukup besar Soesarsono et al. (1976). Banyak faktor yang dapat menurunkan viabilitas bibit selama penyimpanan, antara lain viabilitas awal ketika disimpan, kadar air bibit, wadah simpan, suhu dan kelembaban nisbi ruang simpan.Ketahanan suatu bahan tanam untuk disimpan dicirikan oleh kemampuan bahan itu untuk dapat tumbuh setelah mengalami masa simpan. Kemampuan bahan tanam untuk tumbuh atau memperlihatkan ciri pertumbuhan disebut viabilitas (Rohayati, 1997). Bahan dengan kadar air yang rendah lebih tinggi daya simpannya dibandingkan dengan bahan dengan kadar air yang lebih tinggi (Hall, 1970). Menurut Dwidjoseputro (1980), glukosa dapat memacu viabilitas suatu tanaman. Hal ini dibuktikan dengan percobaan menggunakan daun kapas dan tanaman jagung albino yang dicelupkan kedalam larutan glukosa. Pada daun kapas yang dicelupkan kedalam larutan glukosa akan ditemukan perubahan bentuk karbohidrat dari glukosa menjadi sukrosa. Kecambah albino yang tidak mempunyai klorofil itu sebenarnya tidak mungkin hidup, akan tetapi kalau kecambah itu diberi sukrosa akan tumbuh terus menjadi besar. Murtafi’ah (1997) menyatakan bahwa gula mampu memperpanjang umur tanaman setelah dipotong karena perombakan gula yang kemudian bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan energi. 9