BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tektonika Indonesia menjelaskan bahwa negara ini merupakan titik pertemuan antara tiga lempeng besar yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik seperti yang terlihat pada gambar 1.1.. Konsekuensinya, dinamika lempeng tersebut membentuk sesar-sesar besar yang aktif yang dapat menjadi pemicu terjadinya bencana alam seperti gempabumi. Salah satu sesar besar yang terkenal yaitu sesar Sumatera atau sesar Semangko yang membentang dari ujung barat sampai ujung timur Pulau Sumatera. Bahkan, interaksi ketiga lempeng tersebut yang terus menerus berlangsung dapat membentuk sesar-sesar baru lainnya. Gambar 1.1. Petemuan tiga lempeng besar di Indonesia, Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik (Harijono, 2010) Kota Padang, ibukota provinsi Sumatera Barat, merupakan salah satu kota berkembang di Indonesia dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 1.214 per km2 (BPS Kota Padang, 2010). Selain itu, Kota Padang juga merupakan salah satu daerah dengan tingkat ancaman bencana alam yang cukup besar diantaranya ialah 1 2 bencana gempabumi dan tsunami. Hal ini dikarenakan posisi daerah tersebut berada di zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Fenomena tersebut menjadikan kota Padang sebagai salah satu daerah yang sering mengalami bencana gempabumi. Kejadian gempabumi terlihat hampir menutupi daerah kota Padang dan sekitarnya seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.2.. Hal ini menjelaskan bahwa begitu seringnya bencana gempabumi terjadi di daerah tersebut. Berdasarkan data seismisitas yang diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) tercatat terjadi 246 kejadian gempabumi dengan magnitudo golongan gempabumi merusak sampai golongan gempabumi besar (magnitudo 5 SR sampai 8 SR). Gambar 1.2. Kejadian gempabumi di Kota Padang dan sekitarnya (USGS, 2014) Intensitas kejadian gempabumi yang terjadi selama kurun waktu 114 tahun terakhir yakni periode 1900 sampai 2014 dapat dilihat pada gambar 1.3. Grafik tersebut menjelaskan seberapa sering kejadian gempabumi. Terlihat bahwa gempabumi golongan merusak (rentang magnitudo 5 SR – 6 SR) memang sangat sering terjadi dengan tingkat intesitas kejadian semuanya di atas lima. Intensitas kejadian gempabumi dengan golongan besar (6 SR < M < 8 SR) dapat dikatakan jarang terjadi yaitu di bawah lima kali akan tetapi tingkat kerusakan lebih sering dirasakan. Frekuensi 3 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2 6.4 6.6 6.8 7.0 7.2 7.4 7.6 7.8 Magnitudo (SR) Gambar 1.3. Grafik intesitas kejadian gempabumi kota Padang dan sekitarnya dari tahun 1900-2014 (USGS, 2014) Kejadian gempabumi terbesar di Kota Padang yang menyita perhatian dunia pada saat itu terjadi pada 30 September 2009 dengan magnitudo 7,6 SR. Titik episentrum gempa tersebut berada pada titik koordinat 1,397O LS dan 99,9O BT. Gempabumi yang terjadi bersifat sangat merusak berdasarkan parameter kedalaman hiposenter dan ukuran magnitudonya. Gempa tersebut bersifat dangkal dengan kedalaman hiposenter 87 km. Kekuatan gempa tersebut setara dengan skala VII MMI. Gempabumi tersebut sangat merugikan. Berdasarkan pemberitaan di media massa pada saat itu terdapat 1.117 korban tewas, 1.214 korban lukaberat, 1.688 korban luka ringan dan 1 orang dinyatakan hilang. Kerusakan infrastruktur pun tak dapat dihindari. Tercatat 135.448 unit bangunan rusak berat, 65.380 unit rusak sedang, dan 78.604 unit rusak ringan termasuk rumah masyarakat dan fasilitas umum. Guncangan gempa tersebut tidak hanya dirasakan di provinsi terdekat seperti Bengkulu, Jambi, Palembang dan Riau tetapi juga dirasakan sampai di Malaysia dan Singapura (Harian Kompas edisi 15 Oktober 2009). Aktualitas data tersebut mencerminkan bahwa daerah Kota Padang memang merupakan suatu daerah dengan tingkat potensi kerawanan bencana gempabumi yang terbilang tinggi. Sehingga kesiagaan dari pihak pemerintah, tokoh masyarakat, lembaga kemasyarakat dan masyarakat sangat perlu 4 diperhatikan. Mengingat bahwa prediksi kejadian gempabumi masih sangat sulit dilakukan karena keterjadiannya bisa kapan saja dan dengan magnitudo sebesar apapun. Pembangunan yang terus berkembang sangat memerlukan informasi kondisi daerah tersebut. Oleh karena itu, upaya mitigasi lainnya sangat diperlukan seperti pemetaan spasial daerah rawan berdasarkan beberapa parameter gempabumi. Berdasarkan fakta tersebut, penulis melakukan penelitian dengan memetakan daerah rawan bencana di Kota Padang berdasarkan beberapa parameter hasil pengukuran mikrotremor yang diolah dengan menggunakan metode Horizontal to Vertikal Spectral Ratio (HVSR) atau metode Nakamura. Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu menjadi salah satu pertimbangan dalam pembangunan dan mitigasi bencana gempabumi di Kota Padang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diutarakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. bagaimana memetakan nilai karaktersistik dinamika tanah daerah rawan bencana gempabumi seperti frekuensi dominan, faktor amplifikasi, periode dominan, ketebalan lapisan sedimen, indeks kerentanan seismik, ground shear strain, dan percepatan gerakan tanah di Kota Padang Sumatera Barat. 2. bagaimana tingkat bahaya gempabumi di Kota Padang Sumatera Barat berdasarkan karaktersistik dinamika tanah. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. memetakan sebaran nilai frekuensi dominan, faktor amplifikasi, periode dominan, ketebalan lapisan sedimen, indeks kerentanan seismik, ground shear strain, dan percepatan gerakan tanah di Kota Padang Sumatera Barat dan dikaitkan dengan analisis parameter b-value. 5 2. memetakan tingkat potensi bahaya gempabumi di Kota Padang Sumatera Barat berdasarkan sebaran nilai karakteristik dinamika tanah. 1.4 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada beberapa hal, yaitu: 1. Penelitian ini menggunakan data mikrotremor Kota Padang dari Pusat Survei Geologi yang diambil pada 26 – 30 November 2009 2. Percepatan tanah maksimum ditentukan dengan beberapa persamaan yaitu persamaan Mc. Guirre, Bindi, Kanai dan Fukushima dan Tanaka. Kejadian gempabumi yang digunakan yaitu 30 September 2009 den gan magnitudo 7,6 SR. Titik episentrum gempa tersebut berada pada titik koordinat -0,72o LS dan 99,876o BT. 3. Analisis b-value menggunakan data seismisitas dari katalog International Seismological Centre (ISC) dan United State Geological Surveys (USGS/NEIC) dari periode 1965 sampai Juni 2014 dengan metode Likelihood Estimation. 4. Analsisi spasial tingkat bahaya menggunakan parameter periode dominan ππ , indeks kerentanan seismik πΎπ , ketebalan lapisan sedimen π, ground shear strain πΎ, dan percepatan gerakan tanah di batuan dasar ππ . 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya: 1. Menginformasikan karakteristik daerah rawan bencana sebagai upaya mitigasi bencana gempabumi di Kota Padang, Sumatera Barat. 2. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah setempat sebagai bahan pertimbangan dalam Sumatera Barat. pembangunan infrastruktur di Kota Padang,