BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penelitian Terdahulu Penelitian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah ilmu yang dalam cara berpikir menghasilkan
kesimpulan berupa ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan, dalam proses berfikir
menurut langkah-langkah tertentu yang logis dan didukung oleh fakta empiris.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh:
Gulo (2005) dengan judul penelitian Pengaruh Informasi Akuntansi dan Bukan
Akuntansi terhadap Persetujuan Kredit Yasa Griya pada PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) Kantor Cabang Medan dengan variabel bebas Informasi Akuntansi yang
terdiri dari Current Ratio, Quick Ratio, Cash Ratio, Debt To Equity Ratio, Current
Liabilitas to Networth, Sales Margin, Net Operating Margin, Return on Investment,
Return on Equity dan Informasi Bukan Akuntansi terdiri dari Jaminan, Porsi
Pembiayaan, Calon Konsumen, Umur Perusahaan, Reputasi Bisnis, Pengalaman
Manajemen, sedangkan variabel terikat adalah persetujuan kredit. Objek penelitian
adalah permohonan fasilitas kredit Yasa Griya yang diterima dan disetujui Bank BTN
Cabang Medan selama periode 2002-2004. Pengujian dilakukan dengan regresi linier
berganda dan hasilnya adalah bahwa informasi akuntansi dan bukan akuntansi secara
simultan berpengaruh terhadap persetujuan kredit Yasa Griya. Secara parsial tidak
terdapat diantara variabel informasi akuntansi yang berpengaruh terhadap persetujuan
Universitas Sumatera Utara
kredit Yasa Griya, sedangkan informasi bukan akuntansi yang berpengaruh terhadap
persetujuan kredit Yasa Griya adalah porsi pembiayaan dan calon konsumen.
Suroso (2003) dengan judul penelitian Pengaruh Informasi Akuntansi
terhadap Pengambilan Keputusan Kredit pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Medan
Imam Bonjol dan Variabel Bebas Informasi Akuntansi (X1) dan Informasi Non
Akuntansi (X2) sedangkat Variabel Terikat adalah Keputusan Pemberian Kredit (Y)
dan hasilnya adalah Informasi akuntansi secara parsial memiliki pengaruh di dalam
pengambilan keputusan pemberian kredit pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
Cabang Medan Imam Bonjol. Informasi non akuntansi secara parsial memiliki
pengaruh di dalam pengambilan keputusan pemberian kredit pada PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk cabang Medan Imam Bonjol. Informasi akuntansi dan Informasi non
Akuntansi secara simultan memiliki pengaruh di dalam pengambilan keputusan
pemberian kredit pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan Imam Bonjol.
Hasibuan (2003) dengan judul penelitian Pengaruh Informasi Akuntansi
terhadap Keputusan pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja pada Bank Bumi Putera
cabang Medan dan menggunakan variabel bebas Informasi Akuntansi (X1) dan
Informasi Non Akuntansi (X2) sedangkan variabel kredit Modal Kerja (Y) dan
hasilnya adalah informasi akuntansi dan non akuntansi secara simultan tidak
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pemberian fasilitas kredit modal kerja
pada Bank Bumi Putera cabang Medan. Secara parsial informasi yang berpengaruh
terhadap tingkat kolektibilitas kredit modal kerja adalah likuiditas, struktur modal dan
Universitas Sumatera Utara
skala usaha, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah kelayakan usaha, perputaran
piutang dan perputaran persediaan.
II.2. Klasifikasi Kredit
Sejalan dengan luasnya variasi dan jenis-jenis kegiatan usaha yang ada dalam
sistem perekonomian di masyarakat, ternyata juga membawa pengaruh kepada variasi
dari jenis-jenis kredit yang disediakan oleh perbankan. Dalam klasifikasi ini bentuk
perkreditan dapat dilihat dari obyek yang dibiayai kredit tersebut antara lain
(Muljono, 2000):
a. Kredit untuk modal kerja, yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada
debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Kriteria dari modal kerja
yaitu kebutuhan kebutuhan modal yang habis dalam satu cyle usahanya, hal ini
kalau dilihat dalam neraca satu perusahaan akan uang kas/bank ditambah dengan
piutang dagang ditambah dengan persediaan baik persediaan barang jadi,
persediaan bahan dalam proses, persediaan bahan baku. Arus modal kerja ini
secara diagram dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Uang Kas
Bank
Barang-barang
yang diperdagangkan
Dijual
Piutang
Dagang
Ditagih
Sumber: Manajemen Perkreditan, Muljono (2000)
Gambar II.1. Arus Modal Kerja pada Perusahaan Dagang
Perputaran dari uang kas kemudian dibelikan bahan dan yang diperdagangkan
kemudian menjadi piutang dagang dan akhirnya menjadi uang kas lagi disebut
sebagai satu cycle usaha.
Uang Kas
Bank
Bahan-bahan Baku
Bahan Pembantu
Tenaga Kerja Biaya
Tidak Langsung
dan Lain-lain
Barang Jadi
Ditagih
Piutang
Dagang
Dijual
Sumber: Manajemen Perkreditan, Muljono (2000)
Gambar II.2. Arus Modal Kerja pada Perusahaan Produksi
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses untuk kegiatan industri tersebut jalurnya bertambah panjang
yaitu adanya proses pabrikasi dari bahan baku dan bahan pembantu menjadi barang
jadi. Secara lebih spesifik bentuk kredit modal kerja ini antara lain:
1. Untuk perdagangan, antara lain:
Kredit leveransir.
Kredit ekspor.
Kredit untuk pertokoan dan seterusnya.
2. Untuk bidang industri:
Kredit modal kerja pabrik makanan.
Kredit modal kerja pabrik tekstil dan seterusnya.
3. Untuk bidang perkebunan:
Kredit untuk membeli pupuk.
Kredit untuk membeli obat-obatan anti hama dan seterusnya.
4. Kredit untuk kontraktor bangunan.
5. Kredit modal kerja untuk pembengkelan/service station dan seterusnya.
b.
Kredit Investasi, yaitu kredit-kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk
pembelian barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle, maksudnya
proses dari satu pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut
akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa kali
perputaran. Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan
pabrik, atau mesin atau alat-alat angkutan ataupun barang modal lainnya. Uang
kas yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang modal tersebut akan baru
Universitas Sumatera Utara
dapat terhimpun kembali setelah melalui proses depresiasi sesuai jangka jangka
waktu ekonomisnya (economical useful life) yang mana dana depresiasi yang
berupa out pocket tersebut dikumpulkan, mungkin akan memakan waktu 5 tahun
sampai dengan 20 tahun atau lebih.
Proses ini dapat digambar sebagai berikut:
Uang
Kas
Barang barang
Modal
Depresiasi
Akkumulasi
Depresiasi
Sumber: Manajemen Perkreditan, Muljono (2000)
Gambar II.3. Arus Modal Kerja pada Perusahaan Investasi
Jadi ada dua ciri pokok dari kredit investasi yaitu: barang yang akan dibeli
merupakan barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama. Ada berbagai
kekhususan dari kredit investasi ini misalnya untuk sektor perkebunan. Jumlah uang
kas yang dikeluarkan untuk pembangunan suatu perkebunan yaitu mulai pembibitan,
pembuatan bedeng-bedeng, pananaman bibit, pemeliharaan sampai dengan tanaman
tersebut siap dipanen hasilnya secara ekonomis dapat dikapitalisir sebagai kredit
investasi. Sedangkan biaya-biaya yang dikeluarkan setelah itu diklasifikasikan pada
kredit modal kerja. Jadi walaupun bentuk pengeluarannya sama persis tetapi
Universitas Sumatera Utara
diperlukan secara berbeda antara saat sebelum menghasilkan dan saat setelah
menghasilkan secara ekonomis.
Bentuk-bentuk yang lebih spesifik dari kredit investasi ini antara lain kreditkredit uang dikeluarkan untuk:
1. Membeli tanah baik tanah untuk industri, tanah untuk pertambangan, maupun
tanah untuk perkebunan dan lain-lain.
2. Membeli mesin-mesin, alat-alat angkutan, peralatan-peralatan produksi dan
lain-lain.
3. Mendirikan bangunan gedung pabrik, bangunan hotel, rumah sakit, gudang
perkantoran, proyek pertokoan dan lain-lain.
4. Menanam tanaman-tanaman keras pada perkebunan sampai menghasilkan
secara ekonomis.
5. Membangun sebuah kapal, pesawat terbang, peralatan-peralatan kerja yang
akan dipakai sendiri.
Perlu berhati-hati di dalam mengklasifikasikan antara dua jenis pengeluaran
yang bentuknya sama yaitu untuk pembelian barang modal tetapi yang tidak dapat
diklasifikasikan sebagai kredit investasi. Misal untuk perusahaan real estate, mereka
membeli tanah puluhan hektar dan mendirikan bangunan-bangunan di atasnya, karena
sifatnya tidak dipakai untuk sendiri maka keperluan pembelian barang barang modal
di atas dapat diklasifikasikan untuk dibiayai dengan kredit modal kerja. Begitu juga
untuk dealer mobil dan mesin-mesin maupun alat-alat berat. Walaupun bentuknya
sama barang modal namun karena tidak dipakai untuk keperluan sendiri maka
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan ini dapat juga diberikan kredit modal kerja, seperti halnya juga untuk
para kontraktor yang akan membangun gedung-gedung, jembatan, jalan seterusnya
dapat juga dibiayai dengan kredit modal kerja. Baik pada kredit kerja maupun kredit
investasi sasarannya adalah usaha-usaha yang bersifat mengejar laba (profit motive).
Jadi fungsi kredit yang diberikan tersebut sesuai dengan sifat murni dari pengertian
kredit di sini sebagai faktor produksi.
c. Personal Loan
Ada juga bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan bukan dalam
rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif, yaitu
disebut sebagai personal loan di atas. Kredit ini diberikan biasanya untuk pembelian
alat-alat rumah tangga seperti televisi, kursi tamu, tempat tidur, alat-alat dapur,
sampai dengan mobil bahkan untuk pembelian rumah.
II.3. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit
Untuk menghindari fasilitas kredit modal kerja yang akan diberikan menjadi
bermasalah, pihak bank harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip pemberian
fasilitas kredit modal kerja. Prinsip-prinsip pemberian fasilitas kredit modal kerja
merupakan yang meliputi penganalisisan terhadap character, capacity, capital,
collateral and condition of economic yang dikenal dengan prinsip 5’C. Kasmir (2002)
menjelaskan sebagai berikut:
a. Character, adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur. Tujuan
benar-benar dapat dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang calon
Universitas Sumatera Utara
debitur baik latar belakang usaha yang dikelola maupun pribadi seperti: ukuran
untuk menilai kemauan debitur untuk mengembalikan fasilitas kredit yang telah
diterima dengan cara yang wajar.
b. Capacity, untuk melihat kemampuan calon debitur dalam menyelesaikan fasilitas
yang dikaitkan dengan kemampuan mengelola usaha dalam menghasilkan
keuntungan sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam melunasi
seluruh kewajiban sehubungan dengan penerimaan fasilitas kredit.
c. Capital, dalam pemberian fasilitas kredit, kreditur menuntut agar calon debitur
menyediakan sejumlah dana sebagai modal sendiri untuk membiayai suatu proyek
atau aktivitas usaha, dengan penyediaan dana sendiri berarti calon debitur akan
merasa memiliki proyek atau usaha yang akan dibiayai sehingga timbul tanggung
jawab untuk mengelola dengan baik dengan penyediaan dana sendiri bank dapat
mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki calon debitur terhadap
usaha.
d. Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon debitur baik bersifat fisik
maupun bukan fisik jaminan hendaknya melebihi jumlah fasilitas yang diberikan
jaminan yang diterima kreditur harus dilihat aspek legalitasnya, sehingga bila
terjadi suatu masalah, jaminan dapat dengan mudah dicairkan fungsi jaminan
merupakan the second way out. Terhadap fasilitas yang diberikan artinya jaminan
akan dicairkan bila berbagai cara untuk penyelesaian kredit tidak berhasil
dilakukan maka pencairan jaminan merupakan jalan terakhir yang tidak bisa
dihindari.
Universitas Sumatera Utara
e. Condition of Economic, dalam menilai pemberian fasilitas kredit hendaknya juga
menilai kondisi ekonomi sekarang dan akan datang sesuai dengan sektor ekonomi
yang akan dibiayai dalam kondisi ekonomi yang kurang stabil sebaiknya
pemberian fasilitas kredit untuk sektor tertentu tidak diberikan terlebih dahulu dan
kalaupun jadi diberikan sebaiknya memperhatikan prospek usaha pada masa akan
datang dengan ketat.
II.4. Analisis Pemberian Kredit
Dalam pelaksanaan pemberian kredit kepada nasabahnya, bank dihadapkan
pada masalah yang cukup kompleks seperti kepada siapa kredit diberikan, apakah
calon nasabah debitur mampu mengembalikan utang pokoknya dengan bunga serta
kewajiban lainnnya, berapa jumlah (plafond, kredit maksimum) yang layak untuk
diberikan, apakah kredit yang akan diberikan cukup aman atau resikonya kecil. Selain
masalah-masalah umum yang harus dipecahkan oleh perbankan dalam pemberian
kredit, maka perbankan juga dihadapkan masalah-masalah yang sifatnya sangat
khusus yang menyangkut kegiatan usaha dan karakter dari calon debitur. Perkreditan
mempunyai masalah yang bersifat “kasuistis” yang artinya masing-masing debitur
mempunyai permasalahan yang sangat spesifik, oleh karena itu diperlukan adanya
pendekatan dan penanganan satu nasabah dengan nasabah lainnya. Menurut Muljono
(2000) dalam pemberian kredit, pihak bank minimal mengadakan analisa beberapa
aspek dari calon debiturnya, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
II.4.1. Aspek Yuridis
Dalam proses analisa suatu permohonan kredit, maka aspek yuridis (legal
aspect) mempunyai kedudukan yang strategis dan merupakan aspek yang terpenting
diantara aspek-aspek lainnya. Karena walaupun semua aspek yang ada cukup layak
(feasiable) tetapi aspek yuridis tidak sah maka semua ikatan perjanjian kredit antara
bank dengan debitur dapat gugur, dan pada akhirnya pihak bank akan mengalami
kesulitan dalam kredit yang telah diberikan.
II.4.2. Aspek Pemasaran
Pemasaran bagi setiap kegiatan usaha merupakan faktor yang sangat penting
untuk mencapai tujuannya dalam mendapatkan laba sesuai dengan yang
direncanakan. Kemampuan untuk memproduksi suatu barang atau jasa tidak akan ada
artinya jika tidak ada kemampuan untuk memasarkannya, jadi “costumer oriented”
lebih menonjol dibandingkan dengan “production oriented”.
II.4.3. Aspek Jaminan
Jaminan kredit (collateral) merupakan aspek yang paling penting dalam
analisa kredit, karena jaminan berfungsi untuk pengamanan apabila kredit yang
diberikan mengalami kegagalan. Oleh karena para analis kredit harus mempunyai
ketelitian dalam penilaian barang-barang yang dijaminkan kepada bank. Dalam
penilaian ini ada dua sarana pokok yaitu nilai ekonomis dan nilai yuridis dari barang
jaminan tersebut, dan biasanya suatu bank telah mempunyai aturan tersendiri tentang
penilaian barang jaminan.
Universitas Sumatera Utara
II.4.4. Aspek Teknis
Semua jenis usaha yang akan melaksanakan kegiatannya selalu dihadapkan
pada suatu permasalahan yaitu kebutuhan akan serangkaian perangkat keras
(hardware) yang beraneka ragam bentuk dan kegunaannya. Mengingat sangat
bervariasinya perangkat keras yang dipakai untuk menunjang kegiatan usaha yang
akan dilakukan calon debitur, sehingga dibutuhkan seseorang atau tim ahli untuk
masing-masing bidang yang sering memerlukan keahlian dari berbagai disiplin ilmu
pengetahuan serta interdisplin profesi.
II.4.5. Aspek Keuangan
Analisa aspek keuangan dari calon debitur bertujuan untuk mengetahui
struktur kebutuhan modal, posisi keuangan seperti berapa besarnya rentabilitas,
solvabilitas, likuiditas dan prospek keuangan di waktu yang akan datang setelah calon
debitur tersebut menerima kredit dari bank. Demikian juga analisa aspek keuangan
digunakan untuk mengetahui estimasi cash flow serta rencana pelunasan kredit yang
telah diterima. Untuk mengetahui berbagai informasi tentang keuangan maka analis
kredit memerlukan berbagai data yang bersumber dari neraca dan laporan laba/rugi
beberapa periode terakhir.
II.5. Rasio Keuangan sebagai Alat Manajemen
Analisis rasio adalah cara menganalisis dengan menggunakan perhitunganperhitungan perbandingan atas data kuantitatif yang ditunjukkan dalam neraca atau
Laporan Laba Rugi perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang diperoleh dari laporan
Universitas Sumatera Utara
keuangan adalah merupakan indikator dari perusahaan tersebut dan dapat digunakan
untuk memprediksi tentang kemajuan perusahaan tersebut di masa akan datang.
Rasio-rasio keuangan suatu perusahaan dapat dibandingkan dengan perusahaan lain
yang sejenis, yang mempunyai skala dan lingkungan yang kurang lebih sama.
Kuswadi (2008), biasanya analisis rasio keuangan dapat digolongkan menjadi
(digunakan untuk menilai):
1. Rasio Kemampulabaan (Profitability Ratio).
2. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio).
3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio).
4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Penggunaan Dana dan Biaya.
5. Rasio Solvabilitas.
Sebenarnya, analisis rasio keuangan dapat didasarkan pada data dari catatan
kegiatan operasional dan non-operasional. Namun, pada umumnya, data yang
digunakan diambil hanya dari kegiatan operasional karena dianggap relatif lebih
objektif dan adil untuk menilai kinerja perusahaan termasuk manajemennya.
II.5.1. Rasio Kemampulabaan (Profitability Ratio)
Rasio kemampulabaan (Profitability Ratio) menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba secara relatif. Relatif di sini artinya laba yang
diukur dari besarnya secara mutlak, tetapi diperbandingkan dengan unsur-unsur atau
tolok ukur lainnya, karena perolehan laba yang besar belum tentu menggambarkan
kemampulabaan yang juga besar. Tolok ukur yang dipakai untuk menilai
kemampulabaan biasanya adalah: Pendapatan, Dana, dan Modal.
Universitas Sumatera Utara
Rasio kemampulabaan dapat dibagi menjadi:
1. Rasio Laba dan Penjualan.
2. Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak atas Penjualan.
3. Rasio Laba Kotor atas Penjualan (Gross Profit Margin/Gross Margin in To
Sales).
4. Rasio Laba Operasi atas Total Investasi (Return on Investment).
5. Rasio Laba atas Modal (Return on Equity/ROE).
II.5.2. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) bertujuan untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya (likuiditasnya).
Oleh karena itu, rasio ini menjadi penting bagi pimpinan perusahaan, manajer
keuangan, bank, atau para pemasok yang memberikan kredit penjualan kepada
perusahaan.
Rasio Likuiditas dapat digolongkan menjadi:
1. Rasio Lancar (Current Ratio).
2. Rasio Cair (Quick Ratio/Acid Test Ratio).
3. Rasio Kas/Rasio Tunai (Cash Ratio).
II.5.3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
Rasio Aktivitas (Activity Ratio) dapat menggambarkan kinerja perusahaan
dalam pengelolaan persediaan dan piutangnya. Rasio ini dapat dibagi menjadi:
1. Rasio Perputaran Persediaan (Invenory Turn Over).
2. Rasio Hari Persediaan (Inventory Period).
Universitas Sumatera Utara
3. Rasio Perputaran Piutang (Account Receiable Turn Over).
4. Rasio Periode Pengumpulan Piutang (Average Collection Period).
II.5.4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Penggunaan Dana dan Biaya
Rasio ini untuk melihat sampai seberapa jauh efisiensi dan efektivitas
penggunaan dana dan biaya. Biasanya, biaya tersebut diperbandingkan dengan hasil
penjualan. Rasio ini tidak lain adalah besarnya laba atau rugi yang diperoleh
perusahaan yang dinyatakan dalam persen (%).
1. Rasio Harga Pokok Penjualan atas Penjualan.
2. Rasio Harga Pokok Penjualan dan Beban Operasi atas Penjualan.
3. Rasio Beban Penjualan atas Penjualan.
4. Rasio Beban Administrasi.
5. Rasio Beban Keuangan.
II.5.5. Rasio Solvabilitas
Tujuan analisis atas rasio ini memberikan gambaran mengenai kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio Solvabilitas dapat
digolongkan menjadi:
1. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta (Debt To Asset Ratio).
2. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Modal (Long Term Debt to Equity
Ratio).
3. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Kapitalisasi.
Universitas Sumatera Utara
II.6. Penentuan Tingkat Bunga Kredit
Menentukan berapa besarnya tingkat bunga kredit yang dikenakan kepada
nasabah debitur (loan pricing) sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel, yaitu:
berapa besar biaya dana bank (cost of loanable funds), spread, biaya overhead, pajak
dan premi risiko yang diperkirakan yang semuanya dinyatakan dalam persentase
tertentu.
Cost of Loanable funds, Perhitungan cost of loanable funds adalah biaya dana
yang dikeluarkan bank setelah diperhitungkan ketentuan cadangan likuiditas wajib
(reserve requirement). Perhitungan ini memperlihatkan berapa besar sesungguhnya
biaya dana bank atas dana yang dihimpun setelah dikeluarkan bagian untuk cadangan
likuiditas wajib untuk selanjutnya disalurkan dalam bentuk kredit. Semakin besar
jumlah cadangan yang ditahan semakin meningkat jumlah biaya dana bank karena
semakin kecil jumlah dana yang dapat disalurkan.
Spread, Istilah spread sering disamakan penggunaannya dengan margin
meskipun kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang lebih spesifik.
Spread dalam pengertian umum adalah selisih antara biaya dana (borrowing rate)
dengan tingkat bunga kredit (lending rate) atau selisih antara bidding rate dan
offering rate yang sering digunakan dalam transaksi pasar uang. Sementara istilah
margin sering dikaitkan dengan perbedaan tingkat risiko antara kedua jenis suatu
investasi atau surat berharga.
Biaya Overhead, Komponen biaya yang diperhitungkan dalam biaya
overhead ini adalah semua biaya yang dikeluarkan bank dalam kegiatan
Universitas Sumatera Utara
penghimpunan dana dari berbagai sumber yang menjadi beban rugi laba antara lain
adalah: beban personalia, administrasi dan umum, dan beban lainnya.
Premi Risiko, Penanaman dana dalam aktiva produktif terutama dalam bentuk
kredit memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Oleh
karena itu dalam menentukan besarnya tingkar bunga kredit yang dikenakan bank
kepada nasabah debiturnya, faktor risiko di samping biaya-biaya yang telah
dijelaskan perlu dimasukkan sebagai komponen penentu terhadap bunga kredit yang
nantinya dibebankan kepada debitur.
Premi risiko dapat diketahui dari pengalaman bank dalam pengolahan kredit
yaitu dengan melakukan penilaian atas kualitas kredit. Semakin besar jumlah kredit
yang masuk dalam kelompok kredit bermasalah semakin tinggi risiko yang dihadapi
bank.
II.7. Kondisi Ekonomi
Keadaan politik suatu negara dapat mempengaruhi kondisi perekonomian
negara tersebut, jika suatu negara dalam kondisi politik yang stabil dapat dilihat dari
kebijakan ekonominya. Adapun maksud penilaian terhadap kondisi ekonomi adalah
untuk mengetahui sampai sejauhmana kondisi-kondisi yang mempengaruhi
perekonomian seperti kebijakan tentang jumlah uang yang beredar, kebijakan tentang
jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kebijakan lainnya
yang akan memberikan dampak positif maupun negatif terhadap perusahaan yang
memperoleh kredit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memungkinkan penilaian terhadap kondisi ekonomi ini perlu dipelajari
masalah-masalah
politik
budaya,
kebijakan-kebijakan
pemerintah
setempat,
peraturan-peraturan moneter, perpajakan, anggaran belanja negara don konjungtur
perekonomian lainnya. Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah (melalui
Bank Sentral) dalam mengatur keuangan dan perkreditan (jumlah uang yang beredar,
batas-batas pemberian kredit, tinggi rendahnya tingkat bunga, dan sebagainya
(Siamat, 2001).
Kebijakan moneter sebagai salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro
pada dasarnya merupakan kebijakan pengendalian jumlah uang beredar agar sesuai
dengan jumlah yang dibutuhkan dalam suatu sistem perekonomian. Melalui
pengendalian jumlah uang beredar tersebut diharapkan dapat dicapai suatu tingkat
pertumbuhan ekonomi tanpa menyebabkan terjadinya inflasi akibat bertambahnya
jumlah uang beredar yang mendorong permintaan akan barang-barang atau disebut
demand pull inflation.
Menurut Mankiw (2007) mengatakan bahwa pertumbuhan jumlah uang akan
menentukan tingkat inflasi, jadi teori kuantitas uang menyatakan bahwa bank
sentral, yang mengawasi jumlah uang yang beredar, memiliki kendali tertinggi
atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan jumlah uang yang
beredar tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan
jumlah uang yang beredar dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan
cepat.
Sasaran kebijakaan moneter yang ingin dicapai oleh otoritas moneter
di Indonesia pada prinsipnya adalah pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga dan
tingkat bunga, dan keseimbangan neraca pembayaran serta untuk mencapai
pemenuhan kesempatan kerja untuk mencapai sasaran kebijakan moneter tersebut
Universitas Sumatera Utara
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter melakukan tugas pengendalian moneter
yang meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengambilan kebijakan. Dalam aspek
perencanaan, Bank Indonesia melakukan penelitian mengenai hubungan-hubungan
yang terkait sehingga dapat diketahui berapa sesungguhnya jumlah uang yang
dibutuhkan dalam perekonomian untuk suatu periode tertentu.
II.8. Risiko Inflasi pada Kredit
Mankiw (2007) mengatakan “Inflasi selalu dan di manapun merupakan
fenomena moneter”. Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak
mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pada asasnya inflasi merupakan gejala
ekonomi yang berupa naiknya tingkat harga. Risiko yang diakibatkan oleh inflasi
adalah merupakan risiko yang sifatnya abstrak, karena walaupun utang pokok dan
bunga telah dibayar lunas oleh nasabah, tetapi pada inflasi yang tinggi bank telah
menderita kerugian penurunan terhadap daya beli dari uang yang telah dipinjamkan
kepada nasabah.
Menurut Mulyono (2000) Inflasi yang tinggi merupakan suatu ancaman
terhadap modal bank karena dengan adanya inflasi laba bank akan over stated.
Laba yang over stated akan mengakibatkan pembayaran pajak dan pembagian
laba yang semakin tinggi akibatnya terjadi kanibalisme modal.
Demikian juga menurut Helfert (2006) Dampak inflasi terhadap persediaan
pada umumnya adalah meningkatkan secara terus menerus biaya persediaan
terakhir sehingga mengakibatkan peningkatan biaya yang pada gilirannya
mengurangi keuntungan.
Sedangkan Mankiw (2007) mengatakan bahwa kesepakatan utang biasanya
merinci tingkat bunga nominal, yang didasarkan pada tingkat inflasi yang
diharapkan pada saat kesepakatan dibuat. Jika inflasi ternyata berbeda dari
Universitas Sumatera Utara
yang diharapkan, pembayaran riil yang dibayar debitur kepada kreditur berbeda
dari yang telah diantisipasi keduanya. Di satu sisi, jika inflasi lebih tinggi dari
yang diharapkan, debitur untung dan kreditur rugi karena debitur membayar
utang dengan nilai yang lebih kecil dan jika inflasi lebih rendah dari yang
diharapkan, kreditur untung dan debitur rugi karena pembayaran utang menjadi
lebih tinggi nilainya.
Dengan demikian pada masa-masa inflasi yang tidak stabil ada suatu
kebijakan yang harus ditempuh, agar bank tersebut tetap dapat mempertahankan real
capitalnya sesuai dengan purchasing power pada saat pemberian kredit pada nasabah.
Untuk mengatasi masalah ini maka time value of money perlu diperhitungkan dalam
cost of fund agar bank tidak mengalami kerugian penurunan daya beli assetnya yang
disalurkan dalam bidang perkreditan.
Universitas Sumatera Utara
Download